referat cancer paru

37
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06 BAB I PENDAHULUAN Pada awal Abad ke-20, kanker paru menjadi masalah global. Kanker paru merupakan kanker yang paling sering di dunia. Saat ini, 1,2 juta orang meninggal karena kanker paru-paru setiap tahun dan kejadian global kanker paru-paru semakin meningkat (Hansen, 2008). Di Eropa, kanker paru-paru menyumbang 6% dari semua kematian. Dari Sekitar 38.000 kasus yang terdiagnosa kanker paru, kira- kira 33.500 orang akan meninggal setiap tahun. Hal tersebut melebihi jumlah kematian pada kanker payudara dan kanker usus. Tingginya angka merokok pada masyarakat Indonesia akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Peningkatan angka kesakitan penyakit kanker paru dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990 (PDPI, 2003; Hunt.et.al, 2009). Kanker paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita (PDPI, 2003).

Upload: meyrachan

Post on 15-Sep-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2003).

TRANSCRIPT

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada awal Abad ke-20, kanker paru menjadi masalah global.

    Kanker paru merupakan kanker yang paling sering di dunia. Saat ini, 1,2

    juta orang meninggal karena kanker paru-paru setiap tahun dan kejadian

    global kanker paru-paru semakin meningkat (Hansen, 2008).

    Di Eropa, kanker paru-paru menyumbang 6% dari semua

    kematian. Dari Sekitar 38.000 kasus yang terdiagnosa kanker paru, kira-

    kira 33.500 orang akan meninggal setiap tahun. Hal tersebut melebihi

    jumlah kematian pada kanker payudara dan kanker usus. Tingginya

    angka merokok pada masyarakat Indonesia akan menjadikan kanker paru

    sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Peningkatan angka

    kesakitan penyakit kanker paru dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan

    Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian

    karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990 (PDPI,

    2003; Hunt.et.al, 2009).

    Kanker paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang

    memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.

    Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana

    yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin

    kedokteran. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat

    membantu penderita (PDPI, 2003).

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi dan Fisiologi Paru

    Paru-paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada.

    Paru-paru kanan memiliki 3 lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki 2

    lobus (lihat gambar A.1). Paru-paru kiri lebih kecil karena jantung

    membutuhkan ruang lebih pada sisi tubuh ini. Paru-paru membawa udara

    masuk dan keluar dari tubuh. Mereka mengambil oksigen dan

    menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan).

    Gambar A.1. Anatomi Paru manusia

    Di dalam paru, percabangan jalan napas, percabangan

    a.pulmonalis, dan percabangan v.pulmonalis tersusun bersama, berbeda

    dengan organ lain. Peredaran darah kecil (dari ventrikel kanan ke atrium

    kiri melalui kedua paru), banyaknya darah yang keluar dari jantung kanan

    adalah tepat sama dengan banyaknya darah yang masuk ke jantung kiri.

    Pada peredaran darah kecil, tekanan darah rendah dan kecepatan aliran

    tinggi sekali, sedangkan tekanan darah di aorta dan arteri tinggi sehingga

    kecepatan aliran darah rendah (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Gambar A.2 Skema Sirkulasi Bronkial dan Anastomosis

    Sirkulasi Bronkial dengan Sirkulasi Pulmoner

    Lapisan di sekitar paru-paru disebut pleura, membantu melindungi

    paru-paru dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas.

    Batang tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paru-paru.

    Trakea terbagi ke dalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian

    terbagi lagi menjadi cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir

    dari cabang-cabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil yang disebut

    alveoli.

    Selain sistem a.pulmonalis dan v.pulmonalis, di paru ada sistem

    a.bronkialis dan v.bronkialis yang berfungsi memberikan nutrient dan zat

    asam pada jaringan paru dan berasal dari jantung bagian kiri melalui

    aorta. Kedua sistem diatas berhubungan satu sama lain di dalam

    bronkiolus respirasi. Bila satu sistem terganggu alirannya, sistem yang

    lain akan berfungsi sebagai kolateral.

    Facies mediastinalis dibagi menjadi pars mediastinalis dan pars

    vertebralis. Pars mediastinalis ditutupi oleh pleura mediastinalis,

    berbatasan dengan pericardium dan membentuk impression cardiac

    (lebih cekung pada pulmo sinister ). Di sebelah dorso kranial impression

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    tersebut terdapat hilus pulmonalis, yaitu tempat keluar masuknya struktur-

    struktur kedalam dan dari pulmo. Pada pulmo dexter, disebelah kranial

    dari hilus pulmonis terbentuk sulcus venae azygos, disebelah kranio-

    ventral hilus pulmonis terbentuk suatu cekungan yang agak lebar disebut

    sulkus vena cava superior. Pada pulmo sinister, disebelah kranial hilus

    pulmonis terbentuk sulkus arcus aorta yang kearah cranial berhubungan

    dengan sulkus subclavius. Serabut-serabut saraf simpatis dan nervus

    vagus membentuk pleksus pulmonary anterior dan posterior.

    Gambar A.3 Rangkaian duktus thoraksikus

    Kelenjar limf paru kanan dan kiri terletak di mediastinum pada

    hillus paru di sekitar bronkus utama dan karina. Kelenjar limf paru kanan

    pada akhirnya akan masuk ke dalam kelenjar limfe skalenus, yang

    selanjutnya masuk ke kelenjar limf subklavia kanan. Limf paru kiri atas

    masuk ke dalam kelenjar skalenus kiri dan kemudian ke dalam sistem

    subklavia kiri. Aliran kelenjar limf paru kiri bawah dapat mengalir ke arah

    paru kanan atau ke arah paru kiri atas (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005;

    Ellis, 2006).

    Di bawah paru-paru, terdapat otot yang disebut diafragma yang

    memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila Anda bernapas, diafragma

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    bergerak naik dan turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paru-

    paru.

    B. Etiologi

    Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus

    kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin

    banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker

    paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15%

    pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui

    atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen,

    kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa

    menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada

    pekerja yang juga merokok. Peranan polusi uadara sebagai penyebab

    kanker paru-paru masih belum jelas. Beberapa kasus terjadi karena

    adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga. Kadang kanker paru

    (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

    yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paru-

    paru lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.

    C. Patofisiologi

    Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan karena

    rokok. Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik,

    melengket pada mukosa saluran nafas dan dalam waktu yang lama

    menimbulkan perubahan sel epitel: silia epitel menghilang, sel cadangan

    hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamosa. Lambat laun sel

    epitel berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi karsinoma

    dalam berbagai bentuk tipe histopatologi.

    Polusi udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai

    faktor penyebab karsinoma paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    asbes, nikel dan tambang, insiden karsinoma paru meningkat. Cacat di

    paru misalnya parut karena kaverne yang menyembuh merupakan tempat

    yang potensial untuk timbulnya karsinoma.

    D. Prosedur Diagnostik

    I. Anamnesis

    Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari

    penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif.

    Gejala dan tanda dari kanker paru tergantung darl lokasi tumor, ukuran

    tumor primer dan metastasis ke organ yang dikenai. Dari anamnesis akan

    didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain

    yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat

    berupa : batuk, batuk darah, sesak napas, suara serak, sakit dada, sulit /

    sakit menelan, dan lain-lain (PDPI, 2003).

    Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan

    akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena

    kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala

    dan keluhan yang tidak khas seperti : berat badan berkurang, nafsu

    makan hilang, demam hilang timbul, dan lain-lain. Manifestasi klinik yang

    disebabkan oleh kanker paru yang ditinjau dari segi patogenesisnya,

    antara lain ialah gejala intrapulmoner, gejala intratorasik, gejala

    ekstrapulmoner dan gejala ekstratorasik non metastatik (PDPI, 2003;

    Taufik dan Hudoyo, 2007).

    a). Gejala Intrapulmoner

    1). Batuk:

    Batuk ialah gejala umum kelainan paru dan juga merupakan gejala

    awal kanker paru, berbagai kepustakaan menyatakan batuk merupakan

    manifestasi yang sering dikeluhkan oleh penderita kanker paru. Batuk

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    sebenarnya refleks faali untuk membersihkan saluran trakeobronkial,

    tetapi juga menjadi tanda penyakit yang menimbulkan rangsangan

    mukosa trakea dan bronkus sampai ke bronkus cabang ke-2

    (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005; Taufik dan Hudoyo, 2007).

    Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk,

    serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor (lihat

    tabel 1). Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang

    merangsang reseptor batuk. Patogenesis terjadinya batuk pada kanker

    paru diawali dengan berbagai rangsangan reseptor batuk yang terletak di

    dalam rongga toraks, antara lain terdapat di bronkus. Reseptor di bronkus

    utama lebih banyak dibandingkan bronkus kecil. Jika ada rangsangan di

    bronkus melalui serabut aferen diteruskan ke medula oblongata melalui

    cabang nervus vagus, kemudian melalui serabut eferen menuju ke efektor

    yang terdapat di dalam bronkus. Di daerah efektor inilah mekanisme

    batuk terjadi. Bersamaan dengan siklus itu glotis tertutup terjadi kontraksi

    otot-otot dada, abdomen dan relaksasi diafragma, keadaan itu

    menyebabkan tekanan positif di dalam rongga dada yang tiba-tiba

    dilepaskan pada saat glotis terbuka, udara keluar menggetarkan jaringan

    saluran napas termasuk pita suara, sehingga menimbulkan batuk

    (McCool, 2006; Taufik dan Hudoyo, 2007).

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Tabel 1. Komponen refleks batuk

    2). Batuk darah:

    Batuk darah atau Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada

    penyakit paru saluran pernapasan dan atau kardiovaskuler yang

    disebabkan oleh berbagai macam etiologi termasuk kanker paru. Setiap

    proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi

    dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan

    nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam

    melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.

    Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma

    Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi

    membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang

    merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan

    asal dari perdarahan pada hemoptoe.

    Sumber perdarahan paling banyak berasal dari arteri bronkialis

    yang sekitar 95% akibat radang paru dan karsinoma paru. Batuk darah

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    karena kanker paru biasanya disebabkan oleh ruptur arteri atau vena

    bronkial, dan sering terjadi penderita berumur lebih dari 40 tahun (Rab,

    1996; Arief, 2000; Arief dan hu doyo, 2007).

    3). Sesak napas:

    Penting untuk diketahui darimana asalnya sesak napas, dari paru

    atau karena kelainan jantung. Sesak napas dapat akibat dari tumor di

    dalam saluran napas, tumor menekan saluran napas, kedua keadaan ini

    dapat menyebabkan atelektasis dan penurunan faal paru yang berakhir

    dengan sesak napas. Selain keadaan di atas, efusi pleura juga

    menyebabkan sesak napas pada kanker paru (Sjamsuhidajat dan De

    jong, 2005; Arief dan Hudoyo, 2007).

    4). Nyeri dada:

    Nyeri dada dapat dirasakan oleh penderita kanker paru, keadaan

    ini disebabkan keterlibatan pleura parietal, tergantung luas dan lokasi

    b). Gejala Intratorasik Ekstrapulmoner

    Gejala yang ditimbulkan oleh kanker paru dalam rongga toraks

    tetapi di luar paru, tergantung daerah yang dikenai. Beberapa kelainan

    yang sering menimbulkan gejala itu antara lain :

    1). Efusi Pleura

    Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan

    jumlah cairan dan produktivitinya, gejala paling sering adalah sesak

    napas dan nyeri dada. Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul

    akibat invasi tumor secara langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar

    limfe, atau sumbatan pada kelenjar limfe sehingga mengganggu aliran

    limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker paru bisa serosa atau

    hemoragik.

    2) Pneumothoraks

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Pneumotoraks dapat terjadi pada kanker paru walaupun keadaan

    ini jarang terjadi. Gejala akibat pneumotoraks juga tergantung pada

    jumlah dan organ yang terdesak karena akumulasi udara dalam rongga

    pleura. lnvasi tumor ke parenkim paru diduga penyebab utama terjadinya

    pneumotoraks. Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa rupturnya

    "bleb" juga memegang peranan terjadinya pneumotoraks.

    3) Efusi Perikard

    Merupakan keadaan yang sering ditemukan akibat invasi tumor ke

    dalam rongga perikardium, atau metastasis melalui kelenjar limfe,

    keadaan ini dapat menyebabkan tamponade jantung dengan berbagai

    tampilan klinis. Otot jantung (miokard) jarang terinvasi oleh tumor paru,

    walaupun ada kepustakaan yang melaporkan tetapi jumlah kasusnya

    sedikit. Untuk mendeteksi kelainan di jantung dilakukan pemeriksaan

    ekokardiografi.

    4). Gangguan Menelan

    Disebabkan oleh karena terlibatnya esofagus, biasanya terjadi

    akibat penekanan dinding esofagus oleh tumor, atau karena pembesaran

    kelenjar limfe mediastinum, sehingga terjadi obstruksi esofagus.

    5). Sindrom Vena Kava Superior

    Penekanan atau invasi tumor ke pembuluh darah mediastinum

    dapat menimbulkan gangguan aliran darah, keadaan ini menimbulkan

    gejala edema di muka, ekstremitas atas, leher bengkak, vena-vena

    lengan dan dinding dada melebar, kadang-kadang menimbulkan rasa

    sakit kepala dan sesak napas.

    6). Suara Serak

    Kerusakan nervus rekurens dapat menyebabkan kelumpuhan pita

    suara yang menyebabkan suara serak, kelumpuhan ini dapat unilateral

    atau bilateral, dapat mengenai sebagian otot, misalnya otot abduktor

    (membuka laring), otot adduktor (menutup laring) dan otot tensor yang

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    menegangkan pita suara. Kelumpuhan pita suara ini juga mengakibatkan

    penderita tidak dapat berbicara keras dan mengucapkan kalimat yang

    panjang, penderita berhenti sebentar untuk inspirasi.

    7). Gangguan Diafragma

    Tumor dapat menyebabkan paresis atau paralisis diafragma, yang

    ditandai dengan gerakan paradoks pernapasan. Nervus frenikus

    memegang peranan pada kelainan ini, saraf ini berada sepanjang anterior

    kedua sisi dari lateral mediastinum inferior. Kelumpuhan diafragma ini

    dapat dilihat dengan menggunakan fluoroskopi.

    8). Kerusakan Nervus Vagus

    Kelainan ini terjadi karena peradangan dan penekanan pada

    nervus vagus. Penderita mengeluh nyeri pada daerah telinga, temporal

    dan muka.

    9). Tumor Pancoast

    Pancoast tumor adalah suatu bronkogenik karsinoma yang

    berlokasi di celah apikal pleuropulmonary (sulkus superior) yang

    berkembang ke perifer apeks paru sehingga dapat menginvasi plexus

    brachialis, nervus intercostalis, ganglion stellata, serta costa dan vertebra

    yang terdekat. Tumor ini menekan pleksus brakialis yang melibatkan

    nervus torakalis I dan nervus servikalis VIII. dengan perluasan lokal yang

    menimbulkan tampiIan klinis nyeri bahu dan bagian tangan yang

    dipersarafi oleh nervus ulnaris, juga menyebabkan erosi iga pertama dan

    kedua yang menyebabkan berkurangnya gerak tangan dan bahu,

    penderita ini berjalan dengan siku yang disanggah oleh tangan karena

    menahan sakit.

    10). Sindrom Horner

    Sindrom ini terjadi bila tumor menekan atau mengenai nervus

    simpatikus servikalis dan dapat menyebabkan kerusakan serabut-serabut

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    simpatik dengan munculan anhidrosis pada sisi yang sama (ipsilateral),

    gejala lain ptosis palpebra superior, muka merah, konstriksi pupil.

    c). Gejala Ekstratorasik Metastatik

    1). Metastasis ke Susunan Saraf Pusat

    Metastasis ke otak biasanya menyebabkan tekanan intra kranial

    meningkat dengan keluhan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia,

    mual, perubahan mental, penurunan kesadaran. Gejala fokal neurologik

    seperti seizures dan afasia jarang ditemukan. Lokasi metastasis tumor

    paru biasanya pada lobus frontalis serebrum sedangkan pada sereberum

    jarang. Tumor paru dapat bermetastasis ke medula spinalis, jika menekan

    arteri spinalis anterior menyebabkan mielitis transversa. Metastasis

    pidural menimbulkan nyeri punggung, fungsi otonom, hilangnya sensori

    dan ataksia.

    2). Metastasis ke Tulang

    Tumor paru sering bermetastasis ke tulang, antara lain ke tulang

    belakang, pelvis dan femur, sedangkan ke tulang ekstremiti seperti

    lainnya, skapula dan sternum jarang. Sendi juga merupakan tempat

    metastasis tumor paru, biasanya ke sendi siku dan sendi paha. Pada

    pemeriksaan cairan sendi terlihat sel-sel radang dan sel ganas. Keluhan

    umumnya nyeri sendi jika digerakkan.

    3). Metastasis ke Hepar

    Metastasis biasanya menimbulkan pembesaran hepar, nyeri tekan,

    kadang-kadang teraba nodul. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat

    peningkatan enzim alkali-fostatase, transaminase aspartat amino

    transverase dan alanin amino transverase. lkterus ditemukan jika terjadi

    obstruksi biiier. Jika terjadi kerusakan hepar yang luas dapat

    menimbulkan asites.

    4). Metastasis ke Adrenal

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Metastasis ini menimbulkan hipofungsi adrenal, biasanya

    mengenai medula dan menimbulkan gejala nyeri abdomen, mual dan

    muntah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat gangguan elektrolit.

    5). Metastasis ke Gastrointestinal

    Metastasis umumnya melalui kelenjar limfe abdomen, metastasis

    ke proksimal usus besar lebih sering dibandingkan ke rektum dan kolon

    sigmoid. Jika mengenai pankreas menyebabkan pancreatitis dengan

    segala gambaran klinis.

    6). Metastasis ke Kulit

    Sangat jarang ditemukan, pernah dilaporkan menyerang kulit

    kepala ditandai munculnya nodul-nodul subkutan.

    d). Sindrom Paraneoplastik

    Adalah suatu sindrom akibat produksi bahan aktif biologi oleh sel-

    sel tumor, substansi ini menimbulkan efek klinis walaupun letaknya jauh

    dari tumor. Sulit menerangkan secara pasti bagaimana hubungan sekresi

    bahan aktif ini dengan efek klinis tersebut.

    1). Anoreksia dan kaheksia

    Peran tumor pada anoreksia dan kaheksia ini menyebabkan

    perubahan metabolik baik melalui produksi langsung bahan aktif sel-sel

    tumor ataupun reaksi imunologi dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2. Peran Tumor pada anoreksia dan kaheksia

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    2). Pengaruh Tumor Terhadap Produksi Beberapa Hormon

    a. Sekresi hormon paratiroid

    Tumor memproduksi hormon paratiroid, gejala yang ditimbulkan

    ialah polidipsi, poliuri, konstipasi, kadang mual dan muntah. Hal ini terjadi

    pada keadaan hiperkalsemia, karena pengaruh hormon paratiroid.

    b. Sekresi hormon adrenokortikosteroid dan antidiuretik

    Sekresi berlebihan hormon adrenokortikosteroid

    menimbulkan sindrom yang dikenal

    ditandai dengan badan jadi gemuk,

    osteoporosis, hirsuitisme dan edema muka.

    hormon antidiuretik,

    menimbulkan hiponatremi.

    FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.com

    com/wa2n_dr06

    2). Pengaruh Tumor Terhadap Produksi Beberapa Hormon

    a. Sekresi hormon paratiroid

    Tumor memproduksi hormon paratiroid, gejala yang ditimbulkan

    ialah polidipsi, poliuri, konstipasi, kadang mual dan muntah. Hal ini terjadi

    hiperkalsemia, karena pengaruh hormon paratiroid.

    b. Sekresi hormon adrenokortikosteroid dan antidiuretik

    Sekresi berlebihan hormon adrenokortikosteroid

    menimbulkan sindrom yang dikenal dengan cushing sindrome

    badan jadi gemuk, meningkatnya tekanan darah,

    osteoporosis, hirsuitisme dan edema muka. Sedangkan meningkatnya

    meningkatkan sekresi vasopresin-arginin yang

    menimbulkan hiponatremi.

    Tumor memproduksi hormon paratiroid, gejala yang ditimbulkan

    ialah polidipsi, poliuri, konstipasi, kadang mual dan muntah. Hal ini terjadi

    hiperkalsemia, karena pengaruh hormon paratiroid.

    (ACTH)

    sindrome yang

    meningkatnya tekanan darah,

    Sedangkan meningkatnya

    arginin yang

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    c. Sekresi hormon gonadotropin

    Sekresi hormon gonadotropin secara berlebihan menimbulkan

    ginekomastia. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan

    hormon human khorio gonadotropin atau hormon HCG.

    3). Sindrom Neurologi dan Miopati

    a. Neuropati perifer

    Neuropati perifer ditandai dengan gangguan sensori bagian distal

    ekstremiti dan arefleksi tendon. Pada pemeriksaan laboratorium

    didapatkan peningkatan CSF. Neuropati perifer terjadi karena degenerasi

    akar ganglion dorsalis.

    b. Degenerasi korteks serebelar

    Manifestasi degenerasi korteks serebelar ialah: vertigo, ataksia

    dan perubahan mental. Degenerasi ini terjadi di nukleus batang otak.

    c. Ensefalopati

    Dapat terjadi akut atau kronik, ditandai dengan dimensia dan

    psikosis. Hal ini berhubungan dengan daerah neuraksis. Selain

    ensefalopati, dimensia dapat disebabkan emboli merantik dan

    penyumbatan sinus sagitalis posterior.

    d. Polimiositis

    Dapat terjadi pada kanker paru, ditandai dengan kelemahan otot

    yang progresif. Biasanya mengenai otot ekstensor tangan.

    e. Neuropati otonom

    Disfungsi otonom ditandai dengan riwayat pusing pada saat berdiri

    karena hipotensi ortostatik, banyak keringat dan gangguan pada kandung

    kemih. "Sindroma ogilive" juga merupakan gangguan disfungsi otonom,

    sindrom ini merupakan suatu pseudoobstruksi intestinum disertai nyerl

    abdomen bagian tengah, mual dan muntah. "Sindrom Eaton-Lambert"

    adaiah suatu sindroma yang ditandai dengan kelemahan otot-otot

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    proksimal ekstremiti, lingkaran pelvis dan paha, disertai gejala lain seperti

    disartria, penglihatan kabur, ptosis dan disfungsi otonom. Penelitian

    terakhir menyatakan bahwa penyebab sindrom ini karena reaksi

    autoimun.

    f. Oftalmoplegia internuklear dan neuritis optik

    Oftalmoplegia nuklear jarang terjadi, gambaran kliniknya ialah

    gangguan penglihatan. Neuritis optik ialah hilangnya penglihatan

    binokuler dengan cincin skotoma dan hilangnya lapangan penglihatan, hal

    ini terjadi karena demielinisasi sekunder pada fasikulus medial

    longitudinal atau inflamasi sel-sel di sekitarnya.

    4). Kelainan Darah

    a. Gangguan pada eritosit

    Menyebabkan anemia normositer normokrom, hal ini disebabkan

    oleh gangguan eritropoiesis yang berhubungan dengan pemakaian zat

    besi.

    b. Gangguan pada leukosit

    Gangguan ini disebabkan oleh infitrasi sel kanker ke sumsum

    tulang. Gambaran darah tepi berupa leukoeritroblast, ditemukan

    mieioblast atau neutrofil pada sirkulasi, leukosit kurang dari 100 ribu per

    mikrogram, tidak ditemukan sel blast dan tidak ada splenomegali.

    c. Gangguan pada trombosit

    Pada penderita kanker dapat ditemukan perdarahan akut, hal ini

    karena kerusakan faktor pembekuan darah, peningkatan deposit

    fibrinogen dan penurunan fibrinolisis. Trombosis vena migran (sindroma

    Trousseasus) dapat terjadi pada penderita tanpa penyebab yang jelas

    dan bisa terjadi pada vena-vena tangan, vena kava inferior dan vena

    jugularis. Endokarditis trombosis nonbakterial (endokarditis marantik)

    merupakan hasil deposit steril lesi fibrin platelet pada katup jantung. Bisa

    terjadi emboli pada arteri koroner yang mengakibatkan infark miokard.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    5). Lesl Kullt Yang Berhubungan Dengan Kanker Paru

    a. Hiperkeratosis

    Ditemukan klavus pada telapak tangan dan kaki. Pakidermo-

    periostasis adaiah suatu jenis hiperkeratosis lain yang ditandai dengan

    penebalan pada kulit yang menghasilkan lipatan-lipatan baru, penebalan

    bibir, penebalan telinga. Penebalan kelopak mata, penebalan kulit dahi

    serta kulit kepala. Akantosis nigrikan ialah penebalan epidermoid yang

    simetris disertai hiperkeratosis, jika gejala ini ditemukan perlu dipikirkan

    suatu keganasan. Sindroma laser-trelat sering dihubungkan dengan

    akantosis nigrikan, keluhannya gatal dan multiple keratitis seboroik. Hal

    ini dihubungkan dengan produksi transforming growth factor alpha oleh

    sel-sel kanker.

    b. Hiperpigmentasi

    Ada hubungan dengan hormon melanosit-stimulating, biasanya

    mengenai bagian tubuh seperti putting susu, bibir, membrane mukosa

    bukkal dan lipatan kulit.

    6). HIPO (Hipertropic Pulmonary Osteoarthropathy)

    HIPO dikenal sebagai penyakit "Bamberger Marie", gambaran

    klinis berupa jari tabuh. Beberapa hipotesis mengatakan ada

    hubungannya dengan hipoksia kronik, secara pasti penyebabnya belum

    diketahui.

    7). Gangguan Pada Ginjal

    Gangguan ini termasuk "glomerulopathy immune complex", lesi di

    glomerulus merupakan glomerulonefritis membranosa dengan

    depositdeposit akibat reaksi imun dan deposit immunoglobulin pada

    kapiier glanular.

    Tabel 3. Alur Deteksi Dini Kanker Paru

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    II. Pemeriksaan Jasmani

    Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan

    teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat

    pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer

    dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan

    ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi

    bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil

    yang lebih informatif.

    Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan

    stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru.

    Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,

    pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan

    intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

    III. Gambaran Radiologis

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan

    penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer

    dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem

    TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila

    mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan

    Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan

    metastasis.

    a). Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat

    dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang

    mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,

    tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi

    ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.

    Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan

    dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan

    kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran

    yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita

    yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis

    penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang

    tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan

    harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya

    pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik

    selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor

    dibalik pneumonia tersebut. Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi

    pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan

    punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila

    ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila

    cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

    b). CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di

    paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi

    tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian

    juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik,

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,

    atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke

    mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi

    dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk

    menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)

    dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan

    metastasis intrapulmoner.

    c). Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan

    toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh.

    Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT

    untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan

    dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan

    tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di

    hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

    IV. Pemeriksaan Khusus

    a). Bronkoskopi

    Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik

    sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan

    agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya

    masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat

    kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau

    stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya

    di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan

    atau kerokan bronkus.

    b). Biopsi aspirasi jarum

    Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya

    karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi

    bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

    c). Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

    TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina)

    ada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi

    ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB

    subkarina atau paratrakeal.

    d).Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

    Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk

    fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

    e).Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

    Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

    bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm

    dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

    f). Biopsi lain

    Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB

    atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus

    dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila,

    apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum

    diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran

    KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang

    jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi

    pleura.

    g).Torakoskopi medik

    Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura

    viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

    h). Sitologi sputum

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan

    murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,

    penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum

    yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk

    merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang

    diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke

    laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.

    Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat

    sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol

    90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.

    V. Pemeriksaan Invasif lain

    Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti

    Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,

    torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis

    dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua

    cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis

    tidak dapat ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru

    diarahkan agar dapat ditentukan :

    1. Jenis histologis.

    2. Derajat (staging).

    3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

    Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

    VI. Pemeriksan Lain

    a. Petanda Tumor

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Petanda tumor yang telah diketahui, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE

    dan lainya tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih

    digunakan evaluasi hasil pengobatan.

    b. Pemeriksaan biologi molekuler

    Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara

    paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen

    yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.

    Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan

    prognosis penyakit.

    VII. Jenis Histologi

    Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai

    klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1999, tetapi untuk kebutuhan

    klinis cukup jika hanya dapat diketahui :

    1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

    2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

    3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

    4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

    Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis

    Patologi Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis

    sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan

    jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru

    karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau

    kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung

    cancer, NSCLC).

    VIII. Penderajatan (Staging) Kanker Paru

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System

    For Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM (Tabel 4). Pengertian T

    adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan

    kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,

    sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.

    Tabel 4. Penderajatan Internasional Kanker Paru Berdasarkan

    Sistem TNM

    Kategori TNM untuk Kanker Paru:

    T : Tumor Primer

    T0 : Tidak ada bukti ada tumor primer.

    Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari

    penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi

    tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

    Tx :Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari

    penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi

    tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Tis :Karsinoma in situ

    T1 :Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,

    dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara

    bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus

    (belum sampai ke bronkus lobus (belum sampai ke bronkus

    utama). Tumor supervisial sebarang ukuran dengan komponen

    invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal

    bronkus utama

    T2 :Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :

    - Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

    - Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

    mengenai pleura visceral

    - Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif

    yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh

    paru.

    T3 : Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada

    dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura

    mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya

    kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang

    berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif

    seluruh paru.

    T4 : Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau

    jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra,

    karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit

    tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor

    primer.

    N : Kelenjar getah bening regional (KGB)

    Nx : Kelenjar getah bening tak dapat dinilai

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

    N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau

    hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung

    N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral

    dan/atau KGB subkarina

    N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB

    skalenus / supraklavila ipsilateral / kontralateral

    M : Metastasis (anak sebar) jauh.

    Mx : Metastasis tak dapat dinilai

    Mo : Tak ditemukan metastasis jauh

    M1 : Ditemukan metastasis jauh. Metastastic tumor nodule(s)

    ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1

    IX. Tampilan

    Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif

    dan obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Ada beberapa skala

    international untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan Karnofsky

    Scale yang banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga dapat dipakai skala

    tampilan WHO (Tabel 5). Tampilan inilah yang sering jadi penentu dapat

    tidaknya kemoterapi atau radioterapi kuratif diberikan.

    Tabel 5. Tampilan Menurut Skala Karnofsky dan WHO

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Tabel 6. Algoritma Diagnosa Kanker P

    FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.com

    com/wa2n_dr06

    . Algoritma Diagnosa Kanker Paru (Hunt et.al, 2009).

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    E. Pengobatan

    Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-

    modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan

    hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita

    saja tetapi juga kondisi non-medis seperti fasiliti yang dimiliki rumah sakit

    dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.

    a). Pembedahan

    Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I

    dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality

    therapy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA.

    Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan

    intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava

    superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor

    direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi

    maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya

    dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan

    diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan

    bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi

    sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.

    Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan

    bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan

    bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat

    diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkinkan dapat dinilai

    dari hasil analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru: 1). Resiko

    ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

    VEP1>60%. 2). Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru

    kontralateral > 35%, VEP1 > 60%.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    b). Radioterapi

    Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.

    Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi

    neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu,

    radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.

    Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan

    untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava

    superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis

    tumor di tulang atau otak.

    Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor:

    1. Staging penyakit

    2. Status tampilan

    3. Fungsi paru

    Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

    - Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

    - Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

    Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy,

    dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.

    Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

    1. Hb > 10 g%

    2. Trombosit > 100.000/mm3

    3. Leukosit > 3000/dl

    Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

    1. PS < 70.

    2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    3. Fungsi paru buruk.

    c). Kemoterapi

    Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat

    utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance

    status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala

    WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat

    antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,

    penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

    Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen

    kemoterapi adalah:

    1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

    2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

    3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

    4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada

    penilaian terjadi tumor progresif.

    Regimen untuk KPKBSK adalah :

    1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

    2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

    3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

    4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

    5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

    Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi

    1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,

    dapat diberikan obat antikanker

    1. dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.

    2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,

    meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi

    terapi sesuai dengan penyebab anemia.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    3. Granulosit > 1500/mm3

    4. Trombosit > 100.000/mm3

    5. Fungsi hati baik

    6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

    Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan

    farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain,

    mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang

    menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan

    CCT untuk rumusnya. Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan

    menggunakan parameter tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung

    dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram

    yang berbentuk mistar). Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC (

    misal AUC 5), maka dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau

    nnenggunakan nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai

    GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan

    ureum darah penderita.

    Evaluasi hasil pengobatan: Umumnya kemoterapi diberikan

    sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang

    memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan

    ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius) kemoterapi

    ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4

    kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap:

    - Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal

    - Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya

    berat badan

    - Respons obyektif

    - Efek samping obat

    Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan

    1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi

    tumor hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan

    ukuran tumor > 50% tetapi < 100%.

    3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak

    berubahatau mengecil > 25% tetapi < 50%.

    4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan

    ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di

    tempat lain.

    F. Evaluasi (follow up)

    Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2 tahun

    pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal

    dilakukan setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan

    radiologis yaitu foto toraks PA / lateral dan Ct-scan thoraks, sedangkan

    pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    BAB III

    KESIMPULAN

    Kanker paru dapat menimbulkan berbagai gejala klinis dan

    sindrom yang cukup beragam, tergantung dari lokasi, ukuran, substansi

    yang dikeluarkan oieh tumor dan metastasis ke organ yang dikenai.

    Pengenalan klinis yang cermat disertai pemeriksaan radiologi,

    bronkoskopi sekaligus sitologi brush dan biopsi, merupakan cara yang

    biasa dipergunakan untuk menemukan tumor ini sedini mungkin.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Daftar Pustaka:

    Arief, N.(2000). Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen

    Pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FKUI, RS

    Persahabatan. Diakses 25 Februari 2011. Situs:

    http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f

    814f09f2373c0d805736c.pdf

    Brady,LW. Heilmann,HP. Munich,MM. eds. (2005). Advances in radiation

    oncology in lung cancer. Germany : Springer-Verlag Berlin

    Heidelberg.

    Brunicardi,FC.et.al. eds. (2006). Schwartzs manual of surgery. 8th edition.

    The United States America : The McGraw-Hill companies.

    Collins,LG. Haines,C. Perkel,R. Enck,RE. (2007). Lung cancer: diagnosis

    and management. Philadelphia : Thomas jefferson university

    hospital.

    Ellis, H. (2006). Clinical anatomy. 11th edition. Australia: Blackwell

    Publishing Inc.

    Hammerschmidt,S. Wirtz,H. (2009). Lung cancer: current diagnosis and

    treatment. Germany : Deutsches rzteblatt International.

    Hansen,H. eds. (2008). Textbook of lung cancer. 2nd edition. Denmark :

    National University Hospital, Copenhagen.

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Hunt,I. Muers,M. Treasure, T. eds. (2009). ABC of lung cancer. London :

    BMJ books, Blackwell publishing Ltd.

    Jusuf,A. Hudoyo,A. (2009). Kanker paru. Departemen pulmonologi dan

    ilmu kedokteran respirasi FKUI Jakarta. Diakses 22 Februari 2011.

    Situs:http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/051b061f7a58b5

    6dde6d0131e71f62fe8a9e3a71.pdf

    McCool, FD. (2006). Global Physiology and Pathophysiology of Cough.

    CHEST: the American College of Chest Physicians.[cited on

    February 20, 2011]. Available at:

    http://chestjournal.chestpubs.org/content/129/1_suppl/48S.full

    McLathcie,G. Borley,N. Chikwe,J. eds. (2007). Oxford handbook of

    clinical surgery. 3rd edition. Oxford : Oxford University Press.

    PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). (2003). Kanker paru

    pedoman diagnosis & penatalaksanaan di indonesia. Indoesia :

    PDPI.

    Rab T. (1996). Prinsip Gawat Paru. ed.2. Jakarta: EGC. p. 185 201

    Sjamsuhidajat,R. De jong,W. eds. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Ed 2.

    Jakarta: EGC.

    Taufik. Hudoyo,A. (2007). Gejala kanker paru. Journal of Respiratory

    Indonesia. Vol. 27, No. 4, Oklober 2007. Jakarta: Departemen

    Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS

  • Marwan SutiawanFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006www.datadokter.blogspot.comtwitter: https://twitter.com/wa2n_dr06

    Persahabatan. Diakses pada tanggal 25 februari 2011. Situs:

    http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27407226230.pdf

    Townsend. Beauchamp. Evers. Mattox. (2007). Sabiston textbook of

    surgery.18th edition. Newyork : Saunders Elsevier.