patmek crs + narasi

12
ANALISIS KASUS An. Melicha 2 bulan 3 minggu Sesak 7 hari Demam 14 hri Batuk hingga muka memerah 14 hari Pilek 14 hari Menetek jarang sejak 5 hari Lemas sejak 5 hari Muntah (-) Batuk hebat dan menggonggong yang didahului menarik napas dalam hingga mulut kebiruan (-) kebiruan pada mulut atau jari tangan (-) Riwayat kontak dengan penderita batuk lama dewasa (-) penurunan BB (-) pembesaran KGB (-) nyeri/bengkak/kemerahan pada sendi (-) nyeri perut (-) kuning pada mata atau kulit tubuh (-) riwayat banyak tikus dirumah (-) berpergian ke pantai atau endemik malaria (-) kemerahan pada wajah (-) KU: lethargi, tampak sakit berat BB: 5,8 kg PB: 52 cm PR: 186x/menit RR: 72x/menit T: 39ºC SpO2: 77% CRT < 2 detik PE: Fontanel cekung (+) menonjol (-) sekret hidung (+) PCH (+) Thorax: retraksi intercostal (+/+) DD: 1. Bronchopneumo nia 2. Bronkitis 3. Pertusis 4. TB paru 5. Typhoid fever 6. Malaria 7. Meningitis 1. Bronc hopneumo nia+ dehidras i ringan- sedang 2. Tb Paru+

Upload: nurul-fauziah-mahmudah

Post on 01-Feb-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fk anak

TRANSCRIPT

Page 1: patmek CRS + narasi

ANALISIS KASUS

An. Melicha ♀2 bulan 3 minggu

Sesak 7 hari

Demam 14 hriBatuk hingga muka memerah 14 hari

Pilek 14 hariMenetek jarang sejak 5 hari

Lemas sejak 5 hariMuntah (-)

Batuk hebat dan menggonggong yang didahului menarik napas dalam hingga mulut kebiruan (-)

kebiruan pada mulut atau jari tangan (-)Riwayat kontak dengan penderita batuk lama dewasa (-)

penurunan BB (-)pembesaran KGB (-)

nyeri/bengkak/kemerahan pada sendi (-)nyeri perut (-)

kuning pada mata atau kulit tubuh (-)riwayat banyak tikus dirumah (-)

berpergian ke pantai atau endemik malaria (-)kemerahan pada wajah (-)

KU: lethargi, tampak sakit beratBB: 5,8 kgPB: 52 cm

PR: 186x/menitRR: 72x/menit

T: 39ºCSpO2: 77%

CRT < 2 detik

PE: Fontanel cekung (+) menonjol (-)

sekret hidung (+)PCH (+)

Thorax: retraksi intercostal (+/+)Retraksi suprasternal (+/+)Retraksi epigastrium (+)

Ronchi (+/+)Slam (+/+)

Wheezing (-)Kaku kuduk (-)

DD:1. Bronchopneumonia2. Bronkitis3. Pertusis4. TB paru5. Typhoid fever6. Malaria7. Meningitis8. Leptospirosis9. SLE

1. Bronchopneumonia+dehidrasi ringan-sedang

2. Tb Paru+dehidrasi ringan-sedang

Page 2: patmek CRS + narasi

Lab : Darah rutinHb: 10,4Ht: 30,6

Leukosit : 82200Eritrosit: 3,85

Trombosit : 475.000Thorax foto

Cor tidak membesarSinuses, diafragma normal

Pulmo: hilus kanan kiri lebar. Corakan bronchovascular bertambah. Pebercakan lunak di kedua perihiler dan paracardial

Kesan : BP bilateral

BRONCHOPNEUMONIA+DEHIDRASI RINGAN-SEDANG

Diberikan:1. O2 Rebreathing 5 liter/menit2. IVFD Kaen 4B 570 cc/ hari

3. Injeksi cefotaxim 3x200 mg/IV4. Injeksi sagestam 47 mg/IV

5. Sanmol infus 4x60 mg6. Nebulisasi bisolvon 6 gtt, NaCl 0,9% 4 cc, 6x/hari

7. Injeksi ranitidine 2x5 mg/IV8. Injeksi antrain 55 g

9. Puasa

FOLLOW UP HARI I14-01-2015

FOLLOW UP HARI II15-01-2015

Periksa CRPKejang ± 5 menit

Diazepam rectal suppositoria 5 mgBila masih ada twitching atau kejang:

1. Diazepam 1 mg/ dextrose 5%/ Nacl 0,9% 5 cc secara IV diberikan perlahan selama 20 menit

2. jika dalam 5-10 menit masih kejang berikan fenitoin 120 mg/IV dalam Nacl 0,9% 5 cc diberikan perlahan selama 20 menit

s3. jika dalam 5-10 menit masih kejang fenitoin 60 mg/IV dalam Nacl 0,9% 5 cc diberikan perlahan selama 20 menit

INDIKASI RAWAT

1. CT scan2. Pungsi lumbal

Usulan pemeriksaan tambahan: 1. mantoux test2. hitung jenis leukosit

Bronchopneumonia+dehidrasi ringan-sedang+suspek meningitis bakterialis

Hipoksia ec bronchopneumonia

Page 3: patmek CRS + narasi

4. selanjutnya 2x24 mg/IV dalam Nacl 0,9% diberikan perlahan selama 20 menit

FOLLOW UP HARI IIICRP (+)

Lanjutkan terapi

FOLLOW UP HARI IV

1. O2 lembab 1-2 lt/menit2. IVFD Kaen 4B 450 cc/jam

3. Terapi lain dilanjutkan4. ASI/PASI 8x 15 cc/ hari

FOLLOW UP HARI KE V

Terapi lanjutkan

FOLLOW UP HARI KE VI

Terapi lanjutkan

Hari ke 7 pasien pulang paksa karena tidak ada biaya dan diberikan Opixime 2x1,5 cc

Page 4: patmek CRS + narasi

PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 2 bulan 3 minggu dengan status gizi baik datang ke

RSUD Al Ihsan dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari yang lalu. Sesak dirasakan

terus menerus tanpa dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak napas pada pasien merupakan

sesak napas tingkat 1. Karakteristik sesak napas tingkat 1 antara lain:

1. Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam melakukan kebiasaan sehari-hari

2. Sesak napas akan terjadi bila klien melakukan aktivitas jasmani yang lebih berat

daripada biasanya

3. Dalam hal ini klien dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik

Keluhan juga disertai dengan demam sejak 14 hari yang lalu, batuk dan pilek

sejak 14 hari yang lalu. Pasien juga nampak lemas dan menjadi jarang menetek sejak 5

hari sebelum masuk rumah sakit. Keadaan umum lethargi, tampak sakit berat, takikardi,

takipnea dan febris. Dari pemeriksaan fisik didapatkan fontanel cekung (+) sekret

hidung (+) PCH (+), retraksi intercostal (+/+), retraksi suprasternal (+/+), ronchi (+/+),

slam (+/+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan pemeriksaan

thorax foto didapatkan cor tidak membesar, sinuses, diafragma normal, pulmo: hilus

kanan kiri lebar, corakan bronchovascular bertambah, pebercakan lunak di kedua

perihiler dan paracardial (kesan : BP bilateral).

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dapat

didiagnosa bahwa pasien menderita bronchopneumonia berat dan dehidrasi ringan

sedang. Kemudian pasien diberikan terapi berupa pemasangan sungkup rebreathing.

Konsentrasi oksigen yang diberikan 60-80% dan tidak mengeringkan selaput lendir.

Dengan pemasangan sungkup ini diharapkan saturasi oksigen pada pasien meningkat

menjadi 88-92%. Perhitungan udara yang masuk ke sistem pernapasan setiap menit

dengan rumus:

MV : VT x RR

MV : Minute Ventilation

VT : Volume Tidal (6-8 cc/kgbb/menit)

RR : Respiration Rate

Pada pasien MV = 5,7 x (6-8cc) x 72 = 2462,4 – 3283,2/ menit

Maka pada pasien cukup diberikan oksigen sebanyak 2-3 liter/ menit

Page 5: patmek CRS + narasi

Terapi Oksigen

Alat dan aliran Oksigen yang

diberikan

Sungkup oksigen biasa

1. 5 - 6 L / menit

2. 6 - 7 L / menit

3. 7 - 8 L/ menit

40 %

50 %

60 %

Sungkup dengan reservoir

1. 6 L / menit

2. 7 L / menit

3. 8 L / menit

4. 9 L/ menit

5. 10 L / menit

60 %

70 %

80 %

90 %

99 %

Sungkup terbuka

10-15 L/ menit 40 %

Kotak Oksigen (Oxygen hood)

