preskas anestesia

21
PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nomor CM : 34.53.53 Nama : Ny. D Umur : 36 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Taman Wisma Blok TggA, Gamur No.69 Bekasi Tanggal masuk: 28 februari 2010 II. ANAMNESIS Autoanamnesis : 1 maret 2010 Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada payudara sebelah kiri. Riwayat Penyakit Penyerta : a. Alergi obat : disangkal b. Asma : disangkal c. Hipertensi : disangkal d. Penyakit jantung : disangkal Riwayat Kebiasaan : Merokok : disangkal 2

Upload: fina-shabrina

Post on 21-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Stase Anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: PresKas Anestesia

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nomor CM : 34.53.53

Nama : Ny. D

Umur : 36 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Taman Wisma Blok TggA, Gamur No.69 Bekasi

Tanggal masuk : 28 februari 2010

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis : 1 maret 2010

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada payudara sebelah

kiri.

Riwayat Penyakit Penyerta :

a. Alergi obat : disangkal

b. Asma : disangkal

c. Hipertensi : disangkal

d. Penyakit jantung : disangkal

Riwayat Kebiasaan :

Merokok : disangkal

Alkohol : disangkal.

Morfin : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Diabetes melitus : disangkal

2

Page 2: PresKas Anestesia

Hipetensi : disangkal

Penyakit jantung : disangkal

Riwayat operasi dan anestesi

Pasien pernah menjalani operasi caesar sekitar 4 tahun yang lalu.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : TD = 100/70 mmhg

Nadi = 88x / menit

RR = 16x / menit

Suhu = 36ᵒ C

Berat badan : 48 kg

Tinggi badan : 158 cm

Kepala : Bentuk mesocephal , rambut hitam dan agak tipis

Kulit : Tidak pucat , tidak sianosis

Mata : Konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

THT :

Telinga : Liang lapang , secret (-) , serumen (+), bentuk normal

Hidung : Septum deviasi (-), secret (-), bentuk normal

Mulut- tenggorok: mukosa mulut tidak hiperemis, dan tidak ada pembesaran

tonsil, Mallampati I

Leher : Trakea berada ditengah

Tidak ada pembesaran KGB

Thorax :

3

Page 3: PresKas Anestesia

Paru : vesikuler pada semua lapang paru, tidak ada ronki, tidak ada wheezing.

Jantung : BJ I dan II normal, tidak ada murmur dan galop.

Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema ataupun sianosis di keempat

ekstremitas.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah rutin

Hb :13,3 g/dl

Ht : 41 %

Eritrosit : 5,3 juta /uL

Leukosit : 15.300 /uL

Trombosit : 300.000 /uL

Masa perdarahan : 1’45”

Masa pembekuan : 3’15”

MCV : 92 fl

MCH : 30 pg

MCHC : 32 g/dL

Kimia

Ureum : 11 mg / dl

Kreatinin : 0,8 mg / dl

Glukosa sewaktu : 64 mg/dL

EKG : Dalam batas normal.

Foto thorax :

Sinus, diafragma, dan CTR < 50%

Kedua hillus normal

4

Page 4: PresKas Anestesia

Tidak tampak infitrat

Tidak tampak proses spesifik aktif dikedua paru.

Kesan : Cor pulmo normal

V. Kesimpulan

Pasien seorang wanita, usia 36 tahun, status fisik ASA I dengan diagnosa TMS

suspect FAM akan menjalani eksisi biopsi dengan anestesi umum dengan ETT nafas

kendali.

PRE OPERASI

A. Persiapan pasien

1. Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tentang

tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana

pelaksanaannya, kemungkinan hasilnya dan resiko tindakan yang akan

dilakukan.

2. Penandatanganan surat persetujuan operasi oleh pasien sendiri atau oleh

keluarga pasien yang merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien

yang menunjukan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilaksanakan

sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, keluarga pasien tidak akan

mengajukan tuntutan.

3. Pasien dipuasakan sejak jam 02.00 WIB tanggal 1 maret 2010 yang bertujuan

untuk mengosongkan lambung pasien sebelum pembedahan untuk

menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung selama

induksi yang akan membahayakan pasien.

4. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat yang

meliputi BB, umur, riwayat penyakit asma, alergi obat, kebiasaan merokok dll

Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD 110/70 mmHg, Nadi

80x/menit, RR 17x/menit.

5. Pembersihan tubuh pasien dari benda-benda yang dapat mengganggu

kelancaran proses anestesi dan operasi seperti asesoris dan cat kuku.

5

Page 5: PresKas Anestesia

6. Mengganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi

7. Di kamar operasi pasien ditidurkan terlentang lalu dipasangkan infus

8. Pemberian premedikasi dilakukan di ruang operasi

B. Persiapan Alat Anastesi

1. Mesin anastesi

- Komponen I : Sumber gas, flowmeter dan vaporizer

- Komponen II: Sirkuit napas / system ventilasi yaitu open , semi open ,

semiclose

- Komponen III: Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu sungkup

muka dan pipa ombak.

2. Elektrokardiografi ( EKG )

3. Sfigmomanometer digital

4. Oksimeter/saturasi

5. Suction

6. Guedel

7. Sungkup muka ( face mask )

8. Infus set dan cairan infus

9. Plester.

10. Peralatan intubasi seperti laringoskopi, spuit, ETT No 6.5 – 7,5 serta stetoskop

untuk persiapan andaikan terjadi gagal nafas pada pasien, spuit 20 cc,gel, plester.

C. Persiapan Obat Anestesi

1. Premedikasi : fentanyl

2. Obat induksi : Propofol

3. Obat pelumpuh otot : Atrakurium besylate

4. Maintenance anastesia : Gas N2O : O2 (2:2), isofluran 1-2 % V

6

Page 6: PresKas Anestesia

5. Analgesia : Ketorolak

6. Obat – obat resusitasi : Atropin

Efedrin

7. Obat-obat lain : Antibiotik (cefotaxim 1 gr)

Antiemetik (odansentron 8 mg)

Dexametason 5 mg

Reverse ( Sulfas Atropin + Prostigmin )

8. Cairan Ringer Laktat

D. Pelaksanaan anestesi

Pukul 10.30 , Pasien dibaringkan di meja operasi. Dilakukan pemasangan IV

line, monitor EKG, oksimeter pulse. Tekanan darah dan nadi pasien diukur (TD :

110/70 mmHg, nadi 80x/menit). Saturasi Oksigen 98%.

Pukul 10.45, pasien posisi supine dilakukan anestesi umum dengan

premedikasi menggunakan fentanyl, dosis : 1-2 mcg/kgbb (Dosis untuk pasien : 2

mcg x 48 kg = 96 mcg (100 mcg)). Obat induksi menggunakan Propofol, dosis 2 –

2,5 mg/kgbb (Dosis untuk pasien : 2 mg x 48 kg = 96 mg), dimasukkan sebanyak

120 mg. Setelah pasien tertidur (masuk dalam sleep dose), dimasukkan obat

pelumpuh otot Atrakurium besylate, dosis : 0,4 – 0,6 mg/kgbb (Dosis pasien : 0,5

mg x 48 kg = 24 mg), sebanyak 30mg. Pasien di sungkup dan diberikan ventilasi

positif O2 6 lpm selama 3 menit, kemudian dilakukan intubasi untuk pemasangan

ETT NKK no. 7 dengan cuff (+), kemudian dilakukan pengecekan dengan

stetoskop pada empat lapangan paru, didapatkan suara udara sama kiri dan kanan,

ETT berhasil. Pengaturan pada mesin TV 420x/menit, Respiration Rate 12x/menit,

I/E 1:2. Maintenance anastesia digunakan Gas N2O : O2 (2:2), Isofluran 1-2 % V.

Pada pukul 10.55, Diberikan dexametason 5 mg

Operasi dimulai11.00 pada pukul, pasien diberikan Ketorolak 30 mg dan

Odansentron 8 mg. Pukul 11.20 diberikan Cefotaxim 1gr, setelah sebelumnya

dilakukan tes alergi. Pada pukul 11.35 operasi selesai. Pukul 11.40 , dilakukan

7

Page 7: PresKas Anestesia

usaha mengembalikkan nafas spontan pasien dengan memberikan O2, setelah

pasien dapat bernafas spontan dilakukan ekstubasi. Anestesia berakhir.

Terapi Cairan

Cairan Ringer Laktat yang diberikan selama operasi adalah sekitar 700 cc,

jumlah ini telah sesuai dengan jumlah kebutuhan cairan pasien pada 1,5 jam pertama.

Pemberian cairan dilanjutkan di perawatan guna memenuhi kebutuhan cairan. Infus

dicabut bila pasien sudah bisa intake peroral

Perhitungan kebutuhan cairan pasien :

I. 88 + 192 + (1/2 x 528) = 544 mlII. 88 + 192 + (1/4 x 528) = 412 mlIII. 412 mlIV. 88 + 192 = 280 ml

E. Post Operasi

Setelah operasi dan anestesia berakhir, pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar.

Pasien tiba di ruang pulih sadar Pk. 11.50 WIB. Kemudian dilakukan penilaian pulih

sadar menggunakan skor aldrete, didapatkan keadaan pasien Sadar apabila dipanggil

(skor 1), bernafas spontan, nafas dalam (skor 2), tekanan darah berubah tidak lebih dari

20% prabedah (skor 2), pasien mampu menggerakan keempat ekstremitas (skor 2),

warna kulit pasien kemerahan, tidak pucat (skor 2). Maka skor Aldrete adalah 9,

sehingga pasien diperbolehkan pindah ke ruang perawatan.

8

Page 8: PresKas Anestesia

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesia Umum Dengan ETT Nafas Kendali

Anestesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan

penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak sadar sedangkan otot-otot

mengalami relaksasi dan penekanan terhadap refleks-refleks yang tidak diharapkan.1

Anestetik umum yang poten diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena. pada

beberapa penderita dan prosedur pembedahan, pemberian anestesi lokal dan dosis

rendah anestesi umum dapat menghasikan analgesia dan meminimalkan efek-efek yang

tidak dikehendaki dari beberapa obat selektif.1

Ventilasi mekanik adalah upaya bantuan nafas dengan alat bantu nafas mekanik

(ABNM) atau ventilator sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami

kelelahan atau kegagalan. Alat bantu nafas mekanik juga digunakan dalam mengatasi

gangguan ventilasi-perfusi paru.2

Tujuan utama ventilasi mekanik adalah untuk menjamin ventilasi oksigenasi yang

adekuat, mengurangi kerja nafas, dan memperbaiki gangguan oksigen di alveoli.2

I. Controlled Mechanical Ventilation (nafas kendali)2

Teknik ini merupakan cara yang paling umum diaplikasikan terutama pada

unit terapi intensif dan di kamar operasi untuk fasilitas anestesia. Pola nafas

penderita secara keseluruhan diambil alih oleh alat bantu nafas mekanik, pusat

nafas dilumpuhkan dengan hiperventilasi, sedativa dan narkotik, sedangkan otot

pernafasan dilumpuhkan dengan obat pelumpuh otot. Aplikasi metode ini

memberikan kesempatan otot pernafasan istirahat, namun aplikasinya tidak

dianjurkan lebih dari 48 jam. Kelemahan dari aplikasi ini adalah apabila terjadi

diskoneksi antara penderita dengan alat bantu nafas mekanik tanpa adanya sistem

alarm akan berakibat fatal bagi penderita, disamping itu sering terjadi

ketidakserasian antara mesin dan penderita apabila penderita mulai ada reaksi nafas

spontan. Penurunan aliran darah balik dan curah jantung, penurunan aliran limfe

paru, oliguri, kerusakan surfaktan, fibrosis paru, perubahan rasio V/Q dan atropi

9

Page 9: PresKas Anestesia

ototnafas, merupakan risiko atau penyulit berikutnya dari aplikasi ventilasi

mekanik. Oleh karena itu aplikasinya dibatasi hanya pada keadaan tertentu yang

sangat khusus sesuai dengan indikasi, antara lain pada pasien yang mengalami

henti nafas akibat depresi pusat nafas, gangguan saraf otot dan pada keadaan

tertentu misalnya untuk homeostasis ekstrakranial pasca iskemi otak global.

Pengelolaan penderita dengan ventilator :

1. Intubasi endotrakeal dan trakeostomiPenderita yang akan diberikan ventilasi mekanik harus dilakukan

intubasi endotrakeal baik oral maupun nasal dengan pipa endotrakea yang

mempunyai balon bertekanan rendah. Bahkan pada kasus yang diperkirakan

diberikan tunjangan ventilasi mekanik lebih dari 5- 7 hari, dilakukan

trakeostomi primer.2

Indikasi intubasi endotrakeal :

Menjaga jalan nafas oleh sebab apapun,

Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi,

Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.3

Kesulitan intubasi :

Leher pendek dan berotot

Mandibula menonjol

Maksila/gigi depan menonjol

Uvula tidak terlihat

Gerakan sendi temporomandibular terbatas

Garakan vertebra servikal terbatas.3

2. Penataan (“setting”) awal ventilator2

Setelah pipa endotrake atau trakeostomi terpasang baik, dilanjutkan

pemberian nafas buatan dengan pompa manual, sambil menilai masalah sistem

organ yang lain. Kemudian dilanjutkan dengan metode nafas kendali dengan

penataan ventilator:

10

Page 10: PresKas Anestesia

Volume tidal, frekuensi nafas, rasio waktu inspirasi dan ekspirasi, fraksi

inspirasi oksigen, tekanan inflasi.

3. Pemantauan2

Pemantauan dilakukan secara ketat dan kontinyu, baik pada pasien

maupun pada kerja alat bantu nafas mekanik. Parameter respirasi dan non

respirasi pasien, keterpaduan gerak nafas antara penderita dengan mesin,

aktivitas pasien dan otomatisasi mesin selalu diperhatikan serta sistem alarm

mesin selalu harus “on”. Pantau beberapa penyulit yang mungkin terjadi,

misalnya barotrauma yang bisa menyebabkan keadaan memburuk. Pada

penderita sadar, komunikasi perlu dilakukan terutama untuk tindakan- tindakan

yang akan dilakukan padanya.

Keadaan penyulit yang berhubungan dengan masalah ventilasi, paling

sering disebabkan karena diskoneksi antara penderita dan mesin atau kebocoran

pada sirkuit pernafasannya.

II. Obat- obatan AnestesiaPremedikasi3

Fentanyl memiliki kekuatan 100x lebih besar dari morfin. Lebih larut dalam

lemak dibandingkan petidin dan dapat menembus sawar jaringan dengan mudah.

Setelah suntikan intravena, ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama

dengan morfin tetapi fraksi terbesarnya dirusak oleh paru ketika pertama

melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa

metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

Efek sampingnya adalah depresi nafasnya lebih lama dibandingkan dengan efek

analgesinya. Dosis 1-3 mcg/kgBB analgesinya kira- kira hanya sekitar 30 menit,

karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca

bedah.

Dosis besar 50-150 mcg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan

pemeliharaan anestesia dengan kombinasi benzodiazepin dan anestesia inhalasi dosis

rendah, pada bedah jantung. Efek tak disukai adalah kekakuan otot punggung yang

sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah

peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, aldosteron dan kortisol.

11

Page 11: PresKas Anestesia

Induksi1,3

Propofol merupakan sedatif/hipnotika IV yang digunakan untuk induksi dan

pemeliharaan anestesi. Mula kerjanya pelan dan terjadi dalam waktu kira-kira 40 detik

pemberian. Tambahan narkotik untuk analgesia diperlukan karena rasa nyeri yang

ditimbulkan pada saat pemberian. Propofol dapat menyababkan terjadinya depresi

pada SSP, kadar dalam plasma yang tinggi dapt menyebabkan terjadinya eksitasi.

Propofol dapat menurunkan tekanan darah tanpa mendepresi miokardium dan dapat

juga mengurangi tekanan intrakranial.

Dosis bolus untuk induksi 2 – 2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi IV total 4 –

12 kg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg. Pengeneran hanya

boleh dengan dekstrosa 5 %. Pada manula dosisi harus dikurangi, pada anak < 3 tahun

dan wanita hamil tidak disarankan.

Relaxan3

Atrakurium merupakan pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif,

takikurare) dengan durasi aksi intermediet berikatan dengan reseptor nikotinik

kkolinergik tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, obat ini hanya menghalangi

asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Atrakurium merupakan histamin release. Keuntungan memakai atrakurium

adalah aman untuk hepar dan ginjal, sehingga pada pasien dengan gangguan ginjal

dan hati aman digunakan.

Dosis awal atrakurium 0,5- 0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg.kgBB.Onset of

action terjadi dalam 3 menit, dan duration of action dari atrakurium adalah 20-45

menit.

Pelumpuh otot depolarisasi seperti suksinilkolin tidak digunakan karena

memiliki efek samping yang banyak, seperti :

1. Nyeri otot pasca pemberian

2. Peningkatan tekanan intraokuler

3. Peningkatan tekanan intrakranial

4. Peningkatan tekanan intragastrik

5. Peningkatan kadar kalium plasma

6. Aritmia jantung

7. Salivasi

12

Page 12: PresKas Anestesia

8. alergi, anafilaksis

Pelumpuh otot depolarisasi bekerjanya seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf

otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sinap,

sehingga terjadilah depolarisasi ditandai dengan fasikulasi yang disusul relaksasi otot

lurik.

Maintanance Anestesia2,3

Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar.

Keuntungan penggunaannya adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh

adrenalin serta induksi dan masa pulih cepat. Isofluran pada dosis anestetik atau

subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen tetapi meninggikan

aliran darah dan tekanan intrakranial. Hal ini dapat dicegah dengan tekhinik anestesi

hiperventilasi. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga

digemari untuk anestesi tekhnik hipotensi.

Dosis induksi 3 – 3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O : O2 . Dosis rumatan 0,5 –

3%.

Isofluran dipilih karena :

Halotan pada dosis besar dapat menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus

simpatis, terjadinya hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi

vasomotor, depresi miokard dan inhibisi baroreseptor. Halotan juga

menghambat pelepasan insulin sehingga meninggikan kadar gula darah.

Enfluran dapat menyebabkan gangguan fungsi hepar pada EEG menunjukkan

tanda- tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia. Efek depresi nafas lebih kuat

dibanding halotan dan lebih iritatif.

Desfluran lebih mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain sehingga

perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Bersifat simpatomimetik

menyebabkan takikardi dan hipertensi. Desfluran merangsang jalan nafas atas

sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.

III. Penatalaksanaan Nyeri Pasca Bedah2

Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti “WHO Three Step Analgesik

Ladder”. Tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan nyeri itu

terdiri dari :

13

Page 13: PresKas Anestesia

1. Langkah pertama, menggunakan obat analgesik non opioid,

2. Bila masih tetap nyeri naik ke langkah kedua, yaitu ditambah obat opioid lemah,

3. Bila belum reda atau menetap, maka langkah ke tiga, digunakan opioid keras

yaitu morfin.

Pada kasus ini dipakai analgesik non narkotik yaitu ketorolak, disertai adjuvan

untuk lebih meningkatkan efektivitas analgesik, memberantas gejala- gejala yang

menyertai, dan kemampuan untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe

nyeri.

Ketorolak3

Ketolorak efek analgesinya dicapai dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 1-2

jam dengan lama kerja 4-6 jam, dan penggunaannya dibatasi dalam 5 hari. Dosis awal

10- 30 mg, dan dapat diulang 4-6 jam kemudian sesuai dengan kebutuhan sesuai

dengan kebutuhan. Sifat analgetik ketorolak setara dengan opioid sedangkan sifat

antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Cara kerjanya adalah menghambat sintesis

prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di susunan saraf pusat.

Obat Adjuvan3

Obat adjuvan yang dipakai adalah kortikosteroid deksametason. Obat ini bersifat

mempertinggi taraf alam perasaan yang sedang menurun, dan selanjutnya bersifat

anti-inflamasi, antiemetik, meningkatkan nafsu makan membantu mengatasi kaheksia

dan anoreksia.

IV.Obat- obat Lain1. Antibiotik

Sefotaksim4

Sefotaksim merupakan sefalosporin generasi ketiga yang sangat aktif

terhadap berbagai kuman gram positif maupun gram negatif aerobik. Waktu

paruh plasma sekitar 1 jam dan tiap 6 sampai 12 jam. Metabolitnya adalah

desasetilsefotaksim yang kurangaktif. Dosis yang digunakan untuk dewasa

adalah 1-2 g/6-12 jam.

2. Antiemetik

Ondansetron5

14

Page 14: PresKas Anestesia

Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif.

Penggunaan Ondansetron adalah mencegah dan mengobati mual dan muntah

pasca bedah. Diberikan dengan cara IV secara lambat, 4 mg, tanpa diencerkan

dalam 1-5 menit. Jika perlu dosis dapat diulang. Awitan aksi terjadi dalam

waktu <30 menit, dengan lama aksi 12-24 jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, Sulistia G., dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Jakarta. FKUI. 2005

15

Page 15: PresKas Anestesia

2. Mangku, Gde, Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan

Reanimasi, Jakarta. PT. Macanan Jaya Cemerlang. 2010

3. A.Latief, Said.. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua, Jakarta. Bagian

Farmakologi dan Terapi Intensif FKUI. 2001

4. Gunawan, Sulistia Gan., dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta. FKUI. 2009

5. Omoigui, Sota. Buku Saku Obat- obatan Anestesia Edisi II, Jakarta. EGC. 1997

16