nomor 13 tahun 2011 tentang -...
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM
NOMOR 13 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN AGAM 2010-2030
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM
NOMOR 13 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN AGAM
TAHUN 2010 - 2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI AGAM,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa untuk melaksanakan amanat pasal 78 ayat (4) huruf c,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, Kabupaten Agam telah melakukan
penyusunan dan penyesuaian muatan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam tahun 2010-2030;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 9 Tahun 2007
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi sehingga
perlu dilakukan penyempurnaan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam tahun 2010-2030.
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi
Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1956 Nomor 25);
3. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Tahun 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Tahun 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5324);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1503);
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM
dan
BUPATI AGAM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN AGAM TAHUN 2010-2030
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Agam.
3
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Agam.
3. Bupati adalah Bupati Agam.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Agam sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
11. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan program
beserta pembiayaannya.
13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
14. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah hasil
perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Agam.
16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
17. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
4
18. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
19. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan .
20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
23. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.
24. Kawasan Minapolitan adalah Kawasan yang membentuk kota perikanan, yang
memudahkan masyarakat untuk bisa membudidayakan ikan darat, dengan
kemudahan memperoleh benih melalui unit perbenihan rakyat, pengolahan
ikan, pasar ikan dan mudah mendapatkan pakan ikan, yang dikelola oleh salah
satu kelompok yang dipercaya oleh pemerintah.
25. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai warisan dunia.
26. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
27. Kawasan strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
5
28. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara Nasional
yang di gunakan untuk kepentingan pertahanan.
29. Kawasan peruntukan pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah:
wilayah yang memiliki sumber daya bahan galian yang berwujud padat, cair
dan gas berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan tempat
dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi
Penyelidikan Umum; Eksplorasi; dan Pasca Tambang baik di wilayah darat
maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
30. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
31. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang penataan ruang.
33. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona,
pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan prosedur
pelaksanaan pembangunannya.
34. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi
dan Kabupaten dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur
dan Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
35. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
36. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alamiah yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
37. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
6
38. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;
39. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
40. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
41. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
42. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasional, atau beberapa provinsi.
43. Pusat Kegiatan Wilayah yang ditetapkan secara nasional selanjutnya disebut
PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
44. Pusat Kegiatan Wilayah yang di promosikan oleh provinsi selanjutnya disebut
PKWp adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
45. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan.
46. Pusat Kegiatan Lokal yang dipromosikan oleh Kabupaten yang selanjutnya
disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
47. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
48. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
49. Insentif adalah perangkat atau upaya dari pemerindah daerah memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang.
7
50. Disinsentif adalah perangkat atau upaya dari pemerindah daerah dalam
mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.
Pasal 2
(1) Wilayah Kabupaten Agam mencakup wilayah yang secara geografis terletak
pada 00o 01' 34'' - 00o 28' 43'' Lintang Selatan dan 99o 46' 39'' - 100o 32' 50''
Bujur Timur, dengan luas wilayah 2.232,30 (dua ribu dua ratus tiga puluh dua
koma tiga) Km2.
(2) Batas-batas wilayah Kabupaten Agam meliputi:
a. sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Barat dan
Kabupaten Pasaman;
b. sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman;
c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten
Tanah Datar;
d. sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia; dan
e. bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bukittinggi.
(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kecamatan Tanjung Mutiara dengan luas wilayah 20.573 (dua puluh ribu
lima ratus tujuh puluh tiga) hektar;
b. Kecamatan Lubuk Basung dengan luas wilayah 27.840 (dua puluh tujuh ribu
delapan ratus empat puluh) hektar;
c. Kecamatan Ampek Nagari dengan luas wilayah 26.869 (dua puluh enam ribu
delapan ratus enam puluh sembilan) hektar;
d. Kecamatan Tanjung Raya dengan luas wilayah 24.403 (dua puluh empat
ribu empat ratus tiga) hektar;
e. Kecamatan Matur dengan luas wilayah 9.369 (sembilan ribu tiga ratus enam
puluh sembilan) hektar;
f. Kecamatan IV Koto dengan luas wilayah 6.872 (enam ribu delapan ratus
tujuh puluh dua) hektar;
g. Kecamatan Malalak dengan luas wilayah 10.449 (sepuluh ribu empat ratus
empat puluh sembilan) hektar;
h. Kecamatan Banuhampu dengan luas wilayah 2.845 (dua ribu delapan ratus
empat puluh lima) hektar;
8
i. Kecamatan Sungai Pua dengan luas wilayah 4.429 (empat ribu empat ratus
dua puluh sembilan) hektar;
j. kecamatan Ampek Angkek dengan luas wilayah 3.066 (tiga ribu enam puluh
enam) hektar;
k. Kecamatan Canduang dengan luas wilayah 5.229 (lima ribu dua ratus dua
puluh sembilan) hektar;
l. Kecamatan Baso dengan luas wilayah 7.030 (tujuh ribu tiga puluh) hektar;
m. Kecamatan Tilatang Kamang dengan luas wilayah 5.607 (lima ribu enam
ratus tujuh) hektar;
n. Kecamatan Kamang Magek dengan luas wilayah 9.960 (sembilan ribu
sembilan ratus enam puluh) hektar;
o. Kecamatan Palembayan dengan luas wilayah 34.981 (tiga puluh empat ribu
sembilan ratus delapan puluh satu) hektar;
p. Kecamatan Palupuh dengan luas wilayah 23.708 (dua puluh tiga ribu tujuh
ratus delapan) hektar;
Pasal 3
Materi muatan RTRW Kabupaten ini meliputi:
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang;
b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. penetapan kawasan strategis;
e. arahan pemanfaatan ruang;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
g. hak, kewajiban dan peran masyarakat serta kelembagaan
BAB II
FUNGSI DAN KEDUDUKAN RENCANA TATA RUANG
Pasal 4
(1) RTRW berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang, pemanfaatan
sumberdaya dan pembangunan daerah serta penyelaras kebijakan penataan
ruang nasional, provinsi, dan kabupaten.
(2) RTRW juga berfungsi sebagai:
9
a. pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
dan merupakan matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Kabupaten.
b. acuan dalam mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah
kabupaten;
c. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten;
d. pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten;
e. dasar pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten; dan
f. acuan dalam administrasi pertanahan.
(3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah:
a. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional;
penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi
pelaksanaan perencanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Kabupaten Agam;
b. sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar
wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan pemanfaatan ruang
kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem.
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 5
Tujuan RTRW Kabupaten Agam Tahun 2010-2030 yaitu mewujudkan Kabupaten
Agam sebagai Kabupaten Industri Agro, Kelautan, dan Pariwisata, berbasis
Mitigasi Bencana serta Konservasi.
Bagian Kedua
Kebijakan Dan Strategi
Pasal 6
(1) Untuk mewujudkan tujuan RTRW Kabupaten Agam sebagaima dimaksud
pada Pasal 5, dilaksanakan dengan beberapa kebijakan penataan ruang.
(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
10
a. pelaksanaan pembangunan yang berbasis mitigasi bencana serta
konservasi dalam rangka pengurangan resiko bencana;
b. pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis agro,
pariwisata dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai
ekonomi tinggi yang dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah
lingkungan;
c. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan serta pembangunan prasarana
dan sarana wilayah yang mampu mendukung pengembangan wilayah
secara merata;
d. peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan
modernisasi pertanian serta pengelolaan kegiatan ekonomi yang
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
e. peningkatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung yang meliputi, hutan
suaka alam, hutan lindung, mempertahankan kawasan lindung lebih dari
30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai;
f. pengembangan kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan sistem
agropolitan, industri berbasis pertanian dan pariwisata dengan tetap
mempertimbangkan dan mengindahkan kondisi daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup; dan
g. pengembangan kawasan dan objek wisata yang ramah lingkungan dan
bersesuaian dengan budaya lokal.
Pasal 7
(1) Pelaksanaan pembangunan berbasis mitigasi bencana serta konservasi dalam
rangka pengurangan resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf a, dilaksanakan dengan strategi:
a. membangun pemahaman masyarakat tentang kebencanaan dan
konservasi;
b. mewujudkan struktur dan pola ruang yang berbasis mitigasi bencana dan
konservasi;
c. meningkatkan kualitas bangunan publik dan hunian yang ramah bencana;
d. mengembangan kegiatan-kegiatan yang mendukung konservasi yang
bernilai terhadap pelestarian lingkungan dan sekaligus juga bernilai
sosial-ekonomi;
11
e. menyusun program dan pembangunan berbagai perangkat keras dan
lunak dalam upaya mitigasi berbagai bencana alam, seperti tsunami,
gempa, longsor, banjir, dan ancaman bencana lainnya; dan
f. memantapkan tata batas kawasan lindung untuk seluruh wilayah
Kabupaten Agam.
(2) Pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis agro,
pariwisata dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi
tinggi yang dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan
strategi:
a. menetapan komoditas unggulan sesuai dengan potensi lingkungan dan
kondisi sosial budaya setempat;
b. mengembangkan industri pengolahan hasil produksi agro dan kelautan
sesuai komoditas unggulan kawasan dan kebutuhan pasar (agroindustri
dan agribisnis, agro wisata, perikanan tangkap dan perikanan budidaya);
c. meningkatkan produksi pertanian hortikultura dan peternakan melalui
pendekatan Agropolitan;
d. mengembangkan ekonomi perikanan dan kelautan melalui pendekatan
minapolitan;
e. mengembangkan sistem pertanian organik dalam rangka meningkatkan
daya saing produk dan penyelamatan lingkungan; dan
f. melakukan revitalisasi dan pembangunan prasarana dan sarana produksi
agro dan kelautan secara terpadu.
(3) Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan serta pembangunan prasarana dan
sarana wilayah yang mampu mendukung pengembangan wilayah secara
merata, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c, dilaksanakan
dengan strategi:
a. mengurangi kesenjangan ekonomi dan infrastruktur antara Agam bagian
Timur dan Agam bagian Barat;
b. mengembangkan kawasan perkotaan dan perdesaan yang berbasiskan
mitigasi bencana dan konservasi, sebagai kawasan permukiman yang
layak huni;
c. meningkatkan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi wilayah secara
proporsional dan memadai sesuai kebutuhan masyarakat pada setiap
pusat permukiman atau kawasan; dan
12
d. mengembangkan dan membangun prasarana dan sarana transportasi
yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan secara
signifikan dan berimbang.
(4) Peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan modernisasi
pertanian serta pengelolaan kegiatan ekonomi yang memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf d, dilaksanakan dengan strategi:
a. meningkatkan produktivitas hasil pertanian, perkebunan dan peternakan
melalui penerapan teknologi pertanian, intensifikasi lahan dan
modernisasi pertanian;
b. mendorong pemakaian bibit unggul dalam usaha perkebunan, perikanan,
peternakan untuk mendapatkan produksi dengan kualitas yang lebih baik
dan bernilai ekonomi tinggi;
c. meningkatkan pemanfaatan lahan non produktif secara lebih bermakna
(kegiatan produksi) bagi peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan pendapatan masyarakat; dan
d. meningkatkan sistem pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan
sumber daya manusia dan kelembagaan serta fasilitasi sertifikasi yang
dibutuhkan.
(5) Memperkuat dan memulihkan fungsi kawasan lindung yang meliputi hutan
suaka alam, hutan lindung dan mempertahankan kawasan lindung lebih dari
30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, dilaksanakan dengan strategi:
a. memfasilitasi penetapan tata batas kawasan lindung dan budidaya untuk
memberikan kepastian rencana pemanfaatan ruang dan investasi;
b. mensinergikan program pelestarian lingkungan dalam rangka mendukung
Kebijakan Sumatera Barat sebagai Provinsi Konservasi;
c. meningkatkan pelaksanaan program rehabilitasi lingkungan, terutama
pemulihan fungsi hutan lindung yang berbasis masyarakat dengan
pendekatan hutan lestari masyarakat sejahtera;
d. meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan keanekaragaman
hayati; dan
e. meningkatkan kerjasama regional, nasional dan internasional dalam
rangka pemulihan fungsi kawasan lindung terutama hutan lindung dan
hutan cagar alam.
13
(6) Pengembangan kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan system
agropolitan, industry berbasis pertanian dan pariwisata dengan tetap
mempertimbangkan dan mengindahkan kondisi daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
huruf f, dilaksanakan dengan strategi:
a. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam untuk sumber energi
terbarukan yaitu tenaga air, tenaga surya, gelombang laut, dan lain-lain;
b. meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber energi yang terbarukan (renewable energy); dan
c. mengembangan kegiatan konservasi yang bernilai lingkungan dan
sekaligus juga bernilai sosial-ekonomi, yaitu hutan kemasyarakatan,
hutan tanaman rakyat.
(7) Pengembangan kawasan dan objek wisata yang ramah lingkungan dan
bersesuaian dengan budaya lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) huruf g, dilaksanakan dengan strategi:
a. menyusun skenario pengembangan kepariwisataan secara terpadu yang
ramah lingkungan dan bersesuaian dengan budaya lokal;
b. menetapkan kawasan-kawasan wisata di seluruh Kabupaten Agam;
c. mengembangkan berbagai potensi wisata sesuai dengan potensi kawasan
yang dimiliki secara arif dan ramah lingkungan;
d. meningkatkan kegiatan pariwisata melalui pembangunan prasarana dan
sarana pendukung, pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta
pemasaran yang lebih agresif dan efektif;
e. mengembangkan kapasitas sumber daya manusia pengelola
kepariwisataan; dan
f. meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya
pengembangan sektor kepariwisataan.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Agam meliputi:
a. sistem pusat kegiatan; dan
14
b. sistem jaringan prasarana.
(2) Sistem pusat kegiatan sabagaimana dimaksut ayat (1) huruf a adalah sistem
perkotaan.
(3) Sistem jaringan prasarana sabagaimana dimaksut ayat (1) huruf b meliputi:
a. Sistem jaringan prasarana utama; dan
b. Sistem jaringan prasarana lainnya yang terdiri atas:
1. sistem jaringan energy;
2. sistem jaringan telekomunikasi;
3. sistem jaringan sumber daya air;
4. sistem jaringan pengelolaan lingkungan; dan
5. sistem jaringan wilayah lainnya.
(4) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Agam digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Paragraf 1
Rencana Sistem Perkotaan
Pasal 9
(1) Rencana sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf a dikembangkan secara hierarki dan dalam bentuk pusat kegiatan,
sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi, dan rencana pengembangan
wilayah.
(2) Pengembangan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp);
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(3) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PKL sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a yaitu Kota Lubuk Basung di Kecamatan Lubuk Basung.
(4) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PKLp sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b yaitu Baso di Kecamatan Baso.
15
(5) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c yaitu:
a. Bawan di Kecamatan Ampek Nagari;
b. Matur di Kecamatan Matur; dan
c. Padang Lua di Kecamatan Banuhampu.
(6) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPL sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d yaitu:
a. Tiku di Kecamatan Tanjung Mutiara;
b. Palembayan di Kecamatan Palembayan;
c. Maninjau di Kecamatan Tanjung Raya;
d. Koto Tuo di Kecamatan IV Koto;
e. Malalak Timur di Kecamatan Malalak;
f. Sungai Pua di kecamatan Sungai Pua;
g. Lasi di Kecamatan Canduang;
h. Biaro di Kecamatan Ampek Angkek;
i. Pakan Kamih di Kecamatan Tilatang Kamang;
j. Kamang Hilia di Kecamatan Kamang Magek; dan
k. Palupuh di Kecamatan Palupuh.
Paragraf 2
Arahan Pengembangan Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten
Pasal 10
(1) PKL Lubuk Basung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat pelayanan jasa dan perdagangan yaitu sebagai pusat koleksi dan
distribusi wilayah hinterland-nya, yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara,
Ampek Nagari, dan sebagian Kecamatan Palembayan bagian Barat;
c. sebagai pusat pelayanan sosial kabupaten;
d. sebagai pusat pengembangan pendidikan tinggi;
e. sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan;
f. sebagai salah satu pusat pengembangan kawasan pertanian; dan
16
g. sebagai simpul transportasi yang melayani regional dan antar kabupaten.
(2) PKLp Baso sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dikembangkan
dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai simpul pelayanan transportasi yang dapat melayani beberapa
kecamatan dan nagari di bawahnya;
d. pusat koleksi dan distribusi hasil produksi komoditi pertanian skala
kawasan terutama dari Kecamatan Kamang Magek, Ampek Angkek dan
Canduang, termasuk kecamatan diluar Kabupaten Agam yang berbatasan
langsung dengan Baso seperti Kecamatan Aka Biluru Kabupaten 50 Kota
dan Kecamatan Tanjung Baru Kabupaten Tanah Datar;
e. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan;
f. sebagai pusat pengembangan pendidikan tinggi; dan
g. sebagai pusat labor kesehatan hewan di Provinsi Sumatera Barat.
(3) PPK Bawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a
dikembangkan dengan fungsi:
a. pusat pelayanan pemerintahan kecamatan;
b. pusat pelayanan kegiatan sosial skala kecamatan;
c. pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa dari wilayah hinterland-nya
yaitu Kecamatan Palembayan bagian barat; dan
d. pendukung pengembangan Kota Lubuk Basung.
(4) PPK Matur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf b
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai simpul pelayanan transportasi yang dapat melayani kecamatan
Palembayan dan sebagian Kecamatan Palupuh;
d. pusat pelayanan jasa dan perdagangan wilayah (koleksi dan distribusi
wilayah hinterland-nya, yaitu Kecamatan Palembayan bagian timur; dan
e. sebagai pendorong pengembangan kawasan pariwisata Maninjau.
17
(5) PPK Padang Lua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf c
dikembangkan dengan fungsi:
a. Sebagai pusat pelayanan sosial skala Kecamatan;
b. sebagai pusat koleksi dan distribusi barang skala wilayah hinterland-nya
mencakup Kecamatan Sungai Pua, IV Koto, dan sebagian Kecamatan
Canduang;
c. sebagai pusat pengembangan pendidikan tinggi;
d. sebagai salah satu pusat pengembangan industri konveksi;
e. sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian hortikultura skala
regional; dan
f. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
(6) PPL Tiku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf a
dikembangkan dengan fungsi:
a. pusat pelayanan pemerintahan kecamatan;
b. pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa dari dan untuk wilayah
kecamatan;
c. pusat pengembangan produksi perikanan laut kabupaten;
d. pusat pengembangan kegiatan pariwisata pantai dan pesisir;
e. pendukung pengembangan Kota Lubuk Basung;
f. simpul transportasi darat jalur lintas barat dan jalur kereta api trans
Sumatera; dan
g. pusat pengembangan moda angkutan laut berupa pengembangan
pelabuhan perikanan dan pengumpan di Tiku.
(7) PPL Palembayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf b
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil produksi wilayahnya;
d. sebagai salah satu pusat kegiatan pertanian dan perkebunan terutama
kebun buah-buahan; dan
e. pendukung pengembangan Kota Matur.
18
(8) PPL Maninjau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf c
dikembangkan dengan fungsi:
a. pusat pelayanan pemerintahan kecamatan;
b. pusat pelayanan kegiatan sosial skala kecamatan;
c. pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa dari wilayah;
d. sebagai pendorong pengembangan industri pariwisata;
e. sebagai kawasan strategis Propinsi Sumatera Barat dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
f. sebagai pusat pengembangan kawasan perikanan darat yaitu sebagai
sentra Minapolitan di Danau Maninjau; dan
g. pendukung pengembangan Kota Lubuk Basung.
(9) PPL Koto Tuo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf d
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
b. sebagai pusat pengembangan industri kerajinan perak dan sulaman;
c. sebagai kawasan cagar budaya;
d. sebagai pusat koleksi distribusi hasil produksi wilayahnya;
e. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
f. sebagai salah satu pusat pengembangan industri konveksi;
g. sebagai salah satu daerah perlindungan kawasan bawahnya dan
perlindungan setempat; dan
h. pendukung pengembangan perkotaan Banuhampu.
(10) PPL Malalak Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf e
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. pusat pelayanan jasa dan perdagangan wilayahnya;
d. sebagai salah satu daerah perlindungan kawasan bawahnya dan
perlindungan setempat;
e. pendukung pengembangan perkotaan Banuhampu; dan
19
f. pengembangan rest area terkait dengan keberadaan Jalan Sicincin-
Malalak.
(11) PPL Sungai Pua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf f
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
b. sebagai pusat koleksi distribusi hasil produksi barang wilayahnya;
c. pendukung pengembangan perkotaan Banuhampu;
d. sebagai salah satu pusat pengembangan industri konveksi; dan
e. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
(12) PPL Lasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf g
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai pusat koleksi distribusi hasil produksi barang wilayahnya
terutama gula tebu;
d. sebagai salah satu pusat pengembangan industri konveksi;
e. pendukung pengembangan perkotaan Baso; dan
f. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
(13) PPL Biaro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf h
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai pusat koleksi distribusi hasil produksi barang skala regional
(beberapa kecamatan);
d. sebagai salah satu alternatif pengembangan simpul pelayanan
transportasi regional;
e. sebagai pusat pengembangan industri rumah tangga seperti konveksi,
bordir dan sulaman;
f. sebagai sentra pengembangan kegiatan pertanian atau agropolitan; dan
g. pendukung pengembangan perkotaan Baso.
20
(14) PPL Pakan Kamih sebagaimana dimaksud daam Pasal 9 ayat (6) huruf i
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai salah satu pusat pengembangan industri konveksi;
d. sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil produksi barang skala
kecamatan;
e. sebagai salah satu pusat pengembangan industri makanan kecil; dan
f. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
(15) PPL Kamang Hilia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf j
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan;
c. sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil produksi barang skala
kecamatan;
d. sebagai salah satu pusat pengembangan industri makanan kecil; dan
e. sebagai salah satu kawasan penyangga kegiatan pertanian atau
agropolitan.
(16) PPL Palupuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf k
dikembangkan dengan fungsi:
a. sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
b. sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan; dan
c. sebagai pusat koleksi dan distribusi hasil produksi barang skala
kecamatan.
(17) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten Agam akan ditindaklanjuti dengan
penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan yang berfungsi sebagi PKL, PKLp.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Transportasi
21
Pasal 11
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi utama sebagaimana
dimaksud dalan pasal 8 ayat (3) huruf a meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi perkeretaapian; dan
c. sistem jaringan transportasi laut.
(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan dan prasarana lalu lintas angkutan jalan; dan
b. jaringan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP).
(3) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. jaringan jalan kereta api; dan
b. stasiun.
(4) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c berupa pengembangan Pelabuhan.
Pasal 12
(1) Pengembangan jaringan jalan dan prasarana lalu lintas angkutan jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. rencana peningkatan jaringan jalan;
b. rencana pembangunan jalan; dan
c. rencana pengembangan prasaran lalu lintas angkutan jalan.
(2) Rencana peningkatan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi jalan arteri primer, kolektor primer, jalan lokal primer dan
jalan lingkungan primer, yaitu:
a. jalan Nasional yang berfungsi Arteri Primer (AP) yang menghubungkan
simpul-simpul:
1. Padang Luar-Batas Kota Padang Panjang (Ruas 006),
2. Batas Kota Payakumbuh – Baso (Ruas 037), dan
3. Baso – Batas Kota Bukittinggi (Ruas 038);
4. Batas Kota Bukittinggi – Kumpulan (Ruas 004)
22
b. jalan Nasional yang berfungsi Kolektor Primer (K1) yang menghubungkan
simpul-simpul:
1. Padang Sawah – Manggopoh (Ruas 022), dan
2. Manggopoh – Batas Kota Pariaman (Ruas 023),
c. jalan Provinsi yang berfungsi Kolektor Primer (K2) yang menghubungkan
simpul – simpul:
1. Baso – Batusangkar;
2. Lubuk Basung (Manggopoh) – Kota Bukittinggi (Padang Luar);
3. Lubuk Basung – Sungai Limau;
4. Simpang Padang Luar – Bukik Batabuah - Baso (promosi); dan
5. Padang Koto Gadang – Matur (promosi) yang meliputi beberapa
ruas jalan (Padang Koto Gadang – Koto Alam (Ruas 137),
Palembayan - Simpang Koto Alam (Ruas 135), Simpang Sei Pua -
Palembayan (Ruas 130), Simpang Pudiang - Simpang Sungai Pua
(Ruas 128), Pasar Lawang - Simpang Pudiang (Ruas 120), Surau
Jua -Pasar Lawang (Ruas 116), Simpang Matur - Surau Jua (Ruas
112).
d. jalan Kabupaten yang berfungsi kolektor primer (K3) yang
menghubungkan simpul-simpul:
1. Palupuh – Suliki (Ruas 143);
2. Lingkar danau maninjau (Ruas 157);
3. Lingkar Utara Kota Lubuk Basung (Ruas 159-194-195-522-579); dan
4. Lingkar Selatan Kota Lubuk Basung (Ruas 164-183-207-208-209);
e. jalan kabupaten yang berfungsi kolektor (K4) yang menghubungkan
simpul-simpul:
1. Simpang Patai - Palembayan (Ruas 133);
2. Matur-Sitingkai (Ruas 246);
3. Durian Kapeh - Muaro Putuih (Ruas 222);
4. Muaro Putuih – Subang Subang (Ruas 367);
5. Subang Subang - Tompek Harapan (Ruas 569);
6. Lapau Andung - Masang (Tompek Harapan) (Ruas 455);
7. Lubuk Basung – Simpang Ampu (Ruas 167);
8. Simpang Ampu - Simpang Puduang (Ruas 142);
23
9. Simpang Puduang - Simpang Batu Kambiang (Ruas 141);
10. Simpang Koto Alam - Simpang Batu Kambiang (Ruas 138);
11. Simpang Gadut - Pasa Dama (Ruas 002);
12. Pasa Dama - Simpang Pincuran (Ruas 003);
13. Simpang Pincuran - Aia Tabik (Ruas 004);
14. Simpang Aia Tabik - Sungai Dareh (Ruas 005);
15. Sungai Dareh - Sungai Guntung (Ruas 366);
16. Batu Hampa - Kubu Anau (Ruas 210);
17. Malalak - Hulu Banda (Ruas 236);
18. Simpang Biaro – Lasi (Ruas 46, 48, 55)
19. Simpang Tanjung Alam - Simpang Bukik Batabuah (Ruas 45, 50, 54);
20. Simpang Bukik Batabuah - Koto Baru ( Ruas 77, 84 ,85 ,86 ,87);
21. Palembayan - Data Munti (Ruas 131);
22. Pasa Bawan - Batu Kambing (Ruas 139);
23. Anak Aie Dadok-Padang Kajai (Ruas 201);
24. Durian Kapeh - Bukik Sariak (Ruas 216),
25. Durian Kapeh - Simpang Mangkua (Ruas 408);
26. Simpang Cacang - Cacang Tinggi (Ruas 215);
27. Kampung Darek - Simpang IV Cacang (Ruas 473);
28. Pasar Tiku-Simpang IV Cacang (Ruas 217),
29. Banda Gadang - Padang Tui (Ruas 492);
30. Gasan Kaciak - Padang Tui (Ruas 219).
31. Simpang Koto Panjang – Simpang Aia Tabik (Ruas 6);
32. Simpang Aia Tabik – Simpang Pintu Koto (Ruas 16);
33. Tanjung Alam – Pintu Koto (Ruas 24, 25, 26, 27, 41, 42); dan
34. Ambun Pagi – Ambun Tanai - Puncak Lawang (Ruas 396).
(3) Rencana pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi jalan arteri primer, kolektor primer, jalan lokal primer dan
jalan lingkungan primer, meliputi:
a. jalan bebas hambatan ruas jalan Tol Padang - Agam– Bukittinggi,
24
b. jalan Tol Bukittinggi – Agam – Payakumbuh – Batas Provinsi Riau;
c. jalan Strategis Nasional ruas jalan Tiku – Silaping (Ruas 048);
d. jalan kolektor primer (K2) yang menghubungkan simpul – simpul Sicincin
– Malalak – Bukittinggi dan Jembatan Ngarai Sianok, Taluak –
Cingkariang (lanjutan pembangunan Baypass Bukittinggi);
e. jalan kolektor primer (K3) yang menghubungkan simpul-simpul sebagai
berikut : Ambun Pagi - Puncak Lawang - Simpang Kandih - Muko Muko
(jalan retribusi alternatif Kelok 44);
f. jalan kabupaten (K4) yang menghubungkan simpul-simpul:
1. Pasar Durian - Mutiara Agam;
2. Malalak - Sungai Batang (Ruas 105);
3. Sungai Dareh – Sungai Guntuang ( Ruas 366);
4. Kubu Labuah – Nagari - Padang Galanggang (Ruas 400); dan
5. Jalan Dama Gadang – Batas Kabupaten Agam (Batu Basa).
(4) Rencana pengembangan dan pembangunan prasarana lalu lintas angkutan
jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi :
a. terminal penumpang tipe A Agam dengan luas 5,0 (lima) hektar di
Kecamatan Ampek Angkek atau Banuhampu;
b. terminal penumpang tipe B Antokan dengan luas 1,0 (satu) hektar
berupa Peningkatan Sarana dan Prasarana;
c. terminal penumpang dan barang tipe B (promosi) Manggopoh dengan
luas 1,5 (satu setengah) hektar berupa Pembangunan Terminal; dan
d. terminal penumpang tipe dan barang C Amur dengan luas 1,0 (satu)
hektar berupa memfungsikan Terminal.
Pasal 13
(1) Pengembangan jaringan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
(ASDP) sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) huruf b ditujukan
untuk :
a. keperluan pariwisata Danau Maninjau; dan
b. penunjang budidaya perikanan air tawar.
(2) Pengembangan jaringan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
(ASDP) untuk kepentingan pariwisata berupa pembangunan dermaga untuk
25
mendukung pariwisata di Maninjau, Muko-Muko, Linggai dan Sungai Batang
dan Sigiran yang berada di Kawasan Danau Maninjau; dan
(3) Pengembangan jaringan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
(ASDP) untuk penunjang budidaya perikanan keramba jaring apung adalah
pembangunan dermaga pengumpul produksi perikanan yang lokasinya
disesuaikan dengan Master Plan Minapolitan.
Pasal 14
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat
(3) terdiri dari:
a. jaringan jalan kereta api; dan
b. stasiun.
(2) Rencana pengembangan jaringan jalan kereta api di Kabupaten Agam
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a merupakan bagian dari
pengembangan lintas jaringan jalan kereta api Trans Sumatera (Connecting
Trans Sumatera Railways) yang meliputi :
a. pengaktifan kembali jaringan jalan kereta api jalur Lubuk Alung – Naras
dan Padang Panjang – Agam – Bukittinggi – Payakumbuh; dan
b. peningkatan dan pembangunan baru jaringan jalan kereta api jalur Naras
– Sungai Limau – Simpang Empat.
(3) Rencana pengaktifan kembali Stasiun Kereta Api bersamaan dengan
pengaktifan kembali jaringan jalan kerta api meliputi;
a. Stasiun penumpang dan barang di kawasan Pasar Padang Luar
kecamatan Banuhampu;
b. Stasiun penumpang dan barang di kawasan Pasar Baso kecamatan Baso;
dan
c. Stasiun penumpang dan barang di kawasan Tiku kecamatan Tanjung
Mutiara.
Pasal 15
(1) Pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam pasal
11 ayat (4) ditujukan untuk mendukung sistem produksi, sistem pergerakan
barang dan jasa; dan
(2) Pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pengembangan Pelabuhan Perikanan Tiku Kecamatan Tanjung
Mutiara.
26
Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi
Pasal 16
(1) Sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(3) huruf b angka 1, meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana listrik.
(2) Pengembangan sistem prasarana pembangkit tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan energi
bagi kegiatan permukiman dan kegiatan non permukiman dan mendukung
kegiatan perekonomian serta pengembangan kawasan.
(3) Rencana pengembangan prasarana pembangkit tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. mengoptimalkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Danau Maninjau
dengan kapasitas terpasang sebesar 68 MW dan PLTA Batang Agam 7
MW, dengan upaya pelestarian kawasan resapan air pada catchment
area;
b. pengembangan dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro
(PLTM) di Kecamatan Palupuh, Palembayan, Malalak dan Lubuk Basung,
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di seluruh Kecamatan di
Kabupaten Agam;
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (Solar cell) di seluruh
Kecamatan di Kabupaten Agam;
d. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas di seluruh Kecamatan
di Kabupaten Agam;
e. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) di
Kecamatan Tanjung Mutiara; dan
f. pengembangan energi geothermal di Kecamatan Tanjung Raya.
(4) Pengembangan jaringan prasarana listrik sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b, meliputi;
a. Gardu Induk yang sudah terbangun seperti Gardu Induk Lubuk Sao dan
Dardu Induk Padang Luar.
b. jaringan transmisi saluran udara tegangan menengah (SUTM) 150 KV dari
pembangkit PLTA maninjau menuju Gardu Induk Padang Luar; dan
27
c. pembangunan transmisi saluran udara tegangan menengah (SUTM) 150
KV dari pembangkit PLTA Maninjau menuju Gardu Induk di Kabupaten
Pasaman Barat.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 17
(1) Pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 2 ditujukan untuk tersedianya jaringan
telepon dalam jumlah yang cukup, merata dengan mutu pelayanan yang
lebih baik serta biaya yang terjangkau, meliputi:
a. Jaringan kabel; dan
b. Jaringan Seluler
(2) Pemenuhan kebutuhan jaringan telekomunikasi jaringan kabel sebagaima
dimaksud ayait (1) huruf a meliputi:
a. pemenuhan kebutuhan pelanggan telepon, terutama pelanggan rumah
tangga;
b. optimalisasi sentral telepon otomatis (STO) yang telah dibangun di Lubuk
Basung, Maninjau, dan Baso dengan teknologi kabel optis;
c. peningkatan pelayanan dengan mempermudah dalam pemasangan
sambungan baru untuk jaringan telepon; dan
d. penyediaan jaringan-jaringan telepon baru dapat memanfaatkan
pengembangan jaringan jalan sebagai akses penunjang;
(3) Pemenuhan kebutuhan jaringan telekomunikasi jaringan seluler sebagaima
dimaksud ayait (1) huruf b meliputi:
a. mendorong penggunaan Based Transceiver Station (BTS) / Tower
bersama untuk tujuan efisiensi dan estetika lingkungan;dan
b. penambahan based transceiver station (BTS) diprioritaskan pada wilayah-
wilayah yang belum terjangkau seperti Kecamatan Malalak, Kecamatan
Palembayan, Kecamatan Palupuh dan sebagian Kecamatan Matur.
28
Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 18
(1) Pengembangan Sember daya Air sebagai mana dimaksud dalam pasal 8 ayat
(3) huruf b angka 3 berdasarkan pada pengelola sumber daya air yang
berbasis Wilayah sungai yang meliputi :
a. Konservasi Sumber Daya Air;
b. Pendayagunaan Sumber Daya Air; dan
c. Pengendalian Sumber Daya Air.
(2) Kabupaten Agam sebagian besar terletak pada wilayah Sungai Masang
Pasaman dan sebagian kecil pada WS Indragiri Akuaman, dimana WS Masang
Pasaman Merupakan WS Lintas Propinsi dan WS Indragiri Akuaman
merupakan WS lintas Propinsi.
(3) Daereh Aliran Sungai, Embung dan Danau yang terdapat dalam Kabupaten
Agam meliputi:
a. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terletak dalam Kabupaten Agam
meliputi:
1. DAS Palembayan;
2. DAS Masang; dan
3. DAS Gaung;
b. Danau yang terletak di Kabupaten Agam adalah Danau Maninjau; dan
c. Embung yang berada di Kabupaten Agam meliputi:
1. Embung Waduk Lapangan di Kecamatan Ampek Angkek;
2. Embung Sungai Janiah, Bukik Siranjau Kecamatan Baso;
3. Embung Tabek Tarok, Siliuk, Sirangkak Gadang, Pincuran Sialai,
Lurah Kabun, Ampuah III Rawang, Korong Panjang, Sungai Janiah di
Kecamatan Canduang;
4. Embung Tarusan Kamang dan Tembok Batu, Sungai Bawak di
Kecamatan Kamang Magek;
5. Embung Tirtasari, Batu Kabau, Baburai di Kacamatan Tilatang
Kamang;
6. Embung Tabek Sariak, Badorai, Tabek Aie Asin, Ampuah Kecamatan
Sungai Pua; dan
29
7. Embung Bapensi, Pincuran VII, Sungai Tanang Kacamatan IV Koto
(4) Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diarahkan dan direncanakan, meliputi:
a. rencana penataan daerah aliran sungai melalui upaya pelestarian
kawasan lindung dan kawasan konservasi untuk menjaga tata air; dan
b. kawasan bermasalah seperti banjir dan tanah longsor dilakukan
penanganan khusus berupa pembangunan insfrastruktur pengendalian
banjir dan pelaksanaan kegiatan pelestarian lingkungan seperti
pemulihan lahan kritis dan penanaman hutan kembali (reboisasi).
(5) Perdayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. sistem jaringan irigasi; dan
b. sistem jaringan air baku.
(6) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dibagi
atas 3 kewenangan yaitu:
a. kewenangan pemerintah pusat yaitu Daerah Irigasi (DI) Antokan;
b. kewenangan pemerintah propinsi, meliputi:
1. DI Batang Dareh kecamatan Lubuk Basung;
2. DI Sangkir Garagahan Kecamatan Lubuk Basung;
3. DI Baramban III Lurah Tilatang Kamang;
4. DI Sianok Kecamatan IV Koto; dan
5. DI Gumarang Kecamatan Palembayan
c. kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Agam terdiri dari 155 DI
yang meliputi:
1. Kecamatan Ampek Angkek meliputi: DI. Waduk Lapangan, DI. Bt
Katiak, DI. Sidangkong, DI. Tambuo, DI. Bebeh, DI. Bt Kasiak;
2. Kecamatan Baso meliputi: DI. Ujung Guguk, DI. Mancung, DI. Baruah
Salo, DI. Dt. Kodoh, DI. Jabur;
3. Kecamatan Canduang meliputi: DI. Tabek Tarok, DI. Pincuran VII,
DI. Siliuk, DI. Batang Asahan, DI. Bdr. Subarang, DI. Subarang, DI.
Cingkano, DI. Tabing, DI. Kr. Panjang, DI. Niur, DI. Jbt. Ujung
Guguk;
4. Kecamatan Kamang Magek meliputi: DI. Hilalang, DI. Batu Biaro, DI.
30
Ambacang, DI. III April, DI. Joho, DI. Bkt Monggok, DI. Hulu Air
Gadang,;
5. Kecamatan Paupuh meliputi: DI. Air Biso, DI. Air Dareh, DI. Air
Kijang, DI. Patapian, DI. Sei. Belukar, DI. Batang Palupuh, DI. Bdr.
Angge, DI. Jambak Balau, DI. Pandan Banyak, DI. Tampunik;
6. Kecamatan Tilatang Kamang meliputi: DI. Surau Usang, DI. Kambing
VII, DI. Parak Laweh, DI. III Lurah, DI. Brb Bawah, DI. Namuang,
DI. Batu Kabau, DI. Batu Mandi, DI. Bdr. Batu, DI. Induring, DI. Sei
Tuak, DI. Jembatan Besi, DI. Gurun Laweh, DI. Bdr. Aur, DI. Brd
Tapi, DI. Bdr. Garegeh, DI. Tampunik;
7. Kecamatan Banuhampu meliputi: DI. Cingkaring C, DI. Cingkaring B.,
DI. Cingkaring A, DI. Kubu Banda, DI. Rakik, DI. Batu Hampa;
8. Kecamatan IV Koto: DI. Batang Sianok, DI. Pincuran VII, DI. Bapensi,
DI. Gadang, DI. Ranah;
9. Kecamatan Malalak meliputi: DI. Gadang Sini Air, DI. Manguih, DI.
Sigiran, DI. Batang Janiah, DI. Batang Kandang;
10. Kecamatan Matur meliputi: DI. Ruso, DI. Baapung, DI. Kamp Tingga
A, DI. Kampung Tingga B, DI. Lawang, DI. Sari Bulan, DI. Gadang
Ketek, DI. Sungai Jaring, DI. Badarun;
11. Kecamatan Sungai Pua meliputi: DI. Tabek Sariak, DI. Tiagan, DI.
Jarungan, DI. Curing-curing, DI Sirangkak Gadang (promosi);
12. Kecamatan Lubuk Basung meliputi: DI. Bdr. Sikabu, DI. Bdr. Baru,
DI. Bdr. Usang, DI. Bdr. Sibaraguang, DI. Bdr. Skr Lbk. Basung,
DI. Bdr. Lb Siarang, DI. Bdr. Jawi jawi, DI. Bdr. Siguhung, DI.
Bdr. Bt Gajah, DI. Bdr. Bt Silayang, DI. Batang Antokan, DI. Bdr.
Kalulutan, DI. Bdr. Kubu Anau, DI. Bdr. Sei. Pingai, DI. Bdr.
Sawah Parik, DI. Bdr. Padang Tongga, DI. Bdr. Kundus Lbs, DI.
Bdr. Dtk. Labiah;
13. Kecamatan Tanjung Mutiara meliputi: DI. Bdr. Cacang Tinggi, DI.
Bdr. Gadih Anggik, DI. Bdr. Durian Kapeh, DI. Bdr. Gasan Kacil,
DI. Bdr. Gadang, DI. Bdr. Sawah Kabun;
14. Kecamatan Tanjung Raya meliputi: DI. Bdr. Limau Hantu, DI. Bdr.
Saleko, DI. Bdr. Sei Rangeh, DI. Bdr. Kayu Kundu, DI. Bdr. Pulai,
DI. Bdr. Hulu Bambu, DI. Bdr. Air Gadang, DI. Bdr. Sarasah
Baringin, DI. Bdr. Rambai, DI. Bdr. Sei Asam, DI. Bdr. Kularian,
DI. Bdr. Tangah, DI. Bdr. Psr Panjang, DI. Bdr. Gadang Panji, DI.
Bdr. Panji, DI. Bdr. Sarasah Laring, DI. Bdr. D Gadang;
31
15. Kecamatan Ampek Nagari meliputi: DI. Pasar Batu Kambing, DI.
Alahan Sirih, DI. Punago, DI. Balai Badak, DI. Sarasah, DI. Pasar
Bawan, DI. Malabor Bm, DI. Malabor Bld, DI. Malabor Bp, DI. Batu
Palano I, DI. Batu Palano II, DI. Bukareh, DI. Air Papo, DI. Subanak,
DI. Bada-bada; dan
16. Kecamatan Palembayan meliputi: DI. Gumarang BKA, DI. Gumarang
BA, DI. Gumarang BPL, DI. Kayu Bakicuik BT, DI. Gumarang BG, DI.
Gumarang BKT, DI. Paciputan, DI. Padang Bamban, DI. Kayu
Bakicuik BI, DI. Baringin, DI. Tantaman, DI. Mondak, DI. Silungkang,
DI. Tompek, DI. Padang Lawang.
(7) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
diarahkan dan direncanakan, meliputi:
a. peningkatan daya guna irigasi dengan pembangunan embung, waduk,
bendung, bangunan bagi, pintu air, dan saluran;
b. peningkatan pemeliharaan dan peningkatan sarana prasarana irigasi
termasuk saluran-saluran irigasi;
c. peningkatan peran irigasi sebagai penyedia air bagi lahan-lahan
pertanian dan perkebunan maupun perikanan;
d. pemanfaatan air permukaan seperti sungai dan danau yang ada dalam
upaya penyediaan air kebutuhan irigasi;
e. Pelestarikan wilayah hulu sungai sebagai daerah resapan air dalam
menjaga debit mata air, sungai dan danau tetap stabil; dan
f. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan, pemeliharan
maupun pemanfaatan daerah irigasi sebagai basis dalam upaya
mewujudkan ketahanan pangan.
(8) Sistem air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
b meliputi:
a. sumber air baku; dan
b. jaringan air baku.
(9) Sumber air baku untuk pemenuhan kebutuhan kelompok masyarakat dengan
memanfaatkan sumber air baku yang tersedia pada pada masing-masing
daerah, meliputi:
a. Mata Air Saliuak Bukit Batabuah Kecamatan Canduang;
b. Mata Air Pincuran Tujuah Bukit Batabuah Kecamatan Canduang;
c. Mata Air Tarok Bukit Batabuah Kecamatan Canduang;
d. Mata Air Cumantiang Bukit Batabuah Kecamatan Canduang;
32
e. Mata Air Karang Panjang 1 Lasi Kecamatan Canduang;
f. Mata Air Pincuran Randah Lasi Kecamatan Canduang;
g. Mata Air Mesjid D F Bukit Batabuah Kecamatan Canduang;
h. Mata Air Sarasah Bungau Lasi Kecamatan Canduang;
i. Mata Air Batang Anak Aie Lasi Kecamatan Canduang;
j. Mata Air Anak Aie Lasi Kecamatan Canduang;
k. Mata Air Karang Panjang Lasi Kecamatan Canduang;
l. Mata Air Sarasah Batu Sampik Canduang Koto Laweh Kecamatan
Canduang;
m. Mata Air Lurah Pisang Canduang Koto Laweh Kecamatan Canduang;
n. Mata Air Batang Aie Kasiak Koto Tangah Kecamatan Tilayang Kamang;
o. Mata Air Solok Jorong Halalang Tarusan Kecamatan Kamang Magek;
p. Mata Air Kurai Tabek Panjang Kecamatan Baso;
q. Mata Air Mancuang Padang Tarok Kecamatan Baso;
r. Mata Air Lundang Koto Tinggi Kecamatan Baso;
s. Mata Air Luhak Banunang Tabek Panjang Kecamatan Baso;
t. Mata Air Batu Putiah Simarasok Kecamatan Baso;
u. Mata Air Ranah-Sei Gadang Koto Tinggi Kecamatan Baso;
v. Mata Air Sei Lumpua Padang Tarok Kecamatan Baso;
w. Mata Air Solok Padang Tarok, Kecamatan Baso;
x. Mata Air Dama Sikuciang I Kecamatan Lubuk Basung;
y. Mata Air Dama Sikuciang II Kecamatan Lubuk Basung;
z. Mata Air Hulu Aie Lubuk Basung Kecamatan Lubuk Basung;
aa. Mata Air Silayang Lubuk Basung Kecamatan Lubuk Basung;
bb. Mata Air Sigamuruah Lubuk Basung Kecamatan Lubuk Basung;
cc. Mata Air Ulu Sigaga Lubuk Basung Kecamatan Lubuk Basung;
dd. Mata Air Pincuran B T Kecamatan Tanjung Raya;
ee. Mata Air Pincuran Tujuah Kecamatan Tanjung Raya;
ff. Mata Air Pincuran Gadang Kecamatan Tanjung Raya;
gg. Mata Air Bayua Kecamatan Tanjung Raya;
hh. Mata Air Angek Kecamatan Tanjung Raya;
ii. Mata Air Batu Nanggai Kecamatan Tanjung Raya;
jj. Mata Air Aie Tirih Kecamatan Koto Gadang;
kk. Mata Air Barambuih Koto Gadang Kecamatan IV Koto;
33
ll. Mata Air Badorai Kecamatan Sungai Pua;
mm. Mata Air Sariak Kecamatan Sungai Pua;
nn. Mata Air Tabek Barawak Kecamatan Sungai Pua;
oo. Mato Air Galuang Kecamatan Sungai Pua;
pp. Mato Air Ampuah Kecamatan Malalak;
qq. Mata Air Limau Badak Kecamatan Malalak;
rr. Mata Air Kapalo Aie Kecamatan Malalak Timur;
ss. Mata Air Ampuah Kecamatan Malalak Timur;
tt. Mato Air Malalak Timur Kecamatan Malalak;
uu. Mata Air Pakak Malalak Timur Kecamatan Malalak;
vv. Mata Air Batu Malalak Timur Kecamatan Malalak;
ww. Mata Air Surau Pinang Tigo Balai Kecamatan Matur;
xx. Mata Air Surau Gadang Tigo Balai Kecamatan Matur;
yy. Mata Air Pincuran Gadang Matur Hilir Kecamatan Matur; dan
zz. Mata Air Paciputan Kampung Pili Palembayan.
(10) Sebelum didistribusikan ke konsumen diupayakan terlebih dahulu melalui
sistem pengolahan (water threatment plant);
(11) Jaringan air baku yang ada di Kabupaten Agam meliputi:
a. Jaringan air baku Siguhuang;
b. Jaringan air baku Silayang.;
c. Jaringan air baku Maninjau;
d. Jaringan air baku IV Koto;
e. Jaringan air baku Sungai Tanang;
f. Jaringan Air Baku Tabek Barawak;
g. Jaringan air baku Baso;
h. Jaringan air baku Canduang; dan
i. Jaringan air baku Palupuh;
(12) Pengendalian Sumber Daya Air meliputi sistem pengendalian banjir dan
sistem pengendalian abrasi pantai.
(13) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (12) diarahkan
penangananya melalui:
a. rehabilitasi dan reboisasi kawasan hulu dan DAS;
34
b. pembangunan bangunan pengendali daya rusak air (banjir) seperti
normalisasi sungai alur sungai dan perkuatan tebing sungai; dan
c. menetapkan sebagian dari kawasan banjir sebagai kawasan lindung
karena merupakan bagian dari ekosistim rawa/tanah basah (wet land).
(14) Sistem pengendalian abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12) diarahkan
penanganannya melalui:
a. Penanaman hutan mangrove di Pesisir Tiku terutama pada daerah yang
rawan abrasi.
b. Pembangunan bangunan pemecah gelombang di kawasan pesisir wilayah
Kabupaten Agam (terutama di kawasan padat penduduk : Tiku, Pasia
Paneh, Muaro Putus, Masang, Labuhan dan Subang-Subang); dan
c. Relokasi kawasan permukiman yang berpotensi terkena abrasi.
Paragraf 5
Sistem Jaringan Pengelolaan Lingkungan
Pasal 19
(1) Rencana sistem jaringan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 4 meliputi:
a. sistem Penyediaan Air Minum;
b. sistem drainase; dan
c. sistem pengelolaan sampah.
(2) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diatas diarahkan penanganannya sebagai berikut:
a. Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan Sistem Penyediaan Air
Minum yang sudah beroperasi yang dikelola oleh Perusahaan Daerah
pada saat ini meliputi:
1. SPAM Kota Lubuk Basung;
2. SPAM Batu Kambiang Kecamatan IV Nagari;
3. SPAM Kota Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara;
4. SPAM Kota Maninjau Kecamatan Tanjung Raya;
5. SPAM Kota Matur Kecamatan Matur;
6. SPAM IV Koto di Kecamatan IV Koto;
35
7. SPAM Kota Baso Kecamatan Baso;
8. SPAM Ampek Angkek dan Canduang Kecamatan Ampek Angkek
Kecamatan Canduang; dan
9. SPAM Sungai Pua.
b. memperluas daerah pelayanan meliputi Kecamatan Banuhampu,
Kecamatan Tilatang Kamang da Kecamatan Kamang Magek;
c. mengoptimalkan pemanfaatan sumber air minum yang ada saat ini;
d. peningkatan kapasitas produksi dan distribusi dengan memperbesar
diameter pipa, penambahan jaringan pipa transmisi, distribusi dan tersier
(SR);
e. memperbaiki jaringan distribusi yang rusak dan pemeliharaan jaringan
guna meminimalisasi kebocoran selama distribusi;
f. peyediaan pompa-pompa cadangan pada tiap-tiap unit PDAM sehingga
jika terjadi kerusakan, produksi dan distribusi air minum tidak terganggu;
g. pada daerah perbukitan diarahkan penggunaan sumur bor dengan
pengelolaan pada masing-masing nagari;
h. penyediaan air minum diutamakan untuk daerah-daerah padat penduduk
seperti ibukota kecamatan dan pusat-pusat permukiman; dan
i. pengembangan jaringan jalan dapat dimanfaatkan sebagai akses
penunjang dalam pemanfaatan jaringan-jaringan baru.
(3) Rencana penanganan sistem drainase di Kabupaten Agam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pemanfaatan sungai sebagai saluran primer melalui program normalisasi
sungai dan perawatan sungai lainnya;
b. penyediaan saluran sekunder, saluran tersier dengan berbagai dimensi
yang mengikuti sistem jaringan jalan melalui program pembangunan baru
dan pemeliharaan; dan
c. pembangunan sistem drainase secara terpadu dengan pembangunan
prasarana kota lainnya.
(4) Ketentuan pengaturan sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(5) Rencana sistem pengelolaan persampahan di wilayah perkotaan di kabupaten
Agam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
36
a. pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah di Kota Lubuk
Basung;
b. pembangunan baru untuk tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah skala
regional sesuai dengan persyaratan teknis dan daya dukung lingkungan
di Kecamatan Palupuah;
c. pengurangan masukan sampah ke TPA dengan konsep 3 R (reduce-
reuse-recycle) di sekitar wilayah sumber sampah;
d. pengolahan sampah dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan
sesuai dengan kaidah teknis yaitu controlled landfill atau sanitary landfill;
e. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan bergerak
dan tidak bergerak; dan
f. pengembangan kemitraan dengan swasta dan kerja sama dengan
kabupaten sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan
penyediaan TPA.
Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 20
(1) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 5 berupa pembangunan jalur evakuasi.
(2) Rencana pengembangan jalur evakuasi Kabupaten Agam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jalur evakuasi bencana gempa bumi;
b. jalur evakuasi bencana tsunami;
c. jalur evakuasi bencana abrasi;
d. jalur evakuasi bencana banjir;
e. jalur evakuasi bencana gerakan tanah atau longsor; dan
f. jalur evakuasi bencana letusan gunung berapi.
(3) Penyediaan jalur/tempat evakuasi untuk bencana gempa bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a diarahkan untuk memanfaatkan taman
lingkungan, lapangan olah raga, bangunan sosial dan agama seperti sekolah
dan rumah ibadah.
(4) Penyediaan jalur evakuasi untuk bencana tsunami sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, meliputi:
37
a. untuk kawasan permukiman di Nagari Tiku Selatan dan Tiku Utara
disediakan jalur evakuasi menuju daerah ketinggian seperti Jalan Gasan
Kaciak -Padang Tui, Banda Gadang - Padang Tui, Pasar Tiku - Simpang
IV Cacang, Durian Kapeh - Simpang Mangkua, Durian Kapeh - Bukik
Sariak, Anak Aia Dadok - Padang Kajai;
b. untuk kawasan permukiman di Nagari Tiku Limo Jorong dibutuhkan jalur
evakuasi dan lokasi penyelamatan (shelter) dan bangunan penyelamatan
(escape building) serta penyediaan ruang terbuka yang sewaktu-waktu
dapat digunakan sebagai tempat pengungsian;
(5) Penyediaan jalur/tempat evakuasi untuk bencana abrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi:
a. memanfaatkan taman lingkungan, lapangan olah raga, bangunan sosial
dan agama seperti sekolah dan rumah ibadah sebagai tempat
pengungsian;
b. pelarangan pengembangan kawasan permukiman pada kawasan rawan
abrasi; dan
c. program relokasi ke daerah yang lebih aman untuk permukiman/
bangunan yang telah ada;
(6) Penyediaan jalur/tempat evakuasi untuk bencana banjir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d, meliputi:
a. pemanfaatan ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, fasilitas umum
sebagai lokasi penyelamatan yang dapat menampung penduduk dalam
jumlah besar; dan
b. melaksanakan pembangunan fasilitas pemerintahan yang sekaligus
berfungsi sebagai tempat evakuasi yang jauh dari sumber-sumber
bencana dan dampak lanjutan dari bencana.
(7) Penyediaan jalur/tempat evakuasi untuk bencana gerakan tanah atau longsor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, meliputi:
a. pemanfaatan ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, fasilitas umum
sebagai lokasi penyelamatan yang dapat menampung penduduk dalam
jumlah besar; dan
b. melaksanakan pembangunan fasilitas pemerintahan yang sekaligus
berfungsi sebagai tempat evakuasi yang jauh dari sumber-sumber
bencana dan dampak lanjutan dari bencana.
(8) Penyediaan jalur/tempat evakuasi untuk bencana letusan gunung berapi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, meliputi:
38
a. pemilihan lokasi pengungsian yang tidak terjangkau oleh jatuhan
piroklastik, aliran lava dan lahar dingin; dan
b. penyediaan sarana prasarana yang dapat membantu kehidupan
pengungsi seperti air minum, tenda dan shelter, bahan makanan, dan
fasilitas lain.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Rencana pola ruang wilayah di Kabupaten Agam terdiri dari :
a. pola ruang kawasan lindung; dan
b. pola ruang kawasan budidaya.
(2) Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan mengacu pada kawasan lindung yang telah ditetapkan
secara nasional dan memperhatikan kawasan lindung yang ditetapkan oleh
provinsi dan kabupaten.
(3) Penetapan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
dilakukan dengan mengacu pada kawasan budidaya yang memiliki nilai
strategis nasional, serta memperhatikan kawasan budidaya provinsi dan
kabupaten.
(4) Rencana Pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
peta 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung
Pasal 22
Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
huruf a. meliputi:
a. hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
39
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam dan pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Pasal 23
(1) Hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf a meliputi: hutan
lindung yang ditetapkan terakhir sesuai dengan usulan perubahan kawasan
hutan.
(2) Hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas kurang
lebih 28.060 (dua puluh delapan ribu enam puluh) hektar, yang meliputi:
a. Hutan lindung Kamang dan Baso yang berada di Kecamatan Kamang
Magek dan Baso dengan luas kurang lebih 10.300 (sepuluh ribu tiga
ratus) hektar;
b. Hutan lindung Malalak yang berada di Kecamatan Malalak dengan luas
kurang lebih 2.520 (dua ribu lima ratus dua puluh) hektar;
c. Hutan lindung Bukit Kepanehan yang berada di Kecamatan Matur dan IV
Koto dengan luas kurang lebih 520 (lima ratus dua puluh) hektar;
d. Hutan lindung Maninjau yang berada di Kecamatan Tanjung Raya dengan
luas kurang lebih 5.450 (lima ribu empat ratus lima puluh) hektar;
e. Hutan lindung Palembayan yang berada di Kecamatan Palembayan
dengan luas kurang lebih 2.595 (dua ribu lima ratus sembilan puluh lima)
hektar;
f. Hutan lindung Silayang yang berada di Kecamatan Lubuk Basung dengan
luas kurang lebih 750 (tujuh ratus lima puluh) hektar;
g. Hutan lindung Muaro Putus yang berada di Kecamatan Tanjung Mutiara
dengan luas kurang lebih 1.835 (seribu delapan ratus tiga puluh lima)
hektar;
h. Hutan lindung Muaro Maur yang berada di Kecamatan Palembayan
dengan luas kurang lebih 3.160 (tiga ribu seratus enam puluh) hektar;
dan
i. Hutan lindung Padang Gelanggang yang berada di Kecamatan Matur
dengan luas kurang lebih 930 (sembilan ratus tiga puluh) hektar.
40
Pasal 24
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf b, meliputi: kawasan
bergambut dan kawasan resapan air.
(2) Sebaran kawasan bergambut dengan ketebalan lebih dari 3 (tiga) meter
menyebar di bagian barat Kecamatan Tanjung Mutiara seluas lebih kurang
1.835 (seribu delapan ratus tiga puluh lima) hektar.
(3) Sebaran kawasan resapan air menyebar di lokasi Kawasan Hutan Lindung
dan catchmant area Kawasan Danau Maninjau yang ada di Kecamatan
Tanjung Raya.
Pasal 25
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
huruf c, meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk; dan
d. kawasan sekitar mata air.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diatas adalah pantai yang memanjang sejauh 43 (empat puluh tiga) Km di
Kecamatan Tanjung Mutiara minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang air
laut tertinggi ke arah daratan.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
b diatas, meliputi areal sepanjang kiri kanan aliran seluruh sungai termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer dengan kriteria sempadan
ditetapkan sebagai berikut:
a. sungai bertanggul untuk kawasan perkotaan ditetapkan 3 (tiga) meter;
b. sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan 5 (lima) meter;
c. sungai tak bertanggul didalam kawasan perkotaan ditetapkan:
1. 10 (sepuluh) meter bagi sungai yang kedalamannya kurang dari 3
(tiga) meter;
2. 15 (lima belas) meter bagi sungai yang kedalamannya 3 (tiga)
sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
41
3. 30 (tiga puluh) meter bagi sungai yang kedalamannya lebih dari 20
(dua puluh) meter.
d. sungai tak bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan :
1. 100 (seratus) meter bagi luas DAS lebih dari 500 (lima ratus) Km2;
dan
2. 50 (lima puluh) meter bagi sungai yang luas DAS kecil dari 500 (lima
ratus) Km2.
(4) Kawasan sempadan sekitar danau /waduk sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf c diatas adalah kawasan Danau Maninjau dan Waduk Batang
Agam dengan kriteria sempadan ditetapkan sebagai berikut :
a. daratan dengan jarak 50 (lima puluh) sampai dengan 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi air danau/waduk; atau
b. daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik tepian danau/waduk.
(5) Kawasan sempadan mata air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf d diatas meliputi daratan dengan jarak 50 (lima puluh) sampai dengan
100 (seratus) meter mengelilingi mata air sebagaimana dimaksud pasal 18
ayat (9), dan secara fisik berupa jalur hijau yang ditanami pohon atau
tanaman lainnya yang memiliki fungsi konservasi.
Pasal 26
Kawasan suaka alam, dan pelestarian alam dan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, meliputi:
a. suaka Alam Merapi dengan luas kurang lebih 3.270 (tiga ribu dua ratus tujuh
puluh) hektar, meliputi :
1. Kecamatan Banuhampu;
2. Kecamatan Baso;
3. Kecamatan Ampek Angkek; dan
4. Kecamatan canduang.
b. suaka alam Bukit Sirabungan dengan luas kurang lebih 1.930 (seribu
sembilan ratus tiga puluh) hektar di Kecamatan Palupuh;
c. suaka alam Batang Palupuh dengan luas kurang lebih 340 (tiga ratus empat
puluh) hektar yang berada di Kecamatan Palupuh;
42
d. suaka alam Maninjau Utara dan Selatan dengan luas kurang lebih 17.910
(tujuh belas ribu sembilan ratus sepuluh) hektar, meliputi;
1. Kecamatan Matur;
2. Kecamatan Tanjung Raya;
3. Kecamatan IV Koto ; dan
4. Kecamatan Palembayan.
e. suaka alam Singgalang Tandikat dengan luas lebih kurang 4.420 (empat ribu
empat ratus dua puluh) hektar, meliputi:
1. Kecamatan Banuhampu;
2. Kecamatan IV Koto; dan
3. Kecamatan Malalak.
Pasal 27
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e
meliputi :
a. kawasan rawan gerakan tanah / longsor
b. kawasan rawan gelombang pasang
c. kawasan rawan banjir
(2) kawasan rawan gerakan tanah / longsor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan pembagian
berdasar jenis gerakan tanah yaitu:
a. tipe jatuhan terdapat di Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan
Palembayan, Lubuk Basung, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan
Matur, Kecamatan IV Koto, Kecamatan Malalak, dan Kecamatan Palupuh;
b. tipe gelinciran terdapat di Kecamatan Palupuh; dan
c. tipe nendatan terdapat di Kecamatan Matur, Palembayan, IV Koto dan
Kecamatan Malalak.
(3) kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah kawasan sekitar pantai yang memiliki kecepatan gelombang
10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus) km/jam yang diakibatkan oleh
angin, dan grafitasi bulan atau matahari yaitu kawasan sepanjang pantai di
Kecamatan Tanjung Mutiara;
(4) kawasan rawan banjir, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, berada pada
sepanjang aliran sungai yang tersebar meliputi:
a. Nagari Salareh Aia Kecamatan Palembayan;
43
b. Nagari Koto Kaciak dan Nagari Koto Gadang Kecamatan Tanjung Raya;
c. Nagari Garagahan dan Nagari Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung;
d. Nagari Bawan, Nagari Batu Kambing, Nagari Sitalang Kecamatan Ampek
Nagari;
e. Nagari Tiku V Jorong, Tiku Utara dan Tiku Selatan Kecamatan Tanjung
Mutiara;
f. Nagari Koto Tangah Kecamatan Tilatang Kamang; dan
g. Nagari Pasia Laweh Kecamatan Palupuh.
Pasal 28
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f yaitu
kawasan rawan bencana alam geologi, meliputi:
a. kawasan rawan letusan gunung Merapi;
b. kawasan kaldera maninjau;
c. kawasan rawan gempa bumi;
d. kawasan zona patahan aktif;
e. kawasan rawan tsunami;
f. kawasan rawan abrasi; dan
g. kawasan ngarai sianok.
(2) Kawasan rawan letusan gunung Merapi sebagaima dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi aliran Batang Sarik, Limo Kampung, Tabek, Kepalo Koto,
Lukok, Surau Baru, Padang Laweh, Lubuk dan Pulungan; letusan Gunung
Tandikek yaitu sekitar Toboh.
(3) Kaldera maninjau sebagaima dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di
Kecamatan Tanjung Raya yang rawan terjadinya longsor tepatnya Jorong
Batu Nanggai, Galapung, Muko jalan Nagari Tanjung Sani yang secara
geologi tidak direkomendasikan untuk dimanfaatkan untuk pemukiman
penduduk.
(4) Kawasan rawan gempa bumi sebagaima dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi kawasan yang tersebar di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan,
daerah yang menghubungkan antara Danau Singkarak, Kota Bukittinggi
hingga sekitar perbatasan dengan Bonjol.
(5) Kawasan zona patahan aktif sebagaima dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi;
a. Kecamatan Palupuh;
b. Kecamatan Palembayan;
44
c. Kecamatan Matur;
d. Kecamatan IV Koto;
e. Kecamatan Banuhampu; dan
f. Kecamatan Sungai Pua.
(6) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. Nagari Tiku Selatan Kecamatan Tanjung Mutiara;
b. Jorong Subang-subang Nagari Tiku Limo Jorong Kecamatan Tanjung
Mutiara;
c. Jorong Labuhan Nagari Tiku Limo Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara;
d. Jorong Muaroputus Nagari Tiku Limo Jorong Kecamatan Tanjung
Mutiara;
e. Jorong Masang Nagari Tiku Limo Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara;
dan
f. Jorong Gadih Angik Kecamatan Ampek Nagari.
(7) Kawasan rawan abrasi sebagaima dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. Jorong Masang telah mengikis pantai kurang lebih 800 (delapan ratus)
meter kearah darat;
b. Jorong Ujung Masang telah mengikis pantai kurang lebih 1.100 (seribu
seratus) meter;
c. Jorong Muara Putus telah mengikis pantai kurang lebih 300 (tiga ratus)
meter;
d. Jorong Ujung Labung telah mengikis pantai kurang lebih 500 (lima ratus)
meter;
e. Jorong Pasir Panas telah mengikis pantai kurang lebih 200 (dua ratus)
meter; dan
f. kawasan Pelabuhan Tiku telah mengikis pantai kurang lebih 100 (seratus)
meter.
(8) Kawasan Ngarai Sianok sebagaima dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi
Kecamatan IV Koto tepatnya di perbatasan Kabupaten Agam dan kota
Bukittinggi.
Pasal 29
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g
meliputi:
45
a. kawasan perlindungan plasma nutfah; dan
b. kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di Nagari Koto Rantang Kecamatan Palupuh berupa habitat
Bunga Raflesia (Raflesia Arnoldi).
(3) Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. suaka pulau-pulau kecil yang berada di sekitar Pulau Tangah dan Pulau
Ujung dengan luas 27,5 (dua puluh tujuh koma lima) hektar yang
terdapat ekosistem terumbu karang tempat perkembangbiakan ikan dan
satwa lainnya; dan
b. taman pesisir berupa hutan mangrove dan nipah yang berada di pesisir
Kecamatan Tanjung Mutiara yaitu Nagari Tiku Selatan, Muaro Putus,
Masang dan Nagari Tiku V Jorong.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 30
(1) Pola ruang untuk kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan hutan produksi;
b. kawasan pertanian;
c. kawasan perikanan;
d. kawasan pertambangan;
e. kawasan industri;
f. kawasan pariwisata;
g. kawasan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Luas keseluruhan dari rencana peruntukan kawasan budidaya di Kabupaten
Agam mencapai lebih kurang lebih 161.667,5 (seratus enam puluh satu ribu
enam ratus enem puluh tujuh koma lima) hektar.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Produksi
46
Pasal 31
Rencana pengembangan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 21.390 (dua puluh satu ribu
tiga ratus sembilan puluh) hektar meliputi:
1. Kawasan hutan produksi terbatas dengan luas 15.250 (lima belas ribu dua
ratus lima puluh) hektar, di Sipinang Kecamatan Palembayan dan Pagadih di
Kecamatan Palupuh;
2. Kawasan hutan produksi tetap dengan luas 1.430 (seribu empat ratus tiga
puluh) hektar di Bukit Lohong Baso Kecamatan Baso; dan
3. Kawasan hutan produksi yang dapat dikoversi dengan luas 7.210 (tujuh ribu
dua ratus sepuluh) hektar meliputi:
a. hutan produksi yang dapat dikonversi Muaro putus di Kecamatan Tanjung
Mutiara;
b. hutan produksi yang dapat dikonversi Malalak di Kecamatan Malalak; dan
c. hutan produksi yang dapat dikonversi Bukik Kepala Bandar Malalak di
Kecamatan Malalak.
Paragraf 2
Kawasan Pertanian
Pasal 32
(1) Rencana pengembangan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf b meliputi:
a. peruntukan tanaman pangan;
b. kawasan holtikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Peruntukan kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Lubuk Basung;
b. Kecamatan Ampek Nagari;
c. Kecamatan Palembayan;
d. Kecamatan Tanjung Raya;
e. Kecamatan IV Koto;
47
f. Kecamatan Banuhampu;
g. Kecamatan Sungai Pua;
h. Kecamatan Tilatang Kamang;
i. Kecamatan Kamang Magek;
j. Kecamatan Baso;
k. Kecamatan Ampek Angkek; dan
l. Kecamatan Canduang.
(3) Peruntukan kawasan pertanian lahan kering atau holtikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kecamatan Ampek Angkek;
b. Kecamatan Baso;
c. Kecamatan Canduang;
d. Kecamatan Banuhampu;
e. Kecamatan Sungai Pua;
f. Kecamatan IV Koto; dan
g. Kecamatan Matur.
(4) Peruntukan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c terbagi menurut jenis perkebunan sebagai berikut:
a. rencana pengembangan kawasan perkebunan karet akan diprioritaskan
pada kecamatan Ampek Nagari dan Kecamatan Palembayan;
b. rencana pengembangan kawasan perkebunan kelapa dalam akan
diprioritaskan pada Kecamatan Tanjung Mutiara, Ampek Nagari,
Palembayan serta Lubuk Basung;
c. rencana pengembangan kawasan perkebunan cengkeh kan diprioritaskan
pada Kecamatan Tanjung Raya, Matur serta Malalak;
d. rencana pengembangan kawasan perkebunan casiavera akan
diprioritaskan pada Kecamatan Malalak, Matur serta Tanjung Raya;
e. rencana pengembangan kawasan perkebunan pala akan diprioritaskan
pada Kecamatan Tanjung Raya;
f. Rencana pengembangan kawasan perkebunan gambir akan diprioritaskan
pada Kecamatan Palupuh;
g. Rencana pengembangan kawasan perkebunan cacao tersebar di seluruh
kecamatan di Kabupaten Agam dengan sentra di Kecamatan Lubuk
48
Basung, Kecamatan IV Nagari, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kecamatan
Tanjung Raya dan Kecamatan Palembayan; dan
h. Rencana pengembangan kawasan perkebunan kelapa sawit akan
diprioritaskan pada wilayah Agam Bagian Barat.
(5) Peruntukan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d terbagi menurut jenis ternak sebagai berikut:
a. pengembangan ternak besar dengan core bisnis sapi potong menliputi:
1. Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung dan Ampek Nagari
merupakan kawasan pengembangan Sapi Bali;
2. Kecamatan IV Angkek, Tilatang Kamang dan Baso, merupakan
pengembangan sapi hasil persilangan yaitu Simental, Brahman, PO
(Peranakan Ongole), Limousine; dan
3. Kecamatan Tanjung Raya dan Malalak dikembangkan Sapi PO dan
Brahman.
b. pengembangan ternak kecil yatu ternak kambing meliputi kecamatan
Kamang Magek, Ampek Nagari dan Lubuk Basung;
c. pengembangan ternak unggas meliputi,
1. ayam buras di Kecamatan Tilatang Kamang, Baso, Lubuk Basung
dan Tanjung Mutiara;
2. ayam ras petelur di Kecamatan Tilatang Kamang, Baso dan IV
Angkek;
3. ayam ras pedaging di Kecamatan Tilatang Kamang, Baso, Kamang
Magek dan Lubuk Basung; dan
4. itik dikembangkan di Kecamatan Tilatang Kamang dan Kamang
Magek dan Lubuk Basung.
Paragraf 3
Kawasan perikanan
Pasal 33
(1) Rencana pengembangan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 huruf c meliputi:
a. pengembangan perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya; dan
c. kawasan peruntukan pengolahan ikan.
(2) Rencana pengembangan kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
49
pada ayat (1) huruf a dikembangkan di Kecamatan Tanjung Mutiara tepatnya
di kawasan pesisir Tiku.
(3) Rencana pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. budidaya ikan air tawar;
b. budidaya ikan laut; dan
c. budidaya ikan payau.
(4) Rencana budidaya ikan air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a merupakan satu kesatuan dengan pengembangan kawasan Minapolitan
dengan pusatnya di Kecamatan Tanjung Raya dengan arahan sebagai
berikut:
a. pusat Minapolitan di kecamatan Tanjung Raya dengan fungsi:
1. minapolis yaitu sebagai pusat pelayanan untuk seluruh kawasan yang
meliputi perdagangan dan dan transportasi perikanan.
2. sentra produksi ikan air tawar nila, lele, patin dan majalaya dengan
sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ramah lingkungan;
3. sentra pengolahan ikan air tawar
4. sentra pembenihan dengan pengembangan Unit Pembenihan Rakyat
nila dan majalaya; dan
5. pasar konsumen produk perikanan dan produk penunjang perikanan.
b. kawasan penyangga (hinterland) yang meliputi Kecamatan Lubuk
Basung, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan Tanjung Mutiara,
Kecamatan Palembayan dengan fungsi;
1. sentra produksi budidaya ikan nila dan majalaya dengan kolam air
deras di Kecamatan Lubuk Basung.
2. sentra produksi budidaya patin dan lele serta pengolahan ikan lele di
Kecamatan Palembayan.
3. sentra produksi pakan ikan di Kecamatan IV Nagari
4. sentra pembenihan dengan pengembangan Unit Pembenihan Rakyat
Nila, lele, patin di Kecamatan Lubuk Basung, IV Nagari dan
Palembayan.
c. sentra produksi dengan sistem minapadi di Kecamatan Tilatang Kamang,
Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan Baso
dan Kamang Magek;
50
(5) Rencana budidaya ikan air laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dikembangkan di Kecamatan Tanjung Mutiara.
(6) Rencana budidaya ikan air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
c dikembangkan di Kecamatan Tanjung Mutiara.
(7) Pengembangan kawasan pengolahan ikan laut, akan dialokasikan disekitar
Kawasan Pesisir Kecamatan Tanjung Mutiara.
Paragraf 4
Kawasan Pertambangan
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan pertambangan (KPP) di Kabupaten Agam sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 1 huruh d meliputi:
a. Kawasan Peruntukan Pertambangan (KPP) Logam;
b. Kawasan Peruntukan Pertambangan (KPP) bukan logam dan batuan;
(2) Kawasan peruntukan pertambangan (KPP) logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pertambangan Pasir Besi di Kecamatan Tanjung Mutiara.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan (KPP) bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Batu Kapur di Kecamatan Kamang Magek;
b. Dolomit di Kecamatan Palupuh;
(4) Kawasan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ditetapkan melalui Peraturan
Bupati.
(5) Peta Kawasan Peruntukan Pertambangan Kabupaten Agam sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 5
Kawasan Industri
Pasal 35
1. Rencana pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf e meliputi pengembangan peruntukkan industri
besar, peruntukan industri sedang dan peruntukan industri mikro, kecil dan
menengah.
51
2. Rencana pengembangan kawasan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di arahkan di Kecamatan Tanjung Mutiara untuk industri pengolahan
ikan dan hasil tambang, Kecamatan Tanjung Mutiara, Ampek Nagari dan
Lubuk Basung serta Palembayan untuk industri pengolahan hasil perkebunan.
3. Rencana pengembangan kawasan industri sedang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di arahkan di Kecamatan Baso, Kecamatan Ampek Angkek,
Kecamatan Canduang, Kecamatan Lubuk Basung, dan Kecamatan IV Nagari,
Tanjung Mutiara. Industri sedang yang akan dikembangkan adalah agro
industri.
4. Rencana pengembangan kawasan industri mikro, kecil dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di arahkan di Kecamatan Ampek
Angkek, IV Koto, Tilatang Kamang, Kamang Magek, Sungai Pua dan
Canduang seperti industri konveksi, bordir, sulaman, perak, mobiler, pandai
besi dan makanan kecil seperti sanjai, karak kaliang dan kerupuk kulit serta
kerupuk ubi.
Paragraf 6
Kawasan Pariwisata
Pasal 36
(1) Rencana pengembangan kawasan parwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf f terdiri atas kawasan pariwisata alam, pariwisata
budaya dan pariwisata buatan atau minat khusus.
(2) Kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Kecamatan Tanjung Mutiara meliputi :
1. Pantai Bandar Mutiara;
2. Pantai Pasia Paneh;
3. Pantai Tiku ;
4. Pantai Ujung Karang; dan
5. Pulau Ujuang dan Pulau Tangah.
b. Kecamatan Ampek Nagari meliputi :
1. Talao Puduang;
2. Sarasah Kampuang Malayu; dan
3. Sarasah Batu Bagiriak.
c. Kecamatan Tanjung Raya meliputi:
52
1. Danau Maninjau;
2. Sarasah Gasang;
3. Pantai Gasang;
4. Kelok 44 (kelok 1 s/d 19);
5. Aia Badarun;
6. Aia Angek;
7. Muko – muko;
8. Aia Tajun Simpang Dingin;
9. Wisata Perikanan Linggai;
10. Pemandian Puti;
11. Wisata Agro Durian (malangge);
12. Aia Tajun Gadih Ranti ;
13. Aia Tigo Raso;
14. Aia Tajun Cikalo;
15. Aia Tajun Asai;
16. Pulau Lagenda Danau Maninjau; dan
17. Landing Area Paralayang;
d. Kecamatan Matur meliputi:
1. Ambun Pagi ;
2. Puncak Lawang;
3. Ambun Tanai;
4. XIII Nan Basa;
5. Kapalo Lalang (Lawang Park);
7. Guo Inyiak Jarun;
8. Lembah Aia Taganang;
9. Batu Baselo;
10. Batu Gajah Mati;
11. Kelok 44 (kelok 19 s/s 44); dan
12. Pincuran Gadang.
e. Kecamatan IV Koto meliputi :
53
1. Taman Raya Balingka;
2. Mato Aia Bapensi;
3. Wisata Gunung Singgalang (hiking); dan
4. Janjang Saribu Koto Gadang.
f. Kecamatan Banuhampu, meliputi Pemandian Alam Sungai Tanang dan
Mercusuuar Sungai Tanang;
g. Kecamatan Sungai Pua, yaitu Air Tajun Badorai;
h. Kecamatan Canduang meliputi ;
1. Galanggang Hawa, Karang Panjang, Pasangrahan;
2. Bukik Bulek; dan
3. Bukik Layang-Layang.
i. Kecamatan Baso melputi:
1. Ikan Sakti Sungai Janiah;
2. Ngalau Simarasok;
3. Ngalau Baso;
4. PLTA Batang Agam; dan
5. Puncak Tabek.
j. Kecamatan Kamang Magek, meliputi:
1. Ngalau Kamang;
2. Ngalau Tarang; dan
3. Tarusan.
k. Kecamatan Tilatang Kamang, meliputi:
1. Tirta Sari;
2. Lasuang Tuo Tigo Indu.
a. Kecamatan Palembayan, meliputi:
1. Bukik Sakura;
2. Guo Maua; dan
3. Guo Gumarang.
l. Kecamatan Palupuh, yaitu:
1. Sarasah Sungai Guntuang;
54
2. Bunga Raflesia;
3. Guo Batu Baraguang; dan
4. Bukik Bulek Angge.
(3) Kawasan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas:
a. Kecamatan Tanjung Mutiara, meliputi:
1. Topah;
2. Benteng Jepang Tiku; dan
3. Wisata kuliner (Kapalo Lauak Pangaranya’an Rang Tiku).
b. Kecamatan Lubuk Basung, meliputi:
1. Surau Batu Bidai;
2. Mesjid Pahlawan;
3. Mesjid Raya Garagahan;
4. Mesjid Al – Huda Jawi – Jawi;
5. Rumah Gadang Angku Lareh St. Harun;
6. Makam Angku Lareh St Harum ;
7. Rumah Adat Nagari Lubuk Basung;
8. Rumah Tempat Tinggal Belanda (asisten demang); dan
9. Komplek Makam Mandeh Siti Manggopoh.
c. Kecamatan Tanjung Raya meliputi:
1. Wisata Dakwah Qoryah Thoyyibah;
2. Mesjid Raya Paninjauan;
3. Surau Gadang Usang;
4. Mesjid Buya Amarullah;
5. Makam Buya Amarullah;
6. Makam Buya Dr. H. Abdul Karim Amarullah (Inyiak Rasul);
7. Perpustakaan H. Abdulkarim Amarullah (Inyiak Rasul);
8. Museum Rumah Kelahiran Buya HAMKA;
9. Surau Buya HAMKA;
10. Makam Haji Oedin Rahmani;
11. Makam Angku Lareh Koto Kaciak;
12. Lembaga Pemasyarakatan Maninjau;
13. Rumah Gadang Baanjuang di Sungai Batang;
55
14. Benteng Jepang Muko – muko;
15. Rumah Gadang Angku Lareh Paninjauan;
16. Mesjid Raya Bayur.
17. Rumah Orang Tua Angku Lareh Kaciak;
18. Rumah Rasyidah Rasuna Said;
19. Tari Indang Tagak; dan
20. Talempong Aguang.
d. Kecamatan Matur meliputi:
1. Rumah Gadang Tuanku Alam Nan Putiah;
2. Kilang Tabu Tradisional;
3. Wisata Kuliner Kolak Labu;
4. Wisata Kuliner Kacang Lawang;
5. Benteng Andaleh; dan
6. Mesjid Utama Pincuran Gadang;
e. Kecamatan IV Koto, meliputi:
1. Makam Inyiak Syekh Angku Aluma;
2. Mesjid Nurul Iman Koto Gadang;
3. Mesjid Koto Tuo;
4. Tugu Syekh Daud Rasyid;
5. Museum Kerajinan Amai Setia;
6. Kerajinan Perak Koto Gadang;
7. Kawasan Pusako Koto Gadang; dan
8. Wisata Kuliner Gulai Itiak Lado Hijau.
f. Kecamatan Banuhampu, meliputi:
1. Mesjid Raya Jamiak Padang Luar;
2. Mesjid Jamik Parabek;
3. Surau Batu Lamo;
4. Pondok Pesantren Sumatera Tawalib Parabek;
5. Candi Taluak;
6. Mesjid Raya Taluak;
7. Mesjid Tuo Kubang Putiah;
8. Mesjid Jami’ Ladang Laweh;
56
9. Makam Syekh Ibrahim Musa;
10. Makam Tentara Pelajar; dan
11. Benteng Jepang Taluak;
g. Kecamatan Sungai Pua,meliputi :
1. Pandai Besi;
2. Tari Alang Suntiang Pangulu;
3. Cancang Lauk Anam Baleh; dan
4. Pertahanan Paderi Padang Laweh.
h. Kecamatan Ampek Angkek, meliputi:
1. Makam Inyiak Lundang;
2. Surau Inyiak Lundang;
3. Makam Tuanku Nan Tuo;
4. Makam Pahlawan Babuai; dan
5. Makam Syekh Ibrahim.
i. Kecamatan Candung, meliputi :
1. Makam Syekh Sulaiman Ar – Rasuly;
2. Tarbiyah Islamiyah Canduang;
3. Mesjid Kuno Bingkudu;
4. Surau Inyiak Canduang;
5. Makam Tuanku Lareh Candung; dan.
6. Wisata Religi Canduang.
j. Kecamatan Baso, meliputi:
1. Arca Binatang (Batu Sanggua);
2. Makan Inyiak Layia – layia; dan
3. Benteng Jepang Sungai Sariak.
k. Kecamatan Tilatang Kamang, meliputi:
1. Mesjid Muhammad Yusuf;
2. Makam Muhammad Yusuf;
3. Medan Nan Bapaneh;
4. Monumen Pesawat Avro Anson; dan
5. Wisata Kuliner Nasi Kapau.
57
l. Kecamatan Kamang Magek, meliputi:
1. Surau Tuanku Nan Ranceh;
2. Makam Tuanku Nan Ranceh;
3. Benteng Bansa Kamang Magek;
4. Makam Pahlawan Perang Kamang H. Abdul Manan;
5. Makam Pahlawan Perang Kamang;
6. Makam Pahlawan Perang Kamang Dt. Perpatiah Nan Sabatang;
7. Makam Syekh Istambul;
8. Makam Syekh Haji Jabar;
9. Makam Syekh Inyiak Cubadak;
10. Makam H. Rizal Al Haviz;
11. Mesjid Abdul Manan;
12. Mesjid Syekh Haji Jabar;
13. Tugu Pahlawan Perang Kamang; dan
14. Limpiang 1908 Parang Kamang.
m. Kecamatan Palembayan, meliputi:
1. Legenda Tupai Janjang; dan
2. Tari Lasuang;
n. Kecamatan Palupuh, yaitu
1. Kuburan Panjang;
2. Fron Palupuah;
3. Makam Syekh Jamil Jambek; dan
4. Pamandian Ratu Wihelmina;
(4) Kawasan pariwisata buatan dan minat khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. Kecamatan Tanjung Raya, yaitu olahraga dirgantara dan arum jeram di
Sungai Antokan dan Kereta Gantung Kawasan Maninjau;
b. Kecamatan Matur, olahraga dirgantara dan off road, trabas dan joging
track dan Kereta Gantung.
c. Kecamatan Lubuk Basung, yaitu Loebas wisata, arum jeram di Sungai
Antokan;
d. Kecamatan Palupuh yaitu Wisata Pendidikan dan Teknologi Koto Tabang;
58
e. Kecamatan IV Koto, yaitu jalan santai Ngarai Sianok Koto Gadang dan Off
Road di Bukik Taman Raya Pondok;
f. Buru babi di seluruh kecamatan.
g. Kecamatan Baso, yaitu panjat tebing; dan
h. Kecamatan Sungai Pua, pendakian Gunung Merapi dan Singgalang.
Paragraf 7
Kawasan Permukiman
Pasal 37
(1) Rencana pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf g, meliputi:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Pengembangan kawasan pemukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi;
a. PKL Kota Lubuk Basung;
b. PKLp Baso.
(3) Pengembangan kawasan pemukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b akan dikembangkan diseluruh kabupaten Agam sebagai
antisipasi pertumbuhan penduduk akibat pertumbuh alamiah dan fasilitas
pendukungnya.
(4) Untuk lebih terarahnya pembangunan permukiman di Kabupaten Agam harus
ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D).
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 38
(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) huruf h, meliputi :
a. kawasan pendidikan;
b. kawasan kesehatan;
59
c. fasilitas peribadatan;
d. fasilitas perekonomian;
e. fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum; dan
f. Kawasan pertahanan dan Keamanan Negara.
(2) Rencana penyediaan fasilitas dan kebutuhan lahan sarana pendidikan,
kesehatan, peribadatan, perekonomian dan pelayanan umum di Kabupaten
Agam disesuaikan pada standar perencanaan fasilitas.
(3) Jumlah kebutuhan fasilitas serta kebutuhan lahan untuk pengembangan dari
masing-masing sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f
disesuaikan dengan standar kebutuhan pertahanan keamanan negara.
(4) Jumlah kebutuhan fasilitas serta kebutuhan lahan untuk pengembangan dari
masing-masing sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas
sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Tujuan penetapan Kawasan Strategis adalah menetapkan kawasan-kawasan
yang diprediksi di kawasan tersebut berlangsung kegiatan yang mempunyai
pengaruh besar terhadap:
a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(2) Sasaran dari penetapan Kawasan Strategis Kabupaten adalah agar
pembangunan pada kawasan-kawasan strategis mendapat perhatian bagi
pemerintah daerah dalam penataan maupun pengembangannya agar
memberikan dampak positif terhadap pencapaian tujuan kawasan strategis.
Bagian Kedua
Penetapan Kawasan Strategis
Pasal 40
(1) Penetapan Kawasan strategis Kabupaten Agam meliputi:
60
a. kawasan yang memiliki nilai strategis sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup;
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
d. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
pembangunan wilayah kabupaten.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah kawasan Koto Tabang merupakan Kawasan Strategis Nasional.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu
kawasan Danau Maninjau merupakan Kawasan Strategis Provinsi.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, yaitu :
a. kawasan Poros Barat - Timur (Jalur Padang – Batas Provinsi Riau)
merupakan Kawasan Strategis Provinsi;
b. kawasan Pesisir Tiku;
c. kawasan Agropolitan Ampek Angkek – Canduang - Baso;
d. kawasan Tertinggal yang meliputi;
1. Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan;
2. Nagari Baringin, Kecamatan Palembayan;
3. Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan;
4. Nagari Sipinang, Kecamatan Palembayan;
5. Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari;
6. Nagari Sitalang, Kecamatan Ampek Nagari;
7. Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjung Mutiara;
8. Nagari Malalak Utara, Kecamatan Malalak;
9. Nagari Malalak Selatan, Kecamatan Malalak;
10. Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak;
11. Nagari Malalak Barat, Kecamatan Malalak;
12. Nagari Nan Tujuah, Kecamatan Palupuah;
13. Nagari Pagadih, Kecamatan Palupuah;
61
14. Nagari Tanjung Sani, Kecamatan Tanjung Raya; dan
15. Nagari Garagahan, Kecamatan Lubuk Basung.
(5) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pembangunan wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu Kawasan Perbatasan
Agam-Bukittinggi yang meliputi:
a. Nagari Gadut;
b. Nagari Kapau;
c. Nagari Biaro Gadang;
d. Nagari Ampang Gadang;
e. Nagari Pasia;
f. Nagari Batu Taba;
g. sekitar Nagari Bukit Batabuah,
h. Nagari Kubang Putih;
i. Nagari Taluak IV Suku;
j. Nagari Ladang Laweh;
k. Nagari Padang Lua;
l. sebagian Nagari Guguak Tabek Sarojo;
m. sebagian Nagari Koto Gadang;
n. sebagian Nagari Sianok VI Suku;
o. sebagian Nagari Koto Panjang; dan
p. sebagian Nagari Panta Pauh.
(6) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten digambarkan dalam peta dengan
ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
(1) Arahan Pemanfaatan ruang wilayah mengacu pada:
a. rencana struktur ruang;
62
b. rencana pola ruang; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(2) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
indikasi program utama, indikasi lokasi, indikasi sumber pendanaan, indikasi
pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan.
(3) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang; dan
c. Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten.
(5) Indikasi pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat.
(6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari
4 (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu:
a. tahap pertama, lima tahun pertama (2010 – 2014) yang terbagi atas
program tahunan;
b. tahap kedua, lima tahun kedua (2015 – 2019);
c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2020 – 2024); dan
d. tahap keempat, lima tahun keempat (2025 – 2030).
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 42
(1) Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang wilayah kabupaten
Agam sebagaimana dimaksud Pasal 41 ayat (3) huruf a meliputi indikasi
program untuk perwujudan rencana sistem pusat pusat permukiman dan
indikasi program untuk perwujudan rencana sistem jaringan prasarana
wilayah.
(2) Indikasi program utama untuk perwujudan rencana sistem pusat-pusat
permukiman meliputi indikasi program bagi perwujudan Pusat Kegiatan Lokal
63
(PKL), Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(3) Indikasi program utama untuk perwujudan rencana sistem jaringan prasarana
wilayah meliputi indikasi program bagi perwujudan sistem transportasi, sisten
jaringan prasarana energi, sisten jaringan prasarana telekomunikasi, sistem
jaringan prasarana sumber daya air dan sistem jaringan prasarana lainnya.
(4) Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang Wilayah, yang lebih rinci
diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang
Pasal 43
(1) Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang wilayah kabupaten Agam
sebagaimana dimaksud pasal 41 ayat (3) huruf b meliputi indikasi program
untuk perwujudan kawasan lindung dan indikasi program untuk perwujudan
rencana kawasan budidaya.
(2) Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung meliputi indikasi
program bagi perwujudan :
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi:
1. kawasan hutan lindung;
2. kawasan bergambut; dan
3. kawasan resapan air;
b. kawasan perlindungan setempat, meliputi:
1. sempadan pantai;
2. sempadan sungai;
3. kawasan sekitar danau/waduk, dan
4. kawasan mata air.
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yaitu kawasan
suaka alam seperti Hutan Suaka Alam;
d. kawasan rawan bencana alam yang meliputi:
64
1. kawasan rawan gerakan tanah/longsor;
2. kawasan rawan gelombang pasang; dan
3. kawasan rawan banjir;
e. kawasan lindung geologi yang meliputi kawasan yang meliputi;
1. kawasan rawan letusan gunung api Merapi;
2. kawasan kaldera maninjau;
3. kawasan rawan gempa bumi;
4. kawasan zona patahan aktif;
5. kawasan rawan tsunami;
6. kawasan rawan abrasi; dan
7. kawasan ngarai sianok.
b. kawasan lindung lainnya yang meliputi;
1. kawasan perlindungan plasma-nutfah;
2. kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan budidaya meliputi
indikasi program bagi perwujudan :
a. kawasan hutan produksi, meliputi: kawasan hutan produksi tetap,
hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dapat dikonversi;
b. kawasan pertanian meliputi: kawasan pertanian tanaman pangan,
kawasan pertanian holtikultura dan kawasan peternakan;
c. kawasan perkebunan meliputi, perkebunan kelapa sawit, kelapa, kakao,
casiavera, gambir, kopi dan pala;
d. kawasan perikanan yang meliputi: kawasan perikanan laut / tangkap
dan kawasan budidaya air tawar;
e. kawasan pertambangan yang meliputi kawasan pertambangan mineral
dan batuan, tambang minyak dan gas, tambang panas bumi dan air
bawah tanah;
f. kawasan pariwisata yang meliputi kawasan pariwisata alam, kawasan
pariwisata budaya dan kawasan pariwisata minat khusus; dan
g. kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan
dan kawasan permukiman perdesaan;
65
(4) Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Wilayah, yang lebih rinci
diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima Tahunan
Periode Tahun 2010–2030 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Indikasi Program Utama Perwujudan Kawasan Strategis
Pasal 44
(1) Indikasi Program Utama Perwujudan kawasan strategis kabupaten Agam
sebagaimana dimaksud Pasal 41 ayat (3) huruf c, meliputi indikasi program
untuk perwujudan kawasan strategis dari sudut kepentingan:
a. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
b. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
c. ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten;
dan
d. pembangunan wilayah kabupaten.
(2) Indikasi Program Utama Perwujudan kawasan strategis wilayah, yang lebih
rinci diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima
Tahunan Periode Tahun 2010 – 2030 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 45
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten menjadi
acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
66
ayat (1) meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 46
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (2) huruf a menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh
pemerintah kabupaten.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk
sistem jaringan prasarana wilayah dan prasarana lainnya.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk ketentuan
umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan ketentuan umum
peraturan zonasi untuk kawasan budidaya.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (3) meliputi :
a. sistem prasarana utama yang meliputi jaringan jalan dan jalur kereta api;
b. sistem prasarana lainnya yang meliputi sistem jaringan prasarana energi,
sistem jaringan prasarana telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya
air dan sistem prasarana lingkungan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. kawasan hutan lindung;
67
b. kawasan bergambut;
c. kawasan resapan air;
d. kawasan sempadan pantai;
e. kawasan sempadan sungai;
f. kawasan sempadan danau dan/atau waduk;
g. kawasan sempadan mata air;
h. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
i. kawasan rawan bencana;
j. kawasan lindung geologi; dan
k. kawasan lindung lainnya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. kawasan hutan produksi ;
b. kawasan pertanian;
c. kawasan perikanan;
d. kawasan pertambangan;
e. kawasan industri;
f. kawasan pariwisata;
g. kawasan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
ayat (6), dan ayat (7) tercantum pada lampiran IX dan merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 47
(1) Perizinan adalah izin yang terkait dengan pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(2) Jenis perizinan yang termasuk kedalam kategori izin pemanfaatan ruang
meliputi :
68
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. Izin Mendirikan Bangunan; dan
d. izin lainnya berdasarkan peraturan dan perundangan-undangan yang
berlaku.
(3) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan izin
yang diberikan pemerintah yang menyatakan kegiatan yang dimohonkan
secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan dan belum dapat
dijadikan dasar untuk pelaksanaan kegiatan.
(4) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan izin yang
diberikan pemerintah kepada pemohon untuk memanfaakan ruang lebih
besar 1 hektar bagi kegiatan non pertanian dan lebih dari 25 hektar bagi
kegiatan pertanian.
(5) Izin Mendirikan Bangunan dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan izin
yang diberikan pemerintah kepada pemohon sebagai tanda bukti bahwa
permohonan yang bersangkutan sudah sesuai dengan peruntukan tata ruang,
aturan zonasi, serta aturan teknis keselamatan bangunan.
(6) Izin lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan izin
yang diberikan pemerintah dalam hal ini izin pemanfaatan ruang yang
dikeluarkan masing-masing instansi atau sektor yang sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara serta mekanisme pemberian izin
sesuai dengan jenis perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 48
(1) Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi
yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
69
tata ruang.
(3) Ketentuan umum mengenai insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), dijabarkan lebih lanjut dalam Lampiran X yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Hutan Lindung
Pasal 49
(1) Pemberian insentif pada kawasan hutan lindung meliputi:
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi fungsi
lindung;
b. memberikan bantuan kredit kepada masyarakat lokal yang melakukan
reboisasi pada kawasan hutan lindung; dan
c. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada penduduk
yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan hutan lindung meliputi:
a. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
b. tidak menerbitkan sertifikat tanah;
c. tidak mengeluarkan IMB; dan / atau
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
Paragraf 2
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Lindung Setempat
Pasal 50
(1) Pemberian insentif pada kawasan lindung setempat meliputi:
a. Memberikan bantuan, fasilitasi, dukungan, perlindungan hukum dan
subsidi kepada masyarakat yang melindungi kawasan lindung setempat;
dan/atau
70
b. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada penduduk
yang bersedia direlokasi dari kawasan lindung.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan lindung setempat meliputi:
a. pembatasan dukungan infrastruktur seperti jaringan jalan, listrik,
telekomunikasi dan air minum;
b. tidak diterbitkannya sertifikat tanah dan bangunan;
c. tidak mengeluarkan IMB ataupun izin usaha lain; dan/atau
d. tidak menyalurkan bantuan sosial-ekonomi bagi penduduk yang masih
bermukim pada kawasan lindung.
Paragraf 3
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam dan
Cagar Budaya
Pasal 51
(1) Pemberian insentif pada kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam dan Cagar
Budaya meliputi:
a. pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan rehabilitasi fungsi
kawasan suaka alam dan pelestarian alam;
b. memberikan bantuan kredit kepada masyarakat lokal yang melakukan
reboisasi pada kawasan suaka alam dan pelestarian alam; dan
c. memberikan kompensasi permukiman dan atau imbalan kepada penduduk
yang bersedia direlokasi dari kawasan suaka alam dan pelestarian alam.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam dan
Cagar Budaya meliputi:
a. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
b. tidak menerbitkan sertifikat tanah;
c. tidak mengeluarkan IMB; dan / atau
d. pembatasan bantuan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang masih
bermukim pada Suaka Alam dan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya.
Paragraf 4
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Perkebunan
71
Pasal 52
(1) Pemberian insentif pada kawasan perkebunan meliputi:
a. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengusahakan perkebunan yang sesuai
program pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal;
c. memberikan penghargaan, imbalan, penyertaan saham, kemudahan
perizinan, kepada pihak yang mengelola perkebunan dengan
merehabilitasi kawasan lindung setempat;
d. pemberian kemudahan dalam proses perizinan;
e. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
f. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum
rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan; dan/atau
g. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang menimbulkan
dampak positif.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan perkebunan meliputi:
a. pengenaan retribusi/kompensasi bagi pengusaha yang dalam pengelolaan
kegiatannya mengabaikan kerusakan lingkungan dan atau tidak sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang berlaku; dan /atau
b. tidak memberikan bantuan penyuluhan, pembangunan infrastruktur,
subsidi dan bantuan lainnya kepada pelaku perkebunan yang berlokasi
pada kawasan lindung.
Paragraf 5
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
Pasal 53
(1) Pemberian insentif pada kawasan pertanian tanaman pangan meliputi:
a. memberikan imbalan, penghargaan, dukungan infrastruktur dan bantuan (subsidi) bagi petani yang memperluas lahan pertanian padi sawah;
72
b. memberikan kemudahan berbagai perizinan bagi petani yang memperluas
lahan atau tetap mempertahankan luas lahan pertanian padi sawah;
c. memberikan bantuan-bantuan khusus kepada petani padi sawah dan/atau
d. menjamin harga gabah tetap tinggi (subsidi).
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan pertanian tanaman pangan meliputi:
a. pengenaan pajak progresif pada tanah pertanian lahan basah yang tidak
berfungsi lindung tidak diolah untuk pertanian padi sawah (produktif);
b. pengenaan retribusi dan pajak yang tinggi bagi bangunan yang didirikan
pada areal pertanian padi sawah; dan/atau
c. pengenaan retribusi yang tinggi bagi penduduk yang memanfaatkan air
irigasi bukan untuk pertanian lahan basah, kecuali tidak mengurangi debit
dan volume air irigasi.
Paragraf 6
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Perkotaan PKL dan PKLp
Pasal 54
(1) Pemberian insentif pada kawasan perkotaan PKL dan PKLp meliputi:
a. memberikan imbalan, penghargaan, kompensasi dan kemudahan usaha
bagi penduduk (swasta) yang melakukan investasi pada kawasan
perkotaan;
b. menyediakan kavling strategis yang murah atau pinjam pakai sampai 25
tahun) bagi pengusaha yang akan berusaha pada kawasan ini;
c. memberikan keringanan pajak kepada pengusaha yang berminat
berusaha/ menanamkan modalnya ;
d. menyiapkan lahan matang (kasiba/lasiba) untuk perumahan dan
bangunan komersial;
e. pemberian kemudahan dalam proses perizinan;
f. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
g. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum
rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan; dan/atau
h. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang
menimbulkan dampak positif.
73
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan perkotaan PKL dan PKLp meliputi:
a. mengenakan retribusi yang tinggi pada bangunan yang dibangun diluar
ketentuan penataan ruang yang sudah ditetapkan;
b. mengenakan retribusi yang tinggi pada usaha komersial pada skala
pelayanan tingkat kecamatan/kabupaten diluar pusat kegiatan/pelayanan
yang sudah ditetapkan;
c. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
d. tidak menerbitkan sertifikat tanah; dan
e. tidak mengeluarkan IMB.
Paragraf 7
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Perkotaan PPK dan PPL
Pasal 55
(1) Pemberian insentif pada kawasan perkotaan PPK dan PPL meliputi:
a. penyiapan lahan pusat perdagangan;
b. pembangunan infrastruktur pusat kota;
c. kemudahan izin pembangunan fasilitas sosial, jasa dan perdagangan;
d. pemberian kemudahan proses perizinan;
e. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
f. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum
rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan; dan
g. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang menimbulkan
dampak positif.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan perkotaan PPK dan PPL meliputi:
a. kenaikan retribusi/pajak bumi dan bangunan (PBB) pada lahan strategis
pusat kota namun tidak diusahakan secara produktif;
b. mengenakan retribusi yang tinggi pada bangunan yang dibangun diluar
ketentuan penataan ruang yang sudah ditetapkan;
74
c. mengenakan retribusi yang tinggi pada usaha komersial pada skala
pelayanan tingkat kecamatan/kabupaten diluar pusat kegiatan/pelayanan
yang sudah ditetapkan;
d. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
e. tidak menerbitkan sertifikat tanah; dan
f. tidak mengeluarkan IMB.
Paragraf 8
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Pertambangan
Pasal 56
(1) Sebelum izin kegiatan pertambangan diberikan, perlu dilakukan analisis
manfaat dan risiko seperti analisis biaya (studi kelayakan) serta analisis
dampak lingkungan (Amdal/UKL/UPL).
(2) Perusahaan pertambangan wajib melakukan reklamasi lahan pasca tambang,
setelah kegiatan dinyatakan berhenti.
(3) Kegiatan pertambangan pada fungsi kawasan lain diperbolehkan sepanjang
mendukung atau tidak merubah fungsi utama kawasan dan
penyelenggaraanya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Pemberian insentif pada kawasan pertambangan meliputi:
a. menyiapkan dukungan administratif sehingga terdapat kepastian hukum
berusaha;
b. memberikan kemudahan dalam perizinan;
c. dukungan pembangunan infrastruktur;
d. memfasilitasi urusan birokrasi dengan pemerintah provinsi dan pusat;
e. mendukung pelatihan tenaga lokal sesuai kebutuhan perusahaan
pertambangan; dan/atau
f. pemberian izin harus disertai kontrak reklamasi yang terukur.
(5) Pengenaan disinsentif pada kawasan pertambangan meliputi:
a. mengenakan retribusi yang tinggi bagi perusahaan yang mempunyai
dampak cukup penting terhadap pelestarian lingkungan; dan/atau
75
b. mengenakan retribusi khusus bagi perusahaan pertambangan yang tidak
melibatkan tenaga kerja lokal lebih dari 40%.
Paragraf 9
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Permukiman
Pasal 57
(1) Pemberian insentif pada kawasan permukiman meliputi:
a. memberikan kemudahan perizinan pembangunan rumah/perumahan yang
sesuai peruntukan;
b. membangun prasarana permukiman;
c. membangun fasilitas umum dan sosial;
d. memberikan kepastian hukum dan nasehat teknis untuk bangunan tahan
gempa yang dibangun pada kawasan bebas bencana; dan
e. menyiapkan lahan yang aman bagi permukiman (kasiba/lisiba).
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan permukiman berupa:
a. tidak membangun prasarana permukiman, fasilitas sosial dan umum bagi
rumah (kelompok rumah) yang berada pada kawasan rawan bencana.
b. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
c. tidak menerbitkan sertifikat tanah; dan
d. tidak mengeluarkan IMB.
Paragraf 10
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Pesisir/Rawan Tsunami
Pasal 58
(1) Pemberian insentif pada kawasan pesisir/rawan tsunami meliputi:
a. Pengembangan infrastruktur pendukung;
b. Kemudahan prosedur perizinan usaha perikanan (sesuai aturan berlaku);
c. Pengembangan pusat pengumpul dan distribusi
d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat
76
e. Bantuan teknis pembangunan (advice planning) bangunan yang ramah
bencana;
f. bantuan peralatan tangkap;
g. pelatihan keterampilan untuk nelayan;
h. Pengembangan industri martim
i. penelitian dan pemasaran hasil laut;
j. pembangunan escape road & escape building;
k. pemberian subsidi bagi pelaku pembangun bangunan pelindung terhadap
bahaya tsunami / abrasi serta liquifaksi; dan
l. kemudahan dan bantuan pembangunan kawasan wisata yang bersesuaian dengan budaya lokal terutama bagi pengembang lokal.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan pesisir/rawan tsunami meliputi:
a. Pengenaan pajak atau retribusi yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi dan
pinalti.
c. Retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada sempadan
pantai;
d. tidak menerbitkan sertifikat tanah; dan
e. tidak mengeluarkan IMB.
Paragraf 11
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Pariwisata
Pasal 59
(1) Pemberian insentif pada kawasan pariwisata meliputi:
a. penyiapan lahan untuk kawasan pariwisata;
b. kemudahan izin pembangunan fasiltias pendukung pariwisata;
c. dukungan pembangunan infrastruktur ;
d. kemudahan memperoleh sambungan listrik, PDAM, telekomunikasi;
e. fasilitasi promosi dan pemasaran Objek Daerah Tujuan Wisata;
77
f. bantuan rehabilitasi rumah penduduk yang digunakan untuk penginapan
tamu/wisatawan (home stay); dan
g. kemudahan dan bantuan pembangunan kawasan wisata yang
bersesuaian dengan budaya lokal terutama bagi pengembang lokal.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan wisata meliputi:
a. tidak menerbitkan izin atau pengenaan persyaratan yang sangat berat
bagi pengusaha wisata yang betentangan dengan norma, adat dan tata
krama setempat;
b. retribusi/pajak bangunan lebih tinggi yang berada pada kawasan lindung
setempat seperti sempadan pantai/danau;
c. pembatasan dukungan infrastruktur jaringan jalan, listrik, telekomunikasi
dan air minum;
d. tidak menerbitkan sertifikat tanah; dan
e. tidak mengeluarkan IMB.
Paragraf 12
Ketentuan Insentif-Disinsentif Kawasan Rawan Bencana
Pasal 60
(1) Pemberian insentif pada kawasan rawan bencana meliputi:
a. nasehat pembangunan (advice planning) bangunan yang ramah bencana;
b. penyiapan lahan beresiko rendah / aman dari ancaman bahaya;
c. pelatihan mitigasi bencana; dan
d. pembangunan escape road & escape building.
(2) Pengenaan disinsentif pada kawasan rawan bencana meliputi:
a. sanksi yang berat, tegas dan jelas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan pada pelaku penyebab bencana (perambah kawasan lindung);
dan/atau
b. pembatasan dukungan infrastruktur bagi bangunan yang berada pada
kawasan rawan bencana tinggi.
Bagian Kelima
Ketentuan Insentif
Pasal 61
78
Ketentuan insentif berlaku untuk kawasan yang didorong pertumbuhannya, yaitu :
a. pemberian insentif pada kawasan perkotaan seperti pembangunan prasarana
dan sarana perkotaan secara memadai;
b. pemberian insentif pada kawasan pertanian dapat berupa pembangunan
irigasi teknis/desa, pembangunan jalan produksi, perbaikan perumahan
petani, dan lain-lain, sedangkan pada kawasan sentra pertanian penting
untuk dibangun berbagai fasilitas penunjang agar sentra tersebut dapat
berfungsi optimal;
c. pemberian insentif pada kawasan perkebunan dapat berupa pembangunan
dan peningkatan jalan produksi, penyediaan lahan, gudang penyimpanan,
fasilitas pengolahan (pabrik), pengemasan dan lain-lain;
d. pemberian insentif pada kawasan pesisir berupa pemberian kemudahan
untuk berinvestasi, membangun fasilitas penunjang pelabuhan seperti
dermaga, tempat pelelangan ikan, bantuan alat tangkap, industri pengolahan
hasil perikanan dan lain-lain;
e. pemberian insentif pada kawasan wisata adalah pembangunan prasarana
dan sarana perhubungan, penataan lingkungan dan bangunan, penyediaan
berbagai fasilitas penunjang pariwisata, promosi dan pemasaran;
f. pemberian insentif pada kawasan pusat agropolitan adalah memberikan
kemudahan investasi, perencanaan ruang secara detail sehingga tercipta
kepastian pemanfaatan ruang, pembangunan kelengkapan fasiltas pusat
agropolitan, dan lain-lain; dan
g. pemberian insentif pada kawasan stategis berupa pembangunan prasarana
dan sarana pehubungan, kemudahan dalam investasi, sarana produksi dan
pengolahan pasca panen dan lain-lain.
Bagian Keenam
Ketentuan Disinsentif
Pasal 62
Kawasan yang perlu dikendalikan dan dibatasi perkembangannya dan ketentuan
disinsentif yang dapat diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. pemberian disinsentif pada kawasan rawan bencana; dapat dikenakan kepada
masyarakat yang melakukan pembangunan pada kawasan rawan bencana;
79
b. pemberian disinsentif pada kawasan pertanian dan perkebunan dengan tidak
dilakukannya pembinaan pada petani kebun yang mempunyai kegiatan
perkebunan pada kawasan lindung; dan
c. pemberian disinsentif pada kawasan pertambangan, dimana batasan dalam
pengembangan kegiatan pertambangan adalah selama kegiatan penambangan
tersebut tidak menimbulkan dampak lingkungan yang penting dan dalam
plekasanaan kegiatan pertambangan tersebut harus mengikuti peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
S A N K S I
Pasal 63
(1) Arahan sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang merupakan pengenaan
sanksi dengan tujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya
peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sanksi
administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana.
(3) Pengenaan sanksi dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Agam.
Pasal 64
(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(2) dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada
terhambatnya pelaksanaan program penataan ruang.
(2) Pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yangtidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan apabila hasil pengawasan
penataan ruang ditemui:
a. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten;
b. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin yang diberikan seperti Izin
Prinsip, Izin Lokasi, Izin IMB yang diberikan oleh instansi atau pejabat
yang berwenang; dan
80
(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administrastif.
Pasal 65
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) huruf a
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali.
(2) Penghentian kegiatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(4) huruf b dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. apabila peringatan tertulis tidak diindahkan maka ditindaklanjuti dengan
penerbitan surat perintah peghentian kegiatan sementara;
b. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara
secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
81
f. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang
yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (4) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian
sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum
yang akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera
dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan
diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan
umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
82
b. ppabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. perdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
83
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan
ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat
pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4)
huruf g dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan
e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(8) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4)
huruf h dilakukanmelalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian
yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
84
b. Pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah
pemulihan fungsi ruang;
c. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka
waktu tertentu;
e. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar di kemudian hari.
(9) Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh
masing-masing pemerintah daerah kabupaten.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif ini
dapat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 66
(1) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) ditetapkan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelanggaran ketentuan rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRW) yang
dapat dikenakan sanksi pidana meliputi:
a. Kegiatan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang;
b. Kegiatan yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari Pejabat yang berwenang;
85
c. Kegiatan yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan / atau
d. Kegiatan yang tidak memberikan akses terhadap kawasam yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 67
(1) Sanksi Perdata adalah tindakan pidana yang menimbulkan kerugian secara
perdata akibat pelanggaran yang ada dan menimbulkan masalah pada
perorangan atau masyarakat secara umum dan diterapkan sesuai peraturan
perundangan-perundangan yang berlaku.
(2) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana pelanggaran
terhadap rencana tata ruang wilayah kabupaten seperti dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (2), dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada
pelaku tindak pidana sesuai peraturan perundangan-perundangan.
BAB X
PENGAWASAN DAN PENERTIBAN PEMANFAATAN
Pasal 68
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang yang menyimpang dari RTRW
dilakukan melalui kegiatan penertiban.
(2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bupati
dengan menugaskan unit kerja yang berwenang, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pengawasan umum terhadap pemanfaatan ruang, penyimpangan,
pelanggaran RTRW yang dilakukan oleh aparat pada unit terkecil yaitu
kecamatan, nagari dan jorong serta oleh masyarakat umum; dan
b. Pengawasan khusus terhadap pemanfaatan ruang, penyimpangan,
pelanggaran RTRW yang dilakukan oleh instansi pemberi izin dan instansi
lain yang terkait.
(4) Penertiban pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang
direncanakan dapat terwujud
(5) Ketentuan penertiban pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disesuaikan dengan ketentuan dan tata cara yang sesuai peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
86
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT SERTA KELEMBAGAAN
Pasal 69
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci di daerah;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 70
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Pasal 71
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah
masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan
melalui papan pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah.
87
(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penempelan/
pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-
tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan
sistem informasi tata ruang.
Pasal 72
(1) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa masukan
masukan mengenai:
a. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
b. penentuan arah perkembangan wilayah atau kawasan; pengidentifikasian
potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
c. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
d. penetapan rencana tata ruang.
(2) Kerjasama dengan pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 73
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam;
dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
88
Pasal 74
Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran masyarakat dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu
wilayah daerah/kota di daerah;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan rencana tata
ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah;
d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW daerah
yang telah ditetapkan;
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Pasal 75
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 76
(1) Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang
meliputi lebih dari satu wilayah daerah/kota di daerah, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan dimaksud; dan/atau
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
89
(2) Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatas disampaikan secara lisan atau tertulis kepada
Bupati dan pejabat yang ditunjuk.
Pasal 77
(1) Penataan ruang sesuai dengan RTRW dilaksanakan secara sinergis dengan
Peraturan Daerah lain yang ada di Daerah.
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara terus menerus dan sinergis antara
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
(3) Dalam rangka mengoordinasikan penataan ruang dan kerjasama antar
sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah.
(4) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah dalam melaksanakan koordinasi
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) diatas mempunyai
tugas :
a. Perencanaan tata ruang meliputi:
1. mengkoordinasikan dan merumuskan penyusunan rencana tata ruang
wilayah kabupaten;
2. memaduserasikan rencana pembangunan jangka panjang dan
menengah dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten serta
mempertimbangkan pengarusutamakan pembangunan berkelanjutan
melalui instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
3. mengintegrasikan, memaduserasikan dan mengharmonisasikan
rencana tata ruang wilayah kabupaten dengan rencana tata ruang
nasional, rencana tata ruang pulau, rencana tata ruang strategis
nasional, rencana tata ruang strategis provinsi dan rencana tata
ruang kabupaten/kota yang bebatasan;
4. mensinergikan penyusunan rencana tata ruang kabupaten dengan
rencana tata ruang provinsi dan antar kabupaten / kota berbatasan;
5. mengkoordinasikan pelaksanaan konsultasi rancangan peraturan
daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten ke BKPRD
Provinsi dan BKPRN;
6. mengkoordinasikan pelaksanaan evaluasi rencana tata ruang wilayah
kabupaten;
90
7. mengkoordinasikan proses penetapan rencana tata ruang kabupaten;
dan
8. mengoptimalkanperan serta masyarakat dalam perencanaan tata
ruang.
b. Pemanfaatan ruang meliputi:
1. Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian permasalahan
dalam pemanfaatan ruang di kabupaten dan memberi pengarahan
serta saran pemecahannya;
2. Memberikan rekomendasi guna memecahkan permasalahan dalam
pemanfaatan ruang kabupaten;
3. Memberikan informasi dan akses kepada pengguna ruang terkait
rencana tata ruang kabupaten;
4. Menjaga akuntabilitas publik sebagai bentuk layanan pada jajaran
pemerintah, swasta dan masyarakat;
5. Melakukan fasilitasi pelaksanaan kerjasama penataan ruang antar
kabupaten/kota; dan
6. Mengoptimalkan peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang.
c. Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:
1. Mengkoordinasikan penetapan peraturan zonasi
2. Memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang kabupaten;
3. Melakukan identintifikasi dalam pelaksanaan insentif dan disinsentif
dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang kabupaten;
4. Melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan
penyelenggaraan penataan ruang;
5. Melakukan fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang
untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata
ruang; dan
6. Mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan
ruang.
(5) Susunan keanggotaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah meliputi
Penanggungjawab, Ketua, Sekretaris, dan Anggota.
91
(6) Dalam melaksanakan tugas, BKPRD dibantu Sekretariat dan Kelompok Kerja
yaitu Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(7) Dalam melaksanakan tugas, BKPRD menyelenggarakan pertemuan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk menghasilkan rekomendasi
alternatif kebijakan penataan yang dilaporkan secara berkala kepada Bupati.
(8) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (5) dan (6) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 78
(1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana,
penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang
di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai
dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan mengenaai orang pribadi atau badan, tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang Penataan Ruang, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Penataan Ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Penataan Ruang;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Penataan Ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Penataan Ruang;
92
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf c dan e;
h. mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Penataan Ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan, setelah mendapat petunjuk dari penyidik
umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang Penataan Ruang menurut hukum yang dapat dipertanggung-jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 79
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam adalah 20 (dua
puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, dan/atau perubahan batas
wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(3) Peraturan Daerah kabupaten Agam dilengkapi dengan Rencana dan Album
Peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan bagian
wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat
raperda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil
kesepakatan Menteri Kehutanan.
93
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada
dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-
undangan;
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yag layak;
c. Pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggrakan tampa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan
dan disesuaikan dengan Paraturan Daerah ini.
d. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
94
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam (Lembaran Daerah
Kabupaten Agam Tahun 2007 Nomor 9), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 82
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.
Ditetapkan di Kabupaten Agam
pada tanggal, Desember 2011
BUPATI AGAM,
INDRA CATRI
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam
SEKRETARIS DAERAH
SYAFIRMAN. SH
NIP. 19580524 198611 1 001
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR TAHUN 2011