10-15 L/menit 80-90 %

Kanul Nasal

1. 1 L / menit

2. 2 L / menit

3. 3 L / menit

4. 4 L / menit

5. 5 L menit

6. 6 L / menit

24 %

28 %

32 %

36 %

40 %

44 %

Sungkup dengan sistem

venturi

24-40 %

Pasien juga diberikan cairan infus KA_EN 4B dengan indikasi larutan infusini

merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun, dapat

mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia

serta tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik. Adapun komposisi KA-EN 4B yaitu

Page 6: patmek CRS + narasi

Na 30 mEq/L, K 8 mEq/L, Cl 28 mEq/L, Laktat 10 mEq/L dan Glukosa 37,5 gr/L.

Dosis yang diberikan yaitu 10 cc/Kgbb/hari maka pada pasien tepat diberikan sejumlah

570 cc/ hari.

Diberikan injeksi cefotaksim 3x200 mg/IV. Cefotaxime merupakan antibiotic

golongan cephalosporin generasi ketiga dimana memiliki mekanisme bakterisidal untuk

bakteri gram negatif. Dosis cefotaksim yaitu 50-200 mg/kgbb/hari = 285- 1140 mg/hari

(dapat diberikan tiap 4-6 jam), dengan rata-rata dosis yaitu 712,5 mg/ hari. Maka pada

pasien 1 kali pemberian yaitu 118,75-178,125 mg.

Diberikan injeksi sagestam per IV. Isi sagestam adalah gentamisin dengan

kemasan 1 ampul =1 ml= 40 mg. Mekanisme sagestam merupakan bakterisidal untuk

bakteri gram negatif, terutama E. Coli dan S. Aureus. Dosis untuk bayi usia >1 minggu-

1 tahun yaitu loading dose 7,5 mg/kgBB/hari, rumatan 2,5 mg/kg bb tiap 8 jam. Maka

pada pasien seharusnya diberikan 7,5 x 5,7 = 42,75 mg/hari dibagi dalam 3 dosis.

Diberikan parasetamol untuk penurun demam per IV yaitu sanmol infus dengan

dosis 10-15 mg/kg bb tiap 4- 6 jam. Dalam kasus tepat diberikan sejumlah 60 mg

sebanyak 4 kali dalam sehari.

Diberikan bisolvon yaitu obat golongan mukolitik untuk pereda batuk berdahak

6 gtt, NaCl 0,9% 4 cc, 6x/hari. Namun dalam dosis yang ditentukan seharusnya

diberikan bisolvon sebanyak 2 tetes untuk 5 KgBB dicampurkan dengan Nacl 3 cc,

sehingga dosis yang seharusnya yaitu ±3 tetes dengan Nacl 4 cc.

Diberikan injeksi ranitidine 2x5 mg/IV. Ranitidin merupakan Golongan

penghambat reseptor H2. Memiliki efek: menurunkan kadar asam lambung yang

berlebihan. Indikasi penggunaan obat ini yaitu dapat digunakan untuk dewasa dan anak-

anak di atas umur 3 tahun dan dengan berat badan diatas 30 kg. Kemasan 1 ampul : 2 ml

x 5 mg.

Diberikan injeksi antrain 55 g. Isi antrain yaitu metamizole Na 500 mg.

Mekanisme obat ini yaitu untuk pereda nyeri (analgesik). Mekanisme kerja obat ini

yaitu menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer. Diabsorpsi di

saluran cerna, waktu paruh 1-4 jam. Indikasi pemberian obat ini adalah untuk

meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik operasi. Kontraindikasi obat ini

hipersensitif terhadap antrain, wanita hamil dan menyusui, tekanan darah < 100 mmHg

Page 7: patmek CRS + narasi

dan bayi dibawah 3 bulan atau dengan BB <5kg. Dengan keterangan diatas maka pasien

tidak boleh diberikan antrain.

Pasien dilarang untuk konsumsi ASI karena adanya takipneu. Ditakutkan jika pasien

masih menetek dapat terjadi aspirasi pneumonia dimana dapat memperburuk keadaan

pasien.

Ketika pulang pasien diberikan opixime 2x 1,5 cc. kandungan opixime merupakan

cefixim. Cefixim merupakan antibiotik golongan sephalosporin generasi ketiga yang

efektif sebagai bakterisidal gram negatif. Dosis untuk infeksi berat yaitu 6

mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan diberikan untuk 7 hari. Pada pasien = 6x5,7=

34,2 mg/hari. Maka per dosis = 34,2 : 2 = 17,1 mg. Sediaan opixime dalam 1 botol 30

ml yaitu 100 mg/5 ml. Maka untuk 17,1 mg diberikan 0,8 ml.

PATOGENESIS

Masuknya mikroorganisme yang bersifat patologis (bakteri) maupun flora

normal ke dalam saluran napas dapat menembus hingga alveoli melalui inhalasi.

Dengan imunitas yang rendah pada bayi sehingga mikroorganisme yang terinhalasi oleh

pasien dapat berkembang biak dan menginvasi alveoli dalam jumlah yang banyak.

Respon tubuh yang terjadi apabila terjadi infeksi mikroorganisme maka akan

mengeluarkan makrofag dan menyerang patogen yang telah masuk ke alveoli. Apabila

jumlah makrofag lebih sedikit dibandingkan patogen yang masuk kedalam alveoli,

maka respon kedua adalah memanggil mediator inflamasi berupa IL-1, Il-8 dan TNF.

Pengeluaran IL-1 dapat mempengaruhi pusat termoregulator di anterior hipotalamus

sehingga merubah set point temperatur menjadi lebih tinggi sehingga mengakibatkan

demam. Mediator inflamasi tersebut kemudian dapat menstimulus leukosit guna

menyerang patogen. Dalam kejadian ini dapat terjadi infiltrasi leukosit dengan

komponen paling banyak neutrofil sehingga dapat menyebabkan permeabilitas kapiler

meningkat dan terjadi eksudasi cairan intra-alveolar sehingga terjadi deposisi fibrin di

dalam pembuluh darah paru-paru. Permeabilitas kapiler yang meningkat ini akan

menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan terjadi kebocoran sehingga terjadi

sumbatan di paru. Fase ini dikatakan fase kongesti, biasanya terjadi dalam rentang

waktu 4-12 jam pertama. Pada fase ini, gejala pada pasien yaitu adanya napas yang

cepat (takipnea). Eksudat kemudian akan bertambah banyak dan membentuk

Page 8: patmek CRS + narasi

konsolidasi dapat di dalam lobus paru, bronkus maupun interstitial tergantung dari

tempat infeksinya. Apabila telah terjadi konsolidasi, maka akan terjadi peningkatan

aliran darah ke daerah yang terkena sehingga lama kelamaan akan terjadi penurunan

perfusi oksigen (ventilation-perfusion missmatching). Pada fase ini dikatakan fase red

hepatization, biasanya terjadi dalam rentang waktu 48 jam berikutnya. Apabila

dilakukan foto thorax nampak peningkatan bercak bronchovesikular pada paru.

Aktivasi endotel yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan peningkatan

ekspresi reseptor PAF dimana merupakan major efector sebagai sinyal dari migrasi

leukosit. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan akumulasi eksudat di dalam alveoli,

kapiler menjadi terkompresi, peningkatan deposisi fibrin, disintergarsi sel inflamasi

secara progresif dan akumulasi leukosit meningkat. Apabila hal ini terjadi maka akan

mengakibatkan penurunan compliance dan kapasitas vital paru sehingga terjadi

desaturasi oksigen dimana akan meningkatkan kerja jantung. Pada kejadian ini pasien

memasuki fase gray hepatization. Fase terakhir yaitu fase resolusi, dimana pasien dapat

sembuh secara sendirinya atau pun dengan pengobatan setelah 8-10 hari tergantung dari

sistem imun pada anak. Apabila sistem imun baik maka eksudat dapat mengalami lisis

dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke dalam struktur semula.

Untuk eksudat dapat dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Apabila sistem imun buruk

maka akan terjadi penumpukan eksudat maka pasien akan menimbulkan gejala apneu.

Selain itu juga, patogen dapat menyebar melalui aliran darah (secara hematogen)

sehingga salah satu efek yang fatal yaitu persebaran menuju otak sehingga dapat

menyebabkan patogen masuk ke dalam otak dan menginfeksi susunan saraf pusat

maupun lapisan meninges otak. Jika hal ini terjadi maka pasien tampak adanya

penurunan kesadaran hingga kejang.