presus spinal anestesia

36
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN   Nomor CM : 411812  Tanggal operasi : 6 Mei 2013   Nama pasien : Ny. Elly Wahyuni  Alamat : Citarum 3 No. 7 Begkulu  Umur : 47 tahun  Jenis kelamin : Perempuan II. ANAMNESIS Tanggal 5 Mei 2013, pukul 17:30 WIB  Keluhan utama : Nyeri perut sebelah kanan  Keluhan tambahan : tidak ada  Riwayat penyakit sekarang  Pasien dirawat di RSPAD Gatot Soebroto 1 hari yang lalu, pasien tidak dalam keadaan demam, tidak mual, tidak muntah, tidak batuk pilek, tidak nyeri dada, dan sedikit cemas. Tidak ada gigi palsu, tidak ada alergi obat, dan makanan.  Riwayat penyakit terdahulu a. Riwayat hipertensi : (+) dengan pengobatan amlodipin 1x5 mg P.O serta Lipitor 1x1 P.O  b. Riwayat kencing manis : disangkal c. Riwayat penyakit jantung : disangkal d. Riwayat asma : disangkal e. Riwayat sakit kejang : disangkal f. Riwayat penyakit kuning : disangkal g. Riwayat alergi : Alergi udang

Upload: wagigtn

Post on 30-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

y

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 1/36

BAB I

LAPORAN KASUS 

I.  IDENTITAS PASIEN

   Nomor CM : 411812

  Tanggal operasi : 6 Mei 2013

   Nama pasien : Ny. Elly Wahyuni

  Alamat : Citarum 3 No. 7 Begkulu

  Umur : 47 tahun

  Jenis kelamin : Perempuan

II.  ANAMNESIS

Tanggal 5 Mei 2013, pukul 17:30 WIB

  Keluhan utama : Nyeri perut sebelah kanan

  Keluhan tambahan : tidak ada

  Riwayat penyakit sekarang 

Pasien dirawat di RSPAD Gatot Soebroto 1 hari yang lalu, pasien tidak dalam

keadaan demam, tidak mual, tidak muntah, tidak batuk pilek, tidak nyeri dada,

dan sedikit cemas. Tidak ada gigi palsu, tidak ada alergi obat, dan makanan.

  Riwayat penyakit terdahulu

a.  Riwayat hipertensi : (+) dengan pengobatan amlodipin 1x5 mg

P.O serta Lipitor 1x1 P.O

 b.  Riwayat kencing manis : disangkal

c.  Riwayat penyakit jantung : disangkal

d.  Riwayat asma : disangkal

e.  Riwayat sakit kejang : disangkal

f.  Riwayat penyakit kuning : disangkal

g.  Riwayat alergi : Alergi udang

Page 2: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 2/36

  Riwayat penyakit keluarga

a.  Riwayat hipertensi : disangkal

 b.  Riwayat kencing manis : disangkal

c.  Riwayat jantung : disangkal

d.  Riwayat asma : disangkal

  Kebiasaan

a.  Merokok : disangkal

 b.  Menkonsumsi alkohol : disangkal

  Riwayat operasi dan anestesi

Riwayat operasi 2010 dengan bius umum, tidak ada komplikasi 

III. 

PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum

Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4M6V5 = 15)

BB : 61 kg

Tinggi badan : 156 cm

2. Vital sign

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 92 x/menit, regular dan tegangan cukup

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,40C per axilla

3. Status Generalis

Kepala : Normocephal, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik(-),

 buka mulut > 2 jari, gigi palsu (-), gigi goyang (-), Malampati

II.

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-), pergerakan leher 

maksimal, thiromental > 3 jari

Thorax : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Suara napas vesikuler, ronki (-/-), whezzing (-/-)

Abdomen :

I : Dinding perut datar 

Page 3: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 3/36

A : Bising usus (+) normal

P : Timpani seluruh lapang perut

P : Nyeri tekan (+) kiri atas

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), capilary refil <2 detik 

Ruas tulang belakang : Bentuk, postur, dan gerakan dalam batas normal.

Scoliosis (-)

4. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan laboratorium (05-05-13)

Jenis Pemeriksaan  Hasil  Nilai Rujukan 

Hematologi 

Hemoglobin 13,7 12-16 g/dl

Hematokrit 39 37-43

Eritrosit 5,00 4,3-6,0j t/ul

Leukosit 9.300 5000- 10000 /ul

Trombosit 282.000 150000- 450000 /ul

Kimia Klinis 

Glukosa sewaktu 156 80-120 mg/dL

Glukosa puasa 95 70-100 mg/dL

Glukosa 2 jam PP 130 70-140 mg/dL

Cholesterol 191 <200 mg/dL

Trigliserida 135 60-150 mg/dL

HDL 45 49-74 mg/dL

LDL 125 <130 mg/dL

SGPT 12 <41

SGOT 15 <42

Ureum 43 20-50

Kreatinin 1,3 0,5-1,5 mg/dL

Hematologi 

Page 4: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 4/36

Bleeding time 2'00" 1 — 3 menit

Clotting time 4'00" 1 — 6 menit

  Radiologi

o  Foto thorax :

-  Cor : CTR > 50 %, , aorta tidak membesar 

-  Pulmo : dalam batas normal, kedua hilus tidak menebal,

tidak tampak infiltrat di kedua lapangan paru. 

o  Foto BNO : Kesan Susp. Urolithiasis Sinistra

  EKG : dalam batas normal 

IV.  DIAGNOSA KERJA

Batu Ureter Proximal Sinistra

V.  DIAGNOSA ANASTESI

ASA II : dengan hipertensi grade I terkotrol dan kardiomegali 

VI.  RENCANA PEMBEDAHAN 

Ureterorenoscopy sinistra k/p DJ STENT

VII.  RENCANA ANESTESI 

Anestesi regional dengan teknik spinal blok 

VIII.  KESIMPULAN

Pasien seorang perempuan berusia 47 tahun, status fisik ASA II dengan diagnosis

Batu Ureter Proximal Sinistra akan dilakukan tindakan Ureterorenoscopy sinistra

k/p DJ STENT dengan rencana anestesi regional dengan teknik spinal blok.

Page 5: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 5/36

I. PERSIAPAN PRE-OPERATIF

A. Persiapan pasien

Di ruang perawatan (5 Mei 2013)

1.  Pengcekan Informed consent dan surat persetujuan operasi yang sudah

ditandatangani oleh pasien/keluarga.

2.  Anamnesis pasien yang meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat

 penyakit, riwayat kebiasaan, dan riwayat penyakit kelarga, dll.

3.  Pemeriksaan fisik di ruang perawatan berupa kesadaran pasien dan tanda vital,

status generalis.

4.  Pasien dipuasakan sejak pukul 22:00 WIB tanggal 5 mei 2013.

Di ruang persiapan (6 Mei 2013)

1. Identifikasi pasien

2. Pasien masuk kamar persiapan dengan memakai baju operasi yang disediakan.

3. Pasien masuk ke kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi, segera

memasang EKG, manset, saturasi, infus, dan kanulasi.

4. Monitoring tanda vital dan saturasi pasien.

B. Persiapan Alat Anestesi

1.  Persiapan Alat intubasi (STATICS)

S (Scope) : Laringoscope, blade, dan stetoscope

Page 7: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 7/36

I (Introducer): mandrin/stilet, spuit 10 cc, dan jelly

C (connector): penyambung antar pipa dan peralatan anestesia

S (suction) : penyedot lendir dan ludah

2.  Persiapan Alat monitoring

a.  Mesin anestesi 

- Komponen I : Sumber gas, flowmeter dan vaporizer 

- Komponen II : Sirkuit napas / system ventilasi yaitu open , semi open,

semiclose

- Komponen III : Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu

sungkup muka dan pipa ombak.

Page 8: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 8/36

 b.  Elektrokardiografi ( EKG )

c.  Sfigmomanometer digital

d.  Oksimeter/saturasi

e.  Infus set dan cairan infuse

3.  Persipan Obat Anestesi

a.  TRIAS Anestesi

-  Analgetik : Bupivacain HCl 0.5%, Fentanyl, Tramadol, Pethidine,

Morfin

-  Hipnotik-Sedatif : Propofol dan Midazolam HCL

-  Muscle Relaxan : Atracurium Besylate

 b.  Obat emergency 

-  Adrenalin, Sulfas Atropin, Ephedrin

c.  Anti emetik 

-  Ondansentron

d.  Antibiotik 

-  Cefriaxone

e.  Spinal anestesi KIT

II. INTRA-OPERATIF

1.  Pelaksanaan Spinal Anestesi

2.  Monitoring Tanda Vital dan Saturasi

3.  Monitoring Resusitasi Cairan

Berat Badan : 61 Kg

a.  Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam

= (10x4)+(10x2)+(41x1)cc/kg/jam

= 101 cc/jam

 b.  Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa

= 101 cc/jam x 8 jam

= 808 cc

c.  Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi

= 61 kg x 4 cc/kgbb = 244cc

Page 9: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 9/36

 Pemberian Cairan Pada Operasi ini

Pada jam I

= 50% (P) + M + O

= 50% (808) + 101+ 244

= 749 cc

Pada jam II

= 25%(P) + M + O

= 25% (808) + 101 + 244

= 547 cc

Pada jam III

= 25%(P) + M + O

= 25% (808) + 101 + 244

= 547 cc

III. POST-OPERATIF

1.  Monitoring Tanda Vital dan Aldrette Score di Recovery Room

2.  Mempersiapkan pasien kembali ke ruang perawatan

Page 10: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 10/36

BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA 

Blokade spinal, kaudal, dan epidural pertama kali digunakan untuk prosedur 

 pembedahan pada abad ke 20. Blok sentral tersebut secara luas digunakan sebelum

tahun 1940 sampai meningkatnya laporan terjadinya gangguan neurologis permanen.

Akan tetapi, suatu penelitian epidemiologis yang besar tahun 1950 menunjukkan

 bahwa sesungguhnya komplikasi jarang terjadi bila blok dilakukan dengan teknik 

yang benar dengan perhatian pada sepsis dan penggunaan obat anestesi lokal yang

lebih aman.1 

Blokade spinal, epidural, dan kaudal disebut juga sebagai anestesi neuroaxial.

Setiap blok tersebut dapat dilakukan dengan suntikan tunggal atau dengan kateter 

supaya dapat dilakukan suntikan intermiten atau kontinu. Anestesi neuroaxial secara

luas menambah persenjataan ahli anestesi dan merupakan alternatif dari anestesi

umum. Dapat juga digunakan secara simultan dengan anestesi umum atau setelah

anestesi umum untuk pengelolaan nyeri pascabedah serta untuk pengelolaan nyeri

akut dan nyeri kronis.1 

Blokade neuroaxial dapat dilakukan dengan aman bila dikelola dengan baik,

akan tetapi, tetap mempunyai resiko untuk terjadi komplikasi. Reaksi buruk dan

rentang komplikasi dimulai dari yang sembuh sendiri sampai terjadi kerusakan saraf 

 permanen dan kematian. Karena itu praktisi harus mempunyai pengertian yang baik 

tentang anatomi, familier dengan farmakologi dan dosis toksik dari obat yang

digunakan, teknik yang steril dan mampu mengantisipasi dan dengan cepat

mengobati perubahan fisiologi yang terjadi.1 

I.  ANATOMI

1.  Tulang Punggung (Kolumna vertebralis)

Kolumna vertebralis terdiri atas : 7 vertebra servikal, 12 vertebra thorakal, 5

vertebra lumbal, 5 vertebra sakral, dan 4 vertebra koksigeal.1,2

 

Page 11: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 11/36

 

2.  Peredaran darah

Medula spinalis diperdarahi oleh a. Spinalis anterior dan a. Spinalis posterior 

yang berjalan secara longitudinal bersama medula spinalis.2

Page 12: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 12/36

3.  Lapisan jaringan punggung

Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus :

kulit subkutis lig. Suspensorium -> lig. Interspinosum lig flavum  

ruang epidural duramater  ruang subaraknoid.2 

4.  Medula spinalis

Medula spinalis normalnya memanjang dari foramen magnum sampai setinggi

L1 pada orang dewasa. Pada anak-anak medula spinalis berakhir pada L3,

tetapi akan bertambah naik ke kranial seiring dengan pertambahan usia. Serat

saraf anterior dan posterior setiap level spinal berhubungan satu dengan yang

lainna dan keluar melalui foramina intervertebralis dari C1 sampai S5. Di

level servikal, serat saraf muncul dari ruas vertebrae di atasnya, tetapi mulai

T1 serat araf ini keluar dari ruas tulang belakang di sebelah bawahnya.Sehingga terdapat 8 serat saraf yang keluar dari 7 ruas vertebrae servikal.

Sebenarnya, pada level servikal dan bagian atas thorakal, serat saraf yang

keluar dari medula spinalis hampir setinggi atau dekat dengan tempat

keluarnya di foramen vertebralis. Karena medula spinal yang paling bawah

Page 13: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 13/36

 berbentuk  cauda equine (ekor kuda). Oleh karena itu lumbal punksi

dianjurkan dilakukan di kaudal L1 pada orang dewasa dan kaudal L3 pada

anak-anak untuk menghindari trauma medla spinal akibat jarum spinal. Sakus

duralis, ruang subaraknoid dan ruang subdural biasanya memanjang sampai

S2 pada orang dewasa dan sering S3 pada anak-anak. Walaupun begitu,

anestesia kaudal pada anak-anak tetap beresiko masuknya obat ke ruang

subarakhnoid dibandingkandengan orang dewasa.3

Page 14: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 14/36

 

5.  Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan Serebrospinal adalah produk ultrafiltrasi plasma yang dihasilkan oleh

 pleksus koroideus lateral, ventrikel III, dan IV. Cairan ini diserap oleh vili

arakhnoidea dalam kranium, dengan kecepatan penyerapan normalnya sama

dengan kecepatan produksinya, yaitu sebanyak 0,35 mL/menit atau kurang

lebih 500 mL/hari. Total volume cairan serbrospinalis adalah 120 sampai 150

mL. Tekanan cairan serebrospinalis normalnya pada daerah lumbal adalah

 pada posisi pasien horisontal adalah 60 sampai 80 mmH2O. Berat jenis cairan

serebrospinalis ini adalah 1,0006 ± 0,0003 pada suhu 37o

Celsius.3

II.  Fisiologi anestesi spinal

Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan

memblok konduksi impulse saraf walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok 

disbanding yang lain. Ada 3 klas syaraf, yaitu motoris, sensorys dan autonomic.

Page 15: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 15/36

Stimulasi saraf motorik menyebabkan kontraksi otot dan ketika itu diblok akan

menyebbakan paralisis otot. Saraf sensory mentransmisikan sensasi seperti nyeri dan

sentuhan ke spinal cord dan dari spinal cord ke otak. Dan saraf autonomic

mengontrol pembuluh darah, heart rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak 

disadari.

Secara umum pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf 

simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan

tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar 

(vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya

kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan

urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.

III.  SPINAL ANESTESIA

1.  Mekanisme Kerja

Tempat kerja utama dari blokade neuroaxial adalah nerve root/radiks saraf. Obat

anestesi lokal disuntikkan ke CSF (spinal anestesi) atau ruangan epidural ( epidural

dan caudal anestesi) dan merendam root nerve di ruang subarachnoid atau ruang

epidural. Suntikan langsung obat anestesi lokal kedalam CSF untuk spinal anestesi

membutuhkan jumlah volume dan dosis yang relatif kecil dibandingkan dengan

epidural dan kaudal anestesia. Blokade transmisi neural (konduksi) dari serabut nerve

root posterior memblok sensasi somatik dan visceral, sedangkan blokade nerve root

anterior mencegah outflow otonom dan eferent motoris.1 

Blokade Somatik 

Dengan menghentikan transmisi stimuli nyeri dan menghilangkan tonus otot

skelet, blokade neuroaxial dapat memberikan kondisi pembedahan yang ekselen.

Blokade sensoris menghambat nyeri somatik dan visceral, sedangkan blokade motoris

menyebabkan relaksasi otot skelet. Efek obat anestesi lokal pada serabut saraf 

 bervariasi bergantung pada ukuran serabut saraf, bermielin, dan konsentrasi serta

Page 16: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 16/36

lamanya kontak. Akar nerves spinalis terdiri dari gabungan bermacam serabut saraf.

Serabut yang lebih kecil dan bermielin umumnya lebih mudah diblok daripada

serabut saraf yang lebih besar dan tidak bermielin. Kenyataan bahwa konsentrasi obat

anestesi lokal menurun dengan meningkatnya jarak dari level penyuntikan,

menerangkan fenomena perbedaan blokade.1 

Blokade Otonom 

Penghentian transmisi otonom pada radiks saraf spinal dapat menimbulkan

 blokade saraf simpatis dan parasimpatis. Simpatic outflow dari medula spinalis

adalah di torakolumbal, sedangkan parasimpatis outflow di craniosacral.1 

2.  Indikasi2 

-  Bedah ekstrimitas bawah

-  Bedah panggul

-  Tindakan sekitar rektum-perineum

-  Bedah obstetri-ginekologi

-  Bedah urologi

-  Bedah abdomen bawah

-  Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasikan dengan

anestesia umum ringan

3.  Kontraindikasi2,3

 

AbsolutInfeksi pada tempat suntikan

Pasien menolak 

Koagulopati atau gangguan perdarahan lainnya

Hipovolemia berat, syok Peningkatan tekanan intrakranial

Stenosis aorta berat

Mitral stenosis beratFasilitas resusitasi minimKurangnya pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesia

Page 17: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 17/36

Relatif Sepsis

Pasien tidak kooperatif Defisit neurologis

Lesi valvula jantung stenosisDeformitas spinal beratBedah lama

Kelanan psikis

KontroversiPernah dioperasi pada tempat suntikan

Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien

Operasi yang lama, perdarahan banyak, tindakan yangmempengaruhi fungsi pernafasan

4.  Teknik Anestesia Spinal

Posisi Pasien

a.  Sitting position (posisi duduk).

Anatomi midline paling mudah bila pasien duduk dibandingkan dengan bila pasen

dalam posisi lateral decibitus, terutama pada pasien obesitas. Pasien duduk dengan

siku terletak di paha atau memeluk bantal. Fleksi spine (like a mad cat)

memaksimalkan target area antara prosesus spinosus dan membawa spine mendekati

kulit. Garis yang menghubungkan titik tertinggi krista iliaka kanan-kiri disebut GarisTuffier. Garis yang menghubungkan posterior superior spina iliaka melewati

foramina S2.1 

Page 18: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 18/36

Gambar. Sitting position for neuraxial blockade. Note an assistant helps in obtaining 

maximal spinal flexion.

Gambar. The effect of flexion on adjacent vertebrae. Posterior view (  A ). Lateral view ( B ).

Note the target area (interlaminar foramen) for neuraxial blocks increases in size with

 flexion

Page 19: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 19/36

 b.  Lateral decubitus

Banyak klinisi yang lebih menyukai posisi lateral untuk blok neuroaksial. Pasien

 berbaring pada satu sisi dengan lutut fleksi dada ditarik semaksimal mungkin kearah

dada atau abdomen, seperti posisi fetal (disebut fetal position).1 

c.  Posisi prone

Posisi ini digunakan untuk prosedur anorektal utilizing obat anestesi lokal yang

hipobarik. Keuntungannya blok ini dikerjakan pada posisi yang sama seperti posisi

untuk prosedur pembedahannya ( jackknife). Kerugian teknik ini adalah CSF tidak 

 bebas mengalir melalui jarum, maka penusukan yang tepat tidak dapat

dikonfirmasikan dengan aspirasi CSF. Posisi prone juga digunakan bila diperlukan

tuntunan flurokopi.1 

Gambar. Lateral decubitus position for neuraxial blockade. Note again the assistant 

helping to provide maximal spine flexion 

Page 20: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 20/36

 

Prosedur

a.  Posisikan pasien (duduk, lateral dekubitus, atau prone)

 b.  Identifikasi space atau celah antar ruas tulang vertebrae

c.  Pakai sarung tangan dan kemudian periksa alat alat apakah sudah dalam

kondisi steril.

d.  Ambillah obat anestesi local yang akan disuntikkan secara intratekhal dengan

 jarum suntik 5 ml dari ampul dan pstikan bahwa jarum tidak menyentuh

 bagian luar ampul yang tidak steril.

e.  Ambillah obat anestesi local yang akan digunakan untuk infiltrasi kulit

kedalam jarum suntik 2 ml.

f.  Bersihkan punggung pasien dengan kapas dan antispetik dan pastikan sarung

tangan tidak menyentuh bagian kulit yang tidak steril

g.  Carilah ruang interspinosa, mungkin akan dibutuhkan penekanan yang lebih

dalam pada pasien yang gemuk untuk menvari ruang interspinosa

Page 21: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 21/36

h.  Lakukan penyuntikan dengan menggunakan jarum spinal (MIDLINE

APPROACH/PARAMEDIAN)

MIDLINE APPROACHPendekatan ini adalah yang paling populer dan paling sering

dilakukan. Setelah celah diidentifikasi maka jarum penuntun (jika

menggunakan jarum penuntun) atau jarum berisi anestetika lokal untuk 

infiltrasi disuntikan pada garis tengah sampai kedalam jarum kira-kira

sampai di ligamentum interspinosum).

-  PARAMEDIAN

Pada pendekatan paramedian ini secara anatomi celah yang akan

dilalui oleh jarum spinal lebih besar dibandingkan dengan midline posisi

atau lokasi penyuntikan adalah 2 cm ke lateral dan 2 cm ke arah kaudal.

Pada titik ini diakukan penyuntikan dengan besar sudut 10-25 derajat dari

midline yang diarahkan ke titik seperti pada pendekatan midline. Pada

 pendekatan paramedian jarum tidak melewati ligamentum intespinosum.

Oleh karena itu identifikasi ligamentum flavum dan masuknya ujung

 jarum ke ruang epidural dengan sensasi hilang tahanan sering sulit

dibedakan dibandingkan dengan pada pendekatan midline.

i.  Gunakan introducer jika menggunakan jarum 24-25 gauge

 j.  Suntikan obat anestesi local yang sudah disiapkan kedalam tempat suntikan

yang ditentukan dengan menggunakan jarum dispossible 27-gauge, 26-gauge

atau 25-gauge.

5.  Komplikasi1 

Komplikasi yang dihubungkan dengan Perubahan Respon Fisiologi

H igh Neural B lokade 

Blokade saraf dengan level tinggi dapat terjadi baik dengan anestesi spinal atau

anestesi epidural. Pasien sering mengeluh sesak nafas dan mati rasa dan lemah pada

Page 22: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 22/36

ekstremitas atas. Mual dengan atau tanpa muntah sering terjadi mendahului hipotensi.

Harus diingat pasien harus ditenteramkan hatinya, pemberian oksigen dinaikan, serta

hipotensi dan bradikardi harus dikoreksi.

Anestesi Spinal yang menaik ke level servikal menyebabkan hipotensi berat,

 bradikardi, dan depresi nafas. Tidak sadar, apnoe, dan hipotensi akibat blok spinal

tinggi disebut sebagai high spinal atau total spinal . Hipotensi berat yang berlangsung

terus menerus dengan blok sensoris yang lebih rendah juga dapat membawa kearah

terjadinya apnoe akibat hipoperfusi batang otak.  Anterior Spinal Artery Syndrome 

telah dilaporkan terjadi setelah anestesi neuroaksial, mungkin disebabkan hipotensi

 berat yang lama bersama-sama dengan peningkatan tekanan intraspinal.

Terapi untuk blok neuroaksial tinggi adalah mempertahankan airway dan ventilasi

adekuat dan support sirkulasi. Bila terjadi depresi nafas, tambahan dari suplement

oksigen adalah mungkin diperlukan melakukan assisted ventilasi, intubasi, dan

ventilasi mekanis. Hipotensi diterapi dengan pemberian cepat cairan intavena, posisi

head down, dan pemberian vasopressor secara agresif. Epinefrin harus segera

digunakan bila efedrin atau penilefrin tidak berefek. Bradikardi harus segera diterapi

dengan sulfas atropin. Efedrin atau epinefrin juga dapat meningkatkan denyut

 jantung. Kalau pengendalian hemodinamik dan respirasi segera tercapai dan dapat di

maintenance setelah high atau total spinal , operasi dapat diteruskan.

Cardiac Arrest selama Anestesi Spinal 

Banyak klinisi percaya bahwa penyebab henti jantung adalah oversedasi dan

hipoventilasi yang tidak terdeteksi. Suatu pengujian yang baru pada masalah ini

menunjukkan respons vagal dan penurunan preload merupakan faktor kunci dan

menyokong bahwa pasien dengan tonus vagal yang tinggi beresiko untuk terjadinya

henti jantung. Pemberian cairan profilaksis dianjurkan dan terapi dini dan segera dari

 bradikardi dengan vagolitik (atropin) dan bila diperlukan diikuti dengan efedrin dan

epinefrin.

Page 23: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 23/36

Retensi Ur ine 

Blokade radiks saraf S2-S4 dengan obat anestesi lokal menurunkan tonus vesica

urinaria dan menghambat refleks kencing. Harus dipasang kateter urine untuk semua

 pasien yang dilakukan neuroaksial blok. Kalau kateter tidak dipasang, diperlukan

monitoring ketat untuk melihat pasien sudah bisa kencing. Disfungsi vesica urinaria

yang menetap dapat terjadi sebagai komplikasi serius cedera neuron.

Komplikasi yang dihubungkan dengan Pemasangan Jarum atau Kateter1 

Anestesi atau Analgesi Tidak Adekuat 

Sama dengan teknik anestesi regional lainnya, blokade neuroaksial adalah teknik 

‘blind” yang mengandalkan dari tanda tidak langsung dari penempatan jarum yang

tepat. Hal ini tidak aneh, bila dihubungkan dengan kegagalan kecil tapi signifikan

yang berbanding terbalik dengan pengalaman klinisinya. Target anestesi spinal (ada

aliran CSF) lebih pasti daripada loss of ressistance. Kegagalan masih bisa terjadi

walaupun nyata keluar CSF yang dapat disebabkan karena pergerakan jarum selama

 penyuntikkan, ujung jarum yang tidak lengkap masuk ruangan subarachnoid,

suntikan subdural, atau hilangnya potensi obat anestesi lokal. Larutan tetracain bila

disimpan dalam jangka waktu lama pada temperatur tinggi akan hilang potensinya.

Sunti kan I ntravaskul er 

Suntikan obat anestesi lokal kedalam intravaskuler yang tidak disengaja untuk 

epidural atau caudal anestesi akan menyebabkan sangat tingginga level obat didalam

serum. Konsentrasi tinggi obat anestesi lokal mempengaruhi SSP (menimbulkan

kejang dan hilangnya kesadaran) dan sistem kardiovaskuler (hipotensi, aritmia,

kolaps kardiovaskuler). Disebabkan dosis obat untuk spinal anestesi relatif kecil

komplikasi ini terutama terlihat bila dilakukan anestesi epidural atau caudal. Obat

anestesi lokal mungkin disuntikan langsung kedalam pembuluh darah melaui jarum

atau kateter yang masuk kedalam darah vena.

Page 24: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 24/36

Backache 

Ketika jarum masuk menembus kulit, jaringan subkutis, otot, dan ligamen

menyebabkan tingkatan trauma jaringan yang berbeda. Suatu respons inflamasi lokal

dengan atau tanpa refleks spasme otot merupakan penyebab terjadinya backache

 pascabedah. Sakit punggung pascabedah umumnya ringan dan sembuh sendiri,

walaupun berakhir beberapa minggu. Bila diperlukan terapi, asetaminofen, NSAID,

kompres hangat atau dingin dapat menolong. Walaupun sakit punggung umumnya

 jinak, mungkin merupakan tanda klinis penting adanya komplikasi yang lebih berat

misalnya abses atau hematom epidural.

Postdural Puncture Headache 

Setiap robekan dura dapat menyebabkan Postdural Puncture Headache (PDPH).

Keadaan ini dapat terjadi setelah tusukan lumbal untuk diagnosa, mielogram, anestesi

spinal, atau suatu epidural wet tap dimana jarum epidural melalui ruangan epidural

dan masuk ruangan subarachnoid. Hal yang sama, kateter epidural menembus dura

dan menimbulkan PDPH. Khasnya, PDPH sakit kepalanya bersifat bilateral, frontral,

atau retroorbital, occipital, dan meluas keleher. Mungkin berdenyut-denyut atau

konstan dan dihubungkan dengan fotofobia dan mual. Tanda dari PDPH adalah

dihubungkan dengan posisi tubuh. Nyeri menghebat dalam posisi duduk atau berdiri

dan berkurang bila berbaring terlentang. Onset sakt kepala umumnya 12-2 jam

setelah tusukan dura, akan tetapi, dapat juga segera terlihat. Bila tidak diobati, nyeri

akan berlangsung berminggu-minggu tapi jarang memerlukan tindakan pembedahan

untuk reparasi dura.

PDPH dipercaya akibat dari bocornya CSF dari defect dura dan menurunkan

tekanan intrakranial. Hilangnya CSF lebih cepat daripada produksinya menyebabkan

traksi dari struktur yang menyokong otak, terutama dura dan tentorium. Peningkatan

traksi pada pembuluh darah juga berperanan timbulnya nyeri. Kejadian PDPH

 berhubungan secara jelas dengan ukuran jaum, tipe jarum, dan populasi. Lebih besar 

ukuran jarum, lebih besar kejadian PDPH. Ujung jarum cutting/tajam lebih besar 

kejadian PDPH dari pada pencil point dalam ukuran besar jarum yang sama. Faktor-

Page 25: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 25/36

faktor yang meningkatkan resiko PDPH antara lain umur muda, jenis kelamin wanita,

dan kehamilan. Kejadian tertinggi adalah bila terjadi tusukan dura oleh jarum

epidural pada pasien obstetri (mungkin setinggi 20-50%). Kejadian paling rendah

 pada geriatri dan memakai jarum no 27 (kejadiannya < 1%). Penelitian pasien

obstetri yang dilakukan spinal anestesi untuk SC dengan jarum kecil tipe pencil

 point, kejadian PDPH sekitar 3-4%.

Terapi konservatif seperti posisi recumbent, analgesik, pemberian cairan peroral

atau intavena, dan caffein. Mempertahankan posisi pasien supine akan menurunkan

tekanan hidrostatik dan membawa air keluar dari dural hole dan mengurangi sakit

kepala. Analgesik dapat diberikan mulai asetaminofen sampai NSAID. Hidrasi dan

caffein bekerja untuk mengstimulasi produksi CSF. Coffein juga mempunyai efek 

vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial. Feses harus lunak dan diet lunak untuk 

mengurangi mengejan Valsalva. Sakit kepala akan menetap beberapa hari meskipun

diberi terapi konservatif.

Neurological In jur y 

Mungkin tidak ada komplikasi yang lebih mengejutkan atau menyulitkan

daripada kerusakan saraf permanen setelah neuroaksial blok, setelah penyebab karena

epidural hematom atau epidural abses dikeluarkan. Radiks saraf atau medulla spinalis

mungkin telah cedera. Cedera medulla spinalis mungkin dihindari apabila blokade

neuroaksial dilakukan dibawah L1 pada dewasa atau dibawah L3 pada anak -anak.

 Neuropati perifer postoperatif dapat disebabkan karena trauma fisik langsung pada

radiks saraf. Walaupun dapat sembuh spontan, beberapa permanen. Beberapa dari

defisit dihubungkan dengan parestesi dari jarum atau kateter atau mengeluh nyeri

selama penyuntikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usaha penusukan yang

 berkali-kali pada kasus yang sulit merupakan faktor resiko. Suntikan harus segera

dihentikan dan jarum dicabut bila ada rasa sakit. Suntikan langsung pada medulla

spinalis dapat menyebabkan paraplegia. Kerusakan pada conus medularis dapat

menyebabkan disfungsi sacral yang terisolasi termasuk paralis pada biceps femoralis;

anestesi pada paha posterior, daerah sadle, ibu jari kaki, hilangnya fungsi kandung

kencing dan bowel.

Page 26: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 26/36

 

Hematoma Spinal atau Epidural 

Trauma akibat jarum atau kateter pada vena epidural sering menyebabkan

 perdarahan ringan didalam kanalis spinalis yang pada umumnya sembuh sendiri.

Spinal hematom yang jelas secara klinis dapat terjadi setelah anestesi spinal atau

anestesi epidural, terutama dengan adanya pembekuan yang abnormal atau gangguan

 perdarahan. Kejadian hematom kira-kra 1:150.000 untuk blok epidural dan 1:220.000

untuk spinal anestesi. Beberapa mempunyai hubungan dengan kesulitan teknik atau

 block yang berdarah-darah. Itu harus dicatat bahwa banyak hematom terjadi segera

setelah penarikan kateter epidural. Jadi pemasangan atau penarikan kateter 

merupakan faktor resiko.

Insult patologis pada medulla spinalis dan saraf disebabkan karena efek kompresi

dari massa pada jaringan saraf dan menyebabkan tekanan langsung dan menyebabkan

injury dan iskemia. Gejalanya adalah punggung seperti diiris dan nyeri kaki dengan

mati rasa dan kelemahan motoris dan atau disfungsi sphincter.

Meningiti s dan Arachnoiditi s 

Infeksi ruangan subarachnoid setelah neuroaksial blok adalah akibat kontaminasi

alat atau larutan yang disuntikkan, atau dari organisme dari kulit. Untungnya, hal ini

 jarang terjadi. Arachnoiditis, komplikasi neuroaksial yang jarang terjadi, dapat

infeksious atau noninfectious. Secara klinis, hal ini ditandai dengan nyeri dan

symptom neurologis lain dan pada pemeriksaan MRI terlihat adanya gumpalan radiks

saraf.

6.  Faktor yang mempengaruhi lama kerja anestesia lokal2 

Lama kerja anestesia lokal bergantung pada :

-  Jenis anestesia lokal

-  Besarnya dosis

-  Ada tidaknya vasokonstriktor 

-  Besarnya penyebaran anestetika lokal

Page 27: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 27/36

7.  Obat anestesia spinal

a.  Obat anetetik 

Bupivacaine

 Definisi

Sebuah anastesi lokal yang long-acting yang sering digunakan untuk blok 

saraf, persalinan, anestesi epidural dan anastesi subdural. Bupivakain (Rinn) adalah

obat bius lokal milik kelompok amino amida. Bupivakain adalah anestesi lokal yang

menghambat generasi dan konduksi impuls saraf. Hal ini umumnya digunakan untuk 

analgesia oleh infiltrasi sayatan bedah. Penggunaan preemptive analgesik (termasuk 

anestesi lokal digunakan untuk mengontrol nyeri pasca operasi) yaitu sebelum cedera

 jaringan, disarankan untuk memblokir sensitisasi sentral, sehingga mencegah rasa

sakit atau nyeri membuat lebih mudah untuk mengontrol. 

 Indikasi dan Penggunaan untuk Bupivakain4 

Bupivakain diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf,

epidural, dan intratekal anestesi. Bupivakain sering diberikan melalui suntikan

epidural sebelum artroplasti pinggul Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah

operasi. Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk 

memperpanjangdurasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil

untuk analgesi epidural

 Kontra Indikasi4 

Pada pasien dengan alergi terhadap obat golongan amino-amida dan anestesi

regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya

absorpsi sistemik dari obat tersebut, hati-hati terhadap pasien degan gangguan hati,

 jantung, ginjal, hipovolemik, hipotensi, dan pasien usia lanjut.

Page 28: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 28/36

 Farmakodinamik 2, 4

 

Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan untuk injeksi

spinal pada tulang belakang untuk anatesi total bagian pinggul kebawah. Bupivacaine

 bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk 

natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan

serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan

tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke

dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa

 proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal. 

Bupivacaine mempunyai lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan obat

anastesi local yang lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan

toxic pada jantung dan system saraf pusat. Pada jantung dapat menekan konduksi

 jantung dan rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia

ventrikel dan henti jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu,

kontraktilitas miokard dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan

 penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk 

eksitasi SSP (gugup, kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan

kabur, kejang) diikuti oleh mengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan

apnea).

 Farmakokinetik 4 

Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95% terikat protein

 plasma, absorpsi bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat, yaitu 0,4 mg/ml

 pada setiap 100 mg yang diinjeksikan sehingga konsentrasi maksimal di plasma sulit

dicapai. Setelah disuntikkan di ruang  subarachnoid  dosis maksimal (20 mg) akan

menghasilkan konsentrasi plasma < 0,1 mg/ml. Bupivacaine dimetabolisir oleh hepar 

menjadi 2,6 pipecolylxylidine serta derivetnya, hanya 6% yang diekskresikan dalam

 bentuk yang tak berubah.  Bupivacaine dapat menembus plasenta. Karena ikatan

 protein pada fetus kurang dibandingkan ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih

tinggi pada ibu, walaupun konsentrasi obat bebas plasma.

Page 29: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 29/36

 Mula Kerja Obat 3 

Anestesi lokal seperti bupivakain memblok generasi dan konduksi impuls saraf,

mungkin dengan meningkatkan ambang eksitasi untuk listrik pada saraf, dengan

memperlambat penyebaran impuls saraf, dan dengan mengurangi laju kenaikan dari

 potensial aksi. Bupivakain mengikat bagian saluran intraseluler natrium dan memblok 

masuknya natrium ke dalam sel saraf, sehingga mencegah depolarisasi.

Lama kerja obat1 

SHORT act  MEDIUM act  LONG act 

Prototipe  Prokain  Lidokain  Bupirokain 

Gol  Ester  Amida  Amida 

Onset  2’  5’  15’ 

Durasi  30-45’  60-90’  2-4jam 

Potensi  1  3  15 

Toksisitas  1  2  10 

Dosis max  12 Mg/KgBB  6 mg/KgBB  2 Mg/KgBB 

Metabolisme  Plasma  Liver  Liver 

 Dosis dan penggunaan1 

Dosis (mg) Lama kerja

(menit)

Obat Sediaan Perineum/

lower limb

Abdomen

 bawah

Abdomen

atas

Polos Epinefrin

Procain Larutan10%

75 125 200 45 60

Bupivacain 0,75%

dalam

8,25%

4-10 12-14 12-18 90-120 100-150

Page 30: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 30/36

dextroseTetracaine Larutan

1%

dalam

glukose10%

4-8 10-12 10-16 90-120 120-240

Lidokain 5%

dalam7,5%

glukose

25-50 50-75 75-100 60-75 60-90

Ropivacaine Larutan0,2%-

1%

8-12 12-16 16-18 90-120 90-120

1)  sudah tidak dianjurkan lagi. Harus diencerkan menjadi < 2,5%2)   pada labelnya tidak dipakai sebagai spinal anestetika

Efek Samping dan toksisitas

 Bupivacaine mempunyai ikatan dengan protein tinggi dan kelarutan dalam

lemak yang tinggi, menyebabkan tingginya durasi dan potensi kardiotoksisitasnya.

Pada konsentrasi tinggi obat anestesi local akan menghambat respirasi mitokondria

 pada sel yang mempunyai metabolisme cepat, sehingga akan menurunkan

 pembentukan ATP, efek ini tergantung pada lipofilisitas obat anestasi local, dan

bupivacaine mempunyai lipofilisitas yang tinggi, hal inilah yang menyebabkankardiotoksisitasnya tinggi. Ikatan bupivacaine  pada chanel  Na pada sistem konduksi

 jantung 100% lebih lama dibandingkan dengan lidokain, hal ini karena bupivacaine

 bersifat fast-in, slow-out terhadap chanel  Na sedangkan lidokain bersifat fast-in, fast-

out. Hal ini menyebabkan bupivacaine 9 kali lebih kardiotoksik dibandingkan

lidokain. 

Pada saat bupivacaine masuk ke sistemik, bupivacaine akan berikatan dengan

 protein. Tetapi bila tempat pengikatan protein sudah jenuh terikat dengan

bupivacaine,  penambahan dosis bupivacaine secara cepat akan menimbulkan

toksisitas. Sehingga toksisitas bupivacaine sering muncul sebagai neurotoksisitas

 stimulaneus (kejang) terlebih dahulu sebelum akhirnya muncul kardiotoksisitas.

Kardiotoksisitas yang muncul berupa fibrilasi ventrikel dan high-grade conduction

Page 31: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 31/36

block . Resusitasi sangat sulit untuk berhasil (sekitar 70% mortalitas, separuh dari

yang selamat dengan disabilitas jangka panjang).

Efek samping pada kardiovaskuler dapat berupa efek toksik konsentrasi bupivacaine plasma yang tinggi, sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa hipotensi

kerena relaksasi otot polos arteriol dan depresi langsung pada miokard, sehingga

menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan cardiac output . 

b.  Opioid

Tramadol4,5

 

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikatsecara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat

sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat

 pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang,

akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan

 bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin

dengan waktu 6,3 – 7,4 jam.

 Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca

 pembedahan.

 Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :

•  Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan

nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang

waktu 4 – 6 jam.

•  Dosis maksimum 400 mg sehari.

•  Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita

gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50  – 100

mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

•  Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.

 Efek samping 

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritis,

Page 32: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 32/36

 berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi

c.  Antiemetik 5 

Ondansetron 

Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif.

Penggunaan Ondansetron adalah mencegah dan mengobati mual dan muntah pasca

 bedah. Diberikan dengan cara IV secara lambat, 4 mg, tanpa diencerkan dalam 1-5

menit. Jika perlu dosis dapat diulang. Awitan aksi terjadi dalam waktu <30 menit,

dengan lama aksi 12-24 jam. 

Page 33: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 33/36

BAB III 

PEMBAHASAN

 Ny. EW, 47 tahun, BB 61 kg, TB 156 cm, didiagnosis Batu ureter proximal

sinistra. Dari hasil anamnesa pasien mempunyai riwayat hipertnsi dengan pengobatan

amlodipin 1x5 mg PO dan lipitor 1x1 PO. Keluahan seperti batuk, ilek, sesak napas,

demam, dan nyeri dada disangkal. Riwayat penyakit kencing manis, asma, disangkal.

Pasien mengaku mempunyai riwayat alergi terhadap udang, dan riwayat operasi

dengan bius total, tidak ada komplikasi post operasi. Dari hasil pemeriksaan tanda

vital dalam batas normal. Pemeriksaan head to toe didapatkan kepala dalam batas

normal, leher dalam batas normal, thorax dalam datas normal, abdomen dalam batasnormal, ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan adanya scoliosis. Kesan

 pasien dengan ASA II, dengan hipertensi terkontrol dan kardiomegali.

Proses anestesi untuk tindakan operasi pada pasien ini menggunakan anestesi

regional menggunakan teknik anestesi spinal sesuai dengan indikasi dari pasien.

Spinal anestesi paling baik digunakan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,

 panggul, dan perineum. Tidak ditemukan kontraindikasi baik yang relatif maupun

absolut dari pasien sehingga teknik anestesi spinal merupakan pilihan yang cocok 

Pre Operatif 

Persiapan pra operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian dan

 persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan

 persiapan pasien di antaranya meliputi :

a.  Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat

 b.  Informasi

1)  Riwayat alergi obat, hipertensi, diabetes mellitus, operasi

sebelumnya, asma

2)  Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

Page 34: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 34/36

3)  Menilai daerah sekitar tempat tusukan apakah akan menimbulkan

kesulitan, misalnya ada kelainan tulang punggung dan sebagainya.

4)  Menilai tanda-tanda vital

5)  Edukasi makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung

karena regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)

c.  Persiapan informed concent , suatu persetujuan medis untuk mendapatkan

ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan

anestesi dan operasi.

Intra Operatif 

1.  Pelaksanaan Spinal Anestesi

2.  Monitoring Tanda Vital dan Saturasi

3.  Monitoring Resusitasi Cairan

Berat Badan : 61 Kg

d.  Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam

= (10x4)+(10x2)+(41x1)cc/kg/jam

= 101 cc/jam

e.  Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa

= 101 cc/jam x 8 jam= 808 cc

f.  Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi

= 61 kg x 4 cc/kgbb = 244cc

 Pemberian Cairan Pada Operasi ini

Pada jam I

= 50% (P) + M + O

= 50% (808) + 101+ 244

= 749 cc

Pada jam II

= 25%(P) + M + O

= 25% (808) + 101 + 244 = 547 cc

Page 35: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 35/36

Pada jam III

= 25%(P) + M + O

= 25% (808) + 101 + 244

= 547 cc

Post operatif 

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post

operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat setiap 15 menit, meliputi

vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 4-

6 liter/menit. Pada saat diberikan analgetik tramadol 100 mg dan pethidin 25

mg pasien mengelu mual dan pusing.

Saat masuk ke recovery room hasil Aldrrete score didapatkan nilai 9. Setelah

kondisi stabil dan nilai Aldrrete score 10 pasien dipindahkan ke ruang

 perawatan.

Instruksi Pasca Bedah

-  Bila kesakitan : tramadol dan pethidin diganti dengan paracetamol

3x500 mg PO-  Bila mual/muntah : diberikan Ondansetron 3x4 mg IV

-  Antibiotik : Ceftriaxone 1x2 gr 

-  Infus : Ringer Laktat 20 tetes/menit

-  Minum : pasien dapat langsung minum, bila tidak mual dan muntah

 pasien dapat makan seara bertahap

-  Pemantauaan tanda vital di ruang perwatan dilakukan setiap 60

menit sekali selama 4 jam

-  Lain-lain : pasien tidak boleh duduk atau berdiri selama 24 jam

Page 36: Presus Spinal Anestesia

7/15/2019 Presus Spinal Anestesia

http://slidepdf.com/reader/full/presus-spinal-anestesia 36/36

DAFTAR PUSTAKA 

1.  Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clincal Anesthesiology, 4th

ed. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006,289-323

2.  Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis

Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.

3.  Sukmono R. Besthadi. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.

4.  Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement

Farmakologi dan Terapeutik Ed

5 farmakologi dan Terapi. Jakarta :

Gaya Baru ; 2007

5.  Sensorcaine Marcaine, 2012. Bupivacaine. Medsacape. Diunduh

dari : http://reference.medscape.com/drug/marcaine-sensorcaine-

bupivacaine-343360#0. [Pada tanggal 13 mei 2013]