refrat bolos sekolah

68
BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dewasa ini bermaksud untuk mengarahkan perkembangan manusia tertuju kemasa depannya yang lebih baik agar sanggup menghadapi tantangan- tantangan masa depan. Melalui pendidikan, manusia dapat mencapai kedewasaan, dan memiliki nilai-nilai manusiawi, kesadaran pribadi, moral, sosial, dan berbagai keterampilan yang dapat menunjang perkembangan hidupnya. Akan tetapi dalam perkembangan pendidikan sekarang ini masih terdapat berbagai masalah seperti masalah kualitas, revensi serta masalah putus sekolah. Perilaku bolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar-setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan, sebab perilaku bolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan bolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya dikota- kota besar saja siswa yang terlihat sering bolos, bahkan didaerah-daerah pun perilaku bolos sudah menjadi kegemaran. Faktor eksternal yang kadangkala 1

Upload: anjani-putri-retnaninggalih

Post on 15-Sep-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

psikiatri

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUANPendidikan dewasa ini bermaksud untuk mengarahkan perkembangan manusia tertuju kemasa depannya yang lebih baik agar sanggup menghadapi tantangan- tantangan masa depan. Melalui pendidikan, manusia dapat mencapai kedewasaan, dan memiliki nilai-nilai manusiawi, kesadaran pribadi, moral, sosial, dan berbagai keterampilan yang dapat menunjang perkembangan hidupnya. Akan tetapi dalam perkembangan pendidikan sekarang ini masih terdapat berbagai masalah seperti masalah kualitas, revensi serta masalah putus sekolah.Perilaku bolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar-setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan, sebab perilaku bolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan bolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya dikota-kota besar saja siswa yang terlihat sering bolos, bahkan didaerah-daerah pun perilaku bolos sudah menjadi kegemaran.Faktor eksternal yang kadangkala menjadikan alasan bolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas itu sangat mengganggu sekali. Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora. Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang menyejukan membuat anak tidak lagi betah disekolah. Terbukti siswa yang suka bolos sering sekali terlibat dengan hal-hal yang cenderung merugikan diri sendiri.Anehnya lagi ketika kemudian fenomena bolos atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak nakal. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak suka bolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis.. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tak terkendali.Tumpuan kesalahan perilaku bolos kebanyakan dibebankan kepada anak didik yang terlibat bolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap anak didikan yang menjadi beban kesalahan, ini adalah sikap yang tidak mendukung justru akan menambah masalah. Betapa seriusnya perilaku bolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan saja pihak sekolah tetapi juga orang tua, teman dan pemerintah. Perilaku bolos sangat merugikan dan bahkan itu bisa saja sumber masalah baru. Bila ini terus dibiarkan bukan saja anak itu sendiri tetapi juga sekolah dan guru yang menjadi orang tua disekolah dan guru yang menjadi orang tua disekolah yang menanganinya.Perilaku bolos juga membawa dampak yang sangat buruk karena ketinggalan pelajaran yang di berikan oleh guru bidang studi, siswa tidak menerima pelajaran dengan baik sebagaimana mestinya. Mungkin masalah ini sudah dianggap hal biasa saja di kalangan remaja, hal ini bukan hanya siswa laki-laki tetapi siswa perempuan juga sering melakukan masalah bolos tersebut. Masalah bolos terdiri dari bermacam- macam, ketika siswa menerima pelajaran didalam kelas tidak konsen adanya mengantuk, karena mengalami masalah pribadi, pelajaran yang diberikan oleh guru pengajar tidak diterima dengan baik atau tidak terlaksana dengan semestinya. Bolos sekolah hampir setiap minggu dilakukan, sehingganya siswa tidak betah dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru, lebih mementingkan untuk meninggalkan ruang kelas daripada mengikuti pelajaran yang tidak disukai oleh siswa tersebut. Oleh karena itu siswa lebih memilih bolos ketimbang belajar, hal ini sering dilakukan oleh para siswa dari adanya rasa bosan yang timbul dibenak siswa itu sendiri.

Untuk memenuhi harapan agar siswa-siswi yang menjadi manusia-manusia yang mempunyai masa depan yang cerah, maka sejak dini, diajar dan dilatih sesuai apa yang menjadi harapan orang tua. Untuk meningkatkan prestasi belajar sikap bolos harus dikurangi, karena dengan bolos siswa tak dapat mengikuti pembelajaran secara efektif dan efisien. Kenyataan lain yang terjadi bahkan lebih buruk lagi disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengatur waktu. Jelasnya perilaku bolos sangat perlu dikurangi sejak dini, demi terhindarnya segala akibat yang tidak dinginkan.Untuk menghadapi masalah ini, anak yang sering bolos sekolah tidak sewajarnya dibiarkan begitu saja, karena makin banyak anak yang bolos sekolah, semakin banyak pula masalah putus sekolah. Para siswa harus diupayakan agar terbebas dari hambatan-hambatan atau masalah yang dapat mengganggu proses perkembangan merek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Bolos Sekolah2.1.1 Pengertian Bolos SekolahBolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga perlu dilibatkan. Maka penyebab utama siswa membolos sekolah lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.

Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin berangkat sekolah, namun saat jam pelajaran ketika dimulai pun terkadang ada siswa yang memanfaatkan waktu untuk membolos. Keinginan membolos ini bermacam-macam, ada yang sekedar menghilangkan rasa suntuk karena pelajaran di sekolah atau sedang mempunyai masalah pribadi yang membuat siswa tidak berkonsentrasi belajar di sekolah. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu, penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.Banyak faktor yang menyebabkan anak malas datang ke sekolah. Faktor ini dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari faktor lingkungan. Siswa yang membolos biasanya akan mengemukakan alasan yang masuk akal sehingga diberi izin oleh orang tua, guru piket atau guru BK. Padahal tujuan utamanya adalah untuk menghindari jam efektif belajar di sekolah.Penyebab rasa takut bersekolah ini beragam antara lain karena berbagai persoalan yang didapatinya saat di sekolah seperti di ejek teman, menghadapi guru yang galak. Sebab yang lain adalah anak tidak dapat beradaptasi dengan suasana sekolah. Teman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku sosial. Teman memainkan peran dalam berinteraksi dan beraktivitas. Teman menjadi perantara awal bagi anak untuk bersosialisasi secara aktif. Teman menjadi tempat pembelajaran nilai-nilai dan peraturan social yang bersifat informal yang tidak mereka dapatkan dari keluarga maupun sekolah. Teman yang baik tingkah lakunya akan memberikan dampak yang positif bagi seseorang. Sebaliknya jika bergaul dengan teman yang tingkah lakunya buruk bahkan menyimpang dapat juga memberikan pengaruh negatif bagi seseorang.

Beberapa faktor yang menyebabkan siswa membolos dari sekolah yaitu karena adanya permasalahan yang muncul, baik di lingkungan sekolah sendiri, kemudian di luar lingkungan sekolah, persoalan dengan teman, kurang menyukai pelajaran atau bahkan tidak senang dengan guru yang mengajar.

Menurut Yuli Setyowati (2004) dalam hal ini faktor-faktor yang diduga melatarbelakangi perilaku membolos siswa diantaranya adalah

faktor ekstern maupun faktor intern. Adapun faktor ekstern tersebut adalah

Peran teman: siswa tersebut ikut-ikutan membolos karena pengaruh teman yang suka membolos

Persepsi tentang mata pelajaran : pelajaran hari tersebut tidak menyenangkan dan ada tugas yang belum dikerjakan

Persepsi tentang guru : guru yang mengajar hari tersebut galak dan tidak toleran, terlalu banyak mengatur siswa-siswanya

Persepsi terhadap pelaksanaan tata tertib : tata tertib yang diberlakukan di sekolah

Tempat tinggal : tempat tinggal siswa jauh dan sulit transportasinya sehingga memungkinkan siswa untuk membolos

Keadaan orang tua : keadaan ekonomi orang tuanya kurang dan belum melunasi administrasi sekolahSedangkan faktor internnya adalah sebagai berikut : Kematangan untuk belajar

Kematangan belajar ada kaitannya dengan pertumbuhan biologis. Misalnya : anak yang dalam masa pertumbuhannya belum tiba pada suatu tahap untuk belajar berjalan, janganlah dipaksa untuk mulai belajar berjalan. Anak belum matang untuk mulai belajar berjalan. Pemaksaan untuk belajar sesuatu sebelum sampai pada tahap kematanganya akan menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan.

Kemampuan atau ketrampilan dasar untuk belajar

Faktor ini merupakan prasyarat bagi keberhasilan proses belajar. Seseorang yang memiliki kemampuan belajar asli yang tinggi akan Dorongan untuk berprestasi

Dorongan ini pada dasarnya telah ada pada diri seseorang sejak dilahirkan. Tinggi rendahnya dorongan ini akan sangat tergantung kepada pengalaman orang yang bersangkutan dalam menggunakan dorongan itu.Menurut Indri Setyawati (2007) menyebutkan bahwa sikap orang tua juga memberi pengaruh yang sangat besar pada anak. Apabila orang tua tidak melihat pentingnya anak masuk sekolah, atau mengganggap sekolah itu hanya membuang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa anak tidak akan berhasil, anak itu akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.

Membolos sekolah mungkin ini merupakan salah satu budaya dalam pendidikan. Sering kali kita mendapati anak-anak sekolah yang masih berseragam berkeliaran diluar sekolah pada jam sekolah. Kalau zaman dahulu mungkin hanya sebatas anak laki-laki saja yang melakukan atau melestarikan kebudayaan ini, namun ahkir-ahkir ini tidak jarang kita temukan anak sekolah perempuan yang membolos pada jam sekolah. 2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Bolos SekolahBerangkat ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hal sekaligus kewajiban sebagi sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang, kenyataanya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang sering dikenal dengan istilah tuancy ini dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi mereka tidak berada disekolah. Perilaku ini pada umumnya ditemukan pada remaja mulai tingkat pendidikan SMP.Kecenderungan untuk bolos sekolah baik dalam bidang studi tertentu maupun pada hari-hari tertentu, akan bertambah besar apabila guru tidak berhasil mengajar karena berbagai sebab. Keadaan ini seterusnya akan dapat berakibat antara lain siswa tidak masuk kelas atau pada hari-hari tertentu serta jam-jam tertentu siswa dengan alasan tertentu membuat sebab untuk bolos sekolah. Namun seringkali alasan-alasan yang menjadi sebab itu, tidak diketahui oleh guru ataupun orang tua. Maka faktor- faktor penyebabnya adalah sebagai berikut:2.1.2.1 Bersumber Dari Anak Itu SendiriPada umumnya siswa yang memiliki kemampuan yang rendah atau kurang berbakat atau tidak mempunyai minat dalam suatu bidang studi tertentu, cenderung bolos pada bidang studi tersebut. Kecenderungan bolos sekolah dalam bidang studi tertentu ini akan bertambah apabila guru tidak berhasil mengajar karena berbagai sebab. Keadaan ini seterusnya dapat berakibat kenginginan anak menghindar dari kegiatan belajar dan memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Bolos sekolah bukan hanya terjadi pada anak/siswa yang mempunyai kemampuan rendah, tetapi juga pada siswa-siswa yang tergolong pandai tetapi tidak mempunyai bakat dan minat dalam bidang studi tertentu. Keadaan ini dapat menyebabkan siswa bolos sekolah dalam bidang studi tertentu.Siswa-siswa tertentu yang memiliki kelainan jasmani sering merasa rendah diri,malu dan seterusnya mengisolasi diri dari teman-temannya. Keadaan ini dapat menyebabkan anak/siswa tersebut tidak masuk sekolah (bolos) pada saat tertentu. Terlihat anak mengalami kekurangan pada tubuhnya baik dalam hal daya kemampuan tubuh maupun kekurangan-kekurangan jasmani.Selain itu bolos sekolah dapat disebabkan oleh gangguan tingkah laku. Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau remaja yang berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran norma-norma sosial dan peraturan utama setempat. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III, gangguan perilaku pada masa anak dan remaja merupakan suatu golongan yang disediakan untuk semua gangguan yang terjadi pada masa anak dan remaja yang bersifat lebih menetap, mendalam, dan lebih sukar diatasi dibandingkan dengan gangguan situasional sementara. Tetapi gangguan ini lebih ringan dari psikosa, nerosa, dan gangguan kepribadian. Sebelum mengklasifikasikan adanya gangguan perilaku pada usia anak-anak atau remaja, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengetahui apa yang dianggap normal pada usia tersebut. Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita ketahui adalah faktor usia anak dan latar belakang budaya. Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu.KRITERIA DIAGNOSISBerdasarkan DSM-IV-TRDefinisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan.6,7Kriteria gangguan tingkah laku dalam DSM-IV-TR :1. Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam enam bulan terakhir :a. Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksualb. Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalismec. Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutild. Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun2. Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan3. Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian anti sosial6,7

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) IIIBerdasarkan PPDGJ-III, gangguan tingkah laku (F.91) dapat didiagnosis berdasarkan beberapa pedoman.8 Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan tingkat perkembangan anak. Temper tantrums, merupakan gejala normal pada perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan merupakan dasar diagnosis ini. Begitu pula, pelanggaran terhadap hak orang lain (seperti tindak pidana dengan kekerasan) tidak termasuk kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan demikian bukan merupakan kriteria diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut. Contoh-contoh perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut: perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan yang hebat atas barang milik orang; membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap menentang yang berat serta menetap. Masing-masing dari kategori ini, apabila ditemukan, adalah cukup untuk menjadi alasan bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan dissosial yang terisolasi bukan merupakan alasan yang kuat. Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.8

Gangguan tingkah laku dapat digolongkan secara lebih spesifik lagi ke dalam beberapa subtipe, antara lain:F91.0 Gangguan Tingkah Laku yang Terbatas pada Lingkungan KeluargaPedoman Diagnostik Memenuhi kriteria F91 secara menyeluruh. Tidak ada gangguan tingkah laku yang signifikan di luar lingkungan keluarga dan juga hubungan sosial anak di luar lingkungan keluarga masih berada dalam batas-batas normal.8

F91.1 Gangguan Tingkah Laku Tak BerkelompokPedoman Diagnostik Ciri khas dari gangguan tingkah laku tak berkelompok ialah adanya kombinasi mengenai perilaku dissosial dan agresif berkelanjutan (yang memenuhi seluruh kriteria F91 dan tidak terbatas hanya pada perilaku membangkang, menentang, dan merusak), dengan sifat kelainan yang pervasif dan bermakna dalam hubungan anak yang bersangkutan dengan anak-anak lainnya. Tiadanya keterpaduan yang efektif dengan kelompok sebaya merupakan perbedaan penting dengan gangguan tingkah laku yang berkelompok (socialized) dan ini diutamakan di atas segala perbedaan lainnya. Rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya terutama dibuktikan oleh keterkucilan dari dan/atau penolakan ooleh, atau kurang disenanginya oleh anak-anak ebayanya, dan karena ia tidak mempunyai sahabat karib atau hubungan empatik, hubungan timbal balik yang langgeng dengan anak kelompok usianya. Hubungan dengan orang dewasa pun ditandai dengan oleh perseisihan, rasa bermusuhan, dan dendam. Hubungan baik dengan orang dewasa dapat terjalin (sekalipun biasanya kurang bersifat akrab dan percaya); dan seandainya ada, tidak menyisihkan kemungkinan diagnosis ini. Tindak kejahatan lazim (namun tidak mutlak) dilakukan sendirian. Perilaku yang khas terdiri dari: tingkah lku menggertak, sangat sering berkelahi, dan (pada anak yang lebih besar) pemerasan atau tidank kekerasan; sikap membangkang secara berlebihan, perbuatan kasar, sikap tidak mau kerja sama, dan melawan otoritas; mengadat berlebihan dan amarah yang tidak terkendali; merusak barang orang lain, sengaja membakar, perlakuan kejam terhadap hewan dan terhadap sesama anak. Namun ada pula anak yang terisolasi, juga terlibat dalam tindak kejahatan berkelompok. Maka jenis kejahatan yang dilakukan tidaklah penting dalam menegakkan diagnosis, yang lebih penting adalah soal kualitas hubungan personal-nya.8

