penatalaksanaan ck
DESCRIPTION
tatalaksana cedera kepalaTRANSCRIPT
a. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya bertujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya,
berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan awal meliputi
survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang
diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang
kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya
dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
sekunder dan mencegah homeostasis otak. Tidak semua pasien cedera kepala perlu di
rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:
1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. Intoksikasi alkohol atau obat
6. Fraktura tengkorak
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
8. Cedera penyerta yang jelas
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan
10. CT scan abnormal
Gambar 14. Algoritma penanganan Cedera Kepala Ringan
Gambar 15. Algoritma Penanganan pada Cedera Kepala Sedang
Gambar 16. Penanganan Cedera Kepala Berat
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan
suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat
berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid,
furosemid, barbiturat dan antikonvulsan.
Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif.
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai
berikut:
1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau
lebih
2. Dari 20 cc di daerah infratentorial
3. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala
dan tanda fokal neurologis semakin berat
4. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
5. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
6. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
7. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan CT scan
8. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
9. Terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis
Tindakan Operatif
1. Craniotomy
Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma
(EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.
Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga
diantara lapisan duramater dengan araknoidea
2. Craniectomi Dekompresi
Merupakan operasi pembedahan dengan membuka tulang kepala, dengan
terlebih dahulu membuat beberapa lubang bor pada tulang kepala, kemudian antara
lubang gergaji, fragmen tulang dapat disimpan atau dibuang apabila dinilai tidak
vital.
Craniectomi dekompresi dapat dilakukan dengan cara mengevakuasi sebagian
jaringan otak yang contusio. Secara histopatologi pada otak yang contusio didapati
adanya dua komponen yaitu daerah pusat perdarahan dan kerusakan neuron yang
ireversibel, yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun mikroskop electron.
Dengan cara-cara tersebut diharapkan membuat ruangan intra cranial menjadi
lebih luas, sehingga sesuai dengna hokum Monro-Kellie maka diharapkan tidak
terjadi peningkatan TIK yang diakibatkan oleh contusion cerebri.
b. Prognosis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborators
(2008), Umur yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah, pupil tidak reaktif, dan
terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis.
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang
agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik.
Penderita yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah
untuk pemulihan dari cedera kepala. Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala
pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita
(American college of surgeon,1997)
Referensi
1. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United States
of America: Firs Impression