proposal awie.docx 2.docx

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bakteri yang hidup bebas di alam sangat mudah untuk berpindah dari tempat yang satu ketempat yang lain. Perpindahan tersebut melalui berbagai macam perantara seperti air, udara dan benda-benda padat. Perpindahan tersebut dapat tmenyebabkan bakteri menempel pada benda-benda apa saja, sehingga dengan mudah benda-benda mati atau pun mahluk hidup lainnya dapat terkontaminasi bakteri dan bahkan bakteri tersebut dapat merusak atau menginfeksi apa yang ditempatinya. (Entjang, 2003). Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan 1

Upload: hawiah82

Post on 12-Jul-2016

60 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bakteri yang hidup bebas di alam sangat mudah untuk berpindah dari

tempat yang satu ketempat yang lain. Perpindahan tersebut melalui berbagai

macam perantara seperti air, udara dan benda-benda padat. Perpindahan tersebut

dapat tmenyebabkan bakteri menempel pada benda-benda apa saja, sehingga

dengan mudah benda-benda mati atau pun mahluk hidup lainnya dapat

terkontaminasi bakteri dan bahkan bakteri tersebut dapat merusak atau

menginfeksi apa yang ditempatinya. (Entjang, 2003).

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan

dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Dari kegiatan tersebut, rumah sakit dapat menjadi media

pemaparan/penularan bagi para pasien, petugas maupun pengunjung oleh agen

(komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkup rumah sakit yang

disebut dengan infeksi nosokomial.Infeksi nosocomial adalah infeksi yang

diperoleh selama penderita mendapatkan perawatan di rumah sakit.Infeksi

nosokomial, tidak hanya meningkatkan angka kematian, angka sakit dan

1

penderitaan, tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang

harus ditanggung penderita. (Nurwita,2012)

Adapun faktor yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi sebagai sumber

penularan infeksi nosokomial adalah dapat berasal dari penderita sendiri sebagai

sumber infeksi, petugas rumah sakit (perawat, dokter), lingkungan rumah sakit,

dan peralatan rumah sakit. (Nurwita,2012)

Laboratorium klinik merupakan unit dari rumah sakit yang mempunyai

fungsi diantaranya memberikan pelayanan, pelatihan, pendidikan dan penelitian di

bidang laboratorium klinik antara lain hematologi, kimia klinik, imunologi,

mikrobiologi klinik, urinalisis dan analisis cairan tubuh lainnya.Tenaga analis

kesehatan sangat berperan dalam menjalankan segala kegiatan yang ada di

lingkungan laboratorium klinik rumah sakit (Hardjoeno, 2002).

Mikroba terdapat hampir di semua tempat. Terdapat di udara yang kita

hirup, pada makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada

jari tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, dalam saluran pernafasan dan

pada seluruh permukaan tubuh yang terbuka dan dianggap sebagai flora normal

(Entjang, 2003).

Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan.Hal

itu nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman,

menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampaikepada kematian.

1.2. Rumusan Masalah

2

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya yaitu

bagaimana mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri patogen yang terdapat

diruangan operasi RSUD Jayapura

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan

mengidentifikasi bakteri patogen yang terdapat diruangan operasi RSUD

Jayapura

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri patogen yang

terdapat diudara diruangan operasi RSUD Jayapura

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Laboratorium

1. Untuk dapat memberikan informasi mengenai bakteri yang

terdapat diudara dalam ruangan operasi diRSUD Jayapura

2. Sebagai referensi dan dapat kiranya membantu instansi-instansi

lain yang erat kaitannya dengan penanganan penularan infeksi

nosocomial diruangan operasi

1.4.2. Bagi Fakultas

1. Memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis bagi

penerapan dan perkembangan substansi disiplin ilmu di bidang

Analis Laboratorium Kesehatan.

3

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan informasi bagi

peminat dan peneliti selanjutnya untuk mengembangkan

penelitian lebihmendalam.

1.4.3. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang

cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pathogen diudara.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Udara

2.1. 1. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit

Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri,

adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara biasanya

akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Bakteri yang

berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi di rumah sakit misalnya

Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus sp., Coliform,

dan Clostridium sp. (Bibiana, 1992).

Mikroorganisme di udara bersifat sementara dan beragam.Keberadaan

mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban

udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, serta jenis

mikroorganisme.Semakin lembab maka kemungkinan semakin banyak kandungan

mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di

permukaan.Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi konsentrasi dan

semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di

udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan berdampak pada

kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi dapat menaikkan

suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air. Aliran udara yang tinggi

juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu.

5

Pada umumnya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu

memiliki konsentrasi mikroorganisme yang rendah.Selain itu jenis mikroba udara

juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Untuk

melakukan pengujian mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup

maupun terbuka harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara

pernafasan, jendela dan pintu, letak dan sistem ventilasi, ada atau tidaknya sistem

penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, AC, tekanan udara dalam suatu

ruangan, jumlah orang/petugas yang lalu lalang, dan lain-lain.

Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi

sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada.Selain itu, jumlah

mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran

di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia melalui batuk dan

bersin.

2.2. Penyebaran Penyakit Melalui Udara

Udara terutama merupakan media penyebaran bagi

mikroorganisme.Kelompok mikroorganisme yang paling banyak tersebar di udara

bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga

mikroalga.Belum ada mikroorganisme yang habitat aslinya di udara.Mereka

terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan di air atau di

tanah.Mikroorganisme udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu

mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam

ruangan.Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Budiyanto,

2005; Waluyo, 2009).

6

2.2.1. Mikroorganisme di Luar Ruangan

Mikroorganisme yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun

terestrial.Mikroorganisme di udara pada ketinggian 300-1.000 kaki atau lebih dari

permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering,

jerami, atau partikel debu yang tertiup angin.Mikroorganisme yang paling banyak

ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan

Aspergillus.Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis.

Mikroorganisme yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah

ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari

miselium, spora fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan

Corynebacterium (Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).

2.2.2 Mikroorganisme di dalam Ruangan

Debu dalam udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang

menderita penyakit menular, telah banyak ditemukan mikroorganisme seperti

bakteri tuberculosis sp., streptococcus sp., pneumococcus sp., dan staphylococcus

sp. Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada

proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba.

Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui

debu dan udara.Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang

terkontaminasi cairan yang mengandung patogen.Tetesan cairan (aerosol)

biasanya dibentuk oleh bersin, batuk dan berbicara.Setiap tetesan terdiri dari air

liur dan lendir yang dapat berisi ribuan mikroorganisme.Diperkirakan bahwa

7

jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar antara 10.000 sampai 100.000

(Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Mikroba di Udara

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu

atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain.Temperatur dan

kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari

mikroorganisme dalam aerosol.Studi dengan Serratia marcesens dan E.coli

menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan

suhu.Peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan.Ada peningkatan

yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18°C sampai

49°C.

Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa.Partikel influenza, poli,

dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur rendah, yaitu 7°C

sampai 24°C.Tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan

hidup mikroorganisme adalah antara 40% sampai 80%.Kelembaban relatif yang

lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian

mikroorganisme.Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di

udara.

2.4. Kualitas Udara Ruang Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan

kesehatan lingkungan rumah sakit, standar kualitas udara ruang rumah sakit

adalah sebagai berikut ini:

8

1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amonia).

2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron

dengan rata- rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/

m3, dan tidak mengandung debu asbes.

3. Indeks angka kuman untuk setiap ruang atau unit seperti

tabel berikut:

No

.Ruang atau unit

Konsentrasi maksimum

mikroorganisme

per m3 udara (CFU/ m3)

1 Operasi 10

2 Bersalin 200

3 Pemulihan/perawatan 200-500

4 Observasi bayi 200

5 Perawatan bayi 200

6 Perawatan prematur 200

7 ICU 200

8 Jenazah/autopsy 200-500

9 Penginderaan medis 200

10 Laboratorium 200-500

11 Radiologi 200-500

12 Sterilisasi 200

13 Dapur 200-500

14 Gawat darurat 200

9

15 Administrasi, pertemuan 200-500

16 Ruang luka bakar 200

Tabel 1. Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit

Sumber: Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004

Kualitas udara dalam ruangan adalah salah satu aspek keilmuan yang

memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruangan yang akan

dimasukkan kedalam ruangan yang ditempat oleh manusia (Idham, 2001).

Parameter kualitas udara dalam ruangan dibagi menjadi :

1. Kualitas fisik udara

Debu partikulat merupakan salah satu polutan yang sering disebut sebagai partikel

yang melayang di udara dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron.Partikel

debuakan beradadi udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan

melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan

(Pudjiastuti, et al., 1998).

2. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya kualitas

udara.Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kelangsungan hidup mikroorganisme. Beberapa jenis virus hidup dalam

kelembaban yang relatif tinggi atau rendah tapi tidak pada level kelembaban yang

sedang. Sedangkan bakteri hidup pada range kelembaban yang terbatas yaitu

sekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol (bioaerosol). Pada tingkat

kelembaban rendah, permukaan menjadi dingin dapat mempercepat pertumbuhan

jamur dan penggumpalan debu (Binardi, 2003). Kelembaban udara yang relatif

rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir

10

membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan

mikroorganisme (Anonim, 2011).

3. Kecepatan aliran udara

Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya suhu tubuh

dan menyebabkan tubuh merasakan suhu yang lebih rendah. Namun apabila

kecepatan aliran udara stagnan (minima air movement) dapat membuat udara

terasa sesak dan buruknya kualitas udara (Binardi, 2003).

4. Kualitas kimia udara

Kualitas kimia udara merupakan proses tidak langsung dari pencemaran udara,

yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara sehingga menyebabkan pencemaran.

Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan

kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu

tertentu (penyakit kronis). Berikut adalah parameter pencemar udara yang

memberikan dampak terhadap kesehatan manusia yaitu SO2, CO2, CO, NO2,

Oksidan, Hidrokarbon, dan H2S.

5. Kualitas mikrobiologi udara

Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas mikroorganisme atau sisa

yang berasal dari makhluk hidup.Mikroorganisme terutama adalah jamur dan

bakteri.Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umunya terjadi melalui sistem

ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari

perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu

berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini

terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi.

11

Kontaminasi bioaerosol pada sumber udara sistem ventilasi (humidifier)

yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai

ragam seperti demam, pilek, sesak nafas, nyeri otot dan tulang.Pencemar yang

bersifat biologis akibat mikroba terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen,

antara lain bakteri, jamur, protozoa, maupun virus yang dapat ditemukan di

saluran udara.Penyakit yang disebabkan seringkali diklasifikasikan sebagai

penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne disease) (Anonim, 2011).

2.5 Konsep Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi

didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang

terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam

proses asuhan keperawatan, serta gejala-gejala yang dialami baru muncul selama

seseorang itu dirawat atau selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu yang

rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu.Cara transmisi

mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

dan dengan kontak langsung. Di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya,

infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke

petugas,dan dari petugas ke pasien dan antar petugas (Sulianti, 2007).

2.6. Infeksi Nosokomial

2.6.1. Definisi

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh

pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru

12

setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau

diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted, 1996 dan Ducel, 2002).

2.6.2. Etiologi

Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmsisi mikroorganisme

patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.

2.6.3. Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat

di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini

tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat

menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi

tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat antibiotik,

tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius (Ducel, 2002).

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat

menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan

oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan

infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal,

yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan, udara, dan benda atau

bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini

kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada

manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang

normal (Ducel, 2002).

13

2.6.4 Sanitasi Rumah Sakit

Dalam lingkungan rumah sakit, sanitasi mempnuyai arti dalam upaya

pengawasan berbagai faktor lingkugan fisik, kimiawi dan biologi di rumah sakit

yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pegaruh buruk terhadap

kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun masyarakat di sekitar rumah

sakit (Djojodibroto, 1997).

Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai persyaratan ruang

bangunan yang bertujuan menciptakan suasana yang nyaman, bersih dan sehat

sehingga memberikan dampak positif kepada pasien, pengunjung,dan tenaga kerja

rumah sakit. Kondisi ruangan, khususnya ruangan operasi seharusnya sangat di

pegaruhi oleh kualitas udara ,situasi bangunan dan penggunaan ruangan dimana

diperlukan lantai yang kedap air, tidak licin, dan mudah di bersihkan

(Djojodibrato, 1997)

Dalam pengendalian infeksi perlu diingat pencegahan lebih baik dari

pegobatan , karena lebih mudah, lebih murah dan tidak berbahaya baik bagi

petugas, penderita maupun bagi lingkugan. Cara pencegahan ialah dengan

memutuskan mata rantai terjadinya infeksi nosokomial, antara lain :

meningkatkan pengetahuan personal rumah sakit tentang infeksi nosokomial,

meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resiko infeksi nosokomial bagi

pasien yang dirawatnya, melaksanakan semua standar prosedur kerja secara benar

dan tetap. Sanitasi rumah sakit merupakan upaya dan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit dan memberikan

14

pelayanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya. Tujuan dari sanitasi rumah

sakit adalah menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit agar tetap bersih,

nyaman dan dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. (Djojodibrato 1997),

2.6.5. Persyaratan Kamar bedah

Kamar bedah merupakan bagian integral dari unit rumah sakit, sehingga

memerlukan manajemen kamar bedah yang baik. Adapun antara lain syarat kamar

bedah yaitu : mempunyai lokasi yang starategis terhadap bagian- bagian yang ada

hubungannya dengan ruangan operasi, jauh dari tempat pembuangan kotoran,

lantai dan dinding terbuat dari bahan yang tidak menyerap air, penerangan yang

baik, serta tidak adanya gangguan mekanik. (Ade,2007).

Ruangan operasi terdiri dari tiga zona, yaitu : zona outer (ruangan

administrasi/ penanganan pasien), zona intermediate (ruang persiapan /

penyimpanan) dan zona inner, dimana tingkat kebersihannya lebih tinggi dan

asepsis (Ade,2007)

Untuk menjaga kebersihan dan kesterilan ruangan operasi, pengendalian

harus sesuai dengan prosedur. Pintu kamar operasi harus slalu menutup, ventilasi

kamar opersi diatur searah, udara bersih mengalir dari atas dan dikeluarkan

kebawah. Pergantian udara sebesar 25x volume ruangan per jam,3 diantaranya

adalah fresh air, udara dingi yang keluarjuga harus steril. Kamar operasi diatur

dengan tekanan positif. Suhu tidak boleh lebih dari 24ºC, jika lebih kulit pasien

yang ditutup handuk steril akan cenderung berkeringat sehingga memungkinkan

peningkatan jumlah kuman dalam pori-pori kulit. Kelembaban udara ruangan

15

tidak boleh lebih dari 50% karena jika lebih, jamur akan mudah tumbuh

(Andra,2008)

2.6.6. Teknik Aseptik Ruangan Operasi

Teknik aseptik ruangan operasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau bahan-

bahan, dengan cara menghambat dan menghancurkan tumbuhnya organisme

dalam jaringan.

Tujuan penerapan teknik aseptik diruangan opersi adalah untuk mencegah

penyebarab mikroorganisme, dengan memusnakan bakteri kontaminan maupun

bakteri patogen untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka operasi.

Mikroorganisme diudara dapat dimatikan dengan penyinaran dengan sinar

ultra violet. Panjang gelombang yang dapat mematikan mikroorganisme adalah

220-290 nm tetapi radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm (Waluyo, 2007).

2.7. Identifikasi Bakteri

Terdapat beberapa cara untuk identifikasi bakteri antara lain :

2.7.1. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan

pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang

pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan

beberapa perubahan (Koes Irianto, 2006).

2.7.2 . Pembiakan Bakteri

16

Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang dapat

menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat keasaman dan inkubasi

tertentu.Pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri untuk dapat

mengadakan identifikasi, determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang

ditemukan.Medium pembiakan terdiri dari :

1) Medium pembiakan dasar

Pembiakan dasar adalah medium pembiakan sederhana yang mengandung

bahan yang umum diperlukan oleh sebagian besar mikroorganisme dan dipakai

juga sebagai komponen dasar untuk membuat medium pembiakan lain. Medium

ini dibuat dari 3 g ekstrak daging, 5 g pepton dan 1000 ml air. Dinamakan juga

bulyon nutrisi . Dengen penambahan 15 agar-agar diperoleh apa yang dinamakan

agar nutrisi atau bulyon agar.

17

2) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium)

Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar

dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan bakteri tertentu

yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat tumbuh dengan baik. Untuk

keperluan ini ke dalam medium pembiakan dasar sering ditambahkan darah,

serum, cairan tubuh, ekstrak hati dan otak (Koes Irianto, 2006).

3). Medium pembiakan selektif

Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi bakteri yang

diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain yang terdapat dalam bahan

pemeriksaan.Dengan penambahan bahan tertentu bakteri yang dicari dapat

dipisahkan dengan mudah. Medium pembiakan ini berdasarkan pada sifat

kerjanya dapat dibedakan dalam :

1. Selektivitas karena perbedaan tumbuh

2. Selektivitas karena penghambatan.

Medium pembiakan selektif dalam pemakaiannya diberi bermacam - macam

bentuk yang sesuai dengan tujuannya,yaitu sebagai berikut;

a.Bentuk medium cair

b.Bentuk medium padat dengan penambahan agar-agar atau gelatin

(KoesIrianto,2006).

Yang termasuk ke dalam media selektif dan differensial diantaranya :

1. Agar Garam Mannitol

Mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang dapat menghambat

pertumbuhan kebanyakan bakteri, kecuali Staphylococcus. Media ini juga

18

mengadakan fungsi differensial karena mengandung karbohidrat mannitol,

dimana beberapa Staphylococcus dapat melakukan fermentasi, “phenol red” (pH

indikator) digunakan untuk mendeteksi adanya asam hasil fermentasi manitol.

Staphylococcus ini memperlihatkan suatu zona berwarna kuning di sekeliling

pertumbuhannya, Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak akan

menghasilkan perubahan warna (Kusnadi, 2003).

2. Agar Darah

Darah dimasukkan ke dalam medium untuk memperkaya unsur dalam

pembiakan mikroorganisme terpilih seperti Streptococcus sp. Darah juga akan

memperlihatkan sifat hemolysis yang dimiliki Streptococcus.

a). Gamma hemolisis: tidak terjadi liysis sel darah merah, tidak

adanya perubahan medium di sekitar koloni

b). Alpha hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dengan reduksihemoglobin

menjadi metahemoglobin menghasilkan lingkarankehijauan sekitar

pertumbuhan bakteri.

c). Beta hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dilengkapi

kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh mikroorganisme

menghasilkan zona bening sekeliling koloni (Kusnadi, 2003).

3. Agar McConkey

Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap pertumbuhan bakteri Gram

positif, selanjutnya bakteri Gram-negatif dapat diisolasi. Medium dilengkapi

dengan karbohidrat (laktosa), garam empedu, dan “neutral red” sebagai pH

19

indikator yang mampu membedakan bakteri enterik sebagai dasar kemampuannya

untuk memfermentasi laktosa (Kusnadi, 2003).

4. Uji Biokimia

Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi

metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu

dilihat kemampuannyamenggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan

sumber energy. Adapun uji biokimia yang sering dilakukan yaitu :

1. SIM (Sulfat Indol Motility)

Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah positif, hal ini terlihat adanya

penyebaranyang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi.Hal ini

menunjukan adanyapergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti

bahwa bakteri ini memiliki flagella.Dari uji juga terlihat adawarna hitam, yang

berarti bakteri ini menghasilkan Hidrogen Sulfat (H2S) (Waluyo, 2004).

2. TSIA

Triple Sugar Iron Agar medium, biasanya digunakan untuk konfirmasi

pengujian E. coli dan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif

yang memfermentasi dekstrosa/laktosa/sukrosa dan produksi H2S. Dari fungsi

tersebut media ini dapat diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan memilahkan

dari Pseudomonas yang tumbuh pada media lain BSA dan BGA. Terjadinya

fermentasi dekstrosa oleh Salmonella akan menurunkan pH menjadi asam.

Kondisi ini akan menyebabkan perubahan phenol red (media merah) menjadi

kuning. Sedangkan Pseudomonas karena tidak mampu memfermentasi dekstrosa,

20

maka media akan tetap berwarna merah. Dengan demikian media ini dapat dengan

mudah memilah Salmonella dari Pseudomonas (Waluyo, 2004).

3. Simmon Sitrat

Simmon sitrat atau nama lainnya Simmons Citrate Medium mengandung

amonium dihidrogen fosfat, natrium klorida, natrium sitrat. Magnesium sulfat,

agar, bromtimol biru, aquades dan memiliki pH 6,9 (Waluyo, 2004).

21

22

23

24

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Analisis Laboratorium untuk mengetahui

jenis bakteri yang terdapat diudalam dalam laboratorium RSU Jayapura.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2016.

Pengambilan sampel, pemeriksaan dan analisis sampel dilakukan di ruangan

Laboratorium RSU Jayapura Papua

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah mikroorganisme udara di seluruh ruangan yang

berada di Laboratorium RSU Jayapura.Sampel penelitian adalah mikroorganisme

udara yang terdapat diruangan Laboratorium RSU Jayapura.

3.4. Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Cawan petri

2. Tabung reaksi

3. Tabung Erlenmeyer

4. Gelas kimia

5. Corong

6. Lampu Bunsen

7. Ose bulat dan ose jarum

8. Mikroskop

26

9. Pipet tetes

10. Autoklaf

11. Inkubator dengan pengaturan suhu 37oC dan 25oC

12. Kaca Objek

13. Kaca Penutup dan bahan-bahan lain yang lazim

digunakan di laboratorium mikrobiologi.

Bahan penelitian yang dipakai dalam penelitian adalah :

1. Media Mac Concey Agar

2. Media Agar Darah

3. Agar SIM (Sulfur, Indol, Motilitas)

4. Nutrient broth (NB)

5. Gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, manitol)

6. Simon Citrat

7. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

8. Pewarnaan Gram (Gentian violet, lugol, alkohol 70%,

safranin)

9. Aquades

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel

Cawan petri yang telah berisi media PCA (Plate Count Agar)/ media Agar

Darah/ media Mac Conkey Agar diletakkan dan dibuka selama 15 menit di dalam

ruangan laboratorium yang akan diperiksa. Setelah itu cawan petri ditutup dan

dibawa ke laboratorium mikrobiologi.

27

3.5.2. Penanaman dan Pembiakan

Agar Darah, dan Mac conkey agar yang berisi sampel penelitian

diinkubasi dengan keadaan terbalik pada suhu 37ºC selama 2 x 24 jam diinkubasi.

Koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya lalu dilanjutkan dengan

pewarnaan Gram dan isolasi bakteri.

3.5.2.1. Isolasi Bakteri

Identifikasi Mikroorganisme dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:

1. Identifikasi mikroorganisme secara makroskopis untuk melihat

karakteristik

2. koloni bakteri dan jamur berdasarkan bentuk, warna, dan permukaan

koloni.

