pioderma

47
BAB I LATAR BELAKANG Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung yang sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu. Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β- hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau 1

Upload: astri-kania

Post on 23-Nov-2015

332 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pioderma

TRANSCRIPT

BAB ILATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung yang sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun. Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Dari data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin (IKKK) Fakultas kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusomo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Sedangkan tahun 2002 terbanyak 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primerterbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). Infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik. Tingginya angka kejadian pioderma di kalangan anak-anak usia sekolah ternyata berkaitan kebiasaan perilaku hidup sehat yang kurang baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah tangga. Kebiasaan anak yang jarang mencuci tangan dengan air yang mengalir dengan sabun sebelum makan atau setelah bermain menjadi salah satu faktor pencetus penyebab terjadinya pioderma di kulit.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA dan TINJAUAN KASUS

2.1 PiodermaPioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau kedua-duanya. Penyebabnya yang utama adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.Beberapa keadaan dapat menjadi faktor tercetusnya penyakit ini, seperti:1. Hygiene yang kurang.2. Penurunan daya tahan tubuh, seperti pada keadaan: kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas, diabetes mellitus.3. Penyakit kulit yang sedang diderita: karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya terinfeksi.

Klasifikasi1. Pioderma primerInfeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.2. Pioderma sekunderGambaran klinisnya tidak khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, ialah contohnya: dermatitis impetigenisata, scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata, adalah jika terdapat pus, pustula, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.

Pengobatan UmumI. SistemikBerbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini disebutkan contoh-contohnya.1. Penisiln G prokain dan semisintetiknyaa. Penisilin G prokainDosisnya 1,2 juta per hari, i.m obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan i.m dengan dosis tinggi, makin sering terjadi syok anafilaktik.b. AmpisilinDosisnya 4x500 mg, diberikan sejam sebelum makan.c. AmoksilinDosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma tinggi.d. Golongan obat penisilin resisteen-penisilinaseYang termasuk golongan ini: oksasilin, diklosasilin, flukoksasilin. Dosis kloksasilin 3x250mg per hari sebelum makan. Golongan obat ini mempunyai kelebihan karena juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah membentuk penisilinase.

2. Linkomisin dan klindamisinDosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klidamisin diabsorbsi lebih baik Karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 150 mg sehari per os. Pada infeksi berat dosisnya 4 x 300 450 mg sehari.3. EritromisinDosisnya 4 x 500 mg sehari per os., namun efektivitasnya kurang dibandingkan linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase.4. SefalosporinPada pioderma berat atau tidak member respon dengan obat-obat tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman positif gram adalah generasi I, juga generasi IV. Contohnya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2 x 500 mg atau 2 x 1000 mg sehari.

II. TopikalBermacam-macam topikal dapat digunakan untuk pengobatan pioderma. Obat topikal antimicrobial sebaiknya tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hypersensitivitas, contohnya basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisisn juga berkhasiat untuk gram negatif. Sebagai obat topikal kompres terbuka contohnya larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 0/00 dan yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali. Rivanol mempunyai kekurangan karena dapat mengotori sprei.

Pemeriksaan PembantuPada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan stapilokokus atau strepkokus melainkan kuman gram negatif. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong, in vivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.

Bentuk PiodermaAda berbagai macam bentuk pioderma yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari efloresensinya maupun dari tempat predileksinya.

A. IMPETIGODefinisi Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)

KlasifikasiTerdapat 2 bentuk impetigo pioderma superfisialis yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa1. Impetigo KrustosaSinonim Impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, impetigo tillbury Fox.EtiologiBiasanya streptococcus B hemolyticus.

Gejala KlinisTidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tamapk erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.Komplikasi: glomerulonefritis(2-5%), yang disebabkan oleh seri tipe tertentu.

Diagnosis BandingEktima.

PengobatanJika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic. Kalau banyak diberi pula antibiotik sistemik.

Gambar 1: impetigo krustosa (honey colored)

2. Impetigo BulosaSinonimImpetigo vesiko-bulosa, cacar monyet

EtiologiBiasanya Staphylococcus aureus.

Gejala KlinisKeadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung, sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelaianan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.

Diagnosis Banding Vesikel/bula teah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip dermatofitosis.

Pengobatan Jika terdapat hanya beberapa vesikel/ bula, dipecahkan lalu diberi salep antibiotic atau cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula antibiotik sistemik.

Gambar 2: impetigo bulosa yang telah pecah dengan permukaan yang terkikis dan tepi yang berskuama

3. Impetigo NeonatorumPenyakit ini merupakan penyakit varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai demam.

Diagnosis BandingSifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat di telapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parot.

Pengobatan Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan bedak salisil 2%.

B. FOLIKULITISDefinisiRadang folikel rambutGambar 3: tempat terjadinya folikulitis Gambar 4: folikulitis

EtiologiBiasanya Staphylococcus aureus.

Klasifikasi1. Folikulitis Superfisialis: terbatas di dalam epidermis SinonimImpetigo Bockhart Gejala KlinisTempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustule yang eritromatosa dan di tengahnya terdapat rambut , biasanya multiple.2. Folikulitis Profunda: sampai subkutan Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya sikosis barbae yang berlokasi di atas bibir atas, dan dagu, bilateral. Diagnosis BandingTinea barbae, lokasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada tinea barbae sediaan dengan KOH positif. PengobatanAntibiotik sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.

C. FURUNKEL/KARBUNKELDefinisiFurunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel adalah kumpulan furunkel.Gambar 5: tempat terjadinya furunkelGambar 6: furunkel

Gambar 7: kumpulan furunkel (karbunkel)

Gejala KlinisKeluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritromatosa berbntuk kerucut, di tengahnya terdapat pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi di tempat yang banyak friksi, misalnya aksila, dan bokong.

PengobatanJika sedikit cukup dengan antibiotik topikal, jika banyak digabung dengan antibiotic sistemik. Kalau berulang-ulang mendapat furunkulosis atau karbunkel, cari fakor predisposisi, misalnya diabetes mellitus.

D. EKTIMADefinisiEktima dalah ulkus superfisialis dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi streptococcus .Gambar 8: ektima (ecthyma)Gambar 9: ektima

EtiologiStreptococcus B Hemolyticus

Gejala KlinisTampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relative banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.

Diagnosis BandingImpetigo krustosa. Persamaanya, keduanya berkrusta berwarna kuning. Perbedannya, impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka, dan dasarnya erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan dasarnya ulkus.

PengobatanJika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salep antibiotic. Kalau banyak, juga diobati dengan antibiotic sistemik.

E. PIONIKIADefinisiRadang di sekitar kuku oleh piokokus.

Gambar 10: peradangan sekitar kuku

Gambar 11: gambaran inflamasi pada daerah sekitar kuku

EtiologiStaphylococcus aureus dan/atau Streptococcus B Hemolyticus

Gejala klinisPenyakit ini didahuui trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat tanda-tanda radang, kemudian menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapatterbentuk abses subungual.

Pengobatan Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika terjadi abses subungual kuku diekstraksi.

F. ERISIPELASDefinisiErisipelas adalah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusional

Gambar 12: erisipela

EtiologiBiasanya Streptococcus -hemolyticus.

Gejala KlinisTerdapat gejala konstitusi seperti demam, dan malaise. Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahului trauma, karena itu temapt predileksinya di tungkai bawah. Kelaianan kulit yang utama adalah eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi karena radang-radang akut, dapat pula disertai edema, vesikel dan bula. Terdapat juga leukositosis.Jika tidak diobati akan menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal. Jika sering terjadi residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.Diagnosis BandingSellulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrat di subkutan.

PengobatanIstirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi daripada letak kor. Pengobatan sistemik adalah antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika.

G. SELULITISEtiologi, gejala konstitusi, temapt predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorik, dan terapinya sama dengan erisipelas.Kelainan kulit berupa infiltrate yang difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut.

Gambar 13: selulitis pada tungkai bawah; terdapat eritema, edema, dan nyeri

H. FLEGMONFlegmon adalah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan selulitis namun ditambah insisi.

I. ULKUS PIOGENIKBerbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai dengan pus di atasnya. Dibedakan dengan ulkus lainnya yang disebabkan kuman negatif-gram, oleh karena itu perlu dilakukan kultur.

J. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGATDefinisiAbses multipel kelenjar keringat adalah infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel tidak nyeri berbentuk kubah.

EtiologiBiasanya Staphylococcus aureus.

Gejala KlinisDidapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun (misalnya malnutrisi, morbili), juga banyak keringat, karena itu sering bersama-sama dengan miliaria. Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel, tak nyeri, berbentuk kubah, dan lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.

Diagnosis BandingFurunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri, bentuknya seperti kerucut dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat memecah.

PengobatanAntibiotik sistemik dan topikal.

K. HIDRAADENITISDefinisiHidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.

Gambar 14: hidradenitis supuratifa kronis yang berada pada ketiak (dapat pula muncul pada lipatan payudara, suprapubis, dan bokong)

EtiologiStaphylococcus aureus.

Gejala KlinisInfeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balig sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya banyak keringat, pemakaian deodorant, atau rambut ketiak digunting.Penyakit ini disertai gejala konstitusi yaitu demam, malaise. Ruam berupa nodus dengan kelima tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistul yang disebut hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk abses, fistula, dan sinus yang multipel. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum, dan tempat lain dengan jumlah kelenjar apokrin yang banyak. Terdapat juga leukositosis.

Diagnosis BandingSkrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses dan fistel. Perbedaannya, pada hidraadenitis supurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat radang-radang akut dan tidak ada leukositosis.

PengobatanAntibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.

L. STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROMEDefinisiStaphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri khas epidermolisis.

Gambar: Staphylococcal scald skin syndrome

EpidemiologiPenyakit ini terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih banyak daripada wanita.

EtiologiEtiologinya antara lain Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71.

PatogenesisSumber infeksi adalah infeksi mata, telinga, hidung dan tenggorokan. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik yang beredar di seluruh tubuh, sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan, karena epidermis merupakan jaringan yang rentan terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksotoksin. Pada anak-anak dan bayi diduga fungsi ekskresi ginjal belum sempurna, karena itu umumnya penyakit ini terdapat pada golongan usia tersebut. Jika penyakit ini menyerang orang dewasa diduga karena terdapat kegagalan fungsi ginjal, atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang mendapat obat imunosupresif.

Gejala KlinisPada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema yang timbul mendadak pada wajah, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam.Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar berdinding kendur dan memberikan tanda Nikolskiy positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak daerah-daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut, gambarannya mirip kombustio. Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatrik.

KomplikasiSelulitis, pneumonia dan septikemia.

HistopatologiGambaran yang khas adalah lepuh intraepidermal, celah terdapat di stratum granulosum. Meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya utuh tanpa disetai nekrosis sel.

Diagnosis BandingNekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan diagnosis bandingnya. Pada SSSS umumnya menyerang anak di bawah 5 tahun, mulainya kelainan kulit di wajah, leher, aksila dan lipat paha, mukosa umumnya tidak terkena, organ dalam tidak diserang dan memiliki tingkat mortalitas yang rendah. Perbedaan lainnya adalah pada pemeriksaan histopatologik secara frozen section letak celah SSSS terdapat pada stratum granulosum sedangkan celah pada NET pada sub epidermal. Perbedaan lainnya, pada NET terdapat sel-sel nekrosis di sekitar celah dan banyak terdapat sel radang.

PengobatanPengobatannya adalah antibiotik, misalnya kloksasilin, klindamisin dan sefalosporin generasi I. Topikal dapat diberikan sufratulle atau krim antibiotik. Selain itu juga perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. PrognosisKematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia di bawah 1 tahun, berkisar antara 1-10%. Penyebab kematian utama adalah tidak adanya keseimbangan cairan atau elektrolit dan sepsis.

2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di SekolahPerilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigm sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. PHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.Manfaat PHBS di sekolah bagi siswa, diantaranya:a. Meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakitb. Meningkatkan semangat belajarc. Meningkatkan produktifitas belajard. Menurunkan angka absensi karena sakitIndikator PHBS di sekolah, yaitu:a. Memelihara rambut agar bersih dan rapib. Memakai pakaian bersih dan rapic. Memelihara kuku agar selalu pendek dan bersihd. Memakai sepatu bersih dan rapie. Berolahraga teratur dan terukurf. Tidak merokok di sekolahg. Tidak menggunakan NAPZAh. Memberantas jentik nyamuki. Menggunakan jamban sehat dan bersihj. Menggunakan air bersihk. Mencuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabunl. Membuang sampah ke tempat sampahm. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolahn. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan

2.3 Tinjauan KasusData Administrasi Pasien a. Nama / Umur: An. R / 6 tahunb. No register: Puskesmas Gunung Alamc. Status Kepegawaian: -d. Status Sosial: Menengah ke bawah

Data Demografisa. Alamat: Rama Agungb. Agama: Islamc. Suku: Jawad. Pekerjaan: Pelajare. Bahasa Ibu: Indonesiaf. Jenis Kelamin: Perempuan

Data Biologika. Tinggi Badan: 98 cmb. Berat Badan: 22 kgc. Habitus: pasien jarang mencuci tangan setelah bermain pasir

Data Klinisa. AnamnesisKeluhan utama: Bruntus-bruntus yang nyeri pada lutut kanan dan betis kiri.

Anamnesis Khusus :Sejak dua minggu yang lalu pasien merasakan bercak kemerahan di sekitar lutut kanan dan betis kiri. Awalnya bercak-bercak tersebut berupa bruntus yang mudah pecah dan meninggalkan borok. Saat ini sebagian besar luka menjadi koreng yang lengket dan berwarna kekuningan serta tidak ada kemerahan di sekeliling luka. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Untuk keluhannya ini pasien telah diberikan salep betametason tetapi tidak mengalami perbaikan.Pasien menyangkal adanya riwayat demam maupun lemah badan sebelumnya. Pasien juga menyangkal adanya lepuh yang lama berisi cairan bening. Pasien menyangkal adanya kontak dengan pasien penyakit kulit yang sama sebelumnya dan di lingkungan sekitar rumah pasien tidak ada yang memiliki penyakit kulit yang sama. Riwayat alergi terhadap obat maupun makanan juga disangkal oleh pasien. Riwayat imunisasi pasien diakui oleh ibu lengkap.

b. Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan Umum: Tampak sakit ringan. Kesadaran : Kompos mentis.Tanda-Tanda Vital : tidak diperiksaKepala Wajah: Simetris.Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.Hidung: Sekret hidung (-).Telinga: Sekret telinga (-).Mulut: Tidak ada lesi.Leher : KGB tidak teraba membesar.Thorax : Bentuk dan pergerakan simetris.Paru-paru : dalam batas normal.Jantung : dalam batas normal.Abdomen : datar dan lembut, BU + normalGenitalia : Tidak diperiksa.Ekstremitas : Edema -/-, lihat status dermatologikus

Status dermatologikusDistribusi lesi: Regioner.At regio: Cruris sinistra Karakteristik : Tampak lesi multipel, diskret, bentuk irreguler, batas tegas, berukuran 0,5 x 0,5 cm, sebagian besar tidak menimbul, sebagian besar kering dan ada yang basah.Efloresensi : Pustula, papula. krusta sanguilenta, desquamasi, dan ulkus.

Usulan Pemeriksaan1. Lab darah rutin [Hb, Ht, Leukosit, trombosit].2. Pewarnaan Gram.3. Kultur dan uji resistensi.

Diagnosis Banding1. Ektima.2. Impetigo krustosa.

Diagnosis Kerja1. Ektima

BAB IIIPERENCANAAN dan INTERVENSI

3.1 Metode PenyuluhanMetode penyuluhan yang dilakukan untuk mengurangi angka kejadian pioderma ini adalah metode penyuluhan berkelompok dan metode penyuluhan individu. Metode penyuluhan berkelompok dapat dilakukan melalui penyuluhan di sekolah-sekolah, sedangkan metode penyuluhan individu atau perorangan dapat dilakukan melalui diskusi dan pemberian edukasi secara dua arah kepada pasien dan keluarga pasien.

3.2 Intervensi Beberapa intervensi dapat dilakukan dalam penanganan kasus pioderma, baik secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara preventif, tenaga medis dapat menjelaskan kepada pasien untuk menjaga higienitas tubuh seperti sering mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun setelah bermain di luar atau sebelemu makan, mandi teratur 2 kali sehari, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari guna meningkatkan daya tahan tubuh sehingga terhindar dari penyakit kulit pioderma ini.Secara promotif, pasien dan keluarga pasien perlu dijelaskan mengenai penyakit dan komplikasi dari pioderma ini. Perlu dijelaskan juga kepada pasien dan keluarga pasien bahwa penyakit pioderma ini dapat menular melalui nanah yang dihasilkan, oleh karena itu pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah mengobati luka yang bernanah atau mencuci tangan sebelum memberi makan atau menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang lain wajib disampaikan guna mengurangi angka penularan.Secara kuratif, pasien dapat diberikan antibiotic oral berupa Amoxicillin sirup 125mg/ml (3 x 1 sendok teh), antibiotik topikal yaitu salep basitrasin (2 x dioleskan sehabis mandi), dan multivitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan pasien. Secara rehabilitatif, perlu dianjurkan kepada pasien dan orang tua pasien agar meningkatkan asupan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, serta membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit bila gejala bertambah parah, seperti luka yang tidak sembuh dan bertambah parah, adanya benjolan di kelenjar getah bening, atau terjadi bakteremia.

BAB IVPELAKSANAAN

Pada kasus pioderma, yang menjadi factor predisposisi atau faktor pencetus timbulnya penyakit pioderma adalah buruknya higienitas pasien, menurunnya daya tahan tubuh, atau terdapat penyakit kulit yang telah diderita sebelumnya. Sehingga penanganan yang tepat untuk penyakit pasien adalah meminum antibiotik hingga habis, memakan makanan yang bergizi, serta edukasi mengenai pentingnya meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.Berikut adalah gambar-gambar mengenai penanganan permasalahan untuk pasien ini :

Gambar 4.1 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan pengobatan melalui penyuluhan individu

Gambar 4.2 Penyuluhan mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) bagi anak sekolah dasar

Gambar 4.3 Membiasakan hidup bersih dan sehat

Gambar 4.4 Meningkatkan asupan makanan dengan gizi seimbang

BAB VMONITORING DAN EVALUASI

Pada pasien ini dilakukan monitoring perkembangan pemulihan penyakit pasien. Pasien dianjurkan untuk kontrol ulang penyakitnya satu minggu kemudian. Saat kontrol ulang, lesi-lesi sudah berkurang, nanah sudah hilang, nafsu makan pasien sudah membaik. Pada pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki tidak ditemukan kelainan. Dari segi perilaku dan kebiasaan pasien sudah mengalami perbaikan, pasien menghabiskan obat antibiotik yang diberikan, pasien sudah memulai makan makanan sehat dengan gizi seimbang. Kesan yang didapatkan dari perkembangan pemulihan penyakit pasien adalah sudah ada perbaikan perilaku kesehatan dan perbaikan penyakit yang diderita pasien. Evaluasi untuk pasien ini diharapkan pasien dan keluarga memahami mengenai penyakit dan pengobatan penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2. Fitzpatricks, MD et al : Dermatology in general medicine, 6 th ed., mc-graw-Hill., 2003.3. Thomas P, et al. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. Mosby. 2003. 4. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS. Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. 2005.5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pioderma, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. DEPKES RI. Jakarta. 2007.

34