pbl blok 13

25
Demensia Alzheimer pada Pasien Geriatri Rainy Chandranata Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Seiring berjalannya waktu, usia manusia juga akan bertambah hingga menjadi manusia lanjut usia. Hal ini juga diiringi oleh semakin menurunnya fungsi dan kinerja dari organ-organ tubuh. Oleh sebab itu, pada lansia banyak ditemukan gangguan yang dikarenakan penurunan dari fungsi tubuh dan proses degeneratif. Salah satunya adalah demensia. Demensia termasuk salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi oleh negara-negara maju, yang pada masa sekarang ini sering juga dijumpai di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penyakit-penyakit degenerative seiring dengan peningkatan usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa negara Amerika Serikat, pada populasi di atas 65 tahun persentase orang dengan penyakit Alzheimer, penyebab terbesar dari demensia, meningkat sebanyak dua kali lipat setiap pertambahan lima tahun. Di negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, penyakit ini baru ditemukan pada tahun 2005 dengan kejadian berjumlah 606.100 kasus. 1 Munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena gejala yang tdiak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Pasien dan keluarga juga sering 1

Upload: felicia-ananda

Post on 28-Oct-2015

94 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tumbuh kembang

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 13

Demensia Alzheimer pada Pasien Geriatri

Rainy Chandranata

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Seiring berjalannya waktu, usia manusia juga akan bertambah hingga menjadi

manusia lanjut usia. Hal ini juga diiringi oleh semakin menurunnya fungsi dan kinerja dari

organ-organ tubuh. Oleh sebab itu, pada lansia banyak ditemukan gangguan yang

dikarenakan penurunan dari fungsi tubuh dan proses degeneratif. Salah satunya adalah

demensia.

Demensia termasuk salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi oleh negara-

negara maju, yang pada masa sekarang ini sering juga dijumpai di negara-negara

berkembang, salah satunya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penyakit-

penyakit degenerative seiring dengan peningkatan usia harapan hidup di hampir seluruh

belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa negara Amerika Serikat, pada populasi

di atas 65 tahun persentase orang dengan penyakit Alzheimer, penyebab terbesar dari

demensia, meningkat sebanyak dua kali lipat setiap pertambahan lima tahun. Di negara Asia

Tenggara, termasuk Indonesia, penyakit ini baru ditemukan pada tahun 2005 dengan kejadian

berjumlah 606.100 kasus.1

Munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena gejala yang tdiak jelas dan

perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Pasien dan keluarga juga sering

menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia merupakan

suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif

akan terus berlajut sampai mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan

jatuh pada ketergantungan dengan lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, maka kita

Alamat Korespondensi: 102011192, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2011, Kelompok : E8. Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510,Telp: 021-5694201ext.2061,

[email protected]

1

Page 2: pbl blok 13

harus mengetahui bagaimana gejala-gejala, penyebab, dan proses terjadinya penyakit

Alzheimer ini sehingga dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau mempertahankan

fungsi kognitif bagi para lansia.

Kasus

Pria berusia 67 tahun dibawa berobat keluarganya karena pikunnya dirasa keluarga semakin

parah, sering lupa nama anak-anaknya saat diajak bicara, tidak tahu alamat tempat tinggal,

jarang mau bergerak, seringkali acuh tak acuh dan mudah sekali lupa. Hal ini menurut

keluarga pasien dirasa semakin jelas setidaknya 3 bulan ini. Kegiatan pasien beberapa tahun

belakangan hanya di rumah, jarang bergaul karena teman-teman sebaya dan istrinya sudah

tiada.

Mind Maping

2

patofisiologi

penatalaksanaan

Pria 67 thn: pikun

sekitar 3 bln terakhir, jarang bergerak dan acuh tak acuh, TD

160/100

anamnesis

Manifestasi klinik

Epidemiologi

PP

etiologi

DD

PF

WD

pencegahan

prognosis

Demensia Alzheimer

Hipertensi IIMild Cognitive

Impairment

komplikasi

Page 3: pbl blok 13

Hipotesis

Pria 67 tahun diduga mengalami demensia tipe Alzheimer dan hipertensi

grade II.

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu percakapan antara

seorang dokter dan pasien secara langsung atau melalui perantara orang lain yang menfetahui

kondisi pasien dengan tujuan untuk mendapatkan data pasien berserta permasalahan

medisnya. Anamnesis dibagi menjadi dua yaitu autoanamnesis, bila dokter bisa menanyakan

keluhan-keluhan yang dihadapi langsung dengan si penderita, dan alloanamnesis, bila kondisi

si penderita tidak memungkinkan untuk ditanyai sehingga dokter menanyakan keluhan

kepada orang yang mengetahui kondisi pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat

maka informasi yang didapatkan sangat berharga untuk menegakan suatu diagnosis.2

Pada kasus ini, anamnesis harus terfokus pada onset, lama terjadinya, dan bagaimana

laju progresif penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Anamnesa yang dilakukan khususnya

menggunakan allo anamnesa karena pasien tidak memungkinkan lagi untuk diwawancarai.

Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang berlangsung lambat selama beberapa

tahun kemungkinan menderita penyakit Alzheimer. Sebanyak 75% kasus dimulai dengan

gejala memori, selain itu juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,

mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi. Perubahan kepribadian, peningkatan

berat badan terhadap makanan mengarah kepada fronto-temporal demensia. 3

Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka anamnesa harus juga

diarahkan pada berbagai factor risiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susuna saraf

pusat akibat sifilis, konsumsi alcohol berlebih, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik,

serta penggunaan obat-obat jangka panjang, seperti sedative. Riwayat keluarga juga harus

selalu menjadi bagian dari evaluasi, mengingat bahwa penyakit Alzheimer ini memiliki

kecenderungan familial.1

Pemeriksaan fisik

3

Page 4: pbl blok 13

Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dimana kontak pasien dengan dokter secara

langsung. Pada pemeriksaan fisik, selain memeriksa keadaan organ-organ pasien,yang harus

dilakukan adalah memeriksa keadaan umum pasien (pemeriksaan tanda vital) yang terdiri

dari tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu.4

Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup 1.

Kesan keadaan sakit. 2. Kesadaran pasien. 3. Status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan

umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan

pertolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan

anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan.4

Pada kasus ini juga diperlukan pemeriksaan neurologis, kognitif, dan neuropsikiatrik.

Pada umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali

pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme,

mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, Demensia

dengan Lewy Body, atau juga demensia multi infark.5

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk mengevaluasi dan konfirmasi penurunan

fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE), yang dapat digunakan

untuk memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit Alzheimer penurunan yang terlihat

berupa memori episodic, category generation (menyebutkan sebanyak-banyaknya binatang

dalam satu menit), dan kemampuan visuokonstruktif. Penurunan pada kemampuan verbal dan

memori episodic visual sering merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat

pada kasus ini dan tugas yang membutuhkan pasien untuk menyebutkan ulang daftar oanjang

kata atau gambar setelah jeda waktu tertentu akan menunjukkan defisit pada sebagian pasien

penyakit Alzheimer.3

Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. Dokter menentukan dampak

kelainan terhadap memori pasien, hubungan di komunitas, hobi, penilaian, berpakaian, dan

makan. Pengetahuan mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur

pendekatan terapi dengan keluarga.1

Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan :

- pasien dalam keadaan compos mentis atau sadar penuh

- Tinggi badan : 165 cm - RR: 18x/menit

- Berat badan: 58 kg - TD: 160/100mmHg

- Denyut nadi : 68x/menit - Suhu: 36oC

4

Page 5: pbl blok 13

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan adalah pemeriksaan fungsi tiroid,

kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit,dan VDRL secara rutin. Tes laboratorium pada

pasien dengan demensia tidak dilakukan serta merta pada semua kasus. Penyebab yang

reversible dan dapat diatasi tidak boleh terlewat. Pemeriksaan tambahan yang perlu

dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, ginjal, dan pemeriksaan toksi di

urin/darah, dan apolipoprotein E. Selain itu, pemeriksaan yang juga direkomendasikan adalah

CT/MRI kepala. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi

area infark, hematoma subdural, dan memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan normal

atau penyakit white matter yang luas. MRI dan CT juga dapat mendukung diagnosis penyakit

Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Positron Emission

Tomography (PET) dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal parietal

pada penyakit Alzheimer.3 Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan EEG yang akan akan

menunjukkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang spesifik pada penderita

Alzheimer.6

Diagnosis

Demensia tipe Alzheimer

Menegakkan penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat.

Untuk melakukan diagnosis klinis penyakit ini diterbitkan suatu consensus oleh The

National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke

(NINCDS) dan The Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (ARDA)

dengan criteria sebagai berikut :

Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:

- Ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the

mini-mental test, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan sejenis, dan

dikonfirmasi oleh tes neuropsikologik

- Defisit pada dua atau lebih area kognitif

- tidak ada gangguan kesadaran

5

Page 6: pbl blok 13

- Onset umur 40-90 tahun, umumnya setelah umur 65 tahun

- Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat

menyebabkan defisit progresif.

Diagnosis tersebut didukung oleh:

- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik

- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku

- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama terutama bila sudah

dikonfirmasi secara neuropatologi

Hasil laboratorium menunjukkan pungsi lumbal normal yang dievaluasi

dengan teknik standar, pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada

EEG seperti peningkatan aktivitas slow wave, bukti adanya atrofi otak pada

pemeriksaan CT scan yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan

serial.

Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis setelah mengeksklusi

penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:

- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat

- Gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinesia, delusi,

halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan

berat badan

- Abnormalitas neurologic pada beberapa pasien terutama pada penyakit tahap

lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah

- Kejang pada penyakit lanjut

- Pemeriksaan CT normal untuk usianya

Gambaran yang membuat diagnosis menjadi tidak cocok

- Onset yang mendadak dan apoplectic

- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik,

defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang

atau gangguan melangkah oada saat onset atau tahap awal perjalanan penyakit

Diagnosis possible penyakit Alzheimer:

- Dibuat berdasarkan adnya sindrom demensia tanpa adanya gangguan

neurologis, psikiatrik,atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia.

6

Page 7: pbl blok 13

- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang

cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan

merupakan penyebab demensia

Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:

- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer

- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsy atau autopsi

Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat

gambaran khusus yang mungkin merupakan subtype penyakit Alzheimer,

seperti:

- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal sama

- onset sebelum usia 65 tahun

-Adanya trisomi 21

- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan sperti penyakit

Parkinson3

Hipertensi grade II

Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya, bahkan

dengan risiko terjadinya koplikasi lebih besar. Hipertensi kronik juga dapat memicu

keadaan penurunan fungsi kognitif dan demensia. Pengobatan dengan antihipertensi

terbukti dapat mengurangi perburukan, namun hal ini menyebabkan terjadinya

penyempitan dan sklerosis arteri kecil di daerah subkortikal yang mengakibatkan

hipoperfusi, hilang autoregulasi, penurunan sawar otak dan terjadi proses

demyelinisasi white matter subkortikal, mikroinfark, dan penurunan kognitif.3

Tabel 1. Definisi dan Klasifikasi Level Tekanan Darah9

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal Kurang dari 120 Kurang dari 80

Normal Kurang dari 130 Kurang dari 85

Normal atas 130-139 85-89

Grade 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99

Borderline 140-149 90-94

7

Page 8: pbl blok 13

Grade 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (Hipertensi Berat) Lebih dari 180 Lebih dari 110

Hipertensi Sistolik Lebih dari 140 Kurang dari 90

Bordeline Hipertensi Sistolik 140-149 Kurang dari 90

Diagnosis differential (diagnosis banding)

Mild Cognitive Impairment

Mild Cognitive Impairment (MCI) atau sering juga disebut pre-demensia

adalah suatu gangguan kognitif ringan. Gangguan ini dapat didefinisikan sebagai

tahap peralihan antara penurunan kognitif yang diharapkan dari penuaan normal dan

penurunan kognitif dengan gejala yang terlihat seperti demensia.

Kasus ini tidak mengganggu aktivitas sehari-hari yang sederhana seperti

makan, minum, mandi, dsb. Namun, melibatkan masalah dengan memori, berpikir,

bahasa, dan penilaian yang berkaitan dengan usia perubahan. Jika memiliki gangguan

kognitif ringan, mungkin akan menyadari bahwa memori atau fungsi mental telah

menurun. Keluarga dan teman dekat juga mungkin akan melihat perubahan. Namun

umumnya perubahan ini tidak cukup parah untuk mengganggu kehidupan sehari-hari.

Gangguan kognitif ringan meningkatkan risiko demensia, termasuk penyakit

Alzheimer, terutama ketika kesulitan utama yang dialami adalah gangguan daya

ingat.Tetapi beberapa orang dengan kondisi ini tidak memburuk, dan beberapa pasien

akhirnya menjadi lebih baik.7

Manifestasi Klinik

Onset dari perubahan mental penderita Alzheimer sangat perlahan-lahan, sehingga

pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul.

Terdapat tiga stadium perkembangan penyakit Alzheimer.6

8

Page 9: pbl blok 13

Pada stadium awal perjalanan penyakit,(1-3 tahun) terjadi gangguan memori yang

jelas, terutama memori jangka pendek. Pasien mengalami kesulitan belajar dan mengingat

informasi baru, lebih sensitive dan mudah tersinggung atau sedih. Belum disertai gangguan

pada sistem motorik dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan penunjang.6,7

Pada stadium kedua (3-10 thn) , gangguan memori diiringi dengan defisit atensi akan

menyebabkan disorientasi waktu. Terjadi kesulitan mencari kata-kata, kesulitan melakukan

kalkulasi, dan hilangnya pengetahuan umum. Defisit persepsi dapat disertai dengan halusinasi

dan delusi, mudah gelisah, dan sering mondar-mandir. Sudah ditemukan perlambatan

gelombang lobus frontalis pada pemeriksaan EEG.6.7

Pada stadium akhir (8-12 tahun), fungsi intelektualnya sangat memburuk, kekakuan

pada tungkai, gangguan masalah traktus urinarius. Pada pemeriksaan EEG dan CT/MRI

ditemukan perlambatan difus dan pembesaran ventrikel. Akhirnya terjadi kehilangan fungsi

kognitif.6

Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah

dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi

udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.

Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah

spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya

ingat secara progresif.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam

kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang

diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,

adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran

faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai

pencetus factor genetika.6

Epidemiologi

9

Page 10: pbl blok 13

Insidensi demensiameningkat secara bermakna seiring bertambahnya usia. Setelah 65

tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertumbuhan usia lima tahun.

Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah

5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit

Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vascular.1

Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara

eksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95

tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek di atas usia 90 tahun.1

Jumlah perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan

laki-laki (sekitar 2/3 dari total pasien). Hal ini disebabkan angka harapan hidup perempuan

lebih baik, bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan

yang rendah juga disebutkan berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer.

Factor-faktor risiko lain yang didapat dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan

penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, serta berbagai factor

risiko timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.1

Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer terjadi pada kromosom 21,

kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit

Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 Apolipoprotein E pada lebih

dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya factor genetic yang berperan

pada muculnya penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga

tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer.

Meskipun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini

merupakan factor utama yang mempermudah seseorang menderita penyakit Alzheimer.3

Patofisiologi

Faktor genetic

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini

diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada

keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih

besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada

penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada

10

Page 11: pbl blok 13

kromosom 21, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada

kromosom 19

Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan

histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap

anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.

Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer.

Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan

lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan

menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita

alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya

antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat

yang bersipat lambat, kronik dan remisi.

Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan

dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium,

silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan

saraf pusat yang ditemukan Gambar 1. SSP normal dan penderita alzheimer11

neurofibrillary tangles (NFT) dan

senile plaque (SPINALIS). Hal

tersebut diatas belum dapat

dijelaskan secara pasti, apakah

keberadaan aluminum adalah

penyebab degenerasi neurosal

primer atau sesuatu hal yang

tumpang tindih. Pada penderita

alzheimer, juga ditemukan

keadan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa

yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan

depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke

11

Page 12: pbl blok 13

intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler

dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer

didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha

protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984),

melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer

dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang

sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas

Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer

dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia

pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer

mempunyai peranan yang sangat penting seperti:

a. Asetilkolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik

neurotransmitter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada

penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,

asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya

defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada korteks

frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter

asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter

lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu

didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian

scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya

ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit

alzheimer

b. Noradrenalin

Kadar metabolisma norepinefrin dan dopamin didapatkan menurun pada jaringan otak

penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan

12

Page 13: pbl blok 13

tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit

kortikal noradrenergik.

d. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil

acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan serotonin pada

subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior

hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat

minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-

neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.3,6,8

Komplikasi

Seiring dengan berkembangnya pernyakit Alzheimer, pengidapnya akan kehilangan

kemampuan untuk mengontrol dirinya. Hal inilah yang membuat pengidap Alzheimer rentan

terhadap beberapa masalah kesehatan, seperti :

Pneumonia. Kesulitan menelan makanan dan cairan menyebabkan penderita

Alzheimer menhirup apa yang mereka makan atau minum ke dalam saluran

pernapasan dan paru sehingga dapat menyebabkan pneumonia.

Infeksi. Kesulitan menahan air seni membuat penderita membutuhkan kateter urin

yang dapat menyebabkan risiko infeksi.

Malnutrisi. Akibat ketidakpekaannya dalam respon rasa lapar sehingga terjadi

penurunan nafsu makan yang menyebabkan gizi tidak terpenuhi.11

Penatalaksanaan

Pengobatan untuk Mempertahankan Fungsi Kognitif

Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi

efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan tingkah lau dan membangun “rapport”

dengan pasien, anggota keluarga,dan pramuwerdha,saat ini fokus pengobatan adalah pada

defisit sistem kolinergik.

Kolinesterase inhibitor. Tacrine (tetrahydroaminoacridine),donepezil,rivastigmin,dan

galantamin adalah kolinesterasi inhibitor yang telah disetujui U.S Food and Drug

Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek farmakologik obat-obatan

13

Page 14: pbl blok 13

ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase,dengan meningkatnya kadar asetilkolin di

jaringan otak. Dari keempat obat tersebut,tacrine saat ini jarang digunakan karena efek

sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil dimulai pada dosis 5mg perhari,dan

dosis dinaikkan menjadi 10mg perhari setelah satu bulan pemakaian. Dosis rivastagmin

dinaikkan dari 1,5mg dua kali perhari menjadi 3mg dua kali perhari,kemudian 4,5 mg dua

kali perhari,sampai dosismaksimal 6mg dua kali sehari. Dosis dapat dinaikkan pada interval

antara satu sampaiempat minggu; efek samping umumnya lebih minimal bila peningkatan

dosisnya dilakukan lebih lama. Sementara galantamin diberikan dengan dosis awal 4mg

duakali perhari,untuk dinaikkan menjadi 8mg dua kali perhari dan kemudian 12mg perhari.

Seperti rivastigmin,interval peningkatan dosis yang lebih lama akanmeminimalkan efek

samping yang terjadi. Dosis harian efektif untuk masing-masingobat adalah 5 sampai 10mg

untuk donepezil,6 sampai 12mg untuk rivastigmin,dan 16sampai 24mg untuk galantamin.

Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian obat-obatan kolinesterase inhibitor

ini antara lain adalah mual,muntah,dan diare,dapat pula timbul penurunan berat

badan,insomnia,mimpi abnormal,kram otot, bradikardia,sinkop,dan fatig. Efek-efek samping

tersebut umumnya muncul saat awalterapi,dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya

diperpanjang dan dosisrumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal juga dapat

diminimalkan bila obat-obat tersebut diberikan bersamaan dengan makan. Penggunaan

bersama-sama lebih dari satu kolinesterase iinhibitor pada saat yang bersamaan belum

pernahditeliti dan tidak dianjurkan. Kolinesterase inhibitor umumnya digunakan bersama-

sama dengan memantin dan vitamin E.

Antioksidan. Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik

adalah alfa tokoferol (vitamin E). Pemberian vitamin E pada satu penelitiandapat

memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih berat. Vitamin E telah banyak

digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan penyakitAlzheimer dan demensia tipe

lain karena harganya murah dan dianggap aman. Dengan mempertimbangkan stres oksidatif

sebagai salah satu dasar proses menuayang terlibat pada patofisiologi penyakit

Alzheimer,ditambah hasil yang didapat pada beberapa studi epidemiologis,vitamin E bahkan

digunakan sebagai pencegahan primer demensia pada individu dengan fungsi kognitif

normal. Namun, suatu studi terakhir gagal membuktikan perbedaan efek terapi antara vitamin

E sebagai obat tunggal dan plasebo terhadap pencegahan penurunan fungsi kognitif pada

14

Page 15: pbl blok 13

pasien-pasien dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Efek terapi vitamin E pada pasien

demensia maupun gangguan kognitif ringan tampaknya hanya bermanfaat bila

dikombinasikan dengan kolinesterase inhibitor. 10

Memantin. Efek terapinya diduga melalui pengaruhnya pada glutaminergic

excitotoxicity dan fungsi neuron hipokampus. Uji klinis pada pasien dengan Alzheimer berat

dan sedang menunjukkan kelebihan mementin dalam perbaikan status fungsional, namun

tidak ada perbedaan dalam hal penurunan status fungsi kognitif. Bila memantin ditambahkan

dengan kolinesterase maka didapatkan perbaikan status kognitif dan berkurangnya status

fungsional dan berkurangnya gejala perubahan perilaku baru.3

Prognosis

Nilai prognostic penyakit Alzheimer bergantung kepada 3 faktor yaitu derajat

beratnya penyakit, variabilitas gambaran klinis, perbedaan individual seperti usia, keluarga

demensia dan jenis kelamin

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling

mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer

mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya

meninggal dunia akibat infeksi sekunder.6

Pencegahan

Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat pada

pathogenesis timbulnya penyakit Alzheimer, maka beberapa penelitian mencoba

mendapatkan manfaat obat-obat antiinflamasi baik dalam hal pencegahan maupun terapi

demensia Alzheimer. Hasil negative ditunjukkan baik pada prednisone, rofecoxib, maupun

naproxen, sehingga sampai saat ini tidak ada data yang mendukung penggunaan obat

antiinflamasi dalam pengelolaan pasien demensia. Selain itu, walaupun beberapa studi

epidemiologic menduga bahwa terapi sulih-estrogen mungkin dapat mengurangi insidensi

demensia, namun penelitian klinis menunjukkan ternyata tidak ada manfaatnya pada

perempuan pascamenopause.

Beberapa obat lain yang dari beberapa studi pendahuluan nampaknya punya potensi

untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan demensia diantaraanya ginko

15

Page 16: pbl blok 13

biloba, huperzin A (suatu kolinesterase inhibitor), imunisasi/vaksinasi terhadap amyloid, dan

beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.

Penutup

Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan gejala-gejala klinik

tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi, neuropsikologis, MRI,

SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik

sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus

ekspresi genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya

dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau

keluarganya.

Daftar Pustaka

1. Bird TD, Miller BL.Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th: Alzheimer’s disease and other dementias.New York : McGraw-Hill Medical Publishing Division;2005.h.2393-406.

2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.7.

3. Rochmah W, Harimurti K.Demensia.Buku ajar ilmu peyakit dalam edisi 5.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;2009.h.837-57.

4. Bickley Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.2008.h.155-8.

5. Cumming JL.Alzheimer’s disease.N Engl J Med.2004;351:56-67.

6. Japardi I.Penyakit alzheimer.Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-iskandar%20japardi38.pdf, 2002.

7. Ginsberg L.Lectures note : Neurologi.Jakarta:Erlangga;2008.h.168-9.

8. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, dan Kasper DL.Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.Jakarta:EGC;1999.h.166-71.

9. Nadesul H. Resep mudah tetap sehat. Jakarta: Kompas; 2009.h.65.

10. Stringer JL. Konsep dasar farmakologi. Jakarta: EGC; 2008.h.124

11. Gambar SSP normal dan alzheimer. Diunduh dari http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html, 22 Maret 2012

16