obatan sso

9
2.1. OBAT UNTUK SARAF OTONOM Obat-obatan untuk sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut: 1. Agonis Kolinergik 2. Antagonis Kolinergik 3. Agonis Adrenergik, dan 4. Antagonis Adrenergik 1. Agonis kolinergik Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu: Agonis Kolinergik langsung dan Inhibitor Kolinesterase. a. Agonis Kolinergik langsung Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. obat-obatan pada agonis kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai Agonis Muskarinik, dan Agonis Nikotinik. Agonis Muskarinik Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid Obat golongan ester Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh karena itu

Upload: jon

Post on 19-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refrat

TRANSCRIPT

Page 1: Obatan Sso

2.1.  OBAT UNTUK SARAF OTONOM

Obat-obatan untuk sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:

1. Agonis Kolinergik

2. Antagonis Kolinergik

3. Agonis Adrenergik, dan

4. Antagonis Adrenergik

1.   Agonis kolinergik

Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor

dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai

neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut

dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu:

Agonis Kolinergik langsung  dan Inhibitor Kolinesterase.

a. Agonis Kolinergik langsung

Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. obat-obatan pada agonis

kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai Agonis Muskarinik,

dan  Agonis Nikotinik.

  Agonis Muskarinik

Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid

         Obat golongan ester

Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter

asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh

karena itu obat golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase.

Contoh obat golongan ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin

dan Betanekol mempunyai spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol

mempunyai spesifitas pada kedua reseptor (muskarinik dan nikotinik).

         Obat golongan alkaloid

Pada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat

golongan ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat

Page 2: Obatan Sso

golongan ini adalah Pilokarpin, muskarin, dan arekolin.Golongan obat ini yang dipakai

hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.

  Agonis Nikotinik

Sesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat

ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh

senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari

isolasi dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang

kecanduan merokok.

  Inhibitor Kolinesterase

Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu

Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim

ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim

ini sangat penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin.

Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah

sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor

reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.

  Inhibitor Reversibel

Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat

terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan

yang bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat

yang diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada

penderita Myastenia gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan

kekuatan otot skeletal.

  Inhibitor Irreversibel

Obat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan

biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus

barrier darah otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga

mengakibatkan inaktivasi enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor

Irreversibel ini contohnya yaitu Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida

Page 3: Obatan Sso

(organophosphat). Jika suatu inhibitor irreversibel ini bereaksi terhadap enzim

asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga tidak dapat memecah asetilkolin

menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat yang dapat digunakan

adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor Irreversibel dari sisi

aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan pralidoksim pada

pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat, karena dalam

waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau kehilangan

gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap

pralidoksim.

b.      Antagonis Kolinergik

Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter :

asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari

asetilkolin atau persyarafan kolinergik.

Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik)

mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor

seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps

muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan

parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan.

Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya lebib menyekat reseptor

nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat

penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.

Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,

penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk.

a)      mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik.

b)      Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.

c)       Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.

Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,

oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang

Page 4: Obatan Sso

susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson),

mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring

dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak

berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik

usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung).

Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan

mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik

misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida

dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit

parkinson.

C.    Agonis Adrenergik

Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf

adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi

menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan

dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan

reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β. Reseptor α

sendiri terdapat 2 tipe, dan reseptor β juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat

golongan ini untuk berinteraksi. Efek aktivasi dari kedua jenis reseptor ini dapat dilihat

pada bagian berikut :

1)      Reseptor α1 berada pada otot polos pembuluh darah. Jadi efek yang dihasilkan bila

suatu agonis berinteraksi dengan reseptor ini adalah kontraksi otot pembuluh darah.

2)      Reseptor α2 terdapat pada sel syaraf bagian postganglion simpatik. Aktivasi oleh

agonis mengakibatkan penghambatan pelepasan neurotransmitter nor-adrenalin pada

ujung syaraf simpatik.

3)      Reseptor β1 terdapat pada otot jantung. Aktivasi oleh suatu agonis menyebabkan

peningkatan frekuensi dan denyut jantung.

Page 5: Obatan Sso

4)      Reseptor β2 terdapat pada otot polos uterus dan bagian pernafasan. Aktivasi oleh

agonis menyebabkan relaksasi otot polos uterus ataupun relaksasi bronkus pada

pernafasan.

Obat-obat yang bekerja berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan menjadi 2

yaitu agonis secara langsung dan agonis yang bekerja secara tidak langsung. Hal ini

dibedakan hanya pada interaksi dengan reseptornya.

  Agonis Adrenergik Langsung

Agonis Adrenergik langsung berarti obat-obat ini berinteraksi secara langsung dengan

reseptor adrenergik dan kemudian menghasilkan efek dengan cara memacu efek nor-

epinefrin itu sendiri. Telah diketahui sebelumnya bahwa reseptor adrenergik terdapat

pada 2 tipe (α & β), maka obatnya pun dapat dibedakan pada kedua jenis reseptor ini.

1)      Reseptor α1 : obat-obat sebagai agonis α1 contohnya yaitu Oksimetazolin & Fenilefrin.

Kedua obat ini berinteraksi dengan reseptor α1 yang menyebabkan kontraksi pembuluh

darah.

2)      Reseptor α2 : Obat sebagai agonis α2 contohnya yaitu Klonidin. Obat ini berinteraksi

dengan reseptor α2 dan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin oleh

ujung syaraf simpatik yang  kemudian menyebabkan penurunan tekanan darah.

3)      Reseptor β1 : Reseptor ini kebanyakan berada pada jantung. Obat sebagai agonis β1

contohnya adalah Dobutamin. Obat ini setelah berinteraksi dengan reseptornya akan

menghasilkan efek yaitu meningkatkan frekuensi dan denyut jantung

4)      Reseptor β2 : Reseptor ini terdapat pada otot polos uterus dan pada bagian pernafasan.

Obat sebagai agonis β2 contohnya adalah Terbutalin. Obat ini dapat merelaksasi otot

polos bronkus sehingga dapat digunakan unutk terapi asma.

  Agonis Adrenergik tidak langsung

Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan kadar nor-epinefrin pada celah

sinaptik. Peningkatan kadar nor-epinefrin ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

1)      Dengan melepaskan cadangan nor-epinefrin pada vesikel.

2)      Dengan menghambat re-uptake nor epinefrin menuju ke ujung syaraf.

Page 6: Obatan Sso

Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dibedakan 2 macam

berdasarkan kedua cara tadi yaitu:

1)      Pada cara pertama, obat-obat akan memacu ujung syaraf untuk melepaskan cadangan

nor-epinefrin, hasilnya yaitu konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik akan

meningkat. Contoh obatnya yaitu Amfetamin, Efedrin, dan Fenilpropanolamin.

2)      Cara kedua didasarkan bahwa obat-obatan tertentu bekerja dengan menghambat

pelepasan kembali atau bisa disebut dengan re-uptake nor-epinefrin kembali menuju ke

ujung syaraf, sehingga mengakibatkan konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik

meningkat. Contoh obatnya yaitu Imipramin dan Desimpramin.

D.    Antagonis Adrenergik

Antagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat

kerja atau efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat

juga disebut dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan

dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker.

Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.

a)      α1 Blocker

Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor adrenergik tipe α1. Reseptor ini berada

kebanyakan pada otot polos pembuluh darah. Reseptor ini sebenarnya jika berikatan

dengan agonis maka akan mengakibatkan kontraksi pembuluh darah, tetapi jika

diberikan obat golongan α1 Blocker maka akan bereaksi sebaliknya yaitu penurunan

tekanan darah. Contoh obatnya yaitu : Prasozin dan Terasozin. Umumnya obat-obatan

golongan ini digunakan untuk terapi hipertensi.

b)      α2 Blocker

Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor α2. Reseptor ini jika berinteraksi

dengan suatu agonis maka akan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin

pada ujung syaraf. Obat golongan ini jarang digunakan pada klinik. Contoh obatnya yaitu

:Yohimbin yang digunakan untuk terapi gangguan ereksi.

Page 7: Obatan Sso

c)      Non selective α Blocker

Obat ini bekerja secara tidak spesifik pada reseptor α yaitu dapat berinteraksi baik pada

reseptor α1 maupun pada reseptor α2. Contoh obatnya yaitu Fentolamin.

d)     β1 Blocker

Obat golongan ini mengakibatkan penurunan frekuensi dan denyut jantung, karena

reseptor ini berada dalam otot jantung. Contoh obatnya yaitu : asebutolol, betaksolol,

metoprolol, dll.

e)      β2 Blocker

Obat ini setelah bereaksi dengan menghambat aktivitas reseptor tersebut oleh suatu

agonis. Obat ini mempunyai efek yaitu kontriksi saluran pernafasan. Contoh obatnya

yaitu propanolol, tetapi reseptor ini bekerja secara tidak selektif, yaitu dapat mengeblok

pada kedua reseptor.

Referensi :- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta