pengungkapan unsur amanat dalam roman

98
PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh ERWIN SUCIPTO 105331111916 PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN

TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA

SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh

ERWIN SUCIPTO

105331111916

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

ii

iii

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Erwin Sucipto

NIM : 105331111916

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK

PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISjAHBANA

Dengan ini menyatakan bahwa:

Skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri,

bukan merupakan jiplakan atau dibuatkan oleh orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima sanksi

apabila pernyataan ini tidak benar

Makassar, Januari 2021

Yang Membuat Pernyataan,

` Erwin Sucipto

v

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Erwin Sucipto

NIM : 105331111916

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK

PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

Mulai dari penyusunan proposal sampai dengan selesainya skripsi ini, saya akan

menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapa pun).

Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan

pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat dalam penyusunan skripsi saya).

Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Januari 2021

Yang Membuat Perjanjian,

Erwin Sucipto

vi

MOTTO

Jadi diri sendiri, cari jatih diri, dan dapat hidup yang mandiri karena

hidup terus mengalirkan kehidupan terus berputar,

sekali lihat ke belakang untuk melanjutkan perjalanan

yang tiada berujung

Kesuksesan tidak akan datang kepada orang yang

Menginginkannya melainkan datang kepada orang

Yang berusaha mendapatkannya

Berangkat dengan penuh keyakinan

Berjalan dengan penuh keikhlasan

Istiqomah dalam menghadapi cobaan

vii

ABSTRAK

Erwin Sucipto. 2021.Pengungkapan Amanat dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Skripsi. Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah

Makassar.Dibimbing oleh A.Rahman Rahim dan Hj.Syahribulan K.

Penelitian ini membahas unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Tujuannya untuk

menggambarkan unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian melalui

beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis data. Metode

yang digunakan dalam analisis data adalah analisis deskriptif. Analisis tersebut

digunakan untuk memperoleh gambaran tentang analisis unsur amanat yang

terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat tiga amanat yang bersifat

religius. Amanat yang dimaksud adalah amanat yang mengandung nilai

tauhid(Rububiyah), nilai ibadah (Uluhiyah), dan nilai moral. 1) Nilai tauhid yang

ditemukan adalah Mengakui akan kehendak dan kebesaran Allah Swt 13.46%,

Mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt 7.69%, dan, selalu bersyukur kepada

Allah Swt 5,76%. 2) Nilai ibadah yang ditemukan adalah tidak putus asa dalam

menjalani kehidupan 3.84%, Shalat sebagai kewajiban umat muslim

3,84%.3) Nilai moral yang ditemukan adalah kejujuran dan keikhlasan 5.76%,

memiliki rasa tanggung jawab 5.76%, mengajarkan perilaku terpuji 13,46 %,

kekerasan dalam rumah tangga 15.38%, suka menolong dan ramah 17.30%,

serta bekerja keras dan selalu berusaha 7,69%. KATA KUNCI : Nilai Religius,Roman

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah

Swt, atas rahmat dan hidayah-Nyalah, sehingga Skirpsi yang berjudul “Tak Putus

Dirundung Malang” Karya Sutan Takdir Alisjahbana dapat diselesaikan

sebagaimana mestinya.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam penyusunan Skripsi ini,

penulis tidak terlepas dari berbagai macam rintangan. Namun,berkat rahmat dan

ridha Sang Penguasa jagat raya, semua rintangan dapat dilewati oleh penulis

dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, penulis patut bersujud dan bersyukur

kepada-Nya. Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan kepada Dr. A. RAHMAN RAHIM, M.HUM., dan Dra. HJ.

SYAHRIBULAN K, M.Pd.,. sebagai pembimbing I dan pembimbing II, yang begitu

ikhlas dalam meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing penulis

dalam penyusunan Skripsi.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse.,M.Ag.sebagai

Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd.

sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar. Dr. Munirah, M.Pd.sebagai Ketua Jurusan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang membina dan membimbing penulis sehingga

berakhirnya Skripsi ini.

ix

Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda tercinta

Saharuddin dan ibunda tersayang Ramlah, yang tak henti-hentinya memberi

dukungan dalam menyalurkan kasih sayangnya, penulis tak mungkin hadir dan

menghembuskan nafas di dalam jagat raya ini untuk melakukan berbagai macam

aktivitas terutama pada perkuliahan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga dan teman-

teman yang telah banyak membantu mulai dari pengurusan judul hingga

terselesaikannya Skripsi ini, yang turut memberikan motivasi dan selalu

mendoakan selama proses pendidikan hingga penyusunan Skripsi ini. Segala

bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak semoga

mendapatkan imbalan dari Allah Swt.

Akhir kata, penulis berharap Skrispi ini dapat bermanfaat khususnya bagi

personalitas dan pembaca pada umumnya. Juga sebagai acuan untuk menjadi

bahan perbandingan dengan karya ilmiah lainnya.

Makassar, February 2021

Penulis

x

DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN .......................................................................................... v

MOTO ................................................................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

Latar Belakang ......................................................................................................... 1

Fokus Penelitian ....................................................................................................... 4

Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 4

Manfaat Penelitian ................................................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 5

KajianPustaka ........................................................................................................... 5

Penelitian yang Relevan ........................................................................................... 5

Hakikat Roman......................................................................................................... 6

Unsur-Unsur Roman .............................................................................................. 11

Unsur Amanat dalam Roman ................................................................................. 15

Pendekatan Struktural ............................................................................................ 26

Kerangka Pikir ....................................................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 31

Jenis Penelitian ....................................................................................................... 31

xi

Bentuk Istilah ......................................................................................................... 31

Data dan Sumber Data ........................................................................................... 33

Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 33

Teknik Analisis Data .............................................................................................. 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 35

Hasil Penelitian ...................................................................................................... 35

Amanat yang Mengandung Nilai Tauhid ............................................................... 35

Amanat yang Mengandung Nilai Ibadah ............................................................... 42

Nilai Moral ............................................................................................................. 44

Pembahasan ............................................................................................................ 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 60

Simpulan ................................................................................................................ 60

Saran ....................................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62

LAMPIRAN – LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya fiksi merupakan salah satu kajian yang selalu mendapat perhatian

dari peminat sastra. Salah satu daya tarik yang dimiliki oleh karya fiksi adalah

cerita yang bersesuaian dengan selera pembaca atau peminat sastra. Bahkan dapat

dikatakan bahwa faktor cerita inilah yang terutama yang mempengaruhi sikap dan

selera orang terhadap buku yang akan, sedang atau sudah dibacanya.

Melalui keadaan cerita itu pulalah biasanya orang memandang bahwa karya sastra

tersebut dapat menarik, menyenangkan, dan mengesankan. Selain itu, keadaan

cerita juga dapat membosankan pembaca, apabila disajikan dengan gaya yang

bertele-tele sebagai reaksi emotif yang lain. Hal ini tentu berkaitan dengan sikap

dan selera pembaca terhadap karya sastra yang dihadapinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, ragam karya satra cukup bervariasi. Salah

satu di antaranya adalah roman yang cukup banyak mendapat perhatian dari

peminat sastra. roman sebagai salah-satu bagian dari sastra dapat mengisahkan

berbagai masalah dalam kehidupan manusia. Seperti halnya karya sastra yang

lain, Roman juga dapat mengungkapkan beragam bentuk peristiwa dan segala

reaksi tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Salah satu di antaranya adalah interaksi

manusia dengan lingkungan dan sesama; interaksinya dengan diri sendiri,

serta interaksinya dengan Tuhan.

1

2

Apabila kita melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat pecinta sastra,

Roman dianggap sebagai hasil penghayatan dan perenungan secara intensif. Oleh

karena itu, walaupun roman hanya berupa khayalan, tidak benar jika roman

dianggap sebagai hasil imajinasi belaka. Bahkan dapat dikatakan bahwa Roman

termasuk hasil perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan

yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Selanjutnya, roman sebagai karya yang bersifat imajinatif merupakan

ungkapan batin dari seorang pengarang. Bahkan juga dilandasi oleh kesadaran

dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Oleh karena itu,

adalah hal yang wajar jika banyak diminati oleh masyarakat jika dibandingkan

dengan karya sastra lainnya. Selain itu, dapat menyampaikan berbagai macam

pesan dan gagasan sesuai dengan keinginan pengarang. Hal ini tentu dapat

memberikan nuangsa kehidupan dalam Roman yang menyajikan suatu fakta

tetapi dilandasi oleh daya imajinasi pengarang. Hal ini tentu diharapkan dapat

memberikan dampak positif terhadap penyajian ide atau gagasan cerita sehingga

memberikan sentuhan realistis.

Salah satu bagian yang dapat memberikan kejelasan dalam Roman adalah

unsur peristiwa. Bahkan unsur peristiwa dalam roman dianggap sebagai sesuatu

yang diakui dan diarahkan kepada tokoh-tokoh cerita. Misalnya, tokoh dianggap

sebagai pelaku dan penderita atau sebagai peristiwa yang dikisahkan. Latar, di

pihak lain, berfungsi untuk melatarbelakangi peristiwa dan pelaku tersebut,

khususnya yang menyangkut hubungan tempat, sosial, dan waktu. Unsur

substansi yang menyediakan sumber persoalan dan memberikan model

3

sebagaimana yang terdapat di semesta ini yang ditampilkan dalam Roman itu.

Meskipun demikian unsur intrinsik yang lain juga tetap harus diperhatikan.

Berkaitan dengan cerita yang disajikan pengarang dalam Roman, salah

satu aspek yang dianggap cukup penting adalah amanat atau pesan yang tersirat

atau tersurat dalam karya tersebut. Misalnya, amanat berupa pesan moral yang

tersirat dalam cerita. Pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dapat

bervariasi sesuai dengan tema dan amanat dalam Roman tersebut. Misalnaya

Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Roman

tersebut menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami

kepahitan hidup. Kisah tersebut berawal dari sebuah keluarga miskin yang

hidup di salah satu dusun di Bengkulu. Keluarga tersebut beranggotakan tiga

orang-seorang ayah dan dua orang anaknya. Cerita pahit kehidupannya selalu

datang silih berganti dengan kisah pilu dan menyayat sanubari.

Kisah pahit yang dialami tokoh-tokoh cerita Roman Tak Putus Dirundung

Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, layak untuk dianalisis dalam bentuk

karya ilmiah. Salah satu aspek yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah aspek

amanah yang tersirat dalam tema cerita. Tertarik mengangkat masalah ini karena

amanat yang tersirat dalam tema cerita yang disajikan cukup menarik dan

didukung oleh aspek penokohan, alur dan latar merupakan aspek yang turut

mendukung kualitas cerita dalam roman ini. Selain itu, Roman Tak Putus

Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana termasuk dalam Roman

sastra yang turut mewarnai perkembangan Roman Angkatan Pujangga Baru.

Hal inilahyang memotivasi penulis mengangkat Roman tersebut sebagai objek

4

kajian dalam penulisan karya ilmiah ini.

B. Fokus Peneltian

Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah nilai-nilai religious

yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana. Nilai-nilai tersebut dan fokus kepada nilai tauhid, ibadah, dan moral.

C. Tujuan Penelitian

Seiring dengan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk “mendeskripsikan unsur

amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan

Takdir Alisjahbana.”

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang analisis unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan bacaan dalam menelaah secara struktural unsur-unsur karya

sastra sebagai aspek kajian kesastraan seperti unsur intrinsik unsur amanat yang

terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir

Alisjahbana.

2. Sebagai bahan pustaka bagi peminat sastra dalam melakukan penelitian

secara struktural unsur-unsur karya sastra sebagai aspek kajian kesastraan seperti

unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya

Sutan Takdir Alisjahbana.

5

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.Kajian Pustaka

1. Penelitian Relavan

Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) aspek Religiusitas dalam Novel

“Titian Nabi” Karya Masyakur AR. Said serta hubungannya dengan pembelajaran

apresiasi sastra di SMA. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek

religiusitas tokoh Zahra yang meliputi akidah, syariah dan akhlak dalam rangka

mendapatkan kejelasan informasi mengenai aspek religiusitas yang kemudian

dihubungkan dengan pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah Menengah Atas

(SMA).

Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Rejono (1996) yang berjudul

Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampung. Dalam penelitiannya Rejono

menyimpulkan bahwa Nilai-nilai religius dalam sastra Lampung adalah kecerdasan

dapat mengatasi kesulitan, orang yang takwa tunduk dan taat kepada Tuhannya dan

cinta tidak takut akan pengorbanan.

Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan masalah nilai religius antara

lain dilakukan oleh Muh. Arif (2008) yang berjudul Nilai-nilai religius dalam novel

Mahabbah Rindu Karya Abidah EI Khalieqy. Dalam penelitian ini Muh. Arif

menyimpulkan bahwa dalam novel Mahabbah Rindu Karya Abidah EI Khalieqy

mengandung nilai religius yang sangat kuat. Novel tersebut menggambarkan unsur

sastra yang memikat, juga menggelitik dan menggairahkan. Penuh sensasi dengan

6

renungan nilai-nilai spiritual di dasar hati. Tema kerinduan diolah sedemikian

rupa ke dalam kisah dua sejoli yang saling memberi, menerima, dan mengikat

unsur indrawi dengan realitas yang lebih tinggi, menyingkap sisi insaniah menuju

dimensi Ilahiah.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

persamaan dalam penelitian ini terdapat nilai-nilai religius yang bersifat

keagamaan, yang berkenaan dengan kepercayaan agama. Perbedaan penelitian ini

terletak pada novel yang dianalisis. Peneliti menganalisis nilai religius dalam

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan Takdir Alisjahbana yang

mencakup nilai tauhid,ibadah dan moral

2. Hakikat Roman

Pada bagian ini akan dikemukakan pandangan tentang roman sebagai salah

satu bagian dari karya sastra. Nurgiantoro (2005: 15) menyatakan pandangan

Wellek & Warren bahwa dalam karya sastra terdapat dua ragam fiksi naratif yang

utama disebut romance puitis dan epik. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya

berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentu naratif

nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah. Jadi, novel berkembang

dari dokumen-dokumen,dan secara stilistik menekankan pentingnya detil dan

bersifat mimesis. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan

psikologi yang lebih mendalam. Romansa, yang merupakan kelanjutan epik dan

romansa abad pertengahan, mengabaikan kepatuhan pada detil.

Frye (dalam Nurgiantoro: 2005: 15) menyatakan bahwa sebenarnya

roman itu sendiri lebih tua daripada novel. Roman menurut Frye, tidak berusaha

7

menggambarkan tokoh secara nyata, secara lebih realistis. Ia lebih merupakan

gambaran angan, dengan tokoh yang lebih bersifat introvert, dan subjektif. Di

pihak lain, novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh yang

berangkat dari raelitas sosial. Jadi, ia merupakan tokoh yang lebih memiliki

derajat lifelike, di samping merupakan tokoh yang bersifat ekstrove. Roman yang

masuk ke Indonesia kabur pengertiannya dengan novel. Roman mula-mula berarti

cerita yang ditulis dalam bahasa Roman, yaitu bahasa rakyat Prancis di abad

pertengahan, dan masuk ke Indonesia lewat kesastraan Belanda (buku-buku

yang dirajuk Jassin 1961) sehubungan dengan masalah ini yang akan dirujuk

pada pembicaraan berikut semua ditulis orang (dan dalam bahasa Belanda)

(Nurgiantoro: 2005: 15).

Dalam pengertian modern, Jassin (dalam Nurgiantoro: 2005: 15),

Berpendapat Bahwa roman berarti cerita prosa yang melukiskan pengalaman-

pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain

dalam suatu keadaan. Pengertian itu ditambah lagi dengan “menceritakan

tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur” dan “lebih banyak melukiskan

seluruh kehidupan pelaku, mendalami sifat watak, dan melukiskan seluruh sekitar

tempat hidup”. Novel, dipihak lain dibatasi dengan pengertian “suatu cerita yang

bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak

mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih

mengenai suatu episode.

Lebih lanjut Nurgiantoro (2005: 15) menjelaskan bahwa pembedaan

kedua istilah tersebut terlihat kabur. Jika membatasi Roman dengan persyaratan

8

menceritakan orang selama hidup, tidak banyak karya fiksi Indonesia yang dapat

disebut sebagai Roman. Bahwa novel dikatakan tidak mendalam

perwatakannya, hal itu juga tidak benar. Banyak novel Indonesia yang

menggarap penokohan dengan mendalam, sebut misalnya Belenggu, Jalan Tak

Ada Ujung, dan Gairah untuk Hidup dan untuk Mati.

Istilah Roman, novel, cerpen, dan fiksi memang bukan asli Indonesia,

sehingga tidak ada pengertian yang khas Indonesia. Untuk mempermudah

persoalan, di samping pertimbangan bahwa pada kesastraan Inggris dan Amerika,

(sumber utama literatur kesastraan Indonesia), cenderung menyamakan istilah

Roman dan novel, dalam penulisan ini Roman pun dianggap sama dengan novel.

Secara teoretis kita dapat saja mencari-cari perbedaan di antara keduanya

lihat misalnya perbedaan antara novel dengan Roman yang banyak dijumpai pada

buku pelajaran sekolah yang kelihatannya merujuk pada Jassin di atas, waktu

Jassin sendiri sebenarnya justru bermaksud menunjukkan adanya kekaburan

perbedaan itu. Hal itu justru dapat menjebak kita sendiri dalam kesulitan.

Pendapat Tarigan diperkuat dengan pendapat Semi (1993: 32) bahwa

Roman merupakan karya sastra yang diartikan rancangannya lebih luas

mengandung sejarah perkembangan yang biasanya terdiri atas beberapa fragmen

dan patut ditinjau kembali. Dibandingkan dengan novel, novel dianggap sebagai

karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam

dan disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai konsentrasi kehidupan

yang lebih tegas.

9

Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa roman adalah prosa rekaan yang

menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara

tersusun. Roman tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni

yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai, baik

buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca

tentang budi pekerti yang luhur.

Saad (J.S Badudu, 1984: 51) menyatakan nama cerita rekaan untuk

cerita-cerita dalam bentuk prosa seperti: Roman, novel, dan cerpen.

Ketiganya dibedakan bukan pada panjang pendeknya cerita, yaitu dalam arti

jumlah halaman karangan, melainkan yang paling utama ialah digresi, yaitu

sebuah peristiwa-peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan dengan cerita

yang dimasukkan kedalam cerita ini. Makin banyak digresi, makin menjadi luas

ceritanya.

Batos (dalam Tarigan, 1995: 164) menyatakan bahwa novel merupakan

sebuah Roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, menjadi tua,

bergerak dari sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Jassin (dalam Nurgiantoro, 2005: 16) membatasi novel sebagai suatu cerita

yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada disekitar kita, tidak

mendalam, lebih banyak melukiskan suatu saat dari kehidupan seseorang dan

lebih mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada

kenyataannya banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik

itu penokohan maupun unsur-unsur interinsik lain.

10

Sejalan dengan Nurgiantoro, zaidan(1989: 225) mengemukakan bahwa

novel merupakan prosa yang terdiri atas serangkaian peristiwa dan latar. Ia juga

menyatakan, novel tidaklah sama dengan Roman. Sebagai karya sastra yang

termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dalam novel dirasa lebih

baik. Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands)

tentang tempat ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia

dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000: 6-7). Masyarakat

tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam

masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi

yang rinci supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan.

Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan

membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai

dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung

keseluruhan detail untuk perkembangan tokoh dan pendeskripsian ruang.

Novel oleh Nawang (2000: 7) dikategorikan dalam bentuk karya fiksi yang

bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengategorian ini dapat menyadarkan

bahwa sebuah fiksi apa pun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan

demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengategorian ini

berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa

novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis

untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan

dapat dicerna dengan mudah, karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu

cara tertentu mempunyai tujuan tertentu pula.

11

Penciptaan karya sastra memerlukan karya imajinasi yang tinggi. Menurut

Junus (1989: 91), bahwa novel adalah meniru “dunia kemungkinan”. Semua yang

diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya, tetapi kemungkinan-

kemungkinan yang secara imajinasi dapat diperkirakan bisa diwujudkan. Tidak

semua hasil karya sastra harus ada dalam dunia nyata, namun harus dapat

diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal

mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita

kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

Sebagian besar orang membaca sebuah Roman atau novel hanya ingin

menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan

mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tentu yang menarik. Membaca

sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali

membaca dan setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode

akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca

sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke

episode berikutnya akan terputus,

Roman adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi

yang banyak mengungkapkan masalah kehidupan. Novel adalah suatu cerita fiksi

yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan representative dalam satu alur

(Tarigan dalam Faruk, 1992: 16).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Roman adalah

sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan

tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita

12

khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang adalah

realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.

3. Unsur-unsur Roman

Mido (dalam Nawang, 2000: 14) mengatakan bahwa setiap roman atau

karya sastra mempunyai dua segi, pertama: segi ekstrinsik, yaitu hal-hal yang

membangun karya sastra dari luar. Kedua: segi intrinsik, yaitu hal-hal yang

membangun cipta atau karya sastra dari dalam. Yang termasuk segi

ekstrinsik cipta sastra yakni faktor-faktor sosiologis, idiologi, politik, ekonomi,

kebudayaan, dan lain-lain yang turut berperan dalam penciptaannya.

a. Unsur-unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur

yang dimaksud adalah peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang

penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Kepaduan antarberbagai unsur

intrinsik inilah yang membuat sebuah Roman dapat berwujud, sehingga unsur-unsur

tersebut akan ditemui jika kita membaca sebuah Roman atau. Di antaranya peristiwa,

cerita, alur, penokohan, tema, latar, sudut pandang, yang pada akhirnya pembaca akan

menentukan unsur amanat atau pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang

melalui karyanya itu (Nurgiantoro, 2005: 11).

Menurut Sa’ad (2002: 43), unsur-unsur intrinsik dalam cipta sastra

merupakan faktor dalam yang aktif berperan sehingga memungkinkan

sebuah karangan menjadi cipta rasa yang sangat menarik bagi pembaca. Unsur

intrinsik dalam cerita rekaan (Roman) meliputi tema, alur atau plot, tokoh,

latar, amanat, dan penokohan.

13

Unsur-unsur struktural fiksi Roman atau novel menurut Nurgiantoro

(2005: 68-87 adalah:

1) Tema

Tema menurut Nurgiantoro (2005: 70) dapat dipandang sebagai dasar

cerita, gagasan dasar umum sebuah novel. Gagasan dasar umum inilah yang

telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk

mengembangkan cerita.

2) Plot atau Alur

Stanton (dalam Nurgiantoro, 2005: 113) mengemukakan bahwa plot

adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

3) Penokohan

Penokohan merupakan salah-satu bagian unsur yang bersama dengan

unsur- unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun,perlu dicatat

penokohan merupakan unsur yang penting dalam fiksi. Ia merupakan salah-satu

fakta cerita di samping kedua fakta cerita yang lain (Nurgiantoro, 2005: 172).

4) Latar

+Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 2005:

216).

5) Amanat

Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan

14

pengarang. Amanat dipakai pengarang untuk menyampaikan tanggung jawab

problem yang dihadapi pengarang lewat karya sastra.

6) Sudut Pandang

Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2005: 248), sudut pandang

merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita

dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

b. Unsur-unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada di luar karya sastra,tetapi sangat

berpengaruh terhadap isi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik merupakan bagian

cipta sastra dari luar atau latar belakangnya. Misalnya faktor politik, ekonomi,

sejarah, budaya, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik dalam karya sastra. Atau secara

lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang membangun cerita sebuah

karya satra, tetapi tidak ikut mengambil bagian di dalamnya (Nurgiantoro,

2005:247).

Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan,

dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang

dibuatnya.

2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun

penerapan prinsip psikologis dalam karya.

3. Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial,dan politik.

15

4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama dan sebagainya

(Nurgiantoro, 2005: 247).

Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik

sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang

budaya daerah tertentu, pendidikan, agama dan sebagainya, secara disadari atau

tidak akan memasukkan unsur tersebut ke dalam karya sastra.

Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekstrinsik memberikan warna dan

rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan

sebagai makna. Unsur ekstrinsik mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret

realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai

pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis

pengarang pada saat itu.

4. Unsur Amanat dalam Roman

Pengertian amanat adalah sebuah pesan moral dalam sebuah cerita atau

karya lainnya yang ingin disampaikan oleh si penulis atau pengarang kepada para

pembacanya. Untuk itu, amanat sering juga disebut dengan pesan, pesan

moral dari pengarang untuk pembaca. Pesan moral ini umumnya berupa nilai-

nilai baik yang bisa dijadikan teladan atau contoh bagi para pembaca.

Sehubungan dengan hal tersebut, Sadikin (2010) menyatakan bahwa rasa

amanat itu sendiri adalah solusi yang diberikan oleh penulis untuk masalah dalam

karya satra. Sadikin menambahkan akal sehat yang disebut makna. Makna

16

yang dimaksud oleh penulis adalah makna niat, sedangkan makna muatan adalah

Makna yang terkandung dalam karya sastra. Siswanti (2008:

161-162) menyatakan bahwa amanat adalah gagasan berupa pesan yang ingin

disampaikan pembaca kepada pendengar. Dalam karya sastra modern, pesan

ini biasanya tersirat dalam karya sastra lama secara umum merupakan

pesan eksplisit. (https://e-the-1.bpogspot.com/2018/01/pengertian-amanat-

menurut-para-ahli.html) Selanjutnya, menurut Kosasih (2006) amanat

adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca melalui

tulisan-tulisannya, sehingga pembaca dapat menarik kesimpulan dari apa yang

telah dinikmati pembaca. Selain itu,amanat juga diartikan sebagai ajaran moral

atau pesan yang ingin disampaikan pembaca kepada pembaca. Akhir dari

masalah atau jalan keluar dari masalah yang muncul dalam sebuah cerita

bisa disebut amanat.

Pada umumnya, pesan atau amanat ini dapat ditelusuri lewat percakapan

daripada tokoh dalam cerita tersebut. Menurut Waluyo (2006:29), jika tema

memiliki kaitan dengan arti, maka sebuah amanat itu memiliki kaitannya dengan

makna. Kemudian jika tema memiliki sifat yang sangat lugas, khusus dan objektif,

maka amanat itu memiliki sifat kias, umum, dan subjektif. Oleh karena itu, harus

memahami cerita dalam novel. (https://rocketmanajemen.com/definisi-amanat/).

Dalam cerita yang digambarkan oleh pengarang pada dasarnya (tidak

selalu jelas) tersirat. Akan tetapi,juga bisa bersifat tersembunyi (tersirat).

Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua macam amanat yang perlu dipahami, yaitu

amanat tersurat dan amanat tersirat. Hal ini menunjukkan bahwa amanat atau

17

pesan dapat disampaikan oleh pengarang secara implisit dan eksplisit. Amanat

tersirat adalah amanat atau pesan yang disampaikan secara jelas atau

langsung dijabarkan melalui kata-kata dalam sebuah tulisan. Amanat secara

tersirat adalah kebalikan dari amanat tersurat yaitu amanat atau pesan yang

sengaja tidak dijabarkan secara tulisan dalam sebuah karya, akan tetapi pesan ini

bisa diketahui oleh pembaca dari alur cerita yang ada dalam tulisan tersebut.

Jadi,amanat tersirat ini bersifat implisit atau tersembunyi, namun tetap bisa

diketahui dari jalan ceritanya. Oleh karena itu, kedua jenis amanat tersebut harus

diketahui oleh peminat sastra.

Apabila dikaitkan dengan Roman menjadi sasaran penelitian yaitu

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, maka

dalam penelitian ini akan difokuskan pada amanat yang bersifat religius. Hal ini

disesuaikan dengan isi cerita dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya

Sutan Takdir Alisjahbana. Oleh karena itu, akan diuraikan tentang amanat yang

bersifat religius.

a) Amanat yang Bersifat Religius

Kata religi berasal dari bahasa asing religie atau

godsdeinet (Belanda) atau religion (Inggris). Secara etimologis kata religi

mungkin sekali berasal dari istilah relegare atau religare dalam bahasa

Latin. Relegare maksudnya ialah berhati-hati dalam pengertian yaitu

berpegang pada aturan-aturan dasar,yang menurut anggapan orang Romawi

bahwa religi berarti keharusan orang berhati –hati terhadap yang suci, yang

dianggap juga tabu, sedangkan istilah religare berarti mengikat yaitu

18

mengikat manusia dengan kekuatan gaib.

Menurut The Word Book Dictionary (Chicago, dalam Atmosuwito:

1989), kata religiousity berarti religious feeling or sentiment atau perasaan

keagamaan. Religi juga dapat diartikan lebih luas dari itu, konon kata religi

menurut asal katanya berarti ikatan atau pengikatan diri. Dari perngertian ini,

religi lebih mengarah pada hal yang berkaitan dengan personalitas. Oleh karena

itu, ia lebih dinamis dan karena lebih menonjolkan eksistensinya dalam kehidupan

manusia.

Jika sesuatu terdapat ikatan atau pengikatan diri, maka kata religi berarti

menyerahkan diri, tunduk, dan taat. Sementara itu, agama biasanya terbatas dalam

ajaran-ajaran atau aturan-aturan. Perasaan agama ialah segala yang berkaitan

dengan ketuhanan. Hubungan batin antara manusia dengan Tuhannya. Pada

kenyataannya, persepsi yang konvensional dalam masyarakat pada saat ini bahwa

religiusitas hanyalah membicarakan permasalahan ketuhanan saja padahal

kenyataannya tidaklah demikian, karena religius membicarakan dan

mempersoalkan kemanusiaan, manusia itu sendiri tidak hanya berhubungan

dengan Tuhan saja, atau dengan manusia saja. (Amir, 1992:20)

Religius adalah suatu sikap dan perilaku yang taat/patuh dalam

menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, bersikap toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, serta selalu menjalin kerukunan hidup antar

pemeluk agama lain. (Ramli T :2003)

Religius adalah suatu cara pandang seseorang mengenai agamanya serta

bagaimana orang tersebut menggunakan keyakinan atau agamanya dalam

19

kehidupan sehari-hari. (Earnshaw: 2000).

Religius dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam

beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya, toleran kepada penganut agama

lainnya dan mampu hidup dengan rukun. Karakter religius sangat penting dalam

kehidupan seseorang dan menjadi sikap hidup yang mengacu pada tatanan dan

larangan sikap yang telah dia atur dalam aturan agamanya. Agama menjadi hal

yang sangat penting dan sangat mendasar sebagai pedoman hidup atau pandangan

hidupnya. Setiap manusia memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda sesuai

dengan agama yang dianutnya, sehingga agama yang dianut setiap manusia pun

berbeda-beda.

Religi lebih mencermati aspek dalam lubuk hati manusia, riak getaran hati

nurani manusia, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain

karena merupakan imitasi jiwa. pada dasarnya religi lebih dalam dari pada

agama yang tampak formal. Religi tidak hanya dihubungkan dengan ketaatan

ritual, tetapi lebih mendasar dalam pribadi manusia (Mangun Wijaya: 1994: 12).

Menurut konsep E. Durkheim dalam bukunya Les Formas

Elemntaires De La Vic Religius (dalam Thalib, 1987:1990) dikatakan, tiap religi

merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen yaitu:

1) Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius.

2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayang-

bayang manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta tentang wujud dari alam

gaib (supernatural);

3) Sistem upacara religius yang bertujuan dalam mencari hubungan

20

manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk yang

mendiami alam gaib (supernatural).

4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang

menganut sistem kepercayaan tersebut dan yang melakukan sistem sistem

upacara- upacara religius.

Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua

keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat

religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982: 11)

“religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang

erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun

sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.

Religius (keagamaan) merupakan salah-satu dari berbagai klasifikas. Religius

bersumber dari agama dan mampu merasuk ke dalam intimitas jiwa. Nilai religius

perlu ditanamkan dalam lembaga pendidikan untuk membentuk budaya religius

yang mantap dan kuat.

Jadi, religi atau agama adalah suatu sistem yang terdiri atas konsep

yang dipercayai melalui keyakinan secara mutlak suatu umat. Dalam religi

manusia tidak lagi memandang dirinya sendiri, akan tetapi manusia

berhubungan dengan Tuhan. Sebagai manusia pribadi, pengertian religi

diterjemahkan ke dalam sikap pribadi yang bernafaskan intensitas dan rasa

yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia (Junaidi, 1998: 2).

b. Jenis-jenis Amanat yang bersifat Religius

Menurut Atmosuwito (dalam Tarigan, 1995: 16), religius berarti perasaan

21

keagamaan, ialah segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan

Tuhan, perasaan dosa, perasaan takut, dan rasa syukur pada kebesaran

Tuhan. Adapun nilai religius yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah nilai

tauhid, ibadah,dan moral.

1) Nilai Tauhid (Rububiyah)

Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Faith in the of god). Suatu

keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam

semesta ini (Tauhid Rububiyah). Sebagai konsekuensinya, maka hanya

Tuhan itulah yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongan-Nya

serta harus ditakuti (Tauhid Rububiyah). Tuhan itulah zat yang benar-

benar luhur dari segala-galanya, hakim yang maha tinggi, yang tiada terbatas,

yang kekal, yang tiada berubah-ubah, yang tiada kesamaan-Nya sedikit pun

di alam ini, Sumber segala kebaikan dan kebenaran, yang maha adil dan

suci. Tuhan itu bernama Allah Swt.

Tauhid secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-

yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu

saja. Secara istilah syar’i makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-

satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini

sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh

manusia, bisa jadi berupa malaikat, para nabi, orang-orang shalih atau

bahkan makhluk Allah yang lain, namun seseorang yang bertauhid hanya

menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

22

Tauhid berasal dari kata wahhada yuwahhidu, yaitu mengesahkan Allah

Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya dalam Rububiyah-Nya,

nama-nama dan sifat-Nya, dan uluhiyah serta dalam ibadah kepada-Nya.

Mengesahkan Allah disebut tauhid karena seorang hamba dengan keyakinan-Nya

itu telah mentauhidkan Allah. Ketika dia meyakini keesaan Allah, dia akan

beramal sesuai keyakinannya, dengan mengikhlaskan ibadahnya hanya

kepada Allah dan berdoa kepada Allah. Mengimani bahwasanya Allah pengatur

semua urusan dan pencipta seluruh makhluk, dia pemilik asmaul husna dan sifat

yang sempurna, dan hanya Allah saja yang berhak untuk diibadahi dan bukan

selainnya.

Tauhid secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan

bahwa Allah Swt adalah esa, tunggal, satu. Mentauhidkan berarti mengakui

keesaan Allah Swt. Menurut Muhammad Abdullah asal makna tauhid adalah

meyakinkan (mengi’tiqadkan) bahwa Allah Swt adalah satu, tidak ada

sekutu bagi-Nya . secara terminologis tauhid adalah menyucikan yang tidak

mempunyai permulaan (Al-Qadim/Allah) dari menyerupai ciptaan-Nya

(mukhdas/makhluk- Nya), serta percaya tentang wujud Tuhan yang Maha Esa,

yang tidak ada sekutu baginya, baik zat, sifat, maupun perbuatan yang mengutus

utusan memberi petunjuk kepada alam dan umat manusia kepada jalan kebaikan

yang meminta pertanggujawaban seseorang di akhirat

Tauhid adalah mengesahkan Allah Ta’ala dalam pekerjaan-Nya

seperti mencipta, menguasai, mengatur, memberi rezki, menghidupkan,

mematikan, menurunkan hujan dan semisal itu. Maka seorang hamba tidak

23

sempurna tauhid nya sampai mengakui bahwa Allah Ta’ala itu Tuhan segala

sesuatu, pemilik, pencipta, pemberi rezeki, bahwa dia yang menghidupkan dan

mematikan. Pemberi manfaat dan mudharat, satu-satunya yang mengabulkan doa.

Milik-Nya semua masalah, di tangan-Nya semua kebaikan, Dia yang maha

mampu atas segala sesuatu. Termasuk dalam hal ini keimanan terhadap takdir,

baik maupun buruk.

2) Nilai Ibadah (Uluhiyah)

Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena

didorong dan dibangkitkan oleh akibat tauhid. Ibadah itulah tujuan hidup manusia

(Razak, 1971: 44).

Ibadah merupakan bahasa Indonesia yang berasal dari bahsa Arab, yaitu

masdar ibadah yang berarti penyembahan sebagai sarana untuk menghubungkan

diri kita dengan Tuhan dan untuk membuktikan diri kita sebagai hamba serta

sekaligus untuk menegaskan keberadaan Tuhan. Sedangkan secara istilah berarti

khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi

larangan Nya.

Ibadah dalam arti umum meliputi segala kegiatan manusia, baik dilakukan

dalam hubungannya dengan ibadah ekonomi, sosial, budaya, maupun kegiatan

muamalat lainnya yang didasarkan pada kepatuhan, ketundukan dan keikhlasan

kepada Allah Swt. Sedangkan ibadah dalam artian khusus mencakup

perbuatan yang tata cara serta rincian menjelaskan telah ditetapkan oleh

Allah Swt, dan Rasul-Nya seperti tata cara melaksanakan shalat, puasa, haji,

dan lain-lain.

24

Ibadah merupakan ikhwal penting dan wajib dilakukan oleh setiap

manusia, ibadah bertujuan memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia.

Semua ibadah dalam Islam bertujuan agar rohani mengingat kepada Allah Swt.

Bahkan selalu dekat dengan-Nya. Keadaan dekat dengan-Nya senantiasa kita

dapat lebih meningkatkan kesucian jiwa. Kesucian jiwa intens akan menjadi alat

kendali hawa nafsu agar tidak melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum

Tuhan. Setiap orang melakukan ibadah dengan maksud untuk mendapatkan

keridhaan, kemulian, dan pahala dari Allah Swt. Imam Ibnu Athailah dalam kitab

Al-Hikam mengatakan bahwa hakikat orang yang melakukan ibadah pasti

mempunyai pengharapan kepada Allah Swt.

Ibadah ialah mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada lisan,

anggota badan dan yang lahir dari hati, segala sesuatu yang dilakukan

manusia atas dasar patuh terhadap pencipta-Nya sebagai jalan untuk

mendekatkan diri kepada-Nya, tunduk dan mematuhi segala perintah bahwasanya

dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa-apa jauh

dari kesempurnaan yang hanya menjadikan ibadah sebagai pedoman dalam

kehidupnnya sehingga ibadah adalah bentuk taat dan hormat kepada Tuhan-nya.

Bertolak dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Islam adalah pedoman

asasi yang harus dimiliki setiap manusia dalam hidup dan kehidupannya untuk

Kebahagian dunia dan akhirat. Islam mengajarkan manusia tentang akhlak di

mana akibat ini bersumber dari tauhid dasar, inti dan akhir dari seruan islam; dan

atas tauhid itulah Islam mendidik manusia mengenal hakikat dan tujuan

hidupnya, yaitu ibadah kepada Allah Swt.

25

3) Nilai Moral

Moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung pengertian

kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan tingka laku perbuatan

manusia dalam pergaulan hidupnya. Sultan (1987-1988: 89). Moral

yang berasal dari bahasa Latin yang mengandung arti perilaku dan

perbuatan lahir. Seseorang dikatakan mempunyai moral apabila orang itu dengan

kehendaknya sendiri berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau

ajaran filsafat moral semata

Menurut Latif (dalam Hasmidar, 2003: 17) bahwa moral berarti

memenuhi atau memuaskan maksud dan tujuan eksistensi (wujud) seseorang

dalam masyarakat tanpa merusak dan mengganggu orang lain. Sementara menurut

pendapat Alizabet Hurlok (dalam Hasmidar, 2003: 17) bahwa “moralitas”

adalah: kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat yang timbul dari

hati sendiri (bukan paksaan dari luar).

Berdasarkan definisi di atas ditunjukkan bahwa moral itu sangat penting

bagi setiap orang atau manusia di muka bumi ini, moral membentuk

karakter dari setiap individu, tiap bangsa, bukan hanya itu saja bahkan ada

penyair Arab yang mengatakan kurang lebih maksudnya bahwa, ukuran suatu

bangsa dapat dilihat dari akhlak masyarakatnya. Jika mereka tak punya akhlak,

maka bangsa itu tidak punya harga diri dan pendirian, serta ketenteraman dan

kehormatan bangsa akan hilang.

Masalah moral dan sastra merupakan suatu hal berhubungan dengan

manusia dalam suatu kehidupan, tata cara dan tingkah laku masyarakat. Jadi,

26

pada hakikatnya moral dan sastra keduanya saling berkaitan. Karena ajaran

Islam memuat pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang

terdapat di antara sekelompok manusia. Dengan nilai moral yang dimaksud suatu

kebaikan manusia sebagai manusia. Hal ini menunjukkan bahwa norma moral itu

memiliki bobot yang istimewa bila dibandingkan dengan norma-norma lainnya.

Apabila moral dijadikan kajian analisis ilmiah secara abjektif, maka karya sastra

menyusup dan mengukur tindakan seseorang sesuai dengan kebaikannya sebagai

manusia.

Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya

dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral

disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata

manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki

oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan

proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses

sosialisasi.

Jika tiap karya fiksi masing-masing mengandung dan menawarkan pesan

moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan.

Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,

bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan,

seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Berdasarkan uraian di atas, maka karya sastra dapat dianggap

sebagai sesuatu yang menjadikan gejala sosial yang mana gejala tersebut

menyangkut moral, gejala tersebut ditulis pada suatu kurun waktu tertentu

27

yang berkaitan dengan norma untuk memberikan bimbingan moral.

5. Pendekatan Struktural

Masalah pengungkapan amanat dalam Roman Tak Putus Dirundung

Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana menggunakan pendekatan struktural

yang menekankan keterkaitan unsur yang membangun suatu karya sastra

seperti Roman. Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan yang

menganggap bahwa karya sastra secara keseluruhan bagian atau anasir saling

berhubungan untuk membentuk suatu makna (Teeuw, 1988: 123).

Pendekatan struktural juga menyatakan bahwa kesatuan struktur dalam

karya sastra saling berkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dan

sebagian bagian yang dimaksud menunjukkan keseluruhan. Dari pandangan

tersebut, dapat dipahami bahwa karya sastra atau peristiwa di dalam novel

menjadi satu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya

dan antara bagian-bagian itu dan keseluruhannya (Luxemburg dkk. 1986: 36).

Berkaitan dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat

hubungan atau relasi timbal-balik antara bagian-bagian yang membangun sebuah

karya sastra. Antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya saling

berhubungan sehingga terwujud satu keseluruhan. Dengan demikian, adanya

relasi timbal-balik tersebut, maka bagian (aspek) yang satu dengan (aspek) yang

lainnya dalam struktur karya sastra tidak dapat dipisah-pisahkan. Misalnya,

dalam sebuah Roman atau novel, aspek amanat tidak dapat dipisahkan

dengan tema cerita, penokohan serta aspek,dan bagian lain.

Pendekatan struktural selalu mengacu pada asumsi bahwa karya

28

sastra tersusun dari berbagai unsur yang menjalani terstruktur sehingga tidak

ada satu unsur pun yang tidak fungsional dalam keseluruhan. Senantiasa melihat

hubungan antara unsur-unsur atau bagian-bagian yang saling terkait dengan

bagian lainnya sebagai suatu karya sastra yang utuh. Hubungan antara unsur-

unsur itulah yang membangun struktur karya sastra secara keseluruhan (Atmazaki,

1990: 182

Karya sastra yang dibangun oleh struktur atau aspek-aspek tertentu tidak

dapat dipahami dengan jelas jika aspek-aspek tidak dihubungkan. Dengan

demikian,tampak jelas bahwa teks dalam karya sastra telah diolah secara utuh dan

padat antara bagian-bagiannya. Setiap aspek saling berkaitan. Aspek yang

satu dapat berarti jika dikaitkan dengan aspek lainnya.

Pendekatan struktural menurut Teew (1988: 139-140) menunjukkan

kepada kita adanya empat pangkal masalah atau keberatan utama terhadap

pendekatan struktural seperti berikut:

a) New criticism secara khusus, dan analisis karya sastra pada umumnya

belum merupakan teori sastra yang tepat dan lengkap. Hal ini merupakan

cahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu.

b) Karya sastra tidak dapat diteliti atau dikaji secara terasing, tetapi harus

dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah.

c) Adanya struktur yang objektif pada karya sastra semakin

disangsikan, dan sebaliknya peranan pembaca selaku pemberi makna dalam

menginterpretasi akan karya sastra semakin ditonjolkan dalam segala hal

konsekuensi untuk analisis struktural.

29

d) Analisis yang menekankan karya sastra secara mandiri juga

menghilangkan konteks dan fungsinya sehingga karya tersebut menjadi

menara gading yang tidak memiliki relevansi sosial. Karya sastra diciptakan

melalui proses kreativitas dalam jaringan kemasyarakatan dan bukan dari

suatu kekosongan atau vakum sosial. Karya sastra lahir dari persoalan-

persoalan sosial, menghidangkan persoalan-persoalan sosial nyata mungkin,

dan menggarapnya sejujur mungkin sejauh masih dalam jangkauan daya

khayal pengarang. Karya sastra sebagai hasil kreativitas pengarang

yang berobjek pada manusia dan kehidupannya, tidak dapat dilepaskan dari

kerangka sosial budaya yang melingkupinya.

Dalam menganalisis unsur amanat suatu karya sastra seperti Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana tetap melihat unsur-

unsur pendukung yang membangun karya tersebut. Pendekatan struktural ini

mempunyai pandangan bahwa karya sastra secara keseluruhan bagian atau anasir

saling berhubungan untuk membentuk suatu makna. Oleh Karena itu, karya

sastra dapat dipahami secara utuh dengan melibatkan unsur luar tanpa

meninggalkan struktur karya itu sendiri.

B. Kerangka Pikir

Roman dianggap sebagai salah satu bentuk karya seni, merupakan cermin

dari masyarakat. Salah satu karya sastra yang popular di kalangan masyarakat

adalah Roman. Roman ialah cerita prosa yang melukiskan pengalaman-

pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain

dalam suatu keadaan. Selain itu, juga dijelaskan bahwa Roman menceritakan

30

tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur dan lebih banyak melukiskan seluruh

kehidupan pelaku, mendalami sifat watak, dan melukiskan sekitar tempat hidup.

Roman berfungsi sebagai penghibur bagi penikmat sastra sekaligus

berguna untuk menyalurkan berbagai macam ide pengarang terhadap apa yang

diamatinya. Roman dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu unsur

yang dianggap penting adalah unsur amanat atau pesan yang tersirat atau tersurat.

Unsur amanat adalah unsur yang berupa pesan yang disampaikan oleh

pengarang melalui cerita yang diemban oleh tokoh-tokohnya. Pesan moral yang

disampaikan oleh pengarang dapat bervariasi sesuai dengan tema dan amanat

dalam Roman tersebut. Misalnya Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya

Sutan Takdir Alisjabana. Kisah yang diangkat dalam Roman tersebut

menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami kepahitan

hidup.

Sehubungan dengan hal tersebut,Roman Tak Putus Dirundung Malang

Karya Sutan Takdir Alisjahbana memiliki cerita yang menarik untuk dikaji.

Roman ini menyiratkan amanat yang jelas dan sangat kental dengan kehidupan

manusia di tengah-tengah himpitan ekonomi masyarakat.

31

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan

Takdir Alisyahbna

Roman

Unsur Intrinsik

Analisis

Ibadah

Religius

Moral Tauhid

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan Alisjahbana

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan rancangan secara deskriptif, yang

bertujuan mengetahui unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Penelitian ini dirancang

berdasarkan prinsip-prinsip deskriptif. Pertama-tama, dilakukan pengumpulan

buku-buku yang berkaitan dengan apa yang dibahas dan melakukan identifikasi

terhadap masalah yang menjadi ruang lingkup penelitian. Kemudian, menganalisis

sumber-sumber yang ada untuk mengungkapkan unsur amanat yang terdapat

dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

Selanjutnya, data yang telah diperoleh disajikan secara objektif dan kemudian

menarik kesimpulan .

B. Batasan Istilah

Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini,peneliti

harus membatasi taraf operasional seperti berikut ini:

1. Religius yaitu kata religi berasal dari bahasa asing religie atau

godsdeinet (Belanda) atau religion (Inggris). Secara etimologis

kata religi mungkin sekali berasal dari istilah relegare atau

religare dalam bahasa Latin. Relegare maksudnya ialah berhati-

hati dalam pengertian yaitu berpegang pada aturan-aturan dasar,

yang menurut anggapan orang Romawi bahwa religi berarti

keharusan orang berhati –hati terhadap yang suci, yang dianggap juga

32

33

tabu, sedangkan istilah religare berarti mengikat yaitu

mengikat manusia dengan kekuatan gaib.

2. Tauhid yaitu awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith In the of God). Suatu

keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik

alam semesta ini (Tauhid Rububiyah). Sebagai konsekkuensinya,

maka hanya Tuhan itulah yang wajib disembah, dimohon petunjuk

dan pertolongan-Nya serta harus ditakuti (Tuhid Rububiyah). Tuhan

itulah zat yang benar-benar luhur dari segala-galanya, hakim yang

maha tinggi, yang tiada terbatas, yang kekal, yang tiada berubah-ubah,

yang tiada kesamaan-Nya sedikit pun di alam ini, Sumber segala

kebaikan dan kebenaran, yang maha adil dan suci. Tuhan itu bernama

Allah Swt.

3. Ibadah yaitu secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt,

karena didorong dan dibangkitkan oleh akibat tauhid. Ibadah itulah tujuan

hidup manusia (Razak, 1971: 44).Ibadah merupakan bahasa Indonesia

yang berasal dari bahasa Arab, yaitu masdar ibadah yang berarti

penyembahan sebagai sarana untuk menghubungkan diri kita dengan

Tuhan dan untuk membuktikan diri kita sebagai hamba serta sekaligus

untuk menegaskan keberadaan Tuhan. Sedangkan secara istilah berarti

khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi

larangan Nya.

34

4. Moral yaitu moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung

pengertian kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan

tingka laku perbuatan manusia dalam pergaulan hidupnya. Sultan

(1987-1988: 89). Moral yang berasal dari bahasa Latin yang

mengandung arti perilaku dan perbuatan lahir. Seseorang dikatakan

mempunyai moral apabila orang itu dengan kehendaknya sendiri berbuat

sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau ajaran filsafat moral

semata

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Adapun data dalam penelitian ini berwujud kata, ungkapan, kalimat yang

berkaitan dengan unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana terbitan Dian Rakyat

Gramedia Pustaka Utama, 178 halaman, cetakan keenambelas tahun 2008.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, dan

teknik catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber

tertulis untuk memperoleh data. Teknik catat berarti penulis membaca secara

menyeluruh dan berulang-ulang kemudian mencatat seluruh data yang diperlukan

35

dalam penelitian. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Teknik Pustaka, yaitu penulis melakukan penelitian pustaka

dan mengumpulkan buku-buku sastra yang berkaitan dengan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini, khususnya mengenai unsur amanat yang

terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir

Alisjahbana.

2. Teknik catat, yaitu penulis membaca secara cermat dan teliti Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Dari data

yang diperoleh penulis akan mencatat seluruh data yang diperlukan

dalam kartu data penelitian

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian, maka analisis data dilakukan dengan

metode kualitatif untuk menganalisis Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya

Sutan Takdir Alisjahbana. Langkah awal dalam menganalisis Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

Dalam penelitian ini adalah dengan membaca secara berulang-ulang

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana untuk

menganalisis unsur amanat yang terdapat dalam Roman tersebut. Kemudian

mendeskripsikan unsur amanat yang ditemukan dalam cerita. Selanjutnya,

memaparkan data yang telah ditemukan. Kemudian, menarik suatu kesimpulan

dari hasil analisis unsur amanat yang terdapat dalam ro man Tak Putus Dirundung

Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah yang dibahas

adalah unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Setelah membaca

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana secara

berulang-ulang, dapat dikatakan bahwa roman yang menyiratkan beberapa

amanat yang bersifat religius.

Berkaitan dengan hal tersebut, akan diuraikan secara sistematis beberapa

amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan

Takdir Alisjahbana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut ini.

1. Amanat yang Mengandung Nilai Tauhid

Nilai tauhid yang merupakan bagian dari nilai religius, terdapat

dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana. Nilai tauhid yang dimaksud adalah awal dan akhir dari seruan

Islam.Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith in

the of god). Suatu kepercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan

mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyyah). Tuhan itu zat Yang luhur dari

segala-galanya, hakim yang maha tinggi, yang tiada terbatas, yang kekal, yang

tiada berubah-ubah, yang tiada kesamaan-nya sedikit pun di alam ini, sumber

segala kebaikan dan kebenaran,yang maha adil dan suci. Tuhan itu

bernama Allah Swt. Berikut data yang ditemukan dalam cerita Roman Tak

36

37

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, yaitu a)

Mengakuai akan kehendak dan kebesaran Allah Swt, b) Mengharapkan ridho

dan rahmat Allah Swt,dan selalu bersyukur kepada Allah Swt. Adapun

pendeskripsianya dikemukakan sebagai berikut.

a) Mengakui akan Kehendak dan Kebesaran Allah Swt

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Hendaknya menyadari

bahwa segala peristiwa yang terjadi di muka bumi adalah kehendak Allah yang

maha kuasa dan maha penguasa. Hal ini juga ditemukan dalam cerita Roman Tak

Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana.

“tetapi Syahbuddin menerima nasibnya dengan tulus dan ikhlas, tak

menaruh dengki dan khianat, sebab ia tak tahu bahwa sekaliannya itu

kehendak Allah Yang Maha Kuasa.” (Hal. 3)

Pada kutipan tersebut, Tokoh Syahbuddin menerima segala bentuk

cobaan yang dilalui dalam kehidupannya. Semenjak Syahbuddin

ditinggalkan oleh istrinya Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan

kemelaratan. Meskipun demikian, mereka selalu bersabar dan tabah menjalani

liku-likunya hidup ini. Kesibukan ke sana-ke mari mencari pekerjaan untuk

mencukupi kehidupan sehari-harinya membuatnya ia lalai akan api kecil

yang berada disudut ruangan yang beralaskan kayu, sehingga

membakar istana kecilnya dengan cepat, dengan semangatnya yang

tersisa tujuh puluh persen dia masih mampu membuat istana kecil dan mungil

berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar namun, semua peristiwa yang

ia alami dalam sepanjan perjalanan hidupnya tetap ia kembalikan pada

kehendak dan kekuasaan Allah Swt sebagai sang pencipta dan pengatur

38

seluruh kehidupan di alam semesta. Selanjutnya, pada tokoh Syahbuddin

mengalami cobaan yang sangat berat, nenek Zalekah yang berusaha

mengobatinya. Saat itu, nenek Zalekah mengakui dan menyatakan bahwa

apa yang dialami oleh Syahbuddin adalah kehendak Allah Swt. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut ini.

“Sakitnya ini telah dalam,” kata nenek Zalekah dengan suara yang berat, tetapi

janganlah kita putus asa, sebab semuanya itu kehendak Allah Subhana

wata’ala………….”(Hal. 23)

Nenek Zalekah memberi motivasi pada keluarga Syahbuddin agar tidak

putus asa dalam menghadapi cobaan yang dialaminya. Bahkan mengingatkan

bahwa semua yang ia alami itu adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa.

Selain itu, pengarang juga menyampaikan suatu amanat yang menyiratkan pesan

religius pada saat tokoh Syahbuddin merasakan bahwa ajalnya akan tiba. Ia

memberi nasihat kepada kedua anaknya bahwa segala kehidupan duniawi

akan ada akhirnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.

“………………Dengan susah payah bercakaplah Syahbuddin; suaranya hampir-

hampir putus: “Anakku, biji mataku, buah hatiku, ajalku telah sampailah…

Engkau berdua mesti kutinggalkan. Semuanya itu telah terlukis di luhmahful.

Kata ayah tak dapat disangkal. Baik-baik kelakuanmu…… (Hal. 26)

Syahbuddin menyampaikan kepada anaknya bahwa sudah menjadi

kehendak Allah Swt. Bahwa manusia akan meninggalkan dunianya.

Termasuk juga dirinya akan meninggalkan keduanya. Demikian juga kutipan

berikut ini

39

Yang menyiratkan bahwa kehidupan dunia ini penuh dengan keajaiban

yang merupakan kehendak Allah Swt. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.

“Dunia ini penuh keajaiban dan keheranan!

Disini orang tak berhenti dirundung azab-sengsara, di sana orang seolah- olah

diturut oleh kemujuran, keuntungan kesejahteraan dan kemuliaan. (Hal. 26)

Allah Swt memberikan kehidupan kepada hamba-Nya dengan cara yang

berbeda- beda sesuai dengan usaha dan doa yang ia lakukan. Oleh karena itu,

nasib yang ia alami juga berbeda-beda peruntungannya. Ada yang memiliki

kehidupan yang layak, standar, di bawah garis kemiskinan. Tentu ini semua

merupakan rahasia kehidupan yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya.

Selanjutnya. Kutipan cerita berikut ini menunjukkan akan kebesaran Allah

Swt,akan segala peristiwa alam yang terjadi di muka bumi ini

“Langit sebelah barat memperlihatkan suatu tamasya yang sangat

permai…………..Siapa belum pernah memuji kebesaran Allah Subhanahu

wata’ala, waktu siang berganti dengan malam, melihat susunan awan di

langit Lazuardi muda?” (Hal. 60)

Pengarang dalam kutipan tersebut, mengingatkan kepada kita semua

bahwa proses kehidupan di muka bumi ini adalah salah satu tanda akan

kebesaran yang dimiliki Allah Swt. Ia mampu mengatur waktu pergantian

siang dan malam. Bahkan memberikan kenikmatan di dunia dengan menciptakan

pemandangan yang indah dan dapat kita nikmati dalam kehidupan kita ini.

“Tetapi apa boleh buat; rupanya telah begitu ditakdirkan Allah. Marilah kita

berharap saja, moga-moga diperlindungi Tuhan jugalah hendaknya beliau

berdua di akhirat.” (Hal. 80)

40

Pada kutipan tersebut bahwa Mansur telah menerima nasib-Nya

bahwa itulah takdir yang harus diterima dan menyerahkan semuanya kepada

Allah Swt. Mansur hanya bisa berdoa agar dilindungi di mana pun ia berada

karena hanya kepada Allah-Lah kita meminta dan hanya kepada Allah-Lah

kelak kita akan kembali

“Sesungguhnya Tuhan berbuat sekehendaknya atas hambanya. Dengan kodrat

iradatnya, maka pada ketika itu tergelincirlah Sarmin, laki-laki yang kukuh

dan tegap itu, di taris batu yang penuh lumut dan licin itu dan jatuh berguling-

guling.” (Hal. 120)

Pada kutipan tersebut, Sarmin seketika mendapat musibah ketika hendak

ingin melukai Laminah. Bersyukurlah Laminah akan kehendak Allah subhanahu

wata’ala yang masih berpihak kepada dirinya, sehingga ia bisa lolos dari tangan

Sarmin

b) Mengharapkan Ridho dan Rahmat Allah Swt.

Sikap mengharapkan ridho Allah Swt merupakan salah-satu sikap

yang mengakui akan kebesaran Tuhan. Dalam cerita Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga diselipkan

pesan religi dalam cerita melalui tokoh Mansur yang menganggap bahwa

Allah akan tetap memberikan kesempatan kepada setiap hamba-Nya yang

tetap mau berusaha mencari nafkah dalam kehidupannya. Hal ini terlihat

dalam kutipan berikit ini.

“…………..Dan kalau kita telah tiba di Bengkulu nanti telah dapat pula

kita berseluk. Masakan tiada dapat kita di sana mencari uang untuk sesuap

nasi pagi dan sesuap petang. Allah itu maha kuasa. Tiada percaya aku,

bahwa di dunia ini tak ada lagi lain dari malapetaka untuk kita.” (Hal.

62)

41

“………………Selama hayat masih dikandung badan, kita harus berusaha

dengan sekuat tenaga. Sungguhpun demikian, berdoa jugalah, mudah-

mudahan berhentilah penderitaan kita ini.” (Hal.71)

Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Mansur

yang selalu berprasangka baik kepada Allah Swt. Bahwa setiap manusia

yang mau berusaha dengan sekuat tenaga akan dapat menyelesaikan

dan mengatasi masalah yang dialami dalam hidupnya. Termasuk dirinya

yang tidak pernah lelah berjuang dari setiap masalah yang ia hadapi.

“Dari hal rezki itu, selagi Allah masih kasihan kepada kita, kemana kita

pergi takan terlantar.” (Hal.114)

Pada kutipan tersebut Mansur tetap meyakini bahwa di mana pun

dirinya berada Allah Swt akan selalu memberinya kesempatan termaksud

dalam hal reski.

“Sungguhpun demikian, uncu tolong-tolong juga kami dengan doa, moga-

moga Allah subhanahu wata’ala menjatuhkan rahmatnya. (Hal. 68)

Pada kutipan tersebut Mansur meminta agar uncu nya tak lupa untuk

mendoakan dirinya agar diridhoi dan dirahmati Allah Swt dalam setiap

langkahnya.

c. Selalu Bersyukur kepada Allah Swt.

Selalu bersyukur akan karunia yang diberikan oleh Allah Swt

merupakan salah satu amanat yang menyiratkan nilai tauhid. Karena

rasa syukur merupakan ungkapan terima kasih hambanya dan percaya bahwa

hanya kepada Allah Swt-Lah kita menyembah dan bersujud syukur. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut ini.

42

“Sungguh! Cinta pada tanah air tiada dapat pikirkan dengan akal. Kita

bawa ia dari kandungan ibu seperti suatu pemberian Allah yang harus kita

hormati…..(Hal.74)

Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa tokoh Laminah

dan Mansur tetap bersyukur kepada Allah Swt, telah dilahirkan di desa

ketahun yang tidak pernah bisa dilupakan.

“……………Kalau tak ada mamak , siapa tahu, barangkali kami mesti

bermalam di beranda surau, menjadi umpan nyamuk dan binatang- binatang

lain. Sungguh! Mamak kami harus meminta syukur.” (Hal.88)

Pada kutipan tersebut, Mansur dan Laminah merasa sangat bersyukur

ketika bertemu dengan salah seorang yang sudi menawarkan

tumpangan di rumahnya untuk bermalam. Bahkan ia berpikir ternyata di

perjalanan hendak ke Bengkulu masih ada orang yang peduli dengannya.

Oleh karena itu, ia dan adiknya sangat beruntung ada orang yang

berbaik hati mau menolongnya. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat

yang di luaran sana terkadang terlihat mampu ataupun berada namun kadang

mengabaikan orang miskin (tidak mampu) yang sesungguhnya butuh

pertolongan.

“Anak yang tiada berdosa itu menerima semuanya dengan syukur.”

(Hal.109)

Pada kutipan tersebut Laminah tetap bersyukur bagaimanapun

kondisinya saat itu dan tak terpikir oleh-nya akan hal buruk yang akan

menimpah dirinya.

43

2) Amanat yang Mengandung Nilai Ibadah

Seperti halnya nilai tauhid, nilai ibadah juga merupakan bagian dari

nilai religi. Ibadah dalam arti umum meliputi segala kegiatan manusia,

baik dilakukan dalam hubungannya dengan ibadah ekonomi, sosial,

budaya, maupun kegiatan muamalat lainnya yang didasarkan kepada

Allah Swt.; sedangkan ibadah dalam arti khusus mencakup perbuatan

yang tata cara serta rincian mengerjakannya telah ditetapkan oleh Allah

Swt, dan Rasul-nya seperti tata cara melaksanakan shalat, puasa, haji,

dan lain-lain. Semua ibadah dalam Islam bertujuan agar rohani

mengingat kepada Allah Swt. Bahkan selalu dekat dengan-Nya. Keadaan

dekat dengan-Nya senantiasa dapat lebih meningkatkan kesucian jiwa

intens akan menjadi alat kendali hawa nafsu agar tidak melanggar nilai-nilai

moral, peraturan dan hukum Tuhan. Bagiannya ada dua kendali hawa nafsu

agar tidak melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum Tuhan. Bagiannya

ada dua yaitu a) Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan, dan b) Shalat

sebagai kewajiban umat muslim.

Berikut penjelasan kedua nilai ibadah yang ditemukan dalam cerita

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana. a) Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan

Dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana, juga terdapat amanat atau pesan untuk tidak pernah putus

asa dalam berusaha dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut ini.

44

“Dalam enam tahun, sejak perceraiannya dengan istrinya, berlipat ganda

terasa olehnya berat beban hidup mengipit dirinya, sehingga kadang-kadang

ia hampir putus asa dan meminta kepada Tuhan supaya ia dapat menuruti

ke negri yang baka.” (Hal.3)

Pada kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa semenjak

tokoh Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya, Syahbuddin hidup penuh

dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka selalu bersabar dan tabah

menjalani kehidupannya dan mengaggap bahwa semua cobaan yang

menghampirinya bernilai ibadah di mata Allah Swt. Bahkan tidak pernah putus

asa dalam mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehahari-harinya.

Demikian juga kutipan berikut ini.

“Ya, “Ujarlah Laminah, itu mudahlah tetapi, kakak bagaimanakah kalau

misalnya kita ditimpah hujan di jalan?”

“Ah, macam-macam saja cakapmu, “jawab Mansur,” “yang buruk itu jangan

dipikirkan.” (Hal. 82)

Tokoh Mansur selalu mengingatkan kepada Laminah agar tetap

tegar dalam melangkah dan jangan pernah putus asa dalam menjalani

kehidupan ini. Karena hidup harus dijalani jangan mudah menyerah serta

berpasrah diri akan nasib Misalnya, melarang Laminah bersikap cengeng

dan berpikiran negatif ketika melakukan perjalanan mencari kehidupan

yang lebih baik sebab semuanya akan bernilai ibadah ketika kita masih di jalan

yang benar .

b) Shalat sebagai Kewajiban Umat Muslim

Shalat merupakan salah satu kewajiban kita sebagai umat Islam yang

dilaksanakan sebanyak lima kali sehari semalam. Dalam cerita Roman Tak

45

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga

diselipkan pesan religi dalam cerita tentang pentingnya shalat walaupun

berada di tengah-tengah kesibukan duniawi. Hal ini terlihat dalam kutipan

berikut ini.

“…………………Datuk Halim dan andung Seripah sebagaimana biasa

telah bangun akan sembahyang subuh……”(Hal. 73)

“Sesudah itu pergilah ia masuk ke dalam akan sembahyang asar sebab

hari telah sayup……..” (Hal. 55)

Datuk Halim dalam setiap aktivitasnya tetap mengingat akan

kewajibannya sebagai umat muslim. Kewajiban yang dimaksud adalah

menunaikan ibadah Sholat. Hal ini bisa menjadi amanat bagi pembaca

terutama yang hamba Allah yang muslim.

3. Nilai Moral

Seseorang dikatakan mempunyai moral apabila orang itu dengan

kehendaknya sendiri berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil,

atau ajaran filsafat moral semata. Moral berarti memenuhi atau memuaskan

maksud dan tujuan eksistensi (wujud) seseorang dalam masyarakat tanpa

merusak dan mengganggu orang lain atau kelakuan yang sesuai dengan

ukuran-ukuran masyarakat yang timbul dari hati sendiri (bukan paksaan

dari luar ). Berikut data nilai moral yang ditemukan dalam cerita Roman Tak

Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, terbagi atas enam

yaitu. 1) Kejujuran dan keikhlasan, 2) Memiliki rasa tanggung jawab, 3)

Mengajarkan perilaku yang terpuji, 4) Kekerasan dalam rumah tangga, 5) Suka

46

menolong dan ramah 6) Bekerja keras dan selalu berusaha. Adapun

pendeskripsiaanya dikemukakan sebagai berikut.

1) Kejujuran dan Keikhlasan

Kejujuran dan keikhlasan merupakan salah satu sikap yang patut

direalisasikan dalam kehidupan kita yang mengharuskan kita untuk selalu

berbuat jujur dan ikhlas dalam melaksanakannya. Berikut data yang

ditemukan dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan

Takdir Alisjahbana.

“Tetapi mukanya yang bercahaya-cahaya tadi telah menjadi muram, sebab ia

sekarang telah tahu, bahwa ia tertipu; duriannya sama sekali lebih dari empat

ratus; jadi sebuah dijualnya bukan sebenggol, melainkan sesen. Akan minta

lebihkan harga yang telah dijanjikan tadi, ia tak berani, sebab takut kalau orang

cina itu marah dan mengatakan ia mungkir janji.” (Hal.11)

“Kita dikecohkan. Ditaksirnya durian kita dua ratus, aku percaya sehingga aku

jual sama sekali lima rupiah. Tetapi tadi aku bilang lebih dari empat ratus. Kita

ditipu oleh jahanam itu dua ratus buah.” (Hal.12)

Pada kutipan tersebut tokoh Syahbuddin tertipu dengan salah

seorang pengumpul buah durian yang diambil oleh pembeli tersebut.

Kejadian ini menyiratkan bahwa pembeli termasuk tidak jujur dalam

aktivitas jual beli. Melihat kenyataan tersebut, Syahbuddin hanya bisa

berlapang dada dan ikhlas menerima perlakuan yang tidak adil tersebut. Ia

mau minta dilebihkan uang yang diberikan,tetapi ia takut kalau orang cina itu

marah dan dianggap ingkar janji.

“Jepisah berhenti bercakap-cakap, ia telah biasa akan perangai Madang

itu, pemarah dan tak mau disangkal.” (Hal.44)

Pada kutipan tersebut Jepisah sudah terbiasa akan sikap suaminya

47

yang pemarah, tetapi Jepisah sebagai seorang istri senantiasa ikhlas menerima

perlakuan suamainya yang pemarah demi keutuhan rumah tangganya.

2) Memiliki Rasa Tanggung Jawab

Seperti halnya kejujuran, tanggung jawab merupakan salah-satu sifat

yang mengandung nilai moral. Dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang

Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga ditemukan perilaku yang bertanggung

jawab. Hal ini terlihat pada tokoh Syahbuddin yang rela tidak membawa

kedua anaknya karena kondisi yang tidak memungkinkan. Selama ini ke

mana pun ia pergi selalu membawa anaknya.Hal ini terlihat dalam kutipan

berikut ini.

“…………….Sejak bundanya meninggal belum pernah mereka ditinggalkan

oleh Syahbuddin. Tak heran kita kalau anak berdua itu sekali ia menurut kata

ayahnya oleh karena terpaksa saja, oleh karena tak ada jalan lain.”(Hal.17)

Untuk pertama kalinya Syahbuddin tidak membawa kedua anaknya

saat pergi mencari nafkah karena kondisi yang kurang menguntungkan.

Terpaksa ia titipkan pada saudaranya. Hal ini merupakan salah satu bentuk

tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya untuk menjaga keselamatannya.

Hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Syahbuddin sebagai

orang tua.

Demikian juga kutipan berikut ini pengarang menggambarkan suasana

hati Jepisah sebagai seorang yang bertanggung terhadap kedua keponakannya.

Sikap kekhawatirannya merupakan salah satu bentuk perhatian sekaligus rasa

tanggung jawab sebagai orang yang sudah dianggap ibu oleh Mansur dan

Laminah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

48

“Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri kita. Pikirlah itu.

Tetapi kalau hatimu keras juga, pergilah! Barang kali keselamatanmu telah

ditakdirkan Tuhan di negeri orang. Hanya petuahku Laminah itu jangan

engkau sia-siakan. Kalau rasanya tiada terpikul olehmu, kirimlah ia kembali.

Dari pada ia terlantar di negeri orang……..”(Hal.68)

Jepisah selalu memberi nasihat kepada Mansur dan Laminah agar selalu

mempertimbangkan niatnya untuk mengembara ke negeri orang. Karena

selalu mengkhawatirkannya.

“Jadi amat mujurlah Mansur, sebagai saudara yang sangat mengasihi

adiknya, dapat merasa dan menerka apa yang merusaknya dan yang tiada

menyenagkan hati adiknya itu.” (Hal.115)

Pada kutipan tersebut, sungguh Mansur adalah seorang kakak yang

memiliki rasa tanggung jawab terhadap adiknya Laminah, ia sangat mengasihi

adiknya lebih dari apa pun itu. Mansur akan merasa tak nyaman jika adiknya

Laminah sedang dalam kesusahan ia dapat menerka dan merasakan hal itu.

3) Mengajarkan Perilaku yang Terpuji

Mengajarkan perilaku yang baik kepada anak adalah suatu perbuatan

yang sangat terpuji yang mengandung nilai moral . sikap ini sangat dianjurkan

dalam lingkungan keluarga karena dapat melahirkan generasi muda yang

bermoral baik. Hal ini juga ditemukan dalam Roman Tak Putus Dirundung

Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

“Dia itu tiada beribu dan tiada berbapak, Ki “ujar Jepisah lagi akan

melunakkan hati anaknya.

“Heran Ki, “jawab Marsuki, “mak kasihan kepada dia, tetapi tidak kepada

anak sendiri . biarlah, mak, supaya ia coba pula.” (Hal.47)

49

Pada kutipan tersebut tokoh Jepisah sebagai seorang ibu selalu

berusaha memberikan nasihat kepada anaknya agar memiliki perasaan

kasihan pada kakaknya Laminah. Jepisah takut melihat anaknya memiliki

karakter yang sama dengan bapaknya yang memiliki karakter yang kasar.

“Tambahan pula cucungku,” ujar andung Seripah, engkau berdua jangan benar

menaruh dendam. Serahkanlah semuanya pada Allah Subhanahu wata’ala.”

(Hal. 59)

Pada kutipan tersebut andung Seripah memberi nasihat kepada

Mansur dan Laminah agar tak menaruh dendam pada Madang (paman) agar

hati dua anak itu memiliki sifat yang bijaksana, penyayang, dan penyabar.

“Penghabisanku kuperingati engkau jangan sekali-kali bercampur gaul

dengan orang jahat, sebab hal itu tiada pernah membawa manfaat.”

(Hal. 77)

Pada kutipan tersebut Datuk Halim memberi nasihat kepada dua anak

yatim piatu terebut yang hendak ingin merantau ke Bengkulu agar tetap

menjaga pergaualan, serta tetap menjaga sikap.

“Seketika berhenti Laminah; sudah itu ia berkata pula: “kakak!

Berjanjilah kakak pada Minah, takan mendendam manusia binatang itu!” (Hal.

126)

“Ah sahut Laminah, “janganlah kakak pikirkan itu! Biarlah orang lain

mengajarnya. Apakah gunanya kalau kita telah binasa nanti? Sekarang kita

jauhkan diri padanya. Ya, kakak? Kakak takkan mendendam.” (Hal.

127)

Pada kutipan tersebut Laminah meminta kepada kakaknya agar tak

menaruh rasa dendam pada Sarmin yang telah menyakiti dirinya. Sungguh

Laminah menjalankan amanah dari andung Seripah, dapatlah kita lihat bahwa

50

Laminah memiliki hati yang bijaksana yang tak menaruh dendam kepada

Sarmin serta orang-orang yang pernah menyakitinya dahulu.

“Sebab itulah kata Malik: “Dar mengapakah engkau bercakap begitu?

Tidakah engkau menaruh kasihan pada gadis yang malang itu.” (Hal.

147)

“engkau pikirlah dalam-dalam! Sekarang engkau telah hendak

mengganggu-Nya pula! O, engkau sungguh kejam, tak menaruh iba- kasihan

sesama manusia.” (Hal. 147)

Pada kutipan tersebut Malik berusaha menasihati Darwis yang

memiliki maksud tak baik pada Laminah, agar tak melangsungkan niat jahat-nya

tersebut. Malik sungguh berbeda dengan Darwis, Malik memiliki hati yang baik

dan tulus memberi pertolongan tanpa mengharapkan imbalan sedangkan Darwis

baik dan mau menolong Laminah karena ada maksud tertentu di balik kebaikan-

nya itu.

4) Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang tidak diharapkan bagi

pasangan suami istri dalam membina bahtera rumah tangga. Namun,

dalam kenyataannya, kondisi tersebut sering dialami oleh kalangan istri.

Suami yang ringan tangan dan perangai yang kejam terkadang ikut

membelenggu keharmonisan rumah tangga. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut

ini.

“Dengan hal yang demikian Madang semakin hari makin ganas juga sepak

terjang, tepuk-tampar makin sehari makin banyak menimpah kedua anak yatim

itu.” (Hal. 39)

“Mendengar perkataan adiknya serupa itu dikeraskannya hatinya menderita

sekalian nistaan dan hinaan, tampar dan tempeleng itu……”(Hal. 39)

51

“Tetapi malang! Pada waktu itu pukulan Madang telah jatuh di kepala anak

yatim piatu itu, sebagai durian jatuh di tanah yang keras. Laminah tak

berbunyi lagi, terjerebab, seperti elang kena tembak.” (Hal. 51)

Pada kutipan tersebut, tokoh Madang digambarkan sebagai tokoh

yang kejam dan selalu melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Setiap

kali ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, maka ia selalu

melakukan tindakan yang kejam dengan ringan tangan. Misalnya melakukan

tamparan kepada istrinya dan Laminah. Ia dianggap sebagai laki-laki yang

tidak punya hati. Hal ini dipertegas melalui kutipan berikut ini.

“Laminah telah mendukung adiknya itu dan air matanya berhamburan tak dapat

ditahannya lagi, oleh kesal hatinya dan oleh takut akan segak dan

tempeleng.”(Hal. 41)

Tokoh Laminah yang digambarkan dalam kutipan tersebut, cukup

merasa ketakutan ketika adiknya Marsuki terkena sayatan pisau pada

kakinya. Hal yang ditakutkan Laminah adalah kekejaman Madang yang

akan diterima. Tamparan, pukulan, serta kata-kata kasar pasti akan menghujani

dirinya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

“………..Dengan suara yang menakutkan diseyaknyalah Jepisah:

“perempuan jahanam itu membohongi aku tadi. Telah berani benar engkau

padaku sekarang. Engkau permainkan saja aku sebagai patung, sebaik-

baiknya kubunuh kedua-duanya.” (Hal. 48)

“Jepisah terpekik, kena pukulan yang tak diegak-egak itu. Dengan ia

berdiri ia dan berlari menuju ke tangga, sebab ia takut dipalu lagi.” (Hal.

49)

“Anak yang malang itu masih duduk juga dilantai. Entah apalah sebenarnya

ia belum melarikan dirinya; kakinya seolah-olah berat melihat sekalian

pekerjaan suami peribunganya yang kejam…..(Hal. 49)

52

“Tentang inilah rupanya Madang memukul tadi. Lihatlah kulit kepala ini

sampai menjadi biru,” ujarnya serta menunduk ia sedikit akan menawari

bengkak itu. (Hal. 55)

Kekejaman yang digambarkan pengarang melalui tokoh Madang dapat

menjadi pembelajaran bagi pembaca. Terutama dalam menjauhkan diri dari

sikap yang tidak bermoral.

5) Suka Menolong dan Ramah

Dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu sifat yang harus dipelihara

adalah menolong dan ramah kepada sesama. Sifat suka menolong dan ramah

kepada siapa saja adalah salah satu hal yang mengutamakan sisi moral dan ke

manusia.Hal ini juga terlihat dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang

Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

“Datuk Halim dan istrinya, andung Seripah, selalu ramah kepada Mansur dan

Laminah. Seringkali dipanggilnya kedua anak itu makan dirumahnya.

Untuk pembalas budi orang tua dua laki-istri itu acap kali pula Mansur dan

Laminah menolong mereka itu mencarikan kayu dan mengangkat-angkat air.”

(Hal. 51)

“Sekalian perkataan Datuk itu kami masukan dalam hati kami. Sampaikan mati

tiada lupa rasanya kami akan jasa datuk dan andung yang tiada berhingga

itu kepada kami” (Hal. 64)

“………Datuk dan andunglah yang selalu menolong kami dengan segala daya

upaya.” (Hal. 64)

Tokoh Datuk Halim dan istrinya digambarkan sebagai tokoh yang

memiliki jiwa penolong. Ketika Mansur dan Laminah selalu mendapat

perhatian dan pertolongan dari Datuk dan istrinya. Mereka dengan ramah mau

53

menolong dengan memberi makan kepada Mansur dan Laminah. Demikian juga

sebaliknya Mansur dan Laminah membalas budi baik Datuk dengan

mencarikan kayu bakar dan mengangkat air kebutuhan Datuk. Demikian juga

kutipan berikut ini.

“Sekarang andung hendak masuk,” kata andung seripah pula, “tunggulah engkau

berdua disini, boleh andung bertanak di dapur.” (Hal. 59)

Pada kutipan tersebut andung Seripah hendak menawarkan Mansur dan

Laminah untuk tinggal di rumahnya sebab tak tega melihat dua anak yatim piatu

tersebut kena siksa dari pamannya, sungguh hati andung Seripah sangat mulia,

sifat seperti inilah yang harus ditanamkan dalam diri kita, suka menolong dan

ramah kepada sesama.

“…………..”kemanakah maksud engkau berdua ini sekarang? Akan

bermalamkah engkau disini atau akan teruskah? Kalau engkau berdua hendak

menginap di negeri ini, boleh engkau datang ke rumahku diujung sebelah sana.”

(Hal. 87)

Ketika tokoh Mansur dan Laminah sedang dalam perjalanan ke

Bengkulu mencari pekerjaan.Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan salah

seorang yang berbaik hati menawarkan tumpangan menginap di rumahnya,

dengan penuh ramah tamah, orang tersebut menunjukkan arah rumahnya kepada

Mansur dan Laminah.

“Pekertinya tak tentu; ada kalanya ia ganas; kejam; bersalah-tak bersalah

dirusakkanya, dihancurkannya. Tetapi ada pula masanya ia pengasih

pengiba, halus dan lembut sebagai seorang ibu. Apa yang kejam

dihancurkannya diribanya dengan tangannya yang besar itu sehingga sempurna

kembali.” (Hal. 33)

“Dengan kemalu-maluan Mansur dan Laminah menjauhkan dirinya. Sangat

hina terasa orang berdua ini diusir seperti binatang, tetapi apa boleh buat. Orang

54

memintah selalu dibawa bukan? (Hal. 100)

Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa karakter

manusia cukup berbeda-beda. Ada yang memiliki jiwa penolong dan

mengasihani sesamanya. Tetapi ada juga sebaliknya, kejam dan tak berperi

kemanusiaan.

“Percayalah tokeh, amat sedih hati kami meninggalkan pekerjaan ini. Tokeh

selalu dermawan dan budiman kepada kami dan penghidupan kami sederhana,

tak kurang dan tak pula melebih-lebih.” (Hal. 134)

“Nanti, kalau misalnya engkau berdua dalam kesukaran, yang tak sekali- kali

kuharapkan, setiap waktu boleh engkau datang kemari minta pertolongan

padaku.” (Hal. 135)

Pada kutipan tersebut tokoh (pemilik toko roti) meminta kepada Mansur

dan Laminah jika kelak mereka dalam keadaan susah bolehlah mereka

meminta pertolongan kepada tokeh, sebab selama bekerja di toko roti milik

tokeh, dua anak yatim piatu tersebut diperlakukan dengan amat baik oleh tokeh

yang dermawan dan budiman itu. Akan tetapi mereka terpaksa berhenti karena

merasa terusik semenjak kehadiran Sarmin.

6) Bekerja Keras dan Selalu Berusaha

Apabila seseorang memiliki sifat yang selalu mau bekerja keras dan

selalu berusaha, maka niscaya ia tidak pernah menyerah dalam menjalani

kehidupannya. Hal ini terlihat pada tokoh Mansur yang tidak pernah pantang

menyerah dalam menghadapi tantangan hidup.

“Masakan orang hendak membelanjai kami sehari-hari. Tentu tidak! Dan

mencari uang sangat susahnya di negeri mati ini. Bengkulu ini negeri besar.

Tak ada pekerjaan di sudut ini. Boleh kita mencari sudut yang lain.” (Hal.

55

67)

“Buah usaha kita dapat benar kita lihat. Bersungguh-sungguh kita bekerja,

banyak kita mendapat hasil, malas kita, tanggunglah sendiri…………”

(Hal.91)

“Sungguh! Mansur orang yang besar malunya. Di hati kecilnya telah

ditanamkannya, bahwa ia dirantau orang akan bekerja, bekerja dengan

segala tenaganya.” (Hal.86)

Mansur memiliki sifat malu jika selalu dikasihani, ia harus bekerja

menghidupi diri dan adiknya laminah. Melalui tokoh mansur ini, pengarang

memberikan amanat kepada pembaca untuk tetap memiliki semangat dalam

bekerja.

“Nantilah sebentar,” jawab Mansur, “Janganlah engkau gusar. Hari ini juga

kita harus mencari pekerjaan, supaya kita jangan menumpang- numpang lagi

dimana-mana. Waktu kita masih banyak benar.” (Hal. 99)

Pada kutipan tersebut Mansur menenangkan hati adiknya agar tak

merasa cemas ia tak akan menyerah dan akan terus mencari pekerjaan walaupun

sudah beberapa toko yang dimasuki oleh Mansur dan Laminah namun ia terus

mengalami penolakan ada yang menolaknya dengan berkata kasar dan ada pula

yang menolaknya dengan ucapan yang sopan namun itu tak meruntuhkan

semangatnya untuk terus berusaha, sebab ia merasa malu jika hendak

menumpang-numpang lagi.

Adapun kemunculan nilai-nilai Religius dalam Roman Tak Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, secara ringkas dapat dilihat

pada table berikut.

Tabel 4.1 Amanat Religius dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang

56

karya Sutan Takdir Alisjahbana

No. Religius Halaman Frekuensi %

1 Nilai Tauhid

Mengakui akan

kehendak dan

kebesaran Allah Swt

3,23,26,60,80,120 7 13,46

Mengharapkan ridho

dan rahmat Allah Swt 62,71,114,68 4 7,69

Selalu bersyukur

kepada Allah Swt 74,88,109 3 5,76

Jumlah amanat yang

mengandung Nilai Tauhid 14

2

Amanat yang

mengandung nilai

ibadah

Tidak putus asa dalam

menjani kehidupan 3,82 2 3,84

Shalat sebagai

kewajiban umat

muslim

73,55 2 3,84

Jumlah amanat yang

mengandung nilai ibadah 4

3

Amanat yang

mengandung nilai

moral

Kejujuran dan

keikhlasan 11,12,44 3 5,76

Memiliki rasa

tanggung jawab 17,68,115 3 5,76

Mengajarkan perilaku

terpuji 47,59,77,126,127,147, 7 13,46

Kekerasan dalam

rumah tangga 39,41,48,49,55 8 15,38

Suka menolong dan

ramah 51,64,59,87,33,101,134,135 9 17,30

Bekerja keras dan

selalu berusaha 66,91,86,99 4 7,69

Jumlah amanat yang

mengandung nilai moral 34

(Sumber: Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Keterangan:

57

52

52

52

52

52

52

Amanat religius yang mengandung nilai tauhid sebanyak 14 kutipan

Amanat religius yang mengandung nilai ibadah sebanyak 4 kutipan Amanat

religius yang mengandung nilai moral sebanyak 34 kutipan

Jadi ,jumlah seluruh kutipan yang mengandung amanat religius yang

ditemukan dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana adalah sebanayak 52 kutipan

Adapun nilai religius yang peneliti temukan dalam Roman Tak

Putus

Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, adalah sebagai berikut.

1) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni mengakui kehendak

Allah Swt. Sebanyak (7) maka 7

x 100 = 13, 46% 52

2) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni mengharapkan ridho

dan rahmat Allah Swt sebanyak (4) maka 4

x 100 = 7,69% 52

3) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni selalu bersyukur kepada

Allah Swt sebanyak (3) maka 3

x 100 = 5,76% 52

4) Amanat religius yang mengandung nilai ibadah tidak putus asa dalam

menjalani kehidupan sebanyak (2) maka 2

x 100 = 3,84%

5) Amanat religius yang mengandung nilai ibadah yakni sholat sholat sebagai

kewajiban umat muslim sebanyak (2) maka 2

x 100 = 3,84%

6) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni kejujuran dan keiklasan

sebanyak (3) maka 3

x 100 = 5,76% 52

7) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni memiliki rasa tanggung

58

52

52

52

52

52

jawab sebanyak (3) maka 3

x 100 = 5,76% 52

8) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni mengajarkan perilaku

yang terpuji sebanyak (7) maka 7

x 100 = 13,46% 52

9) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni kekerasan dalam rumah

tangga sebanyak (8) maka 8

x 100 = 15,38% 52

10) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni suka menolong dan

ramah sebanyak (9) maka 9

x 100 = 17,30% 52

11) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni bekerja keras dan selalu

berusaha sebanyak (4) maka 4

x 100 = 7,69% 52

Berdasarkan hasil analisis dalam Roman Tak Putus Dirundung

Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Setelah dilakukan analisis oleh peneliti,

maka peneliti menemukan sebanyak 52 kutipan amanat religius, jadi,didapatkan

persantase hasil 13,46% untuk nilai tauhid yakni mengakui kehendak Allah

Swt.7,69% untuk nilai tauhid yakni mengharapkan ridho dan rahmat Allah

Swt.5,76% untuk nilai tauhid yakni selalu bersyukur kepeda Allah Swt. 3,84

untuk nilai ibadah yakni tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. 3,84%

untuk nilai ibadah yakni sholat sebagai kewajiban umat muslim. 5,76% untuk

nilai moral yakni kejujuran dan keikhlasan. 5,76 untuk nilai moral yakni

memiliki rasa tanggung jawab. 13,46% untuk nilai moral yakni mengajarkan

perilaku yang terpuji. 15,38% untuk nilai moral yakni kekerasan dalam rumah

tangga. 17,30% untuk nilai moral yakni suka menolong dan ramah, dan 7, 69%

59

untuk nilai moral yakni bekerja keras dan selalu berusaha.

B.Pembahasan

Berdasarkan penyajian data yang telah diuraikan tentang nilai religius

dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.

Adapun nilai religius dalam penelitian ini yaitu nilai tauhid, ibadah, dan moral.

Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Faith in the of god). Suatu

keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta

ini. Nilai tauhid yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya

Sutan Takdir Alisjahbana yaitu, mencintai Allah Swt,mengakui akan kehendak

dan kebesaran Allah Swt,mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt,selalu

bersyukur ke pada Allah Swt, mencintai agama, dan mendekatkan diri kepada

Allah Swt.

Berdasarkan uraian di atas, nilai tauhid mengajarkan bagaimana agar

mencintai Allah Swt. melebihi cinta yang lain karena orang yang mencintai Allah

akan memberikan sesuatu yang baik untuknya.

Ibadah adalah perbuatan atau amalan yang telah ditetapkan Allah Swt.

akan rincian-rincian tingkat dan ciri-ciri tertentu. Ada pun nilai ibadah yang

terkandung dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir

Alisjahbana yaitu,tidak putus asa dalam menjalani kehidupan,berdoa dan sholat

. Berdasarkan uraian di atas, nilai ibadah banyak memberi manfaat dalam

kehidupan sehari-hari yaitu, membantu bisa berpikir jernih, membantu mengerti

apa tujuan hidup, merasa lebih tenang dan damai

60

Moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung pengertian

kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan tingka laku perbuatan

manusia dalam pergaulan hidupnya. Ada pun nilai moral yang terdapat dalam

Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu,

berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau ajaran filsafat moral

sematas.

Berdasarkan uraian di atas, nilai moral mengajarkan tentang nilai-nilai

kebaikan karena dengan setiap kebaikan yang dilakukan akan mendapat balasan

sepuluh kali lipat kebaikan.

Adapun kaitan penelitian ini dengan ketiga penelitian relevan yang diambil

yaitu Sari (2011) aspek Religiusitas dalam Novel “Titian Nabi” Karya Masyakur

AR. Said, Rejono (1996) Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampung, dan Muh.

Arif (2008) yang berjudul Nilai-nilai religius dalam novel Mahabbah Rindu Karya

Abidah EI Khalieqy. Ketiga penelitian ini pada intinya mengajarkan untuk

mencintai Allah Swt. mencintai agama, berbuat baik kepada sesama manusia dan

sabar menjalani kehidupan terutama dalam persoalan rasa cinta, keluarga,

persahabatan, dan hubungan manusia dengan Allah Swt. Dalam roman ini pula

diajarkan agar manusia menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim

seperti salat, berdoa, berdakwah, dan tetap berserah diri kepada Allah Swt.

61

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian tentang unsur amanat yang terdapat dalam Roman

Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana,

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat amanat yang bersifat religius.

Amanat yang dimaksud terbagi tiga yaitu 1) Nilai tauhid, 2) Nilai ibadah, dan 3)

Nilai moral. Nilai tauhid yang ditemukan ada tiga yaitu a) Mengakui akan

kehendak dan kebesaran Allah Swt13.46% , b) Mengharapkan ridho dan rahmat

Allah Swt, dan 7.69%, c) Selalu bersyukur kepada Allah Swt 5,76%. Adapun

nilai ibadah yang ditemukan ada dua yaitu a) Tidak putus asa dalam

menjalani kehidupan 3.84%, dan b)Shalat sebagai kewajiban umat muslim

3,84%. Selanjutnya, nilai moral yang ditemukan ada enam yaitu a) Kejujuran

dan keikhlasan , 5.76% b) Memiliki rasa tanggung jawab 5.76%, c)

Mengerjakan perilaku terpuji 13,46%, d) Kekerasan dalam rumah tangga

13,58%, e) Suka menolong dan ramah 17.30%, f)Bekerja keras dan selalu

berusaha7,69% .

B. Saran

Dengan selesainya penelitian tentang analisis unsur amanat yang terdapat

dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan

Takdir Alisjahbana, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:

61

62

1. Dalam meneliti nilai-nilai religius intrinsik sebuah roman/novel

hendaknya memahami isi roman/novel yang akan dianalisis.

2. Setiap roman memiliki kelebihan dan kekurangan, hendaknya peneliti

memperhatikan hal tersebut.

3. Dalam menelaah nilai-nilai religius sebuah roman harus dipahami unsur

yang lain seperti penokohan dan amanat dalam cerita

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Muhammad, 2005, Asal Makna Tauhid dan Kepercayaan tentang

Wujud Tuhan yang Maha Esa, Jakarta Selatan : Gagas media

Alisjahbana, Sutan Takdir, 2008. Tak Putus Dirundung Malang. Jakarta: Balai

Pustaka

Amir. 1992. Religi Cerminan Keimanan. Yogyakarta: Gadjah Mada

Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya.

Atmosuwito. 1989. Religiosity. Bandung: Angkasa Raya

Badudu, J.S. 1984. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa Raya.

Earnshaw. 2000. Religiositas dalam Islam. Surakarta: Widya Duta.

Faruk. 1992. Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa: Memperkaya Pengalaman dan

Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Hasmidar. 2003. Moralitas dalam Kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara.

Imam Ibnu Athailah, 2007. Hakikat Orang yang Melakukan Ibadah, Jakarta

Selatan : Buku Kita

Junaidi. 1998. Religiusitas. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press

Junus, Umar. 1989.Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:Gramedia.

Kosasih , 2006. Amanat sebagai Ajaran Moral , Jakarta Pusat : Alex Media

Komputindo

Luxemburg, 1986. Pendekatan Struktural di dalam Novel, Yokyakarta Diva

Press, Sleman : Bentang Pustaka

Nawang. 2000. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta

.

Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Ramli T 2003. Pemahaman Religius . Jakarta: Gramedia Pustaka

Razak. 1971. Ibadah dalam Islam. Bandung: Balai Pustaka

63

64

Rejono, 1996. Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampun. Jakarta : Mizan

Saad, M. Saleh. 2002. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cerminan

Manusia Baru. Jakarta: Gunung Agung

Sadikin. 2010, Kumpulan Sastra Indonesia, Pantun Puisi Majas Pribahasa Mata

Mutiara, Yokyakarta : Pustaka Pelajar

Sari ,2011. Titian Nabi., Jakarta : Quantum Media

Sayuti. 2000, Berkenaan dengan Proposa Fiksi. Bandung : Aneka Sanjaya

Semi, M.Atar. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.

Siswanti. 2008, Makna yang Terkandung dalam Karya Sastra Jakarta :

Alfabeta

Sudjiman, Panutti. 1998. Memahami Cerita Rekaan .Jakarta: Dunia Jaya.

Sultan, 1987. Bentuk Moral pada Manusia. Yokyakarta : Penerbit Andi

Sultan, 1987. Moral dalam Bentuk Tingkah Laku Perbuatan, Yokyakarta :

Angkasa Sanjaya

Tarigan, Henry Guntur. 1995. Prinsip-prinsip Dasar Sastra: Bandung: Angkasa

Raya.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka

Jaya Girimukti Pusaka

Thalib, 1987. Les Formas Elemntaires De La Vic Religius, Bandung : Mizan

Waluyo, Herman J. 2006. Pengkajian Cerita Fiksi: Surakarta: Sebelas

Maret University Press.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1956. Teori Kesusastraan: Jakarta: Pt. Gramedia

Wijaya, Mangun. 1994. Sastra dan Religius. Jakarta: Sinar Harapan

Zaidan Hendy. 1989. Pelajaran Sastra 1. Jakarta: Gramedia.

LAMPIRAN 1

Biografi Penulis

SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA (STA)

Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dilahirkan di Nata, Tapanuli Selatan, Sumatera

Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 juli 1994 dalam usia 86

tahun. Dinamai Takdir karena jari tangannya hanya 4. Ibunya seorang

Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara

sementara ayahnya, Raden Alisjahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang

guru.

LAMPIRAN 2

SINOPSIS ROMAN TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG

KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

Di sebuah dusun Ketahun hiduplah satu keluarga yang di mana

Syahbuddin menjadi presiden rumah tangganya, Syahbuddin mempunyai

dua anak, laki-laki dan perempuan diberi nama Mansur dan Laminah, pada saat

itu Mansur berumur delapan tahun sedangkan adiknya Laminah lebih muda

setahun dari Mansur, Mansur dan Laminah ditinggal mati oleh ibunya

semenjak masih kecil, semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya

Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka

selalu bersabar dan tabah menjalani liku-likunya hidup ini, kesibukan kesana-

kemari mencari pekerjaan untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya

membuatnya ia lalai akan api kecil yang berada di sudut ruangan yang

beralaskan kayu, sehingga membakar istana kecilnya dengan cepat, dengan

semangatnya yang tersisa tujuh puluh persen dia masih mampu membuat

istana dan mungil berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar.

Pekerjaan Syahbuddin hanyalah mencari buah-buahan dan mencari ikan

ke negeri seberang, tidak pernah ia meninggalkan anak nya, kemana

Syahbuddin pergi ia selalu membawa kedua anaknya, Laminah dan Mansur

selalu senang hati bila berada di sisi ayahnya, sehingga Syahbuddin

memutuskan utuk pergi merantau dan meninggalkan dua hartanya, Mansur dan

Laminah sungguh sangat sedih dan menangis atas kepergian ayahnya, karena

baru sekali ia ditinggalkan oleh ayahnya, kedua anak itu sudah dipasrahkan

kepada Jepisah adik kandung Syahbuddin yang perempuan.

Dalam beberapa bulan Syahbuddin kembali ke negeri Ketahun tanah

kelahirannya, uang yang mereka dambakan kini berganti dengan kecemasan dan

ketakutan pada penyakit yang diderita Syahbuddin, apalah daya ilmu nenek

Zalekah, dukun termahir dan terkenal itu tidak mampu menghalangi tugas

malaikat pencabut nyawa, lengkap sudah penderitaan kedua anakitu tanpa orang

tua di dunia ini.

Jepisah adik kandung Syahbuddin sangat menyayangi kedua anak yatim

piatu itu, sehingga dengan suka rela Jepisah pun mengasuhnya, tinggallah ia

berdua di rumah nya, Jepisah sudah menganggap kedua anak itu sebagai anak

kandungnya kebutuhan sandang panagannya kini menjadi tanggung jawabnya.

Hari demi hari berganti, usia Mansur kini menginjak lima belas tahun,

mereka hidup masih di tangan Jepisah dan suaminya, lama-kelamaan

mereka berdua itu menjadi beban bagi suaminya, kasih sayang yang dulu di

berikan oleh suaminya kini berganti menjadi kebencian dan penyiksaan, dalam

usia yang masih dini mereka dipaksa untuk bekerja yang berat sehingga

tulang muda itu tanpa pernah diberi waktu untuk istirahat sedikit pun.

Di saat itu Madang suaminya Jepisah tidak ada di rumah, Marzuki anak

Jepisah yang masih kecil itu gemar sekali bermain dengan Laminah seperti

halnya anak desa lainnya, Laminah membuatkan mainan untuk Marzuki,

mainan itu terbuat dari kulit jeruk dan dengan senang hati Marzuki

memainkannya, Marzuki berlari-lari ke sana ke mari sambil membawa

mainan buatan Laminah sampai tidak terasa kakinya tergores pisau yang ada di

samping Laminah, Marzuki menangis dengan sangat kerasnya darahnya

bercucuran di mana-mana, aliran darah Laminah seakan-akan terhenti karena

melihat kejadian itu, rasa takut dan khawatir akan apa yang akan dilakukan oleh

Madang nanti, ketika matahari akan terbenam Madang pulang ke rumahnya dan

menanyakan anaknya pada Jepisah, syukurlah karena ketakutan itu kini tiada

lagi, karena ketika Marzuki tertidur pulas Jepisah berbohong pada suaminya

bahwa anaknya baru saja kakinya tergores pecahan beling yang berada di

dekat pohon jeruk, beberapa jam Laminah bisa tenang jiwanya, sungguh

sangat disayang ketika Marzuki terbangun dari tidurnya Marzuki lekas

memanggil ayahnya dan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada

ayahnya, bagikan petir di mendung keluar suara Madang bercampur amarahnya

memanggil Jepisah dan Laminah, tanpa banyak kata pukulan yang tidak

terelakan terus-menerus mengenai tubuh Jepisah, berganti pada Laminah,

punggung yang masih lentur dihantam Madang dengan menggunakan sapu

sehingga membuat Laminah terjatuh ke tanah hingga tak sadarkan diri. Mansur

seharian berada di pantai mencari kayu, tanpa sesuap nasi dan setetes air yang

masuk di perutnya, seorang kakak tentu merasakan apa yang dirasakan oleh

adiknya, begitu juga Mansur, dengan lekas ia berlari-lari menuju rumah Madang,

lebih dari dua ratus langkah terdengar olehnya suara tangis dan jeritan

perempuan, Mansur pun bertambah khawatir akan adiknya, tepat di

punggung Laminah pukulan itu terhenti Mansur menarik tangan Madang

dengan sekuat tenaganya, Laminah pun terjatuh dan tidak sadarkan diri,

tanpa pertimbangan Mansur langsung membawa Laminah untuk meninggalkan

rumah yang penuh dengan penyiksaan itu.

Di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah Madang, Mansur pun

menghentikan langkahnya dan meminta tolong, beruntung baginya ada datuk

Halim yang tidak lain adalah tetangganya yang baik hati, lekas Mansur pun

membawa adiknya yang tidak berdaya itu ke rumah datuk Halim, dengan senang

hati datuk Halim dan andung Seripah menerima mereka, kesehatan

Laminah sangat buruk, ketakutan dan kedinginan karena lebatnya air hujan.

Detik demi detik waktu berputar, Laminah pun tersadar dari pingsannya

sambil menangis dan ketakutan akan kekejaman Madang, terlalu

banyak kepedihan yang dideritanya, dengan tekat yang bulat kakak beradik itu

berniat meninggalkan negri Ketahun tanah kelahirannya karena Madang algojo

itu selalu mencarinya, dalam angin malam yang penuh dengan kegelapan Mansur

pun ke rumah Madang lewat pintu belakang untuk mengambil pakaiannya serta

meminta izin pada Jepisah untuk pergi ke Bengkulu, air mata Jepisah pun tak

terbendung lagi olehnya, Jepisah resah karena di Bengkulu, tidak ada sanak

keluarga, memang berat baginya meninggalkan Jepisah dan tanah kelahirannya,

namun apa boleh buat Madang algojo itu tidak ada henti-hentinya menyiksa

kakak beradik itu.

Matahari terbit dari bagian timur menandakan hari sudah pagi, di hari itu

Mansur dan Laminah melihat negeri Ketahun untuk terakhir kalinya, mereka

pergi diantar oleh datuk Halim dengan menggunakan sampan kecil, tidak

banyak perbekalan yang mereka bawa hanya sekadar makanan dan pakaiannya

yang lusu, berawal kakak beradik menyelusuri sungai disampingi oleh datuk

Halim, setelah sampai disebuah jalan raya ditinggalkannya mereka oleh datuk

Halim dengan diberikannya pisau kesayangan datuk Halim kepada Mansur

bertujuan untuk menjaga diri, dari situ Laminah dan Mansur mengembara dari

dusun ke dusun melewati hutan lebat dan jalan bebatuan yang tajam.

Matahari mulai terbenam memancarkan cahaya kekuning-kuningan

hingga malam menjelang mereka pun menginap disebuah beranda orang cina,

suasana alam telah terdengar membangunkan impian mereka, persawahan

masih tetap ditelusuri dan masuklah mereka ke kebun yang amat luas yang

tidak pernah ditemui sebelumnya, mereka duduk sebentar merasakan angin

di bawah pohon limau, mamak Palik penja kebun itu menghampiri mereka,

mamak palik sangat baik hati kepadanya, karena sangat kasihan kepada mereka

yang tidak tahu harus ke mana lagi akan melangkah, mamak balik membawa

Mansur dan Laminah ke rumahnya untuk sementara waktu, setelah bercakap

dengan mamak Palik kakak beradik itu melanjutkan perjalanannya.

Langkah-demi langkah mereka lalui sampailah mereka di Bengkulu,

mereka merasa keheran-heranan melihat semua yang ada di sekitarnya, anak

yatim piatu itu kesana-kemari mencari pekerjaan, hinaan dan cacian yang mereka

dapatkan, hingga mereka tiba di sebuah toko roti, di situ Mansur dan

Laminah diterima kerja oleh tokoh yang baik hati itu, pekerjaan baru itu

membuat ia lupa akan kemiskinannya selama ini, mereka berdua mendapatkan

makan dan tempat tinggal secara gratis, Mansur bekerja untuk mengantarkan

barang pesanan kesana-kemari di sekitar Bengkulu, sedangkan Laminah bekerja

di dapur untuk memasak roti.

Bulan berganti bulan Laminah pun kini tumbuh menjadi gadis remaja

yang cantik dan menarik, para bujang pekerja itu sangat suka kepada Laminah

tapi tentunya mereka sangat takut kepada kakaknya, setiap hari mereka saling

berebut untuk mendapatkan hati Laminah, dengan kebaikan dan kasih sayang tak

lupa hartanya mereka berikan buat gadis idaman itu, dalam beberapa hari ini

Laminah merasa takut dan khawatir yang tidak tentu sebabnya, kurang tidur dan

sering kali kedinginan seakan ada firasat bahasa yang akan menimpanya

seperti mimpi- mimpi ngeri yang selalu menghantuinya.

Seminggu yang lalu,Tokeh menerima Sarmin sebagai pekerja baru di

tokonya Sarmin adalah mantan kuli kontrak, semua kehidupannya bergantung

pada kekuatan tangannya dan bersemboyan “Hari ini buat hari ini, besor dapat

kita berpikir”, dengan datangnya Sarmin Laminah semakin hari semakin tidak

tenang jiwanya, seakan hidupnya penuh marah bahaya dan ketakutan, kesenangan

hidupnya yang dikecamnya dalam beberapa hari ini seakan kembali senyap,

Mansur sangat kasihan melihat adiknya yang semakin hari semakin dilanda

ketakuatan yang amat dalam, mereka berunding dan bersepakat akhir bulan nanti

akan pergi meninggalkan toko roti itu, pekerjaan dilakukan seperti biasanya,

Mansur mengantar pesanan, dan Laminah ke belakang membersihkan

sebaban piring, Sarmin selalu mengikuti Laminah berniat untuk merampas

kegadisannya, ke mana pun Laminah pergi Sarmin selalu memperhatikannya, di

saat Laminah sedang bekerja Sarmin pun datang mendekatinya, Laminah

sangat takut dengan adanya Sarmin di sampingnya, dengan secepat kilat

Sarmin berusaha menodai gadis itu, hanya jeritan yang keluar dari mulut

Laminah dan berusaha untuk lari dari genggaman tangan rakuk itu, para pekerja

hanya bisa diam dan tidak berani untuk menolong gadis malang itu karena

takut akan kekuatan Sarmin, karena Sarmin orang yang senonoh akhirnya ia

tergelincir dan jatuh, kesempatan bagi Laminah untuk melarikan diri dari

Sarmin, alangkah mujurnya Laminah kegadisannya pun tak sampai direnggutnya,

Laminah hanya bisa diam, menangis dan meratapi peristiwa itu, Mansur tidak

mengeri apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya, dan sehingga Laminah pun

menceritakan peristiwa itu, tanpa menunggu lama Mansur mengambil pisau

dengan berniat untuk menghabisinya, mereka saling beradu kekuatan dan bersilat

kuda, tidak ada lagi yang bisa menghentikannya kecuali dengan pistol tokeh,

karena kesalahan ada dipihak Sarmin maka dikeluarkan dia dari toko itu,

meskipun Sarmin sudah dikeluarkan dari toko itu, tetapi itu tidak menghalangi

niat bagi mereka untuk tetap tinggal.

Ke sana ke mari mencari pekerjaan, dan pada akhirnya ada sebuah toko

mili orang Jepang, diterimalah Mansur di toko itu, Laminah tinggal di rumah

hanya seorang diri, hari-harinya diselimuti dengan kebosanan setiap hari tidak

ada kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak makanan buat kakaknya dan

pada akhirnya Laminah mencari kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak

makanan buat kakaknya dan pada akhirnya Laminah mencari kesibukan dengan

menjadi buruh cuci pakaian untuk menghilangkan kebosanan itu. Hari raya akan

tiba tiga hari lagi, Mansur dituduh mencuri uang di toko tersebut dan

dimasukanlah ia kedalam penjara, Laminah hanya bisa menangisi peristiwa

itu hingga lupa makan dan minum, peristiwa itu sampai terdengar ke telinga

Malik dan Darwis teman kerja Laminah waktu di toko roti, tanpa seorang

akan kakak Laminah tinggal, kesempatan bagi Darwis untuk merenggut

kegadisannya.

Di saat malam menjelang Darwis datang ke rumah Laminah dengan

membawa buah-buahan, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Laminah kalau

ada niat buruk di balik semua kebaikannya, di saat menjelang tidur Malik

mengetahui rencana Darwis lekas ia menghampiri rumah Laminah, alangkah

terkejutnya Malik ketika rumah Laminah tak berpenghuni, ke sana-ke mati

Malik mencari gadis malang itu sampai akhirnya Malik menemukannya di

sebuah bibir pantai, Laminah menceburkan diri ke dalam laut dan dengan

seketika hilang tak tahu keberadaannya.

Mansur telah bebas dari penjara karena tidak ada adanya bukti yang kuat,

selama lima hari terbebasnya Mansur dari penjara alangkah terkejutnya Mansur

ketika menetahui adiknya Laminah telah tiada, hilanglah sudah semangat

hidup dan Mansur memutuskan untuk pergi berlayar, bertahun-tahun terkapun-

kapung di atas air namun baying-bayang adiknya tidak juga hilang, hari-harinya

penuh dengan lamunan, Mansur pun mengeluh dan berkata “Ya Allah, ya

Tuhanku, apabila engkau pulangkan aku keasalku? Mengapakah engkau azab

aku lama di neraka hidup ini?”, di saat malam tiba Mansur naik ke atas kapal

untuk memasang layar kapal yang ditumpanginya, Mansur pun terjatuh ke dalam

lautan, Mansur pun menyusul adiknya dan orang tuanya kenegeri yang baka.

Judul : Tak Putus Dirundung

Malang Penulis : Sutan Takdir

Alisjahbana Penerbit : Balai Pustaka,

1929

Angkatan : Tahun 20-an

Tema : Kehidupan

Setting : Dusun Ketahun dan Kota Bengkulu

Alur : Maju

Gaya bahasa : Kiasan

Penokohan

Syahbuddin

Mansur

Laminah

: Penyayang dan bijaksana

: Penyayang, penyabar, dan pekerja keras

: Penyayang, dan mudah stress

Uncu Jepisah

Madang

Datuk Halim

Andung Seripah

: Baik hati, bijaksana, penyayang

: Jahat dan keras kepala

: Penyayang dan ramah

: Penyayang, ramah, dan baik hati

Nenek Zalekah

Marzuki

Mamak Palik

Sarmin

: Baik

: Keras kepala

; Baik

: Jahat, egois, dan pemalas

Darwis

Malik

: Bermuka dua, egois, dank eras kepala

: Baik hati

LAMPIRAN 3

KARTU DATA

1. Amanat Religius yang mengandung nilai tauhid

Kode: R (Religius) I (Ibadah) T (Tauhid)

M (Moral)

Sumber Roman Tak Putus Dirundung Malang karya (TPDMA) Hal:

Halaman

Amanat religius yang mengandung nilai tauhid terbagi 3 bagian yaitu:

a. Mkka : Menagakui akan kehendak dan kebesaran Allah swt b. Mrra :

Menghrapkan ridho dan rahmat Allah Swt

c. Sbka : Selalu bersyukur kepada Allah Swt

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.3

“tetapi Syahbuddin menerima nasibnya dengan tulus dan ikhlas, tak

menaruh dengki dan khianat, sebab ia tak tahu bahwa sekaliannya itu kehendak

Allah yang Maha Kuasa.

pada kutipan tersebut, Tokoh Syahbuddin menerima segala bentuk cobaan yang

dilalui dalam kehidupannya. Semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya

Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan. Meskipun

demikian, mereka selalu bersabar dan tabah menjalani liku-

likunya hidup ini.

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/01/Hal.23

“Sakitnya ini telah dalam,” kata nenek Zalekah dengan suara yang berat, tetapi janganlah

kita putus asa, sebab semuanya itu kehendak Allah Subhana wata’ala………….(Hal.

23)

Nenek Zalekah memberi motivasi pada keluarga Syahbuddin agar tidak putus asa dalam

menghadapi cobaan yang dialaminya. Bahkan mengingatkan bahwa semua yang ia alami itu

adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa.

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26

“………………Dengan susah payah bercakaplah Syahbuddin; suaranya hampir-hampir putus:

“Anakku, biji mataku, buah hatiku, ajalku telah sampailah… Engkau berdua mesti kutinggalkan.

Semuanya itu telah terlukis di luhmahful. Kata ayah tak dapat disangkal.

Baik-baik kelakuanmu……”

Syahbuddin menyampaikan kepada anaknya bahwa sudah menjadi kehendak Allah Swt. Bahwa

manusia akan meninggalkan dunianya. Termasuk juga dirinya akan meninggalkan keduanya.

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26

“Dunia ini penuh keajaiban dan keheranan! Disini orang tak berhenti dirundung azab-

sengsara, disana orang seolah- olah diturut oleh kemujuran, keuntungan

kesejahteraan dan kemuliaan.

Allah Swt memberikan kehidupan kepada hamba-Nya dengan cara yang berbeda-beda sesuai

dengan usaha dan doa yang ia lakukan.

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.60

“Langit sebelah barat memperlihatkan suatu tamasya yang sangat

permai…………..Siapa belum pernah memuji kebesaran Allah Subhanahu wata’ala,

waktu siang berganti dengan malam, melihat susunan awan di langit Lazuardi muda?

Pengarang dalam kutipan tersebut, mengingatkan kepada kita semua bahwa proses

kehidupan di muka bumi ini adalah salah satu tanda akan kebesaran yang dimiliki Allah Swt.

Kode: TPDMA/R/T/Mkka/07/Hal.120

“Sesungguhnya Tuhan berbuat sekehendaknya atas hambanya. Dengan kodrat

iradatnya, maka pada ketika itu tergelincirlah Sarmin, laki-laki yang kukuh dan tegap

itu, di taris batu yang penuh lumut dan licin itu dan jatuh berguling-guling.”

Pada kutipan tersebut, Sarmin seketika mendapat musibah ketika hendak ingin melukai

Laminah. Bersyukurlah Laminah akan kehendak Allah subhanahu wata’ala yang masih

b)Mrra: Mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt

Kode: TPDMA/R/T/Mrra/02/Hal.62, 71

“…………..Dan kalau kita telah tiba di Bengkulu nanti telah dapat pula kita berseluk.

Masakan tiada dapat kita di sana mencari uang untuk sesuap nasi pagi dan sesuap

petang. Allah itu maha kuasa. Tiada percaya aku, bahwa di

dunia ini tak ada lagi lain dari malapetaka untuk kita.”

“………………Selama hayat masih dikandung badan, kita harus berusaha dengan

sekuat tenaga. Sungguhpun demikian, berdoa jugalah, mudah-mudahan berhentilah

penderitaan kita ini.” (Hal.71)

Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Mansur yang selalu

berprasangka baik kepada Allah Swt.

Kode: TPDMA/R/T/Mrra/05/Hal.114

“Dari hal rezki itu, selagi Allah masih kasihan kepada kita, kemana kita

pergi takan terlantar.”

Pada kutipan tersebut Mansur tetap meyakini bahwa di mana pun dirinya berada Allah

Swt akan selalu memberinya kesempatan termaksud dalam hal reski.

c. Sbka: Selalu bersyukur kepada Allah Swt

Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.74

“Sungguh! Cinta pada tanah air tiada dapat pikirkan dengan akal. Kita bawa

ia dari kandungan ibu seperti suatu pemberian Allah yang harus kita

hormati….”

Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa tokoh Laminah dan Mansur

tetap bersyukur kepada Allah Swt, telah dilahirkan di Desa ke tahun yang tidak

Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.

“……………Kalau tak ada mamak , siapa tahu, barangkali kami mesti bermalam di

beranda surau, menjadi umpan nyamuk dan binatang-binatang lain. Sungguh! Mamak

kami harus meminta syukur.”

Pada kutipan tersebut, Mansur dan Laminah merasa sangat bersyukur ketika bertemu

dengan salah seorang yang sudi menawarkan tumpangan di rumahnya untuk bermalam.

Kode: TPDMA/R/T/Sbka/02/Hal.109

“Anak yang tiada berdosa itu menerima semuanya dengan syukur.”

Pada kutipan tersebut Laminah tetap bersyukur bagaimanapun kondisinya saat itu dan

tak terpikir oleh-nya akan hal buruk yang akan menimpa dirinya.

2. Amanat religius yang mengandung nilai ibadah terbagi 2 bagian yaitu:

a. Tpamk : Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan b.

Skum : Sholat sebagai kewajiban umat muslim

Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/05Hal.3

“Dalam enam tahun, sejak perceraiannya dengan istrinya, berlipat ganda terasa

olehnya berat beban hidup mengipit dirinya, sehingga kadang-kadang ia hampir putus asa

dan meminta kepada Tuhan supaya ia dapat menuruti ke negri

yang baka.”

Pada kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa semenjak tokoh Syahbuddin

ditinggalkan oleh istrinya, Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan,

tetapi mereka selalu bersabar dan tabah menjalani kehidupannya.

Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/06/Hal.82

“Ya, “Ujarlah Laminah, itu mudahlah tetapi, kakak bagaimanakah kalau misalnya kita

ditimpah hujan di jalan?”

“Ah, macam-macam saja cakapmu, “jawab Mansur,” “yang buruk itu jangan

dipikirkan.” (Hal. 82)

Tokoh Mansur selalu mengingatkan kepada Laminah agar tetap tegar dalam

melangkah dan jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan ini.

b. Sskum: Sholat sebagai kewajiban umat muslim

Kode: TPDMA/R/I/Sskum/04,/Hal.73, 55

“…………………Datuk Halim dan andung Seripah sebagaimana biasa telah

bangun akan sembahyang subuh……(Hal. 73)

“Sesudah itu pergilah ia masuk ke dalam akan sembahyang asar sebab hari

telah sayup…….. (Hal. 55)

Datuk Halim dalam setiap aktivitasnya tetap mengingat akan kewajibannya sebagai

umat muslim. Kewajiban yang dimaksud adalah menunaikan ibadah Sholat.

3. Amanat religius yang mengandung nilai moral terbagi menjadi 6 yaitu;

a. Kdk : Kejujuran dan keikhlasan

b. Mrtj : Memiliki rasa tanggung jawab c. Mpt :

Mengajarkan perilaku terpuji

d. Kdrt : Kekerasan dalam rumah tangga e. Smdr :

Suka menolong dan ramah

f. Bkdsb : Bekerja keras dan selalu berusaha

Kode: TPDMA/R/M/Kdk/07, 02 ,/Hal.11, 12

“Tetapi mukanya yang bercahaya-cahaya tadi telah menjadi muram, sebab ia sekarang

telah tahu, bahwa ia tertipu; duriannya sama sekali lebih dari empat ratus; jadi sebuah dijualnya

bukan sebenggol, melainkan sesen. Akan minta lebihkan harga yang telah dijanjikan tadi, ia

tak berani, sebab takut kalau orang cina itu marah dan

mengatakan ia mungkir janji.”

“Ditaksirnya durian kita dua ratus, aku percaya sehingga aku jual sama sekali lima

rupiah. Tetapi tadi aku bilang lebih dari empat ratus. Kita ditipu oleh jahanam itu dua

ratus buah.”

Pada kutipan tersebut tokoh Syahbuddin tertipu dengan salah seorang pengumpul buah

durian yang diambil oleh pembeli tersebut. Kejadian ini menyiratkan bahwa pembeli

termasuk tidak jujur dalam aktivitas jual beli. Melihat kenyataan tersebut, Syahbuddin

hanya bisa berlapang dada dan ikhlas menerima perlakuan yang tidak adil tersebut.

Kode: TPDMA/R/M/Kdk/04/Hal.44

“Jepisah berhenti bercakap-cakap, ia telah biasa akan perangai Madang itu, pemarah dan

tak mau disangkal.” (Hal.44)

Pada kutipan tersebut Jepisah sudah terbiasa akan sikap suaminya yang pemarah, tetapi

Jepisah sebagai seorang istri senantiasa ikhlas menerima perlakuan suamainya yang

b. Mrtj: Memiliki rasa tanggung jawab

Kode: TPDM/R/M/Mrtj/04/Hal.17

“…………….Sejak bundanya meninggal belum pernah mereka ditinggalkan oleh

Syahbuddin. Tak heran kita kalau anak berdua itu sekali ia menurut kata ayahnya

oleh karena terpaksa saja, oleh karena tak ada jalan lain.”

Untuk pertama kalinya Syahbuddin tidak membawa kedua anaknya saat pergi mencari

nafkah karena kondisi yang kurang menguntungkan. Terpaksa ia titipkan pada saudaranya.

Kode: TPDM/R/M/Mrtj/01/Hal.68

“Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri kita. Pikirlah itu. Tetapi kalau hatimu

keras juga, pergilah! Barang kali keselamatanmu telah ditakdirkan Tuhan di negeri orang.

Hanya petuahku Laminah itu jangan engkau sia-siakan. Kalau rasanya tiada terpikul

olehmu, kirimlah ia kembali. Dari pada ia terlantar di negeri

orang”

Jepisah selalu memberi nasihat kepada Mansur dan Laminah agar selalu

mempertimbangkan niatnya untuk mengembara ke negeri orang. Karena selalu

mengkhawatirkannya.

Kode: TPDM/R/M/Mrtj/03/Hal.115

“Jadi amat mujurlah Mansur, sebagai saudara yang sangat mengasihi adiknya, dapat

merasa dan menerka apa yang merusaknya dan yang tiada menyenagkan hati

adiknya itu.”

Pada kutipan tersebut, sungguh Mansur adalah seorang kakak yang memiliki rasa

tanggung jawab terhadap adiknya Laminah, ia sangat mengasihi adiknya lebih dari apa pun

c. Mpt: Mengajarkan Perilaku Terpuji

Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.47

“Dia itu tiada beribu dan tiada berbapak, Ki “ujar Jepisah lagi akan

melunakkan hati anaknya.

“Heran Ki, “jawab Marsuki, “mak kasihan kepada dia, tetapi tidak kepada anak

sendiri . biarlah, mak, supaya ia coba pula.”

Pada kutipan tersebut tokoh Jepisah sebagai seorang ibu selalu berusaha

memberikan nasihat kepada anaknya agar memiliki perasaan kasihan pada

kakaknya Laminah.

Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.59

“Tambahan pula cucungku,” ujar andung Seripah, engkau berdua jangan

benar menaruh dendam. Serahkanlah semuanya pada Allah Subhanahu

wata’ala.”

Pada kutipan tersebut andung Seripah memberi nasihat kepada Mansur dan

Laminah agar tak menaruh dendam pada Madang (paman) agar hati dua anak itu

memiliki sifat yang bijaksana, penyayang, dan penyabar.

Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.77

“Penghabisanku kuperingati engkau jangan sekali-kali bercampur gaul

dengan orang jahat, sebab hal itu tiada pernah membawa manfaat.”

Pada kutipan tersebut Datuk Halim memberi nasihat kepada dua anak yatim piatu

terebut yang hendak ingin merantau ke Bengkulu agar tetap menjaga pergaualan,

serta tetap menjaga sikap.

Kode: TPDM/R/M/Mpt/04, 01/Hal.126, 127

“Seketika berhenti Laminah; sudah itu ia berkata pula: “kakak! Berjanjilah

kakak pada Minah, takan mendendam manusia binatang itu!”

“Ah sahut Laminah, “janganlah kakak pikirkan itu! Biarlah orang lain

mengajarnya. Apakah gunanya kalau kita telah binasa nanti? Sekarang kita

jauhkan diri padanya. Ya, kakak? Kakak takkan mendendam.”

Pada kutipan tersebut Laminah meminta kepada kakaknya agar tak menaruh rasa

dendam