3. Identifikasi mikroorganisme secara mikroskopis dengan pewarnaan Gram

untuk bakteri yang tumbuh pada media Agar Darah dan Mac Conkey Agar

dilakukan untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna

dengan pengamatan menggunakan mikroskop.

Langkah kerja pewarnaan gram :

1. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada

nyala api Bunsen sehingga bebas dari kotoran dan lemak.

2. Membuat olesan tipis isolat bakteri dengan jarum ose secara aseptis,

dikeringkan, dan difiksasi dengan melewatkan di atas api Bunsen

sebanyak tiga kali.

28

3. Olesan tersebut ditetesi kristal violet (Gram A = cat utama) sampai

menutupi seluruh sediaan, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicuci

pada air mengalir.

4. Kemudian ditetesi dengan larutan iodin (Gram B = larutan mordan),

dibiarkan selama 1 menit, kemudian dicuci pada air mengalir hingga

tetesan menjadi bening.

5. Lalu dilakukan dekolorisasi dengan ditetesi etil alkohol 95% (Gram C)

selama 10-30 detik sampai terlihat adanya warna yang luntur, segera aliri

dengan air selama beberapa detik untuk menghentikan aktivitas

dekolorisasi.

6. Selanjutnya bakteri ditetesi dengan safranin selama 20-30 detik, dicuci

dengan air mengalir selama beberapa detik untuk menghabiskan sisa-sisa

cat sampai bersih dan dikeringkan. Setelah itu diamati dengan mikroskop

untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna.

3.5.3. Identifikasi hasil biakan dengan uji biokimia yaitu :

3.5.3.1 Bakteri Gram Positif

1. Uji Katalase

Cairan H2O2 ditetesi pada kaca objek pada koloni yang diambil sebanyak

satu ose.Hasil positif apabila terdapat gelembung udara yang menandakan

Staphylococcus sp. dan hasil negatif apabila tidak terdapat gelembung udara yang

menandakan Streptococcus sp. (Steven et al., 2004).

29

2. Uji gula-gula

Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa,

manitol, dan sukrosa.Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk

memfermentasi gula-gula tersebut.Tujuannya adalah untuk mengetahui bakteri

yang menghasilkan gas dan asam. Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya

perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut

menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham

menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven etal.,2004).

3. Uji SIM

Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai

adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang

ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau

pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).

3.5.3.2. Bakteri Gram Negatif

1. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Media TSIA digunakan untuk menilai kemampuan bakteri memfermentasi

glukosa, laktosa, dan sukrosa.Hal ini ditandai dengan perubahan warna akibat

timbulnya suasana asam, serta terbentuknya H2S dan gas.Media diamati pada 2

tempat, yaitu bagian lereng dan bagian dasar (Steven et al., 2004).

2. Uji Sitrat

Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan

natrium sitrat sebagai sumber utama metabolism dan pertumbuhan. Hasil positif

30

apabila agar sitrat yang semula berwarna hijau berubah menjadi biru yang timbul

akibat suasana asam(Steven etal. 2004)

3. Uji gula-gula

Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa,

manitol, dan sukrosa.Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk

memfermentasi gula-gula tersebut.Tujuannya adalah untuk mengetahuibakteri

yang menghasilkan gas dan asam.Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya

perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut

menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham

menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven et al., 2004).

4. Uji SIM

Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai

adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang

ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau

pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).

31

32

33

34

35

3.5.4 Alur Penelitian

Inkubasi 37º C, 24 jam

Inkubasi 37º C , 24 jam

Gambar 4. Alur Penelitian

3.5.5 . Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.

36

Udara pada ruangan Laboratorium

Media Mac Conkey agarMedia Agar Darah

Identifikasi Makroskopis

Pewarnaan Gram

Uji Biokimia

Gram + / - coccus

- Teskatalase - Uji gula- gula- Uji SIM

Gram – batang

- Uji TSIA- Uji gula- gula- Uji SIM- Uji Sitrat

37