narasi nu dan muhammadiyah dalam roman...

131
NARASI NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM ROMAN KAMBING DAN HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH Skripsi Ditujukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : Dwina Dian Putri 11140130000027 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 13-Feb-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • NARASI NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM ROMAN KAMBING DAN

    HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

    PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

    Skripsi

    Ditujukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

    Oleh :

    Dwina Dian Putri

    11140130000027

    PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2019

  • I,EMBAR PI]NGESAHAN SKRIPSI

    NARASI NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM ROMAN r,1,118INC DAN HU.lAt*

    KAI{YA MAHI'UI} IKHWAN DAN INIPLIKASTNYA TERIIADAP

    PENIBEI,AJARAN SASTR{ DI SEKOLAIT

    Skripsi

    Diajukan kepada fakullas llmu Iarbi]ah dan Keguruan

    untuk N4cmcnuhi Salah Satu Slarat Mcncapai Gclar Sarjarra Pcndidikan

    Disusun Oleh:

    Dwina Dian l'utriNlNl 1 401i0000027

    Menges{hkan,

    Novi Diah Harvanti. M.Hum.NIP t984tI26 20 t50',1 2007

    .IURUSAN PENDIDIKAN BAHASA I)AN SASTRA INDONESIA

    I,'AKULTAS ILIlU 'IARBIYAH DAN KEGURTJAN

    TJIN SYAttI}' HIDAYATULLAH

    .IAKARTA

    2019

  • LEMBAR PEN(;ESAHAN PENGUJI

    Skripsi berjudul Narasi NtI dan Muhamadil-ah dalam Roman Kambing dan llujan Karya

    Mahmud Ikhrran dan tmplik{sinya terhadap Pembelaiaran Sastra di Sekolah disusuD oleh.

    DWINA DIAN PUTRI. Nonror lnduk Mahasiswa I11401i0000027. diaiukan kcpada lakultas

    Ilmu Tarbit,ah dan Kcguruan Lllh'Syarilllida)atullah.lakana dan telah dii)alakan lLrlus dalam

    ujian i\4unaqasah pada tan8sal l5 Nlei 2019 dihadapan dcwan pcnguii. Oleh karena itu, penulis

    berhak mcmpcroleh gclar Sarjana S-1 (S.Pd) dalem bidang I'cndidikan Bahasa dan Sastra

    lndonesia.

    Jakurta. l5 Mei 2019Panitia Ujian Munaqasah

    Tanggal

    Ketua l'anitian (Kclua Jurusan, l)rodi)

    Dr. NlAkYun Subuki. M.HunrNip. 191300305200901 I 015

    Sekertaris .lurusan

    Novi Diah Hananti. \I.lIunr

    Nip. 198.11 I26 201501 2007

    PengLlii I

    Rosida Lrowati. M,Hunr\ip. 19771030 200lt0l 2

    Penguji Il

    ^.hmad Bahtiar. M.Hum

    Nip. 197601l8 200911 I 1)r)l

    '?.!l.Jl*,t

    \2.1p.l.?bt9

    */o* '''

    '.'.lp.1lw,t

    Tanda ,angan

    Mengetahui,

    ! Tarbiyah den Kcguruan

    3r9 r9980i 2 00r

    ,,(*;':,

  • KEMfNTfIiIAN ACANIAT]IN JAKARTAFITK

    roRM(FR)

    No.llo\unrcn : I: rl K-l:R-,\KD-0u9TBI- Terbit : I Marct 20 t0No ReYisi: : 0lH.i tlt

    SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    Saya yang bcrtanda tangan di bawzrh irti.

    Nama

    I cmpat,/Tgl.Lahir

    Nllvl

    .lurusan/Prodi

    Judul Skripsi

    l)uina Dian Pulri

    Jakarta. 09 Juli 1996

    1 I 140130000()27

    Pcndidikan Bahasa clan Saslra hrdonesia

    "Narasi NU dan Muhammadiyah dalarn RomanKumhing dan HujLln Kat,\a Mahlud Ikhwan dan

    Dosen Pcnrbimbing

    lmplikusinla terhadap Pembelajaran Sastra di Sckolah."

    : Novi Diah llaryanti. M.l luln

    dengan ini men-'. atakan bahrra skripsi ,rang sala bual bmar'benar hasil karya sendiri

    dan sa)a bertanggung.ja*ab secara akademis atas apa )ang saya iulis-

    Pern)ataan inidibuat scbagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasvah.

    .lakarta- 02 Mei 2019

    NIM I I 1,101]0000027

  • i

    ABSTRAK

    Dwina Dian Putri, NIM : 11140130000027. Narasi NU dan Muhamadiyah dalam

    Roman Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya Terhadap

    Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

    Latar belakang penelitian ini adalah untuk mengetahui narasi dalam strategi

    penceritaan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya

    terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk 1)

    mendeskripsikan teknik fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan karya Mahfud

    Ikhwan, 2) mendeskripsikan implikasi analisis fokalisasi roman Kambing dan Hujan

    karya Mahfud Ikhwan terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Metode yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Adapun di dalamnya

    terdapat analisis unsur instrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, latar, plot, sudut

    pandang, gaya bahasa, dan amanat. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat tujuan

    dari fokalisasi yang digunakan oleh Mahfud Ikhwan dalam strategi penceritaannya.

    Teknik fokalisasi yang digunakan Mahfud Ikhwan menunjukkan adanya cerita

    berbingkai dalam roman yang terlihat dari para tokoh utamanya, menarasikan konflik

    yang mempengaruhi kisahannya membantu membangun konflik yang tidak memihak.

    Pada pembelajaran sastra di sekolah, roman ini menjadi media yang dapat

    diimplikasikan ke dalam pembelajaran mengenai analisis unsur pembangun pada teks

    sastra.

    Kata Kunci : Narasi, Fokalisasi, roman Kambing dan Hujan, Mahfud Ikhwan

  • ii

    ABSTRACT

    Dwina Dian Putri, NIM : 11140130000027. Narrative of NU and Muhamadiyah in

    Roman Kambing dan Hujan by Mahfud Ikhwan and Its Implications for Literary

    Learning in Schools. Indonesian Language and Literature Education Department,

    Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic

    University Jakarta. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum

    The background of this research is to study the narrative in the strategy of telling

    Mahfud Ikhwan's Goat and Rain romance and its Implications for Literature Learning

    in Schools. This study aims to 1) describe the focalisation technique in Goat and Rain

    romance by Mahfud Ikhwan, 2) describe the implications of the focalisation analysis

    of Mahfud Ikhwan's Goat and Rain romance on literary learning in schools. The

    method used in this study is descriptive qualitative. There are several analyzes,

    including themes, characters and characterizations, background, plot, point of view,

    language style, and mandate. The results of this study show the results of the

    focalisation used by Mahfud Ikhwan in his storytelling strategy. The focalisation

    technique used by Mahfud Ikhwan shows the existence of framed stories in the

    romance seen from supporting figures, narrating conflicts that affect their gathering,

    helping to build impartial conflicts. In literary learning in schools, this novel becomes

    a medium that can be implicated in learning about analysis without constructors in

    literary texts.

    Keywords: Narration, focalization, roman Kambing dan Hujan, Mahfud Ikhwan

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia yang

    telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam

    semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para

    sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

    Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Fokalisasi Tokoh Utama

    dalam Roman Kambing dan Hujan Karya Mahmud Ikhwan dan Implikasinya

    Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.” Penulis menyadari bahwa dalam penulisan

    skripsi ini banyak membutuhkan bantuan, saran, masukan, dan bimbingan dari

    berbagai pihak. Berkat bantuan mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

    disusun guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dengan

    segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada.

    1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

    2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta;

    3. Toto Edidarmo, MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta;

    4. Novi Diah Haryanti, M. Hum., sebagai dosen pembimbing yang setia

    membimbing dari bukan apa-apa menjadi apa-apa dan yang selalu setia

    memberi semangat serta motivasi kepada penulis;

    5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Jurusan

    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu selama

    perkuliahan;

  • iv

    6. Teman-teman satu bimbingan Shabrina Maulida dan Dwi Noviyanti, yang

    sangat setia membantu dalam perwujudan skripsi ini serta menjadi pendengar

    keluh kesah penulis;

    7. Ghina Octaviana, teman diskusi terbaik penulis di kala skripsi sudah hilang

    arah, terimakasih atas sarannya selama ini;

    8. Teman-teman sepermainan dan seperkumpulan Eka Restu Kamilatul Huda,

    Cahaya Syifa Farhannah, Sri Ayu Kusumaningsih, Maratun Nafisa, dan Luthfi

    Agustina. Terimakasih yang sangat banyak atas batuan selama penulis

    berkuliah dari semester satu hingga saat ini. You rock guys!;

    9. Kamiliani Fajriati Maulidia yang selalu setia menjadi penghibur di kala sedang

    patah hati;

    10. Rahmadini Istiqomah dan Ummu Salma Al-Wahidah beserta tim hore dalam

    Grup Tarik Kolot, teman setia yang selalu menghantui dan menanyakan kabar

    skripsi penulis

    11. Teman-teman seperjuangan PBSI 2014 khususnya PBSI kelas A, terimakasih

    atas waktu yang telah kalian bagi bersama penulis;

    12. Terakhir, terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Siti Nurbayah dan Bapak

    Muryadi yang telah melahirkan dan mendidik saya hingga seperti sekarang.

    “Pak, Mah, anakmu sarjana!” serta untuk kakak tercinta, Indra Yahdi Putra,

    atas semangat yang telah diberikan selama ini dan juga tidak mendesak sang

    adik untuk segera cepat lulus.

    Terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan

    mohon maaf sekali tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Tanpa kalian

    penulis bukan apa-apa.

    Depok, 27 April 2019

    Dwina Dian Putri

    Penulis

  • v

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    ABSTRAK ………………………………………………………………….. i

    ABSTRACT ................................................................................................. ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. v

    DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. viii

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... …. 1

    A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………..... 1

    B. Identifikasi Masalah …………………………………………………… 5

    C. Batasan Masalah ……………………………………………………….. 5

    D. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 6

    E. Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6

    F. Manfaat Penelitian …………………………………………………….. 6

    1. Bagi Peneliti …………………………………………………….… 6

    2. Bagi Pembaca ………………………………………………….…. 7

    G. Metodologi Penelitian …………………………………………………. 8

    1. Sumber Data ……………………………………………………… 8

    2. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….. 9

    3. Teknik Analisis Data ……………………………………………... 10

    BAB II KAJIAN TEORETIS …………………………………………………… 11

    A. Fokalisasi ………………………………………………………………. 11

    B. Teks Naratif ……………………………………………………………. 13

    a. Tema ………………………………………………………………. 15

  • vi

    b. Tokoh dan Penokohan ………………………………………………. 16

    c. Plot ………………………………………………………………….. 18

    d. Latar ………………………………………………………………… 20

    e. Sudut Pandang ……………………………………………………… 20

    f. Gaya Bahasa …………………………….………………………….. 21

    g. Amanat ……………………………………………………………... 22

    C. Hakikat Pembelajaran Sastra …………………………………………… 22

    D. Penelitian Relevan ……………………………………………………… 24

    BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………… 28

    A. Biografi Mahfud Ikhwan ………………………………………………. 28

    B. Gambaran Singkat Roman Kambing dan Hujan ………………………. 31

    C. Unsur-unsur Intrinsik ………………………………………………….. 33

    1. Tema …………………………………………………………….. 33

    2. Tokoh dan Penokohan …………………………………………... 34

    3. Latar …………………………………………………………….. 50

    4. Plot ………………………………………………………………. 61

    5. Sudut Pandang …………………………………………………… 66

    6. Amanat ………………………………………………………….. 69

    7. Gaya Bahasa …………………………………………………….. 70

    D. Narasi NU dan Muhammadiyah dalam Roman Kambing dan Hujan …. 72

    E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah …………….… 93

    BAB IV PENUTUP ……………………………………………………........ 97

    A. Simpulan ……………………………………………………………. 97

    B. Saran ………………………………………………………………... 98

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 99

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    LEMBAR UJI REFERENSI

    PROFIL PENULIS

  • vii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 ……………………………………………………………………… 62

    Tabel 3.2 Fokalisasi BAB I ……………..………………………………………. 89

    Tabel 3.3 Fokalisasi BAB II …………………………………………………….. 90

    Tabel 3.4 Fokalisasi BAB III ……………………………………………………. 90

    Tabel 3.5 Fokalisasi BAB IV ……………………………………………………. 91

    Tabel 3.6 …………………………………………………………………………. 92

  • viii

    DAFTAR GRAFIK

    Grafik 3.1 ……………………………………………………………………… 65

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Cerita merupakan sebuah peristiwa yang diikuti oleh kumpulan peristiwa

    lainnya, yang terikat dengan hubungan sebab akibat. Cerita juga dapat didefinisikan

    sebagai peristiwa-peristiwa naratif yang tersusun dalam urutan waktu. Peristiwa

    naratif biasanya disajikan dengan cara tertentu oleh pengarangnya, maka dari itu

    setiap cerita akan terlihat hubungan antara unsur-unsur peristiwanya dan visi yang

    dituliskan oleh pengarangnya dalam cerita. Froster pernah berpendapat aspek yang

    paling mendasar dalam sebuah novel adalah aspek penceritaannya.1 A story, whether

    told in prose or verse, involving events, characters, and what the characters say and

    do … are explicit narratives that are told by a narrator.2

    Narator dalam sebuah cerita bukanlah seorang pengarang, narator merupakan

    sosok fiksional yang dibuat oleh pengarang itu sendiri untuk bercerita. Dalam segi

    penceritaan, ada yang disebut dengan narator dan ada yang disebut dengan fokalisasi.

    Fokalisasi merupakan nama lain dari sudut pandang. Sudut pandang adalah perspektif

    yang digunakan seorang narator dalam segi penceritaannya. Setiap pengarang

    memiliki ciri khas masing-masing dalam segi penceritaannya yang berhubungan

    dengan tema dalam cerita. Beberapa pengarang ada yang menggunakan strategi

    penceritaan untuk menarik pembacanya untuk setia membaca novelnya hingga

    selesai.

    1 Warisman. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. (Malang : UB Press, 2016.) h, 116

    2 Meamy Raphael C. “A narratological study in the fictional works of Ruskin Bond ” Thesis. Department of English, University of Calicut, 2001.

    https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-

    search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_typ

    e_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0, diakses pada tanggal, 22 Juni 2019 pukul 21.08.

    1

    https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0

  • 2

    Ayu Utami dalam novelnya yang berjudul Saman menggunakan perspektif

    ganda untuk menceritakan cerita di dalam kisahannya. Selanjutnya, muncul Eka

    Kurniawan yang menulis beberapa cerita dengan sudut pandang binatang atau benda-

    benda, seperti monyet, anjing, babi burung, revolver, dan seseorang yang bangkit dari

    kubur.3 A.A Navis dalam cerpennya yang berjudul Robohnya Surau Kami

    menggunakan tokoh seseorang yang taat beribadahnya untuk menunjukkan perspektif

    yang berbeda mengenai setiap orang yang taat beribadahnya belum tentu masuk

    surga. A.A Navis juga menggunakan sudut pandang malaikat dan Tuhan sebagai

    seorang tokoh dalam cerita yang bisa berdialog dengan manusia di alam lain.

    Sebelumnya juga, ada cerpen karangan Ki Panjikusmin berjudul Langit Makin

    Mendung yang menggunakan Tuhan, Nabi Muhammad, dan Malaikat Jibril sebagai

    strategi penceritaan dalam ceritanya. Meskipun sesudahnya mendapatkan kecaman

    keras di mana-mana akibat penggunaan sudut pandang tersebut.

    Sudut pandang, perspektif, atau fokalisasi menjadi bagian yang penting dalam

    segi penceritaan dalam sebuah kisah. Biasanya seorang pengarang membagi teknik

    penceritaannya menjadi dua, yaitu menggunakan narator sebagai pencerita dan

    menggunakan sudut pandang. Sudut pandang adalah perspektif yang digunakan

    narator dalam segi penceritaannya. Narator biasanya menggunakan sudut pandang

    orang pertama untuk menyebut dirinya sendiri dalam penceritaan. Sedangkan, sudut

    pandang orang ketiga biasanya digunakan oleh narator untuk menyebut tokoh yang

    diceritakannya.

    Mahfud Ikhwan adalah salah satu pengarang yang menggunakan strategi

    pengarang dalam karyanya yang berjudul Kambing dan Hujan. Kambing dan Hujan

    adalah roman yang berhasil menjadi pemenang dalam Sayembara Novel DKJ tahun

    2014 serta mendapatkan penghargaan dari Badan Bahasa Kemendikbud RI untuk

    3 Malika Tazkia, Erfi Firmansyah, Helvy Tiana Rosa. Sudut Pandang Spasial dan Temporal pada

    Kumpulan Cerpen Sihir Perempuan Karangan Intan Paramaditha (Perspektif Naratologi Uspensky).

    Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, h.2.

    Journal.unj.ac.id/unj/index.php/arkhais/article/view/7462. Diakses pada Senin, 24 Juni 2019 pukul

    21.00.

  • 3

    karya terbaik kategori novel. Kambing dan Hujan adalah cerita mengenai dua orang

    remaja yang berasal dari dua latar belakang ideologi agama yang berbeda, hendak

    untuk menikah namun terhalang oleh perbedaan ideologi keluarganya (Muhamadiyah

    dan NU). Tak hanya itu, roman ini juga mengisahkan sejarah adanya perbedaan dua

    aliran agama Islam di Centong (latar dalam roman) yang terbalut dengan kisah cinta

    dan persahabatan para tokohnya.

    Isu Muhamadiyah dan NU sudah berkembang cukup lama, keduanya adalah

    organisasi yang cukup berpengaruh di Indonesia. Kemunculan dua organisasi ini

    membawa konflik pembentukan ortodoksi (construction of orthodoxy), yaitu klaim

    sebagai yang paling benar dan absah dalam memahami dan mengenal ajaran Islam.

    Lebih parahnya lagi, keduanya saling mengkafirkan satu sama lain. Muhamadiyah

    dituduh sebagai “Kristen putih” dan kafir, sedangkan NU dituduh sebagai pengamal

    takhyul, bid’ah, dan kurafat.4 Hal-hal seperti menjadi dasar penceritaan yang

    dibangun Mahfud Ikhwan dalam kisahannya. Menariknya, roman ini menggunakan

    strategi penceritaan menggunakan narator dan sudut pandang dalam kisahannya untuk

    membangun perspektif dari segala sisi, baik dari sisi Mumahadiyah, NU, dan dari sisi

    yang netral.

    Ilham Ibrahim dalam Mojok.com pernah menuliskan esai yang berjudul NU

    Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhamadiyah. Di dalamnya

    membandingkan orang-orang NU yang cukup humoris dan orang-orang

    Muhamadiyah yang terkesan kaku.5 Kisahan dalam roman pun dibahas sama halnya

    dengan yang dibahas di dalam artikel tersebut. Pak Kandar sebagai tokoh

    Muhamadiyah digambarkan sebagai orang yang terkesan kaku dan sedikit-sedikit

    menghubungkan dengan dalil. Bukan hanya menjelaskan perbedaan ibadah yang

    4 Ahmad Najib Burhani. Benturan Antara NU dan Muhamadiyah.

    http://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-

    antara-nu-dan-muhammadiyah. Diakses pada, Minggu, 20 Januari, 2019 Pukul 08.49 PM

    5Ilham Ibrahim. NU Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhamadiyah.

    https://mojok.co/ili/esai/nu-memang-ormas-penuh-humor-beda-dengan-muhamadiyah/. Diakses pada

    senin, 24 Juni 2019, pukul 21.00

    http://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-antara-nu-dan-muhammadiyahhttp://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-antara-nu-dan-muhammadiyahhttps://mojok.co/ili/esai/nu-memang-ormas-penuh-humor-beda-dengan-muhamadiyah/

  • 4

    mereka jalani, tetapi roman ini menjelaskan hal-hal detail yang memang menjadi

    fokus penceritaan.

    Melalui pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah

    penelitian dengan menggunakan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan

    sebagai objek penelitian. Adapun hal yang akan diteliti oleh peneliti dalam roman

    Kambing dan Hujan adalah dalam segi penceritaannya terkait dengan fokalisasi yang

    mempengaruhi alur penceritaan pada roman tersebut. Roman ini dirasa baik untuk

    memperkenalkan kepada peserta didik siapa yang berbicara di dalam sebuah kisahan

    dan perbedaan dari seorang narator dan sudut pandang. Banyak dari peserta didik

    yang masih belum mengerti perbedaan dari sudut pandang orang pertama sebagai

    pelaku utama, sudut pandang orang pertama sebagai pelaku tambahan, sudut pandang

    orang ketiga sebagai pelaku utama, dan sebaliknya.

    Secara teori sudut pandang adalah hal yang mudah, namun pada praktiknya

    banyak dari siswa yang masih bingung bila bertemu dengan soal ujian “Sudut

    pandang keberapa yang digunakan oleh pengarang?”. Apalagi dihadapkan pada

    sebuah teks yang menggunakan sudut padang dan narator secara bergantian. Menurut

    Eka Kurniawan dalam tulisannya yang berjudul Menulis Aku, tantangan terbesar dari

    menghadirkan beragam narator dari satu karya tentu saja adalah bagaimana

    membedakan satu suara dengan suara lain.6 Maka tidak heran, bila peserta didik

    mengalami kesulitan membedakan siapa yang bercerita di dalam sebuah kisahan dan

    sudut pandang apa yang digunakan oleh pengarang dalam karyanya.

    Terpilihnya roman Kambing dan Hujan sebagai objek penelitian, karena

    roman ini banyak diperbincangkan serta mendapatkan perhatian khusus karena

    berhasil memenangkan Sayembara Novel DKJ tahun 2014. Roman ini diharapkan

    dapat membantu para peserta didik untuk mengenal lebih dalam permasalahan

    dilingkungan masyarakatnya, sekaligus mengenalkan pada para peserta didik bahwa

    ada organisasi Islam yang cukup berpengaruh di Indonesia dan memiliki efek yang

    6 Eka Kurniawan. Menulis Aku https:/ekakurniawan.com/journal/menulis-aku-5941.php. diakses

    pada senin, 24 Juni 2019, pukul 21.00.

  • 5

    cukup kuat di dalam status sosial masyarakat. Analisis dalam segi penceritaan pun

    dipilih oleh peneliti dengan alasan pembahsan tersebut cukup sulit dikuasai oleh

    Siswa Menengah Atas. Penelitian ini diharapkan membantu para siswa dan siswi

    dalam menemukan siapa yang bercerita dalam sebuah teks dan apa pengaruh segi

    penceritaan itu terhadap unsur pembangun cerita yang lainnya.

    Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, peneliti tertarik

    untuk menganalisis Narasi NU dan Muhamadiyah dalam Roman Kambing dan Hujan

    karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

    Judul tersebut dipilih karena terdapat istilah fokalisasi yang akan dibahas di dalamnya

    yang mempengaruhi terhadap strategi penceritaan konflik NU dan Muhamadiyah.

    Peneliti juga ingin mengenalkan istilah baru kepada peserta didik di sekolah

    mengenai fokalisasi sekaligus mengharapkan peserta didik dapat menerima isu-isu

    sensitif di masyarakat.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

    identifikasi masalah sebagai berikut :

    1. Penggunaan teknik fokalisasi terhadap konflik cerita dalam roman

    Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan.

    2. Sulitnya menemukan siapa yang bercerita dalam sebuah kisah oleh peserta

    didik.

    3. Kurangnya kegiatan menganalisis struktur pembangun cerita baik pada

    novel maupun cerpen.

    4. Belum adanya penelitian “Analisis Fokalisasi Tokoh Utama dalam Roman

    Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya Terhadap

    Pembelajaran Sastra di Sekolah”

    C. Batasan Masalah

    Berdasarkan banyaknya identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka

    diperlukan pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas untuk menghindari

    bahasan yang terlalu meluas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah

  • 6

    analisis fokalisasi yang hanya difokuskan kepada tokoh utama, karena untuk

    mempermudah peneliti dalam menganalisis serta implikasinnya terhadap

    pembelajaran sastra di sekolah.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di

    atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan karya Mahfud

    Ikhwan?

    2. Bagaimanakah implikasi analisis fokalisasi dalam roman Kambing dan

    Hujan karya Mahfud Ikhwan dalam pembelajaran sastra di sekolah?

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Mendeskripsikan teknik fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan

    karya Mahfud Ikhwan.

    2. Mendeskripsikan implikasi analisis fokalisasi roman Kambing dan Hujan

    karya Mahfud Ikhwan terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan sastra

    dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam proses analisis struktur

    pembangun sastra yang memfokuskan pada siapa yang bercerita dalam teks

    (fokalisasi) dalam novel sastra. Ada pun manfaat penelitian ini secara praktis,

    diharapkan untuk memberikan gambaran analisis fokalisasi dalam roman

    Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan dan implikasinya terhadap

    pembelajaran sastra di sekolah.

    1. Bagi Peneliti

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi jawaban dari rumusan

    masalah yang diajukan dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga

  • 7

    diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam penelitian ilmu sastra di

    tanah air mengenai analisis fokalisasi dalam sebuah novel.

    2. Bagi Pembaca

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat pembacanya memahami

    siapa saja yang bercerita di dalam novel Kambing dan Hujan dan apa

    dampaknya terhadap konflik cerita. Demikian pula, penelitian ini

    diharapkan dapat membuat peserta didik memahami analisis struktur

    pembangun cerita dalam novel dan tertarik membaca novel sastra serius.

    G. Metodologi Penelitian

    Metodologi berasal dai bahasa Yunani meta dan logos, meta berarti sesudah

    atau dari. Sedangkan logos, berarti kajian, teori, ilmu, atau perinsip penalaran.

    Jadi kata metodologi dapat diartikan sebagai kajian rencana yang akan digunakan

    untuk memperoleh pengetahuan.7 Landasan metode penelitian dibutuhkan karena

    untuk membuktikan jawaban yang akan dihasilkan. Sebagai suatu bentuk kegiatan

    ilmiah, penelitian terhadap karya sastra memerlukan landasan kerja yang berupa

    teori. Teori digunakan sebagai hasil perenungan yang mendalam, tersistem, dan

    terstruktur yang berfungsi untuk pengarah dalam kegiatan penelitian. Adanya

    teori memperlihatkan hubungan-hubungan antara fakta yang tampaknya berbeda

    dan terpisah ke dalam satu persoalan dan menginformasikan proses penelitian

    yang terjadi di dalam satu kesatuan tersebut. Oleh karena itu, teori dan penelitian

    pun memiliki hubungan yang saling mengembangkan.8

    Sebagai landasan metode penelitian, metode penelitian yang dipilih adalah

    metode deskriptif kualitatif. Ada tiga kemungkinan terhadap masalah yang

    dibawa peneliti kualitatif dalam penelitian, yaitu : pertama, peneliti membawa

    tetap masalah yang akan diteliti dari awal pembentukan proposal penelitian

    hingga akhir penelitian. Kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah dibawa

    7 Puji Santosa,. Metodologi Penelitian Sastra : Paradigma, Proposal, Pelaporan, dan Penerapan.

    (Yogyakarta : Azzagrafika, 2015.) h. 39

    8 Rahmat Djoko Pradopo,. Siti Chamamah Soeratno,. Suminto A. Sayuti,. dkk. Metodologi

    Penelitian Sastra. (Yogyakarta, Hanindita Graha Widya.) 2003. h. 13

  • 8

    penelitian berkembang atau memperluas dari masalah yang telah disiapkan.

    Ketiga, masalah yang telah dipersiapkan dan dibawa peneliti memasuki lapangan

    berubah total karena adanya satu dan lain hal. 9 Dari pemaparan di atas,

    kemungkinan yang pertama dan yang kedua paling masuk akal jika melakukan

    penelitian terhadap karya sastra.

    Penelitian dengan metode kualitatif berisikan kumpulan-kumpulan dari data

    yang ada untuk memberi gambaran penyajian penelitian tersebut. Setelah

    kumpulan data tersusun maka peneliti akan mulai menganalisis cerpen yang akan

    dikaji berdasarkan data yang ada. Oleh karena menggunakan penyajian deskriptif,

    maka semua hal yang berupa kata-kata, kalimat, dan wacana menjadi penting

    serta saling berpengaruh satu sama lain. Tujuan penelitian kualitatif dalam

    penelitian adalah untuk membuat deksripsi analisis fokalisasi dalam roman

    Kambing dan Hujan.

    1. Sumber Data

    Teknik pengumpulan data merupakan langkah terpenting dalam proses

    penelitian, karena tujuan utama dari sebuah penelitian adalah pengumpulan

    data. Tanpa mengumpulkan data, seorang peneliti tidak akan mendapatkan

    data yang memenuhi standar penelitiannya. Bila dilihat dari sumber datanya

    maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber

    sekunder.

    a. Sumber data primer

    Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

    kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian ini

    adalah roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan yang

    diterbitkan oleh Bentang Pustaka cetakan kedua pada tahun 2018

    dengan ketebalan 380 halaman.

    9 Sugiyono,. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung, ALFABETA, 2010.)

    h. 205

  • 9

    b. Sumber data sekunder

    Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan

    data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat

    dokumen. Sumber data sekunder penelitian ini berupa buku-buku,

    jurnal, review atau ulasan seseorang, esai, dan artikel online yang

    terkait dengan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan, gaya

    kepengarangannya atau jejak kepengarangannya, serta pemikiran-

    pemikiran Mahfud Ikhwan dalam menulis sebuah cerita.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya tidak dilakukan

    seperti penelitian kuantitatif yang dilakukan pada akhir kegiatan setelah

    data terkumupul semuanya.10 Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

    adalah studi pustaka, simak, dan catat. Studi pustaka dalam penelitian

    kualitatif meliputi data yang bukan pengetahuan langsung dari lapangan

    atau saksi mata (eyewitness) berupa kejadian, orang atau benda-benda

    lainnya, data harus bisa siap dipakai oleh peneliti saat akan memulai

    penelitian, kemudian data yang dipakai oleh peneliti kualitatif biasanya

    adalah data yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu artinya data yang

    diperoleh oleh peneliti merupakan data yang bersifat tidak berubah tetap

    karena berupa teks, gambar, rekaman tape atau film.11 Dalam penelitian

    ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik catat

    dan simak yang diambil dari berbagai sumber yang ditemukan terkait

    dengan penelitian analisis fokalisasi terhadap novel dan terkait dengan

    penelitian terhadap roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan.

    10 Muri Yusuf. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. (Jakarta :

    Kencana, 2017), h. 400.

    11

    Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 4 –

    5.

  • 10

    3. Teknik Analisis Data

    Analisis data telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,

    sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil

    penelitian, analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif

    berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai

    pengumpulan data. Teknik analisis data ini berupa membaca seluruh isi

    roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan, mencatat hal-hal yang

    terkait fokalisasi dalam novel tersebut, mencatat pengaruh teknik

    fokalisasi terhadap konflik dalam roman Kambing dan Hujan,

    menganalisis hasil dari data-data yang telah di kumpulkan, kemudian

    mengaitkannya dengan pembelajaran sastra di sekolah terkait dengan

    materi sastra yang akan dipelajari.

  • 11

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS

    A. Fokalisasi

    Dalam sebuah kisahan, ada juga yang disebut dengan istilah modus

    atau sudut pandang. Modus adalah bentuk yang digunakan dalam sebuah

    cerita untuk menjelaskan sesuatu yang dibicarakan dan mengungkapkan

    berbagai sudut pandang. Genette membagi pembicaraan mengenai modus ke

    dalam dua bagian jarak (distance) dan fokalisasi (focalization).1 Fokalisasi

    dapat dilakukan oleh seorang tokoh dalam cerita atau si juru cerita itu sendiri.

    Fokalisasi dibagi menjadi tiga jenis, pertama cerita tidak

    berfokal atau berfokal nol, yaitu fokalisasi dengan pemandang

    yang secara mutlak berada di luar certia. Kedua, cerita berfokal

    internal, yaitu fokalisasi dengan pemandang berada di dalam

    cerita atau pemandang adalah salah satu tokoh yang dibagi

    menjadi tiga lagi : fokalisasi tetap yang memiliki sudut

    pandang satu tokoh saja, variabel atau berubah yaitu pergantian

    pemandang dari tokoh satu ke tokoh lainnya, multiple atau

    jamak peristiwa yang dipandang oleh sudut pandang beberapa

    tokoh. Ketiga, cerita berfokal eksternal yaitu fokalisasi dengan

    posisi pemandang sama dengan posisi pemandang pada cerita

    berfokal internal, pembaca tidak mengetahui yang dipikirkan

    atau dirasakan pemandang.2

    Istilah fokalisasi dalam Luxemburg, sebenarnya sama dengan istilah

    sudut pandang. Hanya saja, fokalisasi lebih mudah pelafalannya

    dibandingkan dengan sudut pandang. Terlebih lagi, fokalisasi dapat

    disandingkan dengan imbuhan (memfokalisasikan) yang mana sulit

    dilakukan pada kata sudut pandang atau perspektif.3

    1 Andrianus Pristiono, Arif Bagus, Arif Hidayat, dkk. Dari Zaman Citra ke Metafiksi : Bunga

    Rampai Telaah Sastra DKJ. (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), h. 25

    2 Ibid.

    3 Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. (Jakarta : Intermasa, 1989), h 124

    11

  • 12

    Sudut pandang atau fokalisasi dalam kesusastraan, dibagi menjadi

    sudut pandang fisik, mental, dan pribadi. Selain itu, ada juga sudut pandang

    gabungan. Menurut Wiliam Faulkner dalam Albertine Minderop, sudut

    pandang gabungan adalah sudut pandang yang digunakan oleh lebih dari satu

    tokoh dalam menyampaikan cerita. Penentuan sudut pandang dilihat dari

    siapa yang berkisah dalam cerita, pencerita sebuah kisahan bisa berada di

    luar cerita atau di dalam sebuah cerita dan menyampaikan kisahannya

    dengan sudut pandang orang pertama atau sama sekali tidak ada yang

    bercerita.4

    Fokalisasi atau pun sudut pandang secara umum dapat dikaitkan

    dengan posisi narator. Narator pada sebuah kisahan diketahui melalui

    pengenalan terhadap tutur. Tutur adalah aspek bahasa yang dikaitkan dengan

    subjek yang berhubungan dengan tokoh yang tidak hanya berkaitan dengan

    peristiwa dalam sebuah cerita tetapi juga ikut menceritakan dan berpartisipasi

    meskipun secara pasif dalam sebuah kisahan.5

    Narator di dalam cerita dibagi menjadi dua jenis

    penceritaan, yaitu heterodiegetik, yaitu penceritaan dengan

    narator tidak hadir atau tidak terlihat. Ketidakhadiran

    narator tersebut bersifat mutlak. Homodiegetik, yaitu

    penceritaan dengan narator yang muncul atau terlihat

    sebagai tokoh. Narator dalam homodiegetik dibagi lagi

    menjadi dua jenis, yaitu narator sebagai tokoh sentral dan

    narator sebagai tokoh sekunder yang hanya berfungsi

    sebagai pengamat atau saksi.6

    Hubungan sudut pandang dengan pencerita atau narator tidak bisa

    dipisahkan dalam kisahannya. Pencerita adalah orang yang menyampaikan

    cerita dan dapat menjadi tokoh dalam cerita atau bisa juga tidak terlibat dalam

    cerita. Pencerita yang terlibat dalam cerita dapat dibedakan menjadi pencerita

    4 Albertine Minderop. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor

    Indonesia, 2013.) h. 91

    5 Andrianus Pristiono, Arif Bagus, Arif Hidayat, dkk . Op.cit. h, 26

    6 Ibid. h. 27

  • 13

    dengan fokalisasi “akuan” sertaan dan tidak sertaan. Selain itu, adapula

    pencerita dengan fokalisasi “diaan” terbatas dan “diaan” mahatahu. Dalam

    sudut pandang atau fokalisator, terdapat istilah komentar pencerita. Komentar

    pencerita diungkapkan oleh si pencerita, yang biasanya ditujukan kepada

    pembaca atau menujukannya kepada tokoh dalam cerita.7

    Pencerita “akuan” digunakan bila pencerita merupakan salah

    satu tokoh dalam cerita yang dalam menyampaikan cerita

    mengacu kepada dirinya sendiri menggunakan kata “aku”.

    Pencerita seperti ini disebut dengan pencerita “akuan”

    sertaan karena terlibat langsung dengan berbagai peristiwa

    di dalam cerita. Pencerita “akuan” tak sertaan adalah bila si

    pencerita tidak terlibat langsung dalam peristiwa dalam

    cerita. Sedangkan pencerita “diaan” digunakan bila si

    pencerita berada di luar cerita. Pencerita “diaan” mahatahu

    adalah pencerita yang sangat mengetahui berbagai perasaan,

    pikiran, angan-angan, keinginan, niat dan sebagainya dari si

    tokoh yang diceritakan. Penceritaan “diaan” terbatas adalah

    pencerita yang hanya memaparkan segalanya yang

    diamatinya dari luar dan tokohnya pun kadang kala

    terbatas.8

    Dalam Luxemburg, pengertian di atas disebut dengan pencerita intern,

    yang di mana pencerita kadang-kadang tidak hanya bertindak sebagai

    pencerita tetapi juga sebagai tokoh. Biasanya pencerita intern muncul sebagai

    orang pertama “aku”. Ada pula pencerita ekstern, yaitu pencerita ayang tidak

    mengambil bagian dalam kisahan. Pencerita ekstren ini terkadang muncul di

    dalam kisahannya dalam bentuk komentar mengenai tokoh atau peristiwa

    yang ada.9

    B. Teks Naratif

    Narasi berasal dari kata latin, yaitu narre yang artinya “membuat

    tahu.” Dengan demikian, narasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya

    7 Albertine Minderop. Op.cit. h, 94-95

    8 Ibid.

    9 Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G. Weststein. Tentang Sastra. Op.Cit. h, 117

  • 14

    memberitahu sesuatu atau sebuah peristiwa.10

    Dalam buku Luxemburg, teks

    naratif adalah semua teks yang tidak bersifat dialog melainkan berisi deretan

    peristiwa yang membentuk sebuah kisah sejarah.11

    Berdasarkan pemaparan

    di atas, sebuah teks dikatakan narasi atau naratif jika teks tersebut terdiri atas

    kumpulan dari deretan peristiwa yang membentuk sebuah kisahan.

    Karakteristik teks narasi terbagi menjadi tiga, pertama adanya

    rangkaian peristiwa. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut

    disusun berdasarkan urutan sebab akibat tertentu sehingga dua peristiwa

    berkaitan secara logis. Ketiga, teks narasi bukanlah semata-mata

    memindahkan sebuah peristiwa ke dalam kisahan. Tetapi, sebelumnya telah

    terjadi proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu dari sebuah

    peristiwa.12

    Dalam teks naratif juga terdapat aspek penting yang perlu

    diperhatikan, yaitu penutur dalam teks naratif bersifat tidak homogen, yakni

    terdapat penutur primer dan sekunder yang menjadi ciri khas dalam teks

    naratif.13

    Sebuah teks naratif akan sangat bergantung pada juru cerita yang

    akan bercerita nantinya, kemudian hubungan antartokohnya pun akan

    membantu untuk membangun deretan peristiwa yang akan membentuk

    kisahan.

    Dalam sebuah teks naratif, unsur-unsur peristiwa disajikan dengan

    cara tertentu. Hubungan setiap peristiwa yang disajikan kepada pembaca,

    yang nantinya akan membentuk sebuah kisahan disebut dengan fokalisasi

    (fokus = kancah perhatian). A menceritakan bahwa B melihat bahwa C

    berbuat sesuatu. Fokalisasi merupakan objek langsung dalam teks naratif.14

    10 Eriyanto. Analisis Naratif : Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media.

    (Jakarta : KENCANA, 2017), h. 1

    11

    Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. Pengatar Ilmu Sastra. (Jakarta :

    PT. Gramedia Pustaka, 1992), h. 119

    12

    Eriyanto. Op.Cit. h. 2

    13

    Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G. Weststein. Pengantar Ilmu Sastra. Op.cit. h, 119

    14 Ibid. h. 131

  • 15

    Pada sebuah karya sastra, tentu saja terdapat sebuah bangunan cerita

    yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang.15

    Unsur pembangun karya sastra tersebut adalah bangunan yang membentuk

    sebuah cerita yang terdiri dari beberapa hal, seperti tema, tokoh dan

    penokohan, plot, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Kepaduan

    antarunsur tersebut membuat sebuah cerita hadir sebagai karya sastra, baik

    sebagai novel, cerpen, roman, dan yang lainnya.

    a. Tema

    Tema adalah gagasan yang melandasi cerita, yang berkaitan dengan

    berbagai aspek kehidupan, seperti masalah sosial, politik, budaya

    religi, juga cinta kasih, maut, dan sebagainya.16

    Tema menjadi hal

    utama yang sangat penting dalam sebuah karya sastra dan dianggap

    sangat penting kehadirannya. Tema dapat dibedakan menjadi dua,

    tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema yang

    paling utama dan berada dalam keseluruhan cerita sedangkan tema

    merupakan tema yang tidak menonjol atau bisa deisebut juga dengan

    tema sebagian.17

    Dalam karya sastra, tema terlahir dari kehidupan zamannya. Seperti

    karya sastra yang lahir sebelum kemerdekaan biasanya tema yang akan

    dibicarakan adalah persoalan dan romantisme budaya. Sedangkan

    tema pada zaman kemerdekaan biasanya membicarakan persoalan

    kebebasan dan hak. Lain lagi dengan era reformasi, di era ini karya

    sastra banyak membicarakan mengenai HAM, sosial, dan dominasi.

    15 Burhan Nurgiyantoro. Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2012), h. 22

    16

    Ali Imron Al-Ma’ruf, Farida Nugrahani. Pengkajian Sastra : Teori dan Aplikasi. (Surakarta :

    Djiwa Amarta Press, 2017), h. 85

    17 Surastina. Pengantar Teori Sastra. (Yogyakarta : ELMATERA, 2018), h. 67 – 68

  • 16

    Sementara bergeser ke era demokrasi tema yang sering dibicarakan

    lebih cenderung bebas dan sangat kuat.18

    b. Tokoh dan Penokohan

    Jalannya peristiwa dalam sebuah cerita tidak terlepas dari unsur tokoh

    dan penokohan. Tokoh memiliki hubungan dengan kisah dan

    mempunyai fungsi sebagai lakuan. Lakuan dalam sebuah kisah

    memiliki tujuan.19

    Tokoh dalam sebuah cerita tidak sepenuhnya bebas.

    Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan artistik dalam

    karya sastra.20

    Pada umumnya tokoh berbentuk manusia atau berwujud

    binatang atau bisa juga berbentuk benda yang diinsankan. Berdasarkan

    fungsinya, tokoh dalam cerita terbagi menjadi dua tokoh sentral dan

    tokoh bawahan.21

    Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke

    dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari

    sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan

    perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang

    tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa

    jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh

    utama-protagonis-berkembang-tipikal.22

    Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa

    jenis, sebagai berikut :

    a) Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam

    sebuah cerita, tokoh yang tergolong penting akan ditampilkan

    terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar

    cerita atau biasa disebut dengan tokoh utama (central

    character), begitu pun sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya

    18 E. Kosasih. Apresiasi Sastra Indonesia : Membaca, Menulis, Mementaskan, Menikmati Puisi,

    Prosa, dan Drama. (Jakarta : PT Perca 2008.) h. 55.

    19 Jan Van Luxemburg, dkk. Tentang Sastra. (Jakarta : Intermasa, 1989), h. 139

    20

    Ali Imron Al-da, Farida Nugrahani. Op.Cit. h. 92 – 93.

    21 Sony Sukmawan . Menyemai Benih Cinta Sastra. (Malang : UB Press, 2015), h. 131

    22

    Burhan Nurgiyantoro. Op.Cit. h. 176

  • 17

    dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, itu pun

    dalam porsi relatif pendek biasanya disebut dengan tokoh

    tambahan (peripheral character).23

    b) Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam

    tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Altenbernd dan

    lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, tokoh protagonis adalah

    tokoh yang dikagumi (yang biasa disebut dengan hero) tokoh

    merupakan cerminan norma-norma atau nilai-nilai, yang ideal

    bagi kita. Sedangkan tokoh yang menjadi penyebab terjadinya

    konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh yang sifatnya

    beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun

    tak langsung, bersifat fisik ataupun batin.24

    c) Dilihat dari perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke

    dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh

    kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).

    Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang

    hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak

    yang tertentu saja. Sedangkan tokoh komplek atau tokoh bulat

    biasanya cenderung sulit untuk dipahami karena tokoh tersebut

    kemungkinan memiliki beberapa kepribadiannya yang

    diungkap berdasarkan sisi kehidupan kepribadiannya dan jati

    dirinya. Tokoh kompleks biasanya lebih sulit dipahami, terasa

    kurang familier karena yang ditampilkan adalah tokoh-tokoh

    yang kurang akrab dan kurang dikenal sebelumnya. Tingkah

    lakunya sering tak terduga dan memberikan efek kejutan pada

    pembaca.25

    23 Ibid. h. 176

    24

    Ibid. h. 178-179

    25

    Ibid. h. 181-183

  • 18

    d) Dilihat dari berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh

    cerita dalam sebuah cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat

    dibedakan ke dalam tokoh statis (static character) dan tokoh

    berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh

    cerita yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan

    pada perwataknnya, apapun peristiwa yang terjadi. Sedangkan

    tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami

    perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan

    perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.26

    e) Dilihat dari kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap

    sekelompok manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat

    dibedakan ke dalam tokoh tipikal (typical character) dan tokoh

    netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah tokoh yang

    hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih

    banyak ditonjolkan kualitasnya yang lebih bersifat mewakili.

    Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi

    demi cerita itu sendiri. Tokoh netral merupakan tokoh imajiner

    yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Tokoh

    netral hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita atau

    bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita.27

    c. Plot

    Banyak dari sebagian orang menyamakan plot dengan cerita,

    meskipun mereka adalah satu kesatuan dalam jalannya sebuah cerita,

    tetapi plot dengan cerita memiliki perbedaan. Jika plot adalah

    rangkaian peristiwa yang terikat hubungan sebab – akibat, sedangkan

    cerita merupakan sebuah peristiwa yang diikuti dengan peristiwa lain,

    26 Ibid. h. 188

    27

    Ibid. h. 190-191

  • 19

    lalu diikuti dengan peristiwa lain dan seterusnya.28

    Pada hakikatnya,

    plot berada di dalam sebuah peristiwa yang menuntun jalannya cerita

    menjadi sebuah rangkaian yang indah dan saling berhubungan.

    Aristoteles mengemukakan, dalam tragedi action (tindakan) yang

    terpenting, bukan character (watak).

    Efek tragedi dihasilkan oleh aksi plotnya dan untuk

    menghasilkan efek yang baik plot harus mempunyai

    memenuhi empat syarat utama, yang dalam terjemahan

    Inggris disebut order berarti urutan dan aturan,

    urutannya aksi harus teratur, harus menunjukkan

    konsekuensi dan konsistensi yang masuk akal, terutama

    harus ada awal pertengahan, dan akhir yang tidak

    sembarangan. Lalu Amplitude atau complexity, berarti

    luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya harus

    cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa

    yang masuk akal ataupun yang harus ada untuk

    menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib butuk

    atau sebaliknya. Unity berarti semua unsur dalam plot

    harus ada, tak mungkin tiada, dan tidak bisa bertukar

    tempat tanpa mengacaukan ataupun membinasakan

    keseluruhannya. Dan yang terakhir connection atau

    coherence berarti sastrawan tidak bertugas untuk

    menyebut hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi, tetapi

    hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka

    keseluruhan plot itu. 29

    Rimmon-Kenan dalam Irsyad Ridho mengatakan bahwa ringkasan

    peristiwa dalam sebuah riwayat saling berhubungan atau terangkai

    satu sama lain, dilihat berdasarkan kaidah urutan waktu (temporal

    succession) dan hubungan sebab – akibat (causality.)30

    Dalam Alfian

    Rokhmansyah Stanton mengemukakan alur adalah cerita yang berisi

    28 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset. (Malang : UB

    Press, 2017.) h. 136

    29 A.Teeuw. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1984), h 121

    30

    Irsyad Ridho. Kajian Cerita : dari Roman ke Horor. (Yogyakarta : Jualbukusastra, 2018), h. 61

  • 20

    urutan kejadian yang setiap kejadiannya dihubungkan secara sebab

    akibat berdasarkan peristiwa satu dan lainnya.31

    d. Latar

    Setting diartikan sebagai latar cerita dan memberi batasan sebagai latar

    peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun

    peristiwa, serta memiliki fungsi fiskal dan fungsi psikologis.32

    Sebuah

    peristiwa dalam sebuah kejadian tentulah terjadi pada satu waktu atau

    rentang waktu tertentu atau pada suatu tempat tertentu. Dalam sebuah

    kisahan, segala keterangan waktu, ruang dan suasana membentuk

    sebuah latar cerita.33

    Secara umum, latar terbagi dalam empat hal, yakni latar tempat dilihat

    berdasarkan peristiwa itu terjadi. Latar waktu dilihat berdasarkan

    kapan peristiwa itu terjadi. Latar sosial dilihat berdasarkan keadaan

    adat istiadat, norma, dan lainnya. Latar suasana dilihat berdasarkan

    suasana lahir dan batin tokoh dalam cerita.34

    e. Sudut Pandang

    Sudut pandang atau disebut pula titik pandang yang memiliki

    hubungan antara pengarang dengan karangannya. Sudut pandang

    dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana fungsi seorang

    pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian

    langsung dalam seluruh rangkaian kejadian (sebagai participant), atau

    pengamat (observer) terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak-

    tanduk dalam narasi.35

    31 Alfian Rokhmansyah. Studi dan Pengkajian Sastra : Perkenalan Awal terhadap Ilmu Sastra.

    (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), h. 34

    32

    Wahyudin Siswanto. Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Grasindo, 2008.) h. 149 33 Panuti Sudjiman. Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1988), h. 44

    34 Emzir, Saifur Rohman, Andri Wicaksono. Tentang Sastra : Orkestrasi dan Pembelajarannya.

    (Yogyakarta : Gardhiwacana, 2014.) h. 253

    35

    Warisman. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. (Malang : UB Press, 2016.) h.

    121

  • 21

    Seorang pengarang dalam karyanya, memiliki posisi sebagai yang

    berhak menentukan jalan ceritanya lewat sudut pandang atau point of

    view yang diceritakan, seperti berperan langsung sebagai orang

    pertama atau hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai

    pengamat.

    a) Berperan langsung sebagai orang pertama (sebagai tokoh yang

    terlibat dalam cerita yang bersangkutan). Pengarang yang

    menggunakan istilah aku pada jaln ceritanya berarti secara

    tidak langsung ia menjadi tokoh di dalam cerita tersebut.36

    Seorang pencerita dapat mengambil bagian dalam cerita

    sebagai seorang tokoh atau bisa disebut dengan pencerita intern

    atau juga yang biasa ditampilkan sebagai orang pertama

    (Aku).37

    Jadi dalam hal tersebut, pengarang menjadi tokoh

    utamanya dengan menggunakan sudut pandang atau cara

    bercerita orang pertama.

    b) Sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat,

    pengarang biasanya menggunakan kata ia, dia atau nama

    orang. Pengarang seakan-akan berdiri di luar pagar. Pengarang

    tidak memegang peranan apa pun. Ia hanya menceritakan apa

    yang terjadi di antara tokoh-tokoh cerita yang dikarangnya.38

    Dalam Luxemburg pencerita seperti ini disebut sebagai

    pencerita ekstern.39

    f. Gaya Bahasa

    Hakikat bahasa sastra adalah konotatif. Dalam karya sastra, digunakan

    bahasa yang berbeda dengan karya non-fiksi. Penggunaan kiasan,

    perbandingan, atau persamaan biasanya untuk menciptakan efek

    36 E.Kosassih. Op.Cit. h. 62

    37

    Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. Op.Cit. h. 117

    38

    E.Kosasih. Op.Cit. h. 63

    39

    Jan Van Luxemburg, Mieke Bal Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. Op.Cit. h. 117

  • 22

    estetis daalam sebuah karya sastra.40

    Slamet Mujana mengatakan gaya

    bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang

    timbul atau hidup dalam hati penulis yang dapat menimbulkan suatu

    perasaan tertentu juga di hati pembaca.41

    Gaya bahasa dalam setiap

    karya sastra biasanya ditentukan oleh siapa yang mengarangnya.

    Setiap pengarang memiliki gaya penulisannya masing-masing pada

    setiap karyanya. Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata

    yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat

    konotatif, sedangkan kalimat-kalimatnya menunjukkan adanya variasi

    dan harmoni sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan

    makna tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas,

    seperti majas kata, majas kalimat, majas pikiran, dan majas bunyi.42

    g. Amanat

    Amanat merupakan ajaran moral atau pesan tersirat yang hendak

    disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Tidak

    jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam cerpen akan

    disimpan rapi dan disembunyikan pengrangnya dalam keseluruhan isi

    cerita. Oleh karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup dengan

    membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskannya

    sampai tuntas.43

    C. Hakikat Pembelajaran Sastra

    Praktik pembelajaran sastra di sekolah hingga kini tidak terlalu

    mengalami perubahan yang signifikan. Padahal pada hakikatnya, karya sastra

    40 Herman J. Waluyo. Pengkajian Cerita Fiksi. (Surakarta : Sebelas Maret University Press,

    1994.) h. 217 dan 220.

    41 Erna Waridah. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesia. (Jakarta : Kawan Pustaka, 2008), h. 322

    42 Wahyudi Siswanto. Op.Cit. h. 158-159.

    43 E.Kosasih. Op.Cit. h. 64

  • 23

    memiliki fungsi dulce at utile (indah dan berguna).44

    Karya sastra dikatakan

    bermanfaat karena di dalamnya terdapat pembelajaran yang dapat diambil

    mengenai pembelajaran hidup, sedangkan dikatakan indah, karena di

    dalamnya terdapat keindahan baik dari segi isinya dan gaya bahasa yang

    digunakan pengarangnya. Beberapa tahun terakhir, banyak para sastrawan

    yang membantu para pendidik dengan ikut turun ke sekolah-sekolah dan

    kampus-kampus untuk membantu memperkenalkan sastra di sekolah atau pun

    di kampus serta mengingatkan pentingnya membekali anak didik dengan

    wawasan tentang sastra yang memadai.45

    Keluhan-keluhan yang muncul mengenai tingkat apresiasi sastra para

    siswa menjadi bukti nyata ketidakberhasilan pembelajaran sastra selama ini.

    Ketidak berhasilan tersebut disebabkan oleh, kurangnya pengetahuan guru

    dalam bidang kesusastraan, terbatasnya buku bacaan yang dipakai untuk

    pembelajaran sastra di sekolah, rendahnya minat baca karya sastra pada

    siswa.46

    Perihal dalam pemilihan teks karya sastra yang akan dibahas,

    pendidik tidak boleh lupa bahwa sastra itu menghibur sekaligus menantang.

    Pendidik wajib tahu sebanyak mungkin karya sastra sehingga dapat memilih

    karya yang tepat dan dekat dengan peserta didik. Pendidik dianjurkan dapat

    memberikan karya sastra yang sudah dikuasai oleh dirinya sendiri agar

    memudahkan dalam penyampaian materi kepada peserta didik.47

    Pemberian pembelajaran sastra di sekolah diharapkan tidak hanya

    sebatas pada hanya pemberian teks sastra saja, tetapi pembelajaran sastra di

    sekolah harus mampu menumbuhkan kemampuan siswa untuk menilai,

    mengkritik kelebihan dan kekurangan teks sastra yang ada dan pada akhirnya,

    44 Riris K. Toha-Sarumpaet. Sastra Masuk Sekolah. (Magelang : Indonesia Tera, 2002), h. 54

    45

    Ibid. h. 9

    46 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset. (Malang : UB

    Press, 2017), h. 7

    47

    Sapardi Djoko Darmono, Riris K. Toha-Sarumpaet. Susastra 5 Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 37 – 38

  • 24

    siswa diharapkan dapat menghasilkan sesuatu teks yang bermutu.48

    Sastra

    sebagai sarana pendidikan informal dapat memberikan pelajaran hidup dan

    memperkaya kehidupan pengalaman kita di dalam hubungan sosial

    bermasyarkat, dengan adanya karya sastra kita juga dianggap untuk

    mendorong terbentuknya sikap saling menghargai terhadap perbedaan yang

    ada.49

    Ada sejumlah hal yang dapat diidentifikasikan agar pembelajaran

    sastra benar-benar membuktikan “korelasi positif”-nya dengan bidang studi

    lain atau dalam skala besar. Pembelajaran sastra dapat memberikan

    sumbangannya yang bermakna strategis dalam konteks kebudayaan jika

    pembelajarannya dilakukan secara kreatif, bahan-bahan yang diberikan

    kepada siswa hendaknya berupa karya-karya yang dipradugakan dapat

    membuat mereka lebih kritis dan menjadi lebih peka terhadap beragamnya

    situasi kehidupan. 50

    Oleh karena itu, pembelajaran sastra dianggap penting

    sebagai alat untuk memperkenalkan siswa kepada dunia nyata melalui teks

    yang akan dianalisisnya.

    E. Penelitian Relevan

    Penelitian relevan adalah penelitian-penelitian yang memuat penelitian

    terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Penelitian-penelitian relevan

    yang dikumpulkan berdasarkan penelitian yang memiliki hubungan dengan

    objek penelitian yang akan diteliti, penelitian relevan yang pertama mengenai

    “Strategi Naratif dalam Penggambaran Konflik Ideologis pada Novel

    Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan.”51

    Penelitian ini berupa artikel

    jurnal yang ditulis oleh Hilda Septriani, Aquarini Priyatna, dan Amaliatun

    48 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset Op.cit. h. 8

    49

    Emzir, Saifur Rohman, Andri Wicaksono. Op.Cit. h. 14

    50 Riris K. Toha-Sarumpaet. Sastra Masuk Sekolah. (Magelang : Indonesia Tera, 2002.) h. 46 – 47

    51

    Hilda Septriani, Aquarini Priyatna, Amaliatun Saleha. Strategi Naratif dalam Penggambaran Konflik Ideologis pada Novel Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan.

    http://pustaka.unpad.ac.id/archives/161630, diakes pada tanggal 3 Januari 2019, pukul 19.00

    http://pustaka.unpad.ac.id/archives/161630

  • 25

    Saleha dalam Program Studi Magister Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya,

    Universitas Padjadjaran tahun 2017. Penelitian merupakan penelitian

    deskriptif kualitatif menggunakan teori Mieke Bal dan Fludernik, dengan hasil

    yang menunjukkan bahwa untuk menggambarkan konflik ideologis antara NU

    dan Muhammadiyah dalam novel digunakan strategi naratif melalui narator,

    fokalisasi, alur, dan latar.konflik ideologis muncul karena adanya

    ketidaksamaan praktik- praktik keagamaan yang dilakukan oleh para tokoh

    sebagai representasi anggota kelompok NU dan Muhammadiyah di dalam

    novel. Pada akhirnya, berbagai negosiasi ditampilkan dalam teks melalui

    representasi tokoh yang berafiliasi dengan NU dan Muhammadiyah untuk

    meredam konflik ideologis di antara keduanya. Persamaan penelitian relevan

    dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama

    menggunakan Novel Kambing dan Hujan dan membahas teknik pencerita.

    Perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang akan dilakukan

    adalah dari segi teori yang dipakai dalam penelitian.

    Penelitian relevan yang kedua berjudul, “Konflik Sosial dalam Novel

    Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan (Kajian Konflik Lewis A.

    Coser).”52

    Penelitian ini merupakan artikel jurnal yang dibuat oleh Esa Wahyu

    Setyo Linggar, mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

    Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini

    merupakan penelitian deskriptif kualitatif menggunakan kajian konflik Lewis

    A. Coser. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya konflik sosial pada novel

    Kambing & Hujan karya Mahfud Ikhwan. Konflik reaslistis disebabkan oleh

    perbedaan di antara kedua kelompok yang dianggap saling mengecewakan.

    Konflik nonrealistis yang terjadi dalam novel Kambing & Hujan berupa

    pengkambinghitaman kelompok guna meredakan ketegangan. Konflik in-

    52 Esa Wahyu Setyo Linggar. Konflik Sosial dalam Novel Kambing dan Hujan Karya Mahfud

    Ikhwan (Kajian Konflik Lewis A.

    Coser).http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/21393, diakses pada tanggal 3

    Januari 2019, pukul 19.05

    http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/21393

  • 26

    group terjadi pada diri sendiri, karena masing-masing pihak tidak ingin

    memberontak dan masih memikirkan kesatuan di antara mereka. Sedangkan

    konflik out-group yang terjadi dalam novel Kambing & Hujan disebabkan

    oleh kekecewaan atas dasar tuntutan-tuntutan yang tidak dipatuhi oleh

    sekelompok orang. Persamaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang akan

    dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama membahas Novel Kambing dan Hujan

    karya Mahfud Ikhwan. Perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang

    akan diteliti adalah dari segi subjek yang akan diteliti, penelitian ini membahas

    mengenai konflik sosial sedangkan peneliti akan membahas analisis fokalisasi dalam

    novel.

    Penelitian relevan yang ketiga berjudul, “Analisis Fokalisasi dalam

    Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos Karya Agus Noor.”53

    Penelitian tersebut berupa skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas

    Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Bahasa dan

    Sastra Indonesia bernama Muhammad Qhadafi tahun 2014. Penelitian ini

    bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis fokalisasi dalam cerpen

    “Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi Bening Seekor Kupu-

    kupu…”, mendeskripsikan keterkaitan fokalisasi dengan unsur-unsur intrinsik

    lainnya dalam cerpen “Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi

    Bening Seekor Kupu-kupu…”, dan fungsi pergantian fokalisasi pencerita

    dalam cerpen “Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi Bening

    Seekor Kupu-kupu…”.54

    Persamaan penelitian relevan ini dengan penelitian

    yang akan diteliti oleh peneliti adalah sama-sama membahas analisis

    fokalisasi. Sedangkan perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitan

    yang akan dilakukan oleh penelitia adalah objek yang akan ditelitinya, jika

    53 Muhammad Qhadafi. Analisis Fokalisasi dalam Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu

    Pos Karya Agus Noor. http://eprints.uny.ac.id/18005/, diakses pada tanggal 2 September 2018, pukul

    15.00

    http://eprints.uny.ac.id/18005/

  • 27

    penelitian relevan menggunakan cerpen karya Agus Noor maka peneliti akan

    menggunakan novel karya Mahfud Ikhwan.

    Dari ketiga penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan yang

    telah dipaparkan. Untuk itu, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul

    “Analisis Fokalisasi Tokoh Utama dalam Roman Kambing dan Hujan Karya Mahfud

    Ikhwan dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”.

  • BAB III

    PEMBAHASAN

    A. Biografi Mahfud Ikhwan

    Mahfud Ikhwan merupakan seorang penulis yang lahir pada tanggal 7 Mei

    1980 di Lamongan. Ia adalah mahasiswa lulusan UGM Jurusan Sastra Indonesia pada

    tahun 2003. Dia mengaku, pilihannya untuk kuliah di jurusan tersebut bukan semata-

    mata karena ingin menjadi seorang penulis. Melainkan karena dari ketiga jurusan

    yang dia pilih, pilihan terakhirlah yang diterima dalam UMPTN, yaitu jurusan Sastra

    Indonesia.1 Mahfud Ikhwan baru mengenal dunia sastra dan paham mengenai dunia

    tulis menulis pada saat dia masuk ke jurusan tersebut. Lahir di sebuah desa yang

    terpencil dan memiliki keluarga yang sederhana, membuat Mahfud Ikhwan tidak

    benar-benar mengerti apa itu dunia sastra, bagaimana cara menulis, dan pengarang-

    pengarang terkenal pada zamannya. Tapi keterbatasan itu, tidak membuat Mahfud

    Ikhwan merasa berkecil hati.

    Ayahnya adalah seorang guru di sebuah sekolah agama kecil di desanya.

    Minat baca ayahnya pun cukup baik untuk seseorang yang hanya lulusan SD. Ayah

    Mahfud sering membawa pulang beberapa buku cerita sumbangan dari pemerintah

    untuk perpustakaan sekolah tempat ayahnya mengajar, dari ayahnyalah ia mengenal

    Dzawawi Imron dan Darto Singo. Mahfud Ikhwan tidak mengetahui sebenarnya

    karya yang ia baca adalah karya yang berasal dari pengarang terkenal pada saat itu.

    Mahfud Ikhwan juga sangat menyukai olahraga terutama sepakbola, minat bacanya

    cukup tinggi terhadap tabloid yang berbau olahraga. Ketika Mahfud SMA, dia

    membeli tabloid olahraga bekas secara kiloan dan membaca seluruhnya ketika sedang

    liburan panjang. Bahkan jika pada saat itu ia diminta untuk menyebutkan dua klub

    1 Iqbal Aji Daryoni. Cerita Mahfud Ikhwan yang Pasti Tidak Kamu Ketahui.

    https://mojok.co/iad/esai/mahfud-ikhwan/, diakses pada tanggal 09 Desember 2019 pukul 19.00

    28

    https://mojok.co/iad/esai/mahfud-ikhwan/

  • 29

    terkenal asal Norwegia, mungkin dia bisa menyebutkan seluruh klub bola yang

    bermain di Liga Norwegia.2

    Mahfud Ikhwan tinggal di desa yang cukup kecil, sehingga membuat buku

    bacaan yang dia dapatkan pun benar-benar terbatas. Tidak seperti pengarang

    kebanyakan, ia senang mendengarkan sandiwara di radio dan kisah para Rasul dalam

    bentuk-bentuk komik atau dalam bentuk cerita. Ia juga seorang penyimak setia siaran

    ludruk di radio. Perjumpaannya dengan dunia fiksi dimulai dari Brama Kumbara dan

    Arya Kamandaru. Mahfud Ikhwan mengaku sangat menyukai hal-hal yang berbau

    story telling, apapun itu, dari yang ceritanya sangat baik hingga yang sangat buruk

    sekalipun. Ia juga mengungkapkan bahwa masih menonton gosip artis yang

    dianggapnya sebagai dosa yang menyenangkan, termasuk mendengarkan musik-

    musik cengeng dan membaca cerita-cerita yang dianggapnya receh.3

    Kepenulisannya dimulai, ketika ia menjadi mahasiswa di UGM. Ayahnya

    adalah salah satu orang yang sangat berpengaruh dalam pembuatan karya-karya yang

    ditulis olehnya. Mahfud Ikhwan banyak mendapatkan inspirasi untuk menulis berkat

    cerita yang diceritakan oleh ayahnya. Bukan hanya mendapatkan inispirasi menulis

    dari ayahnya, Mahfud Ikhwan juga terinspirasi dari beberapa penulis terkenal seperti

    Putu Wijaya, Yanusa Nugroho, Koesalah Soebagyo Toer, dan Kuntowijoyo.

    Mahfud Ikhwan menyukai dan meniru gaya Putu Wijaya dalam menulis

    dialognya yang pendek-pendek, beruntun, dan kadang berulang-ulang, sehingga tak

    lagi jelas siapa yang sedang berbicara. Kemudian buku dengan judul Menggemgam

    Petir karya Yanusa Nugroho merupakan salah satu buku kesukaan Mahfud Ikhwan

    2 Wa Ode Wulan Ratna. Pahlawan Menulis Mahfud Ikhwan.

    https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan, diakses pada 10

    Desember 2018, pukul 14.00

    3 Febrina Anindita. Wacana Kehidupan bersama Mahfud Ikhawan

    https://www.whiteboardjournal.com/interview/ideas/wacana-kehidupan-bersama-mahfud-ikhwan/,

    diakses pada 10 Desember 2018, pukul 14.00.

    https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwanhttps://www.whiteboardjournal.com/interview/ideas/wacana-kehidupan-bersama-mahfud-ikhwan/

  • 30

    yang juga mempengaruhi cerpen Mahfud di awal-awal kepenulisannya. 4 Adapun

    karya lain yang mempengaruhi kepenulisan Mahfud adalah Koesalah Soebagyo Toer

    dan Kuntowijoyo. Menurutnya, Kuntowijoyo menulis dengan cara sederhana, caranya

    menulis karya sastranya sama dengan caranya menulis esai-esai sejarah dan artikel-

    artikel keislamannya. Menurut Mahfud, Kuntowijoyo menulis seperti mendongeng

    dan pembaca sebagai penyimaknya. Setelah membaca bukunya yang berjudul

    Dilarang Mencintai Bunga-bunga, lalu novel Pasar dan mengkaji karya-karyanya,

    Mahfud mengubah cara menulisnya untuk seterusnya.

    Mahfud Ikhwan sangat menggemari musik dangdut dan film India. Kedua hal

    tersebut mempunyai peran besar dalam karyanya. Ia menganggap bahwa dengan film

    India dan musik dangdut akan membuat metafor yang keluar lebih terkesan alami dan

    mudah untuk dipahami, dibandingkan dengan para pengarang yang menciptakan latar

    pedesaan Indonesia terutama, tetapi terinspirasi dari musik Jazz atau kisah-kisah

    klasik Yunani. Hal ini sejalan dengan karya-karyanya yang berlatar belakang desa.

    Sepanjang karir mengarangnya, Mahfud Ikhwan telah menulis beberapa buku

    yang berjudul, Ulid Tak Ingin ke Malaysia (2009) yang ditulisnya selama enam tahun

    saat dia masih bekerja di sebuah penerbitan buku sekolah dan merupakan novel yang

    cukup berat ditulisnya karena harus menyisihkan waktunya di sela-sela kesibukannya.

    Selanjutnya dia menulis novel Lari, Gung! Lari (2011), Kambing dan Hujan (2015)

    karya yang membuat namanya diperbinangkan karena berhasil memenangkan

    Sayembara Novel DKJ 2014 dan mendapat penghargaan dari Badan Bahasa

    Kemendikbud RI untuk karya terbaik kategori novel. Mahfud Ikhwan juga

    menerbitkan kumpulan cerpennya yang berjudul Belajar Mencintai Kambing (2016),

    kemudian novelnya yang berjudul Dawuk : Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu (2017)

    berhasil memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, Mahfud Ikhwan mengaku

    4 Wa Ode Wulan Ratna. Pahlawan Menulis Mahfud Ikhwan.

    https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan, diakses pada 10

    Desember 2018, pukul 14.00

    https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan

  • 31

    bahwa Dawuk tidak digarapnya dengan serius seperti novel Ulid Tak Ingin ke

    Malaysia dan Kambing dan Hujan. Kambing dan Hujan menjadi salah satu novel

    yang dianggapnya berhasil setelah dia merasa kecewa dengan novel Ulid Tak Ingin ke

    Malaysia yang ditulisnya selama enam tahun pada saat masa-masa sulitnya.

    Selanjutnya Mahfud Ikhwan juga menerbitkan kumpulan esai-esai film yang berjudul

    Aku dan Film India Melawan Dunia (2017) sebanyak dua jilid dan kumpulan tulisan

    mengenai sepak bola yang berjudul Dari Kekalahan ke Kematian (2018).

    B. Gambaran singkat roman Kambing dan Hujan

    Kambing dan Hujan merupakan roman karya Mahfud Ikhwan yang

    menceritakan tentang dua anak muda yang berniat untuk bersama dalam tahap

    pernikahan tetapi terhalang oleh perbedaan ideologi keluarganya. Cerita dimulai saat

    Fauzia tengah menunggu Mif datang dan hendak pergi ke suatu tempat yang jauh

    untuk menghindari keluarga mereka, karena tekanan yang diberikan keluarganya.

    Namun, Mif menolak dan memilih untuk tetap tinggal serta menghadapi rintangan

    yang ada di depan mereka.

    Roman ini terdiri dari empat bab, di bab pertama permulaan kisah dimulai

    oleh pencerita yang menceritakan pelarian Fauzia dan Mif yang gagal di sebuah

    terminal. Mif dan Fauzia yang hendak menikah menyampaikan keinginan mereka

    kepada masing-masing keluarganya. Namun karena Mif adalah anak dari Centong

    Utara dan Fauzia anak dari Centong Selatan, mereka pun tidak bisa bersama. Mif

    adalah putra pertama dari seorang tetua di Centong Utara yang bernama Pak Kandar.

    Sedangkan Fauzia adalah putri bungsu dari seorang tetua di Centong Selatan. Kedua

    orang tua mereka memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam pendirian adanya kedua

    organisasi di Centong yang membuat Centong memiliki dua masjid dengan ideologi

    yang berbeda.

    Saat Mif dan Fauzia akan meminta restu kepada orang tua mereka, Mif dan

    Fauzia malah mendapatkan cerita lain mengenai sejarah dua orang sahabat karib dan

  • 32

    perkembangan Islam di Centong yang berpengaruh pada alasan kenapa Mif dan

    Fauzia tidak bisa bersama. Mif dan Fauzia baru menyadari ternyata kedua ayah

    mereka dahulu adalah seorang sahabat dekat yang saling mengagumi satu sama lain.

    Pak Kandar dan Pak Fauzan adalah dua orang kawan lama. Namun, karena keduanya

    memiliki pemahaman ideologi yang berbeda, Pak Kandar dengan ideologi pembaharu

    (Muhamadiyah) dan Pak Fauzan dengan ideologi konvensional (Nahdatul Ulama)

    keduanya saling berselisih paham karena golongan masing-masing.

    Pak Kandar dan Pak Fauzan juga memiliki konflik yang lain yang

    berhubungan dengan wanita. Pak Kandar yang dulunya menyukai seorang gadis

    bernama Yatun, dinikahi oleh Pak Fauzan dan membuat hubungan mereka juga

    sedikit renggang. Saat Pak Fauzan ingin memperbaiki hubungan keduanya dengan

    mengajak Pak Kandar untuk mengajar di sekolah yang dibangun di Selatan, Pak

    Kandar pun menolak dan mendirikan sekolah sendiri di Utara. Pak Fauzan pun masih

    berniat untuk ingin memperbaiki semuanya dengan menolong putra pertama Pak

    Kandar yang sedang jatuh sakit untuk dibawa ke rumah sakit yang lebih layak.

    Namun, Pak Kandar lagi-lagi menolak bantuannya dan mengakibatkan anaknya

    meninggal. Pak Fauzan pun sangat terpukul karena saat itu ia belum diberikan

    keturunan dan menganggap anak Pak Kandar seperti anaknya sendiri.

    Penolakan pun datang dari kakak Fauzia, Fuad yang ingin menjodohkan

    Fauzia dengan teman pesantrennya. Namun, Fauzia menolaknya dan berniat kabur

    dengan Mif. Begitu pun dengan Mif, yang juga akan dijodohkan oleh cucunya Mbah

    Guru Mahmud, guru dari Pak Kandar waktu masih kecil. Namun Mif menolaknya

    karena sudah memiliki Fauzia. Ketegangan pun muncul ketika Fuad dan Mif

    dipertemukan dalam satu rapat di balai desa yang mengakibatkan mereka berkelahi.

    Pak Kandar dan Pak Fauzan pun dipanggil oleh Pak Anwar yang mereka hormati

    untuk membicarakan perihal Fuad dan Mif yang berkelahi karena keegoisan

    bapaknya masing-masing. Akhirnya, Pak Kandar dan Pak Fauzan pun menyelsaikan

    masalah mereka dengan berbicara di Gumuk Genjik tempat mereka bermain waktu

  • 33

    kecil. Setelah membicarakan banyak hal yang selama ini membuat kesalahpahaman,

    Pak Kandar dan Pak Fauzan pun sepakat untuk membiarkan Mif dan Fauzia menikah.

    C. Unsur-unsur Intrinsik

    1. Tema

    Tema adalah makna yang disampaikan dalam sebuah cerita dan terikat

    dengan unsur-unsur pembangun cerita lainnya. Hadirnya tema, membantu

    pembaca untuk menerima pesan yang disampaikan oleh pengarang lewat

    karyanya. Roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan bertemakan

    kisah percintaan dua anak remaja yang terhalang oleh perbedaan ideologi

    kedua keluarga.

    Aku didatangi keponakan-keponakanku. Mereka bersemangat

    berbagi tentang rencana-rencana yang mereka susun berdua,

    tetapi sekaligus begitu putus asa karena rencana-rencana itu

    membentur tembok masa lalu yang dibangun bapak-bapaknya.5

    Kutipan di atas merupakan penggalan cerita dari seorang tokoh bernama

    Anwar, Pakde dari Fauzia yang didatangi oleh tokoh utama Mif dan Fauzia.

    Kisah Mif dan Fauzia tidak bisa bersama menjadi dasar atas cerita lainnya.

    Keinginan keduanya untuk menikah terhalang tembok masa lalu yang

    dibangun oleh ayah mereka. Sebagaimana tampak dalam kutipan di bawah ini

    ―Karena mengaji di masjid yang berbeda, sekolah di tempat

    yang berbeda, diajari hafalan dan bacaan shalat yang sedikit

    berbeda [yang satu ‗ushalli‘, satunya lagi pakai ‗allahuma bait‘;

    satunya pakai ‗syayyidina‘ saat tasyahud, satunya tidak], diajari

    renik-renik rukun dan syarat puasa yang mungkin juga tak

    sama, sangat mungkin keduanya akan jadi orang-orang dewasa

    yang berbeda. Dan, apa salahnya berbeda? Tuhan menciptakan

    makhluk juga berbeda-beda. Manusia juga berbeda-beda; beda

    rupa, suku, golongan, bahasa. Jadi, tidak ada yang salah menjadi

    berbeda. Dan, mereka memang menjadi dua orang yang

    berbeda. Tapi, karena apa yang kalian lakukan---atau apa yang

    5 Mahfud Ikhwan.. Kambing dan Hujan. (Yogyakarta : PT Bentang Pustaka, 2018). h. 344

  • 34

    kalian tidak lakukan---anak-anak kalian jadi dua orang yang

    berbeda sekaligus saling ingin melenyapkan.‖6

    Kutipan di atas menjabarkan perbedaan yang menghalangi pernikahan Mif

    dan Fauzia. Perbedaan di atas seharusnya tidak menjadi alasan agar Mif dan

    Fauzia berpisah, karena mereka menyembah Tuhan yang sama dan ajaran

    yang sama. Kambing dan hujan adalah simbol dari cerminan Fauzia dan Mif.

    Mif dan Fauzia diibaratkan sebagai kambing yang tidak bisa bersama

    dikarenakan rintangan dari perbedaan ideologi agama keluarga masing-

    masing yang diibaratkan bagai hujan. Meskipun Mif dan Fauzia pada

    akhirnya dapat menjalin hubungan mereka sampai ke jenjang pernikahan,

    tetapi tetap kedua belah pihak keluarga mereka masih tidak bisa bersatu

    seperti kambing dan hujan.

    2. Tokoh dan Penokohan

    Tokoh dalam sebuah cerita adalah seorang pelaku yang bertugas

    menggambarkan jalannya cerita. Pengarang biasanya menciptakan sebuah

    tokoh dengan mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya ada atau tidak,

    seperti adanya tokoh utama dan tokoh sentral. Kemudian, pengarang

    memberikan karakter atau watak untuk memperkuat tokoh. Tokoh dan

    penokohan menjadi salah satu hal yang penting karena perannya dalam cerita

    untuk menyampaikan pesan yang akan diberikan pengarang.

    Novel pada umumnya memiliki banyak tokoh untuk memperkuat peristiwa-

    peristiwa yang terjadi di dalam kisahannya. Tokoh utama dalam novel ini

    adalah, Miftahul Abrar, Nurul Fauzia, Pak Fauzan atau Mat atau Moek, dan

    Pak Iskandar atau Pak Kandar atau Is. Keempatnya memiliki porsi yang sama

    penting dalam cerita Kambing dan Hujan. Sedangkan tokoh tambahan lainnya

    yang tak kalah penting lainnya seperti, Cak Ali, Ali Qomarulaeli, dan Fuad.

    6 Ibid. h. 343

  • 35

    a. Miftahul Abrar

    Miftahul Abrar atau biasa dipanggil Mif adalah putra dari Pak

    Kandar yang berasal dari Centong Utara. Mif adalah seorang pria muda

    yang pintar dan berpikiran modern. Sebagaimana dalam kutipan berikut

    ―Kami akan mengusahakannya, Pak!‖ Seorang anggota

    panitia memberanikan diri menyela.

    Pak Suyudi terbahak. ―Kalian? Jika kami saja yang pada ‘60-

    an kewalahan, apa kebisaan anak-anak sekarang?‖

    ―Jika generasi Paklik Suyudi dulu kewalahan, bukan berarti

    generasi sekrang juga demikian,‖ potong Mif.

    Pak Suyudi memelotot. ―Kau harus tau, Mif, salah seorang

    anggota generasi yang kau remehkan itu adalah bapakmu!‖

    ―Saya justru sedang belajar dari generasi masa itu untuk tidak

    menganggap semua omongan orang tua harus diturutkan.‖7

    Kutipan di atas adalah memperlihatkan ciri-ciri Mif secara

    fisiologis yang digolongkan sebagai ‗anak zaman sekarang,‘ Mif juga

    berani mengeluarkan argumennya kepada para tetua yang dianggapnya

    terlalu kolot menganggap bahwa anak muda zaman sekarang tidak bisa

    apa-apa.

    Mif adalah seorang sarjana sejarah di salah satu Universitas di

    daerah Yogyakarta. Selepas lulus, Mif bekerja sebagai editor di sebuah

    penerbit di Jogja. Mif tergolong remaja yang pintar, dia dididik oleh

    ayahnya untuk menerima ilmu dari berbagai macam sumber.

    ―Profil editor: Miftahul Abrar lulus S-1 Jurusan

    Sejarah tahun 2005 dengan skripsi berjudul ‗Lakon

    Rakyat: Perjalanan Hidup Tarli Kentrung dan Lakon-

    Lakon Ketoprak yang Ditulisnya‘, yang berkisah

    tentang seorang seniman ketoprak yang dijebloskan

    7Ibid. h. 334

  • 36

    ke tahanan oleh Orde Baru karena dituduh terlibat

    PKI.‖8

    Kepintaran Mif bahkan terdengar hingga ke Centong Selatan dan

    sampai juga ditelinga Fauzia. Sebagaimana dalam kutipan berikut

    ―Miftah?‖ Nama itu rupanya adalah kata kunci yang

    sedang dicari ingatan Fauzia. Benar. Ini Mif. Anak

    Utara. Tepatnya, anak Utara yang katanya paling

    pintar.9

    Kepintaran Mif membuatnya dipercaya mewakili para pemuda

    karang taruna, untuk berbicara kepada para tetua agar mengizinkan

    acara campursari di kampung mereka, yang selama ini ditentang dan

    mendapatkan jalan buntu. Meski anak Muhamadiyah, Mif

    mempelajari banyak hal salah satunya Arab gundul, tak heran jika ia

    mampu membaca arab gundul dengan baik. Hal tersebut tampak dalam

    kutipan berikut

    ―Ya, aku juga tak masalah kok punya menantu tak bisa

    baca kitab kuning.‖

    ―Enak saja! Ia sudah bisa baca Arab gundul sejak kelas

    4 ibtidaiyah.‖10

    Kutipan di atas adalah percakapan antara Pak Fauzan dan Pak

    Kandar ketika hendak menyetuji Mif dan Fauzia untuk menikah. Mif

    adalah pemuda yang tidak pantang menyerah. Meskipun dia tahu

    bahwa yang sedang dia hadapi adalah masalah yang cukup pelik, Mif

    tidak pernah putus asa mencari cara untuk men