pbl 23 sken 4

Upload: jonathan-rambang

Post on 02-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl blok 23 skenario 4 nih bro and sis

TRANSCRIPT

Tinjauan pustaka Oklusi Vena Sentral pada RetinaLisa Mery Nathania 102012024Jonathan Rambang 102012072B8Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051. Email: [email protected]

ABSTRAKOklusi vena sentral retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatanpada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik. Adapun oklusi vena retina ini sering dihubungkan dengan penyakit-penyakit dalambagian penyakit dalam. Hal yang paling umum diketahui adalah hubungan oklusi vena retina dengan gangguan vaskular sistemik seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus. Pada oklusi vena sentral dapat terjadi penurunan penglihatan yang tiba-tiba. Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi bersamaan dapat memberikan prognosis yang buruk. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi edema makula dan glaukoma ini. Kata kunci: Oklusi vena sentral retina, penyakit vaskular retina, hipertensi, diabetes mellitus

ABSTRACTCentral retinal vein occlusion is one of the causes of the decline in visual acuity on a common old people, and is the second most common cause of retinal vascular disease after diabetic retinopathy. The retinal vein occlusion is often associated with diseases in the Internal Medicine. It is most commonly known is the connection between retinal vein occlusion with systemic vascular disorders such as hypertension, arteriosclerosis, and diabetes mellitus. In central venous occlusion, our vision can decrease suddenly. Although generally vision in retinal vein occlusion can return to work properly, macular edema and glaucoma that occurs simultaneously can give a poor prognosis. Therefore, it is necessary to adequate a management of complications such as macular edema and glaucoma.Keywords: Central retinal vein occlusion, retinal vascular disease, hypertension, diabetes mellitus

PENDAHULUANMata adalah salah satu organ terpenting pada tubuh manusia, selain sebagai penuntun dalam fungsi sehari-hari mata sebagai organ penglihatan juga merupakan salah satu dari lima indra khusus di tubuh. Walaupun mata merupakan organ yang jauh di bagian superior tubuh, namun penyakit atau kondisi sistemik dapat mempengaruhi fungsi mata. Gangguan pada mata dapat dibedakan dari keluhan yang diderita oleh pasien. Keluhan utama yang diberikan paisen dapat memberikan gambaran diagnosis yang tepat. Mata merah dengan mata yang tenang memiliki perbedaan yang besar, juga apabila disertai dengan visus yang tetap, menurun secara perlahan, atau menurun secara mendadak. Oklusi vena retina merupakan golongan masalah pada mata tenang dengan visus yang turun mendadak. Juga merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatanpada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik. Oklusi vena retina telah diteliti secara luas sejaktahun 1855. Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia 40 tahun keatas dan mempengaruhi kurang lebih 16 juta orang diseluruh dunia. Oklusi vena retina sentral khas dikenal sebagai stroke mata. Adapun oklusi vena retina ini sering dihubungkan dengan penyakit-penyakit dalambagian penyakit dalam. Hal yang paling umum diketahui adalah hubungan oklusi vena retina dengan gangguan vaskular sistemik seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan risiko terjadinya oklusi vena retinapada pasien dengan arteriopati maupun pasien dengan kadar glukosa darah dan tekanan darah arteri yang tinggi.Oklusi vena retina cabang dan oklusi vena retina sentral, dapat dibagi lagi menjadi kategoriperfusi (noniskemia) dan nonperfusi (iskemia), setiap hal ini dapat berpengaruh pada prognosis dan tatalaksananya. Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba.Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan dapat memberikan prognosis yang burukpada pasien. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi berupa makula edema dan glaukoma ini.ANATOMI RETINARetina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal.1 Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi.1 Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, di bawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus.2Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (1) membran limitans interna; (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus opticus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horisontal; (6) lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoerseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; dan (10) epitel pigmen retina.2Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centalis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning (xantofil).2 Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan-dalam retina lepas secara sentrifugal.2 Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraselular retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula).2Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.1,2

Gambar 1. Anatomi RetinaFISIOLOGI RETINARetina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.2Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama.2 Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).2Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan turunan dari vitamin A.3 Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya all-trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua. Puncak absorpsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak absorpsi panjang gelombang, berturut-turut untuk sel kerucut sensitif-biru, -hijau, dan merah, pada 430, 540, dan 575 nm.2,3 Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terikat pada protein opsin selain scotopsin.Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 n ke sekitar 560 nm dan muncul sensasi warna.2 Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang.3

Gambar 2. Lapisan-lapisan RetinaFotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar slektif antara korid dan retina.1 Membran basalis sel-sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun atas matriks ekstraseluler khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenerasi.2

SKENARIOSeorang laki-laki 42 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama pandangan mata kiri kabur sehari yang lalu. Pasien memakai kaca mata dengan ukuran -9.00 D OD dan -9.50 D OS. Visus dengan koreksi 20/30 OD, 20/200 OS tidak maju dengan pin hole. Pasien menderita DM dan hipertensi yang kurang terkontrol.ANAMNESISKeluhan utama digolongkan menurut lama, frekuensi, hilang-timbul, dan cepat timbulnya gejala. Lokasi, berat dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus diperhatikan, demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat-obat mata yang dipakai belakangan ini dan semua gangguan mata yang pernah maupun yang sedang terjadi harus dicatat. Selain itu, semua gejala mata lain yang berhubungan perlu dipertimbangkan.1Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan bila ada penyakit sistemik yang penting. Gangguan vaskuler yang biasanya menyertai manifestasi mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus ditanyakan secara spesifik. Selain itu, seperti halnya riwayat medik umum, harus diketahui obat-obat mata yang sedang dipakai dan obat-obat sistemik pasien.1,2 Hal ini menunjukkan keadaan kesehatan umum dan dapat diketahui obat-obat yang mempengaruhi kesehatan mata, seperti kortikostreoid. Setiap alergi obat juga harus dicatat.Riwayat keluarga berhubungan dengan sejumlah gangguan mata, seperti strabismus, ambliopia, glaukoma, atau katarak, serta kelainan retina, seperti ablatio retinae atau degenerasi makula. Penyakit medis seperti diabetes mungkin juga relevan.2Agar dapat melakukan pemeriksaan mata dengan benar diperlukan pemahaman dasar mengenai gejala pada mata. Gejala-gejala pada mata dapat dibagi dalam tiga kategori dasar: kelainan penglihatan, kelainan tampilan mata, dan kelainan sensasi mata nyeri dan rasa tidak nyaman.Gejala dan keluhan harus selalu terinci lengkap. Apakah onsetnya perlahan, cepat atau asimtomatik? Apakah durasinya singkat, atau gejalanya menetap sampai kunjungan ke dokter? Jika gejalanya hilang-timbul, bagaimana frekuensinya? Apakah lokasinya setempat (fokal) atau difus, unilateral atau bilateral? Akhirnya, bagaimana derajat gejalanya menurut pasien (ringan, sedang, berat)?Perlu juga diketahui tindakan pengobatan yang telah dijalani dan seberapa besar efeknya. Apakah pasien menyebut keadaan-keadaan yang memicu atau memperberat gejala itu? Apakah keadaan serupa pernah terjadi sebelumnya, dan adakah gejala tambahan lain?PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan mata eksternalSebelum meneliti mata dengan pembesaran, dilakukan pemeriksaan luar secara umum pada adneksa mata (palpebra dan daerah periokular). Lesi kulit, pertumbuhan, dan tanda-tanda radang seperti pembengkakan, eritema, panas, dan nyeri tekan dievaluasi melalui inspeksi dan palpasi sepintas. Periksa adanya kelainan posisi palpebra, seperti ptosis atau retraksi palpebra. Asimetri dapat ditetapkan dengan pengukuran lebar (dalam milimeter) pusat fissura palpebrae- ruang diantara tepian palpebra superior dan inferior.2 Fungsi motorik abnormal pada palpebra, seperti gangguan elevasi palpebra superior atau penutupan palpebra dengan paksaan, dapat disebabkan oleh kelainan neurologik atau muskular primer. Kelainan posisi bola mata, seperti proptosis, dapat dijumpai pada penyakit orbita tertentu.2 Palpasi tepian tulang orbita dan jaringan lunak periokular harus selalu dilakukan bila dicurigai adanya trauma, infeksi, atau neoplasma orbital. Pemeriksaan umum terhadap muka dapat pula memberi informasi tambahan. Pada keadaan tertentu, perlu diperiksa hal-hal yang mungkin relevan untuk diagnosis, seperti pembesaran kelenjar getah bening preaurikular, nyeri tekan sinus, penonjolan arteria temporalis, atau kelainan kulit atau membran mukosa.2Visus jauh & dekatPemeriksaan visus jauh dapat berupa pembacaan Snellen chart, uji pin hole, finger counting atau tes lambaian tangan. Pemeriksaan visus dekat dapat berupa membaca Jaeger chart.OftalmoskopiOftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli. Pemeriksaan dengan oftamoskop dinamakan oftalmoskopi.2 Oftalmoskopi dibedakan dalam oftalmoskopi langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan dengan kedua jenis oftalmoskop ini adalah bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di dalam fundus okuli dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada oftalmoskopi langsung dan dengan kedua mata dengan oftalmoskopi tidak langsung.2 Perbedaan antara oftalmoskopi langsung adalah pada oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan pembesaran 15 kali. Dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik, dan dengan pembesaran 2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskopi dilakukan dalam kamar gelap.2 Oftalmoskopi langsungOftalmoskopi langsung memberikan gambaran normal atau tidak terbalik pada fundus okuli. Pemeriksaan dilakukan di kamar gelap dengan pasien duduk dan dokter berdiri di sebelah mata yang diperiksa. Mata kanan diperiksa dengan mata kanan demikian pula sebaliknya. Jarak pemeriksaan antara kedua mata pemeriksa dan pasien adalah 15 cm.2 Setelah terlihat refleks merah pada pupil maka oftalmoskop didekatkan hingga 2-3 cm dari mata pasien. Bila kelopak memperlihatkan tanda menutup maka kelopak tersebut ditahan dengan tangan yang tidak memegang alat oftalmoskop.1,2 Untuk memperluas lapang penglihatan maka pasien dapat disuruh melirik ke samping ataupun ke bawah, dan ke atas. Oftalmoskopi tak langsungOftalmoskopi tak langsung memberikan bayangan terbalik dan kecil, serta lapangan penglihatan yang luas di dalam fundus okuli pasien. Jarak periksa adalah 50 cm atau sejarak panjang lengan. Selain dipergunakan oftalmoskop tak langsung juga dipergunakan lensa 15-20 dioptri yang diletakkan 10 cm dari mata sehingga letak fundus berada di titik api lensa. Sama dengan oftalmoskopi langsung pasien dapat diminta untuk melihat ke berbagai jurusan untuk dapat diperiksa bagian-bagian retina.1,2Tes konfrontasiPenderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap pemeriksa pada jarak 33 cm. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling berhadapan. Mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa diminta untuk ditutup. Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang pandang ke tengah.2 Bila pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang pandang pasien adalah normal. Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandang pemeriksa adalah normal.Eyeball movementKedua mata pasien diminta mengikuti objek saat objek tersebut digerakkan ke salah satu dari empat arah pandangan utama. Pemeriksa memperhatikan kecepatan, kelancaran, rentang jarak, dan simteri gerakan serta mencatat adanya ketidakstabilan fiksasi (mis., nistagmus). Gangguan gerak mata bisa disebabkan oleh gangguan neurologik (mis., kelumpuhan saraf kranial), kelemahan otot ekstraokuler primer (mis., miastenia gravis), atau kendala mekanik di dalam orbita yang membatasi rotasi bola mata (mis., fraktur lantai orbita dengan musculus rectus inferior terjepit).2 Jika besarnya penyimpangan mata tersebut sama di semua arah pandangan, disebut comitant. Sebaliknya, disebut incomitant jika derajat deviasinya bervariasi pada arah pandangan yang berbeda.TonometriTonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokuler dengan alat yang disebut tonometer. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia diatas 40 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara rutin maupun umum.2 Dikenal 5 macam cara mengukur tekanan bola mata, yaitu tonometer digital, tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, noncontact air-puff tonometer, hand held applanasi.2DIAGNOSIS BANDINGOKLUSI VENA RETINA CABANG dan OKLUSI VENA RETINA HEMISENTRALTemuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah 60-an tahun.4

A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent menunjukkan adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang mengalami obstruksi.Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya keterlibatan superior dengan perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent menunjukkan adanya blokade dari area yang mendasari pada daerah yang mengalami perdarahan: kemungkinan iskemia minimal. Catatan: zona avaskuler fovea intak.

Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi secara klinis.4 Variasi BRVO didasari oleh adanya variasi kongenital pada anatomi vena sental yang dapat melibatkan baik setengah bagian superior maupun setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau hemisentral).1,4Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica adventitia menjepit arteri dan vena pada persilangan arteri dan vena. Penebalan dari dinding arteri akan menekan vena sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran darah, kerusakan sel endotel, dan oklusi trombosis, trombus ini dapat meluas ke kapiler. Arteri sering mengalami penyempitan sekunder pada daerah yang mengalami oklusi.Retinopathy diabeticumRetinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Penderita diabetes melitus dengan tipe I dan tipe II mempunyai risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik. Makin lama menderita diabetes makin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati. Diabetes yang diderita lebih 20 tahun pada tipe I hampir seluruhnya dan >60% tipe II menderita retinopati.4 Retinopati merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5000 orang pertahun akibat retinopati diabetes, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.1,4 Gambaran retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular retina. Hiperglikemia mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan membran basalis mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan glukosa dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada retina.1,4Perubahan dini atau apa yang disebut nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR), tidak memberikan keluhan gangguan penglihatan. Perubahan dini yang reversible dan tidak mengakibatkan gangguan penglihatan sentral dinamakan retinopati simpleks atau background retinopathy. Bila pembuluh darah rusak dan bocor dan masuknya lipid ke makula, makula akan edem dan penglihatan menurun.1 Retinopati merupakan gejala diabetes melitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina:1. Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.12. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler.3. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya iregular dan berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak pada gambaran angiografi fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan0bahan lipd dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuli darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya ireguler. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-mula terletak didalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat menganggu tajam penglihatan pasien.8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan pengobatan.Diabetik retinopati berjalan dalam 4 tingkat.a. Retinopati nonproliferatif ringan (mikroaneurisma)b. Retinopati nonproliferatif sedang (penyumbatan pada beberapa pembuluh darah retina)c. Retinopati nonproliferatif berat (lebih banyak pembuluh darah tersumbat dan merangsang pembuluh darah baru)d. Retinopati proliferatif (stadium lanjut)Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dengan 3 bentuk:1. Background: mikroaneurisma, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata2. Makulopati: edema retina dan gangguan fungsi makula3. Proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kacaKeadaan-keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes:1. Pada diabetes juvenilis yang insulin dependent dan kehamilan dapat merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi.2. Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah memperburuk prognosis.3. Hiperlipoproteinemi diduga memperberat perjalanan dan progresifitas kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan hemobiologik.4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.5. Hipoglikemi atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.Klasifikasi retinopati diabetes menurut Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Derajat I. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli. Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli. Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka digolongkan pada derajat yang lebih berat.Retinopati diabetes proliferatifBila diabetes berlanjut akan terbentuk retinopati proliferatif. Berkurangnya oksigen dalam retina mengakibatkan masuknya pembuluh darah baru yang rapuh ke dalam retina dan badan kaca didalam bola mata. Bila tidak diobati darah dari pembuluh darah keluar, penglihatan kabur dan merusak retina. Proliferasi fibrovaskular dapat mengakibatkan traksi ablasi retina. Pembuluh darah baru dapat masuk kedalam sudut bilik mata dan mengakibatkan neovaskularisasi glaukoma.Pada retinopati diabetes proliferatif 50% pasien biasanya buta sesudah 5 tahun, regresi spontan dapat pula terjadi. Gejala tergantung kepada luas, tempat kelainan dan beratnya kelainan. Umumnya berupa penurunan tajam penglihatan yang berlangsung perlahan-lahan.Pengobatan adalah baik sebelum penyulit memberikan kerusakan, seperti pengobatan laser, suntikan kortikosteroid atau anti-VEGF kedalam mata dan vitrektomi. Pengobatan akan sangat berhasil untuk menghentikan penurunan penglihatan. Pada beberapa penderita suntikan triamcinolon memberikan perbaikan penglihatan terutama bila terdapat edema makula. Tentu saja dengan mengontrol diabetes melitus dengan diet dan obat-obat antidiabetes juga memberikan hasil yang baik. Fotokoagulasi dilakukan pada daerah retina iskemia dengan laser dan xenon. Penyulit yang dapat timbul adalah ablasi retina traksi dan perdarahan badan kaca. OKLUSI ARTERI RETINA SENTRALOklusi arteri retina sentral atau penyumbatan arteri retina sentral akan menyebabkan keluhan penglihatan tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar.5 PatogenesisPenyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh radang arteri, trombus pada arteri, spasme pembuluh darah atau akibat terlambatnya pengaliran darah. Kelainan ini biasanya mengenai satu mata, dan terutama mengenai arteri pada daerah tempat masuknya di lamina kribrosa.5 AnamnesisPasien akan mengeluh penglihatannya menurun yang kemudian menetap. Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokoria. Mata tidak sakit dengan visus yang berkurang sangat banyak.4,5 Gejala klinisKadang, serangkaian emboli platelet putih dapat dilihat berjalan dengan cepat melalui satu pembuluh darah; lebih sering emboli kolesterol berwarna kuning cerah didapatkan mengoklusi titik percabangan arteri. Retina yang terkena secara akut membengkak dan berwarna putih (edematosa), sementara fovea yang berwarna merah (cherry red spot) karena tidak mendapat darah dari sirkulasi retina, tidak membengkak dan koroid normal dapat dilihat melalui fovea. Setelah beberapa minggu, lempeng menjadi pucat (atrofik) dan arteriol mengalami penebalan.4 Kondisi ini kadang juga dapat disebabkan oleh vaskulitis, seperti arteritis sel raksasa. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina akan berwarna pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada retina. Pada keadaan ini akan terlihat gambaran bercak merah (cherry red spot) pada makula lutea.4Pemeriksaan penunjangPasien membutuhkan pemeriksaan vaskular yang teliti karena penyakit pada mata dapat merefleksikan penyakit vaskular sistemik. Pencarian penyakit arteri karotis harus dilakukan dengan menilai kekuatan pulsasi arteri karotis dan mendengarkan bruit.4 Penyakit jantung iskemik, klaudikasio perifer dan hipertensi meungkin ditemukan. Endarterektomi karotis dapat diindikasikan untuk mencegah kemungkinan emboli serebral jika terdapat stenosis arteri karotis yang lebih besar dari 75%. Ultrasonografi Doppler memungkinkan pencitraan non-invasif pada arteri karotis dan vertebralis untuk mendeteksi stenosis ini.4TerapiPengobatan pasien dengan oklusi arteri retina sentral harus secepatnya diberikan oksigen dan tekanan bola mata juga diturunkan untuk mempercepat terbukanya sumbatan.1 Pengurutan dan parasentesis dilakukan untuk menurunkan tekanan intraokular sehingga sumbatan akan mengalir ke perifer pembuluh darah.1,4 Bila gangguan perdarahan retina telah lebih dari 1,5 jam maka penglihatan tidak akan normal walaupun peredaran darah telah normal kembali. Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma neovaskular.PrognosisPemulihan penglihatan sempurna terjadi pada amaurosis fugax, namun oklusi arteri yang lebih lama menyebabkan kehilangan penglihatan berat yang tidak dapat pulih.DIAGNOSIS KERJADiagnosis kerja dari skenario diatas adalah oklusi vena retina sentral (CRVO).OKLUSI VENA RETINA SENTRAL/CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSIONOklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata, ditemukan pada usia pertengahan.1 Biasanya penyumbatan terletak dimana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribrosa. Penyumbatan vena retina dapat terjadi pada suatu cabang kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina sentral), sehingga daerah yang terlibat memberi gejala sesuai dengan daerah yang dipengaruhi.1,4 Suatu penyumbatan cabang vena retina lebih sering terdapat di daerah temporal atas atau temporal bawah.AnamnesisPasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya mendadak meski onsetnya dapat kurang akut daripada onset oklusi arteri.Klasifikasi CRVO dibagi dua berdasarkan jenis respon pada angiografi fluoresein:1. Tipe non iskemik (Mild)Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral yang berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina. Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic disk dapat ada atau tidak.

Gambar 3. CRVO non iskemik2. Tipe iskemikBiasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.

Gambar 4. Oklusi Vena Retina Sentralis Iskemik3. Tipe Impending (parsial)Impending (parsial) CRVO adalah sebuah kondisi yang relatif buruk dan dapat mengakibatkan obstruksi komplit dari vena sentral retina

Gambar 5. CRVO parsialPatogenesisPenyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan glaukoma, diabetes melitus, kelainan darah, arteriosklerosis, papiledema, retinopati radiasi dan penyakit pembuluh darah.1 Trombosit dapat terjadi akibat endoflebitis. Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.12. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau endoflebitis.13. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diskrasia darah atau spasme arteri retina yang berhubungan.1Gejala klinisTajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai daerah makula lutea. Penderita biasanya mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan mengenai satu mata. Pada pemeriksaan funduskopi pasien dengan oklusi vena sentral akan terlihat vena yang berkelok-kelok, edema makula dan retina, perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang tidak sempurna.4,5Pada retina terdapat edema retina dan makula, dan bercak-bercak (eksudat) wol katun yang terdapat di antara bercak-bercak perdarahan. Papil edema dengan pulsasi vena menghilang karena penyumbatan biasanya terletak pada lamina kribrosa.1,4 Terdapat papil yang merah dan menonjol (edema) disertai pulsasi vena yang menghilang. Kadang-kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tempat yang jauh (perifer) dan ini merupakan gejala awal penyumbatan di tempat yang sentral. Penciutan lapang pandang atau suatu skotoma sentral, dan defek ireguler.4 Dengan angiografi fluoresein dapat ditentukan beberapa hal seperti letak penyumbatan, penyumbatan total atau sebagain, dan ada atau tidaknya neovaskularisasi.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang CRVO termasuk pemeriksaan vaskular dan hematologi untuk menyingkirkan peningkatan viskositas darah. Oklusi vena retina sentral juga dikaitkan dengan peningkatan tekanan intraokular, diabetes dan hipertensi.4TerapiPengobatan terutama ditujukkan pada mencari penyebab dan mengobatinya, antikoagulan, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid diberikan bila penyumbatan disebabkan oleh flebitis. Akibat penyumbatan ini akan terjadi ganggu fungsi penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi berkurang.4 Pada keadaan ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan fotokoagulasi. Pengobatan dengan menurunkan tekanan bola mata dan mengatasi penyebabnya. Edema dan perdarahan retina akan diserap kembali dan hal ini dapat memberikan perbaikan visus.5Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina terutama pada lapis serabut saraf retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina sentral perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat ditemukan disekitar papil, iris dan di retina (rubeosis iridis).5 Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-3 bulan. Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau neovaskular. Bila terjadi neovaskularisasi iris, dilakukan fotokoagulasi dan dapat dikontrol dengan anti VEGF intravitreal, yang akan memberikan efek.4

PrognosisPenglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering pada oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda dapat lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan.KESIMPULANCentral Retinal Vein Occlusion (CRVO) merupakan suatu keadaan di mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata. CRVO diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu: noniskemik, iskemik dan hemisentral. CRVO noniskemik dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. CRVO iskemik biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral. Untuk mendiagnosis pasien dengan CRVO ditemukan gejala kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya mendadak dan pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan pemriksaan funduskopi. Terapi CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Untuk farmakoterapi dapat diberikan kortikosteroid dan antikoagualan sistemik, serta triamcinolone acetonide intravitreal, namun efikasi dan risiko dari modalitas terapi ini masih belum terapi. Bila terjadi neovaskularisasi iris, dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik dan lapangan pandang yang menyempit.Daftar Pustaka1. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3.FKUI. Jakarta: 2006.2. Vaughan D. Ophtalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta: 2000.3. Wijana N. Retina dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4. Jakarta. 1989 4. James, Bruce. Lecture Notes : Oftalmologi, edisi kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.5. American Academy of Ophtalmology. Retina and Vitreus Section 12. American Academic of Ophtalmology. San Francisco, 2008.

23