refrat anestesia
DESCRIPTION
syokTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Hippocrates menggambarkan ''pasca trauma syndrome'' jauh sebelum
sindrom syok digunakan sebagai istilah medis. Syok berasal dari kata choquer
yang berasal dari Prancis yang berarti beradu. Pada tahun 1900an Cannon,
berdasarkan pengalamannya di medan perang selama Perang Dunia I, menyatakan
bahwa inisiasi syok lebih dari sekedar kehilangan darah karena adanya peran
gangguan sistem saraf yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah yang
berujung pada hipotensi. Ia menyatakan bahwa faktor toxin diproduksi selama
syok akan menyebabkan perubahan permeabilitas kapiler hingga volume darah
dari ruang intravaskular berkurang. Pada tahun 1906 Rosenau melaporkan hasil
observasinya dari reaksi berat yang terjadi setelah injeksi kedua dari beberapa
protein (syok anafilaktik). Pada tahun 1935 Tennant dan Wiggers menyatakan
bahwa kontraksi miokard menurun secara cepat ketika jantung kehilangan perfusi
koroner secara akut.
Definisi syok terus berubah secara signifikan selama bertahun-tahun. Syok
merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen delivery
ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan
oxygen consumption. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan jantung
sebagai pompa, pembuluh darah dan volume darah. Sebagai respon terhadap
pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik.
Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya
dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital.
Meskipun pemahaman tentang patofisiologi dan kemajuan teknologi
dalam penanganan syok telah meningkat secara signifikan, syok tetap merupakan
masalah serius karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan
oleh keadaan ini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jantung
2.1.1 Anatomi Jantung
Secara fungsional jantung dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan
bagian kanan yang setiap bagian terdiri dari sebuah atrium dan sebuah ventrikel.
Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup atrioventrikuler, katup mitral pada
bagian kiri dan katup trikuspid pada bagian kanan. Darah yang memiliki kadar
oksigen rendah masuk ke atrium kanan melalui vena kava inferior dan vena cava
superior dan disalurkan ke ventrikel kiri yang akan dipompakan menuju arteri
pulmonalis. Darah yang kaya oksigen akan masuk ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis yang setelahnya akan dipompakan ke seluruh tubuh oleh ventrikel kiri
melalui katup aorta.1,2
Gambar 1. Anatomi Jantung
2
2.1.2 Siklus Jantung1,2,3,4,5
Siklus jantung didefinisikan sebagai suatu kerja mekanik yang terjadi
selama kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Aksi ini dimulai dari potensial
aksi jantung yang berasal dari SA node, menyebar ke otot atrium meuju AV node
hingga mencapai bundle of His dan Purkinje fibres yang menginervasi ventrikel.3
Sistolik adalah periode kontraksi ventrikel yang terjadi pada kedua
ventrikel kiri dan kanan. Katup atrioventrikelar akan tertutup pada masa awal
kontraksi untuk mencegah aliran darah kembali ke atrium. Kontraksi ventrikel
terjadi pada tekanan yang tinggi namun tidak ada perubahan pada volume darah,
fase ini disebut dengan kontraksi isovolumetrik hingga akhirnya tekanan dalam
ventrikel kiri dan kanan melebihi tekanan dalam aorta dan arteri pulmonalis
mengakibatkan katup aorta dan pulmonal terbuka dan ejeksi darah terjadi. Jumlah
darah yang dikeluarkan dalam satu siklus disebut sebagai stroke volume (SV).
Normal SV pada orang dewasa adalah sekitar 70ml pada orang dewasa. Namun,
ventrikel tidak benar-benar kosong, hanya 60-80% darah di ventrikel dikeluarkan,
hal ini disebut sebagai fraksi ejeksi.1,2,3
Diastolik terdiri dari empat fase yaitu waktu relaksasi isovolumik, fase
pengisian awal cepat (early rapid filling), diastasis, dan pengisian akhir cepat (late
rapid filling). Fase pengisian pertama yang terjadi adalah fase pengisian awal
cepat atau disebut juga fase pengisian pasif terjadi pada saat darah yang semula
terkumpul di atrium di belakang katup mitral masuk secara cepat ke ventrikel
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan atrium kiri dan ventrikel kiri yang
bergantung pada faktor relaksasi dan kekenyalan otot jantung serta luas
permukaan katup mitral. Fase ini menyumbang sekitar 70-80 persen pengisian
pada individu normal. Kemudian, tekanan di ruang atrium dan ventrikel akan
meningkat bersamaan seiring dengan kembalinya darah ke jantung dari vena
pulmonalis, fase ini disebut fase diastasis. Pengisian akhir cepat terjadi saat
kontraksi atrium yang dimulai pada dekat akhir diastolik ventrikel oleh
depolarisasi sel otot atrium yang mengakibatkan tekanan atrium meningkat dan
mendorong sekitar 15-25 persen darah ke dalam ventrikel.2
3
Gambar 2. Siklus Jantung
2.1.3 Curah Jantung (Cardiac Output)1,2,3,4,5
Curah jantung (CO) didefinisikan sebagai volume darah yang dikeluarkan
oleh masing-masing ventrikel per menit dan merupakan produk dari isi sekuncup
atau stroke volume (SV) dan denyut jantung (denyut/menit), CO dinyatakan dalam
liter/menit. Dalam kondisi istirahat, jumlah curah jantung normal adalah sekitar
70ml x 70x/min = 4900ml/min atau sekitar 49L/min.1,3,
Curah jantung ditentukan oleh stroke volume dan dan denyut jantung.
Oleh karena itu stroke volume memiliki peran yang penting dalam menentukan
jumlah darah yang dikeluarkan. Stroke volume dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu preload, kontraktilitas otot jantung dan afterload.4,5
Preload bergantung pada volume akhir diastolik, dimana secara umum
bergantung pada pengisian ventrikel. Semakin banyak serat otot diregangkan
sebelum dirangsang untuk berkontraksi, semakin besar kekuatannya kontraksi.
Darah yang kembali ke jantung selama fase diastolik akan meregangkan serat otot
4
ventrikel. Semakin besar volume ventrikel, semakin besar kekuatan kontraksi.
Oleh karena itu preload berhubungan langsung dengan volume akhir diastolik
untuk mempersiapkan daya kontraktilitas miokard.
Kontraktilitas miokard mengacu pada kemampuan intrinsik dari serat otot
jantung untuk berkontraksi. Keadaan ini sering disebut sebagai tingkat inotropi
dan substansi yang mempengaruhi hal ini disebut inotropik; substansi yang
meningkatkan tingkat dan kekuatan kontraktilitas memiliki aksi inotropik positif,
sedangkan yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Faktor
penentu yang paling penting dari kontraktilitas adalah sistem saraf simpatik.
Sistem ini bertindak secara langsung, atau melalui pelepasan katekolamin dari
kelenjar adrenal, yang akan merangsang reseptor adrenergik dan menghasilkan
efek inotropik positif. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan kontraktilitas
seperti asidosis, hipoksia, hipokalsemia, dan obat-obatan terutama obat anestesi
dan obat antiaritmia.3,4,5
Afterload ditentukan oleh tonus pembuluh darah, atau tingkat
vasokonstriksi atau dilatasi dari arteri dan arteriol. Semakin besar tingkat
penyempitan, semakin kecil lumen pembuluh darah dan semakin besar resistensi
yang terjadi pada fase ejeksi darah dari ventrikel.1,3
2. 2 Pembuluh Darah
2.2.1 Struktur Pembuluh Darah
Secara umum pembuluh darah tersusun atas tiga lapisan. Lapisan terluar
tersusun atas jaringan elastis yang memungkinkan pembuluh darah berkontraksi.
Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan mengandung banyak serabut elastis.
Bagian terdalam adalah lapisan endothelium yang merupakan satu lapis epitel
pipih yang membatasi rongga pembuluh.1,6
Tunika intima (tunika interna) terdiri atas selapis sel endotel yang
membatasi permukaan dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan
subendotel, terdiri atas jaringan penyambung jarang halus yang kadang-kadang
mengandung sel otot polos yang berperan untuk kontraksi pembuluh darah.
5
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar
(sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas elastin, biasanya berlubang-
lubang sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui lubang-lubang yang terdapat
dalam membran dan memberi makan pada sel-sel yang terletak jauh di dalam
dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering ditemukan membrana elstika
externa yang lebih tipis yang memisahkan tunika media dari tunika adventitia
yang terletak di luar.
Tunika adventitia terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-serabut
elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum (pembuluh dalam
pembuluh) bercabang-cabang luas dalam adventitia.
Gambar 3. Struktur Pembuluh Darah
2.2.2 Jenis Pembuluh Darah1,6
a. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh
jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Berdasarkan ukurannya, arteri dapat
6
diklasifikasikan menjadi arteri besar atau arteri elastis; arteri ukuran sedang atau
arteri muskuler, dan arteriola.
Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya.
Arteri jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Intima, dibatasi oleh sel-sel endotel. Pada arteri besar membrana basalis
subendotel kadang-kadang tidak terlihat. Membrana elastika interna tidak
selalu ada.
Lapisan media terdiri atas serangkaian membran elastin yang tersusun
konsentris.
Tunika adventitia tidak menunjukkan membrana externa, relatif tidak
berkembang dan mengandung serabut-serabut elastin dan kolagen.
Arteri ukuran sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-
sel ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan.
Arteriola merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), bergaris
tengah kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit. Memiliki
tunika intima dengan tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak mempunyai
membrana elastik interna. Lapisan media adalah lapisan sel-sel otot polos yang
tersusun melingkar. Lapisan adventitia tipis, tidak berkembang dengan baik dan
tidak menunjukkan adanya membrana elastik externa.
b. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang membawa adarah kembali ke jantung
yang banyak diantaranya memiliki katup. Venula merupakan vena yang terkecil.
Garis tengahnya berukuran 0,2 – 1 mm yang ditandai oleh tunika intima yang
terdiri atas endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan
lapisan adventitia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan
penyambung yang kaya akan serabut-serabut kolagen.
Vena ukuran kecil atau sedang dan mempunyai garis tengah 1 – 9 mm.
Tunika intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis. Tunika media
terdiri atas berkas-berkas kecil otot polos yang bercampur dengan serabut-serabut
kecil kolagen dan jala-jala halus serabut elastin. Lapisan kolagen adventitia
7
berkembang dengan baik.
Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik.
Tunika media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak
jaringan penyambung. Tunika adventitia adalah lapisan yang paling tebal dan
pada pembuluh yang paling besar dapat mengandung berkas-berkas longitudinal
otot polos. Di samping perbedaan lapisan ini, vena ukuran-kecil atau sedang
menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 2 lipatan
semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke dalam lumen yang
terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi pada kedua sisinya oleh
endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena anggota badan (lengan dan
tungkai).
c. Kapiler
Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim,
melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah rata-
rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm. Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3
jenis menurut struktur dinding sel endotel.
Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat.
Kapiler fenesrata atau perforata ditandai oleh adanya pori-pori diantar sel
endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan-jaringan
dimana terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan
darah, seperti yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin.
Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40
μm), sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu
oleh sel– sel endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan
adanya sel dengan dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan
aktivitas fogositosis. Kapiler sinusoid terutama ditemukan pada hati dan
organ-organ hemopoetik seperti sumsum tulang dan limpa. Struktur ini
diduga bahwa pada kapiler sinusoid pertukaran antar darah dan jaringan
sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan makromolekul dapat
berjalan dengan mudah bolak-balik antara kedua ruangan tersebut.
8
Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya)
membentuk jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil. Arteriol bercabang
menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai lapisan otot polos yang tidak
kontinu, yang disebut metarteriol. Metarteriol bercabang menjadi kapiler-kapiler
yang membentuk jala-jala. Konstriksi metarteriol membantu mengatur, tetapi
tidak menghentikan sama sekali sirkulasi dalam kapiler, dan mempertahankan
perbedaan tekanan dalam dua sistem. Suatu cincin sel-sel otot polos yang disebut
sfinkter, terdapat pada tempat asal kapiler dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini
dapat menghentikan sama sekali aliran darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak
berfungsi semua secara serempak, dan jumlah kapiler yang berfungsi dan terbuka
tidak hanya tergantung pada keadaan kontraksi metarteriol tetapi juga pada
anastomosis arteriovenosa yang memungkinkan metarteriol langsung
mengosongkan darah kedala vena-vena kecil. Antar hubungan ini banyak sekali
pada otot rangka dan kulit tangan dan kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis
arteriovenosa berkontraksi, semua darah harus berjalan melalui jala-jala kapiler
dan pada masa relaksasi, sebagian darah mengalir langsung ke vena bukan
mengalir ke dalam kapiler.1,6
2.3 Darah1,6
Darah adalah cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah dan
berfungsi sebagai alat pengangkut yaitu mengambil oksigen dari paru-paru untuk
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari jaringan
untuk dikeluarkan melalui paru-paru, mengambil zat makanan dari usus halus
untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh, mengeluarkan zat-zat
yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, dan
sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit.
Darah dibentuk dari 2 bagian yaitu sel-sel darah dan plasma. Sel-sel darah
tersusun atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit.
Darah adalah jaringan penyambung khusus yang terdiri atas sel-sel dan banyak
irterstitial ekstrasel. Serum darah susunannya sama seperti plasma kecuali bahwa
9
ia tidak mempunyai fibrinogen dan beberapa faktor-faktor protein yang
diperlukan untuk pembentukan bekuan.
Eritrosit
Eritrosit tidak memiliki inti, dan pada manusia berbentuk cakram bikonkav
dengan garis tengah 7,2 μm (gambar 13-4). Eritrosit dengan garis tengah
yang lebih besar dari 9 μm dinamakan makrosit, dan yang mempunyai
garis tengah kurang dari 6 m dinamakan mikrosit. Bentuk bikonkav
menyebabkan eritrosit mempunyai permukaan yang luas sehingga
mempermudah pertukaran gas. Eritrosit manusia dapat hidup (life span)
dalam sirkulasi sekitar 120 hari. Eritrosit yang tidak digunakan dibuang
dari sirkulasi oleh sel-sel limpa dan sumsum tulang. Konsentrasi normal
eritrosit dalam darah sekitar 4,5-5 juta/L pada wanita dan 5 juta/L pada
pria.
Leukosit
Berdasarkan granula spesifik pada sitoplasmanya, sel-sel darah putih
digolongkan dalam 2 kelompok: granulosit dan agranulosit. Berdasarkan
morfologi inti leukosit juga dapat dibagi dalam sel-sel polimorfonuklear
dan mononuklear. Selain itu, mereka dapat digolongkan berdasarkan asal
mula sebagai sel-sel mieloid atau limfoid, tergantung dari asalnya.
Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur, dalam sitoplasma terdapat
granula spesifik yang dinamakan – neutrofil, eosinofil, basofil.
Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak
mempunyai granula- granula nonspesifik, tetapi mungkin mempunyai
granula-granula nonspesifik khas seperti granula azurofilik yang juga
terdapat dalam leukosit lainnya. Tergantung pada bentuk intinya dan sifat
pewarnaan sitoplasma, agranulosit dapat digolongkan sebagai limfosit atau
monosit. Leukosit berperanan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Jumlah leukosit pada orang dewasa
normal adalah 4000-11000/μL.
10
Trombosit atau Kepingan darah adalah sel tak berinti, berbentuk cakram
dengan garis tengah 2-5 μm. Trombosit berasal dari sel raksasa berinti
banyak (megakariosit) yang terdapat dalam sumsum tulang dan berperan
dalam proses pembekuan darah.
2. 4 Syok
2.4.1 Definisi Syok8,9
Syok atau kolaps kardiovaskuler merupakan kondisi klinis yang didasari
oleh kondisi klinis, hemodinamik dan tanda-tanda biokimia yang secara luas dapat
diringkas menjadi tiga komponen. Pertama, hipotensi arteri sistemik yang dinilai
dari tekanan arteri sistolik yang kurang dari 90mmHg dan tekanan arteri rata-rata
(MAP) yang kurang dari 70mmHg. Kedua adalah tanda-tanda hipoperfusi
jaringan seperti kulit yang dingin, sianosis dan urin output <0,5 ml/kgBB/jam dan
perubahan kondisi mental dan yang terakhir adalah hiperlaktatemia yang
menunjukkan metabolisme oksigen selular abnormal.
2.4.2 Etiologi dan Klasifikasi Syok8,10
Syok diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu syok hipovolemik,
distributif, kardiogenik dan syok obstruktif. Syok hipovolemik disebabkan oleh
hilangnya volume plasma diruang intravaskuler. Syok kardiogenik adalah syok
yang terjadi akibat penyakit yang menyebabkan kerusakan miokard secara
langsung atau menghambat mekanisme kontraktil jantung sedangkan syok
distributif merupakan syok yang disebabkan oleh sindrom respon inflamasi
sistemik (SIRS).
a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik terjadi ketika tergganggunya sistem sirkulasi
akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Keadaan
ini dapat terjadi pada perdarahan masif atau kehilangan plasma darah.
Hipovolemik dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penyebab,
yaitu hipovolemik absolut dan hipovolemik relatif. Hipovolemik absolut
11
terjadi akibat trauma, operasi, perdarahan saluran cerna, luka bakar,
muntah hebat, atau diare. Sedangkan hipovolemik relatif dapat terjadi
akibat limpa yang pecah, patah tulang, sepsis, obstruksi usus, sirosis.
b. Syok distributif
Syok distributive adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pada
distribusi volume sirkulasi, baik karena perubahan resistensi pembuluh
darah ataupun akibat perubahan permeabilitasnya. Hal ini dapat ditemukan
pada keadaan sepsis, anafilaktik ataupun neurogenik.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan perfusi jaringan yang
disebabkan oleh disfungsi jantung seperti infark miokard akut, aritmia.
d. Syok obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami
hambatan secara mekanik. Pada umumnya didapati pada penyakit jantung
congenital, tamponade jantung, emboli paru masif, dan tension
pneumothorax.
2.4.3 Patofisiologi Syok8,9,10,11
a. Syok hipovolemik
Volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang dapat
menimbulkan beberapa kejadian sebagai berikut:
Mikrosirkulasi
Pada saat curah jantung menurun, tahanan vascular sistemik akan
berusaha untuk meningkatkan tekan sistemik guna menyediakan perfusi
yang cukup bagi jantung dan otak melebihi organ tubuh yang lain.
12
kebutuhan energi di jantung dan otak sangat tinggi, namun kedua sel organ
tersebut tidak mampu menyimpan cadangan energi sehingga organ
tersebut sangat rentan terjadi iskemia. Ketika mean arterial pressure
(MAP) ≤ 60mmHg, maka aliran darah ke organ akan turun dan fungsi sel
di semua organ akan terganggu.
Kardiovaskular
Tiga variabel yang berperan dalam menghasilkan stroke volume
(SV), yaitu: pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi), dan
kontraktilitas miokard. Cardiac output (CO) merupakan hasil kali antara
SV dan frekuensi jantung berperan sebagai penentu utama dalam perfusi
jaringan. Pada keadaan hipovolemia terjadi penurunan pengisian ventrikel
sehingga menurunkan SV. Hal ini diikuti dengan peningkatan frekuensi
jantung, namun memiliki keterbatasan dalam mempertahankan curah
jantung.
Gastrointestinal
Penurunan aliran darah ke intestinal mengakibatkan peningkatan
absorpsi endotoksin yang dlepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati
dalam usus. Hal ini dapat memicu terjadinya vasodilatasi serta
peningkatan metabolisme tubuh sehingga menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi syok
hipovolemik, namun kejadian ini jarang terjadi karena cepatnya pemberian
cairan pengganti. Secara fisiologi ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi
glomerulus serta aktivasi aldosteron dan vasopressin untuk mengurangi
produksi urin.
b. Syok distributif
Pada syok distributif terjadi vasodilatasi vena yang menyebabkan
hipovolemia meskipun pasien tidak kehilangan cairan ataupun darah.
13
Gangguan fisiologis umum yang mempengaruhi distribusi oksigen dalam
syok distributif adalah preload yang dihasilkan dari volume intravaskular
tidak sebanding dengan vasodilatasi masif. Penyebab umum syok
distributif termasuk anafilaksis, cedera neurologis (misalnya, cedera
kepala, shock tulang belakang), sepsis, dan berhubungan dengan obat
penyebab.
Mekanisme syok anafilaksis dapat terjadi melalui peranan IgE
yang mengaktivasi proses degranulasi sel mast sehingga menghasilkan
pelepasan histamin yang menyebabkan vasodilatasi ataupun tanpa peranan
IgE. Pada cedera neurologis dapat mengganggu sistem saraf simpatis pada
neuron vasomotor, menghasilkan vasodilatasi.
Patofisiologi syok sepsis tidak terlepas dari patofisiologi sepsis itu
sendiri, dimana endotoksin yang dilepaskan oeh mikroba akan
menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator
inflamasi, seperti: sitokin, neutrofil, komplemen, dan NO. NO yang
dihasilkan dapat menimbulkan vasodilatasi masif baik regional maupun
distributive sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara volume
darah dan pembuluh darah.
c. Syok Kardiogenik
Paradigma lama mengenai patofisiologi syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan
penurunan CO, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan
selanjutnya penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik
memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik terjadi sebagai akibat
penurunan CO.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah
terjadinya infark miokard yang mengakibatkan peninggian kadar inducible
nitric oxide synthase (iNOS), NO, dan peroksinitrit. Semua sitokin
inflamasi tersebut memiliki efek buruk multiple, antara lain: menginhibisi
kontraksi miokard, supresi respirasi mitokondria pada miokard non
14
iskemik, efek terhadap metabolisme glukosa, efek proinflamasi, penurunan
responsivitas katekolamin, merangsang vasodilatasi sistemik.
d. Syok obstruktif
Syok abstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel terhambat
secara mekanik. Hal ini sering ditemukan pada penyakit jantung
congenital, tamponade jantung, emboli paru masif, dan tension
pneumothorax.
2.4.4 Respon Kompensasi Syok dan Fase Syok8,9
Dengan terjadinya gangguan hemodinamik, mekanisme kompensasi
homeostatis terlibat untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai. Pada
tahap ini, tanda-tanda dan gejala stres hemodinamik dapat terlihat yaitu takikardia
dan penurunan output urin. Namun bukti nyata syok seperti hipotensi, perubahan
derajat mental dan asidosis metabolik belum terjadi. Respon ini dibagi menjadi
empat kategori:
(a) Pemeliharaan tekanan sirkulasi rata-rata
(b) Memaksimalkan fungsi jantung
(c) Distribusikan perfusi ke organ vital
(d) Mengoptimalkan oksigen pada jaringan
Tekanan sirkulasi rata-rata dan aliran balik vena yang ditopang pada awal
syok tidak hanya oleh aktivasi simpatik yang menyebabkan vasokonstriksi kapiler
tetapi juga oleh penurunan tekanan hidrostatik kapiler menyebabkan masuknya
cairan interstitial ke dalam kompartemen vascular.
Volume intravaskular dipertahankan dengan mengurangi renal fluid looses
dan dengan pelepasan renin dari apparatus juxta-glomerular. Renin mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang kemudian dimetabolisme menjadi
angiotensin II yang menyebabkan pelepasan aldosterone yang akan meningkatkan
reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Angiotensin II juga vasocontrictor kuat
terutama pada pembuluh mesenterika dan peningkatan simpatik outflow dan
15
pelepasan epinefrin adrenal. Vasopresin dilepaskan menyebabkan retensi air dan
vasokonstriksi.
Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer
meningkat dan masuk ke fase Progresif. Pada saat tekanan darah arteri menurun,
aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme, produk metabolisme menumpuk, terjadilah kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung.
Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan histamin dan bradikinin yang akan
memeperburuk keadaan (efek vasodilatasi). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi
bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar
akan menimbulkan sepsis. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.
Fase Irrevesibel/Refrakter terjadi ketika kerusakan seluler dan sirkulasi
sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen
mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
Maintain Mean Circulatory Pressure (Venous Pressure)
Volumeo Redistribusi cairan ke ruang vaskuler
16
o Menurunkan cairan yang hilang dari injal Tekanan Menurunkan kapasitas vena Memaksimalkan kerja jantung
o Meningkatkan kontraktilitas Redistribusi perfusi
o Mengutamakan organ vitalTabel 1. Kompensasi Kardiovaskuler/Metabolik respon terhadap syok
2.4.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik bervariasi dengan fungsi organ sebelumnya, mekanisme
kompensasi, tingkat keparahan disfungsi organ dan penyebab syok. Impending
syok ditandai dengan respon kompensasi khas yaitu stres kardiovaskular.
Takikardia, takipnea dan oliguria adalah tanda awal. Ekstremitas dingin terlihat
pada hipodinamik syok. Setelahnya, tekanan darah turun dan MAP <60-65mmHg.
Pada syok yang lebih lanjut, anuria, mottled, ekstremitas agak kehitaman dan
terjadinya perubahan status mental.
Compensated non-progressive shock 30 detik - 48 jam
Penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan respon simpatik yang
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Vasokonstriksi ke ginjal
menurun dan mengaktifkan Renin-Angiotensin sehingga terjadi reabsorpsi Na dan
H2O. Pelepasan Epinepherine dan Norepinefrin akan meningkatkan denyut
jantung dan kontraksi miokard
Decompensated progressive shock
Kehilangan 15-20% dari volume darah dan kerusakan Penurunan. Tekanan darah
dibawah 60 mmHg menyebabkan iskemia miokard dan otot jantung yang
melemah mengakibatkan penurunan curah jantung. Hipoksia menyebabkan
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler karena hilangnya tekanan hidrostatik
menyebabkan hilangnya plasma darah ke dalam volume intertistial. Penurunan
volume darah menyebabkan penurunan velositas dan peningkatan viskositas
darah. Kerusakan selular disebabkan oleh ATP yang menurun hingga akhirnya
17
terbentuk asam laktat dan terjadi asidosis metabolik.
Irreversible shock
Kondisi pompa jantung memburuk hingga tidak dapat memompa darah yang
berujung pada kematian.
Sistem Organ Gejala dan Tanda Penyebab
CNS Perubahan status mental Penurunan perfusi serebral
Sistem Sirkulasi Jantung Takikardi Stimulasi adrenergik, penurunan kontraktilitas
Disrtimia Iskemia pembulu darah koroner
Hipotensi Penurunan kontraktilitas, gagal jantung kanan
Sistem Pernapasan Takipneu Edema pulmoner, sepsis, asidosis
Sianosis Hipoxemia
Ginal Oliguria Penurunan perfusi ginjal
Kulit Dingin Vasokonstriksi
Lain-lan Asidosis laktat Metabolisme anaerobic
Demam infeksi
Tabel 2. Manifestasi Klinik Syok
2.4.6 Manajemen dan Terapi
Pasien shock harus dikelola di ICU dengan pemantauan EKG terus
menerus dan dukungan keperawatan yang dekat. Pemantauan hemodinamik
invasif dengan kateter arteri dan arteri pulmonalis harus dilakukan pada pasien
18
yang terindikasi seperti pasien yang diagnosis etiologinya meragukan,
ketidakstabilan hemodinamik dalam yang ditunjukkan yaitu, pasien yang
diagnosis etiologinya diragukan atau adanya ketidakstabilan hemodinamik.
Tujuan dasar dari terapi syok sirkulasi adalah pemulihan perfusi efektif untuk
organ-organ vital dan jaringan sebelum timbulnya cedera seluler.
Manajemen jalan napas dan ventilasi mekanik
Langkah pertama yang penting dalam pengobatan syok adalah untuk
memastikan oksigenasi dan ventilasi alveolar yang memadai. Sebagian besar
pasien syok memerlukan intubasi trakea dan dukungan ventilasi mekanik
bahkan sebelum gagal napas akut terjadi.
Cairan
Pada umumnya semua etiologi ketidakstabilan hemodinamik dan syok adalah
kebutuhan untuk menyediakan volume intravaskular optimal untuk
memastikan kecukupan preload. Dengan demikian, pemberian cairan pada
semua pasien syok tanpa tanda-tanda edema paru dan kelebihan volume
ventrikel kiri dinilai tepat.
Agen vasopresor
Istilah pressor merujuk pada substansi yang meningkatkan tekanan darah.
Agen ini dibagi menjadi 3 kategori: inotropik / chronotropes yaitu, obat-
obatan yang meningkatkan cardiac output (CO) dengan meningkatkan
kontraktilitas jantung dan denyut jantung, vasokonstriktor misalnya agen
yang meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi vaskular
sistemik; dan mixed agen pressor yaitu obat yang bekerja melalui kedua
mekanisme.
Syok hipovolemik: Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume
intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau
melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari
jumlah perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi
19
darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.
Syok obstruktif: Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera
dihilangkan seperti pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk
tamponade jantung, dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau
keduanya pada pneumothorax tension, dukungan ventilasi dan jantung,
mungkin thrombolisis, dan mungkin prosedur radiologi intervensional
untuk emboli paru.
Syok kardiogenik. Optimalkan praload dengan infus cairan. Optimalkan
kontraktilitas jantung dengan inotropes sesuai keperluan, seimbangkan
kebutuhan oksigen jantung. Dapat dipakai dobutamin, amrinone dan obat
vasoaktif lain. Sesuaikan afterload untuk memaksimalkan CO.
Vasokonstriktor dapat diberikan bila pasien hipotensi dengan SVR rendah.
Pasien syok kardiogenik mungkin membutuhkan vasodilatasi untuk
menurunkan SVR dan tahanan pada aliran darah dari jantung yang lemah.
Dapat dipakai nitroprusside dan nitroglycerin. Diberikan diuretik bila
jantung dekompensasi dan penyakit jantung yang mendasari harus
diidentifikasi dan diobati.
Syok distributif: Pada SIRS dan sepsis, syok terjadi karena toksin atau
mediator penyebab vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi cairan
segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan pressor untuk
mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan
optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dopamin, nor-epinephrine dan
vasopressin dapat digunakan dan kausal dari sepsis diobati.
BAB III
KESIMPULAN
20
Syok adalah gangguan dinamis yang kompleks yang disebabkan oleh
berbagai mekanisme yang diawali dengan hipoperfusi jaringan dan dapat
menyebabkan multiple organ dysfunction organs (MODS) dan kematian. Syok
merupakan kondisi klinis yang didasari oleh kondisi klinis, hemodinamik dan
tanda-tanda biokimia yang secara luas dapat diringkas menjadi tiga komponen
yaitu hipotensi arteri sistemik, adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan dan
hiperlaktatemia. Syok diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu syok
hipovolemik, distributif, kardiogenik dan syok obstruktif.
Syok hipovolemik disebabkan oleh hilangnya volume plasma diruang
intravaskuler. Manifestasi klinik bervariasi dengan fungsi organ sebelumnya,
mekanisme kompensasi, tingkat keparahan disfungsi organ dan penyebab syok.
Impending syok ditandai dengan respon kompensasi khas yaitu stres
kardiovaskular. Takikardia, takipnea dan oliguria adalah tanda awal. Ekstremitas
dingin terlihat pada hipodinamik syok.Setelahnya, tekanan darah turun dan MAP
<60-65mmHg. Pada syok yang lebih lanjut, anuria, mottled, ekstremitas agak
kehitaman dan perubahan status mental terjadi.
Dengan terjadinya gangguan hemodinamik, mekanisme kompensasi
homeostatis terlibat untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai. Pada
tahap ini, tanda-tanda dan gejala stres hemodinamik dapat terlihat yaitu takikardia
dan penurunan output urin. Namun bukti nyata syok seperti hipotensi, perubahan
derajat mental dan asidosis metabolik belum terjadi.
Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer
meningkat dan masuk ke fase Progresif. Pada saat tekanan darah arteri menurun,
aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme, produk metabolisme menumpuk, terjadilah kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, venous return menurun
Fase Irrevesibel/Refrakter terjadi ketika kerusakan seluler dan sirkulasi
sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen
mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
21
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Oemar H. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono LI,
Faisal B, Karo SK, Roebiono PS. (Editor). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta,
Indonesia: FKUI; 1996.
22
2. Oemar H, Nanda NC, Kyoshi Y, Takahiro S, Nozomi W. Textbook of
Echocardiography: Interpretasi dan Diagnosis Klinik. Jakarta, Indonesia:
Yayasan Mencerdaskan Bangsa (YMB); 2005.
3. Elkington T, Gwinnutt C. Introduction To Cardiovascular Physiology
Anaesthesia Tutorial of The Week 125. Dept. of Anaesthesia, Salford
Royal NHS. 2006
4. Guyton A, Hall J. Circulation (Unit IV, Chapter 14). Textbook of Medical
Physiology. 11th ed. Philadelphia, Pensylvania: Saunders; 2010.
5. Silverthron DL. Human Physiology: An Integrated Approach. 5th Edition.
Upper Saddle River, New Jersey: Pearson: 2009.
6. Guyton A, Hall J. Circulation (Unit VI, Chapter 32). Textbook of Medical
Physiology. 11th ed. Philadelphia, Pensylvania: Saunders; 2010.
7. Snell RS. Anatomi Klinik Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta,
Imdonesia: EGC; 2000.
8. Worthley LIG. Shock: A Review of Pathophysiology and Management;
Part I. CICM 2000; 2: 55-65.
9. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit jilid 1, edisi 4. 1995. Jakarta: EGC.
10. Sethi AK, Sharma P, Motha M, Tyagi A. Shock- A Short Review. Indian
J. Anaesh 2003; 47 (5): 345-359
11. Worthley LIG. Shock: A Review of Pathophysiology and Management;
Part II. CICM 2000; 2: 55-65.
12. Nduka OO, Parrillo JE. The Pathophysiology of Septic Shock. Crit Care
Clin 25 (2009) 677–702
23