obatan sso
DESCRIPTION
refratTRANSCRIPT
2.1. OBAT UNTUK SARAF OTONOM
Obat-obatan untuk sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:
1. Agonis Kolinergik
2. Antagonis Kolinergik
3. Agonis Adrenergik, dan
4. Antagonis Adrenergik
1. Agonis kolinergik
Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor
dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai
neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut
dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu:
Agonis Kolinergik langsung dan Inhibitor Kolinesterase.
a. Agonis Kolinergik langsung
Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. obat-obatan pada agonis
kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai Agonis Muskarinik,
dan Agonis Nikotinik.
Agonis Muskarinik
Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid
Obat golongan ester
Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter
asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh
karena itu obat golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase.
Contoh obat golongan ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin
dan Betanekol mempunyai spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol
mempunyai spesifitas pada kedua reseptor (muskarinik dan nikotinik).
Obat golongan alkaloid
Pada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat
golongan ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat
golongan ini adalah Pilokarpin, muskarin, dan arekolin.Golongan obat ini yang dipakai
hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.
Agonis Nikotinik
Sesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat
ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh
senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari
isolasi dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang
kecanduan merokok.
Inhibitor Kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu
Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim
ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim
ini sangat penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin.
Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah
sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor
reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.
Inhibitor Reversibel
Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan
yang bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat
yang diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada
penderita Myastenia gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan
kekuatan otot skeletal.
Inhibitor Irreversibel
Obat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan
biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus
barrier darah otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga
mengakibatkan inaktivasi enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor
Irreversibel ini contohnya yaitu Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida
(organophosphat). Jika suatu inhibitor irreversibel ini bereaksi terhadap enzim
asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga tidak dapat memecah asetilkolin
menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat yang dapat digunakan
adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor Irreversibel dari sisi
aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan pralidoksim pada
pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat, karena dalam
waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau kehilangan
gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap
pralidoksim.
b. Antagonis Kolinergik
Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter :
asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari
asetilkolin atau persyarafan kolinergik.
Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik)
mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor
seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps
muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan
parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan.
Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya lebib menyekat reseptor
nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat
penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk.
a) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik.
b) Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
c) Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang
susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson),
mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring
dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak
berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik
usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung).
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan
mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik
misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida
dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit
parkinson.
C. Agonis Adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf
adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi
menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan
dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan
reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β. Reseptor α
sendiri terdapat 2 tipe, dan reseptor β juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat
golongan ini untuk berinteraksi. Efek aktivasi dari kedua jenis reseptor ini dapat dilihat
pada bagian berikut :
1) Reseptor α1 berada pada otot polos pembuluh darah. Jadi efek yang dihasilkan bila
suatu agonis berinteraksi dengan reseptor ini adalah kontraksi otot pembuluh darah.
2) Reseptor α2 terdapat pada sel syaraf bagian postganglion simpatik. Aktivasi oleh
agonis mengakibatkan penghambatan pelepasan neurotransmitter nor-adrenalin pada
ujung syaraf simpatik.
3) Reseptor β1 terdapat pada otot jantung. Aktivasi oleh suatu agonis menyebabkan
peningkatan frekuensi dan denyut jantung.
4) Reseptor β2 terdapat pada otot polos uterus dan bagian pernafasan. Aktivasi oleh
agonis menyebabkan relaksasi otot polos uterus ataupun relaksasi bronkus pada
pernafasan.
Obat-obat yang bekerja berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan menjadi 2
yaitu agonis secara langsung dan agonis yang bekerja secara tidak langsung. Hal ini
dibedakan hanya pada interaksi dengan reseptornya.
Agonis Adrenergik Langsung
Agonis Adrenergik langsung berarti obat-obat ini berinteraksi secara langsung dengan
reseptor adrenergik dan kemudian menghasilkan efek dengan cara memacu efek nor-
epinefrin itu sendiri. Telah diketahui sebelumnya bahwa reseptor adrenergik terdapat
pada 2 tipe (α & β), maka obatnya pun dapat dibedakan pada kedua jenis reseptor ini.
1) Reseptor α1 : obat-obat sebagai agonis α1 contohnya yaitu Oksimetazolin & Fenilefrin.
Kedua obat ini berinteraksi dengan reseptor α1 yang menyebabkan kontraksi pembuluh
darah.
2) Reseptor α2 : Obat sebagai agonis α2 contohnya yaitu Klonidin. Obat ini berinteraksi
dengan reseptor α2 dan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin oleh
ujung syaraf simpatik yang kemudian menyebabkan penurunan tekanan darah.
3) Reseptor β1 : Reseptor ini kebanyakan berada pada jantung. Obat sebagai agonis β1
contohnya adalah Dobutamin. Obat ini setelah berinteraksi dengan reseptornya akan
menghasilkan efek yaitu meningkatkan frekuensi dan denyut jantung
4) Reseptor β2 : Reseptor ini terdapat pada otot polos uterus dan pada bagian pernafasan.
Obat sebagai agonis β2 contohnya adalah Terbutalin. Obat ini dapat merelaksasi otot
polos bronkus sehingga dapat digunakan unutk terapi asma.
Agonis Adrenergik tidak langsung
Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan kadar nor-epinefrin pada celah
sinaptik. Peningkatan kadar nor-epinefrin ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
1) Dengan melepaskan cadangan nor-epinefrin pada vesikel.
2) Dengan menghambat re-uptake nor epinefrin menuju ke ujung syaraf.
Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dibedakan 2 macam
berdasarkan kedua cara tadi yaitu:
1) Pada cara pertama, obat-obat akan memacu ujung syaraf untuk melepaskan cadangan
nor-epinefrin, hasilnya yaitu konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik akan
meningkat. Contoh obatnya yaitu Amfetamin, Efedrin, dan Fenilpropanolamin.
2) Cara kedua didasarkan bahwa obat-obatan tertentu bekerja dengan menghambat
pelepasan kembali atau bisa disebut dengan re-uptake nor-epinefrin kembali menuju ke
ujung syaraf, sehingga mengakibatkan konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik
meningkat. Contoh obatnya yaitu Imipramin dan Desimpramin.
D. Antagonis Adrenergik
Antagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat
kerja atau efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat
juga disebut dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan
dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker.
Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.
a) α1 Blocker
Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor adrenergik tipe α1. Reseptor ini berada
kebanyakan pada otot polos pembuluh darah. Reseptor ini sebenarnya jika berikatan
dengan agonis maka akan mengakibatkan kontraksi pembuluh darah, tetapi jika
diberikan obat golongan α1 Blocker maka akan bereaksi sebaliknya yaitu penurunan
tekanan darah. Contoh obatnya yaitu : Prasozin dan Terasozin. Umumnya obat-obatan
golongan ini digunakan untuk terapi hipertensi.
b) α2 Blocker
Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor α2. Reseptor ini jika berinteraksi
dengan suatu agonis maka akan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin
pada ujung syaraf. Obat golongan ini jarang digunakan pada klinik. Contoh obatnya yaitu
:Yohimbin yang digunakan untuk terapi gangguan ereksi.
c) Non selective α Blocker
Obat ini bekerja secara tidak spesifik pada reseptor α yaitu dapat berinteraksi baik pada
reseptor α1 maupun pada reseptor α2. Contoh obatnya yaitu Fentolamin.
d) β1 Blocker
Obat golongan ini mengakibatkan penurunan frekuensi dan denyut jantung, karena
reseptor ini berada dalam otot jantung. Contoh obatnya yaitu : asebutolol, betaksolol,
metoprolol, dll.
e) β2 Blocker
Obat ini setelah bereaksi dengan menghambat aktivitas reseptor tersebut oleh suatu
agonis. Obat ini mempunyai efek yaitu kontriksi saluran pernafasan. Contoh obatnya
yaitu propanolol, tetapi reseptor ini bekerja secara tidak selektif, yaitu dapat mengeblok
pada kedua reseptor.
Referensi :- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta