makalah bimbungan koneling bolos sekolah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling
atau disingkat (BK). Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut atau
mementingkan pada upaya dalam hal memfasilitasi atau memberikan samacam
fasilitas kepada para peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling
(BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan
perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang
“tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK)
menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa
yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak,
yakni siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang
menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah
satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur. Membolos disebut kenakalan
remaja karena membolos sudah merupakan perilaku yang mencerminkan telah
melanggar aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar. Dari beberapa survei,
jumlah siswa yang membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit
dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak membolos, terlepas sekecil apapun
dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi institusi yang bernama sekolah,
karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil
akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus
menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus
meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi
banyak pelajar. Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal
ini disebabkan kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu.
1
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan
yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya
memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga
persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota besar saja siswa yang terlihat
sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di daerah - daerah pun prilaku
membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah
tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan
oleh faktor - faktor internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri.
Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata
pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan
remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan
beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa
yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia
seseorang antara 15 - 21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu
saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang
sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang
tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun
secara tidak langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban
yang baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali
menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal yang cenderung merugikan. Namun
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos
atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika,
pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan
ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih
menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak
‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih
banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal
seperti memang benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di
sekolah menjadi terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan
kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis.
Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di sekolah -
2
sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi
yang sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah
laku menjadi tidak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan
di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus
dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap
yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap
humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk
menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa
saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah
di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari
berbagai pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah,
melainkan juga perhatian yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah.
Perilaku membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber
masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang
bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari
pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut
menangungnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini ialah :
1. Apa pengertian dari program Bimbingan dan Konseling ?
2. Apa pengertian dari membolos ?
3. Apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
4. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
5. Bagaimana peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos ?
3
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah
1. Untuk menjelaskan pengertian dari program Bimbingan dan Konseling.
2. Untuk menjelaskan pengertian dari membolos.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa
membolos.
4. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa
yang suka membolos.
5. Untuk mengetahui bagaimana peran dari progam Bimbingan dan
Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos.
6. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Profesi Pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan
pembuatan makalah ini, penulis sekarang menjadi lebih tahu pembahasan seputar
tentang apa itu program Bimbingan Konseling dan bagaimana peran program
Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku membolos pada
pelajar/siswa.
b. Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah
ilmu pengetahuan mengenai apa itu program Bimbingan Konseling dan
bagaimana peran program Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku
membolos pada pelajar/siswa.
E. Metode Penulisan
Bahan dari penyusunan makalah ini diambil dari buku bahan ajar mata
kuliah Profesi Pendidikan milik dosen, buku - buku perpustakaan dan browsing
dari internet.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah
saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang
disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya.
Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian
masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika
alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini
perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak
buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban
sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan
yang lebih baik. Sayang, kenyataannya banyak remaja yang enggan
melakukannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang
akhirnya membolos. Perilaku yang dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan
dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam,
tetapi mereka tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada
remaja mulai tingkat pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan
masalah kenakalan remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku
yang tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku
membolos tersebut.
Sebelum kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang
menjadi penyebab siswa membolos, akibat yang akan ditimbulkan pada siswa
yang suka membolos serta peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK)
dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, tidak ada salahnya terlebih
dahulu mengetahui apa itu bimbingan dan konseling.
5
A. Pengertian Bimbingan Konseling (BK)
Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan,
memandu (guide). Jadi, bimbingan adalah kegiatan memandu atau mengarahkan
siswa untuk menemukan jati dirinya atau membantu siswa menemukan jalan
keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan mempertimbangkan segi positif dan
negatif bagi siswa itu sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan
bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan
kadang - kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli
menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan
bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu
jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah
termasuk di dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan
pandangan di atas menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan
konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini
dikemukakan pengertian bimbingan dan pengertian konseling.
B. Pengertian Bimbingan
Banyak ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan konseling.
Dalam merumuskan kedua istilah tersebut mereka memberikan tekanan pada
aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut ini
dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person to another
in making choice and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian
tersebut terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar
individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan
terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing(klien).
Ini senada dengan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rachman
natawidjaja (1978) :
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
6
dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian, dia
dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang
berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982 : 11) menyarikan beberapa rumusan
bimbingan yang dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai
berikut.
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
sekumpulan individu - individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan -
kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu -
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli
itu, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan
a. suatu proses yang berlesinambungan
b. suatu proses membantu individu
c. bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan
dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan kemampuan/potensinya, dan
d. kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat
memehami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah
memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
C. Pengertian Konseling
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah
penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat.
Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini
sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan – kegiatan penyuluhan lain
seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga
berencana. Untuk menentukan kekhususan itulah maka dipakai istilah Bimbingan
7
dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak
semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan jenis
layanan konseling ini.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P.
Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976:19a) :
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana
yangs seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih
baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Bimo Walgito (1982 :11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang
diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan
wawancara, dengan cara – cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa
kegiatan konseling itu mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.
a. pada umumnya dilaksanakan secara individual
b. pada umunya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka
c. untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli
d. tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi klien.
e. Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan
masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak
anak - anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk
pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar hanya
mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk
pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu
permasalahan pada siswa, pendidik ataupun pihak sekolah juga turut
memikirkannya serta senantiasa juga berusaha mencarikan jalan keluar. Dalam
menghadapi anak tersebut peran program Bimbingan dan Konseling (BK)
sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi program
8
Bimbingan dan Konseling (BK) cukup efisien. Melalui pendekatan personal,
harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga
pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang
sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah
dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir
kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah
ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat
atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos.
Padahal menghukum bukanlah satu - satunya jalan untuk membuat siswa jera
dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak
lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa
remaja merupakan masa - masa di saat kondisi emosi yang tidak labil, mudah
tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan
untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati.
Tindakan yang dapat dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya,
pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah
selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau
menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup,
tidak mau menceritakan permasalahan mengapa Ia membolos, maka pembimbing
menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua
informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil
tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas,
pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik
akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya
anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab
yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada
faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu,
tugas program Bimbingan dan Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa
juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa
merasa betah berada di sekolah. Selain itu, pembimbing juga selalu menjalin
9
komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi
masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan
menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari
kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang
bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat
dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
(1) Pendekatan disiplin, dan
(2) Pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada
aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya.
Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta
sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi
terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus
diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada
siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga
pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha
menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu
pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan
disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera,
penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih
mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan
dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan
Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih
mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling
percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi
setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya,
serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi
yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas Jika
hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil
10
sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan
ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dari
dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat
mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi
masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi
dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang
bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang
menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan
untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan
dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah,
serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap
harus dikeluarkan dari sekolah.
Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru Bimbingan dan
Konseling (BK/Konselor) yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa
untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan
wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru Bimbingan dan Konseling
(BK/Konselor) hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan
dalam hidupnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling
lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan,
pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih
menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa
harus ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor). Dalam hal
ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta
mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut
1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada
bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum
minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus
ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada
kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan
rumah.
11
2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan
perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena
gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri
kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang
dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala
sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula
mengadakankonferensi kasus.
3. Masalah (kasus) berat,seperti: gangguan emosional berat, kecanduan
alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh
diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat
dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater,
dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan
kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa
bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata
menjadi tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor)
di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama - sama
membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi
secara optimal.
D. Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah
dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai
ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan
salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau
dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu
penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat
serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga
perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering
berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah
12
dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa
tersebut.
E. Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa faktor - faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi
dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka
membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari rutinitas - rutinitas yang
membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa,
misalnya kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru
yang tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan
perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat
sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas,
Faktor pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
F. Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa
yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan
tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau
permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua
orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya
tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut
bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang
anak tersebut tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha
sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos.
Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu
belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut
13
tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau
masuk atau tidak.
· Orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua
terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua
menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu
saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan
berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya
sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena
mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan
terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut
agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga
menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak
tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai
imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
· Membeda - bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa
pendidikan bagi anak laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki
- lakilah yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak
perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur,
sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak
perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku.
Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak
sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka
sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut
ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak
terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan
siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain
demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua
tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak
membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli
akan malas untuk berangkat ke sekolah.
14
G. Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor
utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan
kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa,
tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja
percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa
tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa
tidak berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan
rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa
tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata
pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha
untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah.
Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru
membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah
akan menambah masalah tersebut.
H. Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi
kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa
ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman
sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang
ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah.
Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada
juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau
mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh
faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
I. Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau
hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena
kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
15
J. Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku
membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa
yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor
personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul
karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum
kadang menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada
kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba
membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor
tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin
sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang
dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga
perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa
yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah.
Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu
ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa
merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang
menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah
mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini
meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di
luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku
siswa, termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya
dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran
di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak
merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan
guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan
manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi
16
minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana
perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka
terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu.
Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku
membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja,
pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor
lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan
memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian
mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih
dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana
tempat siswa - siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila
bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang
sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya
tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana
kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan
pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys.
Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang
berisiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara
lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim
antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau
tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
K. Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami
kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu
anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar
dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti
apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata
pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.
17
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami
marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang
terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga
anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa
disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa
akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat
dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak
mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri
untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak
memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai
ulangannya.
L. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa
yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu sering kali menjadi
momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena lebih berfungsi
sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada siswa yang
bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP untuk
dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu
semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus
bisa berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat
curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada
siswa dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain
sebagainya. Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress
dikalangan siswa bisa semakin dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak -
anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak
menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer
18
pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan
mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa,
pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan
keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana
untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal,
harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga
pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang
sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang
tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk
meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari
pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin
pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum
karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk
membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah
menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja
merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah
sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.
1. Tindakan yang dapat dilakukan
· Dengan Mengetahui Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu
bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui
pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari
pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan
permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain
yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan
telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan
pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus
melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena
19
dari pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah
tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar
kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa
tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil
dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi arahan
pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya
siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin
komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi
masalah anak.
· Menerapkan Gerakan Disiplin
Gerakan disiplin ini difokuskan untuk memantau para pelajar yang membolos atau
pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka barada di tempat keramaian
atau di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain merugikan dirinya sendiri
juga berpotensi untuk menimbulkan keresahan di masyarakat karena biasanya
pelajar yang suko membolos mempunyai tingkat kenakalan yang tinggi dan justru
sering medekati kriminal seperti pengompasan pelajar yang lebih kecil atau
dibawahnya sampai dengan tawuran dan pesta miras. Sex bebas di kalangan
pelajar juga muncul dari fenomena bolos sekolah dimana orang tua sering kali
tidak di rumah karena harus bekerja dimanfaatkan untuk berbuat negatif.
Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak bisa dianggap remeh karena dari
sinilah banyak hal tentang kerusakan moral pelajar dimulai. Oleh karena itu perlu
tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering melakukan operasi agar
menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera bagi para pembolos dan
juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah siswanya bolos sekolah.
Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam sekolah haruslah seijin sekolah
dengan menggunakan surat ijin.
· Sosialisasi Kepada Pengelola Hiburan
Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan Satpol PP serta
berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus mensosialisasikan kepada para
pengelola hiburan seperti Play Station untuk tidak menerima konsumen Pelajar
20
pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos sekolah ”bersembunyi” di sana.
Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan penempelan stiker atau poster
tentang larangan pelajar bermain di waktu jam sekolah maka ditingkatkan menjadi
taraf pemantauan. Jika dari pihak pengelola masih membiarkan para pelajar bolos
bermain di situ maka dapat diberi peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan
maka bisa dilakukan penyegelan sementara atau bahkan penutupan paksa
disesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Sesungguhnya yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos
adalah keberadaan guru. Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of
Instruction. Sebagai Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik
dan tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang
tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian dikemas
dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa
jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu
menempatkan dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai
penilai hasil ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam
menilai siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari
tambahan ekonomi keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang
biji)” nilai siswa dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu
persatu siswanya. Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.
SOLUSI
1. Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa,
memposisikan siswa sebagai teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2. Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa
terlambat dihukum sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria
menyenangkan dan hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat
menerima dan memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan,
jujur dan tidak merekayasa.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan merupakan
a. Suatu proses yang berlesinambungan.
b. Suatu proses membantu individ.
c. Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan
dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan kemampuan/potensinya.
d. Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat
memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah
memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan
dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka
yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih
khusus, tidak sama dengan kegiatan - kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan
dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga berencana. Pelayanan
konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.
Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam
penanganannya perlu perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan
membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
Faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi
dua golongan, yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain
yang menjadi penyebab siswa membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga,
faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan, faktor personal
serta faktor yang berasal dari sekolah.
Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami
kegagalan dalam pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut
22
juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman -
temannya.
Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa
yang suka membolos, yakni dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa
membolos, menerapkan gerakan disiplin serta sosialisasi kepada pengelola
hiburan.
Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka
yang suka membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam
penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga
mengikutsertakan orang tua.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini
BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat
diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa lainnya.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui
tentang pengertian Bimbingan dan Konseling serta peran Bimbingan dan
Konseling terhadap Perilaku membolos yang kerap dilakukan para remaja
sekolah.
23
DAFTAR PUSTAKA
www.stkipmbb.com/2013/04/tawuran-pelajar-bukan-salah-mata.html
wapikweb.org/.../bimbingan-dan-konseling-home-visit-jalan-tidak-ada-la
aryakusum.blogspot.com/.../mengatasi-anak-sering-membolos-dengan.ht..
news.detik.com/.../bambang-soesatyo-keberatan-bk-dpr-sebut-kalangan
bk-ikippgri-smg.blogspot.com/2012/08/contoh-tugas-wawancara
24
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “Mengatasi anak sering
membolos dan Tauran dengan Bimbingan Konseling”, suatu permasalahan yang
selalu dialami bagi siswa-siswi pelajar di jaman sekarang.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih
positif bagi kita semua
Karawang, 28 Mei 2013
Penyusun
25i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………...
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………..
D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………
E. Metode Penulisan …………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………….
A. Pengertian Bimbingan Konseling (BK) ……………………………..
B. Pengertian Bimbingan ………………………………………………..
C. Pengertian Konseling ………………………………………………
D. Pengertian Membolos ………………………………………………...
E. Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos …………………………
F. Faktor Keluarga ………………………………………………………
G. Kurangnya Kepercayaan Diri ………………………………………...
H. Perasaan yang Termarginalkan ………………………………………
I. Faktor Personal ……………………………………………………….
J. Faktor yang Berasal dari Sekolah …………………………………….
K. Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos…………….
L. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi
Siswa yang Suka Membolos
BAB III PENUTUP …………………………………………………………..
A. Kesimpulan …………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTKA ………………………………………………………...
i
ii
1
1
3
4
4
4
5
6
6
7
12
13
13
15
15
15
16
17
18
22
22
23
24
26ii
MAKALAH
MENGATASI ANAK SERING MEMBOLOS DAN TAURAN DENGAN
BIMBINGAN KONSELING
“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling”
Disusun Oleh :
Nama : RAHMAWATI S.N.I.S
NIM : 11210267
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
(STKIP) SILIWANGI BANDUNG
TAHUN 2013
27