narasi nu dan muhammadiyah dalam roman...
TRANSCRIPT
-
NARASI NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM ROMAN KAMBING DAN
HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH
Skripsi
Ditujukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Dwina Dian Putri
11140130000027
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
-
I,EMBAR PI]NGESAHAN SKRIPSI
NARASI NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM ROMAN r,1,118INC DAN HU.lAt*
KAI{YA MAHI'UI} IKHWAN DAN INIPLIKASTNYA TERIIADAP
PENIBEI,AJARAN SASTR{ DI SEKOLAIT
Skripsi
Diajukan kepada fakullas llmu Iarbi]ah dan Keguruan
untuk N4cmcnuhi Salah Satu Slarat Mcncapai Gclar Sarjarra Pcndidikan
Disusun Oleh:
Dwina Dian l'utriNlNl 1 401i0000027
Menges{hkan,
Novi Diah Harvanti. M.Hum.NIP t984tI26 20 t50',1 2007
.IURUSAN PENDIDIKAN BAHASA I)AN SASTRA INDONESIA
I,'AKULTAS ILIlU 'IARBIYAH DAN KEGURTJAN
TJIN SYAttI}' HIDAYATULLAH
.IAKARTA
2019
-
LEMBAR PEN(;ESAHAN PENGUJI
Skripsi berjudul Narasi NtI dan Muhamadil-ah dalam Roman Kambing dan llujan Karya
Mahmud Ikhrran dan tmplik{sinya terhadap Pembelaiaran Sastra di Sekolah disusuD oleh.
DWINA DIAN PUTRI. Nonror lnduk Mahasiswa I11401i0000027. diaiukan kcpada lakultas
Ilmu Tarbit,ah dan Kcguruan Lllh'Syarilllida)atullah.lakana dan telah dii)alakan lLrlus dalam
ujian i\4unaqasah pada tan8sal l5 Nlei 2019 dihadapan dcwan pcnguii. Oleh karena itu, penulis
berhak mcmpcroleh gclar Sarjana S-1 (S.Pd) dalem bidang I'cndidikan Bahasa dan Sastra
lndonesia.
Jakurta. l5 Mei 2019Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
Ketua l'anitian (Kclua Jurusan, l)rodi)
Dr. NlAkYun Subuki. M.HunrNip. 191300305200901 I 015
Sekertaris .lurusan
Novi Diah Hananti. \I.lIunr
Nip. 198.11 I26 201501 2007
PengLlii I
Rosida Lrowati. M,Hunr\ip. 19771030 200lt0l 2
Penguji Il
^.hmad Bahtiar. M.Hum
Nip. 197601l8 200911 I 1)r)l
'?.!l.Jl*,t
\2.1p.l.?bt9
*/o* '''
'.'.lp.1lw,t
Tanda ,angan
Mengetahui,
! Tarbiyah den Kcguruan
3r9 r9980i 2 00r
,,(*;':,
-
KEMfNTfIiIAN ACANIAT]IN JAKARTAFITK
roRM(FR)
No.llo\unrcn : I: rl K-l:R-,\KD-0u9TBI- Terbit : I Marct 20 t0No ReYisi: : 0lH.i tlt
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bcrtanda tangan di bawzrh irti.
Nama
I cmpat,/Tgl.Lahir
Nllvl
.lurusan/Prodi
Judul Skripsi
l)uina Dian Pulri
Jakarta. 09 Juli 1996
1 I 140130000()27
Pcndidikan Bahasa clan Saslra hrdonesia
"Narasi NU dan Muhammadiyah dalarn RomanKumhing dan HujLln Kat,\a Mahlud Ikhwan dan
Dosen Pcnrbimbing
lmplikusinla terhadap Pembelajaran Sastra di Sckolah."
: Novi Diah llaryanti. M.l luln
dengan ini men-'. atakan bahrra skripsi ,rang sala bual bmar'benar hasil karya sendiri
dan sa)a bertanggung.ja*ab secara akademis atas apa )ang saya iulis-
Pern)ataan inidibuat scbagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasvah.
.lakarta- 02 Mei 2019
NIM I I 1,101]0000027
-
i
ABSTRAK
Dwina Dian Putri, NIM : 11140130000027. Narasi NU dan Muhamadiyah dalam
Roman Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.
Latar belakang penelitian ini adalah untuk mengetahui narasi dalam strategi
penceritaan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk 1)
mendeskripsikan teknik fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan karya Mahfud
Ikhwan, 2) mendeskripsikan implikasi analisis fokalisasi roman Kambing dan Hujan
karya Mahfud Ikhwan terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Adapun di dalamnya
terdapat analisis unsur instrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, latar, plot, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat tujuan
dari fokalisasi yang digunakan oleh Mahfud Ikhwan dalam strategi penceritaannya.
Teknik fokalisasi yang digunakan Mahfud Ikhwan menunjukkan adanya cerita
berbingkai dalam roman yang terlihat dari para tokoh utamanya, menarasikan konflik
yang mempengaruhi kisahannya membantu membangun konflik yang tidak memihak.
Pada pembelajaran sastra di sekolah, roman ini menjadi media yang dapat
diimplikasikan ke dalam pembelajaran mengenai analisis unsur pembangun pada teks
sastra.
Kata Kunci : Narasi, Fokalisasi, roman Kambing dan Hujan, Mahfud Ikhwan
-
ii
ABSTRACT
Dwina Dian Putri, NIM : 11140130000027. Narrative of NU and Muhamadiyah in
Roman Kambing dan Hujan by Mahfud Ikhwan and Its Implications for Literary
Learning in Schools. Indonesian Language and Literature Education Department,
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum
The background of this research is to study the narrative in the strategy of telling
Mahfud Ikhwan's Goat and Rain romance and its Implications for Literature Learning
in Schools. This study aims to 1) describe the focalisation technique in Goat and Rain
romance by Mahfud Ikhwan, 2) describe the implications of the focalisation analysis
of Mahfud Ikhwan's Goat and Rain romance on literary learning in schools. The
method used in this study is descriptive qualitative. There are several analyzes,
including themes, characters and characterizations, background, plot, point of view,
language style, and mandate. The results of this study show the results of the
focalisation used by Mahfud Ikhwan in his storytelling strategy. The focalisation
technique used by Mahfud Ikhwan shows the existence of framed stories in the
romance seen from supporting figures, narrating conflicts that affect their gathering,
helping to build impartial conflicts. In literary learning in schools, this novel becomes
a medium that can be implicated in learning about analysis without constructors in
literary texts.
Keywords: Narration, focalization, roman Kambing dan Hujan, Mahfud Ikhwan
-
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Fokalisasi Tokoh Utama
dalam Roman Kambing dan Hujan Karya Mahmud Ikhwan dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.” Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini banyak membutuhkan bantuan, saran, masukan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Berkat bantuan mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
disusun guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada.
1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta;
3. Toto Edidarmo, MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Novi Diah Haryanti, M. Hum., sebagai dosen pembimbing yang setia
membimbing dari bukan apa-apa menjadi apa-apa dan yang selalu setia
memberi semangat serta motivasi kepada penulis;
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu selama
perkuliahan;
-
iv
6. Teman-teman satu bimbingan Shabrina Maulida dan Dwi Noviyanti, yang
sangat setia membantu dalam perwujudan skripsi ini serta menjadi pendengar
keluh kesah penulis;
7. Ghina Octaviana, teman diskusi terbaik penulis di kala skripsi sudah hilang
arah, terimakasih atas sarannya selama ini;
8. Teman-teman sepermainan dan seperkumpulan Eka Restu Kamilatul Huda,
Cahaya Syifa Farhannah, Sri Ayu Kusumaningsih, Maratun Nafisa, dan Luthfi
Agustina. Terimakasih yang sangat banyak atas batuan selama penulis
berkuliah dari semester satu hingga saat ini. You rock guys!;
9. Kamiliani Fajriati Maulidia yang selalu setia menjadi penghibur di kala sedang
patah hati;
10. Rahmadini Istiqomah dan Ummu Salma Al-Wahidah beserta tim hore dalam
Grup Tarik Kolot, teman setia yang selalu menghantui dan menanyakan kabar
skripsi penulis
11. Teman-teman seperjuangan PBSI 2014 khususnya PBSI kelas A, terimakasih
atas waktu yang telah kalian bagi bersama penulis;
12. Terakhir, terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Siti Nurbayah dan Bapak
Muryadi yang telah melahirkan dan mendidik saya hingga seperti sekarang.
“Pak, Mah, anakmu sarjana!” serta untuk kakak tercinta, Indra Yahdi Putra,
atas semangat yang telah diberikan selama ini dan juga tidak mendesak sang
adik untuk segera cepat lulus.
Terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan
mohon maaf sekali tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Tanpa kalian
penulis bukan apa-apa.
Depok, 27 April 2019
Dwina Dian Putri
Penulis
-
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ………………………………………………………………….. i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. viii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... …. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………..... 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………………… 5
C. Batasan Masalah ……………………………………………………….. 5
D. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 6
E. Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6
F. Manfaat Penelitian …………………………………………………….. 6
1. Bagi Peneliti …………………………………………………….… 6
2. Bagi Pembaca ………………………………………………….…. 7
G. Metodologi Penelitian …………………………………………………. 8
1. Sumber Data ……………………………………………………… 8
2. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….. 9
3. Teknik Analisis Data ……………………………………………... 10
BAB II KAJIAN TEORETIS …………………………………………………… 11
A. Fokalisasi ………………………………………………………………. 11
B. Teks Naratif ……………………………………………………………. 13
a. Tema ………………………………………………………………. 15
-
vi
b. Tokoh dan Penokohan ………………………………………………. 16
c. Plot ………………………………………………………………….. 18
d. Latar ………………………………………………………………… 20
e. Sudut Pandang ……………………………………………………… 20
f. Gaya Bahasa …………………………….………………………….. 21
g. Amanat ……………………………………………………………... 22
C. Hakikat Pembelajaran Sastra …………………………………………… 22
D. Penelitian Relevan ……………………………………………………… 24
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………… 28
A. Biografi Mahfud Ikhwan ………………………………………………. 28
B. Gambaran Singkat Roman Kambing dan Hujan ………………………. 31
C. Unsur-unsur Intrinsik ………………………………………………….. 33
1. Tema …………………………………………………………….. 33
2. Tokoh dan Penokohan …………………………………………... 34
3. Latar …………………………………………………………….. 50
4. Plot ………………………………………………………………. 61
5. Sudut Pandang …………………………………………………… 66
6. Amanat ………………………………………………………….. 69
7. Gaya Bahasa …………………………………………………….. 70
D. Narasi NU dan Muhammadiyah dalam Roman Kambing dan Hujan …. 72
E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah …………….… 93
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………........ 97
A. Simpulan ……………………………………………………………. 97
B. Saran ………………………………………………………………... 98
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 99
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
PROFIL PENULIS
-
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 ……………………………………………………………………… 62
Tabel 3.2 Fokalisasi BAB I ……………..………………………………………. 89
Tabel 3.3 Fokalisasi BAB II …………………………………………………….. 90
Tabel 3.4 Fokalisasi BAB III ……………………………………………………. 90
Tabel 3.5 Fokalisasi BAB IV ……………………………………………………. 91
Tabel 3.6 …………………………………………………………………………. 92
-
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 ……………………………………………………………………… 65
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cerita merupakan sebuah peristiwa yang diikuti oleh kumpulan peristiwa
lainnya, yang terikat dengan hubungan sebab akibat. Cerita juga dapat didefinisikan
sebagai peristiwa-peristiwa naratif yang tersusun dalam urutan waktu. Peristiwa
naratif biasanya disajikan dengan cara tertentu oleh pengarangnya, maka dari itu
setiap cerita akan terlihat hubungan antara unsur-unsur peristiwanya dan visi yang
dituliskan oleh pengarangnya dalam cerita. Froster pernah berpendapat aspek yang
paling mendasar dalam sebuah novel adalah aspek penceritaannya.1 A story, whether
told in prose or verse, involving events, characters, and what the characters say and
do … are explicit narratives that are told by a narrator.2
Narator dalam sebuah cerita bukanlah seorang pengarang, narator merupakan
sosok fiksional yang dibuat oleh pengarang itu sendiri untuk bercerita. Dalam segi
penceritaan, ada yang disebut dengan narator dan ada yang disebut dengan fokalisasi.
Fokalisasi merupakan nama lain dari sudut pandang. Sudut pandang adalah perspektif
yang digunakan seorang narator dalam segi penceritaannya. Setiap pengarang
memiliki ciri khas masing-masing dalam segi penceritaannya yang berhubungan
dengan tema dalam cerita. Beberapa pengarang ada yang menggunakan strategi
penceritaan untuk menarik pembacanya untuk setia membaca novelnya hingga
selesai.
1 Warisman. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. (Malang : UB Press, 2016.) h, 116
2 Meamy Raphael C. “A narratological study in the fictional works of Ruskin Bond ” Thesis. Department of English, University of Calicut, 2001.
https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-
search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_typ
e_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0, diakses pada tanggal, 22 Juni 2019 pukul 21.08.
1
https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0https://shodhganga.inflibnet.ac.in/handle/10603/4049/simple-search?query=&sort_by=dc.title_sort&order=asc&rpp=5&filter_field_1=language&filter_type_1=equals&filter_value_1=English&etal=30&subject_page=0
-
2
Ayu Utami dalam novelnya yang berjudul Saman menggunakan perspektif
ganda untuk menceritakan cerita di dalam kisahannya. Selanjutnya, muncul Eka
Kurniawan yang menulis beberapa cerita dengan sudut pandang binatang atau benda-
benda, seperti monyet, anjing, babi burung, revolver, dan seseorang yang bangkit dari
kubur.3 A.A Navis dalam cerpennya yang berjudul Robohnya Surau Kami
menggunakan tokoh seseorang yang taat beribadahnya untuk menunjukkan perspektif
yang berbeda mengenai setiap orang yang taat beribadahnya belum tentu masuk
surga. A.A Navis juga menggunakan sudut pandang malaikat dan Tuhan sebagai
seorang tokoh dalam cerita yang bisa berdialog dengan manusia di alam lain.
Sebelumnya juga, ada cerpen karangan Ki Panjikusmin berjudul Langit Makin
Mendung yang menggunakan Tuhan, Nabi Muhammad, dan Malaikat Jibril sebagai
strategi penceritaan dalam ceritanya. Meskipun sesudahnya mendapatkan kecaman
keras di mana-mana akibat penggunaan sudut pandang tersebut.
Sudut pandang, perspektif, atau fokalisasi menjadi bagian yang penting dalam
segi penceritaan dalam sebuah kisah. Biasanya seorang pengarang membagi teknik
penceritaannya menjadi dua, yaitu menggunakan narator sebagai pencerita dan
menggunakan sudut pandang. Sudut pandang adalah perspektif yang digunakan
narator dalam segi penceritaannya. Narator biasanya menggunakan sudut pandang
orang pertama untuk menyebut dirinya sendiri dalam penceritaan. Sedangkan, sudut
pandang orang ketiga biasanya digunakan oleh narator untuk menyebut tokoh yang
diceritakannya.
Mahfud Ikhwan adalah salah satu pengarang yang menggunakan strategi
pengarang dalam karyanya yang berjudul Kambing dan Hujan. Kambing dan Hujan
adalah roman yang berhasil menjadi pemenang dalam Sayembara Novel DKJ tahun
2014 serta mendapatkan penghargaan dari Badan Bahasa Kemendikbud RI untuk
3 Malika Tazkia, Erfi Firmansyah, Helvy Tiana Rosa. Sudut Pandang Spasial dan Temporal pada
Kumpulan Cerpen Sihir Perempuan Karangan Intan Paramaditha (Perspektif Naratologi Uspensky).
Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, h.2.
Journal.unj.ac.id/unj/index.php/arkhais/article/view/7462. Diakses pada Senin, 24 Juni 2019 pukul
21.00.
-
3
karya terbaik kategori novel. Kambing dan Hujan adalah cerita mengenai dua orang
remaja yang berasal dari dua latar belakang ideologi agama yang berbeda, hendak
untuk menikah namun terhalang oleh perbedaan ideologi keluarganya (Muhamadiyah
dan NU). Tak hanya itu, roman ini juga mengisahkan sejarah adanya perbedaan dua
aliran agama Islam di Centong (latar dalam roman) yang terbalut dengan kisah cinta
dan persahabatan para tokohnya.
Isu Muhamadiyah dan NU sudah berkembang cukup lama, keduanya adalah
organisasi yang cukup berpengaruh di Indonesia. Kemunculan dua organisasi ini
membawa konflik pembentukan ortodoksi (construction of orthodoxy), yaitu klaim
sebagai yang paling benar dan absah dalam memahami dan mengenal ajaran Islam.
Lebih parahnya lagi, keduanya saling mengkafirkan satu sama lain. Muhamadiyah
dituduh sebagai “Kristen putih” dan kafir, sedangkan NU dituduh sebagai pengamal
takhyul, bid’ah, dan kurafat.4 Hal-hal seperti menjadi dasar penceritaan yang
dibangun Mahfud Ikhwan dalam kisahannya. Menariknya, roman ini menggunakan
strategi penceritaan menggunakan narator dan sudut pandang dalam kisahannya untuk
membangun perspektif dari segala sisi, baik dari sisi Mumahadiyah, NU, dan dari sisi
yang netral.
Ilham Ibrahim dalam Mojok.com pernah menuliskan esai yang berjudul NU
Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhamadiyah. Di dalamnya
membandingkan orang-orang NU yang cukup humoris dan orang-orang
Muhamadiyah yang terkesan kaku.5 Kisahan dalam roman pun dibahas sama halnya
dengan yang dibahas di dalam artikel tersebut. Pak Kandar sebagai tokoh
Muhamadiyah digambarkan sebagai orang yang terkesan kaku dan sedikit-sedikit
menghubungkan dengan dalil. Bukan hanya menjelaskan perbedaan ibadah yang
4 Ahmad Najib Burhani. Benturan Antara NU dan Muhamadiyah.
http://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-
antara-nu-dan-muhammadiyah. Diakses pada, Minggu, 20 Januari, 2019 Pukul 08.49 PM
5Ilham Ibrahim. NU Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhamadiyah.
https://mojok.co/ili/esai/nu-memang-ormas-penuh-humor-beda-dengan-muhamadiyah/. Diakses pada
senin, 24 Juni 2019, pukul 21.00
http://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-antara-nu-dan-muhammadiyahhttp://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-kemasyarakatan-dan-kebudayaan/45-benturan-antara-nu-dan-muhammadiyahhttps://mojok.co/ili/esai/nu-memang-ormas-penuh-humor-beda-dengan-muhamadiyah/
-
4
mereka jalani, tetapi roman ini menjelaskan hal-hal detail yang memang menjadi
fokus penceritaan.
Melalui pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian dengan menggunakan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan
sebagai objek penelitian. Adapun hal yang akan diteliti oleh peneliti dalam roman
Kambing dan Hujan adalah dalam segi penceritaannya terkait dengan fokalisasi yang
mempengaruhi alur penceritaan pada roman tersebut. Roman ini dirasa baik untuk
memperkenalkan kepada peserta didik siapa yang berbicara di dalam sebuah kisahan
dan perbedaan dari seorang narator dan sudut pandang. Banyak dari peserta didik
yang masih belum mengerti perbedaan dari sudut pandang orang pertama sebagai
pelaku utama, sudut pandang orang pertama sebagai pelaku tambahan, sudut pandang
orang ketiga sebagai pelaku utama, dan sebaliknya.
Secara teori sudut pandang adalah hal yang mudah, namun pada praktiknya
banyak dari siswa yang masih bingung bila bertemu dengan soal ujian “Sudut
pandang keberapa yang digunakan oleh pengarang?”. Apalagi dihadapkan pada
sebuah teks yang menggunakan sudut padang dan narator secara bergantian. Menurut
Eka Kurniawan dalam tulisannya yang berjudul Menulis Aku, tantangan terbesar dari
menghadirkan beragam narator dari satu karya tentu saja adalah bagaimana
membedakan satu suara dengan suara lain.6 Maka tidak heran, bila peserta didik
mengalami kesulitan membedakan siapa yang bercerita di dalam sebuah kisahan dan
sudut pandang apa yang digunakan oleh pengarang dalam karyanya.
Terpilihnya roman Kambing dan Hujan sebagai objek penelitian, karena
roman ini banyak diperbincangkan serta mendapatkan perhatian khusus karena
berhasil memenangkan Sayembara Novel DKJ tahun 2014. Roman ini diharapkan
dapat membantu para peserta didik untuk mengenal lebih dalam permasalahan
dilingkungan masyarakatnya, sekaligus mengenalkan pada para peserta didik bahwa
ada organisasi Islam yang cukup berpengaruh di Indonesia dan memiliki efek yang
6 Eka Kurniawan. Menulis Aku https:/ekakurniawan.com/journal/menulis-aku-5941.php. diakses
pada senin, 24 Juni 2019, pukul 21.00.
-
5
cukup kuat di dalam status sosial masyarakat. Analisis dalam segi penceritaan pun
dipilih oleh peneliti dengan alasan pembahsan tersebut cukup sulit dikuasai oleh
Siswa Menengah Atas. Penelitian ini diharapkan membantu para siswa dan siswi
dalam menemukan siapa yang bercerita dalam sebuah teks dan apa pengaruh segi
penceritaan itu terhadap unsur pembangun cerita yang lainnya.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, peneliti tertarik
untuk menganalisis Narasi NU dan Muhamadiyah dalam Roman Kambing dan Hujan
karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.
Judul tersebut dipilih karena terdapat istilah fokalisasi yang akan dibahas di dalamnya
yang mempengaruhi terhadap strategi penceritaan konflik NU dan Muhamadiyah.
Peneliti juga ingin mengenalkan istilah baru kepada peserta didik di sekolah
mengenai fokalisasi sekaligus mengharapkan peserta didik dapat menerima isu-isu
sensitif di masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Penggunaan teknik fokalisasi terhadap konflik cerita dalam roman
Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan.
2. Sulitnya menemukan siapa yang bercerita dalam sebuah kisah oleh peserta
didik.
3. Kurangnya kegiatan menganalisis struktur pembangun cerita baik pada
novel maupun cerpen.
4. Belum adanya penelitian “Analisis Fokalisasi Tokoh Utama dalam Roman
Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah”
C. Batasan Masalah
Berdasarkan banyaknya identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka
diperlukan pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas untuk menghindari
bahasan yang terlalu meluas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah
-
6
analisis fokalisasi yang hanya difokuskan kepada tokoh utama, karena untuk
mempermudah peneliti dalam menganalisis serta implikasinnya terhadap
pembelajaran sastra di sekolah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di
atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan karya Mahfud
Ikhwan?
2. Bagaimanakah implikasi analisis fokalisasi dalam roman Kambing dan
Hujan karya Mahfud Ikhwan dalam pembelajaran sastra di sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan teknik fokalisasi dalam roman Kambing dan Hujan
karya Mahfud Ikhwan.
2. Mendeskripsikan implikasi analisis fokalisasi roman Kambing dan Hujan
karya Mahfud Ikhwan terhadap pembelajaran sastra di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan sastra
dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam proses analisis struktur
pembangun sastra yang memfokuskan pada siapa yang bercerita dalam teks
(fokalisasi) dalam novel sastra. Ada pun manfaat penelitian ini secara praktis,
diharapkan untuk memberikan gambaran analisis fokalisasi dalam roman
Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di sekolah.
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi jawaban dari rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga
-
7
diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam penelitian ilmu sastra di
tanah air mengenai analisis fokalisasi dalam sebuah novel.
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat pembacanya memahami
siapa saja yang bercerita di dalam novel Kambing dan Hujan dan apa
dampaknya terhadap konflik cerita. Demikian pula, penelitian ini
diharapkan dapat membuat peserta didik memahami analisis struktur
pembangun cerita dalam novel dan tertarik membaca novel sastra serius.
G. Metodologi Penelitian
Metodologi berasal dai bahasa Yunani meta dan logos, meta berarti sesudah
atau dari. Sedangkan logos, berarti kajian, teori, ilmu, atau perinsip penalaran.
Jadi kata metodologi dapat diartikan sebagai kajian rencana yang akan digunakan
untuk memperoleh pengetahuan.7 Landasan metode penelitian dibutuhkan karena
untuk membuktikan jawaban yang akan dihasilkan. Sebagai suatu bentuk kegiatan
ilmiah, penelitian terhadap karya sastra memerlukan landasan kerja yang berupa
teori. Teori digunakan sebagai hasil perenungan yang mendalam, tersistem, dan
terstruktur yang berfungsi untuk pengarah dalam kegiatan penelitian. Adanya
teori memperlihatkan hubungan-hubungan antara fakta yang tampaknya berbeda
dan terpisah ke dalam satu persoalan dan menginformasikan proses penelitian
yang terjadi di dalam satu kesatuan tersebut. Oleh karena itu, teori dan penelitian
pun memiliki hubungan yang saling mengembangkan.8
Sebagai landasan metode penelitian, metode penelitian yang dipilih adalah
metode deskriptif kualitatif. Ada tiga kemungkinan terhadap masalah yang
dibawa peneliti kualitatif dalam penelitian, yaitu : pertama, peneliti membawa
tetap masalah yang akan diteliti dari awal pembentukan proposal penelitian
hingga akhir penelitian. Kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah dibawa
7 Puji Santosa,. Metodologi Penelitian Sastra : Paradigma, Proposal, Pelaporan, dan Penerapan.
(Yogyakarta : Azzagrafika, 2015.) h. 39
8 Rahmat Djoko Pradopo,. Siti Chamamah Soeratno,. Suminto A. Sayuti,. dkk. Metodologi
Penelitian Sastra. (Yogyakarta, Hanindita Graha Widya.) 2003. h. 13
-
8
penelitian berkembang atau memperluas dari masalah yang telah disiapkan.
Ketiga, masalah yang telah dipersiapkan dan dibawa peneliti memasuki lapangan
berubah total karena adanya satu dan lain hal. 9 Dari pemaparan di atas,
kemungkinan yang pertama dan yang kedua paling masuk akal jika melakukan
penelitian terhadap karya sastra.
Penelitian dengan metode kualitatif berisikan kumpulan-kumpulan dari data
yang ada untuk memberi gambaran penyajian penelitian tersebut. Setelah
kumpulan data tersusun maka peneliti akan mulai menganalisis cerpen yang akan
dikaji berdasarkan data yang ada. Oleh karena menggunakan penyajian deskriptif,
maka semua hal yang berupa kata-kata, kalimat, dan wacana menjadi penting
serta saling berpengaruh satu sama lain. Tujuan penelitian kualitatif dalam
penelitian adalah untuk membuat deksripsi analisis fokalisasi dalam roman
Kambing dan Hujan.
1. Sumber Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah terpenting dalam proses
penelitian, karena tujuan utama dari sebuah penelitian adalah pengumpulan
data. Tanpa mengumpulkan data, seorang peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar penelitiannya. Bila dilihat dari sumber datanya
maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber
sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian ini
adalah roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan yang
diterbitkan oleh Bentang Pustaka cetakan kedua pada tahun 2018
dengan ketebalan 380 halaman.
9 Sugiyono,. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung, ALFABETA, 2010.)
h. 205
-
9
b. Sumber data sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen. Sumber data sekunder penelitian ini berupa buku-buku,
jurnal, review atau ulasan seseorang, esai, dan artikel online yang
terkait dengan roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan, gaya
kepengarangannya atau jejak kepengarangannya, serta pemikiran-
pemikiran Mahfud Ikhwan dalam menulis sebuah cerita.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya tidak dilakukan
seperti penelitian kuantitatif yang dilakukan pada akhir kegiatan setelah
data terkumupul semuanya.10 Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
adalah studi pustaka, simak, dan catat. Studi pustaka dalam penelitian
kualitatif meliputi data yang bukan pengetahuan langsung dari lapangan
atau saksi mata (eyewitness) berupa kejadian, orang atau benda-benda
lainnya, data harus bisa siap dipakai oleh peneliti saat akan memulai
penelitian, kemudian data yang dipakai oleh peneliti kualitatif biasanya
adalah data yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu artinya data yang
diperoleh oleh peneliti merupakan data yang bersifat tidak berubah tetap
karena berupa teks, gambar, rekaman tape atau film.11 Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik catat
dan simak yang diambil dari berbagai sumber yang ditemukan terkait
dengan penelitian analisis fokalisasi terhadap novel dan terkait dengan
penelitian terhadap roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan.
10 Muri Yusuf. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. (Jakarta :
Kencana, 2017), h. 400.
11
Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 4 –
5.
-
10
3. Teknik Analisis Data
Analisis data telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
penelitian, analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif
berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai
pengumpulan data. Teknik analisis data ini berupa membaca seluruh isi
roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan, mencatat hal-hal yang
terkait fokalisasi dalam novel tersebut, mencatat pengaruh teknik
fokalisasi terhadap konflik dalam roman Kambing dan Hujan,
menganalisis hasil dari data-data yang telah di kumpulkan, kemudian
mengaitkannya dengan pembelajaran sastra di sekolah terkait dengan
materi sastra yang akan dipelajari.
-
11
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Fokalisasi
Dalam sebuah kisahan, ada juga yang disebut dengan istilah modus
atau sudut pandang. Modus adalah bentuk yang digunakan dalam sebuah
cerita untuk menjelaskan sesuatu yang dibicarakan dan mengungkapkan
berbagai sudut pandang. Genette membagi pembicaraan mengenai modus ke
dalam dua bagian jarak (distance) dan fokalisasi (focalization).1 Fokalisasi
dapat dilakukan oleh seorang tokoh dalam cerita atau si juru cerita itu sendiri.
Fokalisasi dibagi menjadi tiga jenis, pertama cerita tidak
berfokal atau berfokal nol, yaitu fokalisasi dengan pemandang
yang secara mutlak berada di luar certia. Kedua, cerita berfokal
internal, yaitu fokalisasi dengan pemandang berada di dalam
cerita atau pemandang adalah salah satu tokoh yang dibagi
menjadi tiga lagi : fokalisasi tetap yang memiliki sudut
pandang satu tokoh saja, variabel atau berubah yaitu pergantian
pemandang dari tokoh satu ke tokoh lainnya, multiple atau
jamak peristiwa yang dipandang oleh sudut pandang beberapa
tokoh. Ketiga, cerita berfokal eksternal yaitu fokalisasi dengan
posisi pemandang sama dengan posisi pemandang pada cerita
berfokal internal, pembaca tidak mengetahui yang dipikirkan
atau dirasakan pemandang.2
Istilah fokalisasi dalam Luxemburg, sebenarnya sama dengan istilah
sudut pandang. Hanya saja, fokalisasi lebih mudah pelafalannya
dibandingkan dengan sudut pandang. Terlebih lagi, fokalisasi dapat
disandingkan dengan imbuhan (memfokalisasikan) yang mana sulit
dilakukan pada kata sudut pandang atau perspektif.3
1 Andrianus Pristiono, Arif Bagus, Arif Hidayat, dkk. Dari Zaman Citra ke Metafiksi : Bunga
Rampai Telaah Sastra DKJ. (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), h. 25
2 Ibid.
3 Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. (Jakarta : Intermasa, 1989), h 124
11
-
12
Sudut pandang atau fokalisasi dalam kesusastraan, dibagi menjadi
sudut pandang fisik, mental, dan pribadi. Selain itu, ada juga sudut pandang
gabungan. Menurut Wiliam Faulkner dalam Albertine Minderop, sudut
pandang gabungan adalah sudut pandang yang digunakan oleh lebih dari satu
tokoh dalam menyampaikan cerita. Penentuan sudut pandang dilihat dari
siapa yang berkisah dalam cerita, pencerita sebuah kisahan bisa berada di
luar cerita atau di dalam sebuah cerita dan menyampaikan kisahannya
dengan sudut pandang orang pertama atau sama sekali tidak ada yang
bercerita.4
Fokalisasi atau pun sudut pandang secara umum dapat dikaitkan
dengan posisi narator. Narator pada sebuah kisahan diketahui melalui
pengenalan terhadap tutur. Tutur adalah aspek bahasa yang dikaitkan dengan
subjek yang berhubungan dengan tokoh yang tidak hanya berkaitan dengan
peristiwa dalam sebuah cerita tetapi juga ikut menceritakan dan berpartisipasi
meskipun secara pasif dalam sebuah kisahan.5
Narator di dalam cerita dibagi menjadi dua jenis
penceritaan, yaitu heterodiegetik, yaitu penceritaan dengan
narator tidak hadir atau tidak terlihat. Ketidakhadiran
narator tersebut bersifat mutlak. Homodiegetik, yaitu
penceritaan dengan narator yang muncul atau terlihat
sebagai tokoh. Narator dalam homodiegetik dibagi lagi
menjadi dua jenis, yaitu narator sebagai tokoh sentral dan
narator sebagai tokoh sekunder yang hanya berfungsi
sebagai pengamat atau saksi.6
Hubungan sudut pandang dengan pencerita atau narator tidak bisa
dipisahkan dalam kisahannya. Pencerita adalah orang yang menyampaikan
cerita dan dapat menjadi tokoh dalam cerita atau bisa juga tidak terlibat dalam
cerita. Pencerita yang terlibat dalam cerita dapat dibedakan menjadi pencerita
4 Albertine Minderop. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2013.) h. 91
5 Andrianus Pristiono, Arif Bagus, Arif Hidayat, dkk . Op.cit. h, 26
6 Ibid. h. 27
-
13
dengan fokalisasi “akuan” sertaan dan tidak sertaan. Selain itu, adapula
pencerita dengan fokalisasi “diaan” terbatas dan “diaan” mahatahu. Dalam
sudut pandang atau fokalisator, terdapat istilah komentar pencerita. Komentar
pencerita diungkapkan oleh si pencerita, yang biasanya ditujukan kepada
pembaca atau menujukannya kepada tokoh dalam cerita.7
Pencerita “akuan” digunakan bila pencerita merupakan salah
satu tokoh dalam cerita yang dalam menyampaikan cerita
mengacu kepada dirinya sendiri menggunakan kata “aku”.
Pencerita seperti ini disebut dengan pencerita “akuan”
sertaan karena terlibat langsung dengan berbagai peristiwa
di dalam cerita. Pencerita “akuan” tak sertaan adalah bila si
pencerita tidak terlibat langsung dalam peristiwa dalam
cerita. Sedangkan pencerita “diaan” digunakan bila si
pencerita berada di luar cerita. Pencerita “diaan” mahatahu
adalah pencerita yang sangat mengetahui berbagai perasaan,
pikiran, angan-angan, keinginan, niat dan sebagainya dari si
tokoh yang diceritakan. Penceritaan “diaan” terbatas adalah
pencerita yang hanya memaparkan segalanya yang
diamatinya dari luar dan tokohnya pun kadang kala
terbatas.8
Dalam Luxemburg, pengertian di atas disebut dengan pencerita intern,
yang di mana pencerita kadang-kadang tidak hanya bertindak sebagai
pencerita tetapi juga sebagai tokoh. Biasanya pencerita intern muncul sebagai
orang pertama “aku”. Ada pula pencerita ekstern, yaitu pencerita ayang tidak
mengambil bagian dalam kisahan. Pencerita ekstren ini terkadang muncul di
dalam kisahannya dalam bentuk komentar mengenai tokoh atau peristiwa
yang ada.9
B. Teks Naratif
Narasi berasal dari kata latin, yaitu narre yang artinya “membuat
tahu.” Dengan demikian, narasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya
7 Albertine Minderop. Op.cit. h, 94-95
8 Ibid.
9 Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G. Weststein. Tentang Sastra. Op.Cit. h, 117
-
14
memberitahu sesuatu atau sebuah peristiwa.10
Dalam buku Luxemburg, teks
naratif adalah semua teks yang tidak bersifat dialog melainkan berisi deretan
peristiwa yang membentuk sebuah kisah sejarah.11
Berdasarkan pemaparan
di atas, sebuah teks dikatakan narasi atau naratif jika teks tersebut terdiri atas
kumpulan dari deretan peristiwa yang membentuk sebuah kisahan.
Karakteristik teks narasi terbagi menjadi tiga, pertama adanya
rangkaian peristiwa. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut
disusun berdasarkan urutan sebab akibat tertentu sehingga dua peristiwa
berkaitan secara logis. Ketiga, teks narasi bukanlah semata-mata
memindahkan sebuah peristiwa ke dalam kisahan. Tetapi, sebelumnya telah
terjadi proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu dari sebuah
peristiwa.12
Dalam teks naratif juga terdapat aspek penting yang perlu
diperhatikan, yaitu penutur dalam teks naratif bersifat tidak homogen, yakni
terdapat penutur primer dan sekunder yang menjadi ciri khas dalam teks
naratif.13
Sebuah teks naratif akan sangat bergantung pada juru cerita yang
akan bercerita nantinya, kemudian hubungan antartokohnya pun akan
membantu untuk membangun deretan peristiwa yang akan membentuk
kisahan.
Dalam sebuah teks naratif, unsur-unsur peristiwa disajikan dengan
cara tertentu. Hubungan setiap peristiwa yang disajikan kepada pembaca,
yang nantinya akan membentuk sebuah kisahan disebut dengan fokalisasi
(fokus = kancah perhatian). A menceritakan bahwa B melihat bahwa C
berbuat sesuatu. Fokalisasi merupakan objek langsung dalam teks naratif.14
10 Eriyanto. Analisis Naratif : Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media.
(Jakarta : KENCANA, 2017), h. 1
11
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. Pengatar Ilmu Sastra. (Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka, 1992), h. 119
12
Eriyanto. Op.Cit. h. 2
13
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G. Weststein. Pengantar Ilmu Sastra. Op.cit. h, 119
14 Ibid. h. 131
-
15
Pada sebuah karya sastra, tentu saja terdapat sebuah bangunan cerita
yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang.15
Unsur pembangun karya sastra tersebut adalah bangunan yang membentuk
sebuah cerita yang terdiri dari beberapa hal, seperti tema, tokoh dan
penokohan, plot, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Kepaduan
antarunsur tersebut membuat sebuah cerita hadir sebagai karya sastra, baik
sebagai novel, cerpen, roman, dan yang lainnya.
a. Tema
Tema adalah gagasan yang melandasi cerita, yang berkaitan dengan
berbagai aspek kehidupan, seperti masalah sosial, politik, budaya
religi, juga cinta kasih, maut, dan sebagainya.16
Tema menjadi hal
utama yang sangat penting dalam sebuah karya sastra dan dianggap
sangat penting kehadirannya. Tema dapat dibedakan menjadi dua,
tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema yang
paling utama dan berada dalam keseluruhan cerita sedangkan tema
merupakan tema yang tidak menonjol atau bisa deisebut juga dengan
tema sebagian.17
Dalam karya sastra, tema terlahir dari kehidupan zamannya. Seperti
karya sastra yang lahir sebelum kemerdekaan biasanya tema yang akan
dibicarakan adalah persoalan dan romantisme budaya. Sedangkan
tema pada zaman kemerdekaan biasanya membicarakan persoalan
kebebasan dan hak. Lain lagi dengan era reformasi, di era ini karya
sastra banyak membicarakan mengenai HAM, sosial, dan dominasi.
15 Burhan Nurgiyantoro. Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2012), h. 22
16
Ali Imron Al-Ma’ruf, Farida Nugrahani. Pengkajian Sastra : Teori dan Aplikasi. (Surakarta :
Djiwa Amarta Press, 2017), h. 85
17 Surastina. Pengantar Teori Sastra. (Yogyakarta : ELMATERA, 2018), h. 67 – 68
-
16
Sementara bergeser ke era demokrasi tema yang sering dibicarakan
lebih cenderung bebas dan sangat kuat.18
b. Tokoh dan Penokohan
Jalannya peristiwa dalam sebuah cerita tidak terlepas dari unsur tokoh
dan penokohan. Tokoh memiliki hubungan dengan kisah dan
mempunyai fungsi sebagai lakuan. Lakuan dalam sebuah kisah
memiliki tujuan.19
Tokoh dalam sebuah cerita tidak sepenuhnya bebas.
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan artistik dalam
karya sastra.20
Pada umumnya tokoh berbentuk manusia atau berwujud
binatang atau bisa juga berbentuk benda yang diinsankan. Berdasarkan
fungsinya, tokoh dalam cerita terbagi menjadi dua tokoh sentral dan
tokoh bawahan.21
Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari
sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan
perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang
tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa
jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh
utama-protagonis-berkembang-tipikal.22
Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis, sebagai berikut :
a) Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita, tokoh yang tergolong penting akan ditampilkan
terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar
cerita atau biasa disebut dengan tokoh utama (central
character), begitu pun sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya
18 E. Kosasih. Apresiasi Sastra Indonesia : Membaca, Menulis, Mementaskan, Menikmati Puisi,
Prosa, dan Drama. (Jakarta : PT Perca 2008.) h. 55.
19 Jan Van Luxemburg, dkk. Tentang Sastra. (Jakarta : Intermasa, 1989), h. 139
20
Ali Imron Al-da, Farida Nugrahani. Op.Cit. h. 92 – 93.
21 Sony Sukmawan . Menyemai Benih Cinta Sastra. (Malang : UB Press, 2015), h. 131
22
Burhan Nurgiyantoro. Op.Cit. h. 176
-
17
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, itu pun
dalam porsi relatif pendek biasanya disebut dengan tokoh
tambahan (peripheral character).23
b) Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Altenbernd dan
lewis dalam Burhan Nurgiyantoro, tokoh protagonis adalah
tokoh yang dikagumi (yang biasa disebut dengan hero) tokoh
merupakan cerminan norma-norma atau nilai-nilai, yang ideal
bagi kita. Sedangkan tokoh yang menjadi penyebab terjadinya
konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh yang sifatnya
beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun
tak langsung, bersifat fisik ataupun batin.24
c) Dilihat dari perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke
dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh
kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak
yang tertentu saja. Sedangkan tokoh komplek atau tokoh bulat
biasanya cenderung sulit untuk dipahami karena tokoh tersebut
kemungkinan memiliki beberapa kepribadiannya yang
diungkap berdasarkan sisi kehidupan kepribadiannya dan jati
dirinya. Tokoh kompleks biasanya lebih sulit dipahami, terasa
kurang familier karena yang ditampilkan adalah tokoh-tokoh
yang kurang akrab dan kurang dikenal sebelumnya. Tingkah
lakunya sering tak terduga dan memberikan efek kejutan pada
pembaca.25
23 Ibid. h. 176
24
Ibid. h. 178-179
25
Ibid. h. 181-183
-
18
d) Dilihat dari berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh
cerita dalam sebuah cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat
dibedakan ke dalam tokoh statis (static character) dan tokoh
berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh
cerita yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan
pada perwataknnya, apapun peristiwa yang terjadi. Sedangkan
tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami
perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.26
e) Dilihat dari kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap
sekelompok manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat
dibedakan ke dalam tokoh tipikal (typical character) dan tokoh
netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah tokoh yang
hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih
banyak ditonjolkan kualitasnya yang lebih bersifat mewakili.
Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi
demi cerita itu sendiri. Tokoh netral merupakan tokoh imajiner
yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Tokoh
netral hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita atau
bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita.27
c. Plot
Banyak dari sebagian orang menyamakan plot dengan cerita,
meskipun mereka adalah satu kesatuan dalam jalannya sebuah cerita,
tetapi plot dengan cerita memiliki perbedaan. Jika plot adalah
rangkaian peristiwa yang terikat hubungan sebab – akibat, sedangkan
cerita merupakan sebuah peristiwa yang diikuti dengan peristiwa lain,
26 Ibid. h. 188
27
Ibid. h. 190-191
-
19
lalu diikuti dengan peristiwa lain dan seterusnya.28
Pada hakikatnya,
plot berada di dalam sebuah peristiwa yang menuntun jalannya cerita
menjadi sebuah rangkaian yang indah dan saling berhubungan.
Aristoteles mengemukakan, dalam tragedi action (tindakan) yang
terpenting, bukan character (watak).
Efek tragedi dihasilkan oleh aksi plotnya dan untuk
menghasilkan efek yang baik plot harus mempunyai
memenuhi empat syarat utama, yang dalam terjemahan
Inggris disebut order berarti urutan dan aturan,
urutannya aksi harus teratur, harus menunjukkan
konsekuensi dan konsistensi yang masuk akal, terutama
harus ada awal pertengahan, dan akhir yang tidak
sembarangan. Lalu Amplitude atau complexity, berarti
luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya harus
cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa
yang masuk akal ataupun yang harus ada untuk
menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib butuk
atau sebaliknya. Unity berarti semua unsur dalam plot
harus ada, tak mungkin tiada, dan tidak bisa bertukar
tempat tanpa mengacaukan ataupun membinasakan
keseluruhannya. Dan yang terakhir connection atau
coherence berarti sastrawan tidak bertugas untuk
menyebut hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi, tetapi
hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka
keseluruhan plot itu. 29
Rimmon-Kenan dalam Irsyad Ridho mengatakan bahwa ringkasan
peristiwa dalam sebuah riwayat saling berhubungan atau terangkai
satu sama lain, dilihat berdasarkan kaidah urutan waktu (temporal
succession) dan hubungan sebab – akibat (causality.)30
Dalam Alfian
Rokhmansyah Stanton mengemukakan alur adalah cerita yang berisi
28 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset. (Malang : UB
Press, 2017.) h. 136
29 A.Teeuw. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1984), h 121
30
Irsyad Ridho. Kajian Cerita : dari Roman ke Horor. (Yogyakarta : Jualbukusastra, 2018), h. 61
-
20
urutan kejadian yang setiap kejadiannya dihubungkan secara sebab
akibat berdasarkan peristiwa satu dan lainnya.31
d. Latar
Setting diartikan sebagai latar cerita dan memberi batasan sebagai latar
peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun
peristiwa, serta memiliki fungsi fiskal dan fungsi psikologis.32
Sebuah
peristiwa dalam sebuah kejadian tentulah terjadi pada satu waktu atau
rentang waktu tertentu atau pada suatu tempat tertentu. Dalam sebuah
kisahan, segala keterangan waktu, ruang dan suasana membentuk
sebuah latar cerita.33
Secara umum, latar terbagi dalam empat hal, yakni latar tempat dilihat
berdasarkan peristiwa itu terjadi. Latar waktu dilihat berdasarkan
kapan peristiwa itu terjadi. Latar sosial dilihat berdasarkan keadaan
adat istiadat, norma, dan lainnya. Latar suasana dilihat berdasarkan
suasana lahir dan batin tokoh dalam cerita.34
e. Sudut Pandang
Sudut pandang atau disebut pula titik pandang yang memiliki
hubungan antara pengarang dengan karangannya. Sudut pandang
dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana fungsi seorang
pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian
langsung dalam seluruh rangkaian kejadian (sebagai participant), atau
pengamat (observer) terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak-
tanduk dalam narasi.35
31 Alfian Rokhmansyah. Studi dan Pengkajian Sastra : Perkenalan Awal terhadap Ilmu Sastra.
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), h. 34
32
Wahyudin Siswanto. Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Grasindo, 2008.) h. 149 33 Panuti Sudjiman. Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1988), h. 44
34 Emzir, Saifur Rohman, Andri Wicaksono. Tentang Sastra : Orkestrasi dan Pembelajarannya.
(Yogyakarta : Gardhiwacana, 2014.) h. 253
35
Warisman. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. (Malang : UB Press, 2016.) h.
121
-
21
Seorang pengarang dalam karyanya, memiliki posisi sebagai yang
berhak menentukan jalan ceritanya lewat sudut pandang atau point of
view yang diceritakan, seperti berperan langsung sebagai orang
pertama atau hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai
pengamat.
a) Berperan langsung sebagai orang pertama (sebagai tokoh yang
terlibat dalam cerita yang bersangkutan). Pengarang yang
menggunakan istilah aku pada jaln ceritanya berarti secara
tidak langsung ia menjadi tokoh di dalam cerita tersebut.36
Seorang pencerita dapat mengambil bagian dalam cerita
sebagai seorang tokoh atau bisa disebut dengan pencerita intern
atau juga yang biasa ditampilkan sebagai orang pertama
(Aku).37
Jadi dalam hal tersebut, pengarang menjadi tokoh
utamanya dengan menggunakan sudut pandang atau cara
bercerita orang pertama.
b) Sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat,
pengarang biasanya menggunakan kata ia, dia atau nama
orang. Pengarang seakan-akan berdiri di luar pagar. Pengarang
tidak memegang peranan apa pun. Ia hanya menceritakan apa
yang terjadi di antara tokoh-tokoh cerita yang dikarangnya.38
Dalam Luxemburg pencerita seperti ini disebut sebagai
pencerita ekstern.39
f. Gaya Bahasa
Hakikat bahasa sastra adalah konotatif. Dalam karya sastra, digunakan
bahasa yang berbeda dengan karya non-fiksi. Penggunaan kiasan,
perbandingan, atau persamaan biasanya untuk menciptakan efek
36 E.Kosassih. Op.Cit. h. 62
37
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. Op.Cit. h. 117
38
E.Kosasih. Op.Cit. h. 63
39
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal Willem G, Westseijn. Tentang Sastra. Op.Cit. h. 117
-
22
estetis daalam sebuah karya sastra.40
Slamet Mujana mengatakan gaya
bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang
timbul atau hidup dalam hati penulis yang dapat menimbulkan suatu
perasaan tertentu juga di hati pembaca.41
Gaya bahasa dalam setiap
karya sastra biasanya ditentukan oleh siapa yang mengarangnya.
Setiap pengarang memiliki gaya penulisannya masing-masing pada
setiap karyanya. Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata
yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat
konotatif, sedangkan kalimat-kalimatnya menunjukkan adanya variasi
dan harmoni sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan
makna tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas,
seperti majas kata, majas kalimat, majas pikiran, dan majas bunyi.42
g. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan tersirat yang hendak
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Tidak
jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam cerpen akan
disimpan rapi dan disembunyikan pengrangnya dalam keseluruhan isi
cerita. Oleh karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup dengan
membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskannya
sampai tuntas.43
C. Hakikat Pembelajaran Sastra
Praktik pembelajaran sastra di sekolah hingga kini tidak terlalu
mengalami perubahan yang signifikan. Padahal pada hakikatnya, karya sastra
40 Herman J. Waluyo. Pengkajian Cerita Fiksi. (Surakarta : Sebelas Maret University Press,
1994.) h. 217 dan 220.
41 Erna Waridah. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesia. (Jakarta : Kawan Pustaka, 2008), h. 322
42 Wahyudi Siswanto. Op.Cit. h. 158-159.
43 E.Kosasih. Op.Cit. h. 64
-
23
memiliki fungsi dulce at utile (indah dan berguna).44
Karya sastra dikatakan
bermanfaat karena di dalamnya terdapat pembelajaran yang dapat diambil
mengenai pembelajaran hidup, sedangkan dikatakan indah, karena di
dalamnya terdapat keindahan baik dari segi isinya dan gaya bahasa yang
digunakan pengarangnya. Beberapa tahun terakhir, banyak para sastrawan
yang membantu para pendidik dengan ikut turun ke sekolah-sekolah dan
kampus-kampus untuk membantu memperkenalkan sastra di sekolah atau pun
di kampus serta mengingatkan pentingnya membekali anak didik dengan
wawasan tentang sastra yang memadai.45
Keluhan-keluhan yang muncul mengenai tingkat apresiasi sastra para
siswa menjadi bukti nyata ketidakberhasilan pembelajaran sastra selama ini.
Ketidak berhasilan tersebut disebabkan oleh, kurangnya pengetahuan guru
dalam bidang kesusastraan, terbatasnya buku bacaan yang dipakai untuk
pembelajaran sastra di sekolah, rendahnya minat baca karya sastra pada
siswa.46
Perihal dalam pemilihan teks karya sastra yang akan dibahas,
pendidik tidak boleh lupa bahwa sastra itu menghibur sekaligus menantang.
Pendidik wajib tahu sebanyak mungkin karya sastra sehingga dapat memilih
karya yang tepat dan dekat dengan peserta didik. Pendidik dianjurkan dapat
memberikan karya sastra yang sudah dikuasai oleh dirinya sendiri agar
memudahkan dalam penyampaian materi kepada peserta didik.47
Pemberian pembelajaran sastra di sekolah diharapkan tidak hanya
sebatas pada hanya pemberian teks sastra saja, tetapi pembelajaran sastra di
sekolah harus mampu menumbuhkan kemampuan siswa untuk menilai,
mengkritik kelebihan dan kekurangan teks sastra yang ada dan pada akhirnya,
44 Riris K. Toha-Sarumpaet. Sastra Masuk Sekolah. (Magelang : Indonesia Tera, 2002), h. 54
45
Ibid. h. 9
46 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset. (Malang : UB
Press, 2017), h. 7
47
Sapardi Djoko Darmono, Riris K. Toha-Sarumpaet. Susastra 5 Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 37 – 38
-
24
siswa diharapkan dapat menghasilkan sesuatu teks yang bermutu.48
Sastra
sebagai sarana pendidikan informal dapat memberikan pelajaran hidup dan
memperkaya kehidupan pengalaman kita di dalam hubungan sosial
bermasyarkat, dengan adanya karya sastra kita juga dianggap untuk
mendorong terbentuknya sikap saling menghargai terhadap perbedaan yang
ada.49
Ada sejumlah hal yang dapat diidentifikasikan agar pembelajaran
sastra benar-benar membuktikan “korelasi positif”-nya dengan bidang studi
lain atau dalam skala besar. Pembelajaran sastra dapat memberikan
sumbangannya yang bermakna strategis dalam konteks kebudayaan jika
pembelajarannya dilakukan secara kreatif, bahan-bahan yang diberikan
kepada siswa hendaknya berupa karya-karya yang dipradugakan dapat
membuat mereka lebih kritis dan menjadi lebih peka terhadap beragamnya
situasi kehidupan. 50
Oleh karena itu, pembelajaran sastra dianggap penting
sebagai alat untuk memperkenalkan siswa kepada dunia nyata melalui teks
yang akan dianalisisnya.
E. Penelitian Relevan
Penelitian relevan adalah penelitian-penelitian yang memuat penelitian
terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Penelitian-penelitian relevan
yang dikumpulkan berdasarkan penelitian yang memiliki hubungan dengan
objek penelitian yang akan diteliti, penelitian relevan yang pertama mengenai
“Strategi Naratif dalam Penggambaran Konflik Ideologis pada Novel
Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan.”51
Penelitian ini berupa artikel
jurnal yang ditulis oleh Hilda Septriani, Aquarini Priyatna, dan Amaliatun
48 Warisman. Pengantar Pembelajaran Sastra : Sajian dan Kajian Hasil Riset Op.cit. h. 8
49
Emzir, Saifur Rohman, Andri Wicaksono. Op.Cit. h. 14
50 Riris K. Toha-Sarumpaet. Sastra Masuk Sekolah. (Magelang : Indonesia Tera, 2002.) h. 46 – 47
51
Hilda Septriani, Aquarini Priyatna, Amaliatun Saleha. Strategi Naratif dalam Penggambaran Konflik Ideologis pada Novel Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan.
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/161630, diakes pada tanggal 3 Januari 2019, pukul 19.00
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/161630
-
25
Saleha dalam Program Studi Magister Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Padjadjaran tahun 2017. Penelitian merupakan penelitian
deskriptif kualitatif menggunakan teori Mieke Bal dan Fludernik, dengan hasil
yang menunjukkan bahwa untuk menggambarkan konflik ideologis antara NU
dan Muhammadiyah dalam novel digunakan strategi naratif melalui narator,
fokalisasi, alur, dan latar.konflik ideologis muncul karena adanya
ketidaksamaan praktik- praktik keagamaan yang dilakukan oleh para tokoh
sebagai representasi anggota kelompok NU dan Muhammadiyah di dalam
novel. Pada akhirnya, berbagai negosiasi ditampilkan dalam teks melalui
representasi tokoh yang berafiliasi dengan NU dan Muhammadiyah untuk
meredam konflik ideologis di antara keduanya. Persamaan penelitian relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
menggunakan Novel Kambing dan Hujan dan membahas teknik pencerita.
Perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah dari segi teori yang dipakai dalam penelitian.
Penelitian relevan yang kedua berjudul, “Konflik Sosial dalam Novel
Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan (Kajian Konflik Lewis A.
Coser).”52
Penelitian ini merupakan artikel jurnal yang dibuat oleh Esa Wahyu
Setyo Linggar, mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif menggunakan kajian konflik Lewis
A. Coser. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya konflik sosial pada novel
Kambing & Hujan karya Mahfud Ikhwan. Konflik reaslistis disebabkan oleh
perbedaan di antara kedua kelompok yang dianggap saling mengecewakan.
Konflik nonrealistis yang terjadi dalam novel Kambing & Hujan berupa
pengkambinghitaman kelompok guna meredakan ketegangan. Konflik in-
52 Esa Wahyu Setyo Linggar. Konflik Sosial dalam Novel Kambing dan Hujan Karya Mahfud
Ikhwan (Kajian Konflik Lewis A.
Coser).http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/21393, diakses pada tanggal 3
Januari 2019, pukul 19.05
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/21393
-
26
group terjadi pada diri sendiri, karena masing-masing pihak tidak ingin
memberontak dan masih memikirkan kesatuan di antara mereka. Sedangkan
konflik out-group yang terjadi dalam novel Kambing & Hujan disebabkan
oleh kekecewaan atas dasar tuntutan-tuntutan yang tidak dipatuhi oleh
sekelompok orang. Persamaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama membahas Novel Kambing dan Hujan
karya Mahfud Ikhwan. Perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang
akan diteliti adalah dari segi subjek yang akan diteliti, penelitian ini membahas
mengenai konflik sosial sedangkan peneliti akan membahas analisis fokalisasi dalam
novel.
Penelitian relevan yang ketiga berjudul, “Analisis Fokalisasi dalam
Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos Karya Agus Noor.”53
Penelitian tersebut berupa skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia bernama Muhammad Qhadafi tahun 2014. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis fokalisasi dalam cerpen
“Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi Bening Seekor Kupu-
kupu…”, mendeskripsikan keterkaitan fokalisasi dengan unsur-unsur intrinsik
lainnya dalam cerpen “Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi
Bening Seekor Kupu-kupu…”, dan fungsi pergantian fokalisasi pencerita
dalam cerpen “Komposisi untuk Sebuah Ilusi” dan cerpen “Pagi Bening
Seekor Kupu-kupu…”.54
Persamaan penelitian relevan ini dengan penelitian
yang akan diteliti oleh peneliti adalah sama-sama membahas analisis
fokalisasi. Sedangkan perbedaan penelitian relevan ini dengan penelitan
yang akan dilakukan oleh penelitia adalah objek yang akan ditelitinya, jika
53 Muhammad Qhadafi. Analisis Fokalisasi dalam Kumpulan Cerpen Potongan Cerita di Kartu
Pos Karya Agus Noor. http://eprints.uny.ac.id/18005/, diakses pada tanggal 2 September 2018, pukul
15.00
http://eprints.uny.ac.id/18005/
-
27
penelitian relevan menggunakan cerpen karya Agus Noor maka peneliti akan
menggunakan novel karya Mahfud Ikhwan.
Dari ketiga penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan yang
telah dipaparkan. Untuk itu, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Fokalisasi Tokoh Utama dalam Roman Kambing dan Hujan Karya Mahfud
Ikhwan dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”.
-
BAB III
PEMBAHASAN
A. Biografi Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan merupakan seorang penulis yang lahir pada tanggal 7 Mei
1980 di Lamongan. Ia adalah mahasiswa lulusan UGM Jurusan Sastra Indonesia pada
tahun 2003. Dia mengaku, pilihannya untuk kuliah di jurusan tersebut bukan semata-
mata karena ingin menjadi seorang penulis. Melainkan karena dari ketiga jurusan
yang dia pilih, pilihan terakhirlah yang diterima dalam UMPTN, yaitu jurusan Sastra
Indonesia.1 Mahfud Ikhwan baru mengenal dunia sastra dan paham mengenai dunia
tulis menulis pada saat dia masuk ke jurusan tersebut. Lahir di sebuah desa yang
terpencil dan memiliki keluarga yang sederhana, membuat Mahfud Ikhwan tidak
benar-benar mengerti apa itu dunia sastra, bagaimana cara menulis, dan pengarang-
pengarang terkenal pada zamannya. Tapi keterbatasan itu, tidak membuat Mahfud
Ikhwan merasa berkecil hati.
Ayahnya adalah seorang guru di sebuah sekolah agama kecil di desanya.
Minat baca ayahnya pun cukup baik untuk seseorang yang hanya lulusan SD. Ayah
Mahfud sering membawa pulang beberapa buku cerita sumbangan dari pemerintah
untuk perpustakaan sekolah tempat ayahnya mengajar, dari ayahnyalah ia mengenal
Dzawawi Imron dan Darto Singo. Mahfud Ikhwan tidak mengetahui sebenarnya
karya yang ia baca adalah karya yang berasal dari pengarang terkenal pada saat itu.
Mahfud Ikhwan juga sangat menyukai olahraga terutama sepakbola, minat bacanya
cukup tinggi terhadap tabloid yang berbau olahraga. Ketika Mahfud SMA, dia
membeli tabloid olahraga bekas secara kiloan dan membaca seluruhnya ketika sedang
liburan panjang. Bahkan jika pada saat itu ia diminta untuk menyebutkan dua klub
1 Iqbal Aji Daryoni. Cerita Mahfud Ikhwan yang Pasti Tidak Kamu Ketahui.
https://mojok.co/iad/esai/mahfud-ikhwan/, diakses pada tanggal 09 Desember 2019 pukul 19.00
28
https://mojok.co/iad/esai/mahfud-ikhwan/
-
29
terkenal asal Norwegia, mungkin dia bisa menyebutkan seluruh klub bola yang
bermain di Liga Norwegia.2
Mahfud Ikhwan tinggal di desa yang cukup kecil, sehingga membuat buku
bacaan yang dia dapatkan pun benar-benar terbatas. Tidak seperti pengarang
kebanyakan, ia senang mendengarkan sandiwara di radio dan kisah para Rasul dalam
bentuk-bentuk komik atau dalam bentuk cerita. Ia juga seorang penyimak setia siaran
ludruk di radio. Perjumpaannya dengan dunia fiksi dimulai dari Brama Kumbara dan
Arya Kamandaru. Mahfud Ikhwan mengaku sangat menyukai hal-hal yang berbau
story telling, apapun itu, dari yang ceritanya sangat baik hingga yang sangat buruk
sekalipun. Ia juga mengungkapkan bahwa masih menonton gosip artis yang
dianggapnya sebagai dosa yang menyenangkan, termasuk mendengarkan musik-
musik cengeng dan membaca cerita-cerita yang dianggapnya receh.3
Kepenulisannya dimulai, ketika ia menjadi mahasiswa di UGM. Ayahnya
adalah salah satu orang yang sangat berpengaruh dalam pembuatan karya-karya yang
ditulis olehnya. Mahfud Ikhwan banyak mendapatkan inspirasi untuk menulis berkat
cerita yang diceritakan oleh ayahnya. Bukan hanya mendapatkan inispirasi menulis
dari ayahnya, Mahfud Ikhwan juga terinspirasi dari beberapa penulis terkenal seperti
Putu Wijaya, Yanusa Nugroho, Koesalah Soebagyo Toer, dan Kuntowijoyo.
Mahfud Ikhwan menyukai dan meniru gaya Putu Wijaya dalam menulis
dialognya yang pendek-pendek, beruntun, dan kadang berulang-ulang, sehingga tak
lagi jelas siapa yang sedang berbicara. Kemudian buku dengan judul Menggemgam
Petir karya Yanusa Nugroho merupakan salah satu buku kesukaan Mahfud Ikhwan
2 Wa Ode Wulan Ratna. Pahlawan Menulis Mahfud Ikhwan.
https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan, diakses pada 10
Desember 2018, pukul 14.00
3 Febrina Anindita. Wacana Kehidupan bersama Mahfud Ikhawan
https://www.whiteboardjournal.com/interview/ideas/wacana-kehidupan-bersama-mahfud-ikhwan/,
diakses pada 10 Desember 2018, pukul 14.00.
https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwanhttps://www.whiteboardjournal.com/interview/ideas/wacana-kehidupan-bersama-mahfud-ikhwan/
-
30
yang juga mempengaruhi cerpen Mahfud di awal-awal kepenulisannya. 4 Adapun
karya lain yang mempengaruhi kepenulisan Mahfud adalah Koesalah Soebagyo Toer
dan Kuntowijoyo. Menurutnya, Kuntowijoyo menulis dengan cara sederhana, caranya
menulis karya sastranya sama dengan caranya menulis esai-esai sejarah dan artikel-
artikel keislamannya. Menurut Mahfud, Kuntowijoyo menulis seperti mendongeng
dan pembaca sebagai penyimaknya. Setelah membaca bukunya yang berjudul
Dilarang Mencintai Bunga-bunga, lalu novel Pasar dan mengkaji karya-karyanya,
Mahfud mengubah cara menulisnya untuk seterusnya.
Mahfud Ikhwan sangat menggemari musik dangdut dan film India. Kedua hal
tersebut mempunyai peran besar dalam karyanya. Ia menganggap bahwa dengan film
India dan musik dangdut akan membuat metafor yang keluar lebih terkesan alami dan
mudah untuk dipahami, dibandingkan dengan para pengarang yang menciptakan latar
pedesaan Indonesia terutama, tetapi terinspirasi dari musik Jazz atau kisah-kisah
klasik Yunani. Hal ini sejalan dengan karya-karyanya yang berlatar belakang desa.
Sepanjang karir mengarangnya, Mahfud Ikhwan telah menulis beberapa buku
yang berjudul, Ulid Tak Ingin ke Malaysia (2009) yang ditulisnya selama enam tahun
saat dia masih bekerja di sebuah penerbitan buku sekolah dan merupakan novel yang
cukup berat ditulisnya karena harus menyisihkan waktunya di sela-sela kesibukannya.
Selanjutnya dia menulis novel Lari, Gung! Lari (2011), Kambing dan Hujan (2015)
karya yang membuat namanya diperbinangkan karena berhasil memenangkan
Sayembara Novel DKJ 2014 dan mendapat penghargaan dari Badan Bahasa
Kemendikbud RI untuk karya terbaik kategori novel. Mahfud Ikhwan juga
menerbitkan kumpulan cerpennya yang berjudul Belajar Mencintai Kambing (2016),
kemudian novelnya yang berjudul Dawuk : Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu (2017)
berhasil memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, Mahfud Ikhwan mengaku
4 Wa Ode Wulan Ratna. Pahlawan Menulis Mahfud Ikhwan.
https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan, diakses pada 10
Desember 2018, pukul 14.00
https://jurnalruang.com/read/1511937033-pahlawan-menulis-mahfud-ikhwan
-
31
bahwa Dawuk tidak digarapnya dengan serius seperti novel Ulid Tak Ingin ke
Malaysia dan Kambing dan Hujan. Kambing dan Hujan menjadi salah satu novel
yang dianggapnya berhasil setelah dia merasa kecewa dengan novel Ulid Tak Ingin ke
Malaysia yang ditulisnya selama enam tahun pada saat masa-masa sulitnya.
Selanjutnya Mahfud Ikhwan juga menerbitkan kumpulan esai-esai film yang berjudul
Aku dan Film India Melawan Dunia (2017) sebanyak dua jilid dan kumpulan tulisan
mengenai sepak bola yang berjudul Dari Kekalahan ke Kematian (2018).
B. Gambaran singkat roman Kambing dan Hujan
Kambing dan Hujan merupakan roman karya Mahfud Ikhwan yang
menceritakan tentang dua anak muda yang berniat untuk bersama dalam tahap
pernikahan tetapi terhalang oleh perbedaan ideologi keluarganya. Cerita dimulai saat
Fauzia tengah menunggu Mif datang dan hendak pergi ke suatu tempat yang jauh
untuk menghindari keluarga mereka, karena tekanan yang diberikan keluarganya.
Namun, Mif menolak dan memilih untuk tetap tinggal serta menghadapi rintangan
yang ada di depan mereka.
Roman ini terdiri dari empat bab, di bab pertama permulaan kisah dimulai
oleh pencerita yang menceritakan pelarian Fauzia dan Mif yang gagal di sebuah
terminal. Mif dan Fauzia yang hendak menikah menyampaikan keinginan mereka
kepada masing-masing keluarganya. Namun karena Mif adalah anak dari Centong
Utara dan Fauzia anak dari Centong Selatan, mereka pun tidak bisa bersama. Mif
adalah putra pertama dari seorang tetua di Centong Utara yang bernama Pak Kandar.
Sedangkan Fauzia adalah putri bungsu dari seorang tetua di Centong Selatan. Kedua
orang tua mereka memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam pendirian adanya kedua
organisasi di Centong yang membuat Centong memiliki dua masjid dengan ideologi
yang berbeda.
Saat Mif dan Fauzia akan meminta restu kepada orang tua mereka, Mif dan
Fauzia malah mendapatkan cerita lain mengenai sejarah dua orang sahabat karib dan
-
32
perkembangan Islam di Centong yang berpengaruh pada alasan kenapa Mif dan
Fauzia tidak bisa bersama. Mif dan Fauzia baru menyadari ternyata kedua ayah
mereka dahulu adalah seorang sahabat dekat yang saling mengagumi satu sama lain.
Pak Kandar dan Pak Fauzan adalah dua orang kawan lama. Namun, karena keduanya
memiliki pemahaman ideologi yang berbeda, Pak Kandar dengan ideologi pembaharu
(Muhamadiyah) dan Pak Fauzan dengan ideologi konvensional (Nahdatul Ulama)
keduanya saling berselisih paham karena golongan masing-masing.
Pak Kandar dan Pak Fauzan juga memiliki konflik yang lain yang
berhubungan dengan wanita. Pak Kandar yang dulunya menyukai seorang gadis
bernama Yatun, dinikahi oleh Pak Fauzan dan membuat hubungan mereka juga
sedikit renggang. Saat Pak Fauzan ingin memperbaiki hubungan keduanya dengan
mengajak Pak Kandar untuk mengajar di sekolah yang dibangun di Selatan, Pak
Kandar pun menolak dan mendirikan sekolah sendiri di Utara. Pak Fauzan pun masih
berniat untuk ingin memperbaiki semuanya dengan menolong putra pertama Pak
Kandar yang sedang jatuh sakit untuk dibawa ke rumah sakit yang lebih layak.
Namun, Pak Kandar lagi-lagi menolak bantuannya dan mengakibatkan anaknya
meninggal. Pak Fauzan pun sangat terpukul karena saat itu ia belum diberikan
keturunan dan menganggap anak Pak Kandar seperti anaknya sendiri.
Penolakan pun datang dari kakak Fauzia, Fuad yang ingin menjodohkan
Fauzia dengan teman pesantrennya. Namun, Fauzia menolaknya dan berniat kabur
dengan Mif. Begitu pun dengan Mif, yang juga akan dijodohkan oleh cucunya Mbah
Guru Mahmud, guru dari Pak Kandar waktu masih kecil. Namun Mif menolaknya
karena sudah memiliki Fauzia. Ketegangan pun muncul ketika Fuad dan Mif
dipertemukan dalam satu rapat di balai desa yang mengakibatkan mereka berkelahi.
Pak Kandar dan Pak Fauzan pun dipanggil oleh Pak Anwar yang mereka hormati
untuk membicarakan perihal Fuad dan Mif yang berkelahi karena keegoisan
bapaknya masing-masing. Akhirnya, Pak Kandar dan Pak Fauzan pun menyelsaikan
masalah mereka dengan berbicara di Gumuk Genjik tempat mereka bermain waktu
-
33
kecil. Setelah membicarakan banyak hal yang selama ini membuat kesalahpahaman,
Pak Kandar dan Pak Fauzan pun sepakat untuk membiarkan Mif dan Fauzia menikah.
C. Unsur-unsur Intrinsik
1. Tema
Tema adalah makna yang disampaikan dalam sebuah cerita dan terikat
dengan unsur-unsur pembangun cerita lainnya. Hadirnya tema, membantu
pembaca untuk menerima pesan yang disampaikan oleh pengarang lewat
karyanya. Roman Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan bertemakan
kisah percintaan dua anak remaja yang terhalang oleh perbedaan ideologi
kedua keluarga.
Aku didatangi keponakan-keponakanku. Mereka bersemangat
berbagi tentang rencana-rencana yang mereka susun berdua,
tetapi sekaligus begitu putus asa karena rencana-rencana itu
membentur tembok masa lalu yang dibangun bapak-bapaknya.5
Kutipan di atas merupakan penggalan cerita dari seorang tokoh bernama
Anwar, Pakde dari Fauzia yang didatangi oleh tokoh utama Mif dan Fauzia.
Kisah Mif dan Fauzia tidak bisa bersama menjadi dasar atas cerita lainnya.
Keinginan keduanya untuk menikah terhalang tembok masa lalu yang
dibangun oleh ayah mereka. Sebagaimana tampak dalam kutipan di bawah ini
―Karena mengaji di masjid yang berbeda, sekolah di tempat
yang berbeda, diajari hafalan dan bacaan shalat yang sedikit
berbeda [yang satu ‗ushalli‘, satunya lagi pakai ‗allahuma bait‘;
satunya pakai ‗syayyidina‘ saat tasyahud, satunya tidak], diajari
renik-renik rukun dan syarat puasa yang mungkin juga tak
sama, sangat mungkin keduanya akan jadi orang-orang dewasa
yang berbeda. Dan, apa salahnya berbeda? Tuhan menciptakan
makhluk juga berbeda-beda. Manusia juga berbeda-beda; beda
rupa, suku, golongan, bahasa. Jadi, tidak ada yang salah menjadi
berbeda. Dan, mereka memang menjadi dua orang yang
berbeda. Tapi, karena apa yang kalian lakukan---atau apa yang
5 Mahfud Ikhwan.. Kambing dan Hujan. (Yogyakarta : PT Bentang Pustaka, 2018). h. 344
-
34
kalian tidak lakukan---anak-anak kalian jadi dua orang yang
berbeda sekaligus saling ingin melenyapkan.‖6
Kutipan di atas menjabarkan perbedaan yang menghalangi pernikahan Mif
dan Fauzia. Perbedaan di atas seharusnya tidak menjadi alasan agar Mif dan
Fauzia berpisah, karena mereka menyembah Tuhan yang sama dan ajaran
yang sama. Kambing dan hujan adalah simbol dari cerminan Fauzia dan Mif.
Mif dan Fauzia diibaratkan sebagai kambing yang tidak bisa bersama
dikarenakan rintangan dari perbedaan ideologi agama keluarga masing-
masing yang diibaratkan bagai hujan. Meskipun Mif dan Fauzia pada
akhirnya dapat menjalin hubungan mereka sampai ke jenjang pernikahan,
tetapi tetap kedua belah pihak keluarga mereka masih tidak bisa bersatu
seperti kambing dan hujan.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam sebuah cerita adalah seorang pelaku yang bertugas
menggambarkan jalannya cerita. Pengarang biasanya menciptakan sebuah
tokoh dengan mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya ada atau tidak,
seperti adanya tokoh utama dan tokoh sentral. Kemudian, pengarang
memberikan karakter atau watak untuk memperkuat tokoh. Tokoh dan
penokohan menjadi salah satu hal yang penting karena perannya dalam cerita
untuk menyampaikan pesan yang akan diberikan pengarang.
Novel pada umumnya memiliki banyak tokoh untuk memperkuat peristiwa-
peristiwa yang terjadi di dalam kisahannya. Tokoh utama dalam novel ini
adalah, Miftahul Abrar, Nurul Fauzia, Pak Fauzan atau Mat atau Moek, dan
Pak Iskandar atau Pak Kandar atau Is. Keempatnya memiliki porsi yang sama
penting dalam cerita Kambing dan Hujan. Sedangkan tokoh tambahan lainnya
yang tak kalah penting lainnya seperti, Cak Ali, Ali Qomarulaeli, dan Fuad.
6 Ibid. h. 343
-
35
a. Miftahul Abrar
Miftahul Abrar atau biasa dipanggil Mif adalah putra dari Pak
Kandar yang berasal dari Centong Utara. Mif adalah seorang pria muda
yang pintar dan berpikiran modern. Sebagaimana dalam kutipan berikut
―Kami akan mengusahakannya, Pak!‖ Seorang anggota
panitia memberanikan diri menyela.
Pak Suyudi terbahak. ―Kalian? Jika kami saja yang pada ‘60-
an kewalahan, apa kebisaan anak-anak sekarang?‖
―Jika generasi Paklik Suyudi dulu kewalahan, bukan berarti
generasi sekrang juga demikian,‖ potong Mif.
Pak Suyudi memelotot. ―Kau harus tau, Mif, salah seorang
anggota generasi yang kau remehkan itu adalah bapakmu!‖
―Saya justru sedang belajar dari generasi masa itu untuk tidak
menganggap semua omongan orang tua harus diturutkan.‖7
Kutipan di atas adalah memperlihatkan ciri-ciri Mif secara
fisiologis yang digolongkan sebagai ‗anak zaman sekarang,‘ Mif juga
berani mengeluarkan argumennya kepada para tetua yang dianggapnya
terlalu kolot menganggap bahwa anak muda zaman sekarang tidak bisa
apa-apa.
Mif adalah seorang sarjana sejarah di salah satu Universitas di
daerah Yogyakarta. Selepas lulus, Mif bekerja sebagai editor di sebuah
penerbit di Jogja. Mif tergolong remaja yang pintar, dia dididik oleh
ayahnya untuk menerima ilmu dari berbagai macam sumber.
―Profil editor: Miftahul Abrar lulus S-1 Jurusan
Sejarah tahun 2005 dengan skripsi berjudul ‗Lakon
Rakyat: Perjalanan Hidup Tarli Kentrung dan Lakon-
Lakon Ketoprak yang Ditulisnya‘, yang berkisah
tentang seorang seniman ketoprak yang dijebloskan
7Ibid. h. 334
-
36
ke tahanan oleh Orde Baru karena dituduh terlibat
PKI.‖8
Kepintaran Mif bahkan terdengar hingga ke Centong Selatan dan
sampai juga ditelinga Fauzia. Sebagaimana dalam kutipan berikut
―Miftah?‖ Nama itu rupanya adalah kata kunci yang
sedang dicari ingatan Fauzia. Benar. Ini Mif. Anak
Utara. Tepatnya, anak Utara yang katanya paling
pintar.9
Kepintaran Mif membuatnya dipercaya mewakili para pemuda
karang taruna, untuk berbicara kepada para tetua agar mengizinkan
acara campursari di kampung mereka, yang selama ini ditentang dan
mendapatkan jalan buntu. Meski anak Muhamadiyah, Mif
mempelajari banyak hal salah satunya Arab gundul, tak heran jika ia
mampu membaca arab gundul dengan baik. Hal tersebut tampak dalam
kutipan berikut
―Ya, aku juga tak masalah kok punya menantu tak bisa
baca kitab kuning.‖
―Enak saja! Ia sudah bisa baca Arab gundul sejak kelas
4 ibtidaiyah.‖10
Kutipan di atas adalah percakapan antara Pak Fauzan dan Pak
Kandar ketika hendak menyetuji Mif dan Fauzia untuk menikah. Mif
adalah pemuda yang tidak pantang menyerah. Meskipun dia tahu
bahwa yang sedang dia hadapi adalah masalah yang cukup pelik, Mif
tidak pernah putus asa mencari cara untuk men