bahan referat paru lola
TRANSCRIPT
1.1 Latar Belakang
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum. (Sabiston, 1994 )
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Nedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 – 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma,
timoma dan germ cell tumor.Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala, setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada, tomografi komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging (MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup. (Sabiston, 1994)
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mediastinum
Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
2.2 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. (Elisna Syahruddin)
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh, sedangkan mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-paru kanan dan paru-paru kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor mediastinum adalah tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik yang dapat mencegah tumor mediastinum ini. Tetapi jika kita terbiasa berperilaku hidup sehat insyaalloh kita akan tehindar dari penyakit tumor dan kanker. (dr. Agus Rahmadi, 2010)
2.3 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
1. Faktor genetik (biomolekuler)
perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
1. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
1. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
1. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
1. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
2.4 Klasifikasi Tumor Mediastinum
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
1. Stage I : belum invasi ke sekitar2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis3. Stage III : invasi s/d pericardium4. Stage IV : Limphogen / hematogen5. Teratoid
Teratoid dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung gigi, tulang, rambut.
1. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo, 2006)
1. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
1. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
1. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista
coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.
1. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
1. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis.
2.5 Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
2.6 Manifestasi Klinis
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)2. Sekret berlebihan3. Batuk dengan atau tanpa dahak4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien5. Pernafasan tidak simetris6. Unilateral Flail Chest7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru10. Wheezing unilateral/bilateral11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.
2.7 Penatalaksanaa
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum
1. Obat-obatan 1. Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1. KemoterapiKemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
2. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea2. Sindrom Vena Cava Superior3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan4. Rupture esofagus
2.9 WOC ( Web of Caution )
DOWNLOAD : WOC ASKEP TUMOR MEDIASTINUM
BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
1. Identitas 1. Nama pasien2. Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa3. Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita4. Suku /Bangsa5. Pendidikan6. Pekerjaan7. Alamat8. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.
1. Riwayat Penyakit Keluarga2. Pemeriksaan Per Sistem
1. Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
1. Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun.
1. Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
1. Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
1. Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan
1. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
1. Sistem Endokrin (B7)2. Pengkajian Psikososial3. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
10. Pengkajian Spiritual
1. Pemeriksaan Penunjang 1. Hb: menurun/normal2. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal4. Pemeriksaan diagnostik
1. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral
dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan apakah padat atau kistik.
1. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah besar.
1. USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat.
1. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
1. Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah KeperawatanDS : sesak nafas dan batuk klien mengeluh
DO : batuk (baik produktif maupun non produktif), sesak nafas, takipnea, retraksi, demam, ronki, sianosis.
Sel tumor membesar
Vena leher mengembang
Resiko tertekannya faring dan laring
Saluran nafas tersumbat
Ketidakefektifan pola nafas
DS : letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tumor mediastinum
Dilakukan kemoterapi
Diare
Gangguan keseimbangan Cairan berhubungan dengan:
1. Penurunan intake cairan
2. Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam, efek chemoteraphi.
DS : klien mengeluh sesak nafas
DO : anoreksia, mual, muntah,
Terbentuknya formasi tumor
Kompresi esofagus
Gangguan menelan
Perubahan Nutrisi
DS : malaise
DO : badan klien lemah
Tumor mediastinum
Dilakukan radioterapi
Badan lemah
Intoleransi aktivitas
3.3 Intervensi
1. Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam
terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas
Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan
2. Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal.
Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji keefektifan terapi.
Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping ( diare )
Menurunkan resiko infeksi sekunder.
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.7. Catat hasil pulse oximeter bila
terpasang, tiap 2-4 jam.Evaluasi berkala keberhasilan terapi tindakan tim kesehatan
1. Diagnosa: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil: a) Intake adekuat
b) Tidak adanya muntah dan diare
c) Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi Rasional1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
output2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam
tanda deficit cairan.Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam atau bila perlu.
Evaluasi objektif sederhana deficit volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 jam
Meningkatkan bersihan saluran cerna, meningkatkan nafsu makan/ minum.
1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional1 Kaji sejauh mana
ketidakadekuatan nutrisi klienMenganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi
Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan
Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering
Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
6 Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi.
Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan peningkat nafsu makan.
Menstimulasi nafsu makan dan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat.
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No Intervensi Rasional1 Rencanakan periode istirahat yang
cukup.Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap
Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan
Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien
Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan
3.4 Implementasi
Pada tahap ini ntuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
3.5 Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil yang mungkin diperlukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai tumor mediastinum.
