pbl blok 13
DESCRIPTION
tumbuh kembangTRANSCRIPT
Demensia Alzheimer pada Pasien Geriatri
Rainy Chandranata
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, usia manusia juga akan bertambah hingga menjadi
manusia lanjut usia. Hal ini juga diiringi oleh semakin menurunnya fungsi dan kinerja dari
organ-organ tubuh. Oleh sebab itu, pada lansia banyak ditemukan gangguan yang
dikarenakan penurunan dari fungsi tubuh dan proses degeneratif. Salah satunya adalah
demensia.
Demensia termasuk salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi oleh negara-
negara maju, yang pada masa sekarang ini sering juga dijumpai di negara-negara
berkembang, salah satunya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penyakit-
penyakit degenerative seiring dengan peningkatan usia harapan hidup di hampir seluruh
belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa negara Amerika Serikat, pada populasi
di atas 65 tahun persentase orang dengan penyakit Alzheimer, penyebab terbesar dari
demensia, meningkat sebanyak dua kali lipat setiap pertambahan lima tahun. Di negara Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, penyakit ini baru ditemukan pada tahun 2005 dengan kejadian
berjumlah 606.100 kasus.1
Munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena gejala yang tdiak jelas dan
perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Pasien dan keluarga juga sering
menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia merupakan
suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif
akan terus berlajut sampai mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan
jatuh pada ketergantungan dengan lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, maka kita
Alamat Korespondensi: 102011192, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2011, Kelompok : E8. Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510,Telp: 021-5694201ext.2061,
1
harus mengetahui bagaimana gejala-gejala, penyebab, dan proses terjadinya penyakit
Alzheimer ini sehingga dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau mempertahankan
fungsi kognitif bagi para lansia.
Kasus
Pria berusia 67 tahun dibawa berobat keluarganya karena pikunnya dirasa keluarga semakin
parah, sering lupa nama anak-anaknya saat diajak bicara, tidak tahu alamat tempat tinggal,
jarang mau bergerak, seringkali acuh tak acuh dan mudah sekali lupa. Hal ini menurut
keluarga pasien dirasa semakin jelas setidaknya 3 bulan ini. Kegiatan pasien beberapa tahun
belakangan hanya di rumah, jarang bergaul karena teman-teman sebaya dan istrinya sudah
tiada.
Mind Maping
2
patofisiologi
penatalaksanaan
Pria 67 thn: pikun
sekitar 3 bln terakhir, jarang bergerak dan acuh tak acuh, TD
160/100
anamnesis
Manifestasi klinik
Epidemiologi
PP
etiologi
DD
PF
WD
pencegahan
prognosis
Demensia Alzheimer
Hipertensi IIMild Cognitive
Impairment
komplikasi
Hipotesis
Pria 67 tahun diduga mengalami demensia tipe Alzheimer dan hipertensi
grade II.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu percakapan antara
seorang dokter dan pasien secara langsung atau melalui perantara orang lain yang menfetahui
kondisi pasien dengan tujuan untuk mendapatkan data pasien berserta permasalahan
medisnya. Anamnesis dibagi menjadi dua yaitu autoanamnesis, bila dokter bisa menanyakan
keluhan-keluhan yang dihadapi langsung dengan si penderita, dan alloanamnesis, bila kondisi
si penderita tidak memungkinkan untuk ditanyai sehingga dokter menanyakan keluhan
kepada orang yang mengetahui kondisi pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat
maka informasi yang didapatkan sangat berharga untuk menegakan suatu diagnosis.2
Pada kasus ini, anamnesis harus terfokus pada onset, lama terjadinya, dan bagaimana
laju progresif penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Anamnesa yang dilakukan khususnya
menggunakan allo anamnesa karena pasien tidak memungkinkan lagi untuk diwawancarai.
Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang berlangsung lambat selama beberapa
tahun kemungkinan menderita penyakit Alzheimer. Sebanyak 75% kasus dimulai dengan
gejala memori, selain itu juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,
mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi. Perubahan kepribadian, peningkatan
berat badan terhadap makanan mengarah kepada fronto-temporal demensia. 3
Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka anamnesa harus juga
diarahkan pada berbagai factor risiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susuna saraf
pusat akibat sifilis, konsumsi alcohol berlebih, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik,
serta penggunaan obat-obat jangka panjang, seperti sedative. Riwayat keluarga juga harus
selalu menjadi bagian dari evaluasi, mengingat bahwa penyakit Alzheimer ini memiliki
kecenderungan familial.1
Pemeriksaan fisik
3
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dimana kontak pasien dengan dokter secara
langsung. Pada pemeriksaan fisik, selain memeriksa keadaan organ-organ pasien,yang harus
dilakukan adalah memeriksa keadaan umum pasien (pemeriksaan tanda vital) yang terdiri
dari tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu.4
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup 1.
Kesan keadaan sakit. 2. Kesadaran pasien. 3. Status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan
umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan
pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan
anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan.4
Pada kasus ini juga diperlukan pemeriksaan neurologis, kognitif, dan neuropsikiatrik.
Pada umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali
pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,
mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, Demensia
dengan Lewy Body, atau juga demensia multi infark.5
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk mengevaluasi dan konfirmasi penurunan
fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE), yang dapat digunakan
untuk memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit Alzheimer penurunan yang terlihat
berupa memori episodic, category generation (menyebutkan sebanyak-banyaknya binatang
dalam satu menit), dan kemampuan visuokonstruktif. Penurunan pada kemampuan verbal dan
memori episodic visual sering merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat
pada kasus ini dan tugas yang membutuhkan pasien untuk menyebutkan ulang daftar oanjang
kata atau gambar setelah jeda waktu tertentu akan menunjukkan defisit pada sebagian pasien
penyakit Alzheimer.3
Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. Dokter menentukan dampak
kelainan terhadap memori pasien, hubungan di komunitas, hobi, penilaian, berpakaian, dan
makan. Pengetahuan mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur
pendekatan terapi dengan keluarga.1
Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan :
- pasien dalam keadaan compos mentis atau sadar penuh
- Tinggi badan : 165 cm - RR: 18x/menit
- Berat badan: 58 kg - TD: 160/100mmHg
- Denyut nadi : 68x/menit - Suhu: 36oC
4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan adalah pemeriksaan fungsi tiroid,
kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit,dan VDRL secara rutin. Tes laboratorium pada
pasien dengan demensia tidak dilakukan serta merta pada semua kasus. Penyebab yang
reversible dan dapat diatasi tidak boleh terlewat. Pemeriksaan tambahan yang perlu
dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, ginjal, dan pemeriksaan toksi di
urin/darah, dan apolipoprotein E. Selain itu, pemeriksaan yang juga direkomendasikan adalah
CT/MRI kepala. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi
area infark, hematoma subdural, dan memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan normal
atau penyakit white matter yang luas. MRI dan CT juga dapat mendukung diagnosis penyakit
Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.
Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Positron Emission
Tomography (PET) dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal parietal
pada penyakit Alzheimer.3 Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan EEG yang akan akan
menunjukkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang spesifik pada penderita
Alzheimer.6
Diagnosis
Demensia tipe Alzheimer
Menegakkan penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat.
Untuk melakukan diagnosis klinis penyakit ini diterbitkan suatu consensus oleh The
National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke
(NINCDS) dan The Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (ARDA)
dengan criteria sebagai berikut :
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the
mini-mental test, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan sejenis, dan
dikonfirmasi oleh tes neuropsikologik
- Defisit pada dua atau lebih area kognitif
- tidak ada gangguan kesadaran
5
- Onset umur 40-90 tahun, umumnya setelah umur 65 tahun
- Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat
menyebabkan defisit progresif.
Diagnosis tersebut didukung oleh:
- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama terutama bila sudah
dikonfirmasi secara neuropatologi
Hasil laboratorium menunjukkan pungsi lumbal normal yang dievaluasi
dengan teknik standar, pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada
EEG seperti peningkatan aktivitas slow wave, bukti adanya atrofi otak pada
pemeriksaan CT scan yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan
serial.
Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis setelah mengeksklusi
penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat
- Gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinesia, delusi,
halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan
berat badan
- Abnormalitas neurologic pada beberapa pasien terutama pada penyakit tahap
lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah
- Kejang pada penyakit lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis menjadi tidak cocok
- Onset yang mendadak dan apoplectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik,
defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang
atau gangguan melangkah oada saat onset atau tahap awal perjalanan penyakit
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
- Dibuat berdasarkan adnya sindrom demensia tanpa adanya gangguan
neurologis, psikiatrik,atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia.
6
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang
cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan
merupakan penyebab demensia
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsy atau autopsi
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtype penyakit Alzheimer,
seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal sama
- onset sebelum usia 65 tahun
-Adanya trisomi 21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan sperti penyakit
Parkinson3
Hipertensi grade II
Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya, bahkan
dengan risiko terjadinya koplikasi lebih besar. Hipertensi kronik juga dapat memicu
keadaan penurunan fungsi kognitif dan demensia. Pengobatan dengan antihipertensi
terbukti dapat mengurangi perburukan, namun hal ini menyebabkan terjadinya
penyempitan dan sklerosis arteri kecil di daerah subkortikal yang mengakibatkan
hipoperfusi, hilang autoregulasi, penurunan sawar otak dan terjadi proses
demyelinisasi white matter subkortikal, mikroinfark, dan penurunan kognitif.3
Tabel 1. Definisi dan Klasifikasi Level Tekanan Darah9
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal Kurang dari 120 Kurang dari 80
Normal Kurang dari 130 Kurang dari 85
Normal atas 130-139 85-89
Grade 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Borderline 140-149 90-94
7
Grade 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (Hipertensi Berat) Lebih dari 180 Lebih dari 110
Hipertensi Sistolik Lebih dari 140 Kurang dari 90
Bordeline Hipertensi Sistolik 140-149 Kurang dari 90
Diagnosis differential (diagnosis banding)
Mild Cognitive Impairment
Mild Cognitive Impairment (MCI) atau sering juga disebut pre-demensia
adalah suatu gangguan kognitif ringan. Gangguan ini dapat didefinisikan sebagai
tahap peralihan antara penurunan kognitif yang diharapkan dari penuaan normal dan
penurunan kognitif dengan gejala yang terlihat seperti demensia.
Kasus ini tidak mengganggu aktivitas sehari-hari yang sederhana seperti
makan, minum, mandi, dsb. Namun, melibatkan masalah dengan memori, berpikir,
bahasa, dan penilaian yang berkaitan dengan usia perubahan. Jika memiliki gangguan
kognitif ringan, mungkin akan menyadari bahwa memori atau fungsi mental telah
menurun. Keluarga dan teman dekat juga mungkin akan melihat perubahan. Namun
umumnya perubahan ini tidak cukup parah untuk mengganggu kehidupan sehari-hari.
Gangguan kognitif ringan meningkatkan risiko demensia, termasuk penyakit
Alzheimer, terutama ketika kesulitan utama yang dialami adalah gangguan daya
ingat.Tetapi beberapa orang dengan kondisi ini tidak memburuk, dan beberapa pasien
akhirnya menjadi lebih baik.7
Manifestasi Klinik
Onset dari perubahan mental penderita Alzheimer sangat perlahan-lahan, sehingga
pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul.
Terdapat tiga stadium perkembangan penyakit Alzheimer.6
8
Pada stadium awal perjalanan penyakit,(1-3 tahun) terjadi gangguan memori yang
jelas, terutama memori jangka pendek. Pasien mengalami kesulitan belajar dan mengingat
informasi baru, lebih sensitive dan mudah tersinggung atau sedih. Belum disertai gangguan
pada sistem motorik dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan penunjang.6,7
Pada stadium kedua (3-10 thn) , gangguan memori diiringi dengan defisit atensi akan
menyebabkan disorientasi waktu. Terjadi kesulitan mencari kata-kata, kesulitan melakukan
kalkulasi, dan hilangnya pengetahuan umum. Defisit persepsi dapat disertai dengan halusinasi
dan delusi, mudah gelisah, dan sering mondar-mandir. Sudah ditemukan perlambatan
gelombang lobus frontalis pada pemeriksaan EEG.6.7
Pada stadium akhir (8-12 tahun), fungsi intelektualnya sangat memburuk, kekakuan
pada tungkai, gangguan masalah traktus urinarius. Pada pemeriksaan EEG dan CT/MRI
ditemukan perlambatan difus dan pembesaran ventrikel. Akhirnya terjadi kehilangan fungsi
kognitif.6
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika.6
Epidemiologi
9
Insidensi demensiameningkat secara bermakna seiring bertambahnya usia. Setelah 65
tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertumbuhan usia lima tahun.
Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah
5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit
Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vascular.1
Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara
eksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95
tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek di atas usia 90 tahun.1
Jumlah perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (sekitar 2/3 dari total pasien). Hal ini disebabkan angka harapan hidup perempuan
lebih baik, bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan
yang rendah juga disebutkan berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer.
Factor-faktor risiko lain yang didapat dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan
penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, serta berbagai factor
risiko timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.1
Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer terjadi pada kromosom 21,
kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit
Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 Apolipoprotein E pada lebih
dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya factor genetic yang berperan
pada muculnya penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga
tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer.
Meskipun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini
merupakan factor utama yang mempermudah seseorang menderita penyakit Alzheimer.3
Patofisiologi
Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada
keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih
besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada
penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada
10
kromosom 21, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19
Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap
anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer.
Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan
lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan
menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya
antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat
yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan
dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium,
silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan
saraf pusat yang ditemukan Gambar 1. SSP normal dan penderita alzheimer11
neurofibrillary tangles (NFT) dan
senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah
keberadaan aluminum adalah
penyebab degenerasi neurosal
primer atau sesuatu hal yang
tumpang tindih. Pada penderita
alzheimer, juga ditemukan
keadan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
11
intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler
dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984),
melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer
dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang
sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas
Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmitter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya
defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada korteks
frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter
asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter
lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian
scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya
ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit
alzheimer
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopamin didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan
12
tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit
kortikal noradrenergik.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil
acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan serotonin pada
subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior
hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat
minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-
neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.3,6,8
Komplikasi
Seiring dengan berkembangnya pernyakit Alzheimer, pengidapnya akan kehilangan
kemampuan untuk mengontrol dirinya. Hal inilah yang membuat pengidap Alzheimer rentan
terhadap beberapa masalah kesehatan, seperti :
Pneumonia. Kesulitan menelan makanan dan cairan menyebabkan penderita
Alzheimer menhirup apa yang mereka makan atau minum ke dalam saluran
pernapasan dan paru sehingga dapat menyebabkan pneumonia.
Infeksi. Kesulitan menahan air seni membuat penderita membutuhkan kateter urin
yang dapat menyebabkan risiko infeksi.
Malnutrisi. Akibat ketidakpekaannya dalam respon rasa lapar sehingga terjadi
penurunan nafsu makan yang menyebabkan gizi tidak terpenuhi.11
Penatalaksanaan
Pengobatan untuk Mempertahankan Fungsi Kognitif
Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi
efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan tingkah lau dan membangun “rapport”
dengan pasien, anggota keluarga,dan pramuwerdha,saat ini fokus pengobatan adalah pada
defisit sistem kolinergik.
Kolinesterase inhibitor. Tacrine (tetrahydroaminoacridine),donepezil,rivastigmin,dan
galantamin adalah kolinesterasi inhibitor yang telah disetujui U.S Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek farmakologik obat-obatan
13
ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase,dengan meningkatnya kadar asetilkolin di
jaringan otak. Dari keempat obat tersebut,tacrine saat ini jarang digunakan karena efek
sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil dimulai pada dosis 5mg perhari,dan
dosis dinaikkan menjadi 10mg perhari setelah satu bulan pemakaian. Dosis rivastagmin
dinaikkan dari 1,5mg dua kali perhari menjadi 3mg dua kali perhari,kemudian 4,5 mg dua
kali perhari,sampai dosismaksimal 6mg dua kali sehari. Dosis dapat dinaikkan pada interval
antara satu sampaiempat minggu; efek samping umumnya lebih minimal bila peningkatan
dosisnya dilakukan lebih lama. Sementara galantamin diberikan dengan dosis awal 4mg
duakali perhari,untuk dinaikkan menjadi 8mg dua kali perhari dan kemudian 12mg perhari.
Seperti rivastigmin,interval peningkatan dosis yang lebih lama akanmeminimalkan efek
samping yang terjadi. Dosis harian efektif untuk masing-masingobat adalah 5 sampai 10mg
untuk donepezil,6 sampai 12mg untuk rivastigmin,dan 16sampai 24mg untuk galantamin.
Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian obat-obatan kolinesterase inhibitor
ini antara lain adalah mual,muntah,dan diare,dapat pula timbul penurunan berat
badan,insomnia,mimpi abnormal,kram otot, bradikardia,sinkop,dan fatig. Efek-efek samping
tersebut umumnya muncul saat awalterapi,dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya
diperpanjang dan dosisrumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal juga dapat
diminimalkan bila obat-obat tersebut diberikan bersamaan dengan makan. Penggunaan
bersama-sama lebih dari satu kolinesterase iinhibitor pada saat yang bersamaan belum
pernahditeliti dan tidak dianjurkan. Kolinesterase inhibitor umumnya digunakan bersama-
sama dengan memantin dan vitamin E.
Antioksidan. Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik
adalah alfa tokoferol (vitamin E). Pemberian vitamin E pada satu penelitiandapat
memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih berat. Vitamin E telah banyak
digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan penyakitAlzheimer dan demensia tipe
lain karena harganya murah dan dianggap aman. Dengan mempertimbangkan stres oksidatif
sebagai salah satu dasar proses menuayang terlibat pada patofisiologi penyakit
Alzheimer,ditambah hasil yang didapat pada beberapa studi epidemiologis,vitamin E bahkan
digunakan sebagai pencegahan primer demensia pada individu dengan fungsi kognitif
normal. Namun, suatu studi terakhir gagal membuktikan perbedaan efek terapi antara vitamin
E sebagai obat tunggal dan plasebo terhadap pencegahan penurunan fungsi kognitif pada
14
pasien-pasien dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Efek terapi vitamin E pada pasien
demensia maupun gangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat bila
dikombinasikan dengan kolinesterase inhibitor. 10
Memantin. Efek terapinya diduga melalui pengaruhnya pada glutaminergic
excitotoxicity dan fungsi neuron hipokampus. Uji klinis pada pasien dengan Alzheimer berat
dan sedang menunjukkan kelebihan mementin dalam perbaikan status fungsional, namun
tidak ada perbedaan dalam hal penurunan status fungsi kognitif. Bila memantin ditambahkan
dengan kolinesterase maka didapatkan perbaikan status kognitif dan berkurangnya status
fungsional dan berkurangnya gejala perubahan perilaku baru.3
Prognosis
Nilai prognostic penyakit Alzheimer bergantung kepada 3 faktor yaitu derajat
beratnya penyakit, variabilitas gambaran klinis, perbedaan individual seperti usia, keluarga
demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer
mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya
meninggal dunia akibat infeksi sekunder.6
Pencegahan
Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat pada
pathogenesis timbulnya penyakit Alzheimer, maka beberapa penelitian mencoba
mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik dalam hal pencegahan maupun terapi
demensia Alzheimer. Hasil negative ditunjukkan baik pada prednisone, rofecoxib, maupun
naproxen, sehingga sampai saat ini tidak ada data yang mendukung penggunaan obat
antiinflamasi dalam pengelolaan pasien demensia. Selain itu, walaupun beberapa studi
epidemiologic menduga bahwa terapi sulih-estrogen mungkin dapat mengurangi insidensi
demensia, namun penelitian klinis menunjukkan ternyata tidak ada manfaatnya pada
perempuan pascamenopause.
Beberapa obat lain yang dari beberapa studi pendahuluan nampaknya punya potensi
untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan demensia diantaraanya ginko
15
biloba, huperzin A (suatu kolinesterase inhibitor), imunisasi/vaksinasi terhadap amyloid, dan
beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.
Penutup
Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan gejala-gejala klinik
tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi, neuropsikologis, MRI,
SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik
sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
ekspresi genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya
dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau
keluarganya.
Daftar Pustaka
1. Bird TD, Miller BL.Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th: Alzheimer’s disease and other dementias.New York : McGraw-Hill Medical Publishing Division;2005.h.2393-406.
2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.7.
3. Rochmah W, Harimurti K.Demensia.Buku ajar ilmu peyakit dalam edisi 5.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;2009.h.837-57.
4. Bickley Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.2008.h.155-8.
5. Cumming JL.Alzheimer’s disease.N Engl J Med.2004;351:56-67.
6. Japardi I.Penyakit alzheimer.Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-iskandar%20japardi38.pdf, 2002.
7. Ginsberg L.Lectures note : Neurologi.Jakarta:Erlangga;2008.h.168-9.
8. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, dan Kasper DL.Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.Jakarta:EGC;1999.h.166-71.
9. Nadesul H. Resep mudah tetap sehat. Jakarta: Kompas; 2009.h.65.
10. Stringer JL. Konsep dasar farmakologi. Jakarta: EGC; 2008.h.124
11. Gambar SSP normal dan alzheimer. Diunduh dari http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html, 22 Maret 2012
16