F91.2 Gangguan Tingkah Laku BerkelompokPedoman Diagnostik Kategori ini berlaku terhadap gangguan tingkah laku yang ditandai oleh perilaku dissosial atau agresif berkelanjutan (memenuhi kriteria untuk F91 dan tidak hanya terbatas pada perilaku menentang, membangkang, merusak) terjadi pada anak yang pada umumnya cukup terintegrasi dalam kelompok sebayanya. Kunci perbedaan terpenting adalah adanya ikatan persahabatan langgeng dengan anak yang seusia. Sering kali, namun tidak selalu, kelompok sebaya itu terdiri atas anak-anak yang juga terlibat dalam kegiatan kejahatan atau dissosial (tingkah laku yang tidak dibenarkan masyarakat justru dibenarkan oleh kelompok sebayanya itu dan diatur oleh subkultur yang menymbutnya dengan baik). Namun hal ini bukan merupakan syarat mutlak untuk diagnosisnya; bisa saja anak itu menjadi warga kelompok sebaya yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan sementara perilaku dissosial dilakukannya di luar lingkungan kelompok itu. Bila perilaku dissosial itu pada khususnya, merupakan penggertakan terhadap anak lain, boleh jadi hubungan dengan korbannya atau beberapa anak lain terganggu. Perlu ditegaskan lagi, hal itu tidak membatalkan diagnosisnya, asal saja anak itu memang termasuk dalam kelompok sebaya dan ia merupakan anggota yang setia dan mengadakan ikatan persahabatan yang langgeng.8

F91.3 Gangguan Sikap Menentang (Membangkang) Ciri khas dari jenis gangguan tingkah laku ini adalah berawal dari anak di bawah usia 9 dan 10 tahun. Ditandai oleh adanya perilaku menentang, ketidak-patuhan, perilaku provokatif dan tidak adanya tindakan dissosial dan agresif yang lebih berat yang melanggar hukum ataupun melanggar hak asasi orang lain. Pola perilaku negativistik, bermusuhan, menentang, provokatif dan merusak tersebut berlangsung secara berkelanjutan, yang jelas sekali melampaui rentang perilaku normal bagi anak kelompok usia yang sama dalam lingkungan sosial-budaya yang serupa, dan tidak mencakup pelanggaran yang lebih serius terhadap hak orang lain seperti dalam kategori F91.0 dan F91.2. Anak dengan gangguan ini cenderung sering kali dan secara aktif membangkang terhadap permintaan atau peraturan dari orang dewasa serta dengan sengaja mengusik orang lain. Lazimnya mereka bersikap marah, benci dan mudah terganggu oleh orang lain yang dipersalahkan atas kekeliruan dan keulitan yang mereka lakukan sendiri. Mereka umumnya mempunyai daya toleransi terhadap frustasi yang rendah dan cepat hilang kesabarannya. Lazimnya sikap menentangnya itu bersikap provokatif, sehingga mereka mengawali konfrontasi dan sering kali menunjukkan sifat kasar, kurang suka kerjasama, menentang otoritas.8F91.8 Gangguan Tingkah Laku Lainnya8F91.9 Gangguan Tingkah Laku YTT Hanya digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria umum untuk F91, namun tidak memenuhi kriteria untuk salah satu subtipe lainnya.8

2.1.2.2 Bersumber Dari KeluargaLingkungan keluarga banyak kali menjadi penyebab siswa masuk sekolah tidak teratur (bolos) . Beberapa kondisi keluarga yang dapat menyebabkan anak bolos antara lain:a) Pendidikan yang salah oleh orang tuaAnak yang tidak/ kurang mendapat perhatian yang cukup dari orang tuannya, sering bolos di sekolah dengan maksud anatar lain agar dengan cara seperti itu ia memperoleh perhatian dari orang lain, terutama dari guru dan teman- temannya.b) Keadaan ekonomi orang tuaBagi orang tua yang ekonominya lemah, sering tidak dapat memenuhi kebutuhan anak disekolah. Dan di lain pihak mungkin akan merasa malu atau tidak berterus terang pada guru sehingga kadang-kadang anak memutuskan untuk tidak masuk (bolos) sekolah. Bagi anak yang terpaksa harus membantu orang tua untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pada keluarga misalnya membantu orang tua berjualan di pasar pada hari-hari tertentu, bekerja di sawah atau menjual jasa tenaga di pelabuhan, biasanya mereka terpaksa bolos pada hari-hari tersebut.

Pihak orang tuanya biasanya tidak dapat berbuat apa-apa sebab memang anaknya terpaksa harus bolos pada hari itu, sehingga terdapat siswa yang bolos pada hari tetentu misalnya pada hari pasar, pada saat panen tiba atau pada saat ada kapal berlabuh di pelabuhan. Dalam situasi lain, anak yang agak besar dibutuhkan untuk membantu usaha keluarga untuk kelancaran kehidupan ekonomi keluarga disini bergantung pada bantuan anak. Kadang-kadang rasa tanggung jawab anak terhadap anggota keluarganya menyebabkan ia tidak masuk sekolah. Dapat terjadi seorang anak tidak masuk karena ia akan melindungi adik-adiknya dari tindakan kasar dari bapaknya yang pemabuk. Sikap orang tua terhadap sekolah memberi pengaruh yang sangat besar pada anak.Apabila orang tua tidak melihat pentingnya anak masuk sekolah, atau menganggap bahwa bersekolah itu hanya membuang waktu saja, atau juga mereka menanamkan perasaan pada anak, bahwa ia tidak akan berhasil, anak itu akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Bila orang tua itu sendiri kurang berpendidikan, mereka akan merasa bahwa pendidikan itu tidak penting. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa ada juga orang tua yang kurang berpendidikan namun seringkali sangat menghargai pendidikan. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya memperoleh hasil yang lebih besar daripada kemampuan anak tersebut. Sumber persoalan yang terletak pada orangtua dalam hubungannya dengan anak. Sering orangtua menyangka bahwa anak sudah mengerti segala sesuatu yang disampaikan kepadanya, karena anak sudah berbicara seperti orang dewasa.Padahal belum tentu anak dapat menangkapnya secara keseluruhan, mungkin hanya sebagian kecil saja yang dimengertinya. Ada pula orang tua yang mengharapkan hasil yang tidak mungkin dicapai oleh kemampuan anak. Tidak terpenuhinya harapan - harapan orangtua menimbulkan kekecewaan, baik dipihak anak maupun dipihak orangtua. Anak mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya.2.1.2.3 Bersumber Dari Sekolah

Adanya fobia sekolah, yakni bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncu l atau pun hilang ketika masa keberangkatan sudah lewat, atau hari Minggu / libur.Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14 15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.

Tingkatan dan Jenis Penolakan Terhadap Sekolah

Para ahli menunjuk adanya beberapa tingkatan school refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu:

Initial school refusal behavior

adalah sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (seketika/

tiba-tiba) yang berakhir dengan sendirinya tanpa perlu penanganan.

Substantial school refusal behavior adalah sikap penolakan yang berlangsung selama minimal 2 minggu.

Acute school refusal behavior adalah sikap penolakan yang bisa berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama itu anak mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah

Chronic school refusal behavior adalah sikap penolakan yang berlangsung lebih dari setahun, bahkan selama anak tersebut bersekolah di tempat itu.

Tanda-tanda Fobia Sekolah

Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah atau pun school refusal, yaitu: Menolak untuk berangkat ke sekolah.

Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang

Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan tantrumnya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya

Menunjukkan ekspresi/ raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar

diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.

Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.

Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.

Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.

Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .

Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah

Berapa lama waktu berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada penanganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/ intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu. Anak yang mengalami fobia sekolah selalu memiliki alasan untuk tidak masuk sekolah ,sehingga dalam hal ini orang tua khususnya harus jeli dalam memahami kebutuhan anaknya. Sebagaimana lingkungan keluarga, sekolah seringkali juga menjadi penyebab siswa bolos sekolah. Faktor-faktor yang bersumber dari sekolah yang menjadi penyebab siswa bolos sekolah antara lain:(a) Guru Guru sebagai pelaksana utama pendidikan di sekolah sering menjadi penyebab siswa bolos sekolah. Sikap guru yang otoriter ataupun acuh tak acuh sering membuat anak tidak betah berada di sekolah. Guru yang membeda-bedakan siswa, tidak memberikan perhatian yang sama kepada seluruh siswa, membuat siswa merasa tidak diperhatikan melalui tindakan- tindakan tertentu untuk menarik perhatian guru misalnya dengan bolos sekolah. Kadang-kadang anak merasa ditolak atau tidak disukai gurunya, bahkan oleh seluruh teman-teamannya di kelas. Penolakan ini mungkin tersa sekali bagi anak, misalnya bila guru menyambut anak dengan kata- kata Alangkah tenang dan tentramnya kemarin di kelas waktu kamu tidak masuk. Demikian pula cara mengajar guru yang membosankan atau tidak memperhatikan kemampuan murid-muridnya. Guru yang selalu mengajar dengan menggunakan metode ceramah atau diskusi terus menerus, dapat menyebabkan siswa menjadi bosan dan bagi siswa-siswa tertentu belajar tanpa variasi sering memutuskan untuk tidak masuk kelas (bolos).(b) Hubungan dengan siswa lainSiswa yang terisolir dari teman-temannya sering memutuskan untuk tidak masuk kelas(bolos sekolah). Siswa yang di tolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada dirumah atau akan mencari-cari alasan untuk tinggal dirumah misalnya dengan alasan sakit. (c) Fasilitas sekolah yang kurang lengkapDewasa ini terdapat beberapa sekolah yang memiliki fasilitas sekolah yang kurang lengkap, misalnya ruang kelas yang sedikit sehingga siswa terpaksa harus berdesak-desakan dalam satu kelas, tidak terdapatnya perpustakaan yang lengakap, laboratorium untuk praktek, ruang keterampilan dan sebagainya, menyebabkan siswa tidak bergairah untuk datang di sekolah.(d) Tata tertib sekolahTata tertib sekolah yang terlalu ketat atau yang terlalu longgar dapat pula membuat siswa bolos sekolah. Mungkin siswa merasa tertekan dengan peraturan-peraturan yang ada di sekolah, sehingga ia ingin melepaskan diri dari tekanan-tekanan itu. Lebih sulit lagi jika anak itu tidak pulang kerumah, karena keadaannya itu telah dilaporkan guru kepada orang tuanya. Sumber persoalan yang terletak pada hubungan antara guru dengan anak, hubungan anak dengan murid-murid lain, dan lingkungan sekolah umumnya. Guru dan murid-murid sekelas, besar peranannya terhadap anak. Guru dapat merangsang kegiatan anak dalam hal-hal belajar dan kegiatan- kegiatan lain di sekolah. Sebaliknya hubungan anak dengan guru dapat pula mematahkan semangat belajar anak bila terjadi kesalahpahaman pada salah satu pihak, baik dari pihak murid maupun dari pihak guru. Dengan demikian diharapkan anak-anak yang tidak mengikuti kurikulum umum, dapat didasarkan perkembangan bakat dan kemampuan lainnya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Bahan pengetahuan disajikan dengan cara-cara yang menarik bagi anak. Dan diberikan penerangan kepada orang tua dan

murid untuk menghadap guru atau kepalah sekolah, bukan merupakan suatu hukuman bagi murid. Panggilan guru sebaiknya dianggap sebagai percakapan dari hati ke hati demi kemajuan anak didik.2.1.2.4 Bersumber dari lingkungan masyarakata) Kegiatan dalam masyarakatKegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan bertepatan dengan waktu sekolah seperti pertunjukan atau hiburan-hiburan lainnya, menyebabkan anak lebih tertarik mengikuti hiburan/kegiatan tersebut dari pada masuk sekolah.b) Teman bergaulPengaruh teman bergaul sering menyebabkan anak bolos sekolah, apalagi jika teman-teman itu tidak berstatus sebagai siswa. Tindakan seseorang dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan masyarakat. Bila masyarakat tempat ia hidup tidak beranggapan bahwa pendidikan penting bagi setiap orang, maka orang-orang tertentu akan percaya bahwa mereka tidak harus bersekolah. Beberapa masyarakat menganggap sekolah itu penting, dapat dilihat dari sifat sekolah yang didirikan oleh masyarakat itu.Faktor penyebab lainnya adalah sebagai berikut:a. Tidak senang dengan perilaku gurub. Merasa kurang mendapatkan perhatian guru c. Merasa di beda-bedakan oleh gurud.Proses belajar mengajar kurang menyenangkan e. Kurang berminat pada mata pelajaran tertentuf.Jarak rumah dengan sekolah jauh g.Kurangnya perhatian orang tuah.Banyak tugas pekerjaan rumahi. Kebutuhan tidak terpenuhi karena ekonomi orang tua(tidak mampu)2.1.2.5 Masuk Sekolah Tidak TeraturKehadiran yang tidak teratur merupakan problema besar di sekolah-sekolah pada masa kini. Ketidakhadiran ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor dari luar atau dari dalam diri murid. Namun bagaimana pun akibat dari ketidakhadiran itu dapat diperkirakan. Guru tidak dapat mengajar murid yang tidak ada disekolah. Betapa pun banyaknya murid yang belajar di luar sekolah, ia tetap tidak mempunyai pengalaman belajar bersama dengan teman-teman lain di kelas.Anak yang datang ke sekolah, tetapi sering membolos, akan menanggung resiko mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan, meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar-dasar dari matapelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.Biasanya setelah beberapa waktu lewat, baru guru dan anak didik dapat bertemu untuk mengejar matapelajaran yang ketinggalan itu dan sering hal ini dilakukan dengan tergesa-gesa. Seringkali dalam pertemuan untuk mengulang bahan yang ketinggalan tersebut dialami banyak gangguan. Juga guru tidak dapat mengulangi bahan secara rinci dan jelas seperti dahulu sewakyu ia menerangkan bahan itu di kelas. Di samping itu pada umumnya ia tidak mempunyai cukup waktu untuk memenuhi kebutuhan setiap anak didik. Setelah guru menyadari kebiasaan anak yang tidak teratur masuk sekolah, tidak mengherankan kalau ia lalu memutuskanuntuk memberikan waktu pada anak-anak yang palaing tidak datang tertib di sekolah(yang ingin menerima bantuan guru dalam proses belajar).2.1.2.6 Usaha-usaha Mengatasi Anak Bolos SekolahSebab suatu perilaku yang menyimpang ternyata mempunyai latar belakang lingkungan dan kehidupan sosial yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluaga, teman dan masyarakat. Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat. Lingkungan yang sehat dengan menanamkam pendidikan yang benar dan ada hubungan yang harmonis memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.Usaha penanggulangan masalah kenakalan ini adalah dengan studi kasus menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi realita. konsep dasarnya kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu.Dalam hal ini juga tidak semata-mata bisa di lakukan oleh konselor tetapi juga oleh pihak keluarga, sekolah dan masyarakat harus juga berpartisipasi mengembangkan bakat dan kemampuannya secara seimbang baik dalam bidang non material maupun dalam bidang spritual agar tidak terjadi perilaku yang menyimpang.Bila dikaji maka usaha-usaha itu lebih tepat diarahkan untuk memperbaiki faktor-faktor yang menyababkan anak bolos sekolah. Agar usaha ini lebih berhasil, maka pihak-pihak yang menjadi sumber penyebab anak bolos sekolah. Hendaknya menyadari pentingnya kerja sama dalam menciptakan kondisi-kondisi yang dapat memberikan motivasi bagi anak untuk belajar dengan baik. Berikut ini ada beberapa usaha-usaha untuk mengatasi anak bolos sekolah.a) Usaha dilakukan oleh GuruMenciptakan sekolah sebagai suatu tempat yang menarik dan menyenangkan. Menciptakan sekolah sebagai tempat yang menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga mereka betah berada disekolah. Seorang guru yang propesional selalu berusaha mengetahui kemampuan dasar anak, dan metode yang digunakan harus bervariasi. Dengan itu guru mengadakan kerja sama dengan orang tua sekolah berharap mengadakan kontak dengan orang tua siswa, sehingga mereka dapat mengetahui keadaan siswa yang dirumah, sebaliknya orang tua dapat mengetahui perkembangan anak disekolah.(b). Usaha-usaha dapat dilakukan oleh Orang tuaOrang tua dapat memberikan perhatian sepenuhnya terhadap anak dirumah. Sebagai pemimpin di dalam rumah tangga, orang tua perlu menunjukan sikap demokratis sehingga setiap anak bebas mengemukakan pendapat, mengemukakan masalah yang di hadapinya, dan bukan mencari pemecahan masalah yang tidak tepat. Dapat menciptakan suasana yang harmonis dalam rumah tangga. Selalu mengadakan kontak dengan sekolah, tidak saja ada undangan rapat atau penyebab raport orang tua datang kesekolah, namun di waktu-waktu lain orang tua perlu mengunjungi sekolah.2.1.2.7 perubahan kepribadianperubahan awal laki-laki dan perempuan telah menyadari sifat-sifat yang baik dan buruk. Penilaian mereka terhadap sifat-sifat itu sesuai dengan teman-teman sebayanya. Dalam perubahan itu, remaja menyesuiakan diri ke arah yang lebih mantap, lebih stabil dan semakin percaya diri yang akan memudahkannya menuju kedewasaan. Tetapi gambaran positif ini sangat bergantung pada kemampuan remaja sendiri dalam mengatasi berbagai konflik yang dihadapinya, baik konflik remaja dengan orang tua atau dengan kelompoknya karena alasan nilai dan norma.2.1.2.8 Kata hati yang mengendalikan tingkah lakuTidak seperti masa anak-anak, remaja tidak bisa lagi diawasi secara intensif oleh orang tua dan guru, sehingga mau tidak mau, remaja harus bertanggung jawab untuk mengendalikan diri dan tingkah lakunya. Pengendalian utama remaja memang bukan lagi terfokus pada orang tua atau guru, tetapi pada kata hatinya, yaitu perasaan khawatirnya dari hukuman dan penolakan sosial sehingga mencegahnya dari berbuat salah atau memotivasinya untuk berbuat baik.Rasa bersalah dan malu selalu ada pada diri seseorang yang bermoral secara matang. Untuk mengendalikan perilaku, bila pengendalian lahir tidak ada, rasa bersalah berperan penting daripada rasa malu. Namun demikian, remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan moral yang demikian masih relatif minim, sehingga sebutan orang yang matang secara moral belum bisa ditujukan kepada remaja.Memang banyak persoalan justru timbul dalam keadaan dimana individu sedang berinteraksi dengan lingkungan . Persoalan yang muncul dalam kehidupan memang bukan merupakan hal yang asing. Sejak saat lahirnya, individu sudah dihadapkan persoalan-persoalan sehingga harus berbuat sesuatu dalam menghadapi persoalan harus diatasi, dan dengan mengatasinya individu mempelajari sesuatu. Persoalan selalu timbul dari adanya lingkungan.Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung bermacam macam siswa dengan latar belatar belakang kepribadian yang berbeda. Penyimpangan perilaku sederhana :a. Mengantukb. Suka menyendiric. Kadang terlambat datangPenyimpangan ekstrima. Sering membolosb. Memeras teman-temanc. Tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya2.1.3 Penatalaksanaan2.1.3.1 Kontrak Perilaku (Behavior Contracts)a. Asumsi DasarAda empat asumsi dasar bagi pemberdayaan kontrak untuk pengembangan pribadi, yaitu:1) Menerima reinforcement adalah hal istimewa dalam hubungan interpersonal, dalam arti, seseorang mendapat kenikmatan atas persetujuan orang lain.2) Perjanjian hubungan interpersonal yang efektif diatur oleh norma saling membalas. Ini berarti setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk membalas hadiah.3) Nilai pertukaran interpersonal merupakan fungsi langsung dari kecepatan, rentangan , dan besaran reinforcement positif yang diperantarai oleh pertukaran itu. Memaksimalkan pemberian reinforcement positif memungkinkan untuk memperoleh reinforcement yang lebih besar.4) Aturan-aturan tetap memberikan kebebasan dalam pertukaran interpersonal.

Meskipun aturan (dalam kontrak) membatasi perilaku, tetapi tetap memberikan kebebasan pada individu untuk mengambil keuntungan.

Menurut latipun (2008), Kontrak Perilaku didasarkan pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.

b. kontrak perilaku (behavior contracts)Menurut latipun (2008), kontrak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan kepada klien. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak berhasil.kontrak perilaku (behavior contracts) adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan konsekuensinya. Kontrak dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif antarindividu yang terlibat.c . Tujuan kontrak perilaku Tujuan dari teknik kontrak perilaku diantaranya:1) Melatih individu untuk mengubah tingkah lakunya yang maladaptif menjadi adaptif.2) Melatih kemandirian berperilaku individu3) Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan behavioral individu sehingga mampu berperilaku secara tepat.d Prinsip kontrak perilaku prinsip dasar kontrak perilaku adalah sebagai berikut:1) Kontrak disertai dengan penguatan2) Reinforcement diberikan dengan segera3) Kontrak harus dinegosiasikan dengan terbuka, bebas, dan disepakati antara konseli dengan konselor4) Kontrak harus fair5) Kontrak harus jelas (target tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak)6) Kontrak dilaksanakan secara terintegrasi dengan program sekolahe . Manfaat Kontrak PerilakuManfaat dari teknik kontrak perilaku ini diantaranya:1) Membantu individu untuk meningkatkan perilaku yang adaptif dan menekan perilaku yang maladaptif2) Membantu individu meningkatkan kedisiplinan dalam berperilaku3) Memberi pengetahuan kepada individu tentang pengubahan perilaku dirinya sendiri4) Meningkatkan kepercayaan diri individu.f . Syarat- syarat Kontrak PerilakuSyarat-syarat dalam memantapkan Kontrak Perilaku adalah :1) Adanya batasan yang cermat mengenai masalah klien2) Situasi dimana masalah itu muncul3) Kesediaan klien untuk mencoba suatu prosedur4) Tugas yang harus dilakukan perlu dirinci5) Kriteria sukses disebutkan serta reinforcement-nya ditentukan.6) Kalau semua itu ada, kontrak akan dapat dimantapkan melalui reinforcement yang cukup dekat dengan tugas dan kriterium yang diharapkan.g . Beberapa Hal yang Perlu DiperhatikanBeberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan sebuah kontrak perilaku diantaranya sebagai berikut :1) Nyatakan kontrak dalam kalimat positif.2) Atur tugas dan kriteria yang mungkin dicapai3) Berikan reinforcement secepat mungkin4) Gunakan serial kontrak.h . Tahap- tahap atau langkah langkah kontrak perilakulangkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan kontrak perilaku adalah:1) Pilih tingkah laku yang akan diubah dengan menggunakan analisis ABC.2) Tentukan data awal ( baseline data ) yaitu tingkah laku yang akan diubah3) Tentukan jenis penguatan yang akan terapkan4) Berikan reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai dengan jadwal kontrak5) Berikan penguatan setiap saat tingkah laku yang akan ditampilkan menetap.Berdasarkan teknik yang digunakan dalam mengurangi perilaku bolos sekolah yaitu diberikan teknik behavior contrak untuk mengantisipasi perilaku bolos yang sudah terjadi.2.1.3.2 Bimbingan dan Konseling

Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : showing a way (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).

Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional. Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.

Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan dan konseling, yaitu :

1. Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.

2. Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya sendiri.

3. Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup mengembangkan diri dan potensinya.

4. Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling.

Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:

1. Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan kondisi peserta didik, orang tua, guru pembimbing; (2) lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah; dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama nilai-nilai oleh peserta didik.

2. Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.

3. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.

4. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.

5. Pemeliharaan dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan..

Dalam kurikulum 2004, secara tegas dikemukakan bahwa : Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier. Dengan adanya kata kewajiban, maka setiap sekolah mutlak harus menyelenggarakan bimbingan dan konseling.

Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah , guru mata pelajaran dan wali kelas.

Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besarnya, peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, sebagai berikut :

1. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.

2. Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.

3. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.

4. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling Di sekolah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.

5. Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

Sedangkan, peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :

1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa

2. Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.

3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing

4. Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang menuntut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).

5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.

6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.

7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.

8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :

1. membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;

2. membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya;

3. membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;

4. berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan

5. mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing.

Berkenaan peran guru mata pelajaran dan wali kelas dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.

Secara umum, prosedur bimbingan dan konseling dapat ditempuh melalui langkah-langkah seperti tampak dalam bagan berikut :

1. Identifikasi kasus; merupakan upaya untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :

a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.

b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.

c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.

d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.

e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial material; (2) struktural fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality. Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.

3. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

4. Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.

5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

6. Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik. Teknik umum konseling merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :

1. Perilaku Attending; perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :

a. Meningkatkan harga diri klien.

b. Menciptakan suasana yang aman

c. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

2. Empati; empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu :

a. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.

b. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.

3. Refleksi; refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:

a. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

b. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

c. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

4. Eksplorasi; eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam.

Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :

a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.

b. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.

c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.

5. Menangkap Pesan (Paraphrasing); menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.

6. Pertanyaan Terbuka (Opened Question); pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.

7. Pertanyaan Tertutup (Closed Question); dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.8. Dorongan minimal (Minimal Encouragement); dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien.Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh..., ya...., lalu..., terus....dan...

9. Interpretasi; yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.

10. Mengarahkan (Directing); yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu..

11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing); yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.

12. Memimpin (leading); yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .

13. Fokus; yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :

14. Konfrontasi ; yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah : (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.

15. Menjernihkan (Clarifying); yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah : (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.16. Memudahkan (facilitating); yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas

17. Diam; teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-belit; (3) menunjang perilaku

18. Mengambil Inisiatif; teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.

19. Memberi Nasehat; pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.20. Pemberian informasi; sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.

21. Merencanakan; teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.

22. Menyimpulkan; teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.

Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya

Di bawah disampaikan beberapa teknik teknik khusus konseling, yaitu :

1. Latihan Asertif; teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.2. Desensitisasi Sistematis; desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

3. Pengkondisian Aversi; teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

4. Pembentukan Perilaku Model; teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

5. Permainan Dialog; teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :

a. Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.

b. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.

c. Kecenderungan anak baik lawan kecenderungan anak bodoh.

d. Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.

e. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.

Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik kursi kosong.

6. Latihan Saya Bertanggung Jawab; merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.

Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : ...dan saya bertanggung jawab atas hal itu.

7. Bermain Proyeksi; Proyeksi :

Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya

Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.

Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

8. Teknik Pembalikan; gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran ekshibisionis bagi klien pemalu yang berlebihan.

9. Bertahan dengan Perasaan; teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

10. Home work assigments; teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

11. Adaptive; teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

12. Bermain peran; teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

13. Imitasi; teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada. Faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu, faktor faktor lain yang menjadi penyebab siswa membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga, faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan, faktor personal serta faktor yang berasal dari sekolah. Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan olehteman - temannya. Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, yakni dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos, menerapkan gerakan disiplin serta sosialisasi kepada pengelola hiburan. Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa lainnya. Bimbingan merupakan a) Suatu proses yang berlesinambungan. b) Suatu proses membantu individ.c) Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirI secara optimal sesuai dengankemampuan/potensinya.d) Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memahamikeadaandirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.3.2 Saran Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang cara menanggulangi Perilaku siswa yang suka membolos yang kerap dilakukan para siswa sekolah.Identifikasi Kasus

Identifikasi Masalah

Diagnosis

Prognosis

Remedial/Referal

Datang Sendiri/Dicari

Informasi yang Ada/Dicari

Informasi yang Ada/Dicari

Informasi yang Ada/Dicari

Evaluasi/Follow Up

3