Daftar Pustaka
Anonymuousa, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum. Diakses tanggal 26 September 2010
Anonymuosb, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September 2010
Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-itu-apa.htm. Diakses tanggal 30 September 2010
ElisnaSyahruddin,dkk.2010.http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Penatalaksanaan%20tumor%20mediastinum_6_.pdf. Diakses tanggal 30 September 2010
Anonymousc, 2010. wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-tumor-paru. Diakses tanggal 26 September 2010
Anonymousd, 2010. perinatologi.blogspot.com/…/tumor-mediastinum.html. Diakses tanggal 26 September 2010
Anonymuouse,2010.http://perinatologi.blogspot.com/2010/02/tumor-mediastinum.html. Diakses tanggal 26 September 2010
Anonymousf,2010.http://gwen-miracle.blogspot.com/2010/06/askep-pada-pasien-dengan-karsinoma.html. Diakses tanggal 26 September 2010
A. KONSEP DASAR1. PengertianEfusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. AnatomiParu-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.b. FisiologiSistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :1) VentilasiAdalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru.2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.3) Transport gasYaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).c. EtiologiBerdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu :1. Infeksi :- Tuberkulosis- Pneumonitis- Abses paru- Abses subfrenik2. Non infeksi :- Karsinoma paru - Karsinoma pleura : primer dan sekunder- Karsinoma mediastinum- Tumor ovarium- Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstruktiva- Gagal hati- Gagal ginjal- Hipotiroidisme- Kilotoraks- Emboli paru
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan gejala penyakit, diantaranya : - Pleuritis karena virus dan mikoplasma- Pleuritis karena bakteri piogenik- Pleuritis tuberkulosa- Pleuritis karena jamur- Efusi pleura karena kelainan intra abdominal ( cirosis hepatis, syndrom Meig, dialisis peritoneal )- Efusi pleura karena penyakit kolagen ( lupus eritematosus, artritis rheumatoid, skleroderma ).- Efusi pleura karena gangguan sirkulasi ( gangguan kardiovaskuler, emboli pulmonal, hipoalbuminemia ).- Efusi pleura karena neoplasma ( mesotelioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, lymfoma maligna ).- Efusi pleura karena sebab lain ( trauma, uremia, miksedema, limfodema, demam familial mediteranian, reaksi hipersensitif terhadap obat, sydrom dressler, sarkoidosis ).d. PatofisiologiDalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).e. Tanda dan gejalaManifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami : - Dispneu bervariasi - Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura - Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi - Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) - Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena - Perkusi meredup di atas efusi pleura - Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi - Suara nafas berkurang di atas efusi pleura - Fremitus vokal dan raba berkurang 2. Dampak Masalah a. Dampak masalah terhadap individu Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura. b. Dampak masalah terhadap keluarga Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah. Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2). Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2). 1. Pengkajian Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : a. Identitas Pasien Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien. b. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif. c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut. d. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi. e. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya. f. Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. 3) Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. 4) Pola aktivitas dan latihan Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. 5) Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. 6) Pola hubungan dan peran Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. 7) Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. 8) Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak
mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. 9) Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. 10) Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. h. pemeriksaan fisik 1) Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien. 2) Sistem Respirasi Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)3) Sistem CardiovasculerPada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.4) Sistem PencernaanPada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).5) Sistem NeurologisPada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.6) Sistem MuskuloskeletalPada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.7) Sistem Integumen Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.i. Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan medis dan laboratorium1. Pemeriksaan RadiologiPada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).2. Biopsi PleuraBiopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).j. Pemeriksaan LaboratoriumDalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :a. Pemeriksaan BiokimiaSecara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :Transudat EksudatKadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5Kadar protein dalam serum Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6Kadar LDH dalam serumBerat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016Rivalta Negatif PositifDisamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).b. Analisa cairan pleura- Transudat : jernih, kekuningan- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan- Hilothorax : putih seperti susu- Empiema : kental dan keruh- Empiema anaerob : berbau busuk- Mesotelioma : sangat kental dan berdarahc. Perhitungan sel dan sitologiLeukosit 25.000 (mm3):empiemaBanyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paruBanyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamurEritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d. BakteriologisJenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).Analisa DataSetelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
2. Diagnosa KeperawatanPenentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura antara lain :1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas
serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3. PerencanaanSetelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)1. Diagnosa Keperawatan IKetidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normalKriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.Rencana tindakan : a. Identifikasi faktor penyebab. Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.2. Diagnosa Keperawatan IIGangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.Rencana tindakan : a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.c. Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.d. Sajikan makanan semenarik mungkin.Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTPRasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh. 3. Diagnosa Keperawatan IIICemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.Rencana tindakan : a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.a. Ajarkan teknik relaksasi Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasanb. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutikd. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.4. Diagnosa Keperawatan IVGangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.Rencana tindakan : a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien. Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat. Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur. Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien. Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien. 5. Diagnosa Keperawatan VKetidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.Rencana tindakan : a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital. Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya. Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.b. Awasi Px saat melakukan aktivitas.Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.d. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.e. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap. Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal. 6. Diagnosa Keperawatan VIKurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.Kriteria hasil : a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.Rencana tindakan :
a. Kaji patologi masalah individu. Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang. Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan). Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.4. PelaksanaanImplementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
5. EvaluasiEvaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995.
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999.
