proposal awie.docx 2.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bakteri yang hidup bebas di alam sangat mudah untuk berpindah dari
tempat yang satu ketempat yang lain. Perpindahan tersebut melalui berbagai
macam perantara seperti air, udara dan benda-benda padat. Perpindahan tersebut
dapat tmenyebabkan bakteri menempel pada benda-benda apa saja, sehingga
dengan mudah benda-benda mati atau pun mahluk hidup lainnya dapat
terkontaminasi bakteri dan bahkan bakteri tersebut dapat merusak atau
menginfeksi apa yang ditempatinya. (Entjang, 2003).
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Dari kegiatan tersebut, rumah sakit dapat menjadi media
pemaparan/penularan bagi para pasien, petugas maupun pengunjung oleh agen
(komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkup rumah sakit yang
disebut dengan infeksi nosokomial.Infeksi nosocomial adalah infeksi yang
diperoleh selama penderita mendapatkan perawatan di rumah sakit.Infeksi
nosokomial, tidak hanya meningkatkan angka kematian, angka sakit dan
1
penderitaan, tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang
harus ditanggung penderita. (Nurwita,2012)
Adapun faktor yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi sebagai sumber
penularan infeksi nosokomial adalah dapat berasal dari penderita sendiri sebagai
sumber infeksi, petugas rumah sakit (perawat, dokter), lingkungan rumah sakit,
dan peralatan rumah sakit. (Nurwita,2012)
Laboratorium klinik merupakan unit dari rumah sakit yang mempunyai
fungsi diantaranya memberikan pelayanan, pelatihan, pendidikan dan penelitian di
bidang laboratorium klinik antara lain hematologi, kimia klinik, imunologi,
mikrobiologi klinik, urinalisis dan analisis cairan tubuh lainnya.Tenaga analis
kesehatan sangat berperan dalam menjalankan segala kegiatan yang ada di
lingkungan laboratorium klinik rumah sakit (Hardjoeno, 2002).
Mikroba terdapat hampir di semua tempat. Terdapat di udara yang kita
hirup, pada makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada
jari tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, dalam saluran pernafasan dan
pada seluruh permukaan tubuh yang terbuka dan dianggap sebagai flora normal
(Entjang, 2003).
Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan.Hal
itu nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman,
menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampaikepada kematian.
1.2. Rumusan Masalah
2
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya yaitu
bagaimana mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri patogen yang terdapat
diruangan operasi RSUD Jayapura
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi bakteri patogen yang terdapat diruangan operasi RSUD
Jayapura
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri patogen yang
terdapat diudara diruangan operasi RSUD Jayapura
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Laboratorium
1. Untuk dapat memberikan informasi mengenai bakteri yang
terdapat diudara dalam ruangan operasi diRSUD Jayapura
2. Sebagai referensi dan dapat kiranya membantu instansi-instansi
lain yang erat kaitannya dengan penanganan penularan infeksi
nosocomial diruangan operasi
1.4.2. Bagi Fakultas
1. Memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis bagi
penerapan dan perkembangan substansi disiplin ilmu di bidang
Analis Laboratorium Kesehatan.
3
2. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan informasi bagi
peminat dan peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
penelitian lebihmendalam.
1.4.3. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang
cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pathogen diudara.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Udara
2.1. 1. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri,
adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering
ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara biasanya
akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Bakteri yang
berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi di rumah sakit misalnya
Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus sp., Coliform,
dan Clostridium sp. (Bibiana, 1992).
Mikroorganisme di udara bersifat sementara dan beragam.Keberadaan
mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban
udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, serta jenis
mikroorganisme.Semakin lembab maka kemungkinan semakin banyak kandungan
mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di
permukaan.Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi konsentrasi dan
semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di
udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan berdampak pada
kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi dapat menaikkan
suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air. Aliran udara yang tinggi
juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu.
5
Pada umumnya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu
memiliki konsentrasi mikroorganisme yang rendah.Selain itu jenis mikroba udara
juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Untuk
melakukan pengujian mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup
maupun terbuka harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara
pernafasan, jendela dan pintu, letak dan sistem ventilasi, ada atau tidaknya sistem
penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, AC, tekanan udara dalam suatu
ruangan, jumlah orang/petugas yang lalu lalang, dan lain-lain.
Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi
sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada.Selain itu, jumlah
mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran
di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia melalui batuk dan
bersin.
2.2. Penyebaran Penyakit Melalui Udara
Udara terutama merupakan media penyebaran bagi
mikroorganisme.Kelompok mikroorganisme yang paling banyak tersebar di udara
bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga
mikroalga.Belum ada mikroorganisme yang habitat aslinya di udara.Mereka
terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan di air atau di
tanah.Mikroorganisme udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu
mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam
ruangan.Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Budiyanto,
2005; Waluyo, 2009).
6
2.2.1. Mikroorganisme di Luar Ruangan
Mikroorganisme yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun
terestrial.Mikroorganisme di udara pada ketinggian 300-1.000 kaki atau lebih dari
permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering,
jerami, atau partikel debu yang tertiup angin.Mikroorganisme yang paling banyak
ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan
Aspergillus.Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis.
Mikroorganisme yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah
ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari
miselium, spora fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan
Corynebacterium (Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).
2.2.2 Mikroorganisme di dalam Ruangan
Debu dalam udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang
menderita penyakit menular, telah banyak ditemukan mikroorganisme seperti
bakteri tuberculosis sp., streptococcus sp., pneumococcus sp., dan staphylococcus
sp. Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada
proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba.
Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui
debu dan udara.Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang
terkontaminasi cairan yang mengandung patogen.Tetesan cairan (aerosol)
biasanya dibentuk oleh bersin, batuk dan berbicara.Setiap tetesan terdiri dari air
liur dan lendir yang dapat berisi ribuan mikroorganisme.Diperkirakan bahwa
7
jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar antara 10.000 sampai 100.000
(Budiyanto, 2005; Waluyo, 2009).
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Mikroba di Udara
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu
atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain.Temperatur dan
kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari
mikroorganisme dalam aerosol.Studi dengan Serratia marcesens dan E.coli
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan
suhu.Peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan.Ada peningkatan
yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18°C sampai
49°C.
Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa.Partikel influenza, poli,
dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur rendah, yaitu 7°C
sampai 24°C.Tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan
hidup mikroorganisme adalah antara 40% sampai 80%.Kelembaban relatif yang
lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian
mikroorganisme.Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di
udara.
2.4. Kualitas Udara Ruang Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit, standar kualitas udara ruang rumah sakit
adalah sebagai berikut ini:
8
1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amonia).
2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron
dengan rata- rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/
m3, dan tidak mengandung debu asbes.
3. Indeks angka kuman untuk setiap ruang atau unit seperti
tabel berikut:
No
.Ruang atau unit
Konsentrasi maksimum
mikroorganisme
per m3 udara (CFU/ m3)
1 Operasi 10
2 Bersalin 200
3 Pemulihan/perawatan 200-500
4 Observasi bayi 200
5 Perawatan bayi 200
6 Perawatan prematur 200
7 ICU 200
8 Jenazah/autopsy 200-500
9 Penginderaan medis 200
10 Laboratorium 200-500
11 Radiologi 200-500
12 Sterilisasi 200
13 Dapur 200-500
14 Gawat darurat 200
9
15 Administrasi, pertemuan 200-500
16 Ruang luka bakar 200
Tabel 1. Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit
Sumber: Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004
Kualitas udara dalam ruangan adalah salah satu aspek keilmuan yang
memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruangan yang akan
dimasukkan kedalam ruangan yang ditempat oleh manusia (Idham, 2001).
Parameter kualitas udara dalam ruangan dibagi menjadi :
1. Kualitas fisik udara
Debu partikulat merupakan salah satu polutan yang sering disebut sebagai partikel
yang melayang di udara dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron.Partikel
debuakan beradadi udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan
melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan
(Pudjiastuti, et al., 1998).
2. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya kualitas
udara.Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup mikroorganisme. Beberapa jenis virus hidup dalam
kelembaban yang relatif tinggi atau rendah tapi tidak pada level kelembaban yang
sedang. Sedangkan bakteri hidup pada range kelembaban yang terbatas yaitu
sekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol (bioaerosol). Pada tingkat
kelembaban rendah, permukaan menjadi dingin dapat mempercepat pertumbuhan
jamur dan penggumpalan debu (Binardi, 2003). Kelembaban udara yang relatif
rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir
10
membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme (Anonim, 2011).
3. Kecepatan aliran udara
Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya suhu tubuh
dan menyebabkan tubuh merasakan suhu yang lebih rendah. Namun apabila
kecepatan aliran udara stagnan (minima air movement) dapat membuat udara
terasa sesak dan buruknya kualitas udara (Binardi, 2003).
4. Kualitas kimia udara
Kualitas kimia udara merupakan proses tidak langsung dari pencemaran udara,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara sehingga menyebabkan pencemaran.
Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan
kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu
tertentu (penyakit kronis). Berikut adalah parameter pencemar udara yang
memberikan dampak terhadap kesehatan manusia yaitu SO2, CO2, CO, NO2,
Oksidan, Hidrokarbon, dan H2S.
5. Kualitas mikrobiologi udara
Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas mikroorganisme atau sisa
yang berasal dari makhluk hidup.Mikroorganisme terutama adalah jamur dan
bakteri.Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umunya terjadi melalui sistem
ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari
perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu
berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini
terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi.
11
Kontaminasi bioaerosol pada sumber udara sistem ventilasi (humidifier)
yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai
ragam seperti demam, pilek, sesak nafas, nyeri otot dan tulang.Pencemar yang
bersifat biologis akibat mikroba terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen,
antara lain bakteri, jamur, protozoa, maupun virus yang dapat ditemukan di
saluran udara.Penyakit yang disebabkan seringkali diklasifikasikan sebagai
penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne disease) (Anonim, 2011).
2.5 Konsep Infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi
didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang
terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam
proses asuhan keperawatan, serta gejala-gejala yang dialami baru muncul selama
seseorang itu dirawat atau selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu yang
rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu.Cara transmisi
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,
dan dengan kontak langsung. Di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya,
infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke
petugas,dan dari petugas ke pasien dan antar petugas (Sulianti, 2007).
2.6. Infeksi Nosokomial
2.6.1. Definisi
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh
pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru
12
setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau
diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted, 1996 dan Ducel, 2002).
2.6.2. Etiologi
Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmsisi mikroorganisme
patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.
2.6.3. Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat
di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat antibiotik,
tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius (Ducel, 2002).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan
oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal,
yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan, udara, dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini
kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada
manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang
normal (Ducel, 2002).
13
2.6.4 Sanitasi Rumah Sakit
Dalam lingkungan rumah sakit, sanitasi mempnuyai arti dalam upaya
pengawasan berbagai faktor lingkugan fisik, kimiawi dan biologi di rumah sakit
yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pegaruh buruk terhadap
kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun masyarakat di sekitar rumah
sakit (Djojodibroto, 1997).
Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai persyaratan ruang
bangunan yang bertujuan menciptakan suasana yang nyaman, bersih dan sehat
sehingga memberikan dampak positif kepada pasien, pengunjung,dan tenaga kerja
rumah sakit. Kondisi ruangan, khususnya ruangan operasi seharusnya sangat di
pegaruhi oleh kualitas udara ,situasi bangunan dan penggunaan ruangan dimana
diperlukan lantai yang kedap air, tidak licin, dan mudah di bersihkan
(Djojodibrato, 1997)
Dalam pengendalian infeksi perlu diingat pencegahan lebih baik dari
pegobatan , karena lebih mudah, lebih murah dan tidak berbahaya baik bagi
petugas, penderita maupun bagi lingkugan. Cara pencegahan ialah dengan
memutuskan mata rantai terjadinya infeksi nosokomial, antara lain :
meningkatkan pengetahuan personal rumah sakit tentang infeksi nosokomial,
meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resiko infeksi nosokomial bagi
pasien yang dirawatnya, melaksanakan semua standar prosedur kerja secara benar
dan tetap. Sanitasi rumah sakit merupakan upaya dan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit dan memberikan
14
pelayanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya. Tujuan dari sanitasi rumah
sakit adalah menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit agar tetap bersih,
nyaman dan dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. (Djojodibrato 1997),
2.6.5. Persyaratan Kamar bedah
Kamar bedah merupakan bagian integral dari unit rumah sakit, sehingga
memerlukan manajemen kamar bedah yang baik. Adapun antara lain syarat kamar
bedah yaitu : mempunyai lokasi yang starategis terhadap bagian- bagian yang ada
hubungannya dengan ruangan operasi, jauh dari tempat pembuangan kotoran,
lantai dan dinding terbuat dari bahan yang tidak menyerap air, penerangan yang
baik, serta tidak adanya gangguan mekanik. (Ade,2007).
Ruangan operasi terdiri dari tiga zona, yaitu : zona outer (ruangan
administrasi/ penanganan pasien), zona intermediate (ruang persiapan /
penyimpanan) dan zona inner, dimana tingkat kebersihannya lebih tinggi dan
asepsis (Ade,2007)
Untuk menjaga kebersihan dan kesterilan ruangan operasi, pengendalian
harus sesuai dengan prosedur. Pintu kamar operasi harus slalu menutup, ventilasi
kamar opersi diatur searah, udara bersih mengalir dari atas dan dikeluarkan
kebawah. Pergantian udara sebesar 25x volume ruangan per jam,3 diantaranya
adalah fresh air, udara dingi yang keluarjuga harus steril. Kamar operasi diatur
dengan tekanan positif. Suhu tidak boleh lebih dari 24ºC, jika lebih kulit pasien
yang ditutup handuk steril akan cenderung berkeringat sehingga memungkinkan
peningkatan jumlah kuman dalam pori-pori kulit. Kelembaban udara ruangan
15
tidak boleh lebih dari 50% karena jika lebih, jamur akan mudah tumbuh
(Andra,2008)
2.6.6. Teknik Aseptik Ruangan Operasi
Teknik aseptik ruangan operasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau bahan-
bahan, dengan cara menghambat dan menghancurkan tumbuhnya organisme
dalam jaringan.
Tujuan penerapan teknik aseptik diruangan opersi adalah untuk mencegah
penyebarab mikroorganisme, dengan memusnakan bakteri kontaminan maupun
bakteri patogen untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka operasi.
Mikroorganisme diudara dapat dimatikan dengan penyinaran dengan sinar
ultra violet. Panjang gelombang yang dapat mematikan mikroorganisme adalah
220-290 nm tetapi radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm (Waluyo, 2007).
2.7. Identifikasi Bakteri
Terdapat beberapa cara untuk identifikasi bakteri antara lain :
2.7.1. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan
pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang
pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan
beberapa perubahan (Koes Irianto, 2006).
2.7.2 . Pembiakan Bakteri
16
Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang dapat
menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat keasaman dan inkubasi
tertentu.Pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri untuk dapat
mengadakan identifikasi, determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang
ditemukan.Medium pembiakan terdiri dari :
1) Medium pembiakan dasar
Pembiakan dasar adalah medium pembiakan sederhana yang mengandung
bahan yang umum diperlukan oleh sebagian besar mikroorganisme dan dipakai
juga sebagai komponen dasar untuk membuat medium pembiakan lain. Medium
ini dibuat dari 3 g ekstrak daging, 5 g pepton dan 1000 ml air. Dinamakan juga
bulyon nutrisi . Dengen penambahan 15 agar-agar diperoleh apa yang dinamakan
agar nutrisi atau bulyon agar.
17
2) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium)
Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar
dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan bakteri tertentu
yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat tumbuh dengan baik. Untuk
keperluan ini ke dalam medium pembiakan dasar sering ditambahkan darah,
serum, cairan tubuh, ekstrak hati dan otak (Koes Irianto, 2006).
3). Medium pembiakan selektif
Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi bakteri yang
diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain yang terdapat dalam bahan
pemeriksaan.Dengan penambahan bahan tertentu bakteri yang dicari dapat
dipisahkan dengan mudah. Medium pembiakan ini berdasarkan pada sifat
kerjanya dapat dibedakan dalam :
1. Selektivitas karena perbedaan tumbuh
2. Selektivitas karena penghambatan.
Medium pembiakan selektif dalam pemakaiannya diberi bermacam - macam
bentuk yang sesuai dengan tujuannya,yaitu sebagai berikut;
a.Bentuk medium cair
b.Bentuk medium padat dengan penambahan agar-agar atau gelatin
(KoesIrianto,2006).
Yang termasuk ke dalam media selektif dan differensial diantaranya :
1. Agar Garam Mannitol
Mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang dapat menghambat
pertumbuhan kebanyakan bakteri, kecuali Staphylococcus. Media ini juga
18
mengadakan fungsi differensial karena mengandung karbohidrat mannitol,
dimana beberapa Staphylococcus dapat melakukan fermentasi, “phenol red” (pH
indikator) digunakan untuk mendeteksi adanya asam hasil fermentasi manitol.
Staphylococcus ini memperlihatkan suatu zona berwarna kuning di sekeliling
pertumbuhannya, Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak akan
menghasilkan perubahan warna (Kusnadi, 2003).
2. Agar Darah
Darah dimasukkan ke dalam medium untuk memperkaya unsur dalam
pembiakan mikroorganisme terpilih seperti Streptococcus sp. Darah juga akan
memperlihatkan sifat hemolysis yang dimiliki Streptococcus.
a). Gamma hemolisis: tidak terjadi liysis sel darah merah, tidak
adanya perubahan medium di sekitar koloni
b). Alpha hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dengan reduksihemoglobin
menjadi metahemoglobin menghasilkan lingkarankehijauan sekitar
pertumbuhan bakteri.
c). Beta hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dilengkapi
kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh mikroorganisme
menghasilkan zona bening sekeliling koloni (Kusnadi, 2003).
3. Agar McConkey
Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap pertumbuhan bakteri Gram
positif, selanjutnya bakteri Gram-negatif dapat diisolasi. Medium dilengkapi
dengan karbohidrat (laktosa), garam empedu, dan “neutral red” sebagai pH
19
indikator yang mampu membedakan bakteri enterik sebagai dasar kemampuannya
untuk memfermentasi laktosa (Kusnadi, 2003).
4. Uji Biokimia
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi
metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu
dilihat kemampuannyamenggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan
sumber energy. Adapun uji biokimia yang sering dilakukan yaitu :
1. SIM (Sulfat Indol Motility)
Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah positif, hal ini terlihat adanya
penyebaranyang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi.Hal ini
menunjukan adanyapergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti
bahwa bakteri ini memiliki flagella.Dari uji juga terlihat adawarna hitam, yang
berarti bakteri ini menghasilkan Hidrogen Sulfat (H2S) (Waluyo, 2004).
2. TSIA
Triple Sugar Iron Agar medium, biasanya digunakan untuk konfirmasi
pengujian E. coli dan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif
yang memfermentasi dekstrosa/laktosa/sukrosa dan produksi H2S. Dari fungsi
tersebut media ini dapat diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan memilahkan
dari Pseudomonas yang tumbuh pada media lain BSA dan BGA. Terjadinya
fermentasi dekstrosa oleh Salmonella akan menurunkan pH menjadi asam.
Kondisi ini akan menyebabkan perubahan phenol red (media merah) menjadi
kuning. Sedangkan Pseudomonas karena tidak mampu memfermentasi dekstrosa,
20
maka media akan tetap berwarna merah. Dengan demikian media ini dapat dengan
mudah memilah Salmonella dari Pseudomonas (Waluyo, 2004).
3. Simmon Sitrat
Simmon sitrat atau nama lainnya Simmons Citrate Medium mengandung
amonium dihidrogen fosfat, natrium klorida, natrium sitrat. Magnesium sulfat,
agar, bromtimol biru, aquades dan memiliki pH 6,9 (Waluyo, 2004).
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Analisis Laboratorium untuk mengetahui
jenis bakteri yang terdapat diudalam dalam laboratorium RSU Jayapura.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2016.
Pengambilan sampel, pemeriksaan dan analisis sampel dilakukan di ruangan
Laboratorium RSU Jayapura Papua
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah mikroorganisme udara di seluruh ruangan yang
berada di Laboratorium RSU Jayapura.Sampel penelitian adalah mikroorganisme
udara yang terdapat diruangan Laboratorium RSU Jayapura.
3.4. Alat dan Bahan
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Cawan petri
2. Tabung reaksi
3. Tabung Erlenmeyer
4. Gelas kimia
5. Corong
6. Lampu Bunsen
7. Ose bulat dan ose jarum
8. Mikroskop
26
9. Pipet tetes
10. Autoklaf
11. Inkubator dengan pengaturan suhu 37oC dan 25oC
12. Kaca Objek
13. Kaca Penutup dan bahan-bahan lain yang lazim
digunakan di laboratorium mikrobiologi.
Bahan penelitian yang dipakai dalam penelitian adalah :
1. Media Mac Concey Agar
2. Media Agar Darah
3. Agar SIM (Sulfur, Indol, Motilitas)
4. Nutrient broth (NB)
5. Gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, manitol)
6. Simon Citrat
7. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
8. Pewarnaan Gram (Gentian violet, lugol, alkohol 70%,
safranin)
9. Aquades
3.5. Prosedur Penelitian
3.5.1. Pengambilan Sampel
Cawan petri yang telah berisi media PCA (Plate Count Agar)/ media Agar
Darah/ media Mac Conkey Agar diletakkan dan dibuka selama 15 menit di dalam
ruangan laboratorium yang akan diperiksa. Setelah itu cawan petri ditutup dan
dibawa ke laboratorium mikrobiologi.
27
3.5.2. Penanaman dan Pembiakan
Agar Darah, dan Mac conkey agar yang berisi sampel penelitian
diinkubasi dengan keadaan terbalik pada suhu 37ºC selama 2 x 24 jam diinkubasi.
Koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya lalu dilanjutkan dengan
pewarnaan Gram dan isolasi bakteri.
3.5.2.1. Isolasi Bakteri
Identifikasi Mikroorganisme dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:
1. Identifikasi mikroorganisme secara makroskopis untuk melihat
karakteristik
2. koloni bakteri dan jamur berdasarkan bentuk, warna, dan permukaan
koloni.
3. Identifikasi mikroorganisme secara mikroskopis dengan pewarnaan Gram
untuk bakteri yang tumbuh pada media Agar Darah dan Mac Conkey Agar
dilakukan untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna
dengan pengamatan menggunakan mikroskop.
Langkah kerja pewarnaan gram :
1. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada
nyala api Bunsen sehingga bebas dari kotoran dan lemak.
2. Membuat olesan tipis isolat bakteri dengan jarum ose secara aseptis,
dikeringkan, dan difiksasi dengan melewatkan di atas api Bunsen
sebanyak tiga kali.
28
3. Olesan tersebut ditetesi kristal violet (Gram A = cat utama) sampai
menutupi seluruh sediaan, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicuci
pada air mengalir.
4. Kemudian ditetesi dengan larutan iodin (Gram B = larutan mordan),
dibiarkan selama 1 menit, kemudian dicuci pada air mengalir hingga
tetesan menjadi bening.
5. Lalu dilakukan dekolorisasi dengan ditetesi etil alkohol 95% (Gram C)
selama 10-30 detik sampai terlihat adanya warna yang luntur, segera aliri
dengan air selama beberapa detik untuk menghentikan aktivitas
dekolorisasi.
6. Selanjutnya bakteri ditetesi dengan safranin selama 20-30 detik, dicuci
dengan air mengalir selama beberapa detik untuk menghabiskan sisa-sisa
cat sampai bersih dan dikeringkan. Setelah itu diamati dengan mikroskop
untuk melihat bentuk sel dan sifat bakteri terhadap zat warna.
3.5.3. Identifikasi hasil biakan dengan uji biokimia yaitu :
3.5.3.1 Bakteri Gram Positif
1. Uji Katalase
Cairan H2O2 ditetesi pada kaca objek pada koloni yang diambil sebanyak
satu ose.Hasil positif apabila terdapat gelembung udara yang menandakan
Staphylococcus sp. dan hasil negatif apabila tidak terdapat gelembung udara yang
menandakan Streptococcus sp. (Steven et al., 2004).
29
2. Uji gula-gula
Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa,
manitol, dan sukrosa.Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk
memfermentasi gula-gula tersebut.Tujuannya adalah untuk mengetahui bakteri
yang menghasilkan gas dan asam. Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya
perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut
menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham
menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven etal.,2004).
3. Uji SIM
Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai
adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang
ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau
pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).
3.5.3.2. Bakteri Gram Negatif
1. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Media TSIA digunakan untuk menilai kemampuan bakteri memfermentasi
glukosa, laktosa, dan sukrosa.Hal ini ditandai dengan perubahan warna akibat
timbulnya suasana asam, serta terbentuknya H2S dan gas.Media diamati pada 2
tempat, yaitu bagian lereng dan bagian dasar (Steven et al., 2004).
2. Uji Sitrat
Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan
natrium sitrat sebagai sumber utama metabolism dan pertumbuhan. Hasil positif
30
apabila agar sitrat yang semula berwarna hijau berubah menjadi biru yang timbul
akibat suasana asam(Steven etal. 2004)
3. Uji gula-gula
Media gula-gula yang dipakai yaitu berupa glukosa, laktosa, maltosa,
manitol, dan sukrosa.Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk
memfermentasi gula-gula tersebut.Tujuannya adalah untuk mengetahuibakteri
yang menghasilkan gas dan asam.Jika hasil positif ditandai dengan terjadinya
perubahan dari biru menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri tersebut
menghasilkan asam, serta adanya gelembung udara pada tabung Durham
menandakaan bakteri tersebut menghasilkan gas (Steven et al., 2004).
4. Uji SIM
Agar SIM merupakan agar semisolid yang digunakan untuk menilai
adanya hidrogen sulfide, timbulnya indol akibat enzim tryptophanase yang
ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi merah, serta motilitas atau
pergerakan bakteri (Steven et al., 2004).
31
3.5.4 Alur Penelitian
Inkubasi 37º C, 24 jam
Inkubasi 37º C , 24 jam
Gambar 4. Alur Penelitian
3.5.5 . Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.
36
Udara pada ruangan Laboratorium
Media Mac Conkey agarMedia Agar Darah
Identifikasi Makroskopis
Pewarnaan Gram
Uji Biokimia
Gram + / - coccus
- Teskatalase - Uji gula- gula- Uji SIM
Gram – batang
- Uji TSIA- Uji gula- gula- Uji SIM- Uji Sitrat