pengaruh ph, lama kontak, dan konsentrasirepository.ub.ac.id/4635/1/maya anggraini...
TRANSCRIPT
i
Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasipada Adsorpsi Ion Mn2+ Menggunakan Kitosan-
Silika
SKRIPSI
oleh:MAYA ANGGRAINI YULIANTARI
135090200111008
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2017
ii
Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasipada Adsorpsi Ion Mn2+ Menggunakan Kitosan-
Silika
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Sains dalam bidang Kimia
oleh:MAYA ANGGRAINI YULIANTARI
135090200111008
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2017
iii
Pembimbing I
Darjito, S.Si, M.SiNIP. 197007081995031001
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada AdsorpsiIon Mn2+ Menggunakan Adsorben Kitosan-Silika
oleh:MAYA ANGGRAINI YULIANTARI
135090200111008
Setelah dipertahankan di depan Majelis Pengujipada tanggal ……………………….
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelarSarjana Sains dalam bidang Kimia
Mengetahui,Ketua Jurusan Kimia
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Masruri, S.Si., M.Si., Ph.DNIP. 197310202002121001
Pembimbing II
Drs. Mohammad Misbah Khunur, M.SiNIP. 195811011986031003
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : Maya Anggraini YuliantariNIM : 135090200111008Jurusan : KimiaPenulis skripsi berjudul:
Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi padaAdsorpsi Ion Mn2+ Menggunakan Adsorben Kitosan-Silika
Dengan ini menyatakan bahwa:1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yangtermasuk di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam tugas akhirini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbuktihasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segalaresiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Juli 2017Yang menyatakan,
(Maya Anggraini Yuiantari)NIM. 135090200111008
v
Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi padaAdsorpsi Ion Mn2+ Menggunakan Adsorben Kitosan-Silika
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tentang adsorpsiion Mn2+ dari adsorben kitosan-silika. Adsorben kitosan-silika dibuatdengan perbandingan 1:8. Adsorben kitosan-silika ini dikarakterisasimenggunakan FTIR dan SEM. Penentuan kondisi optimum adsorpsidilakukan dengan beberapa variasi pH yaitu 3,4,5,6,7 dan variasilama kontak yaitu 5,15,30,60,75,105. Penambahan adsorbensebanyak 0,1 g dengan volume larutan 25 mL serta kecepatanpengadukan 125 rpm. Penentuan kapasitas adsorpsi dilakukandengan variasi konsentrasi larutan Mn2+ 25 mg/L, 50 mg/L, 100mg/L, 150 mg/L, 200 mg/L, 300 mg/L, 500 mg/L, 700 mg/L, 1000mg/L, 1200 mg/L, 1500 mg/L, 1800 mg/L, 2000 mg/L. Hasilkarakterisasi adsorben kitosan-silika menggunakan FTIRmengidentifikasikan adanya gugus O – H dan N – H primer(3451,18 cm-1), C=O amida (2947,79 cm-1), Si – O – Si dan Si – O –C alifatik (1094,33 cm-1), Si – OH (972,82 cm-1), dan C – O – C(1555,28 cm-1). Sedangkan karakterisasi dengan SEM menunjukkanmorfologi permukaan yang kasar dan tidak beraturan. Kondisioptimum diperoleh pada pH 5 dengan persen adsorpsi sebesar77,06% dan lama kontak pada 75 menit dengan persen adsorpsisebesar 65,59%. Sedangan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadapion Mn2+ sebesar 90,02%.
Kata kunci: kitosan-silika, ion Mn2+, adsorpsi
vi
The Effect of pH, Contact Length, and Concentration on Mn2+
Ions Adsorption Using Chitosan-Silica Adsorbent
ABSTRACT
This study aims to study the adsorption of Mn2+ ions fromchitosan-silica adsorbents. Chitosan-silica adsorbent is made in aratio of 1:8. These chitosan-silica adsorbents are characterized usingFTIR and SEM. Determination of optimum condition of adsorptionwas done with some variation of pH that is 3;4;5;6;7 and variation ofcontact length that is 5;15;30;60;75;105. Addition of adsorbent asmuch as 0.1 g with 25 mL solution volume and stirring speed 125rpm. The determination of adsorption capacity was carried out byvarying the concentration of Mn2+ 25 mg/L; 50 mg/L; 100 mg/L; 150mg/L; 200 mg/L; 300 mg/L; 500 mg/ L; 700 mg/L; 1000 mg/L; 1200mg/L; 1500 mg/L; 1800 mg/L; 2000 mg/L. The results of chitosan-silica adsorbent characterization using FTIR identified the presenceof O - H and N - H primers (3451,18 cm-1); C = O amide (2947,79cm-1); Si - O - Si and Si - O - C aliphatic (1094.33 cm-1); Si-OH(972.82 cm-1); and C-O-C (1555.28 cm-1). While characterizationwith SEM shows rough and irregular surface morphology. Theoptimum condition was obtained at pH 5 with adsorption percentageof 77.06% and contact time at 75 minutes with 65.59% adsorptionpercentage. The adsorption capacity of chitosan-silica to Mn2+ ionwas 90.02%.
Keywords: chitosan-silica, Mn2+ ions, adsorption
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,hidayah, dan karunia-Nya penulis diberikan dapat menyelesaikanpenelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik. Shalawat besertasalam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada NabiMuhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hinggakepada umatnya hingga akhir zaman, amin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syaratkelulusan dalam jenjang perkuliahan Srata I dalam bidang KimiaFakultas MIPA Universitas Brawijaya. Judul yang penulis ajukan
adalah “Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi padaAdsorpsi Ion Mn2+ Menggunakan Adsorben Kitosan-Silika”.
Dalam kesempatan ini pula, penulis mengucapkan banyakterimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan,motivasi, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama ini,antara lain kepada yang terhormat:1. Darjito, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala
bimbingan,nasehat serta waktunya selama skripsi dan penulisanskripsi ini.
2. Drs. Mohammad Misbah Khunur, M.Si selaku dosenpembimbing II atas segala bimbingan, nasehat serta waktunyaselama skripsi dan penulisan skripsi ini.
3. Drs. Budi Kamulyan, M.Sc selaku dosen penasehat akademikatas segala bimbingan, saran, dan doa yang telah diberikan.
4. Masuri, S.Si., M.Si., Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia, sertasegenap staf pengajar Jurusan Kimia untuk bimbingan dan ilmuyang telah diberikan kepada penulis selama studi.
5. Ayah dan Ibu atas do’a, kesabaran, dan tidak pernah lelah dalammendidik dan memberikan kasih sayang kepada penulissemenjak kecil.
6. Kakak tercinta Andy Raditya Nugraha yang telah mendukung,do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
7. Teman-teman Kimia 2013 yang telah menemani, memberidukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalammenyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagipenulis dan umumnya bagi kita dalam ragka menambah wawasanpengetahuan dan pemikiran kita.
Malang, Juli 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iLEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI iiiLEMBAR PERNYATAAN Error! Bookmark not defined.ABSTRAK Error! Bookmark not defined.ABSTRACT vKATA PENGANTAR viiiDAFTAR ISI Error! Bookmark not defined.DAFTAR TABEL Error! Bookmark not defined.DAFTAR GAMBAR Error! Bookmark not defined.DAFTAR LAMPIRAN Error! Bookmark not defined.BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 31.3 Batasan Masalah 31.4 Tujuan Penelitian 41.5 Manfaat penelitian 4BAB II TINJAUAN PUSTAKA 52.1 Kitosan 52.2 Silika 72.3 Adsorben Kitosan-Silika 112.4 Logam Mn2+ 132.5 Adsorpsi 16BAB III METODE PENELITIAN 213.1 Tempat dan Waktu Penelitian 213.2 Alat dan Bahan Penelitian 213.3 Tahapan Penelitian 213.4 Prosedur Kerja 21
3.4.1 Pembuatan Kitosan-Silika 213.4.2 Karakterisasi Kitosan-Silika 22
3.4.2.1 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan FTIR 223.4.5.2 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan SEM 22
3.4.3 Penentuan kurva baku ion Mn2+ 223.4.4 Penentuan kondisi optimum adsorpsi kitosan-silika
terhadap adsorpsi ion Mn2+ 233.4.4.1 Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion Mn2+ 233.4.4.2 Pengaruhwaktu kontak terhadap adsorpsi ion Mn2+ 23
x
3.4.5 Penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadapadsorpsi ion Mn2+ 24
3.4.6 Rumus penentuan %Mn2+ yang teradsorpsi 243.4.7 Rumus penentuan kapasitas adsorpsi 24
3.5 Pengolahan Data 253.5.1 Penentuan persamaan regresi linier 253.5.2 Uji statistik adsorpsi Mn2+ oleh kitosan-silika 25BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 294.1 Adsorben Kitosan-Silika 294.2 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Ion Mn2+ oleh
Kitosan-Silika 354.3 Penentuan Lama Kontak Optimum Adsorpsi Ion Mn2+ oleh
Kitosan-Silika 374.4 Kapasitas Adsorpsi Kitosan-Silika Terhadap Ion Mn2+ 39BAB V PENUTUP 425.1 Kesimpulan 425.2 Saran 42DAFTAR PUSTAKA 43LAMPIRAN 49
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.5: Tabel Hard Soft Acid Base 15Tabel 3.1:Tabel analisa data 27Tabel 3.2: Tabel analisis sidik ragam satu arah 28Tabel 4.1 : Analisis spektrum kitosan dan kitosan-silika 34Tabel Lampiran F.1: Penentuan pH optimum 67Tabel Lampiran F.2: Penentuan lama kontak optimum 67Tabel Lampiran F.3: Penentuan kapasitas adsorpsi 69Tabel Lampiran G.1: Uji beda nyata terkecil penentuan pH
optimum 71Tabel Lampiran G.2: Uji beda nyata terkecil penentuan lama
kontak optimum 72Tabel Lampiran G.3: Uji beda nyata terkecil penentuan kapasitas
adsorpsi 73
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Struktur senyawa kitosan 6Gambar 1.2: Skema ilustrasi dari fleksibilitas kitosan 7Gambar 2.1: Pasir silika 9Gambar 2.2: Struktur dari gugus silanol pada silika 9Gambar 2.3: SEM kitosan-silika pada perbesaran 1.000x (A),
10.000x(B,C), dan 50.000x (D) 12Gambar 2.4: Spektra FTIR kitosan (A) dan kitosan-silika (B) 13Gambar 2.6: Ilustrasi proses adsorpsi pada permukaan adsorben 17Gambar 4.1: Reaksi kitosan dalam larutan asam asetat
(CH3COOH) 29Gambar 4.2: Mekanisme pembentukan asam ortosilikat 29Gambar 4.3: Reaksi pembentukan molekul monomerdan dimer
dari asam ortosilikat 30Gambar 4.4: Reaksi polimerisasi dimer asam ortosilikat 30Gambar 4.5: Struktur kitosan-silika 31Gambar 4.6: Spektrum FTIR kitosan 32Gambar 4.7: Spektrum FTIR kitosan-silika 33Gambar 4.8: Hasil SEM kitosan-silika pada perbesaran 7.000x
(A) dan 20.000x (B) 35Gambar 4.8: Kurva hubungan antara pH dengan %adsorpsi Mn2+ 36Gambar 4.9: Kurva hubungan antara lama kontak dengan
%adsorpsi Mn2+ 38Gambar 4.10: Kurva hubungan antara konsentrasi Mn2+ saat
kesetimbangan dengan jumlah ion Mn2+ teradsorpsi 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Preparasi Larutan 49A.1 Pembuatan larutan stok Mn2+ 1000 mg/L dari MnCl2
.2H2O 49A.2 Pembuatan larutan stok Mn2+ 100 mg/L dari larutan stok
1000 mg/L dalam 500 mL 49A.3 Pembuatan larutan HCl 0,1 M 49A.4 Pembuatan larutan NaOH 0,1 M 50A.5 Pembuatan asam asetat 2% (v/v) 50A.6 Pembuatan larutan baku Mn2+ dari larutan stok Mn2+
100 mg/L dalam 100 mL 50A.7 Pembuatan larutan baku Mn2+ dari larutan stok Mn2+
10 mg/L dalam 25 mg/L 52Lampiran B. Diagram Alur Penelitian 54Lampiran C. Perhitungan Perkiraan Kedudukan Spektrum
Inframerah dari Gugus Si-O 55Lampiran D. Perhitungan Data Hasil Penelitian 55
D.1 Perhitungan konsentrasi dan massa natrium metasilikat 55D.2 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan kapasitas
adsorpsi pada penentuan Ph optimum 55D.3 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan kapasitas
adsorpsi pada penentuan lama kontak 57D.4 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan kapasitas
adsorpsi pada penentuan kapasitas adsorpsi 58D.5 Perhitungan uji statistik adsorpsi Mn2+ oleh kitosan-silika 59
Lampiran E. Kurva Baku ion Mn2+ 66Lampiran F. Data Pengukuran SSA pada Adsorpsi Ion Mn2+ 67Lampiran G. Uji Beda Nyata Terkecil 71Lampiran H. Spektrum FTIR Kitosan dan Kitosan-Silika 77
H.1 Spektrum FTIR Kitosan 77H.2 Spektrum FTIR Kitosan-Silika 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang berpotensi dalam
menghasilkan berbagai jenis hasil perikanan yang melimpah. Namun
hasil tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal, sehingga
perlu adanya pengelolaan. Contoh ikan yang memiliki kulit yang
dapat dimanfaatkan adalah udang.
Udang merupakan merupakan komoditi ekspor non migas dan
juga biota laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bagian
dari kulit udang yang dapat dimanfaatkan adalah kulitnya. Karena
kulit udang mengandung senyawa kitin dimana senyawa tersebut
dapat dikonversi menjadi kitosan. Kulit udang ini memiliki beberapa
kandungan utama meliputi kitin dengan prosentase 15%-25%,
protein dengan prosentase 25%-40%, dan kalsium karbonat dengan
prosentase 45%-50%[1].
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu dampak negatif
yang disebabkan oleh perkembangan teknologi industri yang pesat.
Macam-macam pencemaran yang dapat terjadi adalah pencemaran
air, udara, tanah, dan pembuangan berbahaya dan beracun (B3)[1].
Salah satu pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah perairan
merupakan sumber kehidupan makhluk hidup[2].
Logam berat yang dapat mencemari lingkungan salah satunya
adalah logam Mangan (Mn). Logam Mangan adalah logam yang
banyak ditemukan di alam. Namun logam ini dapat mencemari
lingkungan misalnya sungai, dimana akan dapat mengganggu hewan
perairan dan manusia[3]. Logam Mn dalam bentuk Mn2+
bersifat
racun bagi Asellus aquaticus dan Crangonyx pseudogracilis bila
kadarnya melebihi 300 mg/L. Pada manusia juga dapat merusak
saluran pernafasan dan otak[4]. Kitin maupun kitosan dapat
dimanfaatkan untuk perlindungan lingkungan karena memiliki
kemampuan dalam menyerap ion-ion logam, fenol, protein,
radioisotop, dan zat warna[1].
2
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan
logam berat dari air limbah, yaitu pertukaran ion, presipitasi kimia,
prakonsentrasi, reverse osmosis, membran filtrasi, dan adsorpsi[5].
Beberapa metode yang telah dikembangkan, diketahuibahwa metode
adsorpsi adalah metode yang paling umum karena proses tersebut
lebih mudah digunakan dan efektif jika dikombinasikan dengan
adsorben.
Adsorpsi merupakan proses penjerapan molekul (gas atau cair)
oleh permukaan (padatan). Pada proses ini terjadi akumulasi
molekul-molekul gas pada permukaan padatan. Adsorpsi dapat
terjadi karena interaksi gaya elektrostatik atau van der Waals antar
molekul (physisorption/ fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi
kimiawi antar molekul (chemisorption/ kimisorpsi)[6]. Proses
adsorpsi pada umumnya menggunakan silika gel. Hal ini
dikarenakan mudahnya silika diproduksi dan sifat pemukaan
(struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) yang dapat
dengan mudah dimodifikasi[7]. Selain silika gel, terdapat pula
adsorben dari kitosan yang pemanfaatannya banyak dikembangkan
karena sifatnya yang tidak beracun, biodegradable, jumlahnya yang
cukup melimpah dan harganya yang murah.
Silika memiliki sifat biokompatibilitas, stabilitas mekanik, dan
adsorpsi yang baik. Selain itu, gugus silanol (–SiOH) dalam silika
berperan dalam pertukaran reversible dengan ion Mn2+
. Namun,
silika kurang mampu berinteraksi dengan baik terhadap adsorpsi ion
logam Mn2+
karena gugus silanol aktif cukup rendah untuk dapat
mencapai adsorpsi maksimum [14]. Sehingga, kombinasi dengan
kitosan yang memiliki gugus amino dan hidroksil memungkinkan
untuk membentuk ikatan yang sinergis dengan gugus silanol yang
terdapat dalam silika untuk dapat meningkatkan kemampuan
adsorben dalam menyerap ion logam Mn2+
.
Kitosan merupakan biopolimer turunan kitin, dimana kitosan ini
mengalami proses penghilangan gugus asetil. Kitosan memiliki
derajat deasetilasi lebih dari 70% dan dapat berperan sebagai
pengkelat, pengikat, pengabsorpsi, penstabil, dan penjernih[8].
Struktur kitosan yaitu rantai linear terkait 2- acetoamido-2 unit
deoksi-β-D-glycopyranose[9]. Kitosan mengandung gugus amina
3
bebas yang memberikan karakteristik sebagai penukar ion.
Keberadan gugus amina pada kitosan menyebabakan kitosan larut
dalam media asam. Pelarutan kitosan dalam asam akan membentuk
larutan kental yang dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam
berbagai variasi seperti butiran, membran, ataupun serat[10].
Keberadaan gugus amina dalam kitosan telah menjadikan
kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat seperti
Cd, Cu, Pb, Fe, Mn, dan lainnya[11]. Kitosan juga memiliki
selektivitas dan kapasitas adsorpsi yang tinggi sehingga berpotensi
untuk penyerapan logam, mudah mengalami degradasi, dan tidak
beracun[12]. Kemampuan adsorpsi kitosan dihubungkan dengan
adanya gugus hidroksi (-OH) dan amina (-NH2), serta gugus amida (-
NHCOCH3) pada kitin yang masing-masing dapat bertindak sebagai
ligan jika berinteraksi dengan logam[13].
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh
pH dan lama kontak untuk menentukan kondisi optimum kitosan-
silika dalam penyerapan ion logam Mn2+
. Kemudian konsentrasi
optimum juga dipelajari untuk menentukan kapasitas adsopsi dari
adsorben kitosan-silika terhadap ion logam Mn2+
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pH terhadap ion Mn2+
dari
adsorben kitosan-silika?
2. Bagaimana pengaruh lama kontak terhadap ion Mn2+
dari adsorben kitosan-silika?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap ion Mn2+
dari
adsorben kitosan-silika?
1.3 Batasan Masalah 1. Pembuatan kitosan-silika menggunakan perbandingan
jumlah kitosan dan silika yaitu 1:8.
2. Proses adsorpsi dilakukan pada temperatur ruang
3. Penggunaan adsorben kitosan-silika sebanyak 0,1 g
4
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pH terhadap ion Mn2+
dari
adsorben kitosan-silika
2. Mengetahui pengaruh lama kontak terhadap ion Mn2+
dari adsorben kitosan-silika
3. Menentukan konsentrasi terhadap ion Mn2+
dari
adsorben kitosan-silika
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan untuk
mempelajari tentang adsorpsi ion Mn2+
dari adsorben kitosan-silika.
Dan juga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan sehingga dapat menurunkan kadar penyakit
di kalangan masyarakat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Kitosan
Kitosan merupakan salah satu produk alam yang merupakan
turunan kitin dan juga didapatkan melalui proses deasetilasi kitin
yang mengandung lebih dari 5000 unit glukosamin. Kitosan
mengandung gugus amina bebas yang memberikan karakteristik
sebagai penukar ion. Keberadan gugus amina pada kitosan
menyebabkan kitosan larut dalam media asam. Pelarutan kitosan
dalam asam akan membentuk larutan kental yang dapat digunakan
untuk pembuatan gel dalam berbagai variasi seperti butiran,
membran, ataupun serat[10].
Sifat kimia dari kitosan yaitu linier plyamine (poly D-
glucosamine), gugus amino yang reaktif, gugus hidroksi yang reaktif.
Hal ini disebabkan karena gugus amino bermuatan positif yang
terdapat sepanjang ikatan pilernya yang menyebabkan molekul dapat
mengikat muatan negatif permukaan melalui ikatan ionik atau
hidrogen[16].
Sifat fisik dari kitosan yaitu kitosan sangat larut dalam
keadaan asam karena gugus karboksil dari asam asetat
mempermudah pelarutan kitosan dalam air, dimana terjadi interaksi
hidrogen antara gugus karboksil dari asam asetat dengan gugus
amina kitosan[15]. Pelarut asam yang dapat digunakan seperti asam
asetat (CH3COOH), asam nitrat (HNO3), dan asam klorida (HCl)
[17], namun kitosan tidak dapat larut dalam asam sulfat (H2SO4)
[10]. Kitosan dilarutkan kedalam asam asetat terjadi reaksi protonasi
yang menghasilkan garam amina pada gugus kitosan yaitu [15]:
R-NH2 + CH3COOH R-NH3+ CH3COO
Adapun beberapa fungsi yang dimiliki oleh kitosan yaitu
sebagai bahan pengkhelat, hal ini disebabkan karena gugus amina
dan hidroksil pada kitosan mempunyai kemampuan berikatan
kovalen koordinasi dengan ion-ion logam[14].
6
Kitosan mempunyai rumus umum C6H11NO4 atau disebut
sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-b-D-Glukosa. Adapun struktur dari
kitosan ini, yaitu [11]:
Gambar 1.1 Struktur senyawa kitosan [11]
Pada sturuktur diatas, dapat dilihat bahwa kitosan memiliki
gugus utama amina (–NH2) dan dua gugus hidroksil primier dan
sekunder. Sehingga menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas
kimia yang tinggi[18]. Pada gugus amina yang dimiliki memberikan
karakteristik sebagai penukar ion[10]. Kitosan juga bersifat tidak
beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
polielektrolitik[19]. Dimana semua sifat-sifat ini penting untuk
proses penyerapan logam berat.
Kitosan memiliki kapasitas adsorpsi tertinggi untuk logam
karena amino dan gugus hidroksi pada rantai kitosan berfungsi
sebagai situs koordinasi. Penyerapan logam ion pada kitosan dapat
dilanjutkan melalui mekanisme yang berbeda termasuk chelation
atau agen pembentuk ikatan koordinasi dengan ion logam untuk
membentuk kelat[20]. Karena kitosan memiliki elektronegativitas
tinggi atom oksigen dari nitrogen atom, maka atom nitrogen
memiliki kecenderungan lebih besar untuk menyumbangkan
pasangan elektron untuk berbagi dengan ion logam untuk
membentuk kompleks logam dari atom oksigen[20]. Kitosan dapat
menyerap logam seperti Cu2+
, Pb2+
, Cr2+
, Zn2+
, Co2+
, Fe2+
, Pt2+
, Mn2+
,
dan Cd2+
[21].
7
Gambar 1.2 Skema ilustrasi dari fleksibilitas kitosan [22]
Pada skema diatas menjelaskan bahwa pada pH > 6,5 kitosan
menjadi senyawa yang tidak larut, gugus asam amino akan
terdeprotonasi dan dapat terjadi interaksi hidrofobik. Sedangkan pada
pH antara 6,0 dan 6,5 dalam larutan. Asam amino menjadi kurang
terprotonasi dan sifat hidrofobik sepanjang rantai menjadi
meningkat. Sementara, pada pH < 6,5 kitosan dalam keadaan terlarut
membawa muatan positif karena terportonasi dan sebagai molekul
polielektrolit kationik, pada pH rendah kitosan akan berinteraksi
dengan molekul bermuatan negatif [22]. Reaksi kesetimbangan saat
terbentuknya polielektrolit pada kitosan dalam pelarut asam
menggambarkan keadaan ionisasi [23].
Penambahan silika pada membran kitosan dapat
memperbaiki sifat mekaniknya dibuktikan dari meningkatnya nilai
modulus elastisitas membran. Silika merupakan pendukung yang
ideal karena stabil pada kondisi asam, nonswelling, serta memiliki
daya tahan terhadap panas. Penambahan silika menyebabkan
membran kitosan menjadi lebih kaku karena struktur membran yang
semakin rapat[14].
2.2 Silika
Silika merupakan mineral yang banyak terdapat di alam dalam
keadaan bebas maupun campuran dengan mineral lainnya
membentuk silikat. Terdapat dua macam silika yaitu silika amorf dan
kristal. Silika amorf bervariasi dalam derajat hidrasinya, sedangkan
silika kristal terdiri dari berbagai macam jenis kwarsa, tridmit, dan
kristobalit yang merupakan akibat dari modifikasi temperatur dari
8
rendah ke tinggi yang merubah simetri kristal dari kerapatannya [24].
Adapun sifat fisik dan kimia dari silika, yaitu [24]:
1. Sifat fisik
Silika mempunyai rumus molekul SiO2 dan berwarna putih.
Titik leleh silika adalah 1610°C, sedangkan titik didihnya
2320°C. Silika tidak larut dalam air dingin, air panas maupun
alkohol tetapi dapat larut dalam HF.
2. Sifat kimia
a. Silika bersifat stabil terhadap hidrogen kecuali fluorin dan juga
inert terhadap semua asam kecuali HF, reaksi dengan HF akan
menghasilkan asam silikon heksafluorid. Reaksi yang terjadi
yaitu:
SiO2(s) + 6HF(aq) H2(SiF6)(aq) + 2H2O(l)
b. Basa pekat misalnya NaOH dalam kondisi panas secara perlahan
dapat mengubah silika menjadi silikat yang larut dalam air.
Reaksi yang terjadi yaitu:
SiO2(s) + 2NaOH (aq) Na2SiO3(aq) + H2O(l)
Silika dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan
berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam
industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas,
kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain [25]. Hal ini
dapat disebabkan karena sifat kimia yang dimiliki oleh silika. Selain
itu, silika juga menunjukkan kekuatan mekanik dan stabilitas termal
yang tinggi dan tidak mengembang dalam pelarut organik [27].
Terdapat pula pemanfaatan lain dari silika yaitu sebagai adsoben
logam berat.
Pemanfaatan silika sebagai adsorben logam berat paling sering
diguakan sebagai proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh mudahnya
silika diproduksi dan sifat permukaan (struktur geometri pori dan
sifat kimia pada permukaan) dan dapat dengan mudah dimodifikasi
[27].
9
Gambar 2.1 Pasir silika [26]
Silika dalam penggunaanya memiliki kelemahan seperti pada
rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi
dengan ion logam berat. Hal ini terjadi karena situs aktif yang ada
hanya berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si)[29].
Gugus silanol ini mempunyai sifat keasaman yang rendah, disamping
mempunyai oksigen sebagai atom donor yang sifatnya lemah[28].
Akan tetapi kekurangan ini dapat diatasi dengan memodifikasi
permukaan. Pada modifikasi ini diharapkan jenis situs aktifnya akan
berubah sehingga menjadi lebih luas bidang pemanfaatannya.
Terutama bagi logam berat Mn2+
.
Permukaan silika dengan luas permukaan spesifik yang besar
memegang peranan penting dalam proses adsorpsi dan pertukaran
ion. Pada permukaan silika terdapat gugus silanol (≡Si-OH) dan
memiliki 3 macam bentuk struktur, yaitu[30].
Gambar 2.2 Struktur dari Gugus Silanol pada Silika [30]
10
1. Isolated silanol, pada keadaan tersebut atom Si membentuk
tiga ikatan dengan struktur bulk, sedangkan satu ikatan
terbentuk dengan gugus – OH
2. Vicinal/bridged silanol, dimana dua gugus dari isolated silanol
dapat membentuk ikatan dengan 2 atom Si yang berbeda dan
terjadi pembentukan jembatan oleh adanya ikatan hidrogen.
3. Geminal silanol, dimana dua gugus – OH yang terikat pada
satu atom Si dan pembentukan ikatan hidrogen dapat terjadi.
Secara komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan
natrium silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan
suatu dispersi pekat yang akhirnya memisahkan partikel dari silika
terhidrat, yang dikenal sebagai silika hidrosol atau asam silikat yang
kemudian dikeringkan pada suhu 110°C agar terbentuk silika gel.
Reaksi yang terjadi [31]:
Na2SiO3(aq) + 2HCl(aq) H2SiO3(l) + 2NaCl(aq)
H2SiO3(s) SiO2.H2O(s)
Pada permukaan silika gel terdapat dua jenis gugus, yaitu
gugus silanol dan gugus siloksan. Gugus siloksan ada dua macam,
yaitu Si-O-Si rantai lurus dan gugus siloksan yang membentuk
struktur lingkar dengan empat anggota. Jenis yang pertama tidak
reaktif dengan pereaksi pada umumnya, tetapi sangat reaktif terhadap
senyawa logam alkali. Jenis gugus siloksan yang membentuk lingkar
dengan empat anggota mempunyai reaktivitas yang tinggi, dapat
mengadakan kemisorpsi dengan air, amoniak dan metanol. Reaksi
dengan air akan menghasilkan dua gugus Si-OH, reaksi dengan
amoniak akan menghasilkan gugus Si-NH2 dan silanol, sedangkan
reaksi dengan metanol akan menghasilkan gugus silanol dan Si –
OCH3[28].
Sifat adsorpsi juga dipengaruhi oleh bentuk dari partikel silika
yang dapat mempengaruhi luas permukaannya. Dimana pada proses
adasorpsi ini terjadi pada permukaan zat padat dan disebabkan oleh
gaya valensi (valence force) atau gaya tarik menarik (attractive
forces) dari atom atau molekul pada lapisan paling luar dari zat padat
tersebut[32]. Silika pada kondisi asam memiliki luas permukaan
11
yang besar sekitar 350-400 m2/g. Sedangkan, partikel silika yang
terbentuk pada rentang kondisi basa memiliki keseragaman ukuran
yang baik [33]. Namun, kondisi tersebut tidak dapat membentuk luas
permukaan yang besar sehingga kurang efektif dalam
penggunaannya sebagai adsorben.
2.3 Adsorben Kitosan-Silika
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben
adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung
terutama pada dinding pori-pori atau pada letak-letak di dalam
partikel itu. Oleh karena itu, pori-pori biasanya sangat kecil maka
luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar
daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g [44]. Dalam
hal ini, adsorben kitosan-silika digunakan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan.
Kitosan yang memiliki polisakarida alami dan silika yang
merupakan senyawa anorganik dapat dimodifikasi untuk menjadi
adsoben yang efektif terhadap beberapa ion, pewarna, dan
kontaminan organik beracun. Untuk mengetahui karakteristik dari
adsorben kitosan-silika ini dapat digunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM), dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
12
Gambar 2.3 SEM Kitosan-Silika pada perbesaran 1.000x (A),
10.000x (B,C), dan 50.000x (D) [34]
Pada gambar diatas menunjukkan permukaan yang kasar dan
tidak teratur [34]. Pada penelitian yang lain menyebutkan perbedaan
hasil, yaitu menunjukkan adanya permukaan halus dan rapat serta
adanya bulatan. Hal ini dimungkinkan karena larutan komposit yang
kurang homogen[35]. Modifikasi antara kitosan murni dan kitosan-
silika menghasilkan luas permukaan spesifik sebesar 26,89 m2/g dan
volume pori 0,2063 mL/g dengan struktur berpori (diameter pori ≥
50 nm, 67,8%)[36].
13
Gambar 2.4 Spektra FT-IR dari Kitosan (A) dan Kitosan-Silika (B)
[34]
Selain menggunakan karakterisasi menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM), dapat dilakukan juga dengan analisis
Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Hasil analaisis
FTIR pada kitosan murni menunjukkan adanya beberapa serapan
yaitu pada pita 3429 cm-1
yang merupakan serapan dari getaran
peregangan gugus O – H dari gugus hidroksil yang terikat pada atom
karbon, pita penyerapan tajam pada 2800 hingga 3000 cm-1
yang
teramati sebagai vibrasi peregangan dari gugus C – H. Kemudian,
pada pita serapan 1580 cm-1
merupakan getaran deformasi gugus –
NH2. Pada pita serapan 1420 dan 1380 cm-1
merupakan vibrasi
bending dari C – H. Pada pita serapan 1310 cm-1
merupakan
asimetris dari gugus C – O – C, dan pada pita serapan 1080 cm-1
untuk C – O vibrasi stretching dari CH – OH. Sedangkan pada hasil
kitosan-silika dianalisis juga dengan FT-IR menghasilkan perbedaan
spektra, yaitu menghasilkan pergeseran pita serapan pada 1528 cm-1
dari – NH2 vibrasi deformasi dibandingkan dengan spektra kitosan.
Serapan tajam pada 1100 cm-1
merupakan vibrasi peregangan dari
gugus Si – O [34].
2.4 Logam Mn2+
Mangan merupakan suatu unsur kimia yang mempunyai
nomor atom 25 dan memiliki symbol Mn. Mangan memiliki titik
didih 2061°C, titik lebur 1247°C, densitas sebesar 7,43 g/cm3 pada
temperatur 20°C, dan logam mangan ini berwarna putoh keabu-
abuan. Mangan termasuk dalam logam berat dan sangat rapuh tetapi
14
mudah teroksidasi[42]. Mangan murni bersifat sangat reaktif dan
dalam bentuk serbuk dapat menimbulkan terbakar dengan oksigen,
serta larut dalam asam-asam encer.
Sifat Kimia dari logam Mn, yaitu[42]:
1. Reaksi dengan air
Mangan bereaksi dengan air dapat berubah menjadi basa
secara perlahan dan gas hidrogen akan dibebaskan sesuai
reaksi:
Mn(s) + 2H2O → Mn(OH)2 +H2
2. Reaksi dengan udara
Logam mangan terbakar di udara sesuai dengan reaksi:
3Mn(s) + 2O2 → Mn3O4(s)
3Mn(s) + N2 → Mn3N2(s)
3. Reaksi dengan halogen
Mangan bereaksi dengan halogen membentuk mangan (II)
halida, reaksi:
Mn(s) +Cl2 → MnCl2
4. Reaksi dengan asam
Logam mangan bereaksi dengan asam-asam encer secara
cepat menghasilkan gas hidrogen sesuai reaksi:
Mn(s) + H2SO4 → Mn2+
(aq) + SO42-
(aq) + H2(g)
Mangan membuat sampai sekitar 1000 ppm (0,1%) dari
kerak bumi, sehingga ke-12 unsur paling berlimpah di sana. Dan
mangan ditemukan di alam dalam bentuk Pyrolusite (MnO2),
Brounite (Mn2O3), Housmannite (Mn3O4), Mangganite
(Mn 2O3.H2O), Psilomelane [(BaH2O)2.Mn5O10), Rhodochrosite
15
(MnCO3). Logam mangan dibuat dari MnO2 dengan proses
aluminithermi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut[44]:
Tahap 1: 3MnO2(s) Mn3O2(s)+O2(g)
Tahap 2: 3Mn3O3(s)+8Al(s) 9Mn(s)+4Al2O3(s)
Keelektonegatifan memiliki peranan penting pada proses
adsorpsi yang melibatkan pembentukan ikatan kimia antara logam
berat dan gugus aktif pada adsorben. Logam Mangan memiliki
elektronegatifitas sebesar 1,55 dan ukuran ionnya mencapai 0,8 Å
pada Mn2+
. Ikatan kimia yang terbentuk merupakan ikatan kovalen
koodinasi dengan pasangan elektron bebas dari ligan yang berasal
dari adsorben, ion Mn2+
dapat membentuk struktur tetrahedral
[42].Logam mangan dalam bentuk Mn2+
merupakan keadaan oksidasi
yang paling stabil, dan hal ini membuat logam Mn2+
lebih cepat
teroksidasi dalam larutan basa.
Gambar 2.5 Tabel Hard Soft Acid Base (HSAB) [45]
16
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa Mn2+
termasuk
dala asam keras. Artinya Mn2+
mampu berinteraksi dengan baik
terhadap basa kuat seperti OH-, RNH2, R-OH. Sehingga
memungkinkan pengambilan logam Mn2+
dari lingkungan melalui
mekanisme adsorpsi dengan adsorben yang memiliki gugus
fungsional dan bersifat basa Lewis seperti yang dimiliki oleh kitosan.
Umumnya logam berat memiliki toksisitas yang cukup tinggi
karena ketika masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu metabolisme
tubuh. Logam mangan termasuk dalam logam berat essensial yang
dapat menimbulkan efek racun jika jumlahnya berlebihan. Menurut
penelitian lain, mangan bersifat kronis sebagai akibat inhalasi debu
dan uap logam. Gejala yang dapat timbul berupa susunan syaraf
insomnia, lemah kaki, dan otot muka. Bila pemaparannya berlanjut,
maka dapat terjadi hyperrefleksi, clonus, patella, dan lain-lain [2].
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi (penyerapan) merupakan suatu proses
pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah ke
permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-
partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang
merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap
sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik[37].
Adsorpsi dapat terjadi karena interaksi gaya elektrostatik
atau van der Waals antar molekul (physiosorption/fisiosorpsi)
maupun oleh adanya interaksi kimiawi antar molekul
(chemisorption/kemisorpsi)[38]. Dapat dikatakan juga jika adsorpsi
ini merupakan kesetimbangan kimia. Oleh karena itu, berkurangnya
kadar zat yang teradsopsi (adsorbat) oleh material pengadsorpsi
(adsorben) terjadi secara kesetimbangan. Sehingga secara teoritis,
tidak terjadi penyerapan sempurna adsorbat oleh adsorben.
Dalam proses adsorpsi, untuk menentukan komponen yang
lebih kuat antara adsorben dengan adsorbat dapat ditentukan melalui
kepolarannya. Apabila adsoben bersifat polar, maka komponen yang
bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen
17
yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat
keras-lemahnya dari adsorbat maupun adsorben[37].
Gambar 2.6 Ilustrasi Proses Adsorpsi pada permukaan Adsorben
[40]
Penelitian lain menujukkan bahwa molekul adsorbat ditahan
pada permukaan adsorben oleh gaya valensi yang tipenya sama
dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Karena
adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben, maka akan
terbentuk suatu lapisan dimana lapisan tersebut akan menghambat
proses adsorpsi selanjutnya oleh adsorben sehingga efektifitas
berkurang[39].
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben
dengan adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu[40]:
1. Adsorpsi fisika
Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der
Waals. Dimana gaya tarik menarik antara molekul fluida
dengan molekul pada permukaan padatan (Intermolekuler)
lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida
tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan
permukaan adsorben relatif lemah. Adsorpsi fisika memiliki
kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran
pori.
18
2. Adsorpsi kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia
yang terbentuk antara molekul adsorbat dengan permukaan
adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen/ion.
Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak
ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk
maka adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia
diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat
kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan
Hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan
membentuk ikatan kimia yang biasa merupakan ikatan
kovalen.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses adosprsi,
yaitu[40]:
1. Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan berpengaruh pada kecepatan proses
adsorpsi dan kualitas bahan yang di hasilkan. Jika pemgadukan
terlalu lambat maka proses akan berjalan proses adsorpsi akan
berjalan lambat juga. Tetapi jika pengadukan terlalu cepat maka akan
muncul kemungkinan struktur adsorbat mengalami kerusakan.
2. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat
yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif.
Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas
permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat
tergantung pada luas permukaan total adsorbennya.
3. Struktur molekul adsorbat dan kosentrasinya
Hidroksil dan amino dapat mengurangi kemampuan adsorpsi,
sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan tersebut. Semakin
besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak
jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben. Hal
tersebut disebabkan frekuensi tumpukan antar partikel semakin
besar.
19
4. pH(derajat keasaman)
Tingkat keasaman adsorbat berpengaruh pada proses adsorpsi.
Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan
adsorbsi basa organik efektif pada pH tinggi.
5. Temperatur
Naik turunnya tingkat adsorpsi di pengaruhi oleh
temperatur. Pemanasan adsorben akan menyebabkan pori-pori
adsorben terbuka sehingga daya serapnya meningkat. Tetapi
pemanasan yang terlalu juga dapat membuat struktur adsorben rusak
sehingga daya serapnya menurun.
6. Waktu kontak
Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan
penempelan adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi adsorbat
akan menurun dan pada titik tertentu akan mencapai kesetimbangan
hingga konstan. Rata-rata waktu kontak yang baik berkisar 10 hingga
15 menit.
7. KonsentrasiAdsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan
konsentrasi adsorbat tetapi tidak berbanding langsung. Adsorpsi akan
konstan jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang
terserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan.
8. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin
besar kecepatan adsorpsinya. Ukuran partikel dalam bentuk butir
adalah lebih dari 0,1 mm, sedangkan ukuran diameter dalam bentuk
serbuk adalah 200 mesh.
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi
dari suatu adsorben. Semakin efektif penyerapan yang terjadi maka
kapasitas adsorpsi yang dicapai akan semakin tinggi. Kapasitas
adsorpsi (q), diukur dengan kondisi optimum menggunakan rumus
[42]:
20
( )
(2.1)
dimana, q (mg/g) merupakan jumlah ion logam yang teradsorpsi ke
permukaan adsorben; Ci dan Cf (mg/L) masing-masing merupakan
konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi; V (mL) adalah
volume larutan mengandung ion logam yang digunakan; dan W (g)
adalah massa adsorben.
Mekanisme proses adsorpsi, yaitu[41]:
1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar
larutan ke permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi
permukaan adsorben atau eksernal
2. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar
dari adsorben (exterior surface)
3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar
adsorben menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut
dengan difusi pori
4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben
29
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Adsorben Kitosan-Silika
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida [44]. Adsorben kitosan-
silika ini dibuat dengan cara mencampurkan 80 mL larutan kitosan
dan 100 mL larutan Na2SiO3 6% (v/v) dengan tujuan untuk
menghasilkan gel dengan pH 6 dan massanya sebesar 2,89 g.
Pembuatan adsorben kitosan-silika yang pertama dengan
mereaksikan kitosan dengan asam asetat (CH3COOH) yang akan
mengalami protonasi karena adanya gugus amina yang menyebabkan
kelarutannya menjadi lebih meningkat. Dapat dilihat pada Gambar
4.1 berikut:
Gambar 4.1 Reaksi kitosan dalam larutan asam asetat (CH3COOH)
Langkah kedua dalam pembuatan adsorben kitosan-silika yaitu
natrium metasilikat (Na2SiO3) yang dilarutkan dalam air yang akan
menyebabkan terbentuknya asam ortosilika yang dapat mengalami
reaksi polikondensasi yang dapat terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Mekanisme pementukan asam ortosilikat
30
Pada Gambar 4.2 menujukkan adanya pengikatan gugus Si
terhadap gugus O dari air sehingga akan melepaskan senyawa NaOH
dan terbentuk monomer asam ortosilikat. Pada rekasi tersebut
melibatkan dua monomer dimana akan berikatan membentuk
molekul dimer asam ortosilikat dan melepaskan H2O yang dapat
terlihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Reaksi pembentukan molekul monomer dan dimer dari
asam ortosilikat
Reaksi yang terjadi setelah terbentuk molekul dimer asam
ortosilikat adalah reaksi polimerisasi yang akan membentuk struktur
polisilikat. Terbentuknya struktur polisilikat ini menujukkan bahwa
adanya silika yang memiliki gugus silanol dan siloksan yang terikat
didalam polisilikat tersebut yang memiliki peran untuk adsorpsi ion
Mn2+
. Reaksi tersebut dapat terlihat pada Gambar 4.4.
Na2SiO3(aq) + H2O(aq) → H4SiO4(aq) + 2NaOH(aq)
Gambar 4.4 Reaksi polimerisasi dimer asam ortosilikat
31
Hasil dari kitosan yang telah ditambahkan dengan asam
asetat kemudian di reaksikan dengan hasil dari polimerisasi dari
natrium metasilikat dengan air menghasilkan suatu senyawa kitosan-
silika. Kitosan-silika akan berperan sebagai adsorben dari adsorpsi
ion Mn2+
. Sehingga penyerapan logam tersebut menjadi lebih baik.
Struktur terbentuknya kitosan-silika dapat terlihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Struktur kitosan-silika
Pada karakterisasi yang pertama menggunakan FTIR (Fourier-
Transform Infrared Spectroscopy), tujuan dari karakterisasi ini
adalah untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam
seyawa kitosan dan juga senyawa kitosan-silika hasil sintesis
sehingga dapat ditemukan perbedaan diantara kedua senyawa
tersebut. Hasil karakterisasi FTIR dari kedua senyawa tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 berikut:
32
Gambar 4.6 Spektrum FTIR kitosan
Pada hasil karakterisasi FTIR yang didapatkan dari senyawa
kitosan yaitu menunjukkan adanya vibrasi gugus amina primer dan
hidroksi yang merupakan gugus aktif penting dalam senyawa kitosan
yang berada pada bilangan gelombang 3556,90 cm-1
, kedua gugus
tersebut berfungsi sebagai ligan penyerap ion logam karena gugus
amina bermuatan positif yang terdapat disepanjang ikatan pilernya
yang menyebabkan molekul dapat mengikat muatan negatif
permukaan melalui ikatan ionik atau hidrogen [16]. Kemudian pada
spektra tersebut juga menunjukkan adanya vibrasi C – H sp3 dan C –
O – C dari gugus keton dari ikatan polimer kitosan. Selanjutnya
terdeteksi juga gugus C – N senyawa amina pada panjang gelombang
1260,19 cm-1
. dan juga terdeteksi gugus amida C = O pada bilangan
gelombang 1653,64 cm-1
, dimana hal ini menunjukkan bahwa gugus
amin pada kitosan mengikat gugus asil (asetamida). Analisis
spektrum karakteristik dengan FTIR ini sesuai dengan Tabel 4.1.
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
52.5
60
67.5
75
82.5
90
97.5
105
%T3
56
6.9
0
31
17
.51
28
78
.36
16
53
.64
15
59
.14
14
20
.27
13
75
.91
13
19
.98
12
60
.19
11
54
.12
10
98
.18
10
32
.61
89
7.6
0
66
8.0
9
Kitosan
33
Gambar 4.7 Spektrum FTIR kitosan-silika
Pada hasil karakteristik FTIR dari senyawa kitosan-silika
menujukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan
dengan hasil karakterisasi dari senyawa kitosan. Pada senyawa
kitosan-silika terdeteksi adanya gugus – OH, – NH primer, C = O
amida serta ikatan C – O – C yang mengalami pergeseran ke kanan
sehingga menunjukkan adanya pengaruh ikatan antara kitosan
dengan senyawa silika. Pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 dapat
terlihat jelas perbedaan yang terdapat diantara kedua senyawa
tersebut yaitu pada daerah 1600 hingga 900 cm-1
yang menunjukkan
adanya gugus siloksan dari polimer silika. Kemudian pada daerah
bilangan gelombang 1094,33 cm-1
yang terdeteksi adanya gugus Si –
O – C (alifatik) yang melebar. Pada spektrum FTIR senyawa kitosan-
silika tidak terdeteksi vibrasi dari gugus C – N seperti halnya pada
spektrum dari senyawa kitosan. Hal ini disebabkan oleh adanya
tumpang tindih dengan vibrasi gugus siloksan dari senyawa silika.
Selanjutnya, terdeteksi juga gugus silanol dai kitosan-silika pada
daerah bilangan gelombang 972,82 cm-1
.
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
%T
34
51
.18
29
47
.79
16
47
.86
15
55
.28
14
20
.27
10
94
.33
97
2.8
2
79
9.2
4
65
6.5
1
56
0.0
8
47
1.3
6
TG
34
Tabel 4.1 Analisis spektrum kitosan dan kitosan-silika
Vibrasi
Gugus
Rentang Bilangan
Gelombang
(cm-1
)
Kitosan
(cm-1
)
Kitosan-Silika
(cm-1
)
O – H 3200 – 3600 3566,90 3451,18
N – H primer 3500 – 3300 3566,90 3451,18
C – H sp3 2800 – 3000 2878,76
2947,79
C = O amida 1680 – 1630 1653,64 1647,28
C – N 1300 – 1000 1260,19 –
Si – O – Si
dan
Si – O – C
alifatik
1110 – 1000 – 1094,33
Si – OH 1000 – 830 – 972,82
C – O – C 1200 – 1705 1599,14 1555,28
Dari hasil karakterisasi menggunakan FTIR tersebut dapat
diperkirakan struktur dari senyawa kitosan-silika, yang terlihat pada
Gambar 4.6, dimana terjadi ikatan antara atom O pada gugus
polimer silika dengan atom C pada kitosan, hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Berghuis [47].
35
Gambar 4.8 Hasil SEM kitosan-silika pada perbesaran 7.000x (A)
dan 20.000x (B)
Pada senyawa kitosan-silika selain dikarakterisasi
menggunakan FTIR, digunakan juga karakterisasi dengan SEM
yaitu Scanning Electron Microscope untuk mengetahui secara umum
morfologi dari adsorben kitosan-silika. Hasil SEM tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.8 yang menujukkan morfologi permukaan
yang kasar dan tidak beraturan. Pada perbesaran 7000x menujukkan
bahwa butiran tidak beraturan tersebar di permukaan, sedangkan
pada perbesaran 20.000x menujukkan adanya partikel-partikel tidak
beraturan tersebar. Hal tersebut bersesuaian dengan penelitian lain
yaitu pada kitosan-silika tampak adanya partikel padat tidak merata
tersebar dengan baik dipermukaan dengan tekstur kasar dan tidak
teratur [34].
4.2 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Ion Mn2+
oleh Kitosan-
Silika
Adsorpsi merupakan proses penjerapan molekul (gas atau cair)
oleh permukaan (padatan). Faktor-faktor yang mempengaruhi
adsorpsi salah satunya adalah pH larutan. Pada kondisi pH yang
berbeda-beda, hasil adsorpsi dari masing-masing larutan tersebut
juga berbeda. Awal mula akan terjadi kenaikan harga adsorpsi,
namun ketika mencapai titik jenuh akan mulai menurun. Pada derajat
keasaman (pH) mempengaruhi kelarutan ion logam serta gugus aktif
A B
36
yang terdapat dalam senyawa adsorben. Sehingga analisis dilakukan
untuk menentukan kondisi optimal dari penyerapan ion Mn2+
terhadap adanya adsorben kitosan-silika.
Gambar 4.9 Kurva hubungan pH dengan %adsorpsi Mn
2+
Berdasarkan pada Gambar 4.9 diketahui bahwa pH rendah 3
hingga 5 menunjukkan adanya peningkatan adsorpsi ion Mn2+
,
kemudian terjadi penurunan adsorpsi pada pH 5 hingga 7. Pada uji
statistik (Lampiran D.5.1) taraf nyata 0,05 didapatkan Fhitung (79,63)
lebih besar dibandingkan dengan Ftabel (3,48). Hal ini menunjukkan
bahwa pH atau derajat keasaman memiliki pengaruh terhadap
persentase adsorpsi ion Mn2+
oleh kitosan-silika. Kemudian pada uji
BNT menunjukkan adanya perbedaan proses adsorpsi yang nyata
terhadap pH 3 hingga 7. Dengan demikian dapat diketahui pH
optimum dari ion Mn2+
untuk proses adsorpsi oleh kitosan-silika
pada pH 5 dengan persentase adsorpsi sebesar 77,06%.
Pada pH 3 hingga 5 ion Mn2+
diperkirakan memiliki afinitas
lebih tinggi untuk dapat berikatan dengan gugus aktif dari adsorben
kitosan-silika. Sehingga dapat terjadi peningkatan jumlah ion Mn2+
yag teradsorpsi. Kemudian pada jumlah ion Mn2+
yang teradsorpsi
akan semakin menurun karena karena adanya kenaikan pH larutan,
35
45
55
65
75
85
2 3 4 5 6 7 8
%A
dso
rpsi
Mn
2+
pH
37
seperti dapat terlihat dalam kurva bahwa pada pH 5 hingga 7 terjadi
penurunan %adsorpsi ion Mn2+
. Penurunan persen adsorpsi ion Mn2+
terjadi karena menurunnya kelarutan logam dalam larutan. Sehingga
pasangan elektron bebas yang terdapat pada gugus aktif seperti
silanol, siloksan, amina, dan hidroksi pada adsorben kitosan-silika
kurang mampu mengikat ion Mn2+
.
Kondisi optimum pH larutan ion Mn2+
berada pada pH 5, yang
terlihat jelas dalam Gambar 4.9. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
protonasi gugus-gugus aktif yang terdapat dalam adsorben kitosan-
silika. Dalam proses tersebut gugus utama yang mengalami protonasi
adalah gugus –NH2 (amin) yang menjadi NH3+. Dalam penentuan
kondisi optimum pH, semakin tinggi konsentrasi ion H+ yang
dimiliki maka kecenderungan protonasi gugus aktif semakin besar
yang akan menyebabkan adsorpsi terhadap ion Mn2+
menurun. Hal
ini dikarena tidak ada lagi pasangan elektron bebas yang dapat
berikatan.
4.3 Penentuan Lama Kontak Optimum Adsorpsi Ion Mn2+
oleh
Kitosan-Silika
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adsorpsi lainnya
adalah penentuan lama kontak. Pada penelitian ini, penentuan lama
kontak terhadap adsorpsi ion Mn2+
dilakukan pada pH optimum 5
(berdasarkan percobaan sebelumnya). Pada percobaan yang kedua ini
dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan
antara adsorben dan adsorbat untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Dan pada percobaan ini pula dilakukan beberapa variasi
lama kontak diantaranya: 5, 15, 30, 60, 75, dan 105.
38
Gambar 4.10 Kurva hubungan lama kontak dengan %adsorpsi Mn2+
Berdasarkan dari hasil uji statistik (Lampiran D.5.2),
menunjukkan bahwa pada taraf nyata 0,05 didapatkan Fhitung
(29563,99) lebih besar dibandingkan dengan Ftabel (2,97). Hal ini
menunjukkan bahwa lama kontak antara adsorbat ion Mn2+
dengan
adsorben kitosan-silika memiliki pengaruh nyata terhadap persentase
ion Mn2+
yang teradsorpsi. Pada hasil uji BNT menunjukkan bahwa
pada lama kontak 5, 15, 30, 60, 75, dan 105 menujukkan adanya
beda nyata. Hal tersebut juga dapat terlihat dalam kurva pada
Gambar 4.10. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa lama kontak
optimum untuk adsorpsi ion Mn2+
oleh adsorben kitosan-silika
adalah 75 menit dengan persentase ion Mn2+
teradsorpsi sebesar
65,59%.
Berdasarkan pada hasil Gambar 4.10, dapat terlihat bahwa
ketika adsorpsi dimulai dari lama kontak 5 menit hingga 75 menit
mengalami peningkatan adsorpsi jumlah ion Mn2+
. Hal ini dapat
terjadi karena proses difusi (Molekul-molekul adsorbat yang
dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-
pori adsorben). Proses difusi pada ion Mn2+
akan semakin baik
seiring dengan semakin lamanya waktu interaksi antara adsorben
dengan adsorbat. Kemudian dapat terlihat pada 75 hingga 105 menit
59
60
61
62
63
64
65
66
5 15 30 60 75 105
%A
dso
rpsi
Mn
2+
Lama Kontak (menit)
39
mengalami peurunan persen adsorpsi ion Mn2+
. Hal ini dapat
disebabkan oleh terjadinya desorpsi yaitu situs aktif dari adsorben
kitosan-silika telah mencapai titik jenuh sehingga proses difusi akan
berlanjut terhadap pori-pori adsorben yang tidak menyebabkan
ikatan antara ion logam dengan situs aktif yang terdapat pada
adsorben.
Menurut teori, semakin lama waktu kontak memungkinkan
proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih
baik. Selain itu, semakin kecil ukuran partikel adsorben yang
digunakan, maka semakin besar kecepatan adsorpsinya. Sehingga
dalam waktu 75 menit sudah tercapai waktu optimum dengan
presentase Mn2+
65,59%, hal ini dikarenakan reaksi yang terjadi
dapat berlansgung dengan cepat dan sempurna.
4.4 Kapasitas Adsorpsi Kitosan-Silika Terhadap Ion Mn2+
Pada penentuan kapasitas adsorpsi adsorben kitosan-silika
terhadap ion Mn2+
, ditentukan oleh pH optimum dan lama kontak
optimum. Semakin efektif penyerapan yang terjadi maka kapasitas
adsorpsi yang dicapai akan semakin tinggi. Pada penentuan ini
dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada pH 5 dan lama kontak
75 menit.
Gambar 4.11 Kurva hubungan konsentrasi Mn
2+ saat kesetimbangan
dengan jumlah ion Mn2+
teradsorpsi
0
20
40
60
80
100
0 100 200 300 400 500
Ju
mla
h I
on
Mn
2+
Ter
ad
sorp
si (
mg/g
)
Konsentrasi Mn2+ saat Kesetimbangan (mg/L)
40
Berdasarkan dari hasil uji statistik (Lampiran D.5.3)
menujukkan bahwa pada taraf nyata 0,05 didapatkan Fhitung (315,43)
lebih besar dibandingkan dengan Ftabel (2,15). Hal ini menunjukkan
bahwa konsentrasi ion Mn2+
dalam larutan berpengaruh nyata
terhadap kapasitas adsorpsi dari adsorben kitosan-silika terhadap ion
Mn2+
yang dapat teradsorpsi. Selanjutnya, pada uji BNT
menunjukkan bahwa konsentrasi ion Mn2+
saat kesetimbangan
sebesar 18,9 mg/L hingga 239,9 mg/L mempunyai pengaruh
perlakuan yang berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan tidak
berbeda nyata terjadi pada konsentrasi ion Mn2+
saat kesetimbangan
dari 9,37 mg/L hingga 13,87 mg/L dan 239,9 mg/L hingga 441,29
mg/L.
Berdasarkan hasil kurva hubungan jumlah ion Mn2+
yang
teradsorpsi dengan konsentrasi Mn2+
saat kesetimbangan pada
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah ion
Mn2+
yang teradsorpsi pada konsentrasi Mn2+
saat kesetibangan 9,37
mg/L hinggan 239,9 mg/L, namun pada konsentrasi 239,9 mg/L
hingga 441,29 mg/L relatif konstan. Peningkatan jumlah ion Mn2+
yang teradsorpsi yaitu pada 9,37 mg/L hingga 239,9 mg/L
menunjukkan bahwa konsentrasi ion Mn2+
dalam larutan tersebut
semakin tinggi, dimana akan menyebabkan difusi secara terus-
menerus ke permukaan adsorben kitosan-silika yang berlangsung
semakin baik. Hal tersebut disebabkan oleh konsentrasi partikel ion
Mn2+
yang tinggi dalam larutan menyebabkan frekuensi tumbukan
antar partikel akan semakin besar [46,47]. Sehingga pada lama
kontak optimum 75 menit semakin banyak jumlah adsorbat yang
terikat pada permukaan adsorben yang dapat terlihat bahwa semakin
banyaknya jumlah ion Mn2+
yang teradsorpsi. Pada kondisi ini akan
terus-menerus terjadi hingga adsorben kitosan-silika mengalami titik
jenuh.
Berdasarkan pada penelitian yang terdahulu yang dilakukan
oleh El Sayed [48], menujukkan bahwa pada konsentrasi ion logam
awal yaitu pada konsentrasi rendah ion Mn2+
diadsorpsi oleh situs
tertentu. Sedangkan dengan meningkatnya konsentrasi ion Mn2+
situs
pengikat menjadi lebih cepat jenuh. Hal tersebut disebabkan karena
jumlah konsentrasi tetap konstan. Dapat terlihat bahwa konsentrasi
saat kesetimbangan dari 9,37 mg/L hingga239,9 mg/L mengalami
kenaikan jumlah ion Mn2+
yang teradsorpi, dimana pada kondisi
41
tersebut terjadi adanya pengikatan gugus aktif dari adsorbat ke
adsorben kitosan-silika. Namun ketika mencapai konsentrasi 239,9
mg/L hingga 441,29 mg/L terjadi jumlah ion Mn2+
yang teradsorpsi
relatif konstan, hal tersebut diduga disebabkan oleh seluruh gugus-
gugus aktif dalam permukaan adsorben kitosan-silika telah berikatan
dengan ion Mn2+
. Dan pada kondisi tersebut menunjukkan bahwa
adsorben kitosan-silika mencapai titik jenuh, sehingga ketika terjadi
penambahan konsentrasi ion Mn2+
tidak terjadi peningkatan ikatan
antara ion Mn2+
yang bertindak sebagai atom pusat untuk dapat
berikatan dengan gugus aktif dari kitosan-silika yang bertindak
sebagai ligan.
Dalam penelitian ini, didapatkan kapasitas adsorpsi dari
adsorben kitosen-silika terhadap ion Mn2+
sebesar 90,02 mg/g
dengan diperolehan pH optimum 5 dan lama kontak optimum 75
menit.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakterisasi adsorben kiosan-silika secara kualitatif terlihat
pada bilangan gelombang 3451,18 cm-1
(O – H dan N – H
primer), 2947,79 cm-1
(C=O amida), 1094,33 cm-1
(Si – O – Si
dan Si – O – C alifatik), 972,82 cm-1
(Si – OH), dan 1555,28 cm-
1 (C – O – C).
2. Kondisi optimum adsorpsi ion Mn2+
terjadi pada pH 5 dengan
persen adsorpsi sebesar 77,06% dan lama kontak 75 menit
dengan persen adsorpsi sebesar 65,59%.
3. Kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap ion Mn2+
sebesar
90,02 mg/g.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan dengan
memperbanyak variasi pH dan lama kontak larutan dengan adsorben
agar lebih mengetahui dan memahami dalam pengaplikasiannya
dalam lingkungan sebagai adsorben dari ion Mn2+
.
43
Daftar Pustaka
[1] Taba, P., Hasnah N., St. Fauziah, dan Marlinah I., 2010,
Adsorpsi Ion Cd (II) Oleh Kitosan-Silika Mesopori-48,
Jurnal Internasional Marina Chimica Acta, Vol. 11 (11), Hal.
13-22.
[2] Darmono, 2001, Logam Dalam Sistem Biologi Hidup dan
Pencemaran, UI-Press, Jakarta.
[3] Setiyono, A., 2014, Studi Kadar Mangan (Mn) Pada Air
Sumur Gali Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal
Kabupaten Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Komunitas
Indonesia, Vol. 10 (1), Hal. 974-981.
[4] Moore, J.W., 1991,Inorganic Contaminants of Surface Water,
Springer-Verlag, New York.
[5] Zhang, Y., Jiaying Z., Zhao J., Dexin S., dan Yan L., 2014,
Biosorption of Fe (II) and Mn (II) Ions From Aqueous
Solution by Rice Husk Ash, Biomed Research International,
Hindawi Publishing Corporation, China, Hal. 1-10.
[6] Kundari, N. A., Apri S., dan Maria C. P., 2010, Adsorpsi Fe dan
Mn Dalam Limbah Cair Dengan Zeolit Alam, Seminar
Nasional VI, Yogyakarta, Hal. 705-710.
[7] Astuti, M. D., Radna N., dan Dwi R. M., 2012, Imobilisasi 1,8-
Dihidroxyanthraquinon Pada Silika Gel Melalui Proses
Sol-Gel, Sains dan Terapan Kimia, Vol. 6 (1), Hal. 25-34.
[8] Utami, Umi B. L., Dewi U., dan Imania S., 2015, Kajian
Adsorpsi Mn (II) Oleh Arang Kayu Apu (Pista stratiotes
L.) Termodifikasi Kitosan-Gluteraldehida, Prosiding
Seminar Nasional Kimia, Surabaya, Hal. 66-80.
[9] Sugiyo, W., Fransisca W. M., dan M. Alauhdin, 2011, Sintesis
Komposit Kitosan-Silika dan Aplikasinya Sebagai
Adsorben Zat Warna Tekstil, Jurnal Sains dan Teknologi,
Vol. 9 (1), Hal. 21-32.
44
[10] Yunianti, S. dan Dina K. M., 2012, Pemanfaatan Membran
Kitosan-Silika Untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Pb
(II) Dalam Larutan, UNESA Journal of Chemistry, Vol. 1
(1). Hal. 108-115.
[11] Pitriani, P., 2010, Sintesis dan Aplikasi Kitosan Dari
Cangkang Rajunagn (Portunus pelagicus) Sebagai
Penyerapan Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Untuk
Pemurnian Natrium Silikat, Skripsi, Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
[12] Agustrya, N., Lia D., dan Titin A. Z., 2015, Penentuan
Kapasitas Adsorpsi Kitosan Terimobilisasi Ditizon
Terhadap Cd (II), JKK, Vol. 4. (3), Hal. 73-78.
[13] Ardana, S. K., Eko B. S., dan Fransisca W. M., 2014, Sintesis
Silika-Kitosan Bead Untuk Menurunkan Kadar Ion Cd
(II) dan Ni (II) Dalam Larutan, Indonesian Journal of
Chemical Science, Vol. 3, No. 3.
[14] Mohmed, M. A., Ani M., dan A. Sabarudin. 2012, Adsorption
of Cadmium By Silica Chitosan, J. Pure App. Chem. Res.,
Vol. 2 (2), Hal. 62‐66.
[15] Noralia, E., dan Dina K. M., 2013, Filtrasi Ion Logam Cr6+
dengan Membran Komposit Kitosan Silika, UNESA
Journal of Chemistry, Vol. 2 (1), Hal. 24-28.
[16] Muzzarelli, R. A. A., dan Rocheti, R, 1985, Determination of
Degree of Acetylation of Chitosan by First Derivative
Ultraviolet Spectrophotometry, Carbohydr Polym Vol. 5,
Hal. 461-72
[17] Guibal, E., 2005, Heterogeneous Catalysis on Chitosan-based
Materials: A review, Prog. Polym. Sci., Vol. 30, Hal. 71-
109.
[18] Tokura, S. and N. Nishi, 1995,Specification and
Characterization of Chitin and Chitosan, Collection of
45
Working Papers, Vol. 8, Hal. 67 – 78.
[19] Hirano, S., 1986,Chitin and Chitosan, In Ullman’s
Encyclopedia of Industrial Chemistry, Completely Revised
Edition, Weinheim, New York.
[20] Chauhan, S., 2015, Modification of Chitosan for Sorption of
Metal Ions, Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, Vol. 7 (4), Hal. 49-55.
[21] Schmuhl, R., HM. Krieg, dan Keizer K., 2001, Adsorption of
Cu(II) and Cr(II) Ions by Chitosan: Kinetics and
Equilibrium Studies, Water S. Afr., Vol. 27 (1), Hal. 1-8.
[22] Elsabee, M. Z., R. E. Morsi, dan A. M. Al-Sabagh, 2009,
Surface Active Properties of Chitosan and Its Derivatives,
Colloids Surf. B Biointerfaces, Vol. 74, Hal. 1-16.
[23] Rinaudc, M., G. Pavlov, dan J. Desbrières, 1999, Solubilization
of Chitosan in Strong Acid Medium, International Journal
of Polymer Analysis and Characterization, Vol. 5, Hal. 267.
[24] Sugiyarto, K.H., 1996,Kimia Anorganik Dasar, Yogyakarta,
UGM Press.
[25] Holmes, 1964, Pembuatan Silika Abu Amorf dari pasir
kuarsa, Journal of HazardousMaterial, B92, Hal. 253-262.
[26] Bhatia, R. B. dan C. J. Brinker, 2000, Aqueous Sol Gel Process
for Protein Encapsulation, Chem. Mater., Vol. 12, Hal.
2434-2441.
[27] Fahmiati, N. dan Narsito, 2004, Kajian Kinetika Adsorpsi
Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) pada Silika Gel Termodifikasi 3-
Merkapto-1,2,4-triazol, Alchemy, Vol. 3(2), Hal. 22-28.
[28] Sulastri, S., 2009, Modifikasi Silika Gel Dalam Kaitannya
Dengan Peningkatan Manfaat, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogyakarta,
Hal. 367-372
46
[29] Yansya, R., 2015, Sintesis Adsorben Biomassa Alga
Tetraselmis Sp dengan Pelapisan Silika Magnetit untuk
Adsorpsi Ion Pb (II) dan Cu (II), Skripsi, Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
[30] Jal, P. K., S. Patel, dan B. K. Mishra, 2003, Chemical
Modification of Silica Surface by Immobilization of
Functional Groups for Extractive Concentration of Metal
Ions, Talanta, Vol. 62, Hal. 1005-1028.
[31] Anton, N. and Vandamme, T. F., 2009, The Universality of
Low-Energy NanoEmulsification, Int. J. Pharm., Vol. 377,
Hal. 142-147.
[32] Suminten, Ni Ketut, I Wayan S., dan I Nengah S., 2014,
Adsorpsi Ion Logam Cr (III) Pada Silika Gel Abu Sekam
Padi Termodifikasi Ligan Difenilkarbazon (Si-DPZon),
Jurnal Kimia, Vol. 8 (2), Hal. 231-236.
[33] Gan, L. M., L. H. Zhang, H. S. O. Chan, C. H. Chew, dan B. H.
Loo, 1996, A Novel Method for The Synthesis of
Prevskite-type Mixed Metal Oxide by The Inverse
Microemulsion Technique, Journal of Materials Science,
Vol. 31, Hal. 1071-1079.
[34] Budnyak, M. T., L. V. Pylypchuk, V. A. Tertykh, B. S.
Yanovska, dan D. Kolodynska, 2015, Synthesis and
Adsorption Properties of Chitosan-Silica Nanocomposite
Prepared by Sol-Gel Method, Nanoscale Research Letters,
10:87.
[35] Yunianti, S. dan Dina K. M., 2012, Pemanfaatan Membran
Kitosan Silika untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Pb
(II) Dalam Larutan, UNESA Journal of Chemistry, Vol. 1
(1), Hal. 108-115.
[36] Cahyaningrum, S. E. Dan D. Kartika, 2014, Adsorption Rate
Constant and Capacities of Lead(II) Removal from
Synthetic Wastewater Using Chitosan Silica, Proceeding of
International Conference On Research, Implementation And
47
Education Of Matematics And Sciences, Yogyakarta State
University.
[37] Prawira, M. H., 2008, Penurunan Kadar Minyak pada
Limbah Cair dalam Reaktor Pemisah Minyak dengan
Media Adsorben Karbon Aktif dan Zeolit, Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
[38] Edward, T., 2012, Kemampuan Adsorben Limbah Lateks
Karet Alam Terhadap Minyak Pelumas Dalam Air, Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol.1 (2), Hal. 34-38.
[39] Murti, S., 2008,Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol
Jagung untuk Adsorbsi Molekul Amonia dan ion
Krom,Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
[40] Shofa, 2012, Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku
Ampas Tebu dengan Aktivasi Kalium Hidroksida, Skripsi,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta.
[41] Benefield, L. D., Joseph, F., Judkins and Barron L. Weand,
1982, Process Chemistry For Water and Wastewater
Treatment, Prentice Hall Inc., New Jersey.
[42] Cotton, F. Albert, 2007, Kimia Anorganik Dasar,Universitas
Indonesia, Jakarta.
[43] Kitti, S., 2010, Kimia Itu Asyik SMA Kelas 3: Kimia Itu
Asyik SMA Kelas XII, PT. Kandel, Tanggerang.
[44] Saragih, S. A., 2008,Pembuatan dan Karakterisasi Karbon
Aktif dari Batubara Riau Sebagai Adsorben, Universitas
Indonesia, Jakarta.
[45] Bowser, J.R., Inorganic Chemistry, 1993, Brooks/Cole
Publishing Company, California.
[46] Oscik, J, 1982, Adsorption, Ellis Horwood Limited, England
[47] Berghuis, N. T., 2008, Sintesis Membran Kitosan-
Tetraetilortosilikat (TEOS) sebagai Membran Fuel Cell
48
pada Suhu Tinggi, Skripsi, Program Studi Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
[48] Sayed, El, H.A Dessouki, dan S.S Ibrahiem, 2011, Removal
Of Zn (II),Cd (II), and Mn (II) From AqueosSolutions By
Adsoption On Maize Stalks, The Malaysian Journal of
Analytical Scince, Vol. 15 (1): 8-21