penge lola an

46
7 TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Kebijakan Berdasarkan arah dan kebijaksanaan dari pembangunan wilayah pesisir dan lautan yang ditegaskan dalam GBHN tahun 1993, maka kebijaksanaan pembangunan kelautan diarahkan untuk mendukung antara lain : (1) penegakan kedaulatan dan yurisdiksi nasional, (2) mendayagunakan potensi sumberdaya laut dan dasar laut, (3) mengembangkan potensi berbagai industri kelautan nasional dan penyebarannya di seluruh wilayah tanah air, (4) memenuhi kebutuhan data dan informasi pesisir dan kelautan serta memadukan dan mengembangkannya dalam suatu jaringan sistem informasi kelautan, (5) mengembangkan organisasi dan kelembagaan kelautan sehingga terwujud sistem pengelolaan yang terpadu, serasi, efektif dan efisien, dan (6) mempertahankan daya dukung serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijaksanaan Pemerintah yang mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk menjaga kelestarian sumberdaya laut, adalah terbitnya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana secara tegas telah mengatur mengenai kewenangan Daerah dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang terdiri dari wilayah darat dan laut sejauh 12 mil yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan. Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat

Upload: bhathu-lha-she

Post on 30-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penge Lola An

7

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Kebijakan

Berdasarkan arah dan kebijaksanaan dari pembangunan wilayah pesisir dan

lautan yang ditegaskan dalam GBHN tahun 1993, maka kebijaksanaan

pembangunan kelautan diarahkan untuk mendukung antara lain : (1) penegakan

kedaulatan dan yurisdiksi nasional, (2) mendayagunakan potensi sumberdaya laut

dan dasar laut, (3) mengembangkan potensi berbagai industri kelautan nasional dan

penyebarannya di seluruh wilayah tanah air, (4) memenuhi kebutuhan data dan

informasi pesisir dan kelautan serta memadukan dan mengembangkannya dalam

suatu jaringan sistem informasi kelautan, (5) mengembangkan organisasi dan

kelembagaan kelautan sehingga terwujud sistem pengelolaan yang terpadu, serasi,

efektif dan efisien, dan (6) mempertahankan daya dukung serta kelestarian fungsi

lingkungan hidup.

Kebijaksanaan Pemerintah yang mempunyai peranan yang sangat penting

dan strategis untuk menjaga kelestarian sumberdaya laut, adalah terbitnya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana secara tegas telah mengatur mengenai

kewenangan Daerah dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang

terdiri dari wilayah darat dan laut sejauh 12 mil yang diukur dari garis pantai kearah

laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang

menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen menghasilkan dan

memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat

Page 2: Penge Lola An

8

dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan (Dunn

didalam Nurlian Tomboelu, 1999).

Kebijakan adalah dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan

keputusan dengan maksud untuk membangun suatu landasan yang jelas dalam

pengambilan keputusan dan langkah yang diambil . Kebijakan didasarkan pada

masalah yang ada di daerah, selanjutnya kebijakan harus secara terus menerus

dipantau, direvisi dan ditambah agar tetap memenuhi kebutuhan yang terus

berubah.

Disebutkan juga bahwa analisis kebijakan tidak hanya membatasi diri pada

pengujian-pengujian teori deskriptif umum maupun teori-teori ekonomi karena

masalah-masalah kebijakan yang kompleks, dimana teori-teori semacam ini

seringkali gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil

kebijakan mengontrol dan memanipulasi proses-proses kebijakan, tetapi analisis

kebijakan juga menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang dapat

dimanfaatkan untuk memecahkan masalah, juga menghasilkan informasi mengenai

nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Jadi analisis kebijakan meliputi dua hal

yaitu sebagai evaluasi tetapi sebagai anjuran kebijakan.

Quandun dalam Dunn, (1998) menyebutkan bahwa analisis kebijakan adalah

setiap jenis analisa yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat

menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka.

Kata “analisa” digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak

langsung menunjukan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak

hanya pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap komponen-komponen tapi

juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas ini

Page 3: Penge Lola An

9

meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap masalah atau issue yang

mendahului atau untuk mengevaluasi program yang sudah selesai.

Ada 3 (tiga) pendekatan dalam analisis kebijakan, yaitu (1) pendekatan

empiris (2) pendekatan evaluasi dan (3) pendekatan normative.

1. Pendekatan empiris adalah pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari

kebijakan publik. Pertanyaan pokoknya adalah mengenai fakta yaitu apakah

sesuatu itu ada?

2. Pendekatan evaluatif adalah pendekatan yang berkenaan dengan penentuan

harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Pertanyaan pokoknya adalah berapa

nilai sesuatu?

3. Pendekatan normative adalah pendekatan yang terutama berkaitan dengan

pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan.

Pertanyaan pokoknya adalah tindakan apa yang harus dilakukan?

Sebagai proses penelitian analisis kebijakan menggunakan prosedur analisis

umum yang biasa dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan,

yaitu : deskriptif, prediksi, evaluasi dan rekomendasi. Dari segi waktu dalam

hubungannya dengan tindakan maka prediksi dan rekomendasi, digunakan sebelum

tindakan diambil, sedangkan deskriptif dan evaluasi digunakan setelah tindakan

terjadi.

Dalam kaitannya dalam pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan

pemerintah dan bangsa Indonesia telah membuat suatu kebijakan yang strategis

dan antisipatif. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan penetapan kebijaksanaan dan

strategi pembangunan yang mantap dan berkesinambungan (Dahuri et al, 1996

didalam Ismail, 2000).

Page 4: Penge Lola An

10

Menurut Nurlian MR (2000), hal-hal yang perlu dilakukan dalam penataan

ruang kelautan dan pesisir adalah sebagai berikut :

1. Pengenalan kondisi pemanfaatan ruang laut dan pesisir yang ada mencakup

kegiatan analisis sumberdaya di laut, batasan wilayah laut dimana suatu

wilayah atau negara mempunyai wewenang, analisis pendekatan teknologi

yang mungkin dibutuhkan dalam pengembangan sumberdaya yang ada,

identifikasi sektor-sektor dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya kelautan,

identifikasi kesepakatan nasional dan konvensi internasional mengenai

pemanfaatan ruang laut serta analisis hubungan fungsional secara social

ekonomi antara pemanfaatan ruang laut dan udara.

2. Pengenalan dimensi spasial pembangunan suatu daerah meliputi analisis

tujuan dan sasaran makro pembangunan daerah, analisis pola ekonomi ruang

darat dan laut yang sesuai untuk mewujudkan tujuan pembangunan serta

analisis scenario pembangunan laut dalam konstelasi pengembangan ruang

darat dan laut secara menyeluruh dan pemilihan alternatif yang ada.

3. Penjabaran pola pembangunan ruang laut, kawasan-kawasan pesisir dan

kawasan konservasi di laut dan pantai.

Untuk mencapai pembangunan wilayah pesisir dan lautan secara optimal

dan berkelanjutan maka diperlukan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan

secara terpadu (Integrated Coastal dan Marine Zone Management). Pada dasarnya

arahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan meliputi empat aspek

utama yaitu (1) aspek teknis dan social (2) aspek social ekonomi dan budaya (3)

aspek social politik dan (4) aspek hokum dan kelembagaan termasuk pertahanan

dan keamanan (Anonim, 1998).

Page 5: Penge Lola An

11

Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir sampai saat belum ada definisi yang baku, namun demikian

terdapat kesepakatan umum didunia wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan

antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line) maka

wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar

garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai (cross

shore) (Dahuri, et al, 1996)

Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah wilayah

pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian

daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut

seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut

wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami

yang terjadi di daerah daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang

disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan

pencemaran (Soegiarto, 1976 di dalam Sinurat RM, 2000).

Batas wilayah pesisir dalam Rapat Nasional Marine Resources Evaluation

and Planning (MREP) pada bulan Agustus di Manado, telah disepakati bahwa

definisi wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara darat dan laut dimana ke

arah darat meliputi seluruh atau sebagian wilayah darata yang berbatasan langsung

dengan gari pantai, dan ke arah laut mencakup perairan laut sejauh 12 mil dari garis

pantai pada surut terendah.

Menurut Rais (1993) di dalam Sinurat RM, (2000) memberikan definisi bahwa

disebut wilayah pesisir adalah spasial ke arah darat dimana pengaruh laut masih

ada, terutama pengaruh pasang surut (batas ekosistem air payau) dan ke arah laut

Page 6: Penge Lola An

12

dimana pengaruh darat masih dominan (batas sedimentasi sungai). Dari definisi

wilayah pesisir di atas memberikan suatu pengertian bahwa wilayah pesisir

merupakan wilayah yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang sangat

beragam didarat dan di laut serta saling berintegrasi antara habitat tersebut.

Menurur Sorensen dan McCreary (1990) di dalam Sinurat RM (2000),

terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat dijadikan acuan bagi negara-negara

di dunia dalam menentukan batasan wilayah pesisir yang tegak lurus garis pantai

(gambar 1). Pada suatu ekstrim, batas wilayah pesisir dapat meliputi suatu

kawasan yang luas mulai dari batas lautan terluar ZEE sampai daratan yang masih

dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ekstrim lainnya, suatu wilayah pesisir hanya

meliputi suatu kawasan peralihan antara ekosistem daratan yang sangat sempit

yaitu dari garis rata-rata pasang tertinggi sampai 200 meter ke arah laut meliputi

garis pantai pada saat rata-rata pasang terendah.

Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat dari suatu wilayah

pesisir dapat ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning

zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan

keseharian (day to day management). Batas wilayah perencanaan sebaiknya

meliputi seluruh daerat daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan)

yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan

sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan

lebih luas dari wilayah pengaturan.

Sementara itu menurut Bengen (2002), definsi wilayah pesisir memberikan

suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan

ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta

saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar,

Page 7: Penge Lola An

13

wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak

kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun

tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau

kecil.

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk kepentingan pengelolaan adalah

kurang begitu penting menetapkan batas-batas fisik suatu wilayah pesisir secara

kaku (rigid). Akan tetapi berarti, jika penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir

didasarkan atas factor-faktor yang mempengaruhi pembangunan dan pengelolaan

ekosistem pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya yang ada didalamnya, serta

tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah untuk

mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang

dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir kearah darat hendaknya

mencakup suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) (Bengen, 2002).

Page 8: Penge Lola An

14

US Coastel Management Act

Program Wilayah Pesisir Negara Bagian Washington

Pengelolaan lautan Srilanka Pengl. Pesisir Srilanka

Pengelolaan lautan Brasil Pengelolaan pesisir Brasil Btas

Rata-rata Batas daratan daratan Jarak arbitrat surut dari Pemda yg di- Batas Lautan dari pasang terendah Rata-rata pengh

Dari Laut surut Pasang iklim laut Teritorial Tertinggi Batas daratn Tepi lautan dimana dampak Dari Paparan Benua Jarak arbitrat yg ditimbulkan Batas Batas antara Yurisdiksi dari garis masih berpengaruh Lautan antara Negara Bagian pasang surut thdp wil. pesisir Dari ZEE Dan Yurisdiksi Nasional

Paparan Benua

Gambar 1. Batas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan (Sorensen dan Mc

Creary, 1990)

Dalam wilayah day to day management, Pemerintah atau pihak pengelola

memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan

pembangunan. Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada diluar batas

wilayah pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggungjawab bersama

antara instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone dengan

Inastansi/Lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut lepas (Dahuri, et al, 1996

di dalam Sinurat RM, 2000).

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan sumberdaya adalah unsur lingkungan

hidup yang terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya alam, baik hayati maupun

nonhayati, dan sumberdaya alam buatan.

Page 9: Penge Lola An

15

Dalam konteks wilayah pesisir dan lautan, sumberdaya yang ada meliputi (a)

sumberdaya manusia, yaitu manusia yang terlibat dan mempunyai kepentingan

dalam pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dan laut, (b) sumberdaya alam

hayati (sumberdaya dapat pulih/renewable resources) yaitu sumberdaya perikanan

(plankton, benthos, ikan, mollusca, crustacea, mamalia laut), rumput laut, padang

lamun, hutan mangrove, terumbu karang, (c) sumberdaya alam non-hayati

(sumberdaya alam tidak dapat pulih/nonrenewable resources) antara lain minyak

dan gas, timah, bijih besi, pasir, bauksit, mineral dan bahan tambang lainnya, (d)

sumberdaya alam buatan, antara lain pelabuhan, jalan, perpipaan, kapal, perahu,

bagan dan tambak.

Menurut Dahuri, (2003) peranan sumberdaya kelautan dapat dilihat dari

beberapa aspek yaitu (1) aspek ekonomi sumberdaya kelautan, (2) aspek ekologis

sumberdaya kelautan, (3) aspek pertahanan dan keamanan, dan (4) aspek

pendidikan dan penelitian. Ekonomi sumberdaya kelautan yang dimaksud adalah

kegiatan ekonomi yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan dan/atau kegiatan

ekonomi yang menggunakan sumberdaya pesisir dan lautan dan/atau kegiatan yang

menunjang pelaksanaan kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan lautan. Dengan

demikian ruang lingkup kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya kelautan sangat

luas dan beragam, termasuk diantaranya adalah sektor perikanan tangkap dan

budidaya, industri pengolahan produk perikanan dan bioteknologi, pariwisata bahari

dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan

laut dan pantai, pulau-pulau kecil, dan kegiatan-kegiatan pendayagunaan benda-

benda berharga (the sunken treasures).

Peran ekologis sumberdaya kelautan juga sangat besar pengaruhnya pada

hampir semua aspek kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya. Karakteristik

Page 10: Penge Lola An

16

oceanografis laut Indonesia yang khas merupakan indicator (penentu) muncul dan

lenyapnya El Nino dan La Nina yang mempengaruhi perubahan iklim global dan

berdampak pada kemarau panjang, banjir, kegagalan panen, kebakaran hutan, serta

naik turunnya produksi perikanan.

Dari aspek pertahanan keamanan peranan lautpun sangat penting terutama

dalam hubungannya dengan usaha menjaga kedaulatan negara. Disamping itu,

karena wilayah pesisir laut Indonesia terdapat pada lokasi yang secara politis dan

ekonomis strategis maka hal ini semakin memperkuat argumen pentingnya laut

ditinjau dari aspek pertahanan keamanan. Disisi lain pembangunan sumberdaya

kelautan dapat mendorong terciptanya kondisi pertahanan keamanan yang baik dan

dinamis secara domestik, regional dan internasional. Peningkatan kesejahteraan

masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pendayagunaan pulau-pulau kecil serta

pembangunan berbagai infrastruktur berbasis kelautan merupakan beberapa bagian

penting dari pembangunan kelautan yang dapat menunjang terciptanya kondisi

pertahanan keamanan negara secara baik dan dinamis.

Laut dan kehidupan yang ada didalamnya juga merupakan bahan penelitian

dan pendidikan yang tidak akan pernah habis-habisnya. Kegiatan penelitian dan

pendidikan dibidang kelautan memberikan manfaat yang besar dalam pemanfaatan

dan pendayagunaan sumberdaya kelautan bagi kehidupan manusia.

Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan

Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan pada hakekatnya

mempunyai makna yang sama dengan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1993 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang tersebut yang dimaksud dengan

Page 11: Penge Lola An

17

Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian

lingkungan hidup. Dengan demikian maka dalam konteks ini dapat diartikan bahwa

pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan adalah upaya terpadu

(Integrated Coastal and Marine Resources Management) dalam penetapan,

pelestarian dan pengendalian, pemanfatan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir

dan lautan.

Menurut Dahuri et al (1996), pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau

lebih ekosistem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara

terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara

berkelanjutan (sustainable). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration)

mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan

ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas,

wewenang dan tanggungjawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat

pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari

mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical

integration). Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam

pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan

interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu

ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena wilayah

pesisir pada dasarnya terdiri dari system social dan system alam yang terjalin secara

kompleks dan dinamis.

Page 12: Penge Lola An

18

Koordinasi dan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu

Koordinasi didefinisikan sebagai suatu usaha menyatukan kegiatan-kegiatan

dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi sehingga organisasi bergerak sebagai

kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai

tujuan (Handayaniningrat, 1994). Apabila dikaitkan dengan kelembagaan

pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, maka kegiatan

koordinasi yang dilakukan berhubungan dengan keterkaitan fungsi dan wewenang

dari lembaga terkait guna tercapainya kesatuan tindakan, keserasian dan

keterpaduan dari sejak perumusan kebijaksanaan, penyusunan rencana,

pelaksanaan/implementasi, pengawasan dan pengendalian.

Menurut Siagian (1993) didalam Ismail (2000), koordinasi mempunyai tujuan

sebagai berikut :

1. Pencegahan konflik dan kontradiksi

2. Pencegahan persaingan yang tidak sehat

3. Pencegahan pemborosan

4. Pencegahan kekosongan ruang dan waktu

5. Pencegahan terjadinya perbedaan pendekatan dan pelaksanaan

Dengan demikian maka kegiatan akan dapat berjalan efektif dan efisien serta

mengena pada sasaran berdayaguna dan berhasilguna apabila dilaksanakan

koordinasi yang baik antar lembaga yang terkait

Selanjutnya menurut Soetarto (1993) didalam Ismail (2000) menyatakan

bahwa manfaat koordinasi adalah :

1. Menghindarkan perasaan lepas satu sama lain antara satuan organisasi atau

antar pejabat yang ada dalam organisasi/lembaga,

Page 13: Penge Lola An

19

2. Menghindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa satuan organisasinya

atau pejabatnya merupakan yang paling penting,

3. Menghindarkan kemungkinan timbulnya pertentangan antar satuan organisasi

atau antar pejabat,

4. Menghindarkan timbulnya rebutan fasilitas,

5. Menghindarkan terjadinya kekembaran/duplikasi pengerjaan terhadap suatu

aktivitas oleh satuan-satuan atau kekembaran pengerjaan tugas oleh para

pejabat

6. Menghindarkan terjadinya kekosongan pengerjaan terhadap sutau aktivitas oleh

satuan-satuan atau kekosongan pengerjaan tugas oleh para pejabat

7. Menjamin adanya kesatuan langkah, sikap, tindakan dan kebijaksanaan antar

pejabat

Menurut Clark (1992) didalam Ismail (2000) mengemukakan, pentingnya

koordinasi dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan karena

wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema

yang unik dan kompleks. Kompleksitas diwilayah pesisir ini ditandai dengan

keberadaan berbagai pengguna dan berbagai entitas pengelola wilayah yang

mempunyai kepentingan dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan

dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir.

Selanjutnya menurut Dahuri et al, (1996) berpendapat bahwa, pengelolaan

sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yang terpadu adalah suatu pendekatan

pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih eksosistem sumberdaya

dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) “Integrated

Coastal Zone Management” (ICZM) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir

Page 14: Penge Lola An

20

secara berkelanjutan (sustainable) yang merupakan kunci pemecahan

permasalahan dan konflik dilwilayah pesisir.

Kemudian Sorensen et al, (1990) didalam Ismail (2000), juga menyatakan

bahwa, antar sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada diwilayah pesisir dan

lautan dapat saling mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu

dampak positif dan negatif. Beberapa contoh kegiatan antar sektor yang saling

memberi dampak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh-Contoh Hubungan Positif dan Negatif antar Sektor Kegiatan

Sektor Penerima Dampak

Sektor Pemberi Dampak Negatif dan Positif

Sektor Dampak Pelabuhan Perhubungan Perikanan Pariwisata Lainnya Pariwisata Positif Fasilitas

penumpang Sarana penunjang menuju tempat wisata

Konversi daerah habitat penting untuk rekreasi

-

Negatif Pncemaran oleh kapal

Pelanggaran hak penduduk akibat pembebasan tanah untuk jalan

Pencemaran air dan udara akibat industri pemrosesan ikan

-

Perikanan Positif Fasilitas pelabuhan dan pemrosesan

Tersedianya jalan menuju tempat penangkapan ikan

-

Memberi peluang bagi kegiatan olah raga memancing (rekreasi)

Negatif Pncemaran oleh kapal dan pemrosesan ikan

Fragmentasi estuaria

-

Pncemaran akibat pemrosesan ikan

Kesehatan Masyarakat

Positif Tempat evakuasi sebelum terjadi badai atau banjir

Tersedianya jalan dan jembatan untuk evakuasi

Pngemb. perikanan dapat meningktkan kualitas kesehatan mansy.

Memperbaiki kualitas air bersih dan pnanganan limbah

Negatif Pembangunan pelabuhan di daerah berbahaya

Adanya peluang menjadi daerah rawan penyakit dan kecelakaan

Pencemaran air dan udara akibat pemrosesan ikan

Berpeluang menimbulkn penyakit berbahaya

Sumber : Sorensen and Mc Creary (1990)

Page 15: Penge Lola An

21

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Meningkatnya kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di

wilayah pesisir dan lautan, akan mendorong terjadinya konflik pemanfaatan dan

konflik pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan tersebut. Konflik tersebut

didominasi oleh isu-isu dan hak kepemilikan suatu jenis sumberdaya di kawasan

tertentu.

Menurut Moore (1986) didalam Sinurat MR (2000), berpendapat bahwa

konflik dapat terjadi karena ada lima pemicu utama, yaitu (1) konflik hubungan

(relation conflict), (2) konflik data (data conflict), (3) konflik nilai (value conflict), (4)

konflik kepentingan (interest conflict), dan (5) konflik structural (structural conflict).

Konflik hubungan mengacu pada konsep bahwa konflik terjadi karena adanya

hubungan disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah paham,

tidak adanya komunikasi,perilaku emosional dan stereotypes. Konflik data yaitu

suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan

informasi tentang perihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak-pihak

yang bersengketa. Konflik nilai adalah suatu kondisi dimana pihak-pihak yang

berurusan mempunyai nilai-nilai yang berbeda yang melandasi tingkah lakunya

masing-masing dan tidak diakui kebenarannya oleh pihak yang lain. Konflik nilai ini

termasuk cara-cara penyelesaian permasalahan yang ditempuh, agama, dan

ideology. Konflik kepentingan adalah pertentangan mengenai substansi atau pokok

permasalahan yang diperkarakan, kepentingan prosedur dan psikologis. Konflik

structural adalah keadaan dimana secara structural atau suatu keadaan diluar

kemampuan kontrolnya pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status

kekuatan, otoritas, klas, atau kondisi fisik yang berimbang.

Page 16: Penge Lola An

22

Selanjutnya menurut Ginting (1998) didalam Sinurat MR (2000),

mengelompokan pola kepemilikan dan penguasaan wilayah pesisir dan lautan

menjadi empat kelompok yaitu :

1) Tanpa Pemilik (Open acces property), bermakna dimana sumberdaya tersebut

milik semua orang dan tanpa pemilik atau tidak jelas kepemilikannya. Dalam

hal ini tidak ada seorangpun yang berhak memanfaatkan sumberdaya yang

ada untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya dan mempertahankan agar

tidak digunakan oleh orang lain. Sumberdaya tersebut biasanya terdapat di

perairan laut lepas (high seas) atau diluar batas laut territorial (12 mil laut dari

garis pangkal.

2) Milik Masyarakat atau Komunal (Common property), merupakan milik

sekelompok masyarakat tertentu yang telah melembaga, dengan ikatan norma-

norma atau hokum adat yang mengatur pemanfaatan sumberdaya dan dapat

melarang pihak lain untuk memanfaatkannya. Biasanya konsep kepemilikan

dan penguasaan sumberdaya tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan di darat dan dilaut. Pemegang hak biasanya mempunyai hak

ulayat atas tanah pertanian di pesisir dan hak akses untuk memanfaatkan

sumberdaya di pesisir.

3) Milik Pemerintah (Public/State property), merupakan pemilikan sumberdaya

yang berada dibawah kewenangan pemerintah sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Pada pasl 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia dinyatakan bahwa seluruh sumberd kekayaan alam di perairan

Indonesia dibawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Hal ini

mengandung makna bahwa Pemerintah memiliki dan bertanggungjawab

mengawasi pemanfaatan sumberdaya tersebut. Kelompok masyarakat,

Page 17: Penge Lola An

23

lembaga atau individu dapat saja memanfaatkan sumberdaya tersebut atas

izin, persetujuan atau hak pengelolaan yang diberikan Pemerintah berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumberdaya wilayah pesisir

dan lautan yang hak pemilikan dan penguasaannya menjadi milik pemerintah

antara lain Pangkalan Militer, Taman Nasional, Taman Wisata Laut atau

Kawasan Konservasi termasuk sumberdaya perairan terumbu karang dan

mangrove.

4) Milik Pribadi/Swasta (private property), adalah sumberdaya yang dimiliki oleh

perorangan atau sekelompok orang secara syah yang ditunjukan oleh bukti-

bukti kepemilikan yang jelas. Pemilik sumberdaya tersebut dijamin secara

hukum dan social untuk meguasai dan memanfaatkan sumberdaya tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan sengketa lingkungan hidup atau konflik

pengelolaan lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang

ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan

lingkungan hidup. Berikut pada Table 2 dibawah terlihat peran dari lembaga

koordinasi dan sektoral dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

Tabel 2. Lembaga Koordinasi dan Lembaga Sektoral serta Perannya dalam

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

A Lembaga Koordinasi Peran 1. Kantor Menteri Negara

Lingkungan Hidup/BAPEDAL Mengkoordinasikan kebijakan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut; BAPEDAL mengatur proses studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

2. BAPPENAS Mengkoordinasikan segenap kegiatan perencanaan pembangunan nasional yang diimplementasikan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)

3. Departemen Dalam Negeri/Ditjen Pembangunan Daerah (BANGDA)

Mengkoordinasikan segenap kegiatan perencanaan dari pembangunan daerah, termasuk pembangunan sektor kelautan di daerah

4. Kantor Menteri Negara Riset dan teknologi/BPPT

Mengkoordinasikan kegiatan riset dan pengembangan teknologi dalam bidang inventarisasi sumberdaya alam laut

Page 18: Penge Lola An

24

teknologi/BPPT teknologi dalam bidang inventarisasi sumberdaya alam laut

5. Badan Koordinasi Survei dan Pemetanaan Nasional (BAKOSURTANAL)

Mengkoordinasikan pembuatan peta (termasuk garis pantai), menerima dan mengelola data spasial dari lembaga lainnya seperti DIHIDROS

6. Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi/Pusat Pengembangan dan Penelitian Oseanologi (P3O-LIPI)

Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan penelitian kelautan, pusat informasi data ekosistem kelautan dan memberikan saran untuk lembaga lainnya

7. Panitia Koordinasi Wilayah Nasional dan Dasar Laut (PANKORWILNAS)

Menangani masalah-masalah perbatasan dengan negara tetangga

8. Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA)

Mengkoordinasikan penanganan masalah-masalah keamanan laut, seperti pembajakan kapal, penangkapan ikan secara illegal oleh nelayan asing, pencemaran laut, penyeludupan dan lain-lain

9. BAPPEDA Mengkoordinasikan seluruh perencanaan pembangunan regional dan sektoral serta swasta di daerah

10. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)

Lembaga kemasyarakatan di tingkat desa yang menyatukan dan mengkoordinasikan seluruh aktivitas dalam masyarakat desa seperti kegiatan keagamaan, keamanan, pendidikan, lingkungan, social ekonomi, keluarga berencana, kesehatan dan kepemudaan

B Lembaga Sektoral Peran 11. Departemen Kelautan dan

Perikanan Mengelola, mengembangkan dan mengatur kegiatan perikanan di wilayah pesisir dan lautan (Perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan)

12. Departemen Kehutanan/Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)

Mengelola kegiatan konservasi ekosistem pesisir dan lautan seperti penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi laut (Taman Nasional Laut, Taman Wisata Alam Laut, Suaka Margasatwa Laut dan lain-lain)

13. Departemen Perhubungan/Direktorat Jenderal Perhubungan Laut

Mengelola laut sebagai media transportasi, termasuk penanggulangan pencemaran laut

14. Departemen Pertambangan dan Energi/Direktorat Jenderal Minyak dan Gas

Mengelola berbagai kegiatan yang berhubungan dengan eksplorasi minyak dan gas bumi di wilayah pesisir maupun lepas pantai

15. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/Perguruan Tinggi (Universitas)

Mengembangkan sumberdaya manusia dibidang kelautan dan penelitian-penelitian kelautan

16. Departemen Pertahanan dan Keamanan/Dinas Hidrografi dan Oseanografi (DISHIDROS)

Pengamanan batas territorial laut, pengumpulan data hidro-oseanografi dan memproduksi peta-peta wilayah laut

17. Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Mengatur berbagai kegiatan pengembangan industri di wilayah pesisir dan laut termasuk dalam penanganan limbah industri

18. Departemen Pemukiman Prasarana Wilayah/Pekerjaan Umum

Mengelola segenap kegiatan dibidang rekayasa pantai seperti pembangunan infrastruktur, pencegahan erosi pantai dan lain-lain

19. Departemen Pariwisata Seni dan Budaya/Direktorat Jenderal Pariwisata

Mengelola dan mengembangkan kegiatan wisata pesisir dan laut (marine-ecotourism)

Page 19: Penge Lola An

25

20. Departemen Koperasi Mengembangkan usaha perkoperasian di Indonesia, khususnya koperasi-koperasi perikanan di desa pantai

21 Departemen Kelautan dan Perikanan

Mengelola dan mengembangkan kegiatan perikanan di wilayah pesisir dan laut

Sumber : Sloan dan Sugandhy dalam Dahuri et al, (1996) diolah.

Sistem Hukum dan Kelembagaan Wilayah Pesisir dan Lautan

Sistem Hukum

Dalam mengatasi konflik perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir

dan lautan, diperlukan pemahaman sistem hokum dan kelembagaan sehingga

dalam pengambilan keputusan secara sadar mengalokasikan sumberdaya tersebut

untuk perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dalam ruang dan waktu untuk

dimanfaatkan guna mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Pada

prinsipnya pengambilan keputusan utnuk mengaloksikan sumberdaya yang boleh

dan tidak boleh dimanfaatkan diwilayah pesisir dan lautan dilakukan oleh lembaga-

lembaga atau instansi pemerintah melalui prosedur administrasi dan menurut

undang-undang yang berlaku dengan memperhatikan IPTEK yang ada dan sedang

berkembang.

Menurut Purwaka (1995) didalam Sinurat MR (2000), hukum pengelolaan

sumberdaya pesisir dan lautan meliputi semua peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan secara resmi oleh lembaga-lembaga pemerintah untuk mengatur

hubungan antara manusia dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dari

sudut hierarkinya peraturan perundang-undangan memiliki tingkat yang lebih tinggi

akan diitndaklanjuti dengan peraturan pelaksanaanya yang lebih rendah

tingkatannya, dimana peraturan pelaksanaan tidak boleh bertentangan dengan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan semua benturan kepentingan

Page 20: Penge Lola An

26

antara lembaga, masyarakat dan swasta, harus diselesaikan dengan mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkat yang lebih tinggi.

Sistem Kelembagaan

Kelembagaan dari sudut ekonomi, merupakan suatu sistem pengambil

keputusan yang dianut oleh masyarakat dan melahirkan aturan permainan yang

menyangkut alokasi sumberdaya serta cara pemanfaatannya guna meningkatkan

kesejahteraan (Anwar, 1989).

Menurut Dahuri, et al (1996), kelembagaan sebagai institusi terdiri dari tiga

aspek yaitu (1) aparatur yang bekerja di lembaga tersebut, (2) fasilitas ruang,

peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan lembaga, dan (3)

dana operasional untuk membiayai kegiatan lembaga tersebut. Sedangkan

pelembagaan nilai-nilai adalah memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh

lembaga tyersebut kepada masyarakat atau pengguna jasa lembaga tersebut. Nilai-

nilai yang dilembagakan dapat berupa peraturan perundang-undangan, peraturan

daerah, tata ruang wilayah pesisir dan lautan, pedoman perencanaan, dan bentuk-

bentuk lainnya yang telah dihasilkan oleh lembaga tersebut.

Selanjutnya menurut Soekanto (1997) didalam Sinurat MR (2000)

kelembagaan dapat diartikan dalam dua makna yaitu lembaga sebagai institusi

(institution) dan pelembagaan (institutionalization). Lembaga dalam pengertian

institut merupakan organ-organ yang berisikan konsep dan struktur dalam

menjalankan fungsi masyarakat. Sedangkan pelembagaan dapat diartikan sebagai

suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma aturan itu untuk dikenal, diakui,

dihargai dan kemudian ditaati oleh masyarakat. Lembaga yang mengacu pada

organisasi abstrak maupun konkrit yang diakui dan diterima oleh masyarakat, namun

Page 21: Penge Lola An

27

tidak mempunyai justifikasi hukum, contohnya lembaga-lembaga adat. Sedangkan

lembaga yang mengacu pada organisasi konkrit adalah lembaga yang diakui secara

formal dan mempunyai justifikasi hukum, contohnya lembaga-lembaga

pemerintahan.

Berdasarkan perannya, lembaga pemerintah dapat dibedakan atas dua

kategori yaitu lembaga koordinasi dan lembaga sektoral. Lembaga koordinasi

adalah lembaga-lembaga yang mempunyai peranan dalam mengkoordinasikan

segenap kegiatan pengelolaan pembangunan sesuai dengan fungsi manajemen

yang ada seperti perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta

pengawasan dan pengendalian. Sedangkan lembaga sektoral adalah lembaga-

lembaga yang mempunyai peranan pengelolaan, mengembangkan dan mengatur

secara teknis kegiatan-kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawabnya.

Untuk memperkecil ataupun mencegah terjadinya benturan kepentingan

hubungan antar lembaga dalam melaksanakan kewenangan harus dilakukan dalam

rangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu. Menurut

Pakpahan (1986) ada tiga unsur yang menentukan factor kelembagaan yaitu batas

yurisdiksi, property right dan aturan representasi, sehingga strukryr kelembagaan

tidak dengan sendirinya dapat dikur dan diamati secara langsung. Misalnya suatu

kebijakan tersebut berhasil atau tidak tergantung kepada apakah kebijakan yang

dimaksud menghasilkan keragaan yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Batas Yurisdiksi

Menentukan apa dan siapa yang tercakup dalam suatu institusi dalam suatu

masyarakat ditentukan oleh batas yurisdiksi yang berperan dalam mengatur alokasi

sumberdaya. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau

Page 22: Penge Lola An

28

batas otoritas yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna kedua-

duanya.

Hak Kepemilikan (Property right)

Konsep hak kepemilikan adalah mengatur hubungan antar anggota

masyarakat adalam menyatakan kepentingannya terhadap sumberdaya yang

merupakan kekuatan akses dan control terhadap sumberdaya. Apabila

pengembangan wilayah pesisir dilakukan dengan konsep co-management, dimana

masyarakat setempat tersebut langsung ikut terlibat dalam kepentingan dan

perencanaan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan sekaligus diikutsertakan dalam

pembangunan, disamping untuk peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat,

kelestarian sumberdaya dan lingkungan tetap terjaga dan lestari.

Aturan Representasi (Rule of Refresentation)

Aturan reperensentasi adalah mengatur permasalahan siapa yang berhak

berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa

yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah

representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses

ini bentuk partisipasi tidak ditentukan oleh rupiah seperti halnya dalam aturan

representasi melalui pasar tapi partisipasi yang lebih banyak ditentukan oleh

keputusan politik organisasi.

Pada saat ini terdapat beberapa lembaga yang terlibat dalam pengelolaan

wilayah pesisir dan lautan yaitu lembaga departemenm non departemen dan

lembaga negara lainnya. Menurut Sloan dan Sugandhy didalam Dahuri et al

(1996), terdapat sepuluh lembaga koordinasi dan sebelas lembaga sektoral yang

terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia. Adapun lembaga-

lembaga seperti tertera pada Table 2, dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan

Page 23: Penge Lola An

29

aktifitasnya di wilayah pesisir dan laut hanya sebatas kewenangannya masing-

masing. Kewenangan yang saat ini melekat pada masing-masing lembaga adalah

kewenangan yang didasarkan pada undang-undang atau peraturan sektoral masing-

masing lembaga tersebut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya konflik of

interest antar lembaga tersebut dapat terjadi, mengingat masing-masing lembaga

merasa mempunyai landasan hokum yang kuat dalam pelaksanaan aktifitasnya.

Berbagai sektor yang berperan dalam kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan

lautan adalah Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen

Pemukiman dan Prasarana Wilayah/Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah,

Departemen Pariwisata Seni dan Budaya dan Departemen Perhubungan.

Sedangkan beberapa lembaga non departemen yang terkait dengan

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : Kantor Menteri Negara Lingkungan

Hidup, Panitia Koordinasi Penyelesaian Masalah Wilayah Nasional dan Dasar Laut

(PANKORWILNAS), Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA), Panitia

Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam (PKA) dan Panitia Pengembangan Riset

dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim serta Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT).

Disamping lembaga-lembaga tersebut diatas, terdapat lembaga-lembaga

kelautan yang secara fungsional mencari dan mengumpulkan data baik yang

mendukung tugas pokoknya maupun melaksanakan fungsi publik yaitu Dihidros-TNI

AL, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P3O)-LIPI, Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perikanan, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(BAKORSURTANAL), Badan Meteorologi dan Geofisika, Pertamina dan Pusat-

Page 24: Penge Lola An

30

Pusat Penelitian yang ada di Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM).

Pengertian-Pengertian

Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone

Management) adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang

melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan

(pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah

pesisir secara berkelanjutan (sustainable). Keterpaduan (integration) mengandung

empat aspek yaitu aspek sektoral, bidang ilmu, keterkaitan ekologi dan keterpaduan

stakeholders.(Dahuri et al, 1996).

Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Secara terpadu adalah pengkajian

sistematis tentang sumberdaya pesisir dan lautan dan potensinya, alternatif-alternatif

pemanfaatannya serta kondisi ekonomi dan sosial untuk memilih dan mengadopsi

cara-cara pemanfaatan pesisir yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat sekaligus mengamankan sumberdaya tersebut untuk masa depan

(Clark, 1996).

Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja

(unit-unit) organisasi sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat

guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuan. Bila dikaitkan

dengan kelembagaan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan

maka kegiatan koordinasi yang dilakukan berhubungan dengan keterkaitan fungsi

dan wewenang dari lembaga terkait guna tercapainya kesatuan tindakan, keserasian

dan keterpaduan dari sejak perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan dan pengendalian (Handayaningrat, 1994).

Page 25: Penge Lola An

31

Kebijakan adalah dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan

kebijakan didasarkan pada masalah yang ada di daerah, selanjutnya kebijakan

harus secara terus menerus dipantau dan dievaluasi, direvisi dan ditambah agar

tetap memenuhi kebijakan yang terus berubah (Ditjen Bangda, 1997)

Maksud Kebijakan adalah untuk membangun suatu landasan yang jelas dalam

pengambilan keputusan dan langkah yang diambil

Studi Kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan

pelbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan

informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat

politik dalam rangka memecahkan masalah publik (Dunn, 1998)

Menurut Quade dalam Dunn (1998), Pengertian “Analisis Kebijakan” (Policy

Analysis) adalah setiap jenis analisa yang menghasilkan dan menyajikan informasi

sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan dalam menguji pendapat

mereka.

Kawasan adalah suatu wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan, biasanya suatu

unit ekologi yang akan dikelola untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan suatu

program. Suatu kawasan biasanya terdiri dari beberapa lokasi (Wirasantosa dan

Moosa dalam Tomboelu N. 1999).

Kawasan Konservasi atau kawasan perlindungan alam adalah kawasan dengan

ciri khas tertentu baik didarat maupun diperairan yang mempunyai fungsi

perlindungan, system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan sumberdaya hayatinya dan ekosistemnya

(Nirarita dalam Tomboelu N. 1999).

Kawasan konservasi laut (Matheus, 1996 dalam Tomboelu N. 1999) terdiri dari :

Page 26: Penge Lola An

32

Kawasan Suaka Alam Laut yaitu kawasan yang terdapat di perairan laut dengan ciri

khas tertentu, mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistem, juga berfungsi sebagai

penyangga kehidupan. Berdasarkan fungsi suaka alam laut dibedakan menjadi

kawasan cagar alam laut dan kawasan suaka margasatwa laut.

Kawasan Pelestarian Alam Laut adalah kawasan yang terdapat diperairan laut

dengan ciri khas tertentu, mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan perlindungan

system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa

dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Kawasan ini

dibedakan atas kawasan taman nasional laut dan kawasan taman wisata alam laut

Kawasan Taman Nasional Laut adalah kawasan laut yang relatif tidak terganggu

yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang

tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan manfaat yang

jelas bagi wilayah tersebut (Mac Kinnon et al. 1993 dalam Tomboelu N. 1999)

Kawasan Taman Laut adalah kawasan pelastarian alam laut yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan

rekreasi (Matheus, 1996 dalam Tomboelu N. 1999)

Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan

system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,

pendidikan, pariwisata dan rekreasi (Keppres No. 32 tahun 1990).

Kawasan Taman Wisata Alam Laut adalah kawasan pelestarian alam laut yang

terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Kelembagaan adalah lembaga atau instansi pemerintah, baik lembaga departemen

maupun lembaga non departemen pada tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten

Page 27: Penge Lola An

33

yang mempunyai fungsi dan wewenang secara hokum untuk terlibat langsung

dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dikawasan Kepulauan

Seribu.

Keserasian Pemanfaatan Ruang adalah hubungan yang serasi, selaras dan saling

menguntungkan antara kegiatan sektor yang satu dengan lainnya dalam

menggunakan suatu ruang yang sama.

Konflik Pemanfaatan adalah hubungan yang saling bertentangan akibat adanya

perbedaan kepentingan dan pendapat antar lembaga tentang batas-batas

kewenangan pengelolaan suatu jenis sumberdaya alam atau suatu kawasan

tertentu. Konflik pengelolaan dapat berupa konflik pemanfaatan ruang dan konflik

kewenangan. Konflik pemanfaatan ruang adalah konflik yang ditimbulkan oleh

adanya perbedaan atau tumpang tindih kepentingan yang memberi pengaruh negatif

antara dua lebih kegiatan sektoral pada suatu ruang atau lahan yang sama untuk

memenuhi tujuan atau sasaran yang diinginkan. Sedangkan konflik kewenangan

adalah terjadi akibat perbedaan pendapat atau persepsi terhadap peraturan

perundang-undangan yang mengatur fungsi dan kewenangan dari dua atau lebih

lembaga pemerintah yang terlibat untuk memenuhi tujuan atau sasaran yang

diinginkan.

Biaya adalah kesediaan konsumen untuk mengalokasikan sebagian anggarannya

untuk mendapatkan utilitas yang disediakan oleh barang atau jasa yang dibelinya,

sehingga harga yang dibayarkan untuk barang dan jasa yang dibeli mencerminkan

posisi konsumen pada skala moneter. Dalam bidang social ada 2 pengertian : (1)

Harga yang dibayarkan oleh konsumen yang membeli suatu barang dan jasa

dinyatakan dengan besarnya utilitas yang dapat disediakan oleh barang tersebut

tidak sama dengan harga yang dibayar, (2) Adanya konsekwensi non-pasar yang

Page 28: Penge Lola An

34

tidak dapat dikuantifikasikan (Soemarno, 1991 dalam Tomboelu N. 1999) sehingga

yang dimaksud dengan biaya dan manfaat dalam penelitian ini adalah :

Biaya (biaya social) yaitu setiap kerugian yang ditanggung oleh masyarakat disekitar

lokasi kegiatan proyek pembangunan akibat adanya proyek tersebut, padahal

proyek tersebut tidak membayar setiap kerugian tersebut.

Biaya social yang bersifat ekonomi adalah terganggunya kehidupan ekonomi

masyarakat, yang meliputi factor-faktor yang menghambat atau mengurangi aktivitas

ekonomi mereka.

Biaya social yang bersifat social adalah terganggunya kehidupan social masyarakat

yang meliputi factor-faktor yang merusak dan mengganggu kehidupan social mereka

(Antonius Purba, 1996 dalam Tomboelu N. 1999).

Manfaat (Manfaat Sosial) yaitu setiap keuntungan yang diperoleh masyarakat

disekitar lokasi kegiatan proyek pembangunan yang disebabkan oleh aktivitas

ekonomi pembangunan proyek tersebut, padahal masyarakat disekitar proyek tidak

memberikan pembayaran/konpensasi dari setiap keuntungan yang dirasakannya.

Manfaat Sosial yang bersifat ekonomi adalah perkembangan kehidupan ekonomi

masyarakat yang meliputi factor-faktor yang menambah atau mendukung aktivitas

ekonomi mereka.

Manfaat social yang bersifat social adalah perkembangan kehidupan social

masyarakat yang meliputi factor-faktor yang memperbaiki kehidupan social mereka

(Antonius Purba, 1996 dalam Tomboelu N. 1999).

Karakteristik Sumberdaya Pesisir

Sumberdaya pesisir (coastal zone) didifinisikan sebagai suatu wilayah

peralihan (interface) antara daratan dan lautan, daerah dimana segala macam

Page 29: Penge Lola An

35

proses yang terjadi tergantung dari interaksi yang sangat intens dari proses

didaratan dan lautan (Sorensen et al, 1990). Secara ekologis, wilayah pesisir adalah

suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, dimana batas ke arah

daratan mencakup daerah-daerah yang tergenang air dan maupun tidak tergenang

air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti : pasang surut, percikan

gelombang, angin laut dan interusi garam, sedangkan batas ke laut adalah daerah-

daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di

daratan seperti : aliran air tawar (river run off and surface run off), sedimentasi,

pencemaran dan lainnya (Clark 1996, Dahuri et al, 1996).

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia

yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas

laut sekitar 3,1 juta km2 (0,8 juta km2 perairan territorial, dan 2,3 juta km2 perairan

Nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya serta berdasarkan UNCLOS (United

Nation Convenstion On Law of the Sea (1982), dan Indonesia diberi kewenangan

memanfaatkan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 yang menyangkut

eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati,

penelitian dan yurisdiksi mendirikan instlasi atau pulau buatan (Dahuri et al, 1996).

Sumberdaya alam wilayah pesisir dan lautan mempunyai karakteristik yang

relatif berbeda dan lebih kompleks dibandingkan dengan sumberdaya alam di

daratan. Sumberdaya alam pesisir dapat diklasifikasikan dari jenis yaitu :

1. Sumberdaya tidak pernah habis (renewable-perpectual resources) yaitu

sumberdaya yang selalu tersedia sepanjang kurun waktu kehidupan manusia

seperti lahan pantai, energi gelombang & angin, energi pasang surut dan

sebagainya.

Page 30: Penge Lola An

36

2. Sumberdaya alam yang tidak bisa diperbaharui (non-renewable or exhaustible

resources), yaitu sumberdaya minyak, gas alam, uranium, batubara, mineral

non energi seperti tembaga, aluminium dan lainnya. Sumberdaya ini berada

dalam jumlah yang tetap berupa deposit mineral (mineral deposits) diberbagai

lokasi di wilayah pesisir Indonesia, bisa habis karena eksploitasi serta tidak bisa

diganti oleh proses-proses alam secara cepat.

3. Sumberdaya alam yang secara potensial dapat diperbaharui (potentially

renewable resources) yaitu sumberdaya yang jika dimanfaatkan tidak

melampaui batas-batas daya dukung yaitu titik pemanfaatan lestari (sustainable

yield), akan mampu dan cepat dan alamiah memperbaharui diri melaui proses

peremajaan (recruitment), contohnya sumberdaya mangrove, terumbu karang,

padang lamun, perikanan serta diversitas flora & fauna (wildlife) yang ada di

wilayah pesisir dan lautan (Kusumastanto, 2001).

Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis

memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai

penyedia sumberdaya alam sebagaimana dinyatakan diatas, (2) penerima limbah,

(3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services), (4)

penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001).

Wilayah pesisir dan lautan yang bersifat terbuka untuk umum (common

property) menyediakan beranekaragam ruang yang segar, nyaman dan murah untuk

melakukan kegiatan (Kusumastanto, 2001) seperti :

1. Olah raga pantai, yang meliputi : bola volley pantai, selancar (surfing), motor

boating sport, parasailing & layang gantung by boat dan sebagainya.

2. Melakukan kegiatan budidaya laut (marine culture) seperti : budidaya rumput

laut (Eucheuma cottonii, E, spinosum dan Gracilaria lechinoides), kerang

Page 31: Penge Lola An

37

(Cassostrea sp, Pinctada maxima & Tridacna gigas) sebagai penghasil mutiara,

karang-karang hias (artificial reef transplantasi), ikan kerapu bebek (Cromileptes

altivelis), kakap merah (Lutjanus johni), bandeng (Chanos chanos), udang

windu (Penaeus monodon & P, merguensis), kuda laut (Hippocampus spp) dan

sebagainya.

3. Menyediakan ruang dengan kualitas yang baik, segar dan murah untuk mandi &

berenang

4. Wilayah pesisir mempunyai nilai dalam menunjang kehidupan umat manusia

dalam kehidupan keagamaan (religius).

Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

Secara umum pulau-pulau kecil atau Gugusan Pulau-pulau Kecil dapat

didefinisikan adalah kumpulan pulau-pulau yang secar fungsional saling bernteraksi

dari sisi ekologis, ekonomi, social dan budaya, baik secara individual maupun secara

sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya.

Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang cukup besar

karena didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi seperti

terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (seaweeds) dan hutan

bakau (manrove). Sumberdaya hayati laut pada kawasan ini memiliki potensi

keragaman dan nilai ekonomis yang tinggi seperti kerapu, napoleon, ikan hias, kuda

laut, kerang mutiara, kima raksasa (Tridacna gigas), dan teripang. Selain itu pulau-

pulau kecil juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan

sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.

Menurut Bengen (2002) karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil adalah

sebagai berikut :

Page 32: Penge Lola An

38

1) Terpisah dari habitat pulau induk (mainland island) sehingga bersifat insular

2) Memiliki sumberdaya iar tawar yang terbatas baik air permukaan maupun air

tanah, dengan daerah tangkapan relatif kecil sehingga besar aliran air

permukaan dan sedimen masuk ke laut

3) Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat

kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran

4) Memiliki sejumlah jenis endemic yang bernilai ekonomis tinggi

5) Area perairannya lebih luas dari area daratannya dan relatif terisolasi dari

daratan utamanya (benua atau pulau besar)

6) Tidak mempunyai hinterland yang jauh dari pantai

Kebijakan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Dalam buku pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, tahun 2001 menyebutkan

ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan antara lain :

A. Kebijakan tentang Hak-hak para Pihak Atas Tanah dan Wilayah Perairan Pulau-

Pulau Kecil

1. Negara mengakui dan melindungi hak ulayat/hak adat/hak asal usul atas

penguasaan tanah dan wilayah perairan pulau-pulau kecil oleh masyarakat

hukum adat disamping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

2. Pemerintah berwenang untuk memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL)

kepada pihak yang akan melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang memberikan Hak Guna

Page 33: Penge Lola An

39

Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) diatas HPL sepanjang tidak melanggar

hak individu dan/atau hak hukum adat atas tanah.

3. Pemberian HPL dituangkan antara lain dalam bentuk perjanjian pengelolaan

dan bentuk perjanjian lainnya.

4. Pengaturan hak atas wilayah perairan disekitar pulau-pulau kecil diatur lebih

lanjut oleh Pemerintah, Pemertintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

B. Kebijakan tentang Pemanfaatan Ruang Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan tentang Pemanfaatan ruang dan pulau-pulau kecil harus

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Latar geografis

Dalam pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil perlu diperhatikan latar

geografis pulau dan gugus pulau yang mempunyai kedudukan strategis

dalam pengembangan ekonomi wilayah dan konstelasi geopolitik. Oleh

karena itu, penataan ruang pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan

factor keterkaitan antar pulau dan gugus pulau.

2. Kerentanan wilayah terhadap bidang politik, ekonomi, social, budaya dan

ekologi

3. Keamanan Nasional

4. Ketersediaan sarana dan prasarana

5. Kawasan konservasi dan endemisme flora dan fauna termasuk didalamnya

yang terancam punah.

6. Karakter politik ekonomi, social, budaya, dan kelembagaan masyarakat local

7. Bentang alam (landscape)

Page 34: Penge Lola An

40

Bentang alam pulau merupakan perwujudan keseimbangan alam yang

terjadi dan memiliki nilai-nilai keunikan alam. Oleh karena itu, perubahan

yang terjadi terhadap bentang alam pulau harus berada dalam batas

toleransi dan kapasitas asmilatif lingkungan pulau kecil.

8. Tata guna lahan dan pemintakan (zonasi) laut.

Pengaturan tata guna lahan dan laut harus mempertimbangkan konflik

pemanfaatan dan factor-faktor lain seperti keunikan, kepekaan, dan

transformasi sumberdaya alamnya. Keterpaduan penggunaan lahan dan

laut menjadi salah satu prinsip utama yang harus dipertimbangkan.

9. Keterkaitan kegiatan ekonomi, social, dan budaya antar pulau

Keterkaitan fungsional antar pulau dapat memberikan sinergi terhadap

pertumbuhan dan perkembangan kegiatan sosial ekonomi dari wilayah

gugus pulaunya.

10. Skala ekonomi dalam pengembangan kegiatan

Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus sebanding dengan skala

ekonominya agar dapat diperoleh tingkat efisiensi yang optimal.

11. Pelibatan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang terdiri dari

Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam proses perencanaan

pemanfaatan ruang

C. Kebijakan tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Wilayah Perairan

Sekitarnya

1. Dalam melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan

disektarnya harus mempertimbangkan :

a. Keseimbangan/stabilitas lingkungan;

Page 35: Penge Lola An

41

b. Keterpaduan kegiatan antar wilayah darat dan laut sebagai satu

kesatuan ekosistem;

c. Efisiensi pemanfaatan sumberdaya;

d. Protokol keamanan yang didasarkan pada penilaian harga sumberdaya

sesuai dengan prinsip ekonomi lingkungan;

2. Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota harus

menjamin bahwa pantai dan perairan pulau-pulau kecil merupakan akses

yang terbuka bagi masyarakat.

3. Pengelolaan ekosistem pulau-pulau kecil perlu dilakukan secara menyeluruh

berdasarkan satu kesatuan gugusan pulau-pulau dan/atau keterkaitan pulau

tersebut dengan ekosistem pulau besar

4. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang berbasisi masyarakat harus

perhatikan adat, norma dan/atau social budaya serta kepentingan

masyarakat setempat.

5. Pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga dengan tujuan observasi,

penelitian dan kompilasi dat/spesimen untuk keperluan pengembangan

iptek, wajib melibatkan lembag/instansi terkait setempat dan/atau pakar

dibidangnya. Data, informasi, hasil dari penelitian tersebut, dan Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HAKI) menjadi milik pihak-pihak yang terlibat.

6. Pulau-pulau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi menurut UU

No. 5 Tahun 1990, kawasan otorita, kawasan tertentu khususnya tempat

latihan militer dan pangkalan militer, tidak termasuk didalam pedoman

umum pengelolaan pulau-pulau kecil.

7. Gosong, atoll, dan pulau kecil yang menjadi titik pangkal (base point)

pengukuran wilayah perairan Indonesia hanya dapat dikembangkan sebagai

Page 36: Penge Lola An

42

kawasan konservasi. Penggunaan terbatas pulau kecil tersebut hanya

diperuntukan apabila sebelumnya telah dimanfaatkan masyarakat sebagai

pemukiman.

8. Pengelolaan pulau-pulau kecil dengan luasan kurang atau sama dengan

2.000 km2 hanya digunakan untuk kepentingan sebagai berikut :

θ Konservasi

θ Budidaya laut (marine culture)

θ Kepariwisataan

θ Usaha penangkapan dan industri perikanan secara lestari

θ Pertanian organic dan peternakan skala rumah tangga

θ Industri teknologi tinggi non-ekstraktif

θ Pendidikan dan penilitian

θ Industri manufaktur dan pengolahan sepanjang tidak merusak

ekosistem dan daya dukung lingkungan.

9. Pengecualian dari butir 8 tersebut diatas hanya untuk kegiatan yang telah

dilakukan masyarakat penghuni pulau-pulau kecil sebelum Pedoman Umum

ini dikeluarkan, sepanjang tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil yang menimbulkan

dampak penting lingkungan tidak diizinkan.

11. Kegiatan pengelolaan pulau kecil untuk usaha industri manufaktur dan

industri pengolahan hanya dapat dilakukan di pulau kecil dengan luas lebih

besar dari 2.000 km2, dengan persyaratan pengelolaan lingkungan yang

sangat ketat, dengan memperhatikan kemampuan system tata air setempat,

Page 37: Penge Lola An

43

menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang diarahkan untuk kegiatan

kepariwisataan harus memperhatikan persyaratan pengelolaan lingkungan

yang ketat, sebagaimana tersebut dalam pasal 6 dan 21 Undang Undang

No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

13. Pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak ketiga harus

memberdayakan masyarakat local, baik dalam bentuk penyertaan saham

maupun kemitraan lainnya secara aktif dan memberikan keleluasaan

aksesibilitas terhadap pulau-pulau kecil tersebut.

14. Tiap kerjasama dengan pihak luar negeri dalam pengelolaan pulau-pulau

kecil harus berdasarkan kepentingan Nasional.

15. Jangka waktu pengelolaan pulau-pulau kecil disesuaikan dengan tujuan

pengeloaan yang pelaksanaannya akan diatur dalam Keputusan tersendiri.

Budidaya Ikan Kerapu dalam Jaring Apung

Ikan kerapu dalam dunia internasional dikenal dengan nama grouper/trout.

Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan hidup.

Umumnya ikan kerapu tersebar di daerah tropis dan sub tropis dijumpai dalam

berbagai jenis. Ada sekitar 46 species yang hidup diberbagai tipe habitat. Dari

jumlah tersebut ternyata berasal dari 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon,

Cephalopholis, Cromileptes, Epinep helus, Plectropomus, dan Variola. Genus

Chromileptes, Plectropomus dan Epinephalus yang sekarang digolongkan ikan

Page 38: Penge Lola An

44

komersil dan mulai dibudidayakan. Untuk lebih lengkapnya sistematikan ikan kerapu

adalah sebagai berikut :

Class : Teleostomi/Teleostei Sub-class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub-ordo : Percoide Familia : Serranidae Sub-familia : Epinephelinae Genus : Cromileptes Species : Cromileptes altivelis Genus : Plectropomus Species : Plectropomus maculates, P. leopardus Genus : Epinephelus Species : Epinephelus sullus, E. fuscoguttatus, E. malabarricus

Ragam kerapu budidaya antara lain jenis kerapu bebek/tikus (Cromileptes

altivelis), dikenal dengan nama polka-dot grouper/hump-backed rocked. Jenis ini

tergolong ikan yang mahal disbanding ikan kerapu lain. Selain untuk dikonsumsi,

ikan kerapu bebek yang muda dapat dijadikan ikan hias. Secara fisik tubuh ikan

kerapu bebek agak pipih dengan warna dasar abu-abu dan terdapat bintik-bintik

hitam. Pada ikan yang muda, bintik tersebut lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya.

Kepalanya kecil dengan moncong kelihatan meruncing. Ikan ini hidup diperairan

yang berkarang dan dapat ditangkap dengan bubu dan jarring. Daerah

penyebarannya meliputi Kepulauan seribu, Ke. Riau, Bangka, Lampung Selatan dan

kawasan perairan terumbu karang. Ukuran ikan konsumsi 0,5 – 2kg dengan harga

di pasaran domestik berkisar Rp. 25.000,- - Rp. 35.000,-/kg.

Jenis kerapu sunuk/sunu/lodi (Plectropomus spp) yang dikenal dengan coral

trout mempunyai bentuk yang agak memanjang dan agak gilik. Warnanya bisa

berubah tergantung kondisi terutama dalam keadaan stress akibat pergantian air,

sering berwarna merah dan kecoklatan sehingga sering disebut kerapu merah.

Jenis kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephelus spp) bentuknya

Page 39: Penge Lola An

45

memanjang dan gilik dengan warna dasarnya abu-abu muda dengan bintik-bintik

yang bisa juga disebut kerapu hitam. Jenis kerapu macam/flower/carped cod

(Epinephelus fuscoguttatus) berbentuk seperti kerapu Lumpur, tetapi badannya

agak lebih tinggi dengan bintik-bintik pada tubuhnya gelap dan rapat. Sirip dada

berwrna kemerah-merahan.

Metode pemeliharaan yang paling produktif dan dapat dikatakan metode

intensif dengan teknik akuacultur adalah dengan metode jarring apung di perairan

pantai. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode ini adalah tingginya tingkat

penebaran, jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak memerlukan pengolahan

tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah panen bila dibandingkan dengan

metode pemeliharaan lainnya seperti kolam air tenang atau air deras.

Ada beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya ikan

kerapu antara lain (1) factor risiko seperti gangguan alam, adanya predator,

pencemaran, dan konflik penggunaan, (2) factor kenyamanan, lokasi yang dekat

dengan jalan besar, pelelangan ikan dan pemasok sarana sangat memberi

kemudahan dalam operasional, demikian juga adanya sumbe listrik, telepon dan

sarana penghubung lainnya, dan (3) kondisi hidrografi diantaranya perairan harus

jernih, bebas dari pencemaran dan arus balik (turn welling), perairan harus

mempunyai sifat kimia dan fisika tertentu yakni suhu berkisar antara 27-32°C, kadar

garam sekitar 15 ppt, pertukaran air dan arus yang ideal 0,2-0,5 m/detik, kedalaman

perairan paling sedikit 1 m yaitu jarak antara karamba ke dasar perairan,

kandungan oksigen terlarut paling sedikit 4 ppm serta derajat keasaman (pH)

berkisar antara 7,6-8,7.

Page 40: Penge Lola An

46

Konstruksi jaring apung terdiri dari rakit terapung, karamba, dan pelampung

yang terbuat dari Styrofoam atau drum. Rakit terapung terbuat dari bamboo/kayu.

Penggunaan kayu ini akan lebih lama dan biasanya digunakan untuk skala yang

lebih besar. Rakit ini terdiri dari beberapa unit dan dilengkapi dengan lantai dan

rumah jaga. Untuk membuat 1 unit rakit dari bamboo dengan 4 karamba berukuran

3x3x3 m, dibutuhkan 10 batang bamboo yang berdiameter 10-12 cm dan panjang 8

m. Pelampung sebanyak 9 buah dan 4 buah jangkar serta tali jangkar yang

berdiameter 3-5cm dengan panjang masing-masing 3-5 kali kedalaman perairan.

Benih ikan yang akan dibudidaya harus bermutu baik agar mencapai

produksi yang diinginkan. Keberadaan dan sumber benih harus diperhatikan

sebelum peleksanaan budidaya baik benih dari alam maupun dari hatchery.

Pembesaran ikan kerapu yang dimulai dari benih berukuran relatif kecil

memerlukan beberapa tahapan. Tahapan ini berguna untuk menghindari kematian.

Dalam tahapan ini, ikan diseleksi berdasarkan ukurannya karena ikan kerapu muda

umumnya bersifat kanibal. Setelah yakin ukuran ikan dalam tempat pemeliharaan

sudah seragam maka dapat dilakukan pembesaran dan perawatan.

Padat penebaran untuk masing-masing tahapan berbeda yang disesuaikan

dengan ukuran benih yang mau ditebar. Untuk penebaran awal benihnya berkuran

20-50 gr, benih yang ditebar sebanyak 50-60 ekor/m3. Sedangkan bila berukuran

100-200 gr, jumlah benih yang ditebar dikurangi menjadi 25-35 ekor/m3. Lama

masa pemeliharaan bila bobot awal 20 hr dibutuhkan waktu 7 bulan untuk mencapai

ukuran 500 gr yang sudah merupakan ukuran komersial, sedangkan bila bobot awal

seberat 100 gr akan membutuhkan waktu 5 bulan untuk mencapai ukuran pasar

dengan catatan jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ikan itu

sendiri (konversi pakan).

Page 41: Penge Lola An

47

Secara grafis factor-faktor yang mempengaruhi hasil budidaya dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya laut

Budidaya Rumput Laut

Menurut Mubarak, et al (1990), secara taksonomi rumput laut Eucheuma sp

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Thallophyta Klass : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma Species : Eucheuma spinosum

Eucheuma cottonii

Ciri umum dari genus ini adalah memiliki thallus berbentuk silindris atau

gepeng dengan percabangan berselang dan tidak teratur, mulai dari yang sederhana

sampai pada yang rumit dan rimbun. Warna thallus beragam, mulai dari warna

merah, merah coklat, hijau-kunig dan sebagainya. Thallus dan cabang-cabangnya

kasar karena ditumbuhi oleh benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau

spines untuk melindungi gametnya. Perbedaan bentuk, struktur dan asal usul

HASIL

Lokasi yang tepat

Padat tebar optimal

Pengelolaan dan Perawatan Karamba Pencegahan dan

Penanggulangan penyakit

Jumlah pemberian pakan optimal

Mutu pakan

Page 42: Penge Lola An

48

pembentukan organ reproduksi sangat penting dalam perbedaan species.

Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan (cartilogenous)

(Aslan, 1995).

Habitat dan penyebaran Eucheuma sp pada umumnya terdapat di daerah

pasut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada

substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu

gamping atau cangkang moluska (Aslan 1995, Mubarak, et al. 1990).

Pada budidaya rumput laut tidak timbul akibat merugikan bagi lingkungan

sekitarnya (fishing environment). Sebagaimana lazimnya rumput laut, Eucheuma sp

mengambil makanannya dari medium disekitarnya. Melalui proses difusi rumput laut

menyerap nitrogen, phospor, dan zat hara lainnya yang sebagian besar berasal dari

daratan dan dengan fotosintesa diubah menjadi bahan organic yang berupa jaringan

tubuh/thallus (Ismail, et al. 1995).

Dalam kegiatan budidaya rumput laut, mempunyai beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian antara lain :

Persyaratan Lokasi

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut dipengaruhi oleh beberapa factor

lingkungan. Oleh karena itu pemilihan lokasi yang tepat dan cocok sebagai tempat

budidaya sangat diperlukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

membudidayakan rumput laut di perairan pantai (laut) adalah

Kondisi lingkungan fisik

θ Perairannya cukup tenang dan terlindung dari angin dan ombak yang kuat

θ Air jernih dan tidak mengandung Lumpur, dengan kecerahan air ± 1,5 m, dimana

sinar matahari sampai dasar perairan.

Page 43: Penge Lola An

49

θ Lokasi perairan harus mempunyai gerakan air (arus) yang cukup untuk

pergantian air (kecepatan arus 20-40 meter/menit). Arus air berperan dalam

membawa unsur-unsur hara (makanan) yang sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan rumput laut. Selain itu arus juga dapat membersihkan rumput laut

dari kotoran yang menempel dan menyebabkan fluktuasi salinitas dan suhu

sekecil-kecilnya.

θ Ketika terjadi surut terendah, lokasi tersebut masih tergenang air dengan

kedalaman 10 – 30 cm. Perbedaan pasang surut sebaiknya antara 50-100 cm.

Hal ini untuk menjaga agar tanaman selalu terendam air, sehingga terhindar dari

kerusakan tanaman akibat sengatan matahari.

θ Substrat harus stabil, dasar perairan terdiri dari campuran karang mati dan

karang kasar.

θ Suhu antara 27 – 30 °C, tidak mengalami perubahan yang tajam. Untuk

keperluan budidaya, perubahan suhu tidak lebih dari 4°C setiap hari.

Kondisi lingkungan biologis

θ Ditempat tersebut secara alami sudah tumbuh rumput laut yang sejenis dengan

yang akan dibudidayakan, walaupun jumlahnya sangat sedikit.

θ Daerah tersebut bebas dari predator, seperti ikan herbivora, bulu babi

(Euchinotrix spp), landak laut (Diadema spp) dan penyu.

θ Terdapat hewan-hewan lunak lainnya seperti teripang, kerang-kerangan dan

lain-lain yang tumbuh dengan baik.

Kondisi lingkungan kimiawi

θ Dikawasan teluk, tidak terlalu jauh dari sumber air tawar, agar perubahan

salinitas terlalu besar.

Page 44: Penge Lola An

50

θ Salinitas berkisar antara 28 – 34 promil, dengan salinitas optimum dalam 33

promil.

θ Perairan tersebut harus subur, kaya akan unsure-unsur hara sebagai makanan

rumput laut, ditandai dengan banyaknya hewan-hewan yang hidup merayap

didasar, misalnya teripang, kerang dan lain-lain.

θ Derajat keasaman air (pH) air antara 7,5 – 8,0.

θ Kondisi lingkungan harus bebas dari bahan pencemar, seperti logam berat,

minyak, sisa pestisida, dan bahan pencemar lainnya. Rumput laut akan

menyerap bahan pencemar tersebut dalam tubuhnya, walaupun bahan

pencemar ini tidak mengganggu pertumbuhannya, tetapi dapat mempengaruhi

mutu rumput laut yang dihasilkan karena dapat berbahaya bagi konsumen

(Tahir, et al. 1995).

Pembibitan

Kebutuhan bibit untuk satu petakan/rakit tergantung dari ukuran petakan/rakit

budidaya tersebut. Petakan/rakit standar dengan ukuran 2,5x5 meter persegi

diperlukan bibit sekitar 30 kg. Persyaratan bibit yang digunakan dalam budidaya

rumput laut sebagai berikut :

¬ Bibit yang digunakan sebaiknya merupakan mono species

¬ Dipilih bibit rumput laut yang masih muda, bersih, dan segar

¬ Pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan bibit dilakukan dalam keadaan

lembab serta terhindar dari panas (terik matahari, mesin), minyak, air tawar dan

bahan kimia lain yang dapat merusak kondisi tanaman

¬ Bibit yang tidak segera ditanam disimpan didarat pada tempat yang teduh.

Biasanya bibit yang diangkut dalam jumlah terbatas, maka sebelum

dibudidayakan secara masal terlebih dahulu diperbanyak di tempat pembibitan,

Page 45: Penge Lola An

51

dengan cara pembiakan vegetatif, yaitu memperbanyak tanaman melalui stek

atau potongan thallus. Potongan rumput laut antara 10 – 15 cm dengan berat ±

50 gram diikat pada tali rentang dengan menggunakan tali raffia. Jarak tiap

ikatan sekitar 25 cm.

Metode Budidaya

Dalam membudidayakan rumput laut Eucheuma sp digunakan beberapa metode,

dimana penerapannya tergantung pada kondisi perairan dan keadaan pasang surut.

Menurut Aslan (1995) beberapa metode budidaya yang diterapkan untuk Eucheuma

sp adalah sebagai berikut :

1. Metode Dasar (Bottom Methode)

Cara ini didasarkan pada sifat regenerasi dari rumput laut (vegetative reproduction).

Metode dasar terbagi atas dua cara yakni metode sebaran (broadcast methode) dan

metode budidaya dasar laut (bottom farm methode). Untuk metode sebaran caranya

adalah : tanaman induk dipotong-potong kemudian disebarkan di perairan yang

dipilih. Sedangkan untuk metode budidaya dasar laut caranya adalah : potongan-

potongan tadi diikat terlebih dahulu pada batu-batu kecil/karang atau kulit kerang

dengan menggunakan tali raffia, kemudian disusun rapi hingga berjalur-jalur.

2. Metode Lepas Dasar (Off-Bottom Methode)

Metode ini terbagi dua yakni metode tali tunggal lepas dasar dan metode jarring

lepas dasar. Perbedaan mendasar dari kedua metode ini hanya pada material yang

digunakan, pada metode tali tunggal lepas dasar digunakan tali nylon monofilament,

sedangkan pada metode jarring lepas dasar digunakan jarring dengan lebar mata

jarring 20 – 25 cm. Potongan-potongan ini disisipkan pada tambang atau jarring

Page 46: Penge Lola An

52

yang dibentangkan di laut dengan bantuan tiang pancang atau patok. Jarak antara

sisipan ± 10 cm.

3. Metode Apung (Floating Methode)

Metode ini merupakan rekayasa dari metode lepas dasar. Pada metode ini tidak

digunakan kayu pancang, tapi diganti dengan pelampung yang umumnya terbuat

dari dari bamboo. Metode ini cocok digunakan pada perairan yang dalam,

berombank dan perbedaan pasang surutnya cukup besar. Metoed ini terbagi dua

yakni metode tali tunggal (floating-monoline methode) dan metode jarring apung

(floating-net methode).

Rakit dibuat dengan ukuran 2,5 x 5 m dari bamboo sebagai bingkai luar. Untuk

metode tali tunggal apung digunakan tali nylon multifilament berdiameter 5 mm,

jarak antar tali ± 25 cm. Sedangkan untuk metode jarring apung digunakan jarring

dengan ukuran mata jarring 20 x 25 cm. Rumput laut diikat pada tali nylon atau

pada tiap simpul mata jarring dengan menggunakan tali raffia dengan jarak tiap

ikatan sekitar 15 – 20 cm.

Pemeliharaan dan pemanenan

Seminggu setelah penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara

dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan kontinu. Kegiatan pengawasan

dilakukan seminggu sekali. Bila kondisi perairan kurang baik, seperti ombak yang

keras, angin serta kondisi musim (hujan/kemarau) perlu pengawasan 2 – 3 hari

sekali. Pemanenan rumput laut dapat dilakukan setelah 40-60 hari (Aslan, 1995).