penatalaksanaan keadaan

26
PENATALAKSANAAN KEADAAN DARURAT ENDODONTIK MAKALAH OLEH : MILLY ARMILIA, drg.Sp.KG NIP : 130779423 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG 2007

Upload: hanny-honeyy

Post on 13-Feb-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kedaruratan

TRANSCRIPT

Page 1: PENATALAKSANAAN KEADAAN

PENATALAKSANAAN KEADAAN DARURAT ENDODONTIK

MAKALAH

OLEH : MILLY ARMILIA, drg.Sp.KG

NIP : 130779423

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG 2007

Page 2: PENATALAKSANAAN KEADAAN

Mengetahui :

Ketua Jurusan Konservasi Gigi

FKG Unpad, Bandung

Hj. Endang Sukartini, drg. Sp.KG(K)

NIP : 130809282

Page 3: PENATALAKSANAAN KEADAAN

ABSTRAK

Kedaruratan endodontik adalah suatu tantangan baik dalam hal penegakan

diagnosis maupun penatalaksanaannya. Dalam beberapa aspek diperlukan

pengetahuan dan keterampilan yang baik. Kedaruratan endodontik biasanya dikaitkan

dengan nyeri dan / atau pembengkakan dan memerlukan penegakan diagnosis serta

perawatan dengan segera.

Tahap-tahap diagnosis adalah mendapatkan informasi yang tepat mengenai

riwayat medis dan riwayat giginya, melakukan pemeriksaan subyektif, pemeriksaan

obyektif, pemeriksaan periodontium dan pemeriksaan radiografi.

Kedaruratan endodontik dapat timbul sebelum perawatan, selama perawatan

(antar kunjungan) dan sesudah perawatan saluran akar (sesudah obturasi).

Kedaruratan antar kunjungan disebut endodontik flare-up. Kedaruratan-kedaruratan

ini disebabkan oleh kelainan dalam pulpa dan jaringan periradikuler.

Tekanan jaringan yang meningkat adalah penyebab utama kedaruratan gigi

yang sangat nyeri. Mengurangi tekanan atau membuang jaringan pulpa atau

periradikuler yang terinflamasi harus segera dilakukan, biasanya akan meredekan

nyeri.

Kata kunci : Kedaruratan endodontik, diagnosis, penatalaksanaan.

Page 4: PENATALAKSANAAN KEADAAN

ABSTRACT

Endodontics emergencies are achallenge for both diagnosis and management.

Knowledge and skill in several aspect of endodontics are required. Endodontic

emergencies are usually associated with pain and / or swelling and required

immediate diagnosis and treatment.

Diagnosis sequences are obtain pertinent information about the patient’s

medical and dental histories, perform an subjective examination, objective

examination, periodontal examination end radiographic examination.

Endodontics emergencies can occur rior to endodontic theraphy

(pretreatment), during treatment (interappointment) and after root canal treatment

(postobturation). The interappointment emergency is also referred to as the

endodontic flare-up. These emergencies are caused by pathosis in the pulp or

periradicular tissues.

Increased tissue pressure is the major causes of painful dental emergencies.

Reducing the iritant, or reduction of pressure or removal of the inflamed pulp or

periradicular tissue should be the immediate goal, this usually result in pain relief.

Key word : endodontic emergencies, diagnosis, management.

Page 5: PENATALAKSANAAN KEADAAN

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan

harapan telah membacanya akan menambah sedikit gambaran mengenai

penatalaksanaan darurat endodontik.

Selama menyusun makalah ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan,

pengarahan dan bantuan, baikberupa ilmu pengetahuan maupun dukungan moril.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Eky S. Soeria Soemantri, drg. Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.

2. Hj. Endang Sukartini, drg. Sp.KG sebagai Ketua Jurusan Konservasi Gigi,

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung yang telah memberi

kesempatan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak

kekurangannya, namun mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya.

Bandung, Februari 2007

Penulis

Page 6: PENATALAKSANAAN KEADAAN

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK …………………………………………….……… i

ABSTRACT …………………………………………………... ii

PRAKATA …………………………………………………………..…… iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………….…… iv

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………... 1

BAB II : SISTEM PENEGAKAN DIAGNOSIS ……………………..…. 2

2.1 Riwayat Medis dan Gigi ……………………………………….. 3

2.2 Pemeriksaan Subyektif …………………………………………. 4

2.3 Pemeriksaan Obyektif …………………………………………. 4

2.4 Pemeriksaan Periodontium …………………………………….. 5

2.5 Pemeriksaan Radiografi ……………………………………… 6

BAB III PENATALAKSANA KEDARURATAN PRA PERAWATAN ENDODONTIK ……………………………….. 7 3.1 Penatalaksanaan Pasien ………………………………………. 7

3.2 Penatalaksanaan Penyakit Pulpa dan Periradikuler ………….. 8

3.2.1 Penatalaksanaan Pulpitis Reversibel Akut …………. 8

3.2.2 Penatalaksanaan Pulpitis Ireversibel Akut …………. 9

3.2.3 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa tanpa Pembengkakan 10

3.2.4 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan

Pembengkakan Terlokalisasi ……………………… 11

Page 7: PENATALAKSANAAN KEADAAN

3.2.5 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan

Pembengkakan Menyebar …………………….. 12

BAB IV : PENATALAKSANAAN KEDARURATAN ANTAR KUNJUNGAN DAN PASCA OBTURASI …………..… 14 4.1 Penatalaksanaan Kedaruratan Antar Kunjungan …………….. 14

4.1.1 Perawatan Flare-up ……………………………………. 14

4.1.1.1 Pelaksanaan Kasusu-kasus yang Awalnya Vital tanpa Pembengkakan dan Debridemen Sempurna ……………………… 15 4.1.1.2 Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital tanpa Pembengkakan dan Debridemen Tidak Sempurna ……………….. 15 4.1.1.3 Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Nekrosis tanpa Pembengkakan ……………… 16 4.1.1.4 Penatalaksanaan Kasus-kasus dengan Pembengkakan 16

4.1.2 Tindak Lanjut dan Medikasi Perawatan Flare-up …… 17

4.2 Penatalaksanaan Kedaruratan Pasca Obturasi ……………… 18

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ……………………..……….. 20

5.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 20

5.2 Saran-saran ……………………………………………………. 20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 22

Page 8: PENATALAKSANAAN KEADAAN

BAB I

PENDAHULUAN

Kedaruratan endodontik biasanya dikaitkan dengan rasa nyeri atau

pembengkakan dan memerlukan penegakan diagnosis serta perawatan dengan segera.

Kedaruratan ini disebabkan oleh adanya kelainan dalam pulpa dan atau jaringan

periradikuler. Kebanyakan keadaan darurat gigi adalah adanya gangguan yang tidak

direncanakan di dalam praktek sehari-hari, namun dokter gigi harus memberikan

pertolongan dengan cepat dan efektif. Kedaruratan endodontik adalah suatu

tantangan, baik dalam penegakan diagnosis maupun penatalaksanaannya.

Dalam beberapa aspek diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang baik,

ketidakmampuan menerapkan keterampilan dan kemampuan yang baik akan

menimbulkan akibat yang membahayakan. Diagnosis danperawatan yang tidak tepat

mungkin dapat meredakan nyeri yang diderita, bahkan dapat memperparah keadaan.

Para klinisi hendaknya memiliki pengetahuan mengenai mekanisme nyeri,

penatalaksanaan pasien, diagnosis, anastesi, cara-cara pengobatan terapeutik dan

perawatan yang tepat, baik untuk jaringan lunak maupun jaringan keras (Grossman,

1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Kedaruratan adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan

stafnya. Berbagai frekuensi nyeri atau pembengkakan terjadi pada pasien sebelum,

selama atau sebuah perawatan saluran akar. Penyebabnya adalah adanya iritan yang

menimbulkan inflamasi yang hebat di dalam jaringan pulpa atau jaringan

periradikuler.

Merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri apabila kita berhasil

menanggulangi dengan baik seorang pasien yang datang dalam keadaan kesakitan.

Page 9: PENATALAKSANAAN KEADAAN

Sebaliknya, tidak ada yang lebih menyesakkan hati, baik bagi pasien maupun

dokternya, selain menerima pasien yang mengalami flare-up setelah dirawat saluran

akarnya padahal pada awalnya gigi tersebut asimptomatik (Walton ang Torabinejad,

2002).

Page 10: PENATALAKSANAAN KEADAAN

BAB II

SISTEM PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pasien yang dalam keadaan sakit akan memberikan informasi dan respons

serba berlebihan dan tidak tepat. Mereka cenderung bingung dan cemas. Oleh karena

itu, harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar dan pendekatan yang sistematik

agar diagnosis akurat. Agar sampai pada diagnosis yang tepat dan dapat menentukan

sumber nyerinya, maka klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat mengenai

riwayat medis dan riwayat giginya; mengajukan pertanyaan mengenai riwayat, lokasi,

keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang menyebabkan timbulnya nyeri;

melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut;

melakukan pemeriksaan intraoral; melakukan pengetesan pulpa; melakukan tes

palpasi, tes perkusi dan melakukan pemeriksaan radiograf (Weine, 1996; Walton ang

Torabinejad, 2002).

2.1 Riwayat Medis dan Gigi

Sebelum memulai prosedur yang berkaitan dengan masalah yang harus

ditanggulangi segera, riwayat medis dan giginya harus ditinjau terlebih dahulu. Jika

pasien sudah pernah datang sebelumnya, riwayat medisnya sudah ada dan hanya perlu

diperbaharui saja. Jika pasien baru, buatlah riwayat standarnya dengan lengkap.

Riwayat gigi dapat dibuat lengkap atau seperlunya dulu yang meliputi pengumpulan

data prosedur gigi yang telah dilakukan, kronologis gejala, dan menanyakan kepada

pasien bagaimana komentar dokter gigi terakhir yang dikunjunginya (Ingle, 1985;

Walton and Torabinejad, 2002).

Page 11: PENATALAKSANAAN KEADAAN

2.2 Pemeriksaan Subyektif

Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan yang

berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus

yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar,

besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri yang terjadi pada waktu mastikasi atau

ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin berasal dari periaspeks.

Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri adalah

spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah satu gejala ini,

besar kemungkinan terdapat lelainan yang cukup signifikan. Pertanyaan yang hati-hati

dan tajam akan mengorek informasi seputar sumber nyeri yang bisa berasal dari pulpa

atau periradikuler. Seorang klinisi yang pandai akan mampu menetapkan diagnosis

sementara melalui pemeriksaan subyektif yang teliti sedangkan pemeriksaan obyektif

dan radiograf digunakan untuk konfirmasi (Cohen and Burn, 1994; Weine, 1996;

Walton and Torabinejad, 2002).

2.3 Pemeriksaan Obyektif

Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak rongga

mulut. Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan, pemeriksaan dengan

kaca mulut dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya kerusakan restorasi, mahkota

yang berubah warna, karies sekunder atau adanya fraktur.

Tes periradikuler membantu mengidentifikasi inflamasi periradikuler sebagai

asal nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau menggoyangkan

gigi dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut. Tes vitalitas pulpa tidak

begitu bermanfaat pada pasien yang sedanh menderita sakit akut karena dapat

Page 12: PENATALAKSANAAN KEADAAN

menimbulkan kembali rasa sakit yang dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik

dilakukan untuk memeriksa apakah gigi masih vital atau nekrosis (Cohen ang Burn,

1994; Walton and Torabinejad, 2002).

2.4 Pemeriksaan Periodontium

Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde

periodontium (periodontal probe) untuk membedakan kasus endodontik atau

periodontik. Abses periodontium dapat menstimuli gejala suatu abses apikalis akut.

Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih vital dan terdapat poket yang

terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa nekrosis. Abses-

abses ini kadang kadang berhubungan dengan sulkus sehingga sulkus menjadi dalam.

Jika diagnosis bandingnya sukar ditentukan, tes kavitas mungkin dapat membantu

mengidentifikasi status pulpa (Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad,

2002).

2.5 Pemeriksaan Radiograf

Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang

tepat, memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem

saluran akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan

bahwa lesi periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf

karena kepadatan tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film.

Demikian pul, lesi yang terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian

dari ukuran kerusakan tulang sebenarnya (Bence, 1990, Cohen and Burn, 1994).

Page 13: PENATALAKSANAAN KEADAAN

BAB III

PENATALAKSANAAN KEDARURATAN

PRAPERAWATAN ENDODONTIK

Tahapan-tahapan untuk memaksimalkan efisiensi dan meminimalkan

kesalahan dalam identifikasi, diagnosis dan rencana perawatan adalah menentukan

masalah yang dihadapi; melakukan pengkajian riwayat medisnya; menentukan

sumber nyeri; membuat diagnosis pulpa; periradikuler dan periodontal; membuat

rancangan rencana perawatan kedaruratan dan melakukan perawatan (Walton and

Torabinejad, 2002).

3.1 Penatalaksanaan Pasien

Hal ini merupakan faktor yang penting karena pasien yang sedang cemas

harus diyakinkan bahwa dia akan ditangani dengan baik. Untuk mengurangi

kecemasan dan memperoleh informasi mengenai keluhan utama dan agar diperoleh

kerjasama pasien selama perawatan, klinisi hendaknya membangun dan

mengendalikan situasi, membangkitkan kepercayaan pasien, memberikan perhatian

dan simpati kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai individu yang penting.

Penatalaksanaan psikologis merupakan faktor yang penting dalam perawatan

kedaruratan (Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).

3.2 Penatalaksanaan Penyakit Pulpa dan Periradikuler

Setelah melakukan pemeriksaan, klinisi harus dapat mengidentifikasi gigi

penyebab dan jaringan pulpa atau periradikuler yang merupakan sumber rasa nyeri

dan harus dapat menentukan diagnosis pulpa dan periradikulernya sehingga jelas

rencana perawatannya (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Page 14: PENATALAKSANAAN KEADAAN

3.2.1 Penatalaksanaan Pulpitis Reversibel Akut

Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat

ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis

reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng

oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari.

Bila sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi.

Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur,

memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan

memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas

atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi

harus dibongkar dan aplikasi semen seng oksida eugenol.

Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa

dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat

kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan

panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam

(Grossman, 1988; Gutmann et all, 1992).

3.2.2 Penatalaksanaan Pulpitis Ireversibel Akut

Gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel akut sangat responsif terhadap

rangsang dingin, rasa sakit berlangsung bermenit-menit sampai berjam-jam, kadang-

kadang rasa sakit timbul spontan, mengganggu tidur atau timbul bila membungkuk.

Perawatan darurat yang lebih baik dikakukan adalah pulpektomi daripada terapi

paliatif untuk meringankan rasa sakit.

Page 15: PENATALAKSANAAN KEADAAN

Tehnik pulpektomi adalah sebagai berikut (Grossman, 1988; Bence, 1990;

Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002) :

1. Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet.

2. Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa

dengan ekskavator atau kuret.

3. Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran

akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller.

4. Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan

instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan kikir (file) sesuai panjang

kerja.

5. Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium

hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan poin kertas isap (absorbent

point )steril.

6. Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan pereda sakit,

misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro phenol) ke dalam kamar

pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan sementara, misalnya cavit atau

semen seng oksida eugenol, hindari trauma oklusal.

7. Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit. Premedika

atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan bila kondisi pasien

secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik timbul kemudian.

Pada beberapa kasus, terutama pada gigi saluran ganda, biasanya dokter gigi

tidak cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh ekstirpasi jaringan pulpa dan

instrumentasi saluran akar, maka dilakukan pulpotomi darurat, mengangkat jaringan

pulpa dari korona dan saluran akar yang terbesar saja. Biasanya saluran saluran akar

terbesar merupakan penyebab rasa sakit yang hebat, saluran-akar yang kecil tidak

Page 16: PENATALAKSANAAN KEADAAN

menyebabkan rasa sakit secara signifikan. Pada kasus dengan saluran akar yang kecil

sebagai penyebabnya, pasien akan merasa sakit setelah efek anestesi hilang. Jika hal

ini terjadi, harus direncanakan perawatan darurat lagi dan seluruh saluran akar harus

dibersihkan (Grossman, 1988; Bence, 1990; Mardewi, 2003).

3.2.3 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa tanpa Pembengkakan

Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons

terhadap stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital

di saluran akar di daerah apeks dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi yang

menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena itu, demi kenyamanan dan kerja

sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan.

Setelah pemasangan isolator karet, debridemen yang sempurna merupakan

perawatan pilihan. Jika waktu tidak memungkinkan, dilakukan debridemen parsial

pada panjang kerja yang diperkirakan. Saluran akar tidak boleh diperlebar tanpa

mengetahui panjang kerja. Selama pembersihan saluran akar dan pada penyelesaian

prosedur ini dilakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit, kemudian

keringkan dengan poin kertas isap (paper point), jika saluran akar yang cukup lebar,

diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditambal sementara. Sejumlah klinisi

menempatkan pelet kapas yang dibasahi medikamen intrakanal di kamar pulpa

sebelum penambalan sementara, sebetulnya pemberian medikamen itu tidak

bermanfaat (Tarigan, 1994; Walton dan Torabinejad, 2002).

Page 17: PENATALAKSANAAN KEADAAN

3.2.4 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Terlokalisasi

Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar akut atau

disebut juga abses periapikal / periradikuler akut adalah adanya suatu pengumpulan

pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah gigi

nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi dengan cepat, pus akan keluar dari saluran

akar ketika kamar pulpa di buka.

Perawatan abses alveolar akut mula-mula dilakukan buka kamar pulpa

kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan pembentukan saluran akar

secara sempurna bila waktu memungkinkan. Lakukan drainase untuk meredakan

tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat poten yaitu pus. Pada gigi yang

drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa, instrumentasi harus dibatasi

hanya di dalam sistem saluran akar. Pada pasien dengan abses periapikal tetapi tidak

dapat dilakukan drainase melalui saluran akar, maka drainase dilakukan dengan

menembus foramen apikal menggunakan file kecil sampai no. 25.

Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar, lakukan

irigasi dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya. Saluran akar dikeringkan

dengan poin kertas, kemudian diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan diberi pelet

kapas lalu ditambal sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Beberpa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar tidak dapat

dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka untuk drainase lebih lanjut,

nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila

perlu beri resep analgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk drainase,

akan mengurangi kemungkinan rasa sakit dan pembengkakan yang berlanjut

(Grossman, 1988, Bence, 1990).

Page 18: PENATALAKSANAAN KEADAAN

3.2.5 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Menyebar

Pada lesi-lesi ini pembengkakan terjadi dengan progresif dan menyebar cepat

ke jaringan. Kadang-kadang timbul tanda-tanda sistemik, yaitu suhu pasien naik.

Penatalaksanaan pertama yang paling penting adalah debridemen yaitu pembuangan

iritan, pembersihan dan pembentukan saluran akar. Foramen apikalis dilebarkan

sampai ukuran file no. 25 agar dapat meningkatkan aliran aksudat.

Bila pembengkakan luas, lunak dan menunjukan fluktuasi, mungkin

diperlukan insisi malalui jaringan lunak pada tulang. Mukosa di atas daerah yang

terkena dikeringkan terlebih dahulu, kemudian jaringan disemprot dengan anestetik

lokal, misalnya khlor etil. Insisi intraoral dibuat melalui pembengkakan lunak yang

mengalami fluktuasi ke plat tulang kortikal. Suatu isolator karet atau kain kasa yang

digunakan untuk drainase dimasukkan selama beberapa hari. Pasien disarankan

berkumur dengan larutan salin hangat selama 3 sampai 5 menit setiap jam. Pada

bengkak yang difus dan cepat berkembang, harus diberikan antibiotik dan analgetik.

Antibiotik pilihan pertamanya adalah penisilin mengingat mikroorganisme penyebab

biasanya streptokokus. Jika pasien alergi terhadap penisilin, gunakan eritromisin atau

klindamisin (Grossman, 1988; Bence, 1009, Walton and Torabinejad, 2002).

Kecepatan penyembuhan bergantung terutama kepada derajat debridemen

saluran akarnya dan banyaknya drainase yang diperoleh selama kunjungan

kedaruratn. Karena edema telah menyebar di jaringan, pembengkakan yang menyebar

berkurang perlahan-lahan dalam periode berkisar 3-4 hari (Walton and Torabinejad,

2002).

Page 19: PENATALAKSANAAN KEADAAN

BAB IV

PENATALAKSANAAN KEDARURATAN

ANTAR KUNJUNGAN DAN PASCA OBTURASI

4.1 Penatalaksanaan Kedaruratan Antar Kunjungan

Kedaruratan antar kunjungan disebut juga sebagai falre-up yaitu suatu

kedaruratan murni dan demikian parahnya sehingga perlu perawatan dengan segera.

Walaupun prosedur perawatan telah dilakukan dengan hati-hati danteliti, namun

komplikasi dapat timbul berupa nyeri dan pembengkakan. Kedaruratan antar

kunjungan ini adalah peristiwa yang sangat tidak diinginkan dan sangat mengganggu

serta harus segera ditangani (Walton and Torabinejad, 2002).

4.1.1 Perawatan Flare-up

Aspek terpenting perawatan flare-up adalah menenangkan pasien. Umumnya

pasien merasa ketakutan dan kesal bahkan menyangka bahwa perawatan telah gagal

dan gigi harus dicabut. Berilah keyakinan kepada pasien bahwa rasa nyeri yang

timbul dapat ditanggulangi dan kasusnya akan segera ditangani.

Kasus kedaruratan antar kunjungan dapat dibagi menjadi kasus tanpa dan

dengan pembengkakan, dan yang diagnosis awalnya pulpa vital atau nekrosis. Jika

pada diagnosis awalnya pulpa masih vital, jarang timbul flare-up (Walton and

Torabinejad, 2002).

Page 20: PENATALAKSANAAN KEADAAN

4.1.1.1 Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital tanpa

Pembengkakan dan Debridemen Sempurna

Biasanya kasus ini disebabkan oleh instrumentasi melebihi apeks akar

(overinstrumentasi) yang mengakibatkan adanya taruma pada jaringan periapikal atau

adanya debris yang terdorong ke dalam jaringan periapikal. Penyebab lain dapat

berupa iritasi kimiawi dari larutan irigasi atau medikamen intrakanal. Pada kasus ini

biasanya pasien merasa peka waktu mengunyah (Grossman; 1988; Walton and

Torabinejad, 2002).

Kasus ini mungkin bukan suatu flare-up murni, yang dibutuhkan biasanya

hanyalah menenangkan pasien dan memberikan resep analgetik ringan sampai sedang.

Pada umumnya pembukaan gigi tidak akan menghasilkan apa-apa, nyeri akan

menurun secara spontan. Flare-up tidak akan tercegah dengan kortikosteroid, baik

diberikan secara intrakanal atau secara sistemis (Walton and Torabinejad, 2002).

4.1.1.2 Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital tanpa

Pembengkakan dan Debridemen Sempurna.

Debridenmen yang tidak sempurna akan meninggalkan jaringan yang

kemudian terinflamasi dan menjadi iritan utama. Panjang kerja harus diperiksa ulang

dan ditentukan kembali, kemudian saluran akar dibersihkan hati-hati dan lakukan

irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit yang banyak. Keringkan saluran akar

dengan poin kertas isap kemudian diisi pasta kalsium hidroksida lalu tambal

sementara. Bila perlu boleh diberi resep analgetik ringan atau sedang (Ingle, 1985;

Walton and Torabinejad, 2002).

Page 21: PENATALAKSANAAN KEADAAN

4.1.1.3 Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Nekrosis tanpa

Pembengkakan

Penatalaksanaan pada kasus ini, gigi dibuka dan saluran akar dibersihkan

kembali dan diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Saluran akar dikeringkan

dengan poin kertas isap, kemudian diisi bahan medikasi dengan pasta kalsium

hidroksida dan ditutup tambalan sementara.

Setelah kunjungan yang banyak, cenderung menjadi abses apikalis akut, pada

kasus ini harus dilakukan drainase, debridemen diselesaikan yaitu saluran akar

dibersihkan kembali dan diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Biarkan isolator

karet di tempatnya dan bukalah giginya, pasien dibiarkan istirahat tanpa nyeri selama

30 menit atau sampai drainasenya berhenti. Setelah itu keringkan saluran akar,

letakkan pasta kalsium hidroksida dan tutup dengan tambalan sementara (Grossman,

1988; Walton and Torabinejad, 2002).

4.1.1.4 Penatalaksanaan Kasus-kasus dengan Pembengkakan

Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik ditangani

dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan baik. Jika drainase melalui

saluran akar tidak mencukupi, maka dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan

berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan debridemen, kemudian

beri pasta kalsium hidroksida dan tutup tambalan sementara. Sebaiknya diberi resep

antibiotik dan analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Page 22: PENATALAKSANAAN KEADAAN

4.1.2 Tindak Lanjut Perawatan Flare-up

Jika ada pasien flare-up, pasien harus dikontak setiap hari sampai gejalanya

hilang. Kontak dapat dilakukan melalui telepon, pasien-pasien dengan masalah yang

lebih serius atau pasien yang tidak sembuh, harus kembali ke dokter gigi. Jika timbul

kembali gejala dan tidak dapat dikendalikan, pertimbangan untuk merujuknya.

Perawatan akhirnya oleh spesialis mungkin meliputi obturasi yang diikuti dengan

bedah apikal.

Obat-obatan yang biasa digunakan dapat obat sistemik atau lokal. Medikasi

intrakanal golongan fenol yang biasa digunakan adalah formokresol, CMCP, kresatin

dan eugenol. Obat yang lain adalah kombinasi steroid dan kalsium hidroksida, tetapi

tidak satupun obat-obat diatas dapat mencegah terjadinya flare-up atau meredakan

gejala flare-up.

Obat-obatan sistemik biasanya dibatasi pada analgetik dan antibiotik.

Golongan nonsteroid diindikasikan jika diinginkan adanya efek anti inflamasi atau

analgetik. Golongan narkotik bermafaat dalam menimbulkan analgesia dan sedasi.

Kombinasi suatu opoid dan bahan non steroid paling efektif bagi nyeri yang parah.

Pembengkakan yang terlokalisasi tidak mengidikasikan kebutuhan antibiotik, yang

diperlukan adalah drainase dengan insisi atau melalui saluran akar dan debridemen

yang sempurna dari saluran akar (Walton and Torabinejad, 2002).

4.2 Penatalaksanaan Kedaruratan Pasca Obturasi

Keadaan darurat endodontik dapat terjadi setelah dilakukan obturasi. Menurut

Seltzer dalam Walton and Torabinejad (2002), sekitar sepertiga pasien endodontik

mengalami nyeri setelah obturasi.

Page 23: PENATALAKSANAAN KEADAAN

4.2.1 Faktor-faktor Penyebab

Hanya sedikit yang diketahui faktor etiologi yang menyebabkan nyeri pasca

peawatan setelah obturasi. Ketidaknyamanan pasca obturasi diperkirakan disebabkan

oleh iritasi periapikal akibat material obturasi, penambalan mahkota yang tidak baik,

oklusi yang mengganjal (ada kontak prematur), semen saluran akar masuk ke jaringan

periapikal dan pengisian saluran akar berlebih sehingga menyebabkan inflamasi

jaringan periapikal (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

4.2.2 Perawatan Keadaan Darurat Pasca Obturasi

Jika timbul rasa tidak nyaman pada gigi setelah dilakukan obturasi, sebaiknya

dilakukan pengecekan oklusinya dan pengisian saluran akar dievaluasi kembali.

Pertolongan bagi kasus darurat dengan rasa tidak nyaman adalah pemberian analgetik

ringan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien dan mencegah terjadinya reaksi

berlebihan mengenai ketidaknyamanan yang dirasakan.

Bila terjadi komplikasi serius dan memerlukan tindak lanjut, perawatan ulang

diindikasikan pada kasus nyeri persisten yang perawatan terdahulunya tidak memadai,

misalnya pada saluran akar yang obturasinya berlebih atau tidak tepat atau

pengisiannya tidak hermetis. Jika nyeri tidak kunjung reda tetapi tanpa

pembengkakan, maka dilakukan bedah apikal. Pasien yang mendapat perawatan

saluran akar yang baik tetapi mengalami pembengkakan setelah obturasi, hendaknya

dirawat dengan insisi dan drainase kemudian diberi antibiotika dan analgetik,

biasanya kasus ini pulih tanpa perlu perawatan lanjutan.

Kadang-kadang pasien mengatakan adanya sakit yang hebat, tetapi tidak

terlihat pembengkakan dan perawatan saluran akar diselesaikan dengan baik. Untuk

Page 24: PENATALAKSANAAN KEADAAN

pasien-pasien ini bisa dilakukan pemberian analgetik dan ditenangkan, sering gejala

reda dengan sendirinya (Grossman, 1988; Walton anf Torabinejad, 2002).

Page 25: PENATALAKSANAAN KEADAAN

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Keadaan darurat endodontik biasanya dikaitkan dengan adanya rasa nyeri dan

pembengkakan yang memerlukan penegakan diagnosis serta perawatan dengan

segera.

2. Diagnosis yang tepat didapatkan dengan mendapatkan informasi mengenai

riwayat medis dan giginya, melakukan pemeriksaan subyektif, pemeriksaan

obyektif, pemeriksaan periodontium dan pemeriksaan radiograf.

3. Perawatan keadaan darurat endodontik dilakukan sesuai dengan diagnosis dan

etiologinya untuk menanggulangi rasa nyeri dan mengurangi keparahan

penyakitnya.

5.2 Saran-saran

1. Dokter gigi yang menangani pasien dengan kasus darurat endodontik, hendaknya

mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik

2. Dokter gigi hendaknya mempunyai pengetahuan mengenai mekanisme nyeri,

penatalaksanaan pasien, diagnosis, anastesi, cara-cara pengobatan terapeutik dan

perawatan yang tepat baik untuk jaringan lunak maupun jaringan keras.

3. Dokter gigi harus dapat mengurangi kecemasan pasien dengan menyakinkan

bahwa penyakitnya akan ditangani dengan baik dan memperlakukan pasien

sebagai individu yang penting.

Page 26: PENATALAKSANAAN KEADAAN

DAFTAR PUSTAKA

Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathways of The Pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby. Guttman, J.L. 1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, Identification and Management. 2 nd ed., St Louis : Mosby Year Book. Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger. Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febiger. Mardewi, S. K. S. A. 2003. Endodontologi, Kumpulan Naskah. Cetakan I. Jakarta : Hafizh. Tarigan, R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodoti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika. Walton, R. and Torabinejad, M., 2002. Principle and Practice of Endodontics. 2 nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S. 1996. Endodontic Therapy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc.