crs katarak

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi proses katarak, lensa menjadi buram seperti kaca susu. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas. Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya perubahan komposisi kimia lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh. Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar ultra violet dan faktor gizi. Penelitian-penelitian potong-lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10 % orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat kepercayaan / confidence interval [CI], 2.10–2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76– 3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun (95% CI, 3.02–3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi 1

Upload: novalina-kurnia-dewi

Post on 02-Aug-2015

202 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: CRS Katarak

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 LATAR BELAKANG

Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi

keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi proses katarak, lensa menjadi

buram seperti kaca susu. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas.

Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai

retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.

Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya perubahan komposisi kimia lensa mata

yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh. Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar

ultra violet dan faktor gizi.

Penelitian-penelitian potong-lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10

% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka

yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia

lebih dari 75 tahun. Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan di

Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan

infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat

kepercayaan / confidence interval [CI], 2.10–2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah

3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76–3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15

tahun  (95% CI, 3.02–3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang

unilateral, akan tetapi juga didapatkan bahwa insidensi ini tidak diperbedakan oleh jenis

kelamin dan tempat.

Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinya

katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan dalam persepsi warna,

dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak  biasanya terjadi dengan perlahan

dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena

merupakan perubahan yang berperinkat (progresif). Menurut Istiantoro, katarak hampir tidak

bisa dicegah karena merupakan proses penuaan sel.

1

Page 2: CRS Katarak

1.2 BATASAN MASALAH

Clinical Report Session ini membahas mengenai anatomi dan embriologi lensa,

definisi, frekuensi, etiologi, penggolongan, gambaran klinik, penatalaksanaan serta

prognosis katarak.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan Clinical Report Session ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan

mengenai katarak.

1.4 METODE PENULISAN

Penulisan Clinical Science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan berupa buku, jurnal dan internet.

2

Page 3: CRS Katarak

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien :

Nama : Ny. S Pekerjaan : Guru SD

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Umur : 63 tahun Suku : Minang

Status : Menikah Alamat : Painan

Anamnesis :

Seorang pasien perempuan berumur 63 tahun masuk bangsal mata RSUP Dr. M.

Djamil Padang sejak tanggal 6 Oktober 2011 dengan :

Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan mata kiri kabur sejak 6 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Pasien mengeluhkan mata kiri kabur sejak 6 hari yang lalu setelah terbentur potongan

kayu sebesar telapak tangan

- Terdapat nyeri dan kemerahan pada mata kiri sejak 6 hari yang lalu

- Riwayat trauma pada kedua mata atau kepala tidak ada sebelumnya

- Riwayat nyeri mata, disertai sakit kepala sampai muntah tidak ada

- Riwayat Hipertensi sejak kurang lebih 15 tahun yang lalu

- Riwayat menderita penyakit Diabetes Melitus tidak ada

- Pasien memakai kaca mata sejak lebih kurang 40 tahun yang lalu

- Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. M. Zein Painan

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak penah merasakan keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Kedua adik pasien menderita katarak dan telah ditatalaksana

3

Page 4: CRS Katarak

Pemeriksaan Fisik :

Keadan Umum : sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 84 x/menit

Frekuensi Napas :16 x/menit

Suhu : afebris

Status Generalisata : dalam batas normal

4

Page 5: CRS Katarak

Status oftalmikus

SO OD OS

Visus tanpa koreksi

Visus dengan koreksi

5/7 1,5/60

Refleks fundus + -

Silia/supersilia madarosis (-), trkikhiasis (-) madarosis (-), trkikhiasis (-)

Palpebra superior

Palpebra inferior

Udem (-)

Udem (-)

Udem (-)

Udem (-)

Margo palpebra Hordeolum (-), khalazion (-) Hordeolum (-), khalazion (-)

Aparat lakrimalis Lakrimasi Normal Lakrimasi Normal

Konjungtiva tarsalis

Konjungtiva forniks

Konjungtiva bulbi

Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-), sikatrik (-)

Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-)

Hiperemis (-), injeksi

konjungtiva (-), injeksi silier

(-), folikel (-), papil (-)

Hiperemis (-), papil (-), folikel

(-), sikatrik (-)

Hiperemis (-), papil (-), folikel

(-)

Hiperemis (+), injeksi

konjungtiva (+), injeksi silier

(-), folikel (-), papil (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli

AnteriorCukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)

Pupil Bulat, Refleks Pupil (+/+) Iregular, Refleks Pupil (-/-)

Lensa Keruh pada bagian sub

capsular posterior

Keruh pada bagian anterior

dan nukleus, terdapat dispersi

pigmen

Korpus Vitreum Bening Tidak dapat dinilai

Fundus :

Media

Papila N. Optikus

Pembuluh darah

Retina

Bening

Bulat,batas tegas,c/d 0,3-0,4

aa/vv = 2 : 3

Perdarahan (-), eksudat (-),

Tdak dapat dinilai

5

Page 6: CRS Katarak

Makula

ablasio (-)

Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Diagnosis Kerja : Katarak Senilis Imatur OD

Katarak Traumatik OS

Anjuran Terapi : Ekstraksi lensa

6

Page 7: CRS Katarak

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. LENSA

3.1.1.  Anatomi Lensa

Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus

pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel

lensa, korteks dam nucleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke

belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus

siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa,

serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel

tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5

mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.

Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreus.

Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang

menkagalirkan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel

subkapsuler sampai ekuator.

Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam

proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari

DNA, RNA, protein dan lipid.

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang

yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya

usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi

lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang

panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat

7

Page 8: CRS Katarak

ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di

bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini

ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior

dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan

protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada

di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water

soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ)

kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea

insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.

Seperti telah disinggung sebelumnya, tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di

lensa.

3.1.2. FISIOLOGI LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini

dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang

sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai

dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai

ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas

cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot

siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik

kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama

fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina

dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa

perlahan-lahan akan berkurang.

Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih

padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada

masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah

ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis.

Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang

8

Page 9: CRS Katarak

jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak,

padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya

akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai

pada umur 40 tahun.

 

3.1.3 METABOLISME LENSA NORMAL

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan

kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian

anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior

lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion

Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar

melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam

oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).

Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk

aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang

merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol

dehidrogenase.

3.2. KATARAK

3.2.1. Definisi Katarak

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta

yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti

tertutup air tejun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-

duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa

katarak secara karateristik terdapat agregat agregat protein yang menghamburkan berkas

cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan

perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat.

9

Page 10: CRS Katarak

Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara lain

proses umur, genetik, makanan (Obat-obatan), penyakit metabolik (Diabetes Melitus) ,

radiasi ultra violet dan kerusakan oksidatif (Dari radikal bebas).

Gambar 1. Perbandingan lensa normal dengan katarak

3.2.2. Klasifikasi Katarak

3.2.2.1. Katarak Senilis

Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Insidensi katarak di

dunia mencapai 5-10 juta kasus baru tiap tahunnya. Di Afrika katarak senile merupakan

penyebab utama kebutaan. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia, bahkan

dapat dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia

penderita. Horlacher mendapatkan bahwa 65% dari seluruh individu antara usia 51-60 tahun

menderita katarak, sedangkan Barth menemukan bahwa 96% dari individu di atas usia 60

tahun mempunyai kekeruhan lensa yang dapat terlihat jelas pama pemeriksaan slitlamp. Di

negara berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain

kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi

kebutaan 1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%, dan tahun 1996 angka kebutaan

meningkat 1,47%.

Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu : katarak nuklear, kortikal

dan subkapsularis posterior.

1.Katarak Nuklear

10

Page 11: CRS Katarak

Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung

menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat.

Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini

merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada

pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik, suli

menyetir pada malam hari . Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna,

terutama warna biru dan ungu.

2.Katarak Kortikal

Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul

sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape

opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan

yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.

3.Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis

Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsularis posterior

lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear.

Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Bentuk ini lebih

sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang.

Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya

terang.

Berdasarkan stadium perjalanan penyakitnya, katarak senilis digolongkan menjadi 4 stadium:

1. Katarak Insipien

Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang

membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan

biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya

nampak jika pupil dilebarkan.

Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak

sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Imatur

11

Page 12: CRS Katarak

Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh

lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi

penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang

degeneratif.

Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,

mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma

sekunder.

Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangn iris pada

lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).

Stadium Intumesen

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan

mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.

Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen

biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular.

Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya

akan bertambah yang memberikan miopisasi. Pada pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol

pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

3. Katarak Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang

berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul,

sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman

normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan

iris negatif.

4. Katarak Hipermatur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi

akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna

kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang

berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong

susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak

12

Page 13: CRS Katarak

Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa

yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di

anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma

karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /

protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.

3.2.2.2.Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir

dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada

bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.

Katarak yang berkembang penuh pada waktu lahir akan menghambat perkembangan

daya penglihatan yang normal, kecuali bila diatasi dalam beberapa bulan. Katarak kongenital

bisa merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan atau bisa

disebabkan oleh infeksi kongenital yang didapat dari ibu saat kehamilan atau berhubungan

dengan penyakit metabolik.

Kekeruhan lensa yang terjadi dapat akibat kelainan local intraocular atau kelainan

umum yang menampakan proses penyakit pada janin atau bersamaan dengan proses penyakit

ibu yang sedang mengandung.

Pada umumnya katarak kongenital bersifat sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.

Dua puluh tiga persen dari katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang

diwariskan secara autosomal dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang

merupakan penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia, kolobama iris, keratokonus,

lensa ektopik, displasia retina dan megalo kornea. Selain itu katarak kongenital dapat

ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti rubella,

rubeola, chiken pox, cytomegalo virus, herpes simplek, herpes zoster, poliomyelitis,

influenza, Epstein-Barr syphilis dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada trimester I.

Sementara yang behubungan dengan penyakit metabolic adalah galaktosemia,

homosisteinuria, diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.

Katarak congenital juga ditemukan pada bayi premature dan gangguan sistem saraf

seperti retardasi mental.

Katarak kongenital juga mungkin bisa disebabkan oleh:

-   sindroma kondrodisplasia

-   sindroma down (trisomi 21)

13

Page 14: CRS Katarak

-   sindroma pierre-robin

-   katarak kongenital familial

-   sindroma hallerman-streiff

-   sindroma serebrohepatorenalis (sindroma lowe)

-   trisomi 13

-   sindroma conradi

-   sindroma displasia ektodermal

-   sindroma marinesco-sjögren.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat

prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat

selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus,

atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif,

mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada

bayi prematur dan gangguan sistem syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak

kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang

menderita homosisteinuri, diabetes melitus hipoparatiroidism,  toksoplasmosis, inklusi

sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya

merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris,

keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea.

Patogenesis

Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa – nukleus fetal atau

nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik – atau di kutub anterior

atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.

Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk.

Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital.

Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak kongenital

jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung saat

terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa.

Bentuk katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga

saat terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut.

14

Page 15: CRS Katarak

 Kekeruhan lensa kongenital sering dijumpai dan sering secara visual tidak bermakna.

Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar sumbu penglihatan – atau tidak cukup padat untuk

mengganggu transmisi cahaya – tidak memerlukan terapi selain pengamatan untuk menilai

perkembangannya. Katarak kongenital sentral yang padat memerlukan tindakan bedah.

Katarak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang bermakna harus

dideteksi secara dini – sebaiknya di ruang bayi baru lahir oleh dokter anak atau dokter

keluarga. Katarak putih yang dan besar dapat tampak sebagai leukokoria yang dapat dilihat

oleh orangtua. Katarak infantilis unilateral yang padat, terletak di tengah, dan garis

tengahnya lebih besar dari 2 mm akan menimbulkan ambliopia deprivasi permanen apabila

tidak diterapi dalam masa 2 bulan pertama kehidupan sehingga mungkin memerlukan

tindakan bedah segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan penatalaksanaan yang tidak

terlalu segera, tetapi apabila penanganannya ditunda tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi

ambliopia deprivasi bilateral. 

Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan

gambaran morfologik. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat

bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih

teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan

dengan melebarkan pupil.

Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka

sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil saja sehingga tidak

menutupi pupil, maka penglihatannya bisa baik dengan cara memfokuskan penglihatan di

sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup katarak seluruhnya maka penglihatannya tidak

akan normal dan fiksasi yang buruk akan mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.

Pernah dilaporkan katarak monokular dan binokular yang telah dioperasi secara dini

penglihatannya baik setelah diberi koreksi afakia. Katarak kongenital merupakan indikasi

untuk dirujuk segera ke dokter ahli mata.

Klasifikasi

Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok: katarak kongenital (infantilis), yang

terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya; dan katarak didapat, yang timbul belakangan dan

biasanya berkaitan dengan sebab-sebab spesifik. Kedua tipe katarak ini dapat bersifat

unilateral atau bilateral dan parsial atau total. Banyak katarak kongenital tidak diketahui

penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik; yang lain disebabkan oleh penyakit

15

Page 16: CRS Katarak

infeksi atau metabolik atau berkaitan dengan bermacam-macam sindrom. Dapat dilakukan

penelitian untuk mencari penyebab, tetapi pada sebagian besar kasus tidak ditemukan

penyebabnya.

Katarak kongenital digolongkan dalam katarak:

a. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak

polaris.

b.  Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau

nukleus lensa.

Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk:

1. Arteri Hialoidea yang persisten

Arteri  Hialoidea   merupakan  cabang  dari a. retina sentral yang memberi makan pada lensa.

Pada umur 6 bulan dalam kandungan, a. hialoidea mulai diserap, sehingga pada keadaan

normal, pada waktu lahir sudah tak tampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tak berlangsung

sempurna sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih di belakang lensa, berbentuk ekor

yang mulai di posterior lensa. Gangguan terhadap visus tak banyak. Visus biasanya masih

5/5, kekeruhannya stasioner, sehingga tak memerlukan tindakan.

2. Katarak polaris anterior (katarak piramidalis anterior)

Kekeruhan di bagian depan lensa mata persis di tengah. Terjadi karena tidak sempurnanya

pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti piramid dengan tepi masih

jernih, sehingga pupil midriasis akan menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak

progresif.

Gambar 2. Katarak Polaris Anterior

3. Katarak polaris posterior (katarak piramidalis posterior)

16

Page 17: CRS Katarak

Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak sempurna sehingga menimbulkan

kekeruhan bagian belakang lensa. Diturunkan secara autosomal dominan, tidak progresif, dan

perbaikan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan midriatika.

Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris

anterior. Juga bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan gangguan visus, sehingga tak

memerlukan tindakan operasi. Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.5

Kelainan ini bersifat unilateral dan biasanya diikuti ukauran mata yang lebih kecil

(mikroftalmia).

Gambar 3. Katarak Polaris posterior

4.Katarak aksialis

Kekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan tindakan sama dengan katarak

polaris anterior.

5.Katarak zonularis

Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun

sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders, merupakan tanda

khas untuk katarak zonularis. Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak. Kadang-

kadang bersifat herediter dan sering disertai dengan hasil anamnesa kejang-kejang.

Kekeruhannya berupa cakram (discus), mengelilingi bagian tengah yang jernih, sedang

korteks di luarnya jernih juga. Bisanya progresif, namun lambat. Kadang-kadang keluhan

sangat ringan, tetapi kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga visus sangat

terganggu dan anak tidak dapat lagi sekolah dan membaca, karena hanya dapat menghitung

jari.

Kekeruhan lensa pada katarak zonularis terdapat pada zona tertentu

17

Page 18: CRS Katarak

a. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis

Katarak ini jarang ditemukan. Terjadi akibat adanya gangguan kehamilan pada 3 bulan

pertama. Kekeruhan biasanya pada nucleus lensa, biasanya berdiameter 3 mm, dengan

densitas yang bervariasi. Kepadatan biasanya bersifat stabil tetapi dapat juga bersifat

progresif dan menjadi lebih besar dalam ukurannya. Dapat unilateral atau bilateral. Kelainan

ini biasanya disertai oleh mikrokornea, terutama pada kasus yang unilateral.

Gambar 4. Katarak nuklearis

b.   Katarak lamelaris, kekeruhan terdapat pada lamella yang mengelilingi area calon nukleus

yang masih jernih. Bagian di luar kekeruhan masih jernih. Gambarannya seperti cakram,

dengan jari-jari radier. Faktor penyebabnya diduga faktor herediter dengan autosomal

dominan. Juga dapat akibat infeksi rubela, hipoglikemia, hipokalsemia, dan radiasi.

Gambar 5. Katarak Lamelaris

6.   Katarak stelata

Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang

merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan huruf Y yang terbalik di belakang. Biasanya

tidak banyak mengganggu visus sehingga tidak memerlukan pengobatan.

18

Page 19: CRS Katarak

7.   Katarak totalis

Bila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga substansi lensa dapat

keluar dan diserap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti

membran.

8. Katarak kongenital membranasea

Katarak kongenital totalis, disebabkan gangguan pertumbuhan atau akibat peradangan

intrauterin. Katarak juvenilis totalis, mungkin herediter atau timbul tanpa dikeahui sebabnya.

Pada beberapa kasus ada hubungannya dengan kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat

terlihat pada mata sehat atau merupakan katarak komplikata dengan disertai kelainan-

kelainan pada jaringan lain seperti koroid, retina, dsb. Lensanya tampak putih, rata, keabu-

abuan, seperti mutiara. Biasanya cair atau lunak.

3.2.2.3. Katarak Traumatik

Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik trauma tembus maupun

trauma tumpul pada bola mata. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, ataupun

gejala sisa dari trauma mata. Energi inframerah, aliran listrik, dan radiasi ion jarang menjadi

penyebab katarak traumatik. Katarak yang disebabkan trauma tumpul umumnya membentuk

opasitas posterior yang berbentuk seperti bintang atau seperti bunga mawar (Stellate) pada

aksial posterior yang mungkin stabil atau progresif, sedangkan trauma tumpul dengan

lepasnya kapsul lensa membentuk  perubahan kortikal yang tetap fokal jika kecil atau

progresif cepat menjadi opasifikasi kortikal total.

Etiopatogenesis

Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma

tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah anak  panah,abut,kontusio,

sinar-x,dan bahan radioaktif. Lensa menjadi putih segerasetelah masuknya benda

asing,karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan terkadang korpus

vitreum masuk kedalam struktur lensa.

1.Trauma okuli non perforans

19

Page 20: CRS Katarak

Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadangmunculnya

katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okulinon perforans dapat

disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena

pukulan,terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh

ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa,sonulla,atau

keduanya. Kombinasi dari coup countercoup ,dan ekspansi equatorial bertanggung jawab

terhadapterjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.

2.Trauma okuli perforans

Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi.Jika objek

yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa,biasanya lensa dapat

bertahan,dan,biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya,luka tembus juga dapat menimbulkan

pecahnya kapsul lensa,dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang

dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis,dan plak putih

yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang

mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami

trauma. Jika lubangnya cukup besar ,keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan

cepat,tetapi jika lukanya kecil,katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.

Gejala klinis

Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur ,yang biasanya bertambah buruk

jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali

mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien

mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata

menjadi merah,lensa opak ,dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor

aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata,mata menjadi sangat lunak. Pasien juga

memiliki riwayat mengalami trauma.

3.2.3. DIAGNOSIS KATARAK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan dan hasil pemeriksaan fisik mata.

Anamnesis:

Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak)

20

Page 21: CRS Katarak

Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah ( Kecuali pada katarak traumatik)

Gambaran umum gejala katarak yang lain,seperti:

1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film

2. Perubahan daya lihat warna

3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat

menyilaukan mata

4. Lampu dan matahari sangat mengganggu

5. Sering meminta ganti resep kaca mata

6. Lihat ganda

7. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan visus

Slit lamp

tonometri

ophtalmoscopy direct atau indirect

3.2.4. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang

diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi

lensa. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah

vitamin dosis tinggi, kalsium sistein, iodium tetes.

Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi:

1. Indikasi optik : pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu

kehidupan sehari-hari , dapat dilakukan operasi katarak.

21

Page 22: CRS Katarak

2. Indikasi medis : Kondisi katark harus dioperasi diantaranya katarak hipermatur,

lensa yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis,

dislokasi/subluksasi lensa, benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio

retina atau patologi segmen posterior lainnya.

3. Indikasi kosmetik : Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan

retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat

diterima pasien, operasi dapat dilkukan meskipun tidak dapat mengembalikan

penglihatan.

Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intrakapsular)

Ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul

lensa.. ICCE masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen,

hipermatur dan katarak luksasi. ICCE juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zini

tidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan ECCE. Kontraindikasi absolut

ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma.

Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni.

Keuntungan pembedahan ICCE ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena lensa

seluruhnya sudah diangkat. Kerugian ICCE dibanding ECCE sangat signifikan. Insisi ICCE

yang lebih luas yaitu 160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti:

penyembuhan yang lama, cenderung menimbulkan astigmatisme, kebocoran luka pos operasi,

inkarserasi iris dan vitreus. Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel

kornea. Komplikasi pasca operasi adalah cystoid macular edema (CME), edema kornea,

vitreous prolaps dan endoftalmitis.

b. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)

Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)

melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul

posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur

yang nukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik

fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada ICCE (kira-kira 5-6mm) sehingga proses

penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga

dapat dilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema

22

Page 23: CRS Katarak

kornea. Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan ICCE.

Penyulit pada teknik ini berupa adanya ruptur kapsul posterior, prolaps badan kaca, hifema,

peningkatan tekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder.

c. Fakoemulsifikasi

Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern

menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.

Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan yang

sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk

menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah

hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat

dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi

sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang

kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang

memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50

tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7

mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau

subluksasi lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps

menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan

edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih

cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol

sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya

katarak sekunder sama seperti pada teknik EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang

mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar, endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat

melatih keterampilan berupa trauma kornea, trauma iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps

badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea, katarak sekunder, sinekia posterior,

ablasio retina.

Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang

sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan

penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat

23

Page 24: CRS Katarak

penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep.

Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata

sampai luka pembedahan sembuh.

3.2.5. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium

imatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung, sehinnga mendorong

iris dan terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat

terjadi glaukoma sekunder akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa

yang lisis, dan dapat juga terjadi uveitis fakotoksi. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca

operasi katarak, seperti ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma,

perdarahan, dan lainnya.

24

Page 25: CRS Katarak

BAB IV

DISKUSI

Dari anamnesis, pasien mengeluhkan pandangan mata kiri yang kabur, terasa nyeri,

dan kemerahan sejak mata kiri tersebut terbentur potongan kayu pada tanggal 3 Oktober

2012. Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. M. Zein Painan dan datang ke bangsal mata

untuk dirawat pada tanggal 6 Oktober 2012. Dari pemeriksaan fisik pada saat pasien baru

masuk bangsal, pada mata kanan didapatkan visus 5/7, lensa keruh pada bagian sub capsular

posterior. Pada mata kiri didapatkan visus 1,5/60, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar

positif, udem pada kornea, lensa yang keruh pada bagian anterior dan nukleus dengan

gambaran stelata dan dispersi pigmen, COA dangkal, bentuk pupil yang iregular, dan tekanan

bulbus okuli yang meningkat. Pasien di diagnosa glaukoma akut OS et causa katarak

traumatik OS. Pasien diterapi dengan obat-obatan (timolol, asetazolamide, aspa k dan

prednison) dengan tujuan untuk menurunkan tekanan intra okuler.

Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri pasien,ada beberapa perubahan yang

disebabkan oleh karena trauma :

Udem kornea

Injeksi konjungtiva (+) dan injeksi siliar (+)

Lensa keruh dengan gambaran stelata (berbentuk bintang) akibat terdispersinya protein

lensa oleh karena trauma, menyebabkan katarak traumatika

Bentuk pupil yang iregular

Dispersi pigmen dari iris yang melekat ke lensa dan kornea

Salah satu penyulit dari katarak traumatika adalah terjadinya glaukoma. Pada pasien

didapatkan peningkatan tekanan intra okular pada mata kiri yang kemungkinan terjadi akibat

COA yang dangkal karena lensa yang mencembung.

Pada pemeriksaan terakhir tanggal 9 Oktober 2012, pada mata kiri tidakterdapat lagi

udem kornea, COA sudah cukup dalam, tekanan intraokuler sudah menurun, dan pada lensa

terdapat kekeruhan pada kapsular anterior dan nukleus akibat trauma (katarak traumatik).

Pada mata kanan, terdapat kekeruhan lensa pada bagian subkapsular posterior. Dilihat dari

25

Page 26: CRS Katarak

umur pasien ini 63 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita katarak terkait

usia (katarak senilis).

Terapi yang direncanakan selanjutnya pada mata kiri pasien ini adalah

fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan

menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga

substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran 3 mm. Ukuran

insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable

intraocular lens). Jika digunakan lensa intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga

sekitar 5 mm. Keuntungan-keuntungan yang didapat dari tindakan bedah insisi kecil

(minimal) adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan,

perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan

mengurangi peradangan intraokular pascaoperasi, yang semuanya berakibat pada rehabilitasi

penglihatan yang lebih singkat. Walaupun demikian, teknik fakoemulsifikasi menimbulkan

resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui

suatu robekan kapsul posterior, kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang

kompleks.

26

Page 27: CRS Katarak

D A F T A R P U S T A K A

1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2007.

2. Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003

3. Vaugan, DG. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta: EGC, 2009.

4. American Academy of Ophtalmology. Lens & Cataract. San Francisco : 2008

5. Ezeddin, Hari Prawira. Katarak Traumatik. Diakses dari

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2010/03/doctors-files_katarak-traumatik1.pdf

6. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Katarak. Diakses dari

http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2

7. Universitas Sumatera Utara. Katarak. Diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24653/3/Chapter%20II.pdf

27