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998.
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995.
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991.
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994.
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990.
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994.
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992.
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990.
Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998.
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000 Diposkan oleh Aca.Erlind_Dolphin di 19.38
Tumor Mediastinum
1.1.Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling sering
karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic,
teratoma, timoma dan lipoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak di
dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain
neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma.(FKUI,1990; hal 807)
1.2. Anatomi Fisiologi Mediastinum
Bagian medial dari rongga dada (interpleural) dibatasi oleh :
1) dada inlet superior
2) superior diafragma
3) sternal anterior
4) bagian belakang torakal 12
Mediastinum di bagi menjadi :
1) Superior mediastinum
terletak di antara tulang rusuk
pertama dan sudut sternum.
2) Inferior mediastinum
terletak di antara sudut sternal
dan diafragma
Bagian inferior mediastinum
dibagi menjadi :
1) Anterior mediastinum
2) Meddle mediastinum
3) Posterior mediastinum
Bagian Superior mediastinum meliputi :
2. Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri )
3. Saluran dada
4. Trakea
5. Eoshofagus
6. Thymus
7. Nervus
Pembuluh darah
1) Vena cava Superior
2) Vena Bracheocepalic
3) Batang paru
4) Lengkungan aorta
Nervus :
1) Nervus vagus
2) Saraf recurrent laryngeal kiri
3) Saraf frenikus (phrenic nerve)
Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1) Thymus Gland (kelenjar timus)
2) Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3) Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1) Jantung
2) Perikardium
3) Phrenic nervus (saraf frenikus)
4) Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1) Esofagus
2) Aorta thorakal
3) Vena Azigus
4) Nervus Vagus
5) Batang saraf simpatik
6) torakal
1.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa
menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun
penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun
sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang
dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan
virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak
berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.
1.4.Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi
yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker
pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun
timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi
klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim
kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker
pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan
sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap
jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan
penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan
sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak
nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna
merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam
yang menonjol.
7.1.Klasifikasi
1) Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini
terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa
atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen
limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ
sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal.
Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna.
Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic.
Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W. Sudoyo,
2006)
Stage dari Timoma:
1. Stage I : belum invasi ke sekitar
2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3. Stage III : invasi s/d pericardium
4. Stage IV : Limphogen / hematogen
2) Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada
daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum
anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan
entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting.
Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk
penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik.
Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya,
tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo, 2006)
3) Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum.
Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem
kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup
penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini
disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
4) Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5) Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan perikard
itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal
sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul
manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara
lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering
terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada
pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak
parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering
terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan,
infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan
pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.
6) Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir
selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum belakang.
Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang
mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuensi
pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax
rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri
dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau
erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan
kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum
posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena
kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
7) Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat,
jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau
planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea
atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap
asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau
esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan
diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d
sianosis.
7.2.Manifestasi Klinik
1) Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2) Sekret berlebihan
3) Batuk dengan atau tanpa dahak
4) Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5) Pernafasan tidak simetris
6) Unilateral Flail Chest
7) Effusi pleura
8) Egophonia pada daerah sternum
9) Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10) Wheezing unilateral/bilateral
11) Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu
presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita
gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan
gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin,
sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada
pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih
tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau
invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks
gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh
neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang
serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus
interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu,
batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus
bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai
simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom
Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering
berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan
paralisis diafragma.
7.3. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Hb: menurun/normal
1. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
2. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral,
oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting
untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi
berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan
dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik
atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor
metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu
dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral
dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum.
Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos
bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan apakah padat atau kistik.
2) USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan
bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan
pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik
yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum
superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan
melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah
membawa ke diagnosis tepat.
3) Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum pada tahun
belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan
gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu
memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik
CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya,
pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai
proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan
perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif
dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik
pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto
polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan
banyak informasi tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi
dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat
dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah
pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor
telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi
struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa
yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya
keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
5) Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas
dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di
manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan
ditegaskan.
7.4.Penatalaksanaan
1) Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum
2) Obat-obatan
3) Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
2. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan
tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
7.5.Epidemiologi
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Nedah Toraks
RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS
Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2%
teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan
lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum
posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak ditemukan
pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma,
Timoma dan germ cell tumor.Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala, setengahnya
adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
7.6. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan
antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat
menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan
melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan
menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi
terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus
7.7.Pencegahan
1. Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena rokok merupakan
penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap asap rokok (perokok pasif) bagi yang
bekerja di industri yang menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja.
2. Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
3. Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko tinggi, agar dapat terdeteksi
secara dini.
7.8.Prognosis
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai
prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik,
derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan
mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi
konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan
mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)