diare - ph

49
PERBEDAAN DIARE KARENA SHIGELLA, AMOEBA, ROTAVIRUS, GIARDIA, KOLERA Oleh : Chandra Wisno Purba 1033070 Nining Inggrid F.Purba 1033070 Silvana Rianti 1033070 Silvia Rohana Tampubolon 1033070 Tulus Adi Puta Sitanggang 103307027

Upload: faounteradi

Post on 14-Dec-2015

257 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

diare

TRANSCRIPT

Page 1: Diare - PH

PERBEDAAN DIARE KARENA SHIGELLA, AMOEBA, ROTAVIRUS,

GIARDIA, KOLERA

Oleh :Chandra Wisno Purba 1033070

Nining Inggrid F.Purba 1033070

Silvana Rianti 1033070

Silvia Rohana Tampubolon 1033070

Tulus Adi Puta Sitanggang 103307027

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN

2015

Page 2: Diare - PH

A. DIARE AKUT

Diare berdasarkan durasinya, dibagi menjadi :

1. Diare akut : berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari)

2. Diare persisten: berlangsung lebih dari 14 hari

3. Diare kronik : berlangsung lebih dari 14 hari dan intermiten (hilang timbul)

Diare akut merupakan adanya BAB lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan

konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah, berlangsung kurang dari 7

hari, secara mendadak. Perubahan konsistensi disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan

absorbsi dan sekresi intestinal yang mengakibatkan peningkatan volume air di dalam tinja.

Diare paling lama berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dapat didefinisikan sebagai

peningkatan frekuensi BAB atau perubahan konsistensi tinja menjadi cair yang menurut

ibunya abnormal/tidak seperti biasanya.

Penyebab Penyakit Diare:

1. Infeksi

1) Golongan bakteri:

a) Aeromonas

b) Bacillus cereus

c) Campylobacter jejuni

d) Clostridium perfringens

e) Clostridium defficile

f) Eschericia coli

g) Plesiomonas shigeloides

h) Salmonella

i) Shigella

j) Staphylococcus aureus

k) Vibrio cholera

l) Vibrio parahaemolyticus

m) Yersinia enterocolitica

2) Golongan virus:

a) Astrovirus

b) Calcivirus

c) Enteric adenovirus

Page 3: Diare - PH

d) Virus rota

e) Cytomegalovirus*

f) Herpes simplex virus*

3) Golongan parasit

a) Balantidium coli

b) Blastocystis homonis

c) Cryptosporidium parvum

d) Entamoeba histolytica

e) Giardia lamblia

f) Isospora belli

g) Strongyloides stercoralis

h) Trichuris trichiura

*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita

imunokompromised.

2. malabsorbsi

3. alergi

4. keracunan

5. imunisasi, defisiensi

6. sebab-sebab lain

B. PERBEDAAN DIARE PADA ROTAVIRUS, SHIGELLA, GIARDIA, KOLERA

DAN AMOEBA

1. DISENTRI BASILER SHIGELLA

a. Etiologi

Spesies shigella merupakan bakteri fakultatif anaerob gram negatif yang

hanya menginfeksi manusia. Morfologi berbentuk batang, gram negatif, ukuran 0,5-

0,7 µm x 2-3 µm, tidak berflagel. Ada 4 species Shigella yaitu S. dysentriae,

flexneri, bondii dan sonnei. Spesies yang sering menyerang manusia antara lain:

Shigella dysentriae, Shigella sonnei, Shigella flexneri. Namun S. Flexneri

merupakan penyebab tersering dari disentri basilar endemik pada lokasi yang kurang

higien, seperti di negeri berkembang. Keadaan lingkungan yang jelek akan

menyebabkan mudahnya penularan penyakit ini kemana-mana. Shigellosis epidemik

dapat terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan yang tidak dimasak.

Page 4: Diare - PH

Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Sekurangnya 140 juta

kasus dan hanya 600.000 kematian terjadi akibat disentri basilar pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun. Kuman penyakit disentri basilar didapatkan dimana-mana di

seluruh dunia, tetapi kebanyakan di temukan di negara-negara sedang berkembang,

yang kesehatan lingkungannya masih kurang.

b. Patogenesis

Transmisinya secara fekal-oral dan bisa disebabkan oleh sejumlah kecil

organisme yang tertelan ( 10 organisme yang tertelan pada 10% penderita, dan 500

organisme menyebabkan penyakit pada 50% penderita). Bakteri shigella

menginvasi sel-sel mukosa intestinal, namun tidak selalu melewati lamina propria.

Disentri disebabkan oleh bakteri yang melepaskan diri dari fagolisosom sel epitel,

bermultiplikasi di dalam sitoplasma, dan kemudian menghancurkan sel host. Shiga

toxin manyebabkan kolitis hemoragik dan sindrom heolitik-uremik dengan cara

menghancurkan sel-sel endotel di mikrovastulatur kolon dan glomeruli, secara

berturut-turut. Sebagai tambahan, artritis kronis sekunder karena S. Flexneri, yang

disebut reiter sindrom, dapat disebabkan oleh antigen bakterial, kejadian sindrom ini

sangat kuat berhubungan dengan genotipe HLA-B27, namun basis imunologis reaksi

ini tidak dimengerti.

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella terutama disebabkan

kemampuannya mengadakan invasi melalui membran basolateral ke epitel mukosa

usus, berkembang biak di daerah invasi tersebut serta mengeluarkan eksotoksin yang

selain merangsang terjadinya perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus

halus (adenil siklase) juga mempunyai sifat sitotoksik. Daerah yang sering diserang

adalah ileum terminalis dan usus besar. Akibat invasi bakteri ini terjadi infiltrasi sel-

sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga

terjadilah tukak-tukak kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah

dan plasma protein ke luar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar

bersama tinja.

c. Gejala klinis

Masa tunas berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari, jarang lebih dari 3

hari. Mulai terjangkit sampai timbulnya gejala khas biasanya berlangsung cepat,

sering secara mendadak, tetapi dapat juga timbul perlahan-lahan. Gejala yang timbul

bervariasi, yaitu :

Page 5: Diare - PH

1) Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada permulaan

sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan

setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam

tinja.

2) Panas tinggi (39,50 - 400 C)

3) Muntah-muntah.

4) Anoreksia.

5) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.

6) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis

(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Bentuk klinis disentri basilar dapat bermacam-macam dari yang ringan,

sedang sampai yang berat. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya

disebabkan oleh S. dysentriae. Berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air, muntah-

muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik, dan dapat

meninggal bila tidak cepat ditolong. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dapat

berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Pada kasus fulminating.

gejalanya timbul mendadak dan berat, dengan pengeluaran tinja yang banyak

berlendir dan berdarah serta ingin berak terus menerus. Akibatnya timbul rasa haus,

kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi

berwarna kebiruan, ekstremitas dingin, dan viskositas darah meningkat

(hemokonsentrasi).

Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran

tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Di daerah anus terjadi luka dan

nyeri, kadang-kadang timbul prolaps. Bila ada hemorroid yang biasanya tidak timbul

akan menjadi mudah muncul ke luar. Suhu badan biasanya tidak khas biasanya lebih

tinggi dari 390C tetapi bisa juga subnormal. Nadi cepat dan halus, muntah-muntah

dan cegukan jarang. Nyeri otot dan kejang kadang-kadang ada. Perkembangan

selanjutnya berupa keluhan-keluhan yang bertambah berat, keadaan umum

memburuk, inkontinensia urin dan alvi, gelisah tapi kesadaranmasih tetap baik,

kelainan-kelainan menjadi bertambah berat.

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria, dan

koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dantindakan pengobatan.

Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisa, dan keadaan darurat misalnya

Page 6: Diare - PH

kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-

lahan, tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama, penyembuhan yang cepat

jarang terjadi. Bentuk yang sedang, keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya

tidak berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Bentuk yang

ringan keluhan-keluhan atau gejala tersebut diatas lebih ringan. Bentuk ysng

menahun terdapat serangan seperti bentuk akut secara menahun. Bentuk ini jarang

sekali bila mendapat pengobatan yang baik.

d. Diagnosis

Diagnosis klinis disentri didasarkan semata-mata pada terlihatnya darah di

dalam tinja. Tinja mungkin juga mengandung sel-sel nanah (lekosit

polimorfonuklear) yang terlihat dengan mikroskop dan mungkin mengandung lendir

dalam jumlah banyak, gambaran yang terakhir ini mengarah ke infeksi bakteri yang

invasive ke mukosa usus (seperti Campylobacter jejuni atau Shigella), akan tetapi

gejala ini saja tidak cukup untuk mendiagnosa disentri. Pada beberapa episode

Shigellosis, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah setelah 1 atau 2

hari.

Diare cair ini kadang-kadang berat dan menyebabkan dehidrasi. Namun

biasanya keluarnya tinja berdarah sedikit-sedikit beberapa kali dan tidak sampai

dehidrasi. Penderita dengan disentri sering disertai panas, tetapi kadang-kadang

suhunya rendah, terutama pada kasus-kasus yang berat. Sakit kram di perut dan sakit

di dubur pada waktu defekasi, atau tetanus juga sering terjadi, namun anak kecil

tidak dapat menggambarkan keluhan ini.

Pemeriksaan lain yang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis disentri

basilar ialah pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab. Pada

stadium lanjut dilakukan pengerokan daerah sigmoid untuk pemeriksaan sitologi

(sigmoidoskopi). Aglutinasi karena agglutinin terbentuk pada hari kedua dengan

maksimum pada hari keenam. Pada S. dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada

pengenceran 1/50, dan pada S. flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh

karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.

e. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang berat dan kemungkinan fatal dapat terjadi pada

waktu disentri, terutama bila penyebabnya Shigella. Keadaan ini meliputi :

1) Dehidrasi

2) Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia

Page 7: Diare - PH

3) Kejang (dengan atau tanpa hiperpireksia)

4) Protein loosing enteropathy

5) Sepsis dan DIC

6) Sindoma Hemolitik Uremik

7) Malnutrisi/malabsorpsi

8) Hipoglikemia

9) Prolapsus rektum

10) Artritis reaktif

11) Sindroma Guillain-Barre

12) Ameboma

13) Toksik megakolon

14) Perforasi usus

15) Peritonitis

Komplikasi utama disentri adalah kehilangan berat badan dan status gizi

yang dengan cepat memburuk. Hal ini disebabkan oleh anoreksia, kebutuhan badan

terhadap gizi untuk mengatasi infeksi dan memperbaiki kerusakan usus dan

kehilangan protein melalui jaringan yang rusak (misal : hilangnya protein karena

enteropati). Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan pada

ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misal : pneumonia) atau gizi

buruk. Anak yang baru sembuh dari disentri juga meningkat resiko kematiannya

karena infeksi lain, disebabkan buruknya status gizi atau turunnya imunitas.

f. Terapi

Anak dengan disentri basilar harus dicurigai karena Shigellosis dan diberi

pengobatan yang sesuai. Ini disebabkan karena kira-kira 60% kasus disentri yang

datang ke sarana kesehatan dan hampir semua kasus berat dan mengancam

kehidupan adalah disebabkan Shigella. Empat komponen kunci pengobatan disentri

adalah

1) Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit

Page 8: Diare - PH

2) Penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

Seperti halnya pada kasus diare akut secara umum, ini merupakan hal pertama

yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil.

3) Diet. Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan

diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal

tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat

keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi.

Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan

preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa

obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena

adanya resiko untuk memperpanjang masa sakit.

4) Antibiotika

a) Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan

terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan

mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi dan kematian.

b)Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol

(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi

dalam 2 dosis, selama 5 hari.

c) Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian

kotrimoksazol dibandingkan placebo10.

d)Alternatif yang dapat diberikan :

Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM

Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

e) Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan

darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2

hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan

alternatif lain.

f) Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi :

Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan

mikroskopis tinja.

Page 9: Diare - PH

Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-

turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif

untuk disentri basiler.

g)Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah

Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila

disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik

dalam 2-3 hari terapi.

h)Sanitasi. Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan

dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

2. AMEBIASIS

a. Etiologi

Amebiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Protozoa ini termasuk

dalam kelas rhizopoda. Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai

tiga stadium yaitu :

(1) Bentuk histolitika

ukuran 20-40 µm.

ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata.

endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa makanan,

mengandung sel eritrosit dan inti entamoeba.

berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak

jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica

(histo = jaringan, lisis = hancur).

patogen pada usus besar, hati paru-paru, otak, kulit dan vagina

Entamoeba histolytica di kolon. Beberapa sedang memakan eritrosit. (Sumber: Robbins Basic Pathology8th Edition:608)

(2) Bentuk minuta

ukuran 10-20 µm

Page 10: Diare - PH

ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat nyata

endoplasma berbutir kasar, mengandung sisa makanan/bakteri dan

mengandung inti entamoeba tetapi tidak mengandung eritrosit

(3) Bentuk kista

ukuran 10-20 µm

sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama

luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di

dalam sistem air minum.

Dinding kista dibentuk oleh hialin.

Pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola

Kista immatur : kromosom sausage-like

Kista matang 4 nukleus

Kista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica

Bentuk diagnostiknya berupa kista berinti entamoeba dalam tinja.

b. Epidemiologi

Transmisi penyakit ini secara fekal-oral, baik secara langsung melalui tangan

maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai

sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari

carrier (cyst passer). Carrier biasanya orang sehat. Laju infeksi yang tinggi

didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara-

negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara

beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju yang

beriklim sedang. Oleh karena itu di negara yang sudah maju dijumpai penderita

asimtomatik. Akan tetapi di negara yang sedang berkembang banyak dijumpai

penderita simtomatik.

c. Patogenesis

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal

(apatogen) di usus besar manusia. Jadi protozoa ini tidak selalu menimbulkan

penyakit. Bila tidak menyebabkan penyakit, amoeba ini hidup sebagai trofozoit

bentuk minuta yang bersifat komensal di lumen usus besar, berkembang biak secara

belah pasang. Apabila kondisi mendukung, dapat berubah menjadi patogen

(membentuk koloni di dinding usus, menembus mukosa usus, kemudian

menimbulkan ulserasi). Bentuk minuta dapat membentuk dinding dan berubah

menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja, dengan adanya dinding

Page 11: Diare - PH

tersebut bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.

Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari), di lingkungan lembab (12 hari). Kista

mati pada suhu 50ºC atau dalam keadaan kering. Bentuk trofozoitnya terdiri dari 2

macam, trofozoit komensal (<10 µm) dan trofozoit patogen (>10 µm).

Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini

masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh penderita,

sifat keganasan (virulensi) amoeba maupun lingkungannya mempunyai peran. Sifat

keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain amoeba di daerah tropis

ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat

keganasannya tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan

mengizinkan. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.

Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di

lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus

di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.

Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan

muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis.

Page 12: Diare - PH

Kista matang tertelan

Kista masuk secara fecal-oral(rute gastrointestinal)

Kista tahan terhadap asam lambung

Dinding kista dicerna pada usus halus

Bentuk minuta menuju ke rongga usus besar

Page 13: Diare - PH

Bentuk histolitika yang patogen

Menginvasi mukosa usus besar

Mengeluarkan sistein proteinase(histolisin)

Nekrosis dengan lisis sel jaringan (lisis)

Menembus lapisan submukosa(kerusakan bertambah)

Menimbulkan luka/ulkus amoeba (Flask-shaped ulcer)

Tinja disentri (tinja yang bercampur lendir dan darah)

d. Gejala Klinis

Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasis

dapat dibagi menjadi :

1) Carrier (cyst passer)

Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini

disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak

mengadakan invasi ke dinding usus.

2) Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya

penderita mengeluh :

Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat

kejang

Diare ringan 4-5 kali sehari

Tinja berbau busuk

Kadang tinja bercampur darah dan lendir

Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid

Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril)

Kadang-kadang disertai hepatomegali

Page 14: Diare - PH

3) Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang)

Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi

penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan ciri-ciri :

Tinja disertai darah dan lendir

Perut kram

Demam dan lemah badan

Hepatomegali yang nyeri ringan

4) Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan ciri-ciri :

Diare disertai darah yang banyak

Diare >15 kali per hari

Demam tinggi (400C-40,50 C)

Mual dan anemia

Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi

karena dapat mengakibatkan perforasi usus

5) Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare

diselingi periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan

berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Penderita biasanya menunjukkan

gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan,

demam atau makanan yang sukar dicerna.

e. Diagnosis

Amoebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari irritable bowel

syndrom, divertikulitis, enteritis regional dan hemorroid interna, sedang disentri

amoeba sukar dibedakan dengan disentri basilar (Shigellosis) atau Salmonellosis,

kolitis ulserosa dan skistosomiasis. Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita

amebiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri.

Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan

tetapi dengan diketemukan ameba tersebut tidak berarti menyingkirkan

kemungkinan diagnosis penyakit lain, karena amoebiasis dapat terjadi bersamaan

dengan penyakit lain pada seorang penderita. Sering amoebiasis terdapat bersamaan

dengan karsinoma usus besar. Oleh karena itu apabila penderita amebiasis yang telah

mendapat pengobatan spesifik masih tetap mengelus perutnya sakit, perlu dilakukan

Page 15: Diare - PH

pemeriksaan lain, seperti endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan

tinja.

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium hematologi, kimia klinik

2) Laboratorium mikrobiologi

3) Ultrasonografi

4) Scanning hati

Dari pemeriksaan penunjang pada penderita amoebiasis akan didapatkan :

1) Leukositosis

2) Adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus

hasil aspirasi atau dalam specimen jaringan.

Tes diagnostik laboratorium yang paling baik untuk menegakkan diagnosa diare

adalah diagnosa laboratorium tinja. Pengambilan tinja harus dilakukan sebelum

pemakaian terapi antimikroba. Tinja yang diambil tidak boleh terkontaminasi urin.

Jadi, sebaiknya pasien diminta berkemih dahulu sebelum mengeluarkan tinja. Tinja

yang telah diambil diawetkan dalam larutan fiksatif polivinil alkohol(PVA) atau

metiolat iodium formalin(MIF). Kemudian tinja disimpan pada media transport(dapat

berupa media Cary Blair & Stuart atau pepton water).

Pemeriksaan mikroskopis:

– Tinja dioleskan dalam preparat.

– Tinja diperiksa dengan meneteskan larutan garam fisiologis.

– Tutup dengan dek gelas

– Perhatikan kuman yang terdapat dalam hapusan tersebut.

– Misalnya, teramati tropozoit yang bergerak cepat ke satu arah dengan menjulurkan

pseudopodiainfeksi Entamoeba histolytica.

– Untuk pemeriksaan lebih jelas, tambahkan lugol

teramati kista entamoeba ukuran 5-20 µm, inti berwarna coklat tua dengan

sitoplasma berwarna kuninginfeksi Entamoeba histolytica.

3) KomplikasiBeberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi :

1) Komplikasi Intestinal

Page 16: Diare - PH

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ameboma

Intususepsi

2) Komplikasi Ektra Intestinal

Amebiasis hati

Amebiasis pleuropulmonal

Abses otak, limpa, dan organ lain

Amoebiasis kulit

g. Terapi

Amoeba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam dinding usus,

maupun di luar usus. Hampir semua obat amebisid tidak dapat bekerja efektif di

semua tempat tersebut, terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh karena itu sering

digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil pengobatan.

1) Carrier (cyst passer)

Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis,

sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai

komensal di dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi

patogen. Di samping itu carrier merupakan sumber infeksi utama. Trofozoit

banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit sekali menimbulkan

kelainan mukosa usus. Ulkus yang ditimbulkan hanya superfisial, tidak

mencapai lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menimbulkan gangguan

peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Obat

yang diberikan adalah amebisid luminal, misalnya :

Diloksanit furoat (Diloxanite furoate)

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan

amoebisid luminal pilihan.

Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin)

Dosis 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari

Yodoklorohidroksikin (Iodochloro-hydroxyquin) atau kliokinol

(clioquinol)

Dosis 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari

Karbarson (carbarsone)

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari

Page 17: Diare - PH

Bisthmuth glycoarsanilate

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari

Klefamid (clefamide)

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10-13 hari

Paromomycin

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari

Oleh karena ada kemungkinan invasi amuba ke mukosa usus besar,

walaupun tidak mengakibatkan gangguan peristaltik usus, dianjurkan untuk

menambah amebisid jaringan sebagai profilaksis. Obat amebisid jaringan yang

dapat dipakai adalah :

Klorokin difosfat (chloroquin diphosphate)

Dosis 2 x 500 mg sehari, selama 1-2 hari, kemudian dilanjutkan 2 x

250 mg, selama 7-12.

Metronidazol

Dosis 35 x 50 mg/kgBB atau 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari

Tinidazol

Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari

Omidazol

Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari

Ketiga obat tersebut termasuk golongan nitroimidazol yang dapat

bekerja baik di dalam lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus.

Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, pusing dan nyeri

kepala.Tidak dianjurkan yang mengidap penyakit darah, juga pada ibu hamil

karena bersifat karsinogenik dan teratogenik serta dapat mengakibatkan mutasi

bakteri.

2) Amebiasis intestinal ringan – sedang

Penderita akan mengalami diare atau disentri, tetapi tidak berat,

sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi darah. Oleh

karena didapatkan trofozoit di dalam lumen usus besar, maka sebagai obat

pilihan adalah :

Metronidazol

Dosis 3 x 750 mg sehari, selama 5-10 hari

Tinidazol

Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari

Page 18: Diare - PH

Imidazol

Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari

Oleh karena pada penderita yang sudah sembuh dengan pengobatan

metronidazol dapat timbul abses hati dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian,

maka dianjurkan untuk menambah dengan obat amebisid luminal. Obat ini

akan memberantas sumber trofozoit di dalam lumen usus.

Diyodohidroksikin

Dosis 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari

Kliokinol atau diloksanid furoat

Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari

Tetrasiklin

Dosis 4 x 500 mg sehari, selama 5 hari

3) Disentri amoeba berat

Penderita ini tidak hanya memerlukan obat amoebisid saja, tetapi juga

memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi darah. Selain pengobatan

seperti pada disentri amoeba ringan dan sedang perlu ditambah emetin atau

dihidroemetin. Obat ini diberikan secara suntikan intramuskular atau subkutan

yang dalam. Tidak diperbolehkan memberikan secara intravena. Dosis emetin

1 mg/kgBB sehari( maksimum 60 mg sehari) selama 3-5 hari. Penderita

sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring selama pengobatan. Hal ini

disebabkan karena bahaya efek samping emetin terhadap jantung. Pemberian

dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis otot jantung dan penderita

meninggal mendadak.

4) Amoebiasis Ektraintestinal dan Ameboma

Penderita abses hati ameba dapat diberi :

Metronidazol

Dosis 35-50 mg/kg BB atau 3x 500 mg sehari, selama 5 hari

Tinidazol

Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari

Omidazol

Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari

Klorokindifosfat

Dosis 1 g sehari, selama 1-2 hari, dilanjutkan dengan 600 mg sehari,

selama 4 minggu.

Page 19: Diare - PH

Masing-masing obat tersebut perlu ditambah dehidroemetin atau

emetin dengan dosis seperti tersebut diatas selama 10 hari. Kadang-kadang

apabila abses hati sangat besar sukar sembuh. Perlu dipertimbangkan tindakan

pungsi abses, untuk mempercepat penyembuhan. Pada amoebiasis

ekstraintestinal lainnya dan ameboma obat-obat tersebut di atas dapat

diberikan, kecuali klorokuin.

h. Prognosis

Prognosis ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan.

Pada umumnya prognosis amoebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi.

Pada abses hati amoeba kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk

mengeluarkan nanah. Demikian pula pada amoebiasis yang disertai penyulit efusi

pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.

i. Pencegahan

Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat

kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum

sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air dipanaskan 400C selama 5

menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan

air bersih, ternyata tidak bisa membinasakan nkista. Penting sekali adanya jamban

keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru

masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.

3. DIARE KARENA ROTAVIRUS

a. Pendahuluan

Rotavirus adalah virus RNA rantai ganda yang temasuk dalam family

Reoviridae. Virus ini merupakan penyebab tersering diare yang berat pada bayi dan

anak-anak. Pada usia 5 tahun hampir seluruh anak di dunia terinfeksi virus ini

minimal satu kali. Meskipun demikian setiap kali infeksi terjadi peningkatan

imunitas sehingga infeksi berikutnya tidak menimbulkan manifestasi yang berat,

infeksi pada dewasa tidak menimbulkan manifestasi klinis. Ada 7 spesies virus yaitu

tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Rotavirus A merupakan 90% penyebab infeksi.

Transmisinya secara fekal-oral. Virus ini menyerang sel pada usus kecil dan

mengeluarkan enterotoksin yang menyebabkan gastroenteritis dan diare yang berat,

dan kadang-kadang menyebabkan kematian oleh karena dehidrasi. Meskipun telah

Page 20: Diare - PH

ditemukan sejak tahun 1973, dan menjadi 50% penyebab diare berat di rumah sakit,

namun virus ini belum dikenal luas khususnya di negara berkembang. Selain

menginfeksi manusia virus ini juga menginfeksi hewan.

Lebih dari 500.000 anak berusia di bawah 5 tahun meninggal oleh karena

rotavirus tiap tahunnya, dan hampir 2 juta anak menderita diare yang berat. Di USA,

rotavirus menyebabkan 2,7 juta kasus diare berat, 60.000 perawatan di rumah sakit,

dan 37 kematian tiap tahun. Dinas kesehatan mensosialisasikan penanganan

rotavirus dengan terapi rehidrasi oral dan vaksinasi untuk mencegah virus ini.

b. Epidemiologi

Rotavirus A yang merupakan 90 % penyebab gastroenteritis pada manusia,

tersebar endemis di seluruh dunia. Setiap tahun Rotavirus menyebabkan jutaan kasus

diare di negara-negara berkembang, hampir 2 juta kasus penyebab perawatan di

Rumah Sakit, dan diperkirakan 611.000 penyebab kematian. Di Amerika sendiri,

dilaporkan hampir 2,7 juta kasus gastroenteritis oleh karena Rotavirus, 60.000 anak

dirawat di rumah sakit, dan 37 orang meninggal oleh karena infeksi virus ini.

Peranan utama Rotavirus sebagai penyebab diare, belum diketahui secara luas oleh

Instansi Kesehatan khususnya di negara berkembang. Hampir setiap anak terinfeksi

virus ini pertama kali pada umur 5 tahun. Rotavirus menjadi penyebab utama diare

yang berat pada bayi dan anak-anak, yakni sekitar 20 % kasus dan 50% penyebab

perawatan di rumah sakit. Anak laki-laki mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk

di rawat di rumah sakit daripada anak perempuan.

Pada negara dengan 4 musim, infeksi Rotavirus terjadi pada musim dingin,

sedangkan pada negara dengan iklim tropis infeksi Rotavirus ini dapat terjadi

sepanjang tahun, perbedaan ini dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban.

Jumlah yang diperlukan untuk mengkontaminasi makanan tidak diketahui.

Kejadian luar biasa diare Rotavirus sering terjadi pada bayi yang dirawat di

rumah sakit, anak kecil yang dititipkan, orang dewasa yang dirawat di rumah.

Kejadian luar biasa ini biasanya disebabkan oleh karena kontaminasi air, seperti

yang terjadi di Colorado pada tahun 1981. Sampai tahun 2005 tercatat kejadian luar

biasa diare Rotavirus terbesar terjadi di Nicaragua. Hal ini terjadi oleh karena diduga

adanya mutasi gen rotavirus A, sehinngga tidak dikenali oleh sistem imun tubuh

yang lama. Kejadian luar biasa yang hampir sama juga terjadi di Brazil pada tahun

1977.

Page 21: Diare - PH

Rotavirus B juga disebut sebagai adult diarrhea Rotavirus (ADRV), menjadi

penyebab terjadinya kejadian diare luar biasa yang berat pada ribuan orang dalam

berbagai umur di China. Kejadian epidemik ini terjadi oleh karena kontaminasi air

minum. Infeksi Rotavirus B ini juga terjadi di India pada tahun 1998, strain

penyebabnya dinamakan CAL. Tidak seperti ARDV, strain baru bernama CAL

sifatnya epidemik di China, tetapi hasil survey melaporkan adanya penyebaran ke

Amerika.

Infeksi Rotavirus C sangat jarang menimbulkan diare pada anak di sebagian

besar negara, namun demikian kejadian luar biasa infeksi Rotavirus C ini pernah

dilaporkan terjadi di Jepang dan Inggris.

c. Transmisi

Penularan dapat terjadi melalui jalur fekal-oral, kontak dengan tangan, atau

benda yang terkontaminasi, dan juga melalui inhalasi. Feces orang yang terinfeksi

dapat mengandung 10 triliun virus per gramnya. Hanya 10-100 virus yang

diperlukan untuk menginfeksi orang lain.

Rotavirus sangat stabil pada lingkungan biasa dan dapat ditemukan sebanyak

1-5 partikel infeksius per US gallon. Sanitasi yang baik, yang bebas dari bakteri dan

kuman juga tidak efektif untuk mengeliminasi rotavirus, sebagai bukti jumlah

infeksi rotavitus pada negara dengan standar sanitasi yang tinggi ataupun rendah

sama saja.

d. Patogenesis

Diare disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan virus. Malabsorbsi terjadi

oleh karena kerusakan sel usus (enterocyt). Racun yang diprosuksi Rotavirus berupa

protein NSP4 menyebabkan sekresi ion kalsium, mengganggu SGLT1 dalam proses

reabsorbsi air, menghambat aktivitas membran silia disakarida, dan kemungkinan

mengganggu reflek simpatis parasimpatis usus. Enterocyt yang sehat

mengsekresikan lactase ke usus kecil, intoleransi susu dapat terjadi oleh karena

defisiensi lactase dan menjadi gejala khas dari infeksi rotavirus ini, dan kondisi ini

dapat berlangsung sampai satu minggu. Diare sedang yang berulang oleh karena

pengenalan susu buatan pada anak terjadi oleh karena fermentasi disakarida laktosa

oleh bakteri di usus.

e. Gejala Klinis

Page 22: Diare - PH

Gejala yang didapatkan pada gastroenteritis oleh karena rotavirus antara lain

dapat berupa muntah, diare air, dan demam sumer-sumer. Ketika seorang anak

terinfeksi virus ini perlu waktu inkubasi selama kurang lebih 2 hari sebelum

timbulnya gejala klinis. Dehidrasi lebih sering terjadi pada infeksi rotavirus daripada

oleh karena bakteri patogen, dan menjadi penyebab kematian tersering oleh karena

infeksi rotavirus ini.

Infeksi rotavirus dapat terjadi seumur hidup, infeksi pertama kali

menimbulkan gejala, namun infeksi berikutnya tidak menimbulkan gejala oleh

karena adanya peningkatan sistem imunitas tubuh. Oleh karena itu, infeksi dengan

manifestasi klinis terbanyak pada usia di bawah 2 tahun dan menurun sampai dengan

usia 45 tahun. Infeksi pada neonatus biasanya asimtomatik atau infeksi sedang,

infeksi yang berat biasanya pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun, juga pada anak

yang lebih tua dengan imunokompromis. Oleh karena imunitas yang didapat pada

waktu anak, orang dewasa kebal terhadap infeksi rotavirus, diare pada dewasa lebih

sering disebabkan hal lain, selain rotavirus, akan tetapi infeksi asimtomatik pada

dewasa ini dapat menjadi sumber penularan. Infeksi simptomatis pada dewasa dapat

disebabkan rotavirus tipe A dengan serotipe yang lain.

f. Diagnosis

Diagnosis infeksi Rotavirus normalnya mengikuti diagnose gastroenteritis

yang menyebabkan diare berat. Kebanyakan anak yang masuk rumah sakit dengan

gastroenteritis diperiksa untuk infeksi Rotavirus A. Diagnosis yang lebih spesifik

dengan mengidentifikasi virus pada tinja pasien dengan menggunakan teknik enzim

immunoassay. Ada banyak alat test berlisensi yang beredar di pasaran, yang sensitif,

spesifik dan dapat mendeteksi semua serotype Rotavirus A. Metode lain,

menggunakan mikoroskop elektron, dan elektroporesis policrylamide gel, digunakan

pada laboratorium penelitian. Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-

PCR) dapat mendeteksi dan mengidentifikasi semua spesies dan serotype Rotavirus

pada manusia.

g. Terapi

Penatalaksanaan infeksi Rotavirus akut tidak spesifik, meliputi terapi gejala

yang ada, dan sangat penting untuk mengatasi dehidrasinya. Berdasarkan berat

ringannya diare, terapi meliputi oral rehidrasi baik dengan air putih, air dengan

Page 23: Diare - PH

garam, atau air dengan garam dan gula. Pada beberapa infeksi yang berat dengan

kondisi yang mengkhawatirkan perlu dirawatinapkan, sehingga cairan dapat

diberikan secara intravena, ataupun melalui nasogastric tube, selain itu kadar

elektrolit, dan gula dapat terus dimonitor dengan baik.

4. GIARDIASIS

a. Etiologi Giardiasis disebabkan oleh Giardia lamblia. Transmisinya secara fekal-oral.

Terdapat 2 stadium dalam daur hidupnya, yaitu:

1) Bentuk tropozoit

Pear shape (Bentuk tropozoit bilateral simetris seperti buah jambu monyet

yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing.

Permukaan dorsalnya cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral),

9-20 μm x 5-15 μm

2 nukleus di bagian anterior, 8 flagela

Aksonema, badan tengah

2) Bentuk kista

Ukuran 8-12 µm, 4 nukleus

Dinding tipis dan kuat dan letaknya terpisah dari dinding kista

Sitoplasma berbutir halus

Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti, yang matang mempunyai 4

inti, letaknya pada 1 kutub.

Sewaktu kista dibentuk, tropozoit menarik kembali flagel-flagel ke dalam

aksonema sehingga tampak sebagai 4 pasang benda sabit (sisa dari flagel)

G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal

yeyunum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Dengan pergerakan

flagel yang cepat tropozoit bergerak dari satu tempat ke tempa lain dengan batil isap

melekatkan diri pada epitel usus. Tropozoit berkembangbiak dengan cara belah

pasang longitudinal. Dalam tinja cair biasanya hanya ditemukan tropozoit. Enkistasi

terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat. Bila kista matang

tertelan ole hospes, maka terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasmanya

membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuklah 2 tropozoit. Cara

infeksi ialah dengan menelan kista matang.

Page 24: Diare - PH
Page 25: Diare - PH

b. EpidemiologiManusia adalah hospes alamiah Giardia lamblia. Spesies Giardia dengan

morfologi yang sama ditemukan pada berbagai hewan. Parasit ini tersebar

kosmopolit, prevalensinya 2-25% atau lebih, tergantung dari golongan umur yang

diperiksa dan sanitiasi lingkungan. Lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas

daripada di daerah beriklim dingin. Parasit ini juga ditemukan di Indonesia.

Prevalensi yang pernah ditemukan di Jakarta ialah 4,4%. Prevalensinya di Jakarta

antara tahun 1983 dan 1990 adalah sebesar 2,9% (194 positif dari 6810 sampel tinja

yang dikirim ke bagian Parasitologi FKUI dari penderita di Jakarta).

Transmisi terjadi dengan tertelannya kista matang. Makanan dan minuman

yang terkontaminasi dengan tinja, juga lalat atau penjaja makanan merupakan

sumber infeksi, tetapi kadang-kadang transisi terjadi karena kontak langsung antara

individu yang terinfeksi dengan individu yang tidak terinfeksi seperti pada infeksi

cacing kremi (hand-to-mouth).

Page 26: Diare - PH

G.lamblia lebih sering ditemukan pada anak daripada orang dewasa,

terutama pada anak berumur 6-10 tahun dari keluarga besar, di rumah yatim piatu

dan di sekolah dasar. Terjadinya epidemic giardiasis telah dilaporkan di tempat

perawatan anak (day care centers).

Pada orang dewasa giardiasis ditemukan pada orang yang bepergian

(traveler’s diarrhea), karena air minum yang terkontaminasi. Karena infeksi

G.lamblia terjadi di hutan-hutan di daeah pegunungan di Amerika Serikat pada

orang yang berkemah, maka diduga bahwa hewan liar (muskrat, beaver) merupakan

sumber G.lamblia yang dapat menginfeksi manusia. G.lamblia juga dianggap

sebagai parasit yang ditularkan melalui seks pada kaum homoseksual maupun

heteroseksual ang mempraktekkan seks oral-anal. Infeksi G.lamblia juga makin

banyak ditemukan pada penderita AIDS. Selain daripada menyebabkan gangguan

gastrointestinal, infeksi G.lamblia juga dihubungkan dengan sindrom alergi seperti

urtikaria kronik, arteritis retinal dan iridosiklitis pada anak-anak dewasa.

c. Patologi Giardia tidak selalu menimbulkan gejala meskipun batil isapnya melekat

pada mukosa duodenum dan jejunum. Bila timbul kelainan biasanya hanya berupa

iritasi yang disebabkan oleh melekatnya parasit pada mukosa dengan batil isapnya.

Lesi berupa vilus yang menjadi lebih pendek dan peradangan pada kripta dan lamina

propria, seperti tampak pada sindroma malabsorbi. Tidak diketahui apakah kelainan

mukosa oleh Giardia disebabkan faktor mekanik, toksik, atau faktor lainnya. Infeksi

Giardia dapat menyebabkan diare, disertai steatorhoe karena gangguan absorbsi

lemak. Selain itu, terdapat pula gangguan absorbsi karoten, folat, dan vitamin B12.

Produksi enzim mukosa juga berkurang. Penyerapan bilirubin oleh Giardia

menghambat aktivase lipase pankreatik. Kelainan fungsi usus kecil ini disebut

sindrom malabsorbsi, yang menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar dan

tegang, mual, anoreksia, feses banyak dan berbau busuk dan mungkin penurunan

berat badan.

Page 27: Diare - PH

Flora normalTropozoit dalam tinja cairEnkitasi sepanjang prosesTinja

mulai padatKista matang dalam tinja padatEksitasi pada duodenum

Proses eksitasi: KistaTropozoitSitoplasma membelahFlagel tumbuh dari

Aksonema2 tropozoitmenginvasi usus halus

Giardia lamblia tidak menginvasi mukosa, tetapi menyerang vili. Protozoa ini

menyebabkan atropi vili yang mengarah pada malabsorpsidiare.

d. Gejala KlinisGiardiasis biasanya asimptomatik. Gejala giardiasis paling banyak terlihat

pada orang yang bepergian. Fase inkubasi biasanya berlangsung 9-15 hari. Stadium

akut ditandai dengan rasa tidak enak di perut dan diikuti dengan mual dan anoreksia.

Dapat muncul demam yang tidak terlalu tinggi dan menggigil. Kemudian diikuti

Page 28: Diare - PH

diare yang encer, berbau tidak enak, dan banyak. Nyeri perut dan buang angina.

Stadium ini berlangsung 3-4 hari. Jika tidak diobati maka gejala akan menetap

sampai beberapa bulan. Giardiasis kronis dapat menyebabkan malabsorbsi. Gejala

giardiasis bervariasi dari orang ke orang, tergantung ukuran tempat melekat parasit,

lama infeksi, dan faktor pejamu, individu dan parasit.

e. DiagnosisGejala klinis giardiasis tidak khas. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan

bentuk tropozoit dalam tinja encer dan cairan duodenum dan bentuk kista dalam tinj

padat. Dalam sediaan basah dengan larutan iodin atau dalam sediaan yang dipulas

dengan trikom. Morfologi G.lamblia dapat dibedakan dengan jelas dari protozoa

lain. Tropozoit hanya dapat ditemukan dalam tinja segar, sebelum tropozoit

mengalami disintegrasi. Teknik konentrasi dapat meningkatkan penemuan kista.

Dengan enterotest harus ditelan kapsul gelatin, kemudian mukus usus yang

menempel pada kapsul dapat diperiksa secara mikroskopik. Tetapi ditemukannya

parasit ini belum membuktikannya sebagai penyebab gejala duodenitis. Tukak

lambung, karsinoma, strongloidiasis dan gastroenteritis oleh sebab lain harus

disingkirkan dahulu.

f. Komplikasi1) Gangguan Gatrointestinal, seperti Irritable Bowel Syndrome dan disfungsi saluran

empedu

2) Manifestasi Ekstraintestinal

3) Arthritis

4) Manifestasi Dermatologi, berupa pruritus dan urtikaria

5) Manifestasi Okuler, berupa uveitis, retinal arteritis, dan perubahan ”salt and

pepper” pada retina.

g. PengobatanGiardiasis dapat diobati dengan metronidazol yang jarang menimbulkan efek

samping. Dosis untuk dewasa adalah 3 x 250 mg sehari selama 7hari, dosis anak

disesuaikan dengan umur.

h. PrognosisPrognosis giardiasis adalah baik bila pengobatannya tepat dan disertai

perbaikan lingkugan dan sanitasi.

Page 29: Diare - PH

5. DISENTRI KOLERA

a. Etiologi

Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Vibrio cholerae. Vibrio

cholerae merupakan kuman aerob gram negative dengan ukuran 0,2-0,4 mm x 1,5-4

mm, mudah ditemukan dalam sediaan tinja kolera dengan pewarnaan gram sebagai

batang-batang pendek sedikit pendek (koma), tersusun berkelompok seperti

gerombolan ikan. Terdapat 2 biotipe yaitu klasik dan El Tor. Tiap biotipe dibagi

menjadi 2 serotipe yaitu inawa dan ogawa. Diagnosis presumtit dengan mikroskop

fluoresensi dengan memakai antibodi tipe spesifik yang telah dilabeli dengan

fluoresen. Kuman kolera tumbuh cepat dalam berbagai media selektif seperti agar

empedu, agar thiosufate-citrate-bile salt-sucrose (TCBS). Dalam medium ini koloni

vibrio tampak berwarna kuning suram. Identifikasi V. cholera biotipe El Tor penting

untuk tujuan epidemiologis.

b. Epidemiologi

Kolera dapat menyebar sebagai penyakit endemik, epidemik dan pandemik.

Sejak tahun 1917 dikenal 7 pandemi yang penyebarannya bahkan mencapai eropa.

Vibrio yang bertanggungjawab terjadinya pandemik ke-7 yaitu vibrio cholera O1,

biotipe El Tor. Pandemi ke -7 diawali dengan epidemi terjadi di Indonesia terjadi

tahun 1961 di sulawesi. Sampai tahun 1992 hanya serotipe V. cholera tipe O1 yang

menyebabkan epidemi. Pandemi ke-8 terjadi di bangladesh yang diakibatkan oleh V.

cholera O139.

c. Patogenesis

Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila berhasil melalui pertahanan primer

dalam mulut bakteri ini akan cepat mati oleh karena asam lambung yang tidak di

encerkan. Jika V. Cholera dapat melewati asam lambung dia akan berkembang di

usus halus. Suasana alkali usus halus merupakan medium yang menguntungkan bagi

vibrio untuk hidup dan memperbanyak diri.

Penempelan vibrio pada usus halus dapat terjadi karena adanya membran

protein terluar dan adhesi flagella. V. cholera merupakan bakteri yang invasif,

patogenesis yang mendasari terjadinya penyakit ini disebabkan oleh enterotoksin

Page 30: Diare - PH

pada sel epitel duodenum dan jejunum sehingga menyebabkan hilangnya cairan dan

elektrolit secara masif.

Toksin kolera mengandung dua sub unit yaitu B (binding) dan A (active).

Sub unit B terikat pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor GM1 yang

terdapat pada sel epitel usus halus sehingga sub unit A dapat menembus membrane

sel epitel. Sub unit tersebut memiliki akifitas adenosine diphosphate (ADP)

ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP ribose dari nicotinamide-adenine

dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine triphospate (GTP) binding protein yang

mengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi

cAMP, yang menghambat absorbsi Nacl dan merangsang ekskresi klorida yang

menyebabkan hilangnya air, Nacl, kalium dan bikarbonat.

Toksin-toksin tambahan yang diketahui terlibat pada patogenesis kolera yaitu

Zonula Ocludens Toxin (Zot) meningkatkan permeabilitas mukosa usus halus

dengan mempengaruhi struktur tight junction interseluler dan Accessory cholera

exotoxin (Ace) yang meningkatkan transpor ion transmembran.

Figure 17-32 Mechanisms of cholera toxin action.

d. Gejala Klinis

Kolera dikenal dengan manifestasi diare disertai muntah akut dan hebat

akibat enterotoksin yang dihasilkan kuman tersebut. Manifestasi klinis khasnya bisa

mengakibatkan dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik dan asidosis

Page 31: Diare - PH

metabolik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat akibat diare sekretorik dan

dapat berakhir kematian.

Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis kolera

bervariasi mulai dari asimtomatik sampai dehidrasi berat. Gejala klinis khasnya

ditandai dengan diare encer dan banyak tanpa didahului rasa mulas maupun

tenesmus. Feces berupa cairan putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau

busuk, ataupun amis tapi ’manis’ menusuk. Muntah timbul setelah diare tanpa

didahului mual, kejang otot dapat menyusul baik dalam bentuk fibrilasi maupun

fasikulasi, maupun kejang klonik yang mengganggu. Kejang otot ini disebabkan

karena berkurangnnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.

Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan elektrolit serta asidosis.

Pasien dalam keadaan lemah lunglai, namun kesadaran relatif baik di banding

dengan berat penyakitnya. Tanda-tanda dehidrasi tampak jelas, nadi cepat, napas

lebih cepat, suara serak seperti bebek manila (vox cholerica), turgor kulit menurun,

bibir kering, perut cekung (skafoid), suara peristaltik menurun,ujung jari keriput

(washer woman hand), diuresis berangsur berkurang berakhir dengan anuria.

e. Diagnosis

Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis dan bakteriologis. Tidak sukar

menegakkan diagnosis kolera berat, terutama di daerah endemik. Kesulitan

menentukan diagnosis biasanya teradi pada kasus ringan dan sedang, terutama diluar

endemik atau epidemik. Kolera yang khas dan berat dapat dikenali dengan gejala

diare sering tanpa mulas diikuti dengan muntah tanpa didahului rasa mual, cairan

tinja seperti air cucian beras, suhu badan tetap normal atau menurun, dan keadaan

bertambah buruk secara cepat karena pasien mengalami dehidrasi, renjatan sirkulasi

dan asidosis.

Bila gambaran klinis menunjukkan dugaan yang kuat ke arah penyakit ini,

pengobatan harus segera dimulai, tanpa menunggu pemeriksaan bakteriologis. Diare

sekretorik lain dengan gambaran klinis mirip dengan kolera, dapat disebabkan oleh

Enterotoxigenic Eschericia coli (ETEC).

Jika tinja segar pasien kolera yang tanpa pewarnaan diamati dibawah

mikroskop lapangan gelap, akan tampak mikroorganisme berbentuk spiral yang

memiliki pola motilitas seperti shooting star. Untuk pemeriksaan biakan, cara

Page 32: Diare - PH

pengambilan bahan pangambilan pemeriksaan tinja yang tepat adalah apus rektal

(rectal swab) yang diawetkan dalam media transport carry-blair atau pepton alkali,

atau langsung ditanam dalam agar TCBS, akan memberikan presentase hasil positif

yang tinggi.

f. Terapi

Dengan diketahui patogenesis dan patofisiologi penyakit kolera saat ini tidak

ada masalah dengan pengobatannya. Dasar pengobatan kolera adalah terapi

simtomatik dan kasual secara simultan. Tata laksana mencakup penggantian

kehilangan cairan tubuh dengan segera dan cermat, koreksi gangguan elektrolit dan

bikarbonat (baik kehilangan cairan melalui tinja, muntahan, kemih, keringat, dan

kehilangan insensibel), serta terapi antimikrobial.

Rehidrasi dilaksanakan dalam dua tahap yaitu terapi rehidrasi dan rumatan.

Pada dehidrasi yang disertai renjatan hipovolemik, muntah yang tak terkontrol, atau

dengan penyulit yang berat yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan

rehidrasi harus secara infus intravena. Pada kasus sedang dan ringan rehidrasi dapat

secara peroral dengan cairan rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS).

Sedang tahap pemeliharaan dapat dilakukan sepenuhnya dengan cairan rehidrasi oral

baik pada kasus dehidrasi berat, sedang, maupun ringan.

Page 33: Diare - PH
Page 34: Diare - PH

DAFTAR PUSTAKA

Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and consensus based guideline for acute diarrhea management. Arch Dis Child 2001;85:132-42.

B. Soebagyo. 2008. Diare akut pada anak. Sebelas Maret University Press

Lung E. Acute diarrheal diseases dalam current diagnosis abd treatment in gastroenterology. Ed. Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal 131-49

Robbins et al. 2007. Basic pathology of disease. Philadelphia. Elsevier Saunders, 18: 833-893