referat print.docx

Upload: enggar-shafira-agriska

Post on 08-Mar-2016

242 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

REFERATANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON

Disusun oleh :

Dani Ibrahim H1F011059

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEOLOGIPURWOKERTO2015

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON

Disusun Oleh

DANI IBRAHIMH1F011059

Diajukan sebagai salah satu syarat akademik pada Pendidikan Strata Satu (S1)Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Dosen PembimbingPada Tanggal :

Dosen PembimbingREFERAT

Eko Bayu Purwasatriya,S.T.,M.Si.NIP 19780518 200812 1 004KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Alloh Subhanahu Wataala atas segala taufik, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan makalah dimaksudkan untuk memenuhi mata kuliah Referat di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman.Terselesaikannya laporan ini tidak lepas dari peran serta semua pihak yang turut membantu. Untuk itu, rasa terima kasih yang mendalam, penulis sampaikan kepada : Bapak Eko Bayu Purwasatriya, S.T., M.Si selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Referat ini, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan Adik, atas doa restu, dukungan moral dan spiritual sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Semua teman-teman Teknik Geologi Angkatan 2011 (Euhedral) yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis selama menyelesaikan makalah sebagai tugas referat ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu dalam penulisan makalah dilain waktu. Semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Purbalingga, Januari 2015

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Petroleum Sistem.8Gambar 2.Diagram Alir.14Gambar 3 Pembacaan hasilrock- eval pyrolisis27Gambar 4.Diagram van Krevelen29Gambar 5. Evolusi Material Organik30Gambar 6. Grafik Kematangan Hidrokarbon 31Gambar 7 Nilai vitrinite reflectance berbagai kerogen34

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Warna Spora28Tabel 2. Potensi Batuan Induk Berdasarkan HI (Waples 1985)25

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiLEMBAR PENGESAHAN. 1KATA PENGANTAR2DARTAR GAMBAR3DAFTAR TABEL4DAFTAR ISI5BAB I PENDAHULUANI.1 Latar Belakang 6I.2 Maksud dan Tujuan7I.3 Manfaat7BAB II DASAR TEORIII.1 Petroleum System8II.2 Aplikasi Geokimia13BAB III METODOLOGIIII.1 Metode14III. 2 Tahapan Penulisan15BAB IV PEMBAHASANIV.1 Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk17IV.2 Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)21IV.3 Analisa Pantulan Vitrinit22IV.4 Analisa Indeks Warna Spora24IV.5 Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)26IV.6 Metode Evaluasi Type Material Organik32BAB V Kesimpulan 37DAFTAR PUSTAKA39

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan dasar dalam industri di seluruh dunia, tetapi bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam (SDA) yang tidak dapat diperbarui. Kebutuhan bahan bakar minyak baik dalam bidang industri maupun transportasi semakin hari semakin meningkat karena mesin-mesin tersebut membutuhkan bahan bakar minyak. Suatu saat cadangan sumber daya alam yang berupa minyak akan habis karena dikonsumsi secara terus-menerus. Krisis bahan bakar minyak menuntut adanya upaya untuk mencari alternatif bahan bakar cair lain. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin meningkat sementara produksi minyak akan semakin berkurang, perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi memerlukan suatu usaha pencarian prospek lapangan hidrokarbon baru serta meningkatkan dan mempertahankan angka produksi lapangan-lapangan yang telah ada. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini memungkinkan dilakukannya penerapan berbagai konsep pengetahuan geologi dan geokimia dalam mengevaluasi batuan induk penghasil hidrokarbon beserta minyak dan gas bumi yang dapat menjawab proses terbentuknya minyak pada suatu cekungan hidrokarbon. Eksplorasi minyak dan gas bumi selalu berfokus utama kepada evaluasi di reservoir dan trap, sedangkan evaluasi pengisian hidrokarbon meliputi evaluasi pada dapur hidrokarbon dan migrasinya sering disederhanakan atau kurang diperhatikan, padahal evaluasi ini bisa menjawab waktu (kapan) dan jumlah minyak yang terbentuk pada suatu cekungan hidrokarbon (Awang, 2010). Evaluasi ini menerapkan ilmu geokimia minyak dan gas bumi yang menggunakan prinsip kimia organik untuk mempelajari asal-mula, kematangan, migrasi, dan akumulasi hidrokarbon yang dikaitkan dengan eksplorasi migas berkelanjutan (Hunt, 1996). Hal inilah yang menjadi topik utama pada penelitian ini.Analisis geokimia difokuskan pada dua objektif pemikiran, yaitu untuk mengevaluasi sumber potensial hidrokarbon dari sebuah batuan, atau untuk mengkarakteristik contoh batuan tertentu berdasarkan karakteritik kimianya, dengan maksud berusaha untuk mengkorelasikannya dengan contoh batuan lain. Evaluasi sumber potensial hidrokarbon setidaknya harus menyediakan tiga data, diantaranya adalah data kuantitas (quantity), kualitas/tipe (quality/type), dan kematangan (maturity) material organik yang terdapat dalam batuanI.2 Maksud dan TujuanPenelitian dimaksudkan untuk menyelesaikan mata kuliah Referat yang merupakan salah satu syarat kurikulum pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman. Sedangkan, tujuan dari penyusunan makalah ini diantaranya adalah : 1. Mengetahui Metode Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk2. Mengetahui Metode Analisa Pantulan Vitrinit3. Mengetahui Metode Analisa Indeks Warna Spora4. Dapat Mengidentifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)5. Mengetahui Metode Evaluasi Type Material OrganikI.3 ManfaatPenelitian ini ditinjau dari sisi penulis berguna untuk menambah wawasan akan kajian Geokimia Minyak Bumi dan Gas dalam eksplorasi Migas, peranan dan aplikasi geokimia dalam kegiatan eksplorasi. Selain itu, kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai konsep geokimia hidrokarbon dalam eksplorasi minyak dan gas (migas).

BAB IIDASAR TEORI

II.1Petroleum System Keterdapatan hidrokarbon di suatu lokasi atau wilayah, tergantung kepada beberapa parameter, yang merupakan suatu kesatuan utuh yang dikenal sebagai petroleum system. Petroleum System merupakan sebuah sistem geologi terintegrasi yang menghasilkan suatu hidrokarbon baik berupa minyak bumi maupun gas bumi dan merupakan suatu sistem geologi terintegrasi mengenai jebakan hidrokarbon dan konsentrasi hidrokarbon itu sendiri.Parameter dalam sebuah Petroleum System diantaranya:

Gambar 1. Petroleum System

1. Batuan Induk (Source Rock)Batuan Induk adalah suatu batuan sedimen yang sedang, akan atau telah menghasilkan hidrokarbon. Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan pada lingkungan marin. Pembentukannya tergantung pada tiga faktor: Keberadaan akan bahan organik untuk menghasilkan hidrokarbon Temperatur yang sesuai Waktu yang cukup untuk pendewasaan batuan induk Tekanan dan kandungan bakteria dan katalisSedangkan untuk pengindentifikasi dari batuan induk mempunyai kriteria standar, yaitu:a. TOC (Total Organic Carbon)Total organik karbon (TOC) adalah jumlah karbon yang terikat dalam suatu senyawa organik dan sering digunakan sebagai indikator tidak spesifik dari kualitas air atau kebersihan peralatan pabrik farmasi. Analisis khas untuk mengukur TOC total karbon sekarang serta karbon anorganik (IC). Mengurangkan anorganik karbon dari hasil karbon total TOC. Varian umum lainnya meliputi analisis TOC mengeluarkan bagian IC terlebih dahulu dan kemudian mengukur sisa karbon. Metode ini melibatkan membersihkan sebuah diasamkan sampel dengan udara bebas karbon atau nitrogen sebelum pengukuran, dan lebih tepat disebut purgeable non-organik karbon (NPOC).b. EOM (Extractable Organic Matter)EOM atau zat organik yang dapat diekstraksikan (extractable organic matter), merupakan hidrokaron dan nonhidrokarbon yang dapat dilarutkan dalam CS2 atau bitumina. Volume dan sifat dari EOM menunjukkan sifat batuan induk. Pada umumnya ekstrak dari batuan induk susunan kimianya harus mengandung susunan utama dari minyak mentah.c. CPI (Carbon Preference Index)Indikator kematangan yang pertama berlaku untuk sedimen adalah CPI. Awal penyelidikan menunjukkan batu yang belum matang itu sering mempunyai CPI tinggi senilai(> 1.5), sedangkan yang brminyak hampir selalu di bawah 1.2. Penemuan ini mendorong penggunaan CPI sebagai suatu indikator kematangan. Kemudian telah disadari bahwa penurunan CPI dengan terus meningkat kematangan tergantung pada jenis material organik yang muncul di kematuran tersebut. Di dalam kasus tertentu, batu menyimpan lingkungan pelagic, di mana masukan dari terestrial lipids adalah sangat terbatas, mempunyai nilai CPI rendah bahkan ketika belum matang.

d. CIR (Carbon Isotope Ratio)Data isotop karbon digunakan untuk alasan yang sama persis yang kita gunakan oksigen data isotop: untuk mencari tahu dari mana atom dalam objek tertentu (misalnya, hewan atau tumbuhan) berasal, dan apa sejarah mereka telah. Sejarah atom karbon dalam organisme hidup melibatkan bagaimana organisme diperoleh atom karbon tersebut. Untuk tanaman, ini berarti bagaimana reaksi fotosintesis mereka bekerja, untuk hewan yang mereka telah makan. Catatan karbon isotop dalam karbonat (batugamping, fosil) yang menarik bagi paleoceanographers karena mereka membantu memahami fungsi siklus karbon selama sejarah bumi, dan melalui siklus karbon, sejarah biosfer.e. LOM (Level of thermal Maturity)Penentuan tingkat kematangan termal bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu sumur minyak bumi untuk dieksploitasi, karena masih banyaknya sumur-sumur baru yang belum dieksploitasi di daerah tertentu.2. Batuan ReservoarBatuan Reservoar yaitu suatu wadah yang berisi dan jenuh oleh minyak dan gas bumi yang pada umumnya berupa lapisan batuan yang mempunyai sifat phorus dan permeable yang tinggi yang terdapat diantara butiran mineral datau dapat pula di dalam suatu rekahan batuan yang mempunyai porosits rendah. Batuan reservoar biasanya berupa batuan sedimen, sebagai contoh batupasir, batupasir kuarsa, batupasir greywacke.3. JebakanJebakan itu suatu unsur pembentuk reservoir yang bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya berbentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gas bumi berada di bagian teratas reservoir. Terdapat 3 tipe jebakan minyak bumi, antara lain:a. Structural traps, dimana jebakan dihasilkan oleh deformasi dari b. Stratigraphic trapsc. Combination trapsd. Hydrodynamic traps4. Seal PenyekatSeal Penyekat adalah suatu lapisan batuan yang berfungsi untuk menahan pergerakan hidrokarbon agar tidak masuk ke lapisan lain. Karakteristik utama dari seal yaitu impermeable, plastic, dan memiliki porositas yang rendah. Batuan seal biasanya serpih, batugamping atau lapisan garam.5. MigrationMigrasi primer:Pergerakan hidrokarbon (ekspulsi) dari batuan induknya (Source Rock) menuju batuan carrier bed. Pergerakan dari hidrokarbon yang baru terbentuk keluar dari batuan induk. Migrasi Sekunder:Pergerakan hidrokarbon menuju batuan reservoar dalam jebakannya atau daerah akumulasi lainnya.Kelima parameter tersebut saling tergantung satu dengan yang lain agar suatu daerah atau wilayah terdapat potensi minyak dan atau gas bumi. Batuan Induk atau source rock adalah batuan sedimen yang sedang, akan atau telah menghasilkan hidrokarbon. Batuan reservoir adalah batuan yang porus dan permeabel, berisi minyak, gas dan atau air formasi. Trap atau jebakan adalah kondisi geologi tertentu yang memung-kinkan hidrokarbon dapat terakumulasi secara alami. Seal atau cap rock atau batuan penyekat adalah batuan yang ber-fungsi menghalangi minyak dan gas bumi yang sudah terperangkap tidak bermigrasi ke tempat lain. Proper time of migration adalah proses perpindahan minyak dan gas bumi secara alami dari batuan induk ke batuan reservoir. 6. Akumulasi dan pembentukan minyak bumiHidrokarbon terbentuk ketika batuan induk telah menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon. Hidrokarbon ini seterusnya akan mengalir melalui lapisan pembawa (carrier bed) menuju perangkap (trap). Hidrokarbon dihasilkan sebagai reaksi dari perpecahan kimiawi kerogen (chemical breakdown) bersamaan dengan bertambahnya suhu. Dengan keluarnya hidrokarbon dari batuan induk, maka sisa kerogen akan berubah menjadi residu karbon. Suhu dan waktu adalah faktor terpenting dari pecahnya kerogen. Keluarnya hidrokarbon dari batuan induk kemungkinan terjadi akibat adanya perpecahan mikro (micro-fracturing) pada batuan induk setelah terjadioverpressureakibat terbentuknya hidrokarbon.Batuan induk yang miskin tidak akan menciptakan cukup minyak untuk mengakibatkan ekspulsi hidrokarbon. Pada tingkat kematangan yang lebih lanjut, maka minyak akan akan berubah menjadi gas yang lebih mudah untuk lepas dari batuan induk. Untuk batuan induk yang kaya, efisiensi dari pengeluaran minyak cukup tinggi (60 90 %). Lepasnya hidrokarbon dari batuan induk ke lapisan pembawa (carrier bed) disebut juga migrasi primer (primary migration). Perpindahan hidrokarbon melalui lapisan pembawa yang porous dan permeable menuju perangkap (traps) disebut juga migrasi sekunder(secondary migration). Kekuatan utama dibalik migrasi sekunder adalah adanyabuoyancyyang diakibatkan oleh adanya perbedaan densitas antara minyak (atau gas) dan air pada pori pori batuan.Sedangkan yang menahanbuoyancyini adalah tekanan kapiler (capillary pressure). Tekanan kapiler akan semakin naik dengan semakin kecilnya pori pori batuan. Selama migrasi sekunder (secondary migration), hidrokarbon cenderung mengalir melalui jaringan pori pori batuan yang saling berhubungan pada lapisan penghantar (carrier bed) daripada meliputi volume lapisan penghantar secara keseluruhan. Perpindahan akan terhenti pada saat hidrokarbon melalui pori batuan yang lebih kecil dimana tekanan kapiler (capillary pressure) akan lebih besar dari gayabuoyancydari kolom minyak. Sistem pori ini disebut juga sebagai lapisan penutup (seal) dengan tinggi maksimum kolom minyak yang dapat ditahan oleh lapisan penutup (seal) dapat dihitung. Hidrokarbon cenderung untuk pindah searah dengan kemiringan (true dip) pada bagian atas dari lapisan penghantar (carrier bed). Oleh karena itu peta struktur kontur dapat digunakan untk mebuat model arah migrasi. Selama migrasi yang panjang (sebagai contoh padaforeland basin), hidrokarbon akan mengalir terpusat pada tinggian regional (regional high).Hilangnya hidrokarbon pada saat migrasi sekunder (secondary migration) sangat sulit untuk dihitung. Akhirnya, hidrokarbon akan terperangkap dalam reservoar yang yang disemuti oleh lapisan penghambat (seal). Hidrokarbon ini akan berubah secara fisik dan kimia oleh proses biodegradasi,water washing,deeasphaltingdan alterasi termal pada perangkap tersebutII. 2Aplikasi GeokimiaGeokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya jug diartikan minyak dan gas bumi yang memiliki komposisi kimia berupa Carbon dan Hidrogen. Komposisi kimia ini dihasilkan dari proses pembusukan (dekomposisi) serta kematangan termal material organik. Material organik tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan dan algae. Material organik ini ketika mati segera diendapkan. Akibat adanya suhu, tekanan serta waktu yang cukup, komponen tumbuhan dan algae teralterasi menjadi minyak, gas dan kerogen. Kerogen dapat dianggap sebagai material padat sisa tumbuhan. Shale dan Limestone yang mengandung material organik disebut sebagai source rock karena batuan tersebut merupakan batuan sumber untukmenghasilkan minyak & gas bumi. Analisis Geokimia dalam dunia perminyakan tersebut bertujuan untuk : a. Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah, tipe, dan tingkat kematangan material organik b. Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari source rock c. Memprediksi jalur migrasi d. Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam reservoar, rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.

BAB IIIMETODOLOGI

III.1 Metode PenulisanMetode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode studi kepustakaan. Karena data-data yang diambil tidak berdasarkan penelitian. Berikut merupakan diagram alir dalam penyusunan Makalah untuk memenuhi mata kuliah Referat.

Gambar 2. Diagram AlirSTUDILITERATURPENYUSUNAN REFERATPENGUMPULANDATA PUSTAKAPENDAHULUAN

9

III. 2 Tahapan PenulisanProsedur penelitian ini dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahapan pendahuluan, tahapan studi literatur, tahapan pengumpulan data pustaka, dan diakumulasikan menjadi penyajian data dan penyusunan referat.

III.2.1 Tahap PendahuluanSebelum melakukan penyusunan Referat, penulis terlebih dahulu menentukan tema yang diangkat, pada akhirnya penulis menentukan Tema Analisis Geokimia Hidrokarbon, kemudian penulis melakukan studi pustaka di kampus Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman dimana penulis mendapat bimbingan dari Dosen Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman. Hal ini dilakukan agar nantinya dalam melaksanakan Tugas Akhir, penulis mempunyai pengetahuan yang lebih di dalam penulisan ilmiah, terutama dalam hal Geokimia Hidrokarbon, yang menjadi ketertarika dari penulis sendiri.

III.2.2 Tahap Studi LiteraturDalam tahap Studi Literatur ini, penulis berusaha untuk mengkaji dari pustaka mengenai seluk beluk dari tema yang diangkat, yaitu Analisis Geokimia Hidrokarbon, dimana dalam studi literature penulis mengkaji mengenai dasar-dasar hidrokarbon seperti Petroleum System, Analisis TOC, Vitrinite, Indeks warna spora, dan lain sebagainya, dimana hal tersebut dirasa menjadi bahasan pokok dalam tema Analisis Geokimia hidrokarbon ini.

III.2.3 Tahap Pengumpulan Data PustakaDari Tahap studi literature, menulis mensortir kembali pustaka yang dijadikan acuan dalam penulisan referat Analisis Geokimia Hidrokarbon ini menjadi sepuluh pustaka, yang menyangkut dan mendukung tema yang diangkat oleh penulis.

III.2.4 Tahap Penyusunan ReferatMerupakan penyusunan semua data yang telah dikaji dalam pustaka yang telah disortir oleh penulis, yang dirangkum dalam bentuk referat. referat ini akan dipresentasikan pada dosen pembimbing Referat, dan didistribusikan ke Perpustakaan Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Seodirman.

BAB IVPEMBAHASAN

IV.1Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan IndukJumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai Karbon Organik Total (TOC). Analisis ini cukup murah, sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu gram cukup.Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon, Leco Carbo Anlyzer. Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar sample yang berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan bantuan oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida, yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu detector ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam sample dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan kandungan TOC rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan karena itu sample seprti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasi biasanya tidak merata, tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1% TOC. Sample yang terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya.Jika penentuan TOC ditentukan terhadap sample inti bor, maka pengambilan sample tersebut didiasarkan pada litologi yang menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi harus membuang kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi dalam suatu sample, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja. Pendekatan lain adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita mendapatkan harga yang mencerminkan keseluruhan sample.Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material kaya yang seringkali jumlahnya relatuif sedikit dengan material yang tidak mengandung material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga akhirnya memberikan data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara tersebut berbeda, maka jika tidak seseorang kan melakukan interpretasi haruslah mengetahui metode mana yang telah ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi dengan akurasi tinggi.Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitukarbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen.a. Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi( l,5), dan O/C rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal sepertilagoondan danau.b. Kerogen Tipe II (oil and gas prone)Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 0,2). kerogen tipe ini dapat menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda beda yaitu alga laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara material organikautochtonberupaphytoplankton(dan kemungkinan jugazooplanktondan bakteri) bersama-sama dengan materialallochtonyang didominasi oleh material dari tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe IIS dengan persen berat belerang (S) organik 8 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).c. Kerogen Tipe III (gas prone)Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0) dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk membentuk gas (gas prone).d. Kerogen Tipe IV (inert)Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.Kesalahan Umum Geologist dalam Evaluasi Source RockSeorang geologist sering melakukan evaluasi source rock sebagai bagian dari rangkaian kegiatan eksplorasi migas. Namun sering dari mereka para geologist - terutama junior geologist - memiliki pemahaman yang kurang tepat dalam evaluasi dan interpretasi analisa source rock. Tiga kesalahan umum yang sering dilakukan geologist dalam evaluasi source rock adalah:1. High Total Organic Carbon (TOC) dianggap selalu mencerminkan Good Source Rock.2. Rock eval data dianggap sudah mencerminkan tipe/jenis kerogen dalam source rock.3. Data vitrinite reflectance selalu dicerminkan sebagai tingkat kematangan source rock, atau di-interpretasikan telah terjadi pembentukanhidrokarbon.High Total Organic Carbon (TOC) dianggap mencerminkan Good Source Rock Meskipun sebuah sample batuan dianggap sebagai batuan induk yang baik (good source rock) serta memiliki nilai TOC yang besar (High TOC), tidak semua material organik yang terkandung memiliki sifat yang sama. Beberapa material organik mungkin dapat menghasilkan minyak (oil), beberapa membentuk gas, dan beberapa lainnya bahkan tidak menghasilkan apapun. (Tissot et al., 1974).Material organik yang menghasilkan hidrokarbon tidak hanya memiliki unsur karbon saja, namun haruslah berasosiasi/terikat dengan unsur hidrogen. Banyak geologist beranggapan sebuah sample yang unsur pembentuknya didominasi oleh karbon akan dianggap selalu sebagai Good Source Rock, mereka lupa dengan unsur hidrogen juga sebagai pembentuk hidrokarbon. Kenyataannya adalah makin banyak hidrogen yang terikat dengan karbon justru akan makin banyak menghasilkan hidrokarbon. Untuk itu kita membutuhkan sebuah indikator untuk mengetahui jumlah hidrogen yang terkandung dalam suatu material organik. Indikator kandungan hidrogen dapat diperkirakan secara langsung melalui beberapa metode diantaranya Rock-Eval pyrolysis. Rock-Eval pyrolysis dapat memperkirakan kandungan hidrogen dalam suatu material organik, dikenal sebagai nilai S2. Kombinasi plot antara nilai TOC dan nilai S2 saat ini merupakan metode terbaik dalam mengetahui kualitas material organik yang berasosiasi dengan seberapa banyak kandungan hidrogen dalam material organik tersebut. Jadi jika kita memiliki nilai S2 tinggi ( high S2 value ) sudah pasti mencerminkan batuan induk terbaik (better source rock) yang akan menghasilkan lebih banyak hidrokarbon.

IV.2Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat, minyak bumi jenis ringan, kondesat dan pada akhirnya gas.Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam suatu skala waktu tertentu.Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur pembentukan minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relatif memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.Ada 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :Zona 1 dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat bakteri tidak ada minyak yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi tersebut merupakan zat pengotor atau hasil suatu migrasi.Zona 2 merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondesat. Adanya pertambahan konsentrasi minyak akan menyebabkan minyak bumi terus mangalami pengenceran, tetapi belum dapat terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui, proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang dimulai.Zona 3 merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuan induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya tingkat pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.Zona 4 merupakan zona peningkatan pembentukan kondesat gas basah.Zona 5 merupakan zona teraksir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organik akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batu bara dapat bersifat kimia dan fisika, seperti yang diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai ber ikut :a. Daya pantul cahaya daari partikel vitrinit akan meningkat secara eksponensial.b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.c. Adanya peningkatan mutu batu bara, dengan kandungan volatile akan berkurang.d. Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).

IV.3Analisa Pantulan VitrinitPerubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi temperatur sebesara 1000 C. perubahan temperatur yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfasa dan ini akan sangat berpengaruh pada kondisi zat organik yang terkandung dalam sedimen. Sehingga saat ini berkembang suatu cara pengidentifikasian pematangan berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan cara analisa pantulan vitrinit.Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organik, terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan daya pantul ini merupakan fungsi temperatur artinya dengan perubahan waktu pemanasan dan temperatur akan menyebabkan warna vitrinit berubah di bawah sinar pantul.Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari kedalaman tertentu diletakkan di atas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin. Kemudian digoskkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir fengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immersi (indeks bias = 1.516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan suatu standart yang terbuat dari gelas. Tabel di bawah memperlihatkan hubungan antara nilai pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978).Vitrinite reflectance adalah indicator kematangan batuan induk yang paling sering digunakan, dilambangkan dengan Ro (Reflectance in oil). Nilai Ro untuk mengukur partikel-partikel vitrinite yang ada dalam sampel amat bervariasi. Untuk menjamin kebenaran pengukuran, maka penentuan nilaiRo diperlukan secara berulang pada sampel yang sama. Bila distribusi dari vitrinite reflectance adalah bimodal, maka ada kemungkinan telah terjadi reworking. Skala vitrnite relectance yang telah dikalibrasikan oleh berbagai parameter kematangan yang lain oleh studi minyak dan gas adalah sebagai berikut: Ro < 0.55 belum matang (immature) 0.55 < Ro < 0.8 telah menghasilkan minyak dan gas bumi 0.8 < Ro < 1.0 minyak berubah menjadi gas bumi (zona kondensat gas) 1.0 < Ro < 2.5 dry gas Vitrinite reflectance adalah indikator kematangan termal yang sangat baik pada Ro antara 0.7 dan 0.8. Salah satu penggunaan vitrinite reflectance yang juga penting dalam analisis cekungan (basin analysis) adalah kalibrasi sejarah termal (thermal history) dan sejarah pengendapan (burial history) dengan tingkat kematangan pada masa sekarang.Data vitrinite reflectance selalu dicerminkan sebagai tingkat kematangan source rock, atau di-interpretasikan telah terjadi pembentukan hidrokarbon.Vitrinite adalah sebuah tipe partikel kerogen dari gel humic yang berasal dari zat dinding sel lignin-selulosa dari tanaman tingkat tinggi (Teichmuller, 1989).Vitrinite merupakan bagian komponen dari batubara, dan reflectance dari partikel vitrinite pertama kali diobservasi makin meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu dan temperatur dalam sebuah pembentukan batubara.Setelah vitrinite reflectance dikenal sebagai salah satu komponen kerogen batuan induk (source rock), peningkatan sistematik kandungan vitrinite reflectance selalu dikaitkan dengan sejarah pembentukan hidrokarbon dalam batuan sedimen.Vitrinite reflectance umumnya diukur berdasarkan penyebaran pertikel secara acak dalam sebuah konsentrat kerogen. Nilai rata-rata dihitung dari penyebaran pertikel vitrinite dari tiap-tiap sample dan dinyatakan sebagai presentase reflectance dalam rendaman minyak? (oil immersion), dikenal sebagai %Ro. Nilai % Ro ini sering di plotkan bersama nilai kedalaman linier (linier depth), yang menghasilkan sebuah tren garis linier. Interpretasi pembentukan hidrokarbon dari source rock umumnya dikenal sebagai berikut (Dow, 1977 and Senftle and Landis, 1991):IV.4Analisa Indeks Warna Spora Tipe I, memiliki rasio atom H/C tinggi dan rasio atom O/C rendah, berasal dari lingkungan lakustrin/danau, menghasilkan jenis hidrokarbon waxy oil Tipe II, memiliki rasio atom H/C menengah dan rasio atom O/C juga menengah, berasal dari material autokhton yang diendapkan di lingkungan marine/laut, dalam kondisi reduksi, menghasilkan jenis hidrokarbon naphthenic oil Tipe III, memiliki rasio atom H/C rendah dan rasio atom O/C juga tinggi, berasal dari material terestrial dan/atau material aquatik yang diendapkan dalam lingkungan dalam kondisi oksidasi, menghasilkan jenis hidrokarbon gas. (Tissot et al., 1974). Tissot dan Welte, 1984 menambahkan lagi satu tipe kerogen, yaitu:Tipe IV, memiliki rasio atom H/C sangat rendah dan rasio atom O/C yang bervariasi, berasal dari material organik hasil alterasi dan/atau hasil oksidasi, kerogen tipe ini tidak menghasilkan jenis hidrokarbon apapun.Grafik rasio H/C dan O/C plot sering kita kenal sebagai Diagram Van Krevelen. Diagram Van Krevelen sejatinya berasal dari hasil studi coal macerals, yang menggambarkan perubahan komposisi tipe kerogen dikaitkan dengan kematangan (maturity).Pada dasarnya sangat jarang sebuah source rock mengandung hanya satu tipe kerogen. Sebagian besar sedimen mengandung dua atau lebih campuran tipe kerogen (mixed kerogen). Plot data biasanya berada atau masuk ke dalam dua zona tipe kerogen, misal Tipe I atau Tipe II bercampur dengan Tipe III atau Tipe I, II, III bercampur dengan Tipe IV. Kemunculan campuran tipe kerogen umumnya selalu ada dalam ploting nilai H/C dan O/C dalam diagram Van Krevelen, hal ini akan menyulitkan interpretasi data rock eval secara pasti.

Tabel 1. Standar Warna Spora

Dari tabel di atas maka kita dapat mengetahui bagaimana untuk mengetahui tingkat kematangan minyak bumi dari warna spora. Indeks warna spora atau pollen pada analisis minyak bumi berfungsi untuk mengetahui tingkat kematangan minyak bumi. IV.5 Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)Rock-Eval Pyrolisis(REP)adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (kerogen) (Espitalieet al., 1977).AnalisisRock-Eval Pyrolisismenghasilkan beberapa parameter-parameter:a.S1(free hydrocarbon)S1menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan kerogen. nilai S1mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon).b.S2(pyrolisable hydrocarbon)S2menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga S1dan S2diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock).c.S3S3menunjukkan jumlah kandungan CO2yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.

d.TmaxNilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk. Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik. Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (