pioderma

51
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pioderma merupakan penyakit infeksi kulit yang sering dijumpai. Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia, insidenya menduduki tempat ketiga, dan hubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Presdiposisi penyakit ini meliputi, higenitas suatu penderita daya tahan tubuh penderita, hingga penularan penyakit yang disebabkan karena telah adanya penyakit kulit lain sebelumnya. 1 Penyebab utama infeksi kulit pada pioderma ialah kuman Gram positif, yakni Streptococcus dan Staphylococcus, Selain itu pioderma bisa juga disebabkan oleh kuman Gram negatif, misalnya: Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabitis, Escherichia coli, dan Klebsiella. Penyakit ini bisa mengenai anak-anak maupun dewasa, namun penyakit ini sering di jumpai pada anak-anak, karena aktivitas anak- anak yang kerap hubungannya terhadap paparan kuman streptococcus atau staphylococcus yang terdapat pada benda-benda sekelilingnya. 1 Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia, Taiwan,dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Prevalensi pioderma di Indonesia adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak. 2 1

Upload: yadnya77

Post on 16-Jan-2016

105 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jika kurang baik, disempurnakanlah

TRANSCRIPT

Page 1: Pioderma

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pioderma merupakan penyakit infeksi kulit yang sering dijumpai. Di Bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia,

insidenya menduduki tempat ketiga, dan hubungan erat dengan keadaan sosial

ekonomi. Presdiposisi penyakit ini meliputi, higenitas suatu penderita daya tahan

tubuh penderita, hingga penularan penyakit yang disebabkan karena telah adanya

penyakit kulit lain sebelumnya.1

Penyebab utama infeksi kulit pada pioderma ialah kuman Gram positif, yakni

Streptococcus dan Staphylococcus, Selain itu pioderma bisa juga disebabkan oleh

kuman Gram negatif, misalnya: Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus

mirabitis, Escherichia coli, dan Klebsiella. Penyakit ini bisa mengenai anak-anak

maupun dewasa, namun penyakit ini sering di jumpai pada anak-anak, karena

aktivitas anak-anak yang kerap hubungannya terhadap paparan kuman streptococcus

atau staphylococcus yang terdapat pada benda-benda sekelilingnya.1

Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia,

Taiwan,dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Prevalensi pioderma di Indonesia adalah

1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak.2

Tubuh manusia mempunyai berbagai cara untuk melakukan proteksi terhadap

suatu ancaman dari luar tubuh. Barrier pertama yang dimiliki tubuh adalah kulit yang

menutupi seluruh permukaan tubuh. Kulit terdiri atas lapisan epidermis, dermis dan

basal bersifat sebagai berier yang penting guna mencegah mikroorganisme dan agen

perusak potensial lain masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam.2

I.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi, patofisiologi dan etiologi Pioderma

b. Untuk mengetahui bentuk, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang

Pioderma.

c. Untuk mengetahui penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi Pioderma.

1

Page 2: Pioderma

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pioderma merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus, Streptococcus atau keduanya, dapat juga disebabkan oleh bakteri

Gram-negatif seperti Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgari, Proteus mirabilis,

Escherichia coli dan Klebsiella.3

2.2 Etiologi

Penyebab utama dari infeksi ini adalah bakteri Staphylococcus aureus dan

Streptococcus B hemoliticus, sedangkan staphylococcus epidemis merupakan

penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi. 3

Tabel.1: Membedakan bentuk pioderma berdasarkan kuman penyebab:4

Staphilococcus Aureus Streptococcus Keduanya

- Impetigo Bulosa

- Folikulitis

- Furunkel

- Karbunkel

- Abses Multipel Kelenjar

Keringat

- Hidradenitis

- Staphylococcal Scaled Skin

Syndrome (S4)

- Impetigo Krustosa

- Ektima

- Erisipelas

- Selulitis

- Flegmon

- Pionika

2

Page 3: Pioderma

2.3 Epidemiologi

Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia,

Taiwan,dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Sedangkan prevalensi pioderma di Indonesia

adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak, sedangkan angka kesakitan pioderma

masih cukup tinggi, data menunjukan jumlah kunjungan pasien ke piloklinik Divisi

Dermatologi anak Deparetemn ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas

kedokteran Universitas Indonesia/ RS Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM)

selama tahun 2002 menunjukan pasien pioderma ana sebesar 362 kasus (18,53%) dari

2190 kunjungan baru. Ini menempati urutan ke-2 setelah dermatotitis atopic. 5

2.4 Faktor Predisposisi3

2.4.1 Hygine yang kurang

Hygine yang di maksud adalah personal hygine suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis,

kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang toadak mampu

melakukan perawatan kebesiah untuk dirinya sendiri.

Menurut Entjang, hygine dan santitasi lingkungan adalah pengawasan

lingkungan fisik, bologi, sosial, dan ekomi yang mempengaruhi kesehatan

manusia, diamna lingkunga yang berguna di itngaktkan dan diperbanyak

sedangkan yang merugiakn diperbaiki atau dihilangkan

2.4.2 Menurunnya daya tahan

Biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-penyakit tertentu seperti

penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes mellitus.

2.4.3Telah ada penyakit lain di kulit.

Hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma yang hampir bisa

dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya tersebut, hal itu juga

terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu oleh penyakit.

3

Page 4: Pioderma

2.5 PatofisiologiBanyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya pioderma antara

lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan diatas dimana

adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut. Staphylococcus mengandung

polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan substansi penting di

dalam struktur dinding sel Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang

mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeleton kaku pada

dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hal ini

merupakan penting dalam potogenitas infeksi : zat ini menyebabkan monosit

membuat interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibodi opsonik, dan zat ini juga

menjadi zat kimia penarik (kemotraktan) untuk leukosit polimorfonuklear,

mempunyai aktifitas mirip endotoksin, mengaktifkan komplement.

Patologi prototipe lesi staphylococcus adalah furunkel atau abses setempat

lainnya. Kelompok-kelompok S. aureus yang tinggal dalam folikel rambut

menimbulkan nekrosis jaringan. Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin

disekitar lesi dan didalam saluran getah bening, mengakibatkan pembentukan dinding

yang membatasi proses dan diperkuat oleh penumpukan sel radang dan kemudian

jaringan fibrosis. Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan nekrotik (dibantu

oleh hipersensitivitas tipe lambat) dan abses mengarah pada daerah yang daya

tahannya paling kecil, setelah jaringan nekrotik mengalir keluar, rongga secara

perlahan-lahan diisi dengan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh.4

4

Page 5: Pioderma

Gambar 1: Patofisiologi Pioderma

2.6 Klasifikasi 3

2.6.1 Pioderma Primer

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,

penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.

2.6.2 Pioderma Sekunder

Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas

dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma

sekunder disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis impetigenisata,

scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, kustul,

5

Page 6: Pioderma

bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah

bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam

2.7 Bentuk Pioderma3

2.7.1 Impetigo

- Definisi : penyakit infeksi piogenik pada kulit superfisial dan menular

disebabkan oleh staphylococcus aureus dan, atau Streptococus pyogenes.

Untuk penangan impetigo tergantung pada jumlah lesi dan lokasi (wajah,

kelopak mata dan mulut) dan diperlukan pencegahan terhadap penyebaran

infeksi ke bagian lain.

- Patofisiologi: Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan seperfisial (epidermis).

Kuman penyabab dapat ditemukan dan dibiakan dari cairan bulanya. Pada

impetigo bulosa, dari cairan bula ditemukan toksin epidermolitik yang dianggap

sebagai penyebab terjadinya bula. Masuknya kuman melalui mikro lesi dikulit

dan menular.

- Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo, impetigo krustosa dan impetigo bulosa.

a. Impetigo Krustosa

- Sinonim : Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury

FoX.

- Etiologi : Biasanya Streptococcus B hemolyticus. Tersering pada anak-

anak

- Tempat predileksi: muka sekitar hidung dan mulu, anggota gerak

(kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan

- Gejala Klinis : Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual),

hanya terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka, yakni

disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari

daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat

memecah sehingga jika penderita dating berobat yang terlihat ialah krusta

tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan akan tampak erosi di

bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian

tengah.

6

Page 7: Pioderma

Gambar 2: Impetigo

Krusta , (Sumber : Fitz’s Patrick)

- Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe

tertentu

- Diagnosa banding : Ektima

- Pengobatan: Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic,

kalau banyak diberi pula antibiotic sistemik.

b. Impetgo Bulosa

- Sinonim : Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.

- Etiologi : Biasanya karena Staphylococcus aureus.

- Gejala klinis : Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di

ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama merialia. Terdapat pada

anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula

hipopin. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula

telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih

eritematosa.

Gambar 2.A Gambar 2.B

Gambar 3.A Gambar 3.B Gambar 3.C

7

Page 8: Pioderma

-

Diagnosa banding : Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret

dan eritema, maka mirip dermafitosis. Pada anamnesa hendaknya

ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lumpuh. Jika ada, diagnosanya

adalah impetigo bulosa.

- Pengobatan :

1. Pengobatan topikal:

Krem antibiotik

Drainage: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk

mencegah penyebaran lokal

kompres larutan Sodium kloride 0,9 %

2. Pengobatan sistemik:Diberikan pada kasus-kasus berat, lama

pengobatan paling sedikit 7-10 hari. Penisilin dan semisintetiknya

(pilih salah satu):

Kloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal penisilin)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c

Anak-anak: 10-25 mg/kg/dosis, 4 kali/hari a.c

Diklosasilin (untuk Staphylococci yang kebal penisilin)

Dosis: 125-250 mg/dosis,3-4 kali/hari a.c

Anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/hari a.c

Fenoksimetil penisilin (penisilin V)

Dosis: 250-500 mg/dosis,4 kali/hari a.c

Anak-anak: 7,5-12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c

Eritromisin

Dosis: 150-500 mg/dosis,4 kali/hari p.c

Anak-anak: 12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c

Klindamisin

Dosis: 150-300 mg/dosis,3-4 kali/hari

Anak-anak lebih 1 bulan: 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari

Gambar 3: Impetigo Bulosa (Sumber : Fitz’s Patrick)

8

Page 9: Pioderma

3. Kebersihan: mandi teratur dengan sabun mandi. Pakaian, handuk

sprei sering diganti dan dicuci air panas dan dipakai sendiri.

c. Impetigo neonatorum

Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates.

Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya likasinya menyeluruh, dapat

disertai demam.

Gambar 4: Impetigo neunatorum , (Sumber : Fitz’s Patrick)

- Diagnosa banding : Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga

terdapat ditelapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle

nose, dan pseudo paralisis parrot.

- Pengobatan : Antibiotic harus diberika secara sistemik. Topical dapat

diberikan bedak salisil 2%.

Gambar 4.A Gambar 4.B

9

Page 10: Pioderma

2.7.2 Folikulitis

- Definisi : keradangan yang dimulai dari folikel rambut.

- Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.

- Epidemiologi: Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di

jumpai pada anak – anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi oleh jenis

kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena

folikulitis, dan folkulitis lebih sering timbul pada daerah panas atau beriklim

tropis.

- Patogenesis: Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung

kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat

pada seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane

mukosa bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas

dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut.

Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada

folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port de

entry dari berbagai mikroorganisme terutama staphylococcus aureus sebagai

penyebab folikulitis. Kebersihan yang kurang dan higiene yang burukmenjadi

faktor pemicu dari timbulnya folikulitis, sedangkan keadaan lelah, kurang gizi

dan Diabetes melitus merupan faktor yang mempercepat atau memperberat

folikulitis ini.

- Klasifikasi:

a. Folikulitis superfisialis: terdatat di dalam epidermis.

- Sinonim : Impetigo Bockhar

- Gejala klinis : Berukuran kecil, mudah pecah, pustule berbentuk

kubah, terdapat di kulit kepala dan biasanya multiple pada anak-

anak dan pada orang dewasa di temukan pada daerah dagu, axila,

extremitas atau tungkai bawah, dan daerah bokong.

10

Page 11: Pioderma

Gambar 5 : Folikulitis Superfisialis (Sumber : Fitz’s Patrick)

- Diagnosa banding: cystic acne, kerion, hiradenitis suppurativa, dan

furunkular miasis

b. Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.

- Gambaran klinis: Sikosis barbae adalah folikulitis profunda yang

terjadi pada daerah berjenggot, wajah dan bibir atas. Jika tidak

diobati lesi dapat menjadi lebih dalam dan kronis. Pengobatan lokal

dengan kompres salin dan antibiotic lokal (mupirosin atau topical

klindamisin) dapat mengatasi infeksi. diperlukan terapi antibiotic

sistemik jika terjadi lesi yang meluas. Perlu dibedakan dengan

folikulitis dermatophytic dengan folikulitis Staphylococcus aureus.

Dimana pada infeksi jamur, mengalami kerusakan atau kerontokan

pada rambut, dan ditemukan nodus granulomatosa dari pada pustule.

Pada dermatophytic folliculitis, rambut yang cabut biasanya tidak

terasa sakit.

11

Page 12: Pioderma

Gambar 5: Folikulitis profunda,

Sikosis Barbae (Sumber : Fitz’s Patrick)

- Diagnosa banding: Tinea barbe, lokasinya di mandibula/ submandibula,

unilateral. Pada tenia barbe sediaan dengan KOH positif.

- Pemeriksaan Penunjang: Diagnosa di tegakkan berdasarkan anamnesa,

gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologis dari sekret lesi dan kalau

mendukung bisa dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan

histopatologi pada folikel rambut tampak edematosa dengan sebukan sel

radang

- Penatalaksanaan:

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah:

1. Pengobatan topikal

bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusio Sodium

Khloride 0,9%.

Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau framisitin

Sulfat kasa steril.

2. Pengobatan sistemik

antibiotika umumnya diberikan 7-10 hari

a. penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu):

- penisilina G Prokain injeksi

dosis: 0,6-1,2 juta I.U.i.m.,1-2kali/hari

anak-anak: 25.000-50.000 I.U./kg/dosis,1-2kali/hari

- Ampisilin

Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c.

Anak-anak : 7,5-25mg/kg/dosis, 4kali/hari a.c.

- Amoksilin, penulisan resep harus diparaf staf medik

Dosis : 250-500 mg/dosis, 3 kali/hari a.c.

Anak-anak : 7,5-25mg/kg/dosis, 3 kali/hari a.c.

- Kloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal penisilin)

12

Page 13: Pioderma

Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c.

Anak-anak : 10-25mg/kg/dosis, 4kali/hari a.c.

- Dikloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal

penisilin)

Dosis : 125-250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c.

Anak-anak : 5-15mg/kg/dosis, 3-4kali/hari a.c.

- Fenoksimetil penisilin (penisilin V)

Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c.

Anak-anak : 7,5-12,5mg/kg/dosis, 4kali/hari a.c.

b. Eritromisin

Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari p.c.

Anak-anak : 12,5-25mg/kg/dosis, 4kali/hari p.c.

c. Klindamisin

Dosis : 150-300 mg/dosis, 3-4 kali/hari

Anak-anak lebih 1 bulan: 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari

d. Pengobatan penyakit dasarnya, misalkan Diabetes mellitus.

e. Tindakan : Insisi bila telah supurasi.

- Prognosa: Prognosa penyakit folikulitis ini adalah baik.

2.7.3 Furunkel/Karbunkel

- Definisi :

Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jiak lebih dari pada

sebuah disebut furunkulosis. Sedangkan karbunkel adalah kumpulan dari

furunkel. furunkel atau bisul adalah suatu tanda inflamasi berupa nodul dan

berkembang di sekitar folikel rambut, biasanya diawali dengan folikulitis

yang berkembang menjadi abses. sedangkan karbunkel adalah kumpulan

13

Page 14: Pioderma

dari furunkel dengan ukuran yang lebih besar serta terdapat lesi infiltrative

yang lebih luas. (2) tempat predileksi pada furunkel adalah pada bagian

dengan bantalan rambut, terutama di tempat yang banyak friksi, misalnya

aksila dan bokong dapat juga ditemukan pada bagian wajah dan leher.

- Etiologi : Bakteri penyebab dari penyakit ini adalah Staphylococcus aureus

- Epidemologi: Karbunkel sering menyerang laki-laki pada usia menengah dan

usia tua.

- Gejala Klinis :

Gambar 6: Furunkel (Sumber : Fitz’s Patrick)

Gambar 7: Karbunkel (Sumber : Fitz’s Patrick)

Gambar : 6.B Gambar : 6.CGambar : 6.A

Gambar : 7.A Gambar : 7.B

14

Page 15: Pioderma

Keluhannya berupa Nyeri. Ditemukan kelainan berupa nodus erimatosa berbentuk

krucut, dan ditengahnya terdapat pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang

berisi pus dan jaringan krotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi

penyakit ini adalah tempat yang terdapat banyak friksi atau gesekan, contohnya aksila

dan bokong.

Karbunkel : berukuran lebih besar sekitar 3-10cm, tampak benjolan merah,

permukaan halus, biasanya dirasakan demam dan malaie, sangat sakit pada

daerah predileksi di tengkuk, punggung dan pada, terdapat kemerahan dan

beberapa pustule pada permukaan dan sekitar folikel rambut.

- Pemeriksaan penunjang : terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah

lengkap. pewarnaan gram (diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan Gram

positif streptococcus aureus)

- Pengobatan : Terapi antibiotik untuk furunkel yang disarankan adalah antibiotik

sistemik: eritromisin 4 x 250 mg atau penisilin , jika lesi matang, lakukan insisi

dan aspirasi dan selanjutnya dikompres atau diberi salep kloramfenikol 2%.

Sedangkan antibiotik yang diberikan pada karbunkel adalah eritromisin 4x250 mg

selama 7 - 14 hari ; penisilin 600.000 IU selama 5 - 10 hari. Antibiotik yang

masih sensitif memberi hasil yang memuaskan seperti sefalosporin atau golongan

kuinolon. Basitrasin topikal juga efektif untuk pengobatan furunkel

2.7.4 Ektima

- Definisi : Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan

infeksi Streptococcus,

- Etiologi: Disebabkan infeksi Streptococcus, biasanya Streptococcus B

hemolyticus

- Epidemiologi: Sering terjadi pada traveler (orang yang bepergian) terjdi pada

anak-anak, dewasa muda, dan orang tua dengan sanitasi dan higienis yang buruk

serta terdapat gangguan imunokompromise. Tidak ada perbedaan ras dan jenis

kelamin terhadap angka insdensi tersebut.

- Patogenesa: Patogen utama streptokokus pada manusia merupakan bagian grup

A streptokokus (GAS), terutama Streptokokus pyogenes. Bakteri ini terbagi

menjadi beberapa divisi tergantung antigen protein permukaan M dan T. Protein

15

Page 16: Pioderma

M melindungi organisme melawan fagosit, mengakibatkan adherensi pada

jaringan epitel yang berbeda dan berkontribusi pada terjadinya virulensi. Antigen

protein T juga berada pada permukaan dan gen untuk protein T telah

diinvestigasi, khususnya dalam kejadian tiba-tiba (outbreaks) di mana protein M

tidak terindentifikasi. C5a peptidase, sebuah enzim proteolitik pada permukaan

grup A streptokokus, menghambat dalam pengenalan sel-sel fagosit terhadap

lokasi infeksi, dan selanjutnya memainkan peran dalam patogenesis penyakit

yang diakibatkan oleh streptokokus. Eksotoksin pirogenik streptokokus, termasuk

di dalamnya toksin eritrogenik, memainkan bagian penting dalam syok

endotoksik, dan memiliki efek super-antigenik pada sistem imun, sebagai hasil

dari produksi sitokin secara massif.

- Gejala Klinis

Gambar 8: Ektima (Sumber : Fitz’s Patrick)

Gambar : 8.A Gambar : 8.B Gambar : 8.C

16

Page 17: Pioderma

Gejala yang tampak adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah,

yaitu tempat yang relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan

tampak ulkus yang dangkal

- Diagnosis Banding: impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo krustosa sering

terjadi pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi

pada anak maupun dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan dasarnya

terdapat ulkus.

- Pemeriksaan Penunjang: Biopsi kulit dengan pewarnaan gram dari jaringan

kulit dalam dan kultur bakteri. Pewarnaan gram dari cairan vesikular dan terlihat

di bawah mikroskop biasanya dipastikan terdapat kokus gram positif yang

menggambarkan grup A streptokokus. Stafilokokus aureus bisa juga terlihat. Tes

kultur dan sensitivitas dari cairan atau kulit yang terlepas bisa digunakan untuk

mengidentifikasi jenis antibiotik yang paling sesuai. Hitung sel darah putih bisa

saja meningkat

- Pengobatan: Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan disalep

antibiotic. Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik

- Komplikasi: Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren,

limfangitis, limfadenitis supuratif, dan bakteremia.

- Prognosa: Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan

jaringan parut (skar).

2.7. 5 Pionikia

- Definisi : Radang sekitar kuku oleh piokokus

- Etiologi : Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B

hemolyticus

- Gejala Klinis :

17

Page 18: Pioderma

Gambar 9: Pionikia, (Sumber : Fitz’s Patrick)

Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai infeksi pada lipatan

kuku, terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng kuku (nail

plate), dapat terbentuk abses subungual

- Pengobatan: Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan

antibiotic sistemik. Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.

2.7.6. Erisipelas

- Definisi : Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh

Streptococcus B hemolyticus, gejala utamanya adalah eritema berwarna merah

cerah dan terbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.

- Etiologi : Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B

hemolyticus

- Patogenesa: Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma

merupakan peristiwa awal perkembangan dari erisipelas. Dengan demikian,

faktor-faktor lokal, seperti insusfisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan

serangga, dan sayatan bedah telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke

18

Page 19: Pioderma

kulit. Sumber bakteri di erisepalas wajh sering bersumber dari nasofaring dan

riwayat faringitis streptokokus baru-baru ini telah dilaporkan dalam sampai

sepertiga dari kasus. Faktor predisposisi lainnya termasuk diabetes,

penyalahgunaaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi penurunan

sistem imun lain, dan tidak optimalnya higienis meningkatkan risiko erisipelas.

Disfungsi limfatik subklinis adalah faktor resiko untuk erisipelas. Dalam

erisipelas, infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh

limfatik. Kondisi ini akan memberikan manifestasi kerusakan kulit diatasnya dan

pembengkakan kelenjar getah bening regional. Respon imunitas menjadi

menurun dan memberikan optimalisasi bagi organisme untuk berkembang. 1

Gejala Klinis :

Gambar 10.B

19

Page 20: Pioderma

Gambar 10: Erisipelas (Sumber : Fitz’s Patrick)

Terdapat gejala konstitusi seperti demam, malese. Dimana lapisan kulit yang diserang

adalah epidermis dan dermis. didahului dengan trauma, tempat predileksinya tungkai

bawah. kelainan yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan

pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula.

Terdapat leukosistosis. Jika sering residif ditempat yang sama dapat terjadi

elephantiasis

- Diagnosis banding : selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di subkutan

- Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah : Leucocytosis.

2. Mencari Streptococcus dengan kultur dari tenggorokan, hidung atau mata.

- Pengobatan :

1. Pada penderita bayi, usia tua dan yang keadaan umumnya lemah sebaiknya

dirawat di RS.

2. Pemberian antibiotika sistemik diberikan 7 – 10 hari.

a. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)

Penisilina G Prokain

Dosis : 1 – 2  dd 0,6 – 1,2 juta U

Anak-anak : 1 – 2 dd 25.000 – 50.000 I.U./kg

Ampisilin

4 dd 250 – 500 mg a.c.

anak-anak : 4 dd 25 – 75 mg/kg – a.c.

Amoksilin (penulisan resep harus diparaf staf medik UPF)

3dd 250 – 500 mg.a.

anak-anak : 3 dd. 7,5 – 25 mg/kg a.c.

b. Eritromisin

4 dd 250 – 500 mg pc

anak-anak : 4 dd 12,5 mg – 25 mg/kg – pc

bila alergi penisilin

Gambar 10.A

20

Page 21: Pioderma

c. Linkomisin

3 – 4 dd 250 – 500 mg

anak-anak lebih 1 bulan 3 dd 10 – 20 mg/kg

bila alergi penisilin dan yang menderita gangguan saluran cerna

d. Bila kambuh-kambuh diberikan antibiotika sistemik dosis tinggi dulu sampai

sembuh, baru dilanjutkan dosis rendah jangka lama selama 1 – 3 bulan.

3. Pengobatan topical

a. Kompres dengan solusio Sodium Chloride 0,9 % atau Solusio Burowi :

bila ada vesikule/bule

dapat sebagai pendingin

b. Neocitrin ointment (Basitrasina dan Polimiksina B)

bila lesi kulit telah kering

- Komplikasi:

- 1. Nefritis

- 2. Abses subkutan

- 3. Septisemia

- 4. Kematian 50% pada bayi, penderita usia tua dan yang lemah.

- 5. Kambuh lagi – Cellulitis

- Prognosis: Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi

tidak menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan

terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien

yang memiliki faktor predisposisi.8 Jika tidak diobati akan ia menjalar ke

sekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama, dapat

terjadi elephantiasis

2.7.7 Selulitis

- Definisi: Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak, sering dengan keterlibatan

dari struktur utama seperti fasia, otot, dan tendon14. Infeksi yang meluas dengan

melibatkan dermis dan lemat di subkutan, dan sering menyebar ke otot atau

tulang.

- Etiologi: Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling

sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri

21

Page 22: Pioderma

streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram negatif bisa

menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea pedis biasanya

menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis mempunyai gejala yang

sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit, tetapi dapat dibedakan dengan

batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan yang lebih dalam, permukaan lebih

keras dan ada krepitasi saat dipalpasi. Selulitis dapat berkembang menjadi bulla

dan nekrosis sehingga mengakibatkan penggelupasan dan erosi lapisan epidermal

yang luas.

- Epidemiologi: Selulitis bukan satu penyakit tetapi kumpulan gejala, sehingga

membuat sulit untuk mendeskripsikan sebuah pola epidemologinya

- Gejala Klinis:

Gambar 11: Selulitis,

(Sumber : Fitz’s Patrick)

Tampak lesi yang kemerahan, bengkak, dan lembut dengan batas yang tidak

jelas, pitting edema tampak jelas, kadang kulit dapat tampak pucat karena

bengkak. Ketika mulai terjadi nekrosis, jarang tampak di permukaan, yang

menjadi tanda umum adalah abses dan ulkus yang baru terbentuk.

- Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan histopatologi tidak banyak membantu,

hanya menunjukkan edema dan neutrophil. Pada banyak kasus, kultur kuman

dapat dilakukan dengan mengaspirasi dari lesinya

Tabel 2: Perbedaan selulitis dan abses:

Gambar : 11.A Gambar : 11.B

22

Page 23: Pioderma

- Pengobatan: Rekomendasi untuk pengobatan selulitis adalah flucloxacillin 1g

qds jika diberikan intra vena, sedangkan flucloxacilin 500 mg qds apabila ingin

diberikan terapi peroral. Terapi ini diberikan selama 5-7 hari. Pada kondisi yang

berat dapat ditambahkan clindamycin 300-450 mg per oral qds. Apabila pasien

alergi terhadap penicillin atau suspect MRSA dapat diberikan vancomycin intra

vena atau doxycycline 200 mg per oral pada hari pertamaa lalu dilanjutkan

dengan 100 mg per oral.

2.7.8 Flegmon

- Definisi: Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya

saja ditambah dengan insisi

Gambar : 12. A Gambar : 12. A

23

Page 24: Pioderma

Gambar 12: Flegmon (Sumber : Fitz’s Patrick)

2.7.9 Ulkus Piogenik

- Definisi: Ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas, disertai pus diatasnya.

- Gejala Klinis:

Gambar 13: Ulkus Piogenik, (Sumber : Fitz’s Patrick)

Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya.

Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga

perlu dilakukan kultur.

- Pemeriksaan Penunjang: Dengan dilakukan kultur untuk membedakan dengan

ulkus yang lain, terutama ulkus yang disebabkan oleh kuman Gram negatif

- Pengobatan: Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara sistemik

adalah penisilin 600.000 - 1,2 juta IU intramuskular selama 5 - 7 hari; eritromisin

4 x 500 mg selama 7 hari. Siprofloksasin atau sefalosporin memberi hasil yang

baik.

2.7.10 Abses Multipel Kelenjar Keringat

- Definisi : Merupakan infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus

aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multiple tidak nyeri dan berbentuk

kubah.

- Etiologi: Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

Gambar : 13. A Gambar : 13. B

24

Page 25: Pioderma

- Patogenesa: Bakteri Staphylococcus Aureus menginfeksi kelenjar keringat ekrin

akibat hygiene seseorang yang buruk dan system imun yang kurang. Bakteri yang

masuk direspon oleh tubuh sebagai benda asing, sehingga terjadi peradangan

pada daerah yang terinfeksi. Rasa gatal merupakan alarm yang menandakan

adanya respon imun terhadap pathogen. Rasa gatal ini yang memicu seseorang

untuk menggaruk, sehingga memperparah jaringan kulit disekitarnya yang mana

hal ini membantu bakteri untuk berkembang biak.

- Gejala Klinis

Gambar 14: Abses Multipel Kelenjar Keringat, (Sumber : Fitz’s Patrick)

Pada anak, faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun contohnya : malnutrisi,

morbili, banyak keringat karena sering bersamaan dengan timbulnya miliaria. Pada

gambaran klinis didapatkan berupa nodus eritematosa, multiple, tak nyeri, berbentuk

kubah, dan lama memecah. Lokasinya terdapat di tempat yang menjadi sumber

keringat.

- Diagnosis Banding: Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri dan berbentuk

seperti krucut dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat pecah.

- Pengobatan: Dapat diberikan pengobatan antibiotic yang sistemi dan topikal.

Perlu diperhatikan faktor predisposisi.

2.7.11 Hidradenitis

- Definisi : Hidraadenitis merupakan infeksi kelenjar apokrin, yang biasanya

disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

- Etiologi : Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Staphylococcus aureus

Gambar 14.A Gambar 14.A

25

Page 26: Pioderma

- Epidemilogi: Infeksi hidraadenitis terjadi pada sesudah akil balik (masa

pubertas) sampai dewasa muda

- Gejala Klinis :

Gambar 15: Hidradenitis (Sumber : Fitz’s Patrick)

Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balik

samapai dewasa muda. Sering diketahui oleh trauma atau mikrotrauma, contohnya :

banyak kringat, pemakaina deodorant tau rambut ketiak yang di guntung.

Penyakit ini desertai gejala konstitusi, antara lain : demam, malaise. Raum berupa

nodus dengna kelima tanda radang akut. Kemudian melunak menjadi babses dan

memecah membentuh fistel dan disebut hidradenitis supurativa. Pada yang menahun

atau kronis dapat berbentuk absses, fistel dan sinus yang multiple. Banyak berlokasi

di ketiak dan juga perineum. Di tempat yang banyak kelenjar apokrin. Terdapat

leukositosis.

- Diagnosis Banding : Skrofuloderma. Dimana persamaannya terdapat nodus,

abses dan fistel. Perbedaanya, pada hidraadenitis supurativa pada permulaan

desertai tanda-tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Sebaliknya pada

skrofulderma tidak didapatkan tanda-tanda radang akut dan tidak ada

leukositosis.

- Pemeriksaan Penunjang: Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat leukositosis

- Pengobatan : Antibiotic seistemik. Jika telah terbentuk abses dapat diinsisi.

Kalau belum melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik dan

residitif, kelenjar apokrin dieksisi.

Gambar : 15.A Gambar : 15.B

26

Page 27: Pioderma

2.7.12 S4 (Staphylococcal Scaleded Skin Syndrome)

- Definisi : S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu

dengan ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.

- Etiologi : Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau

faga 71`

- Epidemiologi: Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan

penyakit pada neonatus dan anak-anak. S4 jarang terjadi pada dewasa kecuali

dengan gangguan ginjal, defisiensi imun dan penyakit kronik. Prevalensi pada

anak kurang dari 2 tahun sebesar 62% dan hampir seluruh kasus terjadi pada anak

kurang dari 6 tahun (98%). Rasio pada pria dan wanita adalah 2:1.23

- Anak-anak merupakan faktor resiko pada SSSS karena kekurangan imunitas dan

kemampuan renal imatur dalam pembersihan toksin (toksin exfoliative). Antibodi

maternal dapat ditransfer kepada infant melalui ASI tetapi SSSS masih dapat

terjadi karena inadekuat imunitas dan imatur ginjal.

- Patogenesis : Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok,

dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin,

eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan

menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.

Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksofoliatin, pada

bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi pada

golongan usia tersebut

- Gejala Klinis :

27

Page 28: Pioderma

Gambar 16: S4 (Staphylococcal Scaleded Skin Syndrome),

(Sumber : Fitz’s Patrick)

Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian

atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak pada

muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam

waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif.

Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran

kulit sehingga tanpak daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip

dengan kambustio. Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan

terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa

disertai sikatriks

- Pemeriksaan Penunjang:

o Pemeriksaan Laboratorium

o Pemeriksaan Gram

o Kultur (mata, tenggrorok) untuk mengetahui S. Aureus.

o Pemeriksaan darah (WBC, ESR)

o Pemeriksaan PCR

o Pemeriksaan Histologi: Pemeriksaan pada tepi bula untuk melihat lapisan

kulit (epidermis) sehingga dapat mengetahui aktivitas epidermolitik kulit.

o Biopsi kulit: Pemeriksaan biopsi pada daerah kulit yang terinfeksi akan

terlihat gambaran pemisahan epidermis pada lapisan granular.

Gambar : 16. A Gambar : 16. B

28

Page 29: Pioderma

- Diagnosis Banding : Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik,

bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter).

Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun,

mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya

tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini

adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit

dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara

frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya

berbeda.  Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub

epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan

terdapat sel radang.

- Komplikasi : Komplikasi paling berat yang dapat terjadi pada pasien SSSS

adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Komplikasi lain yang sering

terjadi berupa dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis. Kasus SSSS pada anak

jarang menyebabkan sepsis sehingga angka kematiannya lebih rendah (1-5%).

Angka kematian pada dewasa lebih besar (mencapai 50-60%) karena diikuti

beberapa faktor penyebab kematian lainnya dan peningkatan kejadian sepsis

- Pengobatan : Pengobatan dapat dengan pemberian antibiotic jika dipilih dengan

derivate penisislin yang efektif bagi Staphylococcus aureus yang membentuk

penisilinase, contohnya kloksasilin dengan dosis 3 X 250 mg /hari/os untuk

dewasa. Pada neonates atau dengan penyakit ritter dosisnya 3 X 50mg/hari/os.

Obat lain yang dapat diberikan antara lain adalah klindamisin dan sefosporin

generasi 1. Pemberian topical dapat diberikan sufratulle atau krim antibiotic.

Diperlukannya memperhatikan keseimbangan carian serta elektrolit.

- Prognosis : Kematian dapat terjadi, terutama pada bayi berusia di bawah setahun,

yang berkisar antara 1-10%. Dimana penyebab utama kematian adalah tidak

adanya keseimbangan cairan ataupun elektrolit dan sepsis.

- Pencegahan: Pengenalan potensi epidemik SSSS pada neonatal intensive care

unit (NICU) sangat penting meliputi:

29

Page 30: Pioderma

a. Identifikasi pekerja kesehatan yang terinfeksi Staphylococcus Aureus

sehingga tidak melakukan penularan pada neonatal melalui prosedur

perawatan umbilkus (nosokomial infeksi).

b. Prosedur pemakaian chlorhexidine hand washing pada pekerja kesehatan.                   

2.8 Pengobatan Umum3

2.8.1 Sistemik

1. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya

- Penisilin G prokain,

Dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai lagi karena

dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan syok

anafilaktik

- Ampisillin,

Dosis 4×500 mg, dapat diberikan sejam sebelum makan (Post-

Cunam)

- Amoksisilin,

dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai setelah makan (Post-

Cunam) dan absorbsinya lebih cepat dari Ampisilin sehingga

konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.

- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase,

contohnya adalah oksasillin, kloksasillin, dikloksasillin,

flukloksasillin. Dosis 3×250 mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini

adalah juga berkashiat pada Staphylococcus yang telah membentuk

penisilinase

2. Linkomisin dan Klindamisin

Dosis linkomisin, 3×500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih

banyak karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4×150 mg/hari/os, pada

infeksi berat dosisnya 4×300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai

lagi dan digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih

besar dan efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh

adanya makanan dalam lambung

3. Eritromisin

30

Page 31: Pioderma

Dosis 4×500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan

Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase.

Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung

4. Sefalosporin

Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan

hasil maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat

untuk kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya

adalah sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2×500 mg atau

2×1000 mg/hari

2.8.2 Topikal

Bermacam obat topikal dapat digunakan untuk pioderma, contohnya

basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri Gram

negatif. Neomisin sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan

kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya

harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.

Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan

permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 %

yang dilarutkan 10 kali.

Tabel 1: Pengobatan pioderm secara sistemik dan topikal:

Tabel 3 Pengobatan Pioderma (Sumber : Fitz’s Patrick)

II.9 Pemeriksaan Pembantu

Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang

kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan

31

Page 32: Pioderma

penyebabnya bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes

resistensi hanya bersifat menyokong, invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.3

II.10 Komplikasi

Komplikasi pioderma yaitu bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain dan

Septikemia (bakteri dalam peredaran darah).

II. 11 Pencegahan

- Jagalah kebersihan dengan mandi tiap hari

- Jangan menggaruk apabila kulit terasa gatal

- Apabila kulit cedera, teriris atau luka, oleskan cairan antibiotika

BAB 3

RINGKASAN

Pioderma merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus, Streptococcus atau keduanya, dapat juga disebabkan oleh bakteri

Gram-negatif seperti Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgari, Proteus mirabilis,

Escherichia coli dan Klebsiella.

Faktor predisposisi terjadinya pioderma yaitu karena hygine yang kurang,

menurunnya daya tahan, telah ada penyakit lain di kulit.

Banyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya pioderma antara

lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan diatas dimana

adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut. Kelompok-kelompok S.

32

Page 33: Pioderma

aureus yang tinggal dalam folikel rambut menimbulkan nekrosis jaringan. Koagulase

dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin disekitar lesi dan didalam saluran getah bening,

mengakibatkan pembentukan dinding yang membatasi proses dan diperkuat oleh

penumpukan sel radang dan kemudian jaringan fibrosis. Di tengah-tengah lesi, terjadi

pencairan jaringan nekrotik (dibantu oleh hipersensitivitas tipe lambat) dan abses

mengarah pada daerah yang daya tahannya paling kecil, setelah jaringan nekrotik

mengalir keluar, rongga secara perlahan-lahan diisi dengan jaringan granulasi dan

akhirnya sembuh.

Ada beberapa macam pioderma antara lain impetigo, folikulitis,

furunkel/bisul, abses multipel kelenjar keringat, erisipleas, selulitis, dan stahylococcal

scaled skin syndrome (4S).

Pengobatan pioderma secara umum yaitu pengobatan sistemik dan pengobatan

topikal. Pengobatan sistemik dengan mengunakan antibiotik yaitu: Penisilin,

Ampisillin, Amoksisilin, Likomisink, Klindamisin, Eritromisin, Sefalosporin.

Sedangkan topikal ada beberapa macam untuk pioderma, contohnya basitrasin,

neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative,

Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan

kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya

harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim. Selain itu juga

baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan permanganas kalikus 1/5000,

larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 kali

33

Page 34: Pioderma

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Seven Edition. Mc Graw Hill;

2008.

2. Stevens,L, Alan L, Hery f, Practice Guidelines for the Diagnosis and

Management of Skin Soft-Tisue Infection. Oxfordjournal.org 2005 . 1376-

1379.

3. Djuanda A. Pioderma. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2010. h.29-35

4. Martodihardjo. Sunarko dkk, 2005. Impitigo dan Furunkel/Karbunkel. Dalam

Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press, hal 94-97

34

Page 35: Pioderma

5. Mansjoer A, Suprohaita dkk, 2000. Pioderma. Kapikta Selekta Kedokteran

Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 76-85

6. Murtiastutik D, Ervianti E dkk, 2009. Impetigo,

Folikulitis/Furunkel/Karbunkel, Erisipelas. Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

kedua. Surabaya: Fakultas Airlangga/RSUD dr. Soetomo, hal 27-38

35