peb a.ryan
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
1/58
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator utama status kesehatan di
suatu masyarakat. Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadaan
pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara. AKI didasarkan pada risiko kematian
ibu berkaitan dengan proses melahirkan, persalinan, perawatan obstetrik, komplikasi kehamilan
dan masa nifas. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang sedang hamil atau dalam
periode 42 hari setelah akhir kehamilannya, tanpa memandang lama dan lokasi kehamilan.
Kematian tersebut disebabkan oleh berbagai penyebab yang berhubungan dengan kehamilan atau
diperburuk oleh kehamilan atau penatalaksanaannya, tetapi bukan akibat kecelakaan atau trauma
langsung.(Saifuddin, 2011)
Di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal merupakan masalah
besar namun sejumlah kematian yang cukup besar tidak dilaporkan dan tidak tercatat dalam
statistik resmi. Tingkat kematian maternal di negara-negara maju berkisar antara 5 10 per
100.000 kelahiran penduduk, sedangkan di Negara berkembang salah satunya, Indonesia,
diperkirakan terjadi kematian maternal sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup dalam 10 tahun
terakhir (1990-2000). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan
bahwa AKI pada tahun 2007 sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu ini
turun bila dibandingkan pada tahun 2002 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran
hidup.(Depkes, 2009)
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan segala
intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu yang tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS dan
penyakit kardiovaskuler. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pada
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
2/58
2
persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi
abortus yang tidak aman (13%) dan sebab-sebab lain (8%).(Saifuddin, 2002)
Tiga penyebab utama kematian maternal adalah perdarahan, infeksi dan
preeklampsia/hipertensi dalam kehamilan. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu dan
teknologi di bidang kesehatan, perdarahan dapat diturunkan prevalensinya asalkan penolong
dapat bertindak cepat dan tepat dan dapat diberikan resusitasi cairan beserta transfuse yang
adekuat. Sedangkan sepsis / infeksi yang mungkin terjadi, juga bisa dicegah kejadiannya dengan
pemberian antibiotik yang sampai saat ini juga perkembangannya terus berkembang pesat,
seiring dengan meningkatnya tingkat resistensi. Penyebab ketiga terbesar terakhir adalah
preeklampsia, yang penyebabnya sampai saat ini masih belum jelas dan kemunculannya pun
biasanya pada trimester akhir kehamilan. Hal inilah yang membuat preeklampsia secara tidak
langsung dinilai jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan perdarahan dan infeksi/sepsis.
Berdasarkan hasil penelitian terbaru, preeklampsia menempati posisi sebagai penyebab tersering
kematian maternal, khususnya di Indonesia. Eklampsia secara global terjadi pada 0,5 %
kelahiran hidup dan 4,5 % hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia mempengaruhi banyak
organ vital. Pasca konvulsi pada eklampsia dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, edema
paru, perdarahan serebral dan ablasio retina.Selain memiliki dampak yang buruk untuk sang ibu,
preeklampsia juga dapat berakibat buruk bagi janin yang dikandung.(Saifuddin, 2011)
Karena banyaknya penyebab kematian maternal dan perniatal beserta dengan
komplikasinya maka diharapkan terdapat peningkatan pelayanan kesehatan untuk dapat
menurunkan AKI dan AKB. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan Angka
Kematian Ibu sampai 20 %, namun dengan sistem rujukan yang efektif, angka kematian dapat
ditekan sampai 80%. Menurut UNICEF, 80 % kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit
rujukan. Walaupun kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal dipengaruhi oleh banyak faktor, namun kemampuan tenaga kesehatan (bidan, dokter,
dokter spesialis) merupakan salah satu faktor utama.
Maka dari itu sebagi ujung tombak dalam
memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat, klinisi harus benar-benar menjalankan upaya
Safe Motherhoodyang terdiri dari empat pilar : (1) Keluarga Berencana, (2) Asuhan Antenatal,
(3) Pelayanan persalinan bersih dan aman, (4) Pelayanan Obstetri Esensial.
Khusus untuk
pelayanan obstetri esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko tinggi seperti ibu
hamil dengan preeclampsia.(Saifuddin,2002)
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
3/58
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiMenurut Report on The National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 2000),
hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut(Roeshandi, 2004)
:
a. Hipertensi GestasionalHipertensi pada kehamilan > 20 minggu , dengan tekanan darah 140/90 mmHg,
tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12
minggu pasca-persalinan .
b. PreeklampsiaApabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
disertai proteinuria 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1 + .
c. EklampsiaDitemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai dengan koma .
d. Hipertensi KronikDari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu ditemukan tekanan darah
140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca-persalinan .
e. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed PreeklampsiaPada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300mg/24 jam
setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia lainnya.
Hipertensi Gestasional jika tidak tertangani dengan baik dapat berkembang
menjadi preeklampsia / eklampsia atau menetap sampai pasca persalinan menjadi
hipertensi kronis. Preeklampsia / eklampsia merupakan suatu keadaan yang sangat
merugikan baik untuk ibu maupun untuk janin, khususnya untuk preeklampsia berat yang
dewasa ini lebih sering terjadi merupakan resiko yang membahayakan ibu dan juga janin
yang dikandungnya.(Roesandi, 2004)
Preeklampsia dan eklampsia merupakan kelainan progresif yang hanya ditemukan
pada kehamilan serta menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu maupun
janin (Shah, 2009). Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
4/58
4
yang diakibatkan oleh kerusakan luas pada vaskular endotel dan vasospasme dan
biasanya terjadi setelah minggu ke-20 gestasi dan bisa juga muncul pada minggu ke 4-6
postpartum. Secara klinis biasa ditandai dengan adanya hipertensi dan proteinuria,
dengan atau tanpa edema patologik.(Rozikhan, 2007)
Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh
wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari secara cepat dapat terjadi
perkembangan secara cepat menjadi preeklampsia berat bahkan dapat menjadi
eklampsia.(Roeshandi, 2007)
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90
mmHg dengan menggunakan fase V Korotkoff untuk menentukan tekanan diastolik.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali selang empat jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 15
mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak digunakan lagi
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki,
jari tangan, dan muka. Edema yang dahulu digunakan sebagai tanda-tanda preeklampsia
adalah edema tungkai, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi kecuali edema
generalisata (anasarka) yang biasanya disertai dengan kenaikan berat badan > 0,57
kg/minggu. Bagi primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu 35 tahun)
Untuk penyakit dengan etiologi pasti yang belum dapat ditentukan, maka tentunya
faktor resiko merupakan hal yang berperan penting untuk seseorang terhadap penyakit
tersebut. Yang dimaksud faktor risiko tinggi adalah keadaan pada ibu, baik berupa faktor
biologis maupun non-biologis, yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak sebelum hamil dan
dalam kehamilan mungkin memudahkan timbulnya gangguan lain (Depkes RI, 1999).
Faktor itu bisa digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor medis dan faktor non medis.
Faktor medis meliputi, usia, paritas, graviditas, jarak kehamilan, riwayat kehamilan dan
persalinan, dan penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta,
gangguan tali pusat, komplikasi persalinan. Sedangkan faktor non medis adalah
pengawasan antenatal, status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan,
ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk
memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana kesehatan yang serba
kekurangan merupakan faktor non medis yang banyak terjadi terutama di negara-negara
berkembang yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas (Martaadisoebrata, 2005). Sebagian dari faktor resiko ini dapat dikenali bahkan
diukur, sehingga kita dapat menggunakannya dalam upaya pelayanan kesehatan preventif
atau yang sering dikenal sebagai strategi pendekatan faktor risiko
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
7/58
7
D. Patofisiologi Preeklampsia/eklampsiaPengetahuan mengenai etiologi dan patogenesis preeklampsia sangat diperlukan
dalam rangka menurunkan angka mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal pada
preeklampsia, walaupun hingga saat ini kedua hal tersebut masih kontroversi. Disfungsi
sel endotel memainkan peranan penting dalam patogenesis preeklampsia. Penyebab dari
disfungsi endotel adalah multifaktorial dan akibat dari disfungsi endotel adalah
berkurangnya perfusi darah di plasenta, hal ini merupakan faktor penting pada
preeklampsia
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah
a. Teori Kelainan Vaskularisasi PlasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis kemudian menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas ini juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi arteri
spiralis ini memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi ke jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodellingarteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan terjadinya
vasodilatasi dan distensi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi,
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
8/58
8
dan terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak dari iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
HDK atau preeklampsia selanjutnya.
b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel1. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan oksidan atau disebut
juga radikal bebas. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron
atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Dahulu hal inilah yang
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia. Lebih lanjut lagi
radikal hidroksil ini akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
2. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanPada hipertensi dalam kehamilan terdapat ketidakseimbangan kadar
oksidan dan antioksidan tubuh. Dimana terjadi peningkatan kadar oksidan berupa
peroksida lemak dan penurunan kadar antioksidan tubuh misalnya vitamin E.
Selain itu asam lemak tidak jenuh menjadi sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
3. Disfungsi sel endotelEndotel itu sendiri, adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang
menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas
kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu dianggap
bahwa fungsi endotel adalah sebagai barier struktural antara sirkulasi dengan
jaringan disekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel memiliki
banyak fungsi lain yaitu mengatur tonus vaskular, mencegah thrombosis,
mengatur aktivitas sistem fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur
pertumbuhan vaskular (Dharma, 2005).
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
9/58
9
Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide (NO)
yang juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF), endothelial-
derived hyperpolarizing factor(EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin,
asetilkolin, serotonin dan histamin. Substansi vasokonstriktor antara lain
endotelin, platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin H2,
trombin dan nikotin. Endotel juga berperan pada hemostastis dengan
mempertahankan permukaan yang bersifat antitrombotik. Melalui ekspresi
trombomodulin, endotel membantu trombin dalam mengaktifkan protein C
menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga merangsang sintesis protein S
yang bekerja sebagai kofaktor protein C dalam mengaktivasi faktor Va dan faktor
VIIIa. Endotel juga mensintesis faktor von williebrand yang berfungsi dalam
proses adhesi trombosit dan sebagai pembawa faktor VIII. Endotel juga berperan
dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan tissue plasminogen activator (tPA)
yang akan melepaskan plasminogen menjadi plasmin. Namun endotel juga
mensintesis plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang berfungsi
menghambat tPA (Dharma, 2005).
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang tentu saja kerusakannya berawal dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel akan menyebabkan gangguan fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel maka akan terjadi(Roeshandi, 2004)
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel,adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2); suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerularendotheliosis)
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
10/58
10
d) Peningkatan permeabilitas kapilare) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat.
f) Peningkatan faktor koagulasiPada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga
dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dan proteinuria.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi, sehingga akan terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
trombus.
c. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janinDugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
1. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilanjika dibandingkan dengan multigravida.
2. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besarterjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
3. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya resiko hipertensi dalamkehamilan. Hubungan lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan
ialah makin lama periode ini, makin kecil risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,
dengan keberadaan HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta pasien preeklampsia, terdapat penurunan ekspresi HLA-G
dan dipercayai bahwa pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
11/58
11
mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata memiliki proporsi Helper
Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskularPada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor
yang merupakan suatu perlindungan dari prostaglandin yang disintesis oleh sel endotel
pembuluh darah. Pada hipertensi dalam kehamilan, tubuh kehilangan daya refrakter
terhadap bahan-bahan vasopersor, dan hal ini sudah terjadi sejak trimester I (pertama)
kehamilan.
e. Teori GenetikAda faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia. 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
f. Teori Defisiensi GiziBeberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat menurunkan risiko preeklampsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada
diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
g. Teori Stimulus InflamasiTeori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misal pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan meningkat,
sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
12/58
12
menimbulkan beban reaksi inflamasi yang lebih besar. Respons inflamasi ini adalah
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
Dalam perjalanannya ketujuh faktor diatas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang
saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi trofoblas dan terjadinya iskemia
plasenta).
Gambar 5. Implantasi plasenta normal dan preeklampsia
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
13/58
13
Gambar 6. Arteri spiralis pada preeclampsia
E. Manifestasi Klinis Preeklampsia/EklampsiaPada preeklampsia/eklampsia, setelah terjadi vasokonstriksi dan disfungsi endotel,
jika prosesnya terus berlanjut maka dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
sehingga dapat mengganggu banyak sistem organ.Gangguan organ pada preeklampsia/eklampsia meliputi (Soekimin, 2006)
a. Perubahan pada plasenta dan uterusMenurunnya aliran darah ke plasenta dapat mengakibatkan solutio plasenta.
Pada hipertensi yang lama akan terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada
hipertensi yang terjadi lebih pendek bisa menimbulkan gawat janin sampai
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
14/58
14
kematian janin, dikarenakan kurang oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan
kepekaan tanpa perangsangan sering didapatkan pada preeklamsia/eklamsia,
sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b. Perubahan pada ginjalPerubahan ini disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Penurunan filtrasi akibat spasme arteriolus
ginjal menyebabkan filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi garam dan
juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus pada preeklampsia dapat menurun
sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan yang
lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria. Selain itu kerusakan sel glomerulus
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi
kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Dapat pula terjadi gagal ginjal akut
akibat dari nekrosis tubulus ginjal.
c. Perubahan pada retinaTampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau spasme. Retinopati
arteriosklerotika pada preeklampsia akan terlihat bilamana didasari penyakit
hipertensi yang menahun. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
preeklampsia berat. Pada preeklampsia pelepasan retina oleh karena edema
intraokuler merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya
retina akan melekat kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.
Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemui. Skotoma, diplopia dan
ambliopia pada preeklampsia merupakan gejala yang menjurus akan terjadinya
eklamspia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah didalam pusat
penglihatan di kortex cerebri atau dalam retina.
d. Perubahan pada paru-paruPenderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema
paru dan biasanya merupakan penyebab utama kematian pada pasien
preeklampsi/eklampsia. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri,
kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya diuresis.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
15/58
15
e. Perubahan pada sistem neurologikPerubahan neurologik dapat berupa nyeri kepala yang disebabkan
hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema. Resistensi pembuluh
darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi, terutama pada
preeklampsia. Sehingga salah satu akibatnya dapat menimbulkan edema
serebri,kejang eklamptik, dan perdarahan intrakranial.
f. Metabolisme air dan elektrolitHemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui
sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial,
diikuti oleh kenaikan hematokrit, protein serum meningkat dan bertambahnya
edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu
peredaran darah tepi lebih lama. Aliran darah di berbagai aliran tubuh mengurang
dan berakibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang
sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan
keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium pada
penderita preeklampsia lebih banyak daripada wanita hamil biasa. Kadar kreatinin
dan ureum pada preeklampsia tidak meningkat kecuali jika terjadi oliguria atau
anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotik
plasma menurun pada preeklampsia, kecuali pada penyakit berat dengan
hemokonsentrasi.
g. Perubahan pada sistem kardiovaskularPerubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preloadakibat hipovolemia.
h. Perubahan pada heparDasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga dibawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Nyeri epigastrium dan nyeri
kuadran atas kanan abdomen disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisone. Nyeri
dapat sebagai gejala awal ruptur hepar dan pada keadaan seperti ini membutuhkan
pembedahan.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
16/58
16
i. Perubahan hematologikPerubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis
akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan
hematokrit, peningkatan viskositas darah, trombositopenia (
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
17/58
17
b) Proteinuria : 300 mg/24 jam atau 1+ dipstikc) Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema generalisata.
3. Tujuan utama perawatan preeklampsiaMencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi
organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
4. Rawat jalan (ambulatoir)Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat
jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi
tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas 20
minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim
pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan
filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya
meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenisasi plasenta
dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang
fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g
NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak
membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru
membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak
dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah.
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam
secukupnya, dan robaransia prenatal.
5. Rawat inap (dirawat di rumah sakit)Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit adalah :
a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selam
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
18/58
18
2 minggu
b) Adanya satu atau lebih tanda-tanda preeklampsia beratSelama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan
USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan amnion. Serta dilakukan juga konsultasi dengan bagian
mata, jantung, dan lain-lain.
6. Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannyaMenurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22
minggu sampai < 37 minggu (Cunningham, 2001). Pada kehamilan
preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama
perawatan, maka persalinan dapat ditunggu sampai aterm. Sementara itu
pada kehamilan aterm (> 37 minggu) persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan
pada taksiran tanggal persalinan.
b.Preeklampsia berat1. Definisi
Adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/
jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick 4+
2. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum dibawah ini :
a)Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 90mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b)Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4 + pada pemeriksaan kualitatifc)Oliguria (jumlah urin kurang dari 500 cc/ 24 jam )d)Kenaikan kadar kreatinin plasma
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
19/58
19
e)Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,skotoma, penglihatan kabur.
f) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium(akibat teregangnya kapsula Glisson)
g)Edema paru dan sianosish)Hemolisis mikroangiopatiki) Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
j) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambatk)Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets
Count)
l) Gangguan fungsi hepar (gangguan hepatoselular) : peningkatan kadaralanin dan aspartate aminotransferase.
3. Pembagian preeklampsia beratPreeklampsia berat dibagi menjadi :
a) Preeklampsia berat tanpa impendingeclampsiab) Preeklampsia berat dengan impendingeclampsiaDisebut impendingeclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
4. Perawatan dan pengobatan preeklampsia beratPengelolaan mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.
5. Monitoring selama di rumah sakitPemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-
tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan
kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
20/58
20
6. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosaa) Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting adalah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Oleh karena itu monitoring input
cairan (melalui oral atau infus) dan outputcairan (melalui urin) sangat
penting.
Cairan yang dapat diberikan berupa : 5 % Ringer-dekstrose atau
cairan garam faali dengan jumlah tetesan < 125 cc/jam atau infus
Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat
(60-125 cc/jam) 500 cc. Dipasang Foley catheter untuk mengukur
pengeluaran urin. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung
sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam
lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam.
b) Pemberian obat anti kejangAntikonvulsan mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri
aktivitas klinik dan elektrik kejang. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice
untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan
fenitoin).
Merupakan antikonvulsan yang efektif (mengontrol kejang
eklamptik pada > 95% kasus) dan membantu mencegah kejang kambuh
dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus,
serta mempunyai efek antihipertensi (Hutomo, 2008).
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga rangsangan tidak terjadi (Wiknjosastro, 2009). Dapat
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
21/58
21
diberikan dengan cara I V maupun IM. Rute IV lebih disukai karena
dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai kadar terapetik lebih singkat. Sedangkan rute intramuskular
cenderung nyeri dan kurang nyaman (Hutomo, 2008). Pemberian
MgSO4 harus memenuhi syarat yaitu refleks patella normal, respirasi >
16 kali per menit, produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc (0,5
cc/kgBB/jam), siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.
Selain itu dosis pemberian juga harus sesuai dengan protap : yaitu
terdiri dari loading dose/initial dose injeksi 4gr (10ml) MgSO4 40% +
10 ml akuades bolus iv dalam 15 menit dilanjutkan dengan
maintenance dose injeksi 6gr (15ml) MgSO4 40%+500 ml RL drip 20
tpm.
c) Pemberian diuretikumTidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang digunakan adalah
Furosemida. Namun pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu
memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin,
dan menurunkan berat janin (Wiknjosastro, 2009).
d) Pemberian antihipertensiAntihipertensi digunakan bila tekanan diastolik > 110 mmHg,
untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-110 mmHg
(Hutomo, 2008). Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik (Wiknjosastro, 2009). Bila
tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan berbahaya karena akan
menyebabkan hipoperfusi uteroplasenta (Hutomo, 2008).
Antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak adalah
diazokside, ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat. Sedangkan
antihipertensi lini pertama yang digunakan di Indonesia saat ini adalah
Nifedipin, dengan dosis 10 - 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam (Wiknjosastro, 2009).
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
22/58
22
Antihipertensi lini kedua adalah Sodium nitroprusside dan
Diazokside. Obat antihipertensi lini pertama yang digunakan di
Amerika adalah hidralazin injeksi, di Indonesia tidak tersedia.
Merupakan suatu vasodilator langsung pada arteriole yang
menimbulkan refleks takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga
memperbaiki sirkulasi uteroplasenta
e) Pemberian glukokortikoidPemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 3234 minggu, 2 x 24 jam.
Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
7. Sikap terhadap kehamilannyaBerdasarkan Williams Obstetrics (Cunningham, 2005), ditinjau dari umur
kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :
a) Perawatan aktif (aggressive management)Berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa. Cara mengakhiri kehamilan
dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum (Wiknjosastro, 2009). Tindakan terminasi sebaiknya
dilakukan setelah keadaan ibu stabil dan apabila diperlukan dilakukan
tindakan seksio sesarea (Karkata, 2007).
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan
di bawah ini :
1) Ibu(a) Umur kehamilan > 37 minggu(b) Adanya tanda-tandaImpending Eclampsia(c) Kegagalan terapi konservatif : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
(d) Diduga terjadi solusio plasenta(e) Timbul onsetpersalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
23/58
23
2) Janina) Adanya tanda-tandafetal distressb) Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)c) Terjadinya oligohidramnion
3) Laboratorika) Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
b) Perawatan konservatif (ekspektatif)Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan < 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin
baiK.
c. EklampsiaJika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
K. PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah melahirkan
bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, disamping juga mencegah
komplikasi yang dapat terjadi dengan ibu. Tujuan lainnya adalah mencegah
terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu hamil.
Morbiditas dan mortalitas penderita preeklampsia sangat ditentukan umur
kehamilan saat ditemukan, beratnya penyakit, kualitas penanganan dan adanya
penyakit penyerta lainnya. Preeklampsia ringan yang ditemukan pada kehamilan >
36 minggu biasanya tidak bermasalah dan prognosenya baik, sebaliknya
preeklampsia berat yang ditemukan pada kehamilan < 34 minggu akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu, apalagi jika dijumpai penyakit
penyerta lainnya (Roeshadi, 2007).
Berikut ini adalah Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi dalam
penanganan kasus hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia, dan preeklampsia
berat (POGI, 2006):
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
24/58
24
a. Hipertensi dalam kehamilan1. Pemeliharaan kehamilan sesuai dengan kehamilan normal, kecuali
pemberian obat antihipertensi seperti pemberian calcium chanel blocker
2. Monitor proteinuria3. Persalinan dan kelahiran sesuai indikasi obstetrik kecuali terjadi krisis
hipertensi
4. Prognosis pada umumnya baikb.Preeklampsia ringan
1. Pemeliharaan kehamilan sesuai kehamilan normal2. Banyak istirahat/tirah baring3. Monitor proteinuria4. Persalinan dan kelahiran diupayakan pada 37 minggu penuh5. Prognosis pada umumnya baik
c. Preeklampsia berat1. Rawat rumah sakit2. Periksa laboratorium sesuai kemampuan rumah sakit3. Berikan MgSO44. Berikan obat anti hipertensi, nifedipin sebagai obat terpilih5. Terminasi kehamilan adalah : terapi definitif, variasi usia gestasi pada saat
pengakhiran kehamilan bergantung dari kemampuan masing-masing rumah
sakit
6. Prognosis sangat bervariasi tergantung kondisi pasien
Penyulit Preeklampsia
a. Penyulit ibu1. Sistem saraf pusat : perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, retina detachment.
2. Gastrointestinal-hepatik : subkapsular hematoma hepar, ruptur kapsulhepar.
3. Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.4. Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
25/58
25
5. Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresipernapasan, kardiakarrest, iskemia miokardium.
6. Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikanb.Penyulit janin
1.Intrauterine fetal growth restriction2. Solusio plasenta3. Prematuritas4. Sindroma distress napas5. Kematian janin intrauterin6.Necrotizing enterocolitis7. Sepsis8. Cerebral palsy
Pencegahan Preeklampsia
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya
preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai resiko terjadinya
preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi
sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah (Wiknjosastro, 2009).
Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal:
a. Pencegahan dengan nonmedikalPencegahan nonmedikal adalah dengan tidak memberikan obat. Cara yang
paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Selain itu dapat pula melakukan
restriksi garam (Wiknjosastro, 2009), walaupun tidak terbukti dapat mencegah
terjadinya preeklampsia. Pencegahan lainnya adalah berupa manipulasi diet
seperti pemberian suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan
asam lemak tidak jenuh dan antioksidan
b.Pencegahan dengan medikalPencegahan secara farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian obat,
baik anti hipertensi maupun diuretik walaupun hingga saat ini belum ada bukti
yang kuat dan sahih tentang hasil dari pemberian tersebut. Untuk pemberian
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
26/58
26
diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan memperberat
keadaan hipovolemia
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
27/58
27
BAB III
KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Alamat : Asrama Arhanud 6, Tanjung Priuk, Jakarta Utara
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk RS : 03 September 2013 pkl. 11.40 WIB
No. Rekam Medik : 288288
Anamnesis
Keluhan Utama
Rujukan poliklinik fetomaternal RSPAD Gatot Soebroto dengan tekanan darah tinggi
(190/100 mmHg)
Riwayat Kehamilan Sekarang
Pasien G2P1A0 gemeli hamil 32 minggu, HPHT 9 Januari 2013, TP 16 Oktober 2013,
tekanan darah tinggi sejak 16 minggu umur kehamilan. Pasien melakukan ANC teratur setiap
bulan di poliklinik fetomaternal RSPAD Gatot Soebroto. Keluhan mulas - mulas (-), keluar
lendir darah (-), keluar air-air (-), Gerak janin aktif (+). Pasien menyangkal adanya pusing,
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
28/58
28
pandangan kabur, mual muntah, demam, maupun nyeri ulu hati. Riwayat keputihan (-). Riwayat
gigi berlubang (-). Riwayat HT sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu
disangkal. Ada riwayat keturunan hamil kembar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung, alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung, alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Menstruasi
Menarche usia 16 tahun, siklus teratur 28 hari, lama menstruasi 7 hari, ganti pembalut 4x/hari,
nyeri haid (-).
Riwayat KB
Pemakaian KB suntik semenjak kelahiran anak pertama, kemudian berhenti selama 5 bulan
sebelum kehamilan anak kedua.
Riwayat Pernikahan
Menikah 1x (27 September 2005)
Riwayat Obstetri
G2P1A0 :
1. Perempuan, 6 thn, 3300 gram, lahir SC a/i KPD 24 jam
2. Hamil saat ini.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik, Compos MentisTanda vital : TD 190/100 mmHg, Nadi 86 x/menit, Suhu 36,7
oC, Pernapasan
22x/menit
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Jantung : BJ I-II normal, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : BN veskuler, Rh -/-, Wh -/-
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
29/58
29
Abdomen : lebih besar dari usia kehamilan
Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer cukup, edema +/+
Status Obstetrik / Ginekologi
Palpasi
LI: TFU 38 cm, pada fundus teraba 2 bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang
bundar yang berarti bokong.
LII: Pada perut bagian kiri dan kanan teraba lebar dan memberikan rintangan yang besar
berarti punggung .
LIII: Bagian terendah janin teraba 2 bagian besar, bulat, dan keras yang berarti kepala.
LIV: Kepala janin belum masuk PAP.
Auskultasi
DJJ bayi 1: 145 dpm, bayi 2: 138 dpm teratur, kualitas kuat
Inpekulo
Vulva - uretra tenang, perdarahan (-), portio livid, Fluor (-), Fluksus (-)
VT : Portio kenyal, belum ada, Ketuban (+),
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
(03 September 2013)
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 12,0 12-16 g/dl
Ht 33 37-47 %
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
30/58
30
Eritrosit 4,0 4,3-6,0 jula/l
Leukosit 13700 4800-10800 /l
Trombosit 285000 150000-400000 /l
MCV 83 80-96 fl
MCH 30 27-32 pg
MCHC 37 32-36 g/dl
SGOT 22 < 35 u/l
SGPT 15 < 40 u/l
Albumin 3,1 3,5-5,0 g/dl
Ureum 29 20-50 mg/dl
Kreatinin 1,6 0,5-1,5 mg/dl
GDS 84 < 140 mg/dl
Na 143 135-147 mmol/l
K 4,0 3,5-5,0 mmol/l
Cl 107 95-105 mmol/l
Urinalisis
pH 6,0 4,6-8,0
Berat jenis 1015 1010-1030
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
31/58
31
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Kelon Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif-positif 1
Eritrosit 2-2-2 < 2 LPB
Leukosit 7-6-7 < 5 LPB
Silinder Negatif Negatif
Faal hemostasis
PT 10,2 9,8-12,5 detik
APTT 32,3 27-39 detik
CTG
Bayi 1
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
32/58
32
Frekuensi dasar 140 dpm; variabilitas 5-20 dpm; akselerasi (+); deselerasi (-); pola disfungsi
SSP tidak ada; gerak janin > 10x dalam 10 menit; His (-)
Diagnosa : kategori 1
Bayi 2
Frekuensi dasar 145 dpm; variabilitas 5-20 dpm; akselerasi (+); deselerasi (-); pola disfungsi
SSP tidak ada; gerak janin > 10x dalam 10 menit; His (-)
Diagnosa : kategori 1
USG
Bayi 1 Pengukuran USG Bayi 2
75 BPD 77
251 HC 282
236 AC 254
56 FL 59
1326 TBJ 1579
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
33/58
33
Hasil pemeriksaan USG
Janin : gemeli presentasi kepala-kepala .
Plasenta : korpus depan
Amnion : ICA cukup, sekat (+)
Jantung : janin 1: 149 dpm, janin 2: 144 dpm
Anomali : kelainan kongenital sulit dievaluasi
Doppler : tidak dilakukan
Aktivitas : baik
Penilaian : Janin gemeli presentasi kepala-kepala biometri umur kehamilan 32-33 minggu
Diagnosis kerja
Ibu
G2P1A0 Hamil 34 minggu (HPHT) dengan HDK dd PEB,
Janin
Janin gemeli kepala kepala hidup keduanya
Penatalaksanaan
Rencana Diagnostik
- Observasi Tanda vital, His, DJJ / jam- Observasi perburukan PEB
Rencana Terapi
- Tatalaksana PEB MgSO4 4 gram bolus dilanjutkan 1gr/jam I.VNifedipin 4 x 10 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru dexametason 2 x 6 mg I.V (2 hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
34/58
34
Vit. C 2 x 400 mg P.O
Elevasi kepala 300
Follow up
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
03/09/13
14.30
S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 140/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 145 dpm,
bayi 2 : 140 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan HDK
dd PEB, Janin gemeli kepala kepala hidup
keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Nifedipin 4 x 10 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
16.30 S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O : Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/100 mmHg,
N 90 x/m, RR 18 x/m, S 36.5C, TFU : 38 cm, DJJ
bayi 1: 145 dpm, bayi 2 : 140 dpm
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
35/58
35
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
20.30 S : tidak ada keluhan, kontraksi (-), gerak janin (+)O : Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/100 mmHg,
N 90 x/m, RR 18 x/m, S 36.5C, TFU : 38 cm, DJJ
bayi 1: 148 dpm, bayi 2 : 152 dpm
04/09/2013
07.00
S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 180/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5CSt. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 142 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
09.00 S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing
(+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak
janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 140/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5CSt. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 130 dpm,
bayi 2 : 135 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
CTG bayi 1: kategori 1, bayi 2: kategori 2
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
36/58
36
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Konsul IPD, mata,
kardiologi.
14.00 S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing
(+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak
janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 140/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5CSt. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 140 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
18.00 S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing
(+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak
janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 140/100 mmHg N
80 x/m RR 18 x/m S 36CSt. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 142 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
37/58
37
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
21.00 S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 138 dpm,
bayi 2 : 140 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru
dexametason 2 x 6 mg I.V (2
hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
05/09/2013
07.00
S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/90 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 143 dpm,
bayi 2 : 138 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
38/58
38
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
05/09/2013
13.00
S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 190/110 mmHg N
86 x/m RR 20 x/m S 36C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 143 dpm,
bayi 2 : 138 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
06/09/2013
07.00
S : Pasien mengeluh lelah, gerak janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 190/100 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.3C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 145 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
Urinalisis
pH 6,0 4,6-8,0
Berat jenis 1015 1010-1030
Protein ++ Negatif
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
39/58
39
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Kelon Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif-positif
1
Eritrosit 2-3-2 < 2 LPB
Leukosit 6-6-6 < 5 LPB
Silinder Negatif Negatif/LPK
Kristal Negatif Negatif
Epitel Positif 1 Negatif
Lain-lain Bakteri
+/positif +
Negatif
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
06/09/2013
19.15
S : keluhan tidak ada, gerak janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 140/90 mmHg N
82 x/m RR 18 x/m S 36C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 145 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
40/58
40
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
21.00 S : keluhan tidak ada
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/90 mmHg N
90 x/m RR 18 x/m S 36.3C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 148 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
07/09/2013
06.00
S : tidak ada keluhan
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 190/120 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.7C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 148 dpm,
bayi 2 : 135 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
41/58
41
Pemeriksaan Hasil Nilai
rujukan
Urinalisis
protein
Positif 2 Negatif
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
13.00 S : tidak ada keluhan, gerak janin aktif
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 190/110 mmHg N
82 x/m RR 22 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 146 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
16.00 S : tidak ada keluhan, gerak janin aktif, kontraksi(-)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/110 mmHg N
82 x/m RR 22 x/m S 36C
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
42/58
42
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 137 dpm,
bayi 2 : 143 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
21.00 S : mules (-), gerak janin aktif
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/110 mmHg N
84 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 146 dpm,
bayi 2 : 150 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
43/58
43
Elevasi kepala 30
08/09/2013
06.00
S : tidak pusing dan mual muntah, tidak perdarahan
dan kontraksi, gerak janin (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/100 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 135 dpm,
bayi 2 : 145 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
Urinalisis
pH 6,5 4,6-8,0
Berat jenis 1015 1010-1030
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Kelon Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif-positif
1
Eritrosit 2-3-2 < 2 LPB
Leukosit 5-6-5 < 5 LPB
Silinder Negatif Negatif/LPK
Kristal Negatif Negatif
Epitel Positif 1 Negatif
Lain-lain Bakteri
+/positif +
Negatif
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEBMgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudahselesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Rencana terminasi kehamilan
dengan SC
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
44/58
44
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
10.00 Diskusi dengan Dr. Ichnandy SpOG, terminasi
pasien dengan G2P1A0 hamil 30 minggu
PEB superimposed BSC 1x post pematangan
paru & MgSO4 TBJ bayi 1 1500gr bayi 2
1300gr
Prinsip setuju terminasi pada
PEB post pematangan paru h
30 minggu diskusikan
dengan Dr. Judi SpOG (FM)
ttg perumbuhkembangan
perinatologi.
11.00 S : mules (-), gerak janin aktif
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/100 mmHg N84 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 135 dpm,
bayi 2 : 145 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
12.05 Diskusi Dr. Judi SpOG,pasien dengan G2P1A0
hamil 30 minggu PEB superimposed BSC 1x
post pematangan paru & MgSO4 TBJ bayi 1
1500gr bayi 2 1300gr terminasi jika TD
Bila sewaktu-waktu TD tidak
terkendali SC cito dgn
mengundang Dr. Ichnandy
SpOG dan SpA.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
45/58
45
tidak terkendali. Konsultasikan juga dengan
perinatologi untuk back up
NICU
18.00 S : Keluhan tidak ada
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 180/110 mmHg N
90 x/m RR 20 x/m S 36C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 140 dpm,
bayi 2 : 146 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
20.30 S : mules (-), gerak janin aktif
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 170/110 mmHg N
84 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 138 dpm,
bayi 2 : 146 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
46/58
46
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
21.15 S : mules (-), gerak janin aktif
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/100 mmHg N
84 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 38 cm, DJJ bayi 1: 140 dpm,bayi 2 : 131 dpm
I : v/u tenang, tidak ada perdarahan
A : G2P1A0 Hamil 34 minggu dengan PEB
superimposed TD fluktuatif, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
MgSO4 4 gram bolus
dilanjutkan 1gr/jam I.V
selesai
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Kaptopril 2 x 0,15 mg P.O
Pematangan paru sudah
selesai
Batasi cairan seimbang
1800cc
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Persiapan SC esok hari,
pasien dipuasakan
09/09/2013
11.00
S : Mules (-), lendir darah (-), air-air (-), pusing (-),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), gerak janin
(+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 200/120 mmHg N
84 x/m RR 20 x/m S 36.5C
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
Observasi perburukan PEB
Puasa diteruskan
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
47/58
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
48/58
48
Leukosit 8-10-8 < 5/LPB
Analisa gas
darah
Hasil Nilai rujukan
pH 7,386 7,37-7,45
pCO2 20,6 33-44 mmHg
pO2 177,0 71-104 mmHg
Bikarbonat
HCO3
12,5 22-29 mmol/l
Kelebihan
basa (BE)
-10,6 (-2)-3 mmol/l
Saturasi O2 99,1 94-98 %
11.20
11.35
11.50
12.05
12.20
12.30
12.33
12.35
12.50
13.00
Perdipine drips mulai 1,8 cc dipasang
TD 220/130 mmHg perdipine drips 3,6 cc
TD 220/130 mmHg perdipine drips 5,4 cc
TD 220/130 mmHg perdipine drips 7,2 cc
TD 220/120 mmHg perdipine drips 9,0 cc
TD 220/130 mmHg perdipine drips 10,8 cc
TD 220/130 mmHg perdipine drips 18,0 cc
TD 200/110 mmHg perdipine drips 27,0 cc
Profenid supp 1 per rectal
TD 200/110 mmHg perdipine drips 30,6 cc,
nifedipine 10mg, metildopa 250 P.O, Adalat oros
P.O
TD 200/100 mmHg pasien diantar ke OK central
17.05 S : sesak (-), mual (-)
O :Ku/kes : sakit berat/CM TTV : TD 160/90
Observasi Tanda vital, His,
DJJ / jam
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
49/58
49
mmHg N 80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
A : Post SC a/i G2P1A0 Hamil 34 minggu
dengan PEB superimposed TD fluktuatif
G2P1A0 Hamil 34 minggu, Janin gemeli
kepala kepala hidup keduanya PJT
Diet mulai makan bertahap
IVFD RL + pitocin 20
unit/24jam
Fentanyl 200mg + 50mg
Ceftriaxon 1 x 2gr I.V
OMZ 1 x 40 mg I.V
Vit C 1 x 400 mg I.V
NB5000 1 x 1 amp
10/09/2013 S : pusing/nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
nyeri ulu hati (-), mual-muntah (-), nyeri luka
operasi (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/90 mmHg N
90 x/m RR 20 x/m S 36.8C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
baik
I : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-1 pada P2 post SC a/i
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD
terkontrol, hipoalbuminemia.
Pemeriksaan
hematologi
Hasil Nilai rujukan
Hb 10,8 12-16 g/dl
Ht 31 37-47 %
Eritrosit 3,6 4,3-6,0 juta/l
Leukosit 24500 4800-10800 l
Observasi Tanda vital,
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
2000cc/24 jam
IVFD line 1 KaenMg 20
tts/mnt, line 2 Ringerfudin
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, GV hari ke-3,
hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 250 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
50/58
50
16.00
21.00
PT 11,0 9,8-12,6 detik
APTT 33,1 27-39 detik
Albumin 2,7 3,5-5,0 g/dl
Ureum 58 20-50 mg/dl
Kreatinin 2,2 0,5-1,5 mg/dl
Magnesium 3,46 1,8-3,0 mEq/l
Klorida 108 95-105 mmol/l
Analisa gas
darah
Hasil Nilai rujukan
pH 7,355 7,37-7,45
pCO2 26,2 33-44 mmHg
pO2 84,6 71-104 mmHg
Bikarbonat
HCO3
14,8 22-29 mmol/l
Kelebihan
basa (BE)
-8,8 (-2)-3 mmol/l
Saturasi O2 95,9 94-98 %
TD 180/100 mmHg, PEB TD belum terkontrol
TD 190/90 mmHG
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Rencanakan konsul IPD
11/09/2013 S : pusing/nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), Observasi Tanda vital,
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
51/58
51
nyeri ulu hati (-), mual-muntah (-), nyeri luka
operasi (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/100 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
baik
I : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-2 pada P2 post SC a/i
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD belum
terkontrol, hipoalbuminemia.
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
2000cc/24 jam
IVFD line 1 KaenMg 20
tts/mnt, line 2 Ringerfudin
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, GV hari ke-3,
hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Konsul IPD : valsartan 1 x 80
mg P.O
12/09/2013 S : pusing/nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
nyeri ulu hati (-), mual-muntah (-), nyeri luka
operasi (+)
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 180/100 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
baik
I : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-2 pada P2 post SC a/i
Observasi Tanda vital,
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
1800cc/24 jam
IVFD line 1 KaenMg 20
tts/mnt, line 2 Ringerfudin
habis stop
NAC 3 x 600 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
52/58
52
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD belum
terkontrol, hipoalbuminemia.
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, GV hari ke-3,hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Valsartan 1 x 80 mg P.O
13/09/2013 S : nyeri luka operasi (+), sudah dapat mobilisasi
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 180/100 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
baikI : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-3 pada P2 post SC a/i
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD belum
terkontrol, hipoalbuminemia.
Observasi Tanda vital,
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
1800cc/24 jam
IVFD line 1 KaenMg 20
tts/mnt.
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, GV hari ke-3,
hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
53/58
53
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Valsartan 1 x 80 mg P.O
14/09/2013 S : nyeri luka operasi (+), sudah dapat mobilisasi
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 160/100 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
baik
I : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-4 pada P2 post SC a/i
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD belum
terkontrol, hipoalbuminemia.
Observasi Tanda vital,
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
1800cc/24 jam
IVFD line 1 KaenMg 20
tts/mnt
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Valsartan 1 x 80 mg P.O
15/09/2013 S : nyeri luka operasi (+), sudah dapat mobilisasi
O :Ku/kes : baik/CM TTV : TD 150/90 mmHg N
80 x/m RR 20 x/m S 36.5C
St. generalis : dalam batas normal
St. obstetri : TFU : 3 cm di bawah pusat, kontraksi
Observasi Tanda vital,
kontraksi, dan perdarahan
Observasi perburukan PEB
Batasi cairan seimbang
1800cc/24 jam
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
54/58
54
baik
I : v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A : perawatan hari ke-5 pada P2 post SC a/i
PEB, gemeli, BSC 1x dengan PEB TD
terkontrol, hipoalbuminemia.
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg I.V
Elevasi kepala 300
Diet TKTP, mobilisasi
bertahap, hygene v/u.
Cefadroxil 2 x 500 mg P.O
Asam mefenamat 3 x 500 mg
P.O
Sangobiad 1 x 1 tab P.O
Adalat oros 2 x 30 mg P.O
Metildopa 3 x 500 mg P.O
Valsartan 1 x 80 mg P.O
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
55/58
55
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus Ny. R, 32 tahun didapat diagnosa G2P1 Hamil 34 minggj + PEB, Janin
Gemeli Hidup Presentasi Kepala Riwayat SC 1x kehamilan sebelumnya. Berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal-hal yang mendukung diagnosa PEB adalah
sebagai berikut:
Anamnesa:
Pasien datang rujukan dari Poliklinik Fetomaternal RSPAD dengan tekanan darah tinggi 190/100
mmHg. Pusing (-), mual muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-). Riwayat HT sebelum
hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu disangkal.
Pemeri ksaan f isik & pemeri ksaan penunjang:
- TD 190/100 mmHg- Proteinuria +2
Penatalaksanaan
Rencana Diagnostik
- Observasi Tanda vital, His, DJJ / jam- Observasi perburukan PEB
Rencana Terapi
- Tatalaksana PEB MgSO4 4 gram bolus dilanjutkan 1gr/jam I.VNifedipin 4 x 10 mg P.OMetildopa 3 x 500 mg P.O
Pematangan paru dexametason 2 x 6 mg I.V (2 hari)
NAC 3 x 600 mg P.O
Vit. C 2 x 400 mg P.O
Elevasi kepala 300
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
56/58
56
Pemberian MgSO4 bertujuan untuk mencegah terjadinya kejang atau berlanjut menjadi
eklamsia. Pemberian pertama loading dose yaitu 4 gr MgSO4 40% dalam 10 cc. MgSO4 yang
tersedia adalah Sediaan MgSO4 40% dalam 25 cc = 10 gram 1 gram = 2,5 cc. Maka 4 gr
MgSO4 40% = 10 cc, diencerkan hingga 20cc diberikan iv perlahan dalam 15 menit.
Kemudian dilanjutan dosis maintenace 1gr/jam dalam 24 jam.
Antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 4 x 10 mg per oral, tidak diberikan
sublingual karena karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.
Pemberian NAC dan Vitamin C adalah sebagai antioksidan dan anti radikal bebas
untuk mencegah kerusakan yang berlebihan akibat radikal bebas berbahaya akibat efek
dari stres oksidatif pada preeklampsia.
Pada pasien ini juga dilakukan elevasi kepala dan pemberian cairan yang cukup.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
57/58
57
BAB V
KESIMPULAN
1. Kehamilan risiko tinggi adalah ibu hamil yang mempunyai resiko atau bahaya dankomplikasi yang lebih besar pada kehamilan / persalinannnya baik terhadap ibu maupun
terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas
dibandingkan dengan ibu hamil dengan kehamilan / persalinan normal. Kehamilan risiko
tinggi juga merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin
pada kehamilan yang dihadapi.
2. Berdasarkan hasil penelitian terbaru, preeklampsia menempati posisi sebagai penyebabtersering kematian maternal, khususnya di Indonesia. Preeklampsia ditandai dengan
peningkatan tekanan darah yang biasanya terjadi pada trimester ke-III dan proteinuria serta
edema (anasarka).
3. Dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit pada kehamilan danpersalinan adalah : asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil,
peningkatan pelayanan/jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan, peningkatan
pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan, peningkatan status wanita baik dalam
pendidikan/gizi/masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial
ekonominya, serta menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program
keluarga berencana.
-
7/22/2019 PEB A.RYAN
58/58
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin Abdul Bari, Rachimhadhi, Wiknjosastro Gulardi. Ilmu Kebidanan SarwonoPrawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2011
2. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Direktorat JenderalPembinaan Kesehatan Masyarakat
3. Saifuddin Abdul Bari, Wiknjosastro Gulardi, Waspodo Djoko. Buku Acuan NasionalPelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2002
4. Roeshadi RH. 2004. Gangguan Dan Penyulit Pada Masa Kehamilan. Avaliable in:http://repository.usu.ac.id/. Diakses pada tanggal 20 September 2013.
5. Roeshadi RH. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian IbuPada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology: 31(3). pp.123-133
6. Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat Di Rumah SakitDr. H. Soewondo Kendal Semarang, Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi,
Universitas Diponegoro.
7. Soekimin, Tambunan Gani W, Wibisono AH, Sufida. 2006. Gambaran HistopatologiPlasenta pada Kehamilan Normotensif dan Kehamilan dengan Klinis Preeklampsia.
Majalah Kedokteran Nusantara : 39(1). pp. 42-47
8. Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadhi T. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp.530-561
9. Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: WilliamsObstetrics.22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division, 509-536.
10.Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2006. Standar Pelayanan MedikObstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3563/1/obstetri-haryono.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3563/1/obstetri-haryono.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3563/1/obstetri-haryono.pdf