bab 1,2,3 print.docx
TRANSCRIPT
BAB I
KASUS
1.1 Identifikasi
Nama : Ny. Desnaili Binti Sukri
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : GG, Buntu Pasar Tanjung Enim
MRS :30 -11-2012
1.2 Anamnesis
Anamnesis
Keluhan utama : pendarahan dari kemaluan
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 7 bulan yang lalu os mengalami 2 kali kuret yaitu bulan April dan Juli di
RSUD Muara Enim, 1 minggu yang lalu os dirawat selama 2 hari dan
ditransfusi darah sebanyak 3 kantong karena keluar darah melalui kemaluan
terus menerus. Os juga mengeluh nyeri dada, batuk darah dan sesak napas. Os
dirujuk ke RSMH dan dikatakan Susp PTG. Hasil PA adalah suatu mola
hidatosa dengan proliferasi ringan hasil B HCG 22/11/12 44.400.
R/ perkawinan : 1 kali lamanya 26 tahun
R/ persalinan : P6A0 1. Perempuan 24 tahun
2. Perempuan 22 tahun
3. Perempuan 17 tahun
4. Perempuan 10 tahun
5. Perempuan 7 tahun
6. Perempuan 2 tahun
1
R/ Haid : Menarche : 13 tahun
: Siklus : 28 hari
: Lamanya : 7 hari
: Banyaknya : Biasa
: HPHT : Os tidak ingat
1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present :
Berat Badan : 50kg
Tinggi Badan : 145 cm
Kesadaran : Compos mentis
TD : 150/70
Nadi : 86x/ menit
RR : 20x/ menit
Suhu : 36.8ºC
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus -/-
Gizi : Sedang
Payudara : Hipermentasi -/-
Jantung : Murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Bising nafas vesicular (+) N, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
Hati : Sulit diraba
Limpa : Tidak teraba
Edema : -/-
Varises : -/-
Refleks : Fisiologi (-/-/-/-), patologi (-/-/-/-)
Lain- lain : -
Turgor kulit : Baik
Mata cekung : -/-
2
Status Ginekologi :
Pemeriksaan Luar : Abdomen datar, lemas, semitris fundus uteri ½
pusat simfisis, massa (-) nyeri tekan (-), tanda
cairan bebas (-)
Vaginal toucher : Erosi (-), laseraso (-), polip (-), portio lunak,
orifisium uretra eksterna tertutup, corpus uteri
sesuai 16 minggu, adneksa parametrium kanan dan
kiri lemas, cavum douglas tidak menonjol.
Colok Dubur : Tonus spinchter ani normal, mukosa licin, massa
intralumen (-), corpus uteri sesuai 16 minggu,
adneksa parametrium kanan dan kiri lemas, cavum
douglas tidak menonjol.
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 22.11.2012
DARAH RUTIN
HB 8.8 g/dl
Eritrosit 3.29mm3
Leukosit 5.1mm3
Trombosit 307/ uL
DARAH KIMIA
Bilirubin 0.31 mg/dl
Bilirubin total 0.10 mg/dl
Bilirubin Direk 0.21 mgdl
SGOT 12 U/L
SGPT 8 U/L
Protein total 8.0 g/dl
Albumin 4.0 g/dl
Globulin 4.0 g/dl
Ureum 35mg/dl
3
Kreatinin 0.3 mg/dl
Natrium 147mmol/L
Kalium 4.0 mmol/L
Pregnancy Test PT-1/50 (+)
PT-1/100 (+)
PT-1/200 (+)
PT-1/300 (+)
PT-1/400 (+)
Hasil β HCG ( 22/11/12) 44.000
1.5 HASIL PATOLOGI ANATOMI (12-04-2012)
Makroskopi:
Diterima jaringan compang-camping terbesar berukuran 3.7 x 1.6 x 0.8 cm
berwarna putih kecoklatan, tampak seperti gelembung- gelembung
Mikroskopis:
Sediaan berasal dari kuretasi endometrium terdiri dari carikan-carikan
endometrium desidua graviditatis, sebagian kelenjar endometrium berlapis
epitel thorak hiperplasia dan arias stella, dijumpai pula vili chorealis diantara
bekuan darah berukuran besar dan kecil berlapis sel-sel trofoblast yang
berproliferasi ringan dengan stroma mengalam degenerasi hirofilik, avascular
dan sisternal, tidak ditemukan tanda-tanda ganas pada sediaan ini.
Kesan:
Mengesankan suatu mola hidatosa dengan proliferasi ringan
Gambar 1: Foto Thoraks
4
1.7 HASIL RADIOLOGI (23-11-2012)
Corakan bronkovaskular meningkat
Tampak infiltrate di suprahilus kanan
Kesan : Bronkhitis cenderung lesi TB pada suprahilus kanan
DIAGNOSIS:
Ny. Desnaili, 44 tahun mengalami perdarahan pervaginam berulang dan
anemia ringan ec Penyakit Trofoblas Ganas (PTG)
1.8 TERAPI:
- Observasi tanda-tanda vital
- Perbaikan keadaan umum: IVFD RL gtt xx/mnt
- Transfusi darah rutin PRC s/d HB 10 gr/dl
- Cek darah rutin, β HCG, T3, T4, TSH, kimia darah
- Rencana Kemoterapi Kombinasi
- Konsul penyakit dalam
- USG konfirmasi
1.9 Hasil Konsul Dengan Penyakit Dalam
1. Kesan :
- Hipertensi stage 2
5
- Suspek TB paru dengan diagnosa banding :
pneumonia, proses metastas ke paru, fungus ball.
2. Saran :
- Foto thoraks lateral kanandengan hasil corakan bronkovaskular
meningkat, tampak infiltrasi di suprahilus kanan.
- Sputum BTA I, II, III
- Sitologi sputum
- Hasil mikroskopis : gram (-), basil (+), leukosit 0-1 dan hasil biakan
Kliebsiella pneomoniae, dengan hasil biakan BTA I (-), BTA II (-),
BTA III (-)
- CT scan thoraks dengan kontrol
3. Terapi : erythromycin 4 x 500 mg selama 2 minggu.
Gambar 2: Scan USG
Hasil USG konfirmasi :
- Tampak uterus besar dari normal
- Tampak massa hypoechoic berbasis irregular
Ukuran 5,36 x 2,93 di corpus belakang dan ukuran 3,19 x 2,73 cm di
korpus dengan arus darah meningkat.
- Liver dan kedua ginhal dalam batas normal
Kesan : PTG
6
Hasil laboratorium ( 1/12/12) :
- T3 Ulang darah baru
- T4 101,2 mmol/L
- TSH 0,994
Hasil konsul ulang penyakit dalam : (2/12/12)
a. Kesan :
Indeks Wayne : +4 kesan : eutiroid
saat ini belum ditemukan tanda-tanda hipertiroid baik secara klinis
maupun pemeriksaan laboratorium
b. Saran :
cek ulang T3,T4,TSH konsul ulang bila ada hasil.
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.DEFINISI
Penyakit trofoblastik gestasional adalah sekelompok penyakit yang
berasal dari khorion janin.1,2,3,4,5,6,Terdiri dari mola hidatidosa, mola
invasif, koriokarsinoma dan tumor trofoblastik plasental site ( PSTT) yang
ditandai oleh proliferasi jaringan trofoblastik yang abnormal.3 Mola
hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional dan
dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya yaitu
koriokarsinoma.2 Koriokarsinoma tidak selalu berasal dari mola hidatidosa
namun tidak jarang berasal dari kehamilan normal, prematur, abortus maupun
kehamilan ektopik yang jaringan trofoblasnya mengalami konversi menjadi
tumor trofoblas ganas. Bila seorang wanita menderita koriokarsinoma dan
mempunyai riwayat kehamilan biasa dan mola sebelumnya, maka dengan
pemeriksaan DNA kita dapat menentukan apakah koriokarsinoma ini berasal
dari mola atau kehamilan biasa.2
2.2 KLASIFIKASI PENYAKIT TROFOBLAS GESTATIONAL
Sebelum 1982 dipergunakan berbagai istilah dalam PTG sehingga
menyulitkan perbandingannya. Sebagai upaya untuk menyeragamkan
terminologi pada tahun 1983, WHO mengusulkan suatu sistem yang diterima
secara luas. Terminologi WHO menyatakan bahwa diagnosis bentuk ganas
dari PTG ditegakkan berdasarkan parameter klinis atau biokimiawi dan bukan
atas dasar pemeriksaan histopatologi dan yang lain secara klinis. Umumnya
diagnosis histopatologi tidak diperlukan, karena tumor marker untuk penyakit
8
ini yakni β hCG bila diperiksa dengan cara RIA mempunyai spesifitas dan
sensitivitas yang sangat tinggi. 8,9,10,11
A. Klasifikasi histopatologi
1. Mola hidatidosa
2. Mola invasif
3. Koriokarsinoma
4. PSTT
B. Klasifikasi klinis
1. Penyakit trofoblas gestasional
2. Tumor trofoblas gestasional
3. Metastatik trofoblas gestasional
C. Klasifikasi FIGO
Pembagian stadium dari FIGO 1982 sifatnya sederhana dan
menggunakan kriteria yang sama dengan keganasan ginekologi yang lain.
Pembagian ini mengacu pada pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan
radiologi dan tidak menggunakan langkah-langkah rumit yang mungkin tidak
dapat dilakukan di negara-negara yang sedang berkembang.9
Stadium I Gestational trophoblas tumor terbatas pada corpus uteri
Stadium II Gestational trophoblas tumor meluas ke adnexa atau vagina
9
tetapi terbatas pada organ genitalia saja
Stadium III Meluas ke parametrium dengan atau tidak melibatkan organ
genitalia
Stadium IV Metastase jauh di tempat lain.
Dikutip dari kepustakaan no. 1
Kelemahan - kelemahan pembagian ini :
1. Diagnosis TTG pasca evakuasi jaringan mola semata-mata mengacu pada
gambaran regresi hCG yang abnormal tampa harus mencari letak
pertumbuhan jaringan trofoblasnya baik secara klinis maupun radiologi.
2. Klasifikasi ini tidak menjelaskan bagaimana caranya menemukan
pertumbuhan di luar uterus.
3. Cara penyebaran TTG berbeda dari cara penyebaran keganasan ginekologi
yang lain, metastasis di luar pelvis bisa terjadi tanpa harus ada penyakit
primernya baik uterus maupun dalam pelvis.
4. Sistem ini tidak melibatkan faktor-faktor prognosis seperti kadar hCG;
masa laten dari kehamilan terakhir dan jenis kehamilan sebelumnya,
sehingga sebagai akibatnya pengobatan kurang adekuat.
Pada tahun 1991, FIGO menambahkan faktor prognostik kedalam sistem
staging anatomik yang klasik dengan faktor prognostik , yaitu nilai hCG urin >
100.000 mIU/ml dan β hCG serum > 40.000 mIU/ml dan lamanya waktu dari
10
terminasi kehamilannya hingga terdiagnosis > 6 bulan 15. Staging harus
berdasarkan riwayat kehamilan, pemeriksaan klinis, pendekatan laboratorium dan
radiologis.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan :
1. Riwayat kemoterapi pada PTG sebelumnya.
2. Jika tumor ditempat implantasi plasenta (harus dilaporkan terpisah).
3. Konfirmasi histologik tidak bermakna
D. Sistem Hammond
1. Low metastatik
2. Low-risk metastatik
3. High risk metastatik
11
Klasifikasi diatas kemudian direvisi dan dikenal sebagai klasifikasi National
Cancer Institute (NCI). 4.14
E. Klasifikasi WHO 15
1. Mola hidatidosa :
a. Komplet
b. Parsial
3. Koriokarsinoma
2. Mola hidatidosa invasif
4. Tumor trofoblas di tempat implantasi plasenta
5. Tumor trofoblas:
a. Ekstragragasi plasenta
b. Nodul plasenta
6. Lesi trofoblas yang tidak terklasifikasi
Jadwal Skor Risiko FIGO.3
SKOR 0 1 2 4
Umur <40tahun >40tahun
Antecedent
Pregnancy
mola Abortus Aterm
Intrval( bulan
pasca
<4 4-6 7-12 >12
12
kehamilan)
hCG sebelum
terapi mIU/l
<103 103 - 104 >104 -105 > 105
Ukuran tumor 3-4cm ≥ 5cm
Metastase - Lien, renal GIT Cerebral,
hepar
Jumlah
Metastase
- 1-4 5-8 >8
Riwayat
Kemoterapi
- - Tunggal Kombinasi 2
atau lebih
Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Risiko rendah, skor total 0-6
2. Risiko tinggi, skor total ≥ 7
G. Berdasarkan faktor - faktor prognosis
Adanya faktor prognosis yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
pilihan terapi, diketahui kegagalan-kegagalan pada pemberian sitostatika
tunggal pada tumor trofoblas gestasional. Ini dapat dipakai untuk
penggolongan pasien; mana yang memerlukan sitostatika tunggal, dan mana
yang memerlukan kemoterapi kombinasi.4
Dari berbagai analisis multivariat ternyata keadaan-keadaan yang memperburuk
prognosis adalah :
13
1. Diagnosis yang sangat terlambat ditegakkan
2. Kadar hCG tinggi
3. Kegagalan pemberian kemoterapi sebelumnya
4. Adanya metastasis lain diluar paru-paru dan vagina
5. Jumlah dan ukuran metastasis
6. Jenis kehamilan sebelumnya
7. Mungkin juga tumor dan golongan darah ABO pasien dan suaminya 9,10,11,13
2.3 EVALUASI DIAGNOSTIK
Semua pasien dengan PTG persisten harus dilakukan evaluasi sebelum
pengobatan secara hati-hati, termasuk :
a. Riwayat komplit dan pemeriksaan fisik.
b. Pengukuran nilai hCG serum
c. Fungsi hepar, tiroid dan ginjal
d. Nilai terendah lekosit perifer dan platelet.
Jika metastatik harus diikuti juga dengan :
a. CT scan atau rontgen foto thoraks
b. USG atau CT scan abdomen dan pelvis
c. CT scan kepala
d. Angiografi selektif dari dari abdominal dan organ pelvis jika ada indikasi.
Ultrasonografi hepar dan CT Scan akan banyak memberikan masukan
pada metastatik ke hepar pada pasien dengan tes fungsi hepar abnormal. CT scan
kepala di anjurkan pada diagnosis dini dari lesi cerebral yang tidak memberikan
gejala. CT Scan dada mungkin menggambarkan mikrometastatis meskipun
dengan rontgen foto thoraks normal. Pada pasien –pasien dengan koriokarsinoma
atau penyakit yang bermetastatis, hCG mungkin bissa diukur pada cairan
serebrospinalis untuk menyingkirkan penyebaran cerebral jika pada CT Scan otak
14
normal. Plasma/ CSF hCG rasio bertendensi menurun < 60 pada adanya metastatis
serebral. Bagaimanapun plasma tunggal/ CSF hCG rasio mungkin tidak
meningkat, sebab perubahan cepat pada hCG plasma tidak mungkin bisa
direfleksikan pada CSF.18
USG pelvis tampaknya bisa digunakan pada deteksi penyebaran PTG yang
ekstensif dan mungkin juga merupakan identifikasi dari tumor uterus yang
resisten. Sebab USG lebih akurat dan tidak menginvasi dalam mendeteksi tumor
uteri, ini mungkin bisa menolong menyeleksi pasien yang akan dihisterektomi. 18
2.4 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring. Kemoterapi
adalah modalitas utama pada pasien dengan PTG. Angka keberhasilan terapi pada
PTG risiko rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi.3
Andrijono, melaporkan angka keberhasilan terapi pada PTG nonmetastasis 95,1%,
risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 % dengan angka kematian karena
PTG berkisar 8-9%.9 Kemoterapi pada PTG risiko rendah adalah kemoterapi
tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi tunggal lain yang dapat
digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko tinggi menggunakan
kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO (etoposide, methotrexate,
actinomycin, cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi primer atau
menggunakan kombinasi ME ( Metothrexate, Etoposide ), EP ( Etoposide,
Cisplatinum) Evakuasi mola hidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis
ditegakkan, hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk
menghindari abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi
hipertiroid atau perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis
histopatologi. Dengan perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka
keberhasilan terapi yang tinggi, kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi
dilaporkan dilakukan pada kasus mola hidatidosa usia tua dan terbukti
mengurangi angka kematian dari koriokarsinoma. Histerektomi juga dilakukan
pada keadaan darurat pada kasus perforasi, pada kasus metastasis liver, otak yang
tidak respon terhadap kemoterapi serta pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas
15
gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi mempuyai efek tumorosidal serta
hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada metastasis otak atau pada pasien
yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan medis.
Jadwal Kemoterapi.9
a. Kemoterapi tunggal
Kemoterapi tunggal lebih baik pada penderita dengan stadium I yang
masih membutuhkan fertilitas. Pada suatu penerlitian dengan kemoterapi
tunggal yang diberikan pada 399 pasien dengan stadium I PTG, 373 ( 93,5%)
mengalami respon komplit. Dua puluh enam pasien yang resisten mengalami
remisi pada kemoterapi kombinasi atau operatif. Pada pasien yang resisten
terhadap kemoterapi tunggal dan masih membutuhkan sistem reproduksi ,
dapat diberikan kemoterapi kombinasi. Jika pasien resisten terhadap
kemoterapi tunggal dan kemoterapi kombinasi dan masih ingin
mempertahankan sistem reproduksi dapat dilakukan reseksi uterus lokal.Jika
16
direncanakan reseksi lokal USG preoperatif, MRI atau arteriogram mungkin
menolong mendefinisikan bagian tumor yang resisten.18.
b. Kemoterapi kombinasi
Sejak ditemukannya kemoterapi yang efektif, maka kesembuhan pada
semua pasien dengan PTG risiko rendah dapat diharapkan, tetapi pada PTG
risiko tinggi kesembuhan hanya berkisar 52-89% bahkan dengan MTX-
Actinomisin-D dan Sikloposfamid/ klorambusil (MAC) sebagai terapi primer
PTG risiko tinggi yang metastatik. 2,18
Regimen MEA dari suatu penelitian tanpa siklofosfamid , Vinkristin
adalah kombinasi yang dapat ditolerir dan efektif dalam mengobati wanita
dengan PTG risiko tinggi. Efek samping MEA yang didapatkan adalah
mielosupresi, alopesia reversibel) grade 2-3) dan nausea ( grade 2). Leuko dan
trombositopenia grade 4 terjadi pada 5,3 dan 6,4% dari 94 siklus. 2,18
Pergantian kemoterapi EMA/CO juga dilaporkan efektif dan dapat
ditoleransi untuk pasien PTG risiko tinggi. Laporan terbaru dari RS Charing
Cross terhadap regimen ini menunjukkan 78% remisi komplit, 86% tingkat
survival 5 tahun kumulatif dan toksisitas minimal kecuali untuk keganasan.
Uji klinik acak dengan faktor risiko tinggi yang sama dapat
mendefinisikan regimen optimal untuk wanita dengan PTG risiko tinggi,
walaupun agaknya tidak mungkin karena pada penyakit jarang ini ada tingkat
respon yang tinggi terhadap banyak regimen terapi. 18
Baru-baru ini keganasan kedua yang terjadi setelah regimen
kemoterapi yang mengandung etoposide telah dilaporkan.Risiko leukemia
mieloid, ca kolon dan ca mammae secara bermakna meningkat. Walaupun
mekanisme keganasan kedua setelah kemoterapi sekuensial/ kombinasi dengan
etoposide belum diketahui, pasien yang diberi etoposide perlu di follow up
lebih ketat. 2
2. Stadium II dan stadium III.
17
Pasien dengan risiko rendah diterapi dengan kemoterapi tunggal, dan
pasien dengan risiko tinggi dengan kemoterapi kombinasi primer yang intensif.
a. Metastasis ke pelvis dan vagina
Pada penelitian dengan 26 pasien stadium II yang diterapi dengan
kemoterapi tunggal memberikan remisi komplit sebanyak 16 dari 18 ( 88,9%)
pada penderita dengan risiko rendah. Kontrasnya hanya 2 dari 8 orang yang
mempunyai risiko tinggi mengalami remisi dengan kemoterapi tunggal dan
lainnya dengan kemoterapi kombinasi.
Metastasis vagina mungkin menyebabkan perdarahan yang hebat
sebab mempunayai vaskuler yang banyak. Ketika perdarahan ini substansial
akan dapat dikontrol dengan melokalisir vagina atau dengan lokal eksisi yang
luas. Embolisasi Arteriografi arteri hipogastrika mungkin bisa mengontrol
perdarahan metastasis vagina.18
b. Metastasis ke paru-paru.
Dari penelitian terhadap 130 pasien dengan stadium III yang diterapi
129 (99%) menunjukkan remisi komplit. Remisi gonadotropin diinduksi
dengan kemoterapi tunggal pada 71 dari 85 ( 83,5%) pasien dengan risiko
rendah. Semua pasien yang resisten terhadap kemoterapi tunggal sebagian
mengalami remisi dengan kemoterapi kombinasi.Torakotomi merupakan batas
pemanfaatan pada stadium III. Jika pasien mengalami metastasis pulmo yang
persisten dan diberikan kemoterapi intensif, bagaimana pun torakotomi
mungkin bisa mengeksisi fokus yang resisten.Pada penderita resisten yang
telah dilakukan torakotomi, kemoterapi harus diberikan pada postoperatif
untuk mengobati mikrometasis yang tersembunyi.18,19,20,21
c. Histerektomi.
18
Histerektomi mungkin dilakukan pada pasien dengan metastasis untuk
mengontrol perdarahan uterus atau sepsis. Selanjutnya pada pasien-pasien yang
tumornya meluas, histerektomi mungkin secara substansial menghambat tumor
trofoblas dan membatasi untuk pemberian kemoterapi.18,19,20,21
d. Follow-up
Semua pasien dengan stadium I sampai stadium III harus difollow-up dengan :
1. Pengukuran hCG tiap minggu sampai kadarnya normal selama 3 minggu
berturut-turut.
2. Pengukuran hCG setiap bulan sampai nilainya normal 12 bulan berturut-
turut.
3. Kontrasepsi yang efektif selama interval follow-up hormonal.18,19
3. Stadium IV.
Pasien-pasien stadium IV mempunyai risiko terbesar untuk tumbuh
secara progresif cepat dan tidak respon terhadap terapi multimodalitas.Semua
pasien stadium IV harus diterapi secara primer dengan kemoterapi intensif dan
penggunaan radioterapi yang selektif dan pembedahan.18
a. Metastasis hepar
Penanganan metastasis hepar sebagian sulit.Pada pasien-pasien yang
resisten dengan kemoterapi sistemik, infus arteri hepatika mungkin
menghambat remisi komplit pada kasus-kasus yang selektif.Reseksi hepar
mungkin bisa juga untuk mengontrol perdarahan akut atau untuk mengeksisi
fokus tumor yang resisten. Tehnik terbaru tentang embolisasi arteri mungkin
diperlukan untuk intervensi pembedahan.12
b. Metastasis cerebral.
Jika didiagnosis metastasis cerebral, dilakukan irradiasi seluruh otak
(3000 cGy dengan 10 fraksi).Risiko perdarahan spontan cerebral mungkin bisa
terjadi karena kombinasi kemoterapi dan irradiasi otak sebab keduanya
19
mungkin bersifat hemostatik dan bakterisidal.Remisi terbaik yang dilaporkan
pada pasien dengan metastasis kranial yang diobati secara intravena yang
intensif dengan kombinasi kemoterapi dan metotreksat intratekal.
c. Kraniotomi.
Kraniotomi dilakukan untuk dekompresi akut atau untuk mengontrol
perdarahan. Weed dkk melaporkan bahwa kraniotomi untuk mengontrol
perdarahan pada 6 pasien, 3 diantaranya mengalami remisi komplit. Pasien
dengan metastasis cerebral yang mengalami remisi umumnya tidak mempunyai
sisa defisit neurologis.
d. Follow-up.
1. Nilai hCG tiap minggu sampai normal selama 3 minggu berturut-turut.
2. Nilai hCG setiap bulan sampai normal selama 24 bulan berturut 18,19
2.5 PROGNOSIS
Secara umum prognosis pasien adalah baik. Overall survival pasien
dengan PTG risiko tinggi adalah 61,6% sehingga 80 %. Survival sangat
tergantung pada kadar β HCG pada saat mulai terapi sekunder dan lokasi
metastasis. Rekurensi PTG non metastasis 2,5 %, PTG bermetastasis risiko
rendah 3,7 % dan rekurensi terjadi pada 36 bulan. Faktor yang menyebabkan
kurangnya keberhasilan terapi adalah :
1. Kurang pengawasanpasca kemoterapi
2. Staging yang tidak adekuat
3. Pengobatan awal yang tidak adekuat
4. Pemberian kemoterapi interval terlalu lama
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah sistem rujukan serta
adanya pembagian yang baik tentang kompetensi serta pemilahan fasilitas
pelayanan berdasar diagnosis yang ditegakkan.
BAB III
PEMBAHASAN
20
3.1 Cara Mendiagnosa Gestational Trophoblastik Tumor
Tumor trofoblastik gestational (gestational trophoblastic tumor)
dikenal juga dengan istilah gestational trophoblastic neoplasia (GTN) atau
penyakit trofoblas ganas (PTG). Pada pasien ini penegakkan diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis diperoleh adanya
perdarahan pervaginam sejak 1 minggu yang lalu, adanya riwayat mola hidatosa
yang telah dikurate pada 7 bulan yang lalu. Dari pemeriksaan fisik pada status
generalis didapatkan konjungtiva anemis dengan tanda-tanda vital masih dalam
batas normal. Pemeriksaan ginekologi, pada pemeriksaan luar didapatkan kesan
pembesaran uterus setengah pusat simfisis, tanpa disertai adanya nyeri tekan dan
tanda-tanda cairan bebas. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan protio livide,
flour (-), Fluxus (+). Pada vaginal toucher ditemukan portio lunak, orifisum
uretra eksterna tertutup, corpus uteri sesuai 16 minggu, adneksa parametrium
kanan dan kiri lemas dan kavum Douglas tidak menonjol. Pada pemeriksaan
rektal, didapatkan uterus sebesar kehamilan 16 minggu, adneksa parametrium
kanan dan kiri lemas dan kavum Douglas tidak menonjol. Temuan dari anamnesis
dan pemeriksaan ini mengarahkan kepada kecurigaan adanya tumor trofoblastik
gestational.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang, pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin 8.8 g/dl, dengan hasil
pemeriksaan darah rutin lainnya dan kumua darah dalam batas normal.
Pemeriksaan penanda tumor (B-hCG) didapatkan kadar 44,000 IU/ml. Pada
pemeriksaan ultrasonografi didapatkan pembesaran uterus, terdapat massa
hypoechoic berbasis irregular dengan ukuran 5.36 cm x 2.93 cm di corpus
belakang dan ukuran 3.19cm x 2.73cm di korpus dengan arus darah meningkat.
Hati dan kedua-dua ginjal dalam batas normal dengan kesan penyakit trofoblastik
ganas. Pada pemeriksaan foto thorax didapatan corakan bronkovaskular yang
meningkat, tampak infiltrate di suprahilus kanan dengan kesan Bronkilitis
cennderung lesi TB pada suprahilus kanan, tapi pada keadaan ini juga perlu
21
difikirkan adanya kecurigaan metastatis paru yang belum dapat disingkirkan.
Pasien ini direncanakan untuk dilakukan CT Scan thorax.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang tersebut
menghasilkan suatu diagnose kerja tumor trofoblastik gestational dengan anemia
ringan, berdasarkan system staging FIGO, pasien ini termasuk dalam stadium IV.
3.2 Penatalaksanaan penyakit trofoblastik ganas
Penatalaksanaan pada kasus ini setelah dilakukan skor risiko berdasarkan
FIGO didapatkan skor 7 yang berarti pasien ini berada pada kelompok risiko
tinggi. Sehingga pada pasien ini direncanakan diberikan kemoterapi kombinasi.
Terapi kemoterapi yang diberikan adalah kombinasi methotrexate dan etoposide.
Methotrexate merupakan terpai tersering yang digunakan untuk kasus-kasus risiko
rendah. Angka remisi komplit dari terapi ini berkisar 60-80. Terapi utama TTG
adalah dengan pemberian obat kemoterapi. Kuratase dan dilatasi ulangan
umumnya tidak dilakukan untuk mengindari morbitditas dan mortalitas akibat
perforasi uterus pendarahan, infeksi, perlengketan uterus dan komplikasi anestasi.
Histerktomi dikerjakan bila secara histologis diagnosisnya tumor trofoblas
epitelioloid, kasus-kasus resisten terhadap kemoterapi dan pada kasus pendarahan
intrabdominal
Berikut ini skor risiko FIGO pasien ini :
Skor 0 1 2 4
Umur <40tahun >40tahun
Antecedent
Pregnancy
Mola Abortus Aterm
Interval
( bulan pasca
kehamilan)
<4 4-6 7-12 >12
hCG sebelum <103 103 - 104 >104 -105 > 105
22
terapi mIU/l
Ukuran tumor 3-4cm ≥ 5cm
Metastase - Lien, renal GIT Cerebral,
hepar
Jumlah Metastase - 1-4 5-8 >8
Riwayat
Kemoterapi
- - Tunggal Kombinasi 2
atau lebih
Note : Skor risiko rendah 0-6
Skor risiko tinggi ≥ 7
Pada pasien ini juga dilakukan perbaikan keadaan umum yang dilakukan ialah
dengan memberikan IVFD RL dan transfusi PRC 400 cc hingga Hb mencapai >
10 mg/dl.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena tidak dilakukan
pemeriksaan β hCG kualitatif maupun kuantitatif setelah evakuasi mola
hidatidosa. Hal ini dikarenakan kewaspadaan pasien yang kurang maupun
keterbatasan sosisoekonomi pasien, karena sebenarnya pasien sudah dianjurkan
untuk melaksanakan pemeriksaan serum β hCG oleh dr Sp.OG dan kontrol ke poli
kebidanan dan kandungan.
Apabila dalam pemeriksaan lanjutan diperoleh bahwa kadar hCG preevakuasi
< 100.000 mIU/ml, besar uterus < 20 minggu dan tidak ditemukan kista teka
lutein dengan diameter > 6 cm maka prognosis pasien baik. (11)The International
Federation of Gynaecology and Obstetrics (FIGO) telah mebuat panduan untuk
diagnosis GTN setelah mola hidatidosa yaitu :
≥ 4 pengukuran kadar hCG yang menunjukkan plateau dengan periode
setidaknya 3 minggu
Peningkatan kadar hCG ≥ 10 % pada ≥ 3 kali pengukuran pada periode
setidaknya 2 minggu.
23
Adanya bukti histologis koriokarsinoma
Persistennya kadar hCG yang terdeteksi 6 bulan pascaevakuasi mola.
Pada tahun 2002 FIGO menambahkan kriteria baru untuk diagnosis GTN yatiu
kadar hCG yang tidak kembali ke normal pascaevakuasi dan adanya metastasis.
(14)
24