crs katarak
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi proses katarak, lensa menjadi
buram seperti kaca susu. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas.
Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya perubahan komposisi kimia lensa mata
yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh. Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar
ultra violet dan faktor gizi.
Penelitian-penelitian potong-lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10
% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka
yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia
lebih dari 75 tahun. Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan di
Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan
infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat
kepercayaan / confidence interval [CI], 2.10–2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah
3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76–3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15
tahun (95% CI, 3.02–3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang
unilateral, akan tetapi juga didapatkan bahwa insidensi ini tidak diperbedakan oleh jenis
kelamin dan tempat.
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinya
katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan dalam persepsi warna,
dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan
dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena
merupakan perubahan yang berperinkat (progresif). Menurut Istiantoro, katarak hampir tidak
bisa dicegah karena merupakan proses penuaan sel.
1
1.2 BATASAN MASALAH
Clinical Report Session ini membahas mengenai anatomi dan embriologi lensa,
definisi, frekuensi, etiologi, penggolongan, gambaran klinik, penatalaksanaan serta
prognosis katarak.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan Clinical Report Session ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan
mengenai katarak.
1.4 METODE PENULISAN
Penulisan Clinical Science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan berupa buku, jurnal dan internet.
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien :
Nama : Ny. S Pekerjaan : Guru SD
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Umur : 63 tahun Suku : Minang
Status : Menikah Alamat : Painan
Anamnesis :
Seorang pasien perempuan berumur 63 tahun masuk bangsal mata RSUP Dr. M.
Djamil Padang sejak tanggal 6 Oktober 2011 dengan :
Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan mata kiri kabur sejak 6 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluhkan mata kiri kabur sejak 6 hari yang lalu setelah terbentur potongan
kayu sebesar telapak tangan
- Terdapat nyeri dan kemerahan pada mata kiri sejak 6 hari yang lalu
- Riwayat trauma pada kedua mata atau kepala tidak ada sebelumnya
- Riwayat nyeri mata, disertai sakit kepala sampai muntah tidak ada
- Riwayat Hipertensi sejak kurang lebih 15 tahun yang lalu
- Riwayat menderita penyakit Diabetes Melitus tidak ada
- Pasien memakai kaca mata sejak lebih kurang 40 tahun yang lalu
- Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. M. Zein Painan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak penah merasakan keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kedua adik pasien menderita katarak dan telah ditatalaksana
3
Pemeriksaan Fisik :
Keadan Umum : sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Napas :16 x/menit
Suhu : afebris
Status Generalisata : dalam batas normal
4
Status oftalmikus
SO OD OS
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
5/7 1,5/60
Refleks fundus + -
Silia/supersilia madarosis (-), trkikhiasis (-) madarosis (-), trkikhiasis (-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Udem (-)
Udem (-)
Udem (-)
Udem (-)
Margo palpebra Hordeolum (-), khalazion (-) Hordeolum (-), khalazion (-)
Aparat lakrimalis Lakrimasi Normal Lakrimasi Normal
Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-), sikatrik (-)
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
Hiperemis (-), injeksi
konjungtiva (-), injeksi silier
(-), folikel (-), papil (-)
Hiperemis (-), papil (-), folikel
(-), sikatrik (-)
Hiperemis (-), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), injeksi
konjungtiva (+), injeksi silier
(-), folikel (-), papil (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli
AnteriorCukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Refleks Pupil (+/+) Iregular, Refleks Pupil (-/-)
Lensa Keruh pada bagian sub
capsular posterior
Keruh pada bagian anterior
dan nukleus, terdapat dispersi
pigmen
Korpus Vitreum Bening Tidak dapat dinilai
Fundus :
Media
Papila N. Optikus
Pembuluh darah
Retina
Bening
Bulat,batas tegas,c/d 0,3-0,4
aa/vv = 2 : 3
Perdarahan (-), eksudat (-),
Tdak dapat dinilai
5
Makula
ablasio (-)
Refleks fovea (+)
Tekanan bulbus okuli
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Diagnosis Kerja : Katarak Senilis Imatur OD
Katarak Traumatik OS
Anjuran Terapi : Ekstraksi lensa
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. LENSA
3.1.1. Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel
lensa, korteks dam nucleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus
siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa,
serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel
tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5
mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreus.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang
menkagalirkan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel
subkapsuler sampai ekuator.
Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam
proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari
DNA, RNA, protein dan lipid.
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang
yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang
panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat
7
ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di
bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior
dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada
di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water
soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ)
kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea
insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Seperti telah disinggung sebelumnya, tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.
3.1.2. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini
dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang
sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai
dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama
fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan akan berkurang.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih
padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada
masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah
ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis.
Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang
8
jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak,
padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai
pada umur 40 tahun.
3.1.3 METABOLISME LENSA NORMAL
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion
Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam
oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol
dehidrogenase.
3.2. KATARAK
3.2.1. Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti
tertutup air tejun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa
katarak secara karateristik terdapat agregat agregat protein yang menghamburkan berkas
cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat.
9
Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara lain
proses umur, genetik, makanan (Obat-obatan), penyakit metabolik (Diabetes Melitus) ,
radiasi ultra violet dan kerusakan oksidatif (Dari radikal bebas).
Gambar 1. Perbandingan lensa normal dengan katarak
3.2.2. Klasifikasi Katarak
3.2.2.1. Katarak Senilis
Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Insidensi katarak di
dunia mencapai 5-10 juta kasus baru tiap tahunnya. Di Afrika katarak senile merupakan
penyebab utama kebutaan. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia, bahkan
dapat dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia
penderita. Horlacher mendapatkan bahwa 65% dari seluruh individu antara usia 51-60 tahun
menderita katarak, sedangkan Barth menemukan bahwa 96% dari individu di atas usia 60
tahun mempunyai kekeruhan lensa yang dapat terlihat jelas pama pemeriksaan slitlamp. Di
negara berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain
kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi
kebutaan 1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%, dan tahun 1996 angka kebutaan
meningkat 1,47%.
Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu : katarak nuklear, kortikal
dan subkapsularis posterior.
1.Katarak Nuklear
10
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung
menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada
pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik, suli
menyetir pada malam hari . Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna,
terutama warna biru dan ungu.
2.Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul
sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape
opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan
yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.
3.Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsularis posterior
lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Bentuk ini lebih
sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya
terang.
Berdasarkan stadium perjalanan penyakitnya, katarak senilis digolongkan menjadi 4 stadium:
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
11
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh
lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif.
Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangn iris pada
lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen
biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular.
Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya
akan bertambah yang memberikan miopisasi. Pada pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul,
sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif.
4. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi
akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna
kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong
susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak
12
Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa
yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di
anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma
karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /
protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
3.2.2.2.Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak yang berkembang penuh pada waktu lahir akan menghambat perkembangan
daya penglihatan yang normal, kecuali bila diatasi dalam beberapa bulan. Katarak kongenital
bisa merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan atau bisa
disebabkan oleh infeksi kongenital yang didapat dari ibu saat kehamilan atau berhubungan
dengan penyakit metabolik.
Kekeruhan lensa yang terjadi dapat akibat kelainan local intraocular atau kelainan
umum yang menampakan proses penyakit pada janin atau bersamaan dengan proses penyakit
ibu yang sedang mengandung.
Pada umumnya katarak kongenital bersifat sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.
Dua puluh tiga persen dari katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan secara autosomal dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang
merupakan penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia, kolobama iris, keratokonus,
lensa ektopik, displasia retina dan megalo kornea. Selain itu katarak kongenital dapat
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti rubella,
rubeola, chiken pox, cytomegalo virus, herpes simplek, herpes zoster, poliomyelitis,
influenza, Epstein-Barr syphilis dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada trimester I.
Sementara yang behubungan dengan penyakit metabolic adalah galaktosemia,
homosisteinuria, diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.
Katarak congenital juga ditemukan pada bayi premature dan gangguan sistem saraf
seperti retardasi mental.
Katarak kongenital juga mungkin bisa disebabkan oleh:
- sindroma kondrodisplasia
- sindroma down (trisomi 21)
13
- sindroma pierre-robin
- katarak kongenital familial
- sindroma hallerman-streiff
- sindroma serebrohepatorenalis (sindroma lowe)
- trisomi 13
- sindroma conradi
- sindroma displasia ektodermal
- sindroma marinesco-sjögren.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat
selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus,
atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif,
mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada
bayi prematur dan gangguan sistem syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita homosisteinuri, diabetes melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea.
Patogenesis
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa – nukleus fetal atau
nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik – atau di kutub anterior
atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.
Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk.
Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital.
Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak kongenital
jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung saat
terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa.
Bentuk katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga
saat terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut.
14
Kekeruhan lensa kongenital sering dijumpai dan sering secara visual tidak bermakna.
Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar sumbu penglihatan – atau tidak cukup padat untuk
mengganggu transmisi cahaya – tidak memerlukan terapi selain pengamatan untuk menilai
perkembangannya. Katarak kongenital sentral yang padat memerlukan tindakan bedah.
Katarak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang bermakna harus
dideteksi secara dini – sebaiknya di ruang bayi baru lahir oleh dokter anak atau dokter
keluarga. Katarak putih yang dan besar dapat tampak sebagai leukokoria yang dapat dilihat
oleh orangtua. Katarak infantilis unilateral yang padat, terletak di tengah, dan garis
tengahnya lebih besar dari 2 mm akan menimbulkan ambliopia deprivasi permanen apabila
tidak diterapi dalam masa 2 bulan pertama kehidupan sehingga mungkin memerlukan
tindakan bedah segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan penatalaksanaan yang tidak
terlalu segera, tetapi apabila penanganannya ditunda tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi
ambliopia deprivasi bilateral.
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan
gambaran morfologik. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih
teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan
dengan melebarkan pupil.
Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil saja sehingga tidak
menutupi pupil, maka penglihatannya bisa baik dengan cara memfokuskan penglihatan di
sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup katarak seluruhnya maka penglihatannya tidak
akan normal dan fiksasi yang buruk akan mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.
Pernah dilaporkan katarak monokular dan binokular yang telah dioperasi secara dini
penglihatannya baik setelah diberi koreksi afakia. Katarak kongenital merupakan indikasi
untuk dirujuk segera ke dokter ahli mata.
Klasifikasi
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok: katarak kongenital (infantilis), yang
terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya; dan katarak didapat, yang timbul belakangan dan
biasanya berkaitan dengan sebab-sebab spesifik. Kedua tipe katarak ini dapat bersifat
unilateral atau bilateral dan parsial atau total. Banyak katarak kongenital tidak diketahui
penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik; yang lain disebabkan oleh penyakit
15
infeksi atau metabolik atau berkaitan dengan bermacam-macam sindrom. Dapat dilakukan
penelitian untuk mencari penyebab, tetapi pada sebagian besar kasus tidak ditemukan
penyebabnya.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak:
a. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
polaris.
b. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa.
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk:
1. Arteri Hialoidea yang persisten
Arteri Hialoidea merupakan cabang dari a. retina sentral yang memberi makan pada lensa.
Pada umur 6 bulan dalam kandungan, a. hialoidea mulai diserap, sehingga pada keadaan
normal, pada waktu lahir sudah tak tampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tak berlangsung
sempurna sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih di belakang lensa, berbentuk ekor
yang mulai di posterior lensa. Gangguan terhadap visus tak banyak. Visus biasanya masih
5/5, kekeruhannya stasioner, sehingga tak memerlukan tindakan.
2. Katarak polaris anterior (katarak piramidalis anterior)
Kekeruhan di bagian depan lensa mata persis di tengah. Terjadi karena tidak sempurnanya
pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti piramid dengan tepi masih
jernih, sehingga pupil midriasis akan menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak
progresif.
Gambar 2. Katarak Polaris Anterior
3. Katarak polaris posterior (katarak piramidalis posterior)
16
Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak sempurna sehingga menimbulkan
kekeruhan bagian belakang lensa. Diturunkan secara autosomal dominan, tidak progresif, dan
perbaikan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan midriatika.
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris
anterior. Juga bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan gangguan visus, sehingga tak
memerlukan tindakan operasi. Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.5
Kelainan ini bersifat unilateral dan biasanya diikuti ukauran mata yang lebih kecil
(mikroftalmia).
Gambar 3. Katarak Polaris posterior
4.Katarak aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan tindakan sama dengan katarak
polaris anterior.
5.Katarak zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun
sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders, merupakan tanda
khas untuk katarak zonularis. Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak. Kadang-
kadang bersifat herediter dan sering disertai dengan hasil anamnesa kejang-kejang.
Kekeruhannya berupa cakram (discus), mengelilingi bagian tengah yang jernih, sedang
korteks di luarnya jernih juga. Bisanya progresif, namun lambat. Kadang-kadang keluhan
sangat ringan, tetapi kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga visus sangat
terganggu dan anak tidak dapat lagi sekolah dan membaca, karena hanya dapat menghitung
jari.
Kekeruhan lensa pada katarak zonularis terdapat pada zona tertentu
17
a. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis
Katarak ini jarang ditemukan. Terjadi akibat adanya gangguan kehamilan pada 3 bulan
pertama. Kekeruhan biasanya pada nucleus lensa, biasanya berdiameter 3 mm, dengan
densitas yang bervariasi. Kepadatan biasanya bersifat stabil tetapi dapat juga bersifat
progresif dan menjadi lebih besar dalam ukurannya. Dapat unilateral atau bilateral. Kelainan
ini biasanya disertai oleh mikrokornea, terutama pada kasus yang unilateral.
Gambar 4. Katarak nuklearis
b. Katarak lamelaris, kekeruhan terdapat pada lamella yang mengelilingi area calon nukleus
yang masih jernih. Bagian di luar kekeruhan masih jernih. Gambarannya seperti cakram,
dengan jari-jari radier. Faktor penyebabnya diduga faktor herediter dengan autosomal
dominan. Juga dapat akibat infeksi rubela, hipoglikemia, hipokalsemia, dan radiasi.
Gambar 5. Katarak Lamelaris
6. Katarak stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang
merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan huruf Y yang terbalik di belakang. Biasanya
tidak banyak mengganggu visus sehingga tidak memerlukan pengobatan.
18
7. Katarak totalis
Bila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga substansi lensa dapat
keluar dan diserap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti
membran.
8. Katarak kongenital membranasea
Katarak kongenital totalis, disebabkan gangguan pertumbuhan atau akibat peradangan
intrauterin. Katarak juvenilis totalis, mungkin herediter atau timbul tanpa dikeahui sebabnya.
Pada beberapa kasus ada hubungannya dengan kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat
terlihat pada mata sehat atau merupakan katarak komplikata dengan disertai kelainan-
kelainan pada jaringan lain seperti koroid, retina, dsb. Lensanya tampak putih, rata, keabu-
abuan, seperti mutiara. Biasanya cair atau lunak.
3.2.2.3. Katarak Traumatik
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik trauma tembus maupun
trauma tumpul pada bola mata. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, ataupun
gejala sisa dari trauma mata. Energi inframerah, aliran listrik, dan radiasi ion jarang menjadi
penyebab katarak traumatik. Katarak yang disebabkan trauma tumpul umumnya membentuk
opasitas posterior yang berbentuk seperti bintang atau seperti bunga mawar (Stellate) pada
aksial posterior yang mungkin stabil atau progresif, sedangkan trauma tumpul dengan
lepasnya kapsul lensa membentuk perubahan kortikal yang tetap fokal jika kecil atau
progresif cepat menjadi opasifikasi kortikal total.
Etiopatogenesis
Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah,abut,kontusio,
sinar-x,dan bahan radioaktif. Lensa menjadi putih segerasetelah masuknya benda
asing,karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan terkadang korpus
vitreum masuk kedalam struktur lensa.
1.Trauma okuli non perforans
19
Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadangmunculnya
katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okulinon perforans dapat
disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena
pukulan,terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh
ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa,sonulla,atau
keduanya. Kombinasi dari coup countercoup ,dan ekspansi equatorial bertanggung jawab
terhadapterjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.
2.Trauma okuli perforans
Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi.Jika objek
yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa,biasanya lensa dapat
bertahan,dan,biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya,luka tembus juga dapat menimbulkan
pecahnya kapsul lensa,dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang
dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis,dan plak putih
yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang
mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami
trauma. Jika lubangnya cukup besar ,keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan
cepat,tetapi jika lukanya kecil,katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.
Gejala klinis
Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur ,yang biasanya bertambah buruk
jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali
mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien
mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata
menjadi merah,lensa opak ,dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor
aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata,mata menjadi sangat lunak. Pasien juga
memiliki riwayat mengalami trauma.
3.2.3. DIAGNOSIS KATARAK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan dan hasil pemeriksaan fisik mata.
Anamnesis:
Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak)
20
Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah ( Kecuali pada katarak traumatik)
Gambaran umum gejala katarak yang lain,seperti:
1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
2. Perubahan daya lihat warna
3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
4. Lampu dan matahari sangat mengganggu
5. Sering meminta ganti resep kaca mata
6. Lihat ganda
7. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan visus
Slit lamp
tonometri
ophtalmoscopy direct atau indirect
3.2.4. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang
diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi
lensa. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah
vitamin dosis tinggi, kalsium sistein, iodium tetes.
Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi:
1. Indikasi optik : pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu
kehidupan sehari-hari , dapat dilakukan operasi katarak.
21
2. Indikasi medis : Kondisi katark harus dioperasi diantaranya katarak hipermatur,
lensa yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis,
dislokasi/subluksasi lensa, benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio
retina atau patologi segmen posterior lainnya.
3. Indikasi kosmetik : Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan
retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat
diterima pasien, operasi dapat dilkukan meskipun tidak dapat mengembalikan
penglihatan.
Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intrakapsular)
Ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul
lensa.. ICCE masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen,
hipermatur dan katarak luksasi. ICCE juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zini
tidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan ECCE. Kontraindikasi absolut
ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma.
Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni.
Keuntungan pembedahan ICCE ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena lensa
seluruhnya sudah diangkat. Kerugian ICCE dibanding ECCE sangat signifikan. Insisi ICCE
yang lebih luas yaitu 160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti:
penyembuhan yang lama, cenderung menimbulkan astigmatisme, kebocoran luka pos operasi,
inkarserasi iris dan vitreus. Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel
kornea. Komplikasi pasca operasi adalah cystoid macular edema (CME), edema kornea,
vitreous prolaps dan endoftalmitis.
b. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul
posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur
yang nukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik
fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada ICCE (kira-kira 5-6mm) sehingga proses
penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga
dapat dilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema
22
kornea. Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan ICCE.
Penyulit pada teknik ini berupa adanya ruptur kapsul posterior, prolaps badan kaca, hifema,
peningkatan tekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder.
c. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern
menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.
Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah
hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi
sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang
kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50
tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7
mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau
subluksasi lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps
menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan
edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih
cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol
sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya
katarak sekunder sama seperti pada teknik EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang
mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar, endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat
melatih keterampilan berupa trauma kornea, trauma iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps
badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea, katarak sekunder, sinekia posterior,
ablasio retina.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang
sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan
penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat
23
penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep.
Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata
sampai luka pembedahan sembuh.
3.2.5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium
imatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung, sehinnga mendorong
iris dan terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat
terjadi glaukoma sekunder akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa
yang lisis, dan dapat juga terjadi uveitis fakotoksi. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca
operasi katarak, seperti ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma,
perdarahan, dan lainnya.
24
BAB IV
DISKUSI
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan pandangan mata kiri yang kabur, terasa nyeri,
dan kemerahan sejak mata kiri tersebut terbentur potongan kayu pada tanggal 3 Oktober
2012. Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. M. Zein Painan dan datang ke bangsal mata
untuk dirawat pada tanggal 6 Oktober 2012. Dari pemeriksaan fisik pada saat pasien baru
masuk bangsal, pada mata kanan didapatkan visus 5/7, lensa keruh pada bagian sub capsular
posterior. Pada mata kiri didapatkan visus 1,5/60, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar
positif, udem pada kornea, lensa yang keruh pada bagian anterior dan nukleus dengan
gambaran stelata dan dispersi pigmen, COA dangkal, bentuk pupil yang iregular, dan tekanan
bulbus okuli yang meningkat. Pasien di diagnosa glaukoma akut OS et causa katarak
traumatik OS. Pasien diterapi dengan obat-obatan (timolol, asetazolamide, aspa k dan
prednison) dengan tujuan untuk menurunkan tekanan intra okuler.
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri pasien,ada beberapa perubahan yang
disebabkan oleh karena trauma :
Udem kornea
Injeksi konjungtiva (+) dan injeksi siliar (+)
Lensa keruh dengan gambaran stelata (berbentuk bintang) akibat terdispersinya protein
lensa oleh karena trauma, menyebabkan katarak traumatika
Bentuk pupil yang iregular
Dispersi pigmen dari iris yang melekat ke lensa dan kornea
Salah satu penyulit dari katarak traumatika adalah terjadinya glaukoma. Pada pasien
didapatkan peningkatan tekanan intra okular pada mata kiri yang kemungkinan terjadi akibat
COA yang dangkal karena lensa yang mencembung.
Pada pemeriksaan terakhir tanggal 9 Oktober 2012, pada mata kiri tidakterdapat lagi
udem kornea, COA sudah cukup dalam, tekanan intraokuler sudah menurun, dan pada lensa
terdapat kekeruhan pada kapsular anterior dan nukleus akibat trauma (katarak traumatik).
Pada mata kanan, terdapat kekeruhan lensa pada bagian subkapsular posterior. Dilihat dari
25
umur pasien ini 63 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita katarak terkait
usia (katarak senilis).
Terapi yang direncanakan selanjutnya pada mata kiri pasien ini adalah
fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan
menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran 3 mm. Ukuran
insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable
intraocular lens). Jika digunakan lensa intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga
sekitar 5 mm. Keuntungan-keuntungan yang didapat dari tindakan bedah insisi kecil
(minimal) adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan,
perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan
mengurangi peradangan intraokular pascaoperasi, yang semuanya berakibat pada rehabilitasi
penglihatan yang lebih singkat. Walaupun demikian, teknik fakoemulsifikasi menimbulkan
resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui
suatu robekan kapsul posterior, kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks.
26
D A F T A R P U S T A K A
1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2007.
2. Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003
3. Vaugan, DG. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta: EGC, 2009.
4. American Academy of Ophtalmology. Lens & Cataract. San Francisco : 2008
5. Ezeddin, Hari Prawira. Katarak Traumatik. Diakses dari
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2010/03/doctors-files_katarak-traumatik1.pdf
6. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Katarak. Diakses dari
http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2
7. Universitas Sumatera Utara. Katarak. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24653/3/Chapter%20II.pdf
27