pneumonia print.docx

59
I. PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah dalam bidang kesehatan, baik di Negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapur, nomor 6 di Thailand, dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di Negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 15%. Di amerika dengan cara invasifpun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian 1

Upload: ressi-ana-maisuri-mulyadi

Post on 22-Oct-2015

132 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PNEUMONIA PRINT.docx

I. PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah dalam bidang

kesehatan, baik di Negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari

data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab

kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di

Singapur, nomor 6 di Thailand, dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999

menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia

adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi

pneumonia komuniti di amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan

merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di Negara itu.

Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 15%.

Di amerika dengan cara invasifpun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk

mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak

segera diobati, maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran

napas bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di

SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru

utama, 58% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6%

diantaranya nontuberkulosis. Pada penderita rawat inap 58,8% kasus infeksi dan

14,6% diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Sutomo Surabaya

didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian 20-35%.

1

Page 2: PNEUMONIA PRINT.docx

Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak

yang dirawat per tahun.

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia

yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di

Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian

dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per

1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien

yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia

nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang

disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka

kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI)

meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa

pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di

Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari.

Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang

dirawat. Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi

pneumonia dan angka kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang

menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20 – 30%. Angka kejadian dan

angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan

dengan rumah sakit yang kecil.

2

Page 3: PNEUMONIA PRINT.docx

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganime

(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang

disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,

obat-obatan, dan lain-lain) disebut pneumonitis.

B. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang

diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan oleh bakteri Gram positif,

sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif

dan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini

laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang

ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri

Gram negatif.

1. Cara pengambilan bahan

Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara

noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi

transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan/sikatan bronkus, dan BAL.

Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara steril. Bahan didapatkan dari

darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali

3

Page 4: PNEUMONIA PRINT.docx

ditemukan bakteri yang bukan koloni di saluran napas atas seperti

M.tuberculosis, Legionella, dan P.carinii. Diagnosis tidak pasti

(kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi (BAL,

sikatan, bilasan bronkus, dll).

Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan,

hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan

pemeriksaan rutin kultur dahak dan kultur darah. Pada kasus berat, sebaiknya

dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan

sebelum pemeriksaan kultur.

2. Cara pengambilan dan pengiriman dahak yang benar

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur

dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian

membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup

rapat-rapat. Dahak segera dikirim ke laboratorium (tidak boleh lebih dari 4

jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi

dengan NaCl 3%.

Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung

dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.

C. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,

maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

4

Page 5: PNEUMONIA PRINT.docx

Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk

sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas :

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi di permukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0.5-2.0 m melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi.

Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian

terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal

ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari

sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga

pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol, dan pemakaian obat (drug

abuse).

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga

aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer

inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.

Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian bawah, akan

tetapi beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.

5

Page 6: PNEUMONIA PRINT.docx

D. PATOLOGI

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan

diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk

antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan

bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri

tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan

bakteri akan tampak 4 zona pada daerah parasitic tersebut yaitu :

1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan edema

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel

darah merah.

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif

dengan jumlah PMN yang banyak.

4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang

mati, leukosit, dan alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan ‘Gray

hepatization’ ialah daerah konsolidasi yang luas.

E. KLASIFIKASI PNEUMONIA

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia komuniti (community acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia/nosocomial

pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan

2. Berdasarkan bakteri penyebab

6

Page 7: PNEUMONIA PRINT.docx

a. Pneumonia bacterial tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus pada penderita pasca

infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma. Legionella, dan Chlamydia.

c. Pneumonia virus.

d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah

(immunocompromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi

dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus, misal : pada

aspirasi benda asing, atau proses keganasan.

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada

lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bacteria maupun virus. Sering

pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia interstisial.

F. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen

kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan fisik

7

Page 8: PNEUMONIA PRINT.docx

Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada

inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada

palpasi fremitus dapat mengeras. Pada perkusi didapatkan redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang

mungkin disertai ronkhi basah halus yang kemudian menjadi ronkhi basah

kasar pada stadium resolusi.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran radiologi

Foto thoraks (PA atau lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama

untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat

bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

pneumonia sering menunjukkan sampai konsolidasi dengan "air

broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran

kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab

pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,

misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh

Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang

terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

8

Page 9: PNEUMONIA PRINT.docx

b. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan

pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif

pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik.

G. PENGOBATAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik

pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil

uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :

9

Page 10: PNEUMONIA PRINT.docx

1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat

dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

10

Page 11: PNEUMONIA PRINT.docx

Hemophilus influenzae

TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi :

Efusi pleura.

Empiema.

Abses Paru.

Pneumotoraks.

Gagal napas.

Sepsis.

11

Page 12: PNEUMONIA PRINT.docx

PNEUMONIA KOMUNITI

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia

komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian

tinggi di dunia.

1. Etiologi

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri

Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa

kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan

dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia

(Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan

bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil

pemeriksaan sputum sebagai berikut :

Klebsiella pneumoniae 45,18%

Streptococcus pneumoniae 14,04%

Streptococcus viridans 9,21%

Staphylococcus aureus 9%

Pseudomonas aeruginosa 8,56%

Steptococcus hemolyticus 7,89%

Enterobacter 5,26%

Pseudomonas spp 0,9%

2. Diagnosis

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia

12

Page 13: PNEUMONIA PRINT.docx

komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat

progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah

Perubahan karakteristik dahak/purulen

Suhu tubuh > 38oC (aksila)/riwayat demam

Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial

dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian Derajat Keparahan Penyakit

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan

dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient

Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

13

Page 14: PNEUMONIA PRINT.docx

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'

kriteria di bawah ini.

Kriteria minor :

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor :

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita

riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap

pneumonia komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila

dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

14

Page 15: PNEUMONIA PRINT.docx

Kriteria perawatan intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita

yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan

ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik] atau 2 dari

3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru

menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria

minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang

Rawat Intensif.

Pneumonia atipik

Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula

dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma

pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain

Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan

Respiratori syncitial virus.

Diagnosis pneumonia atipik

a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk

nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala

klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis

pneumonia atipik.

b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang

terjadi.

c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial.

d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan

dahak atau darah tidak ditemukan bakteri.

e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.

Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah

15

Page 16: PNEUMONIA PRINT.docx

Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Uji serologi

Cold aglutinin

Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis

M.pneumoniae

Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk

C.pneumoniae

Antigen dari urin untuk Legionella

Untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan tipik

dapat dilihat pada tabel 2, walaupun tidak selalu dijumpai gejala-gejala tersebut.

3. Penatalaksanaan

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.

Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.

Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat

16

Page 17: PNEUMONIA PRINT.docx

meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik

misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor

modifikasis adalah: (ATS 2001)

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multiple

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multiple

Riwayat pengobatan antibiotic

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi :

a. Penderita rawat jalan

Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam.

17

Page 18: PNEUMONIA PRINT.docx

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat

kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat

biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat

Intensif.

Tabel 3. Penunjuk terapi empiris menurut PDPI

18

Page 19: PNEUMONIA PRINT.docx

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka

pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.

Pengobatan pneumonia atipik

Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk

atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh

M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)

Fluorokuinolon respiness

Doksisiklin

Terapi Sulih (switch therapy)

19

Page 20: PNEUMONIA PRINT.docx

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat

suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya

perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral

harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan

antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv

yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat

sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down

(obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4

diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

Penderita sudah tidak panas ± 8 jam

Gejala klinik membaik (misal : frekuensi pernapasan, batuk)

Leukosit menuju normal/normal

Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada

perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-

obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada

gambar 1.

20

Page 21: PNEUMONIA PRINT.docx

Gambar 1. Penderita yang tidak respon dengan pengobatan empiris yang

telah diberikan. Dikutip dari (IDSA 2001)

21

Page 22: PNEUMONIA PRINT.docx

Gambar 2. Alur tatalaksana pneumonia komuniti

4. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang

baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang

dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada

penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi

20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian

pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan

kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas

V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita

22

Page 23: PNEUMONIA PRINT.docx

pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan

pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999

adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.

5. Pencegahan

a. Pola hidup sebut termasuk tidak merokok

b. Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)

Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya.

Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya

usia lanjut, penyakit kronik, diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV,

dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping

vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi

yaitu hipersensitiviti tipe 3.

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam

dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk

rumah sakit.

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48

jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.

1. Etiologi

Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.

Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug

resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive

23

Page 24: PNEUMONIA PRINT.docx

Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas

aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan

Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).

Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang

terjadi.

Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak

diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya

berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat

bervariasi. Data dari RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo (lihat Lampiran I)

hanya menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini

belum dapat dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat

tidak dilakukan foto toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif.

Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari

dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi

aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.

2. Patogenesis

Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia

komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian

bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas

bagian bawah yaitu :

1) Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus

neurologis dan usia lanjut

2) Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan

pasien

3) Hematogenik

24

Page 25: PNEUMONIA PRINT.docx

4) Penyebaran langsung

Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko

mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar

berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka

pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan

proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor

pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan

kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan.

Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan

Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi

di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal

yang penting untuk terjadi pneumonia.

25

Page 26: PNEUMONIA PRINT.docx

3. Faktor Predisposisi atau Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial

Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:

1) Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh

Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,

azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur,

perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,

pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik,

infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta

bronkiektasis

26

Page 27: PNEUMONIA PRINT.docx

2) Faktor eksogen adalah :

a. Pembedahan

Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis

pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan

operasi abdomen bawah (5%).

b. Penggunaan antibiotik

Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik

yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di

saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan

penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan.

Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di

orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri

gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah

bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di

orofaring.

c. Peralatan terapi pernapasan

Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.

d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi

enteral

Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung

karena asam lambung dengan pH<3 mampu dengan cepat membunuh

bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang

mempertahankan pH>4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri

gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai

pH netral 6,4 - 7,0.

27

Page 28: PNEUMONIA PRINT.docx

e. Lingkungan rumah sakit

Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan

prosedur

Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur,

seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll

Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi

Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)

Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir

Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari

Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit

tersebut

Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi

4. Diagnosis

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis

pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :

1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan

menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk

rumah sakit

2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

Ditambah 2 diantara kriteria berikut:

suhu tubuh > 38oC

sekret purulen

leukositosis

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS

1. Dirawat di ruang rawat intensif

28

Page 29: PNEUMONIA PRINT.docx

2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2>35%

untuk mempertahankan saturasi O2>90%

3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau

kaviti dari infiltrat paru

4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau

disfungsi organ yaitu :

Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)

Memerlukan vasopresor > 4 jam

Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam

Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau

aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti

memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara

semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan ≥ 106

colony-forming units/ml dari sputum, ≥ 105 – 106 colony-forming units/ml

dari aspirasi endotrracheal tube, ≥ 104 – 105 colony-forming units/ml dari

bronchoalveolar lavage (BAL) , ≥ 103 colony-forming units/ml dari sikatan

bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter

sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda

(lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri

patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting

untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia

nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.

29

Page 30: PNEUMONIA PRINT.docx

Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung

dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk)

dan sel epitel < 10 / lpk.

2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit

3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka

dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui

tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter

ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah

aspirasi transtorakal.

30

Page 31: PNEUMONIA PRINT.docx

5. Terapi Antibotik

Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :

1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang

harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang

mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.

31

Page 32: PNEUMONIA PRINT.docx

2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis

dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal.

Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien

yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada

hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons

klinis.

4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi

kuman MDR

5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis

memburuk

6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan

empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian

antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah

mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

32

Page 33: PNEUMONIA PRINT.docx

33

Page 34: PNEUMONIA PRINT.docx

6. Lama Terapi

Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,

penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi

resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau

34

Page 35: PNEUMONIA PRINT.docx

3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan

Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari.

7. Respons Terapi

Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi.

Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan

tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan

yang nyata.

Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian

antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah

memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah mortaliti tetapi

bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan maka

modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis

berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti

pola resisten, virulensi dan keadaan lain).

Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan

sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil

mikrobiologis dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau

infeksi persisten.

Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis

yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan

antibiotik. Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu

menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks memburuk maka kondisi

klinis pasien perlu diwaspadai.

35

Page 36: PNEUMONIA PRINT.docx

Penyebab Perburukan

Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk diantaranya

kasus-kasus yang diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor

tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik, Beberapa penyakit noninfeksi seperti

gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru , pneumonia aspirasi

akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP.

Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu

mekanis yang lama, gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat

paru bilateral, pemakaian antibiotik sebelumnya dan pneumonia sebelumnya.

Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakteri, resistensi

kuman sebelum dan selama terapi terutama P.aeruginosa yang diobati dengan

antibiotik tunggal. Hasil buruk dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif,

flora polimikroba atau bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia

dapat juga disebabkan oleh patogen lain seperti M.tuberculosis, jamur dan virus

atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan pada pemberian

antibiotik.

Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru

dan empiema. Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain

yang bersamaan seperti sinusitis, infeksi karena kateter pembuluh darah,

enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat dapat menetap

karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ

multipel.

36

Page 37: PNEUMONIA PRINT.docx

Evaluasi Kasus Tidak Respons

Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal

perlu dilakukan evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding

dan melakukan pengulangan pemeriksaan kultur dari bahan saluran napas dengan

aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan bronkoskopi. Jika hasil kultur terlihat

resisten atau terdapat kuman yang jarang ditemukan maka dilakukan modifikasi

terapi. Jika dari kultur tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses

noninfeksi. Pemeriksaan lain adalah foto toraks (lateral dekubitus) USG dan CT

scan dan pemeriksaan imaging lain bila curiga ada infeksi di luar paru seperti

sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli paru dengan infark.

37

Page 38: PNEUMONIA PRINT.docx

Pencegahan Pneumonia Nosokomial

1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung

Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan

berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan

terjadi multi drug resistant (MDR).

Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik

parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk

menurunkan infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih

kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien

umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini

masih membutuhkan survailans mikrobiologi.

Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena

sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2

dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih

merupakan perdebatan.

Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum

misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin

dan kolonisasi bakteri di lambung.

Anjuran untuk berhenti merokok.

Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza.

2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah

Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45O ) tinggi untuk

mencegah aspirasi isi lambung.

Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis.

38

Page 39: PNEUMONIA PRINT.docx

Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks

gastro esofagal.

Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk

ke dalam saluran napas bawah.

Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah

sedikit melalui selang makanan ke usus halus.

3. Pencegahan inokulasi eksogen

Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar,

untuk menghindari infeksi silang

Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan

pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll

Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur

Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi

Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala

misalnya selang makanan , jarum infus dll

4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien

Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi

Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya

Mobilisasi sedini mungkin

8. Prognosis

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini,

yaitu

1. Umur > 60 tahun

2. Koma waktu masuk

3. Perawatan di IPI

4. Syok

5. Pemakaian alat bantu napas yang lama

39

Page 40: PNEUMONIA PRINT.docx

6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral

7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

8. Penyakit yang mendasarinya berat

9. Pengobatan awal yang tidak tepat

10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia,

Acinetobacter spp. atau MRSA)

11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen

12. Gagal multiorgan

13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan

perdarahan usus

40

Page 41: PNEUMONIA PRINT.docx

III. PENUTUP

Pneumonia merupakan bentuk utama ISNBA yang menimbulkan angka kesakitan dan

kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Pneumonia dapat terjadi

secara primer atau merupakan tahapan lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya

sebagai peruasan bronkiektasis yang terinfeksi.

Pneumonia dapat berupa pneumonia komunitas yang terjadi di masyarakat dan

pneumonia nosokomial yang terjadi di rumah sakit. Penyakit ini menyebabkan angka

kematian di antara pasien terutama yang terinfeksi di ICU. Berbagai aspek penyakit

ini perlu dipahami untuk dapat mengatasinya dengan baik. Terapi empirik perlu

segera diberikan dengan pemilihan antibiotik yang tepat dan selanjutnya dilakukan

penyesuaian pemberian AB untuk mendapatkan hasil yang maksimal, hingga biaya

obat dapat ditekan seoptimal mungkin dengan risiko angka mortalitas yang sekecil-

kecilnya. Tindakan pencegahan perlu diambil untuk mengurangi angka morbiditas

penyakit, khususnya dengan mengurangi faktor risiko untuk terjadinya pneumonia

tersebut.

41

Page 42: PNEUMONIA PRINT.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with

community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial

therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

2. American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines

for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and

Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-

416.

3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.

4. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice

guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin

infect Dis 2000; 31: 347-82

5. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-

acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27

6. Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553

7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,

2007;132:1348

8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient

and outpatient, Chest 2007;131;1205

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

42

Page 43: PNEUMONIA PRINT.docx

Pneumonia Komuniti.2003

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Pneumonia Nosokomial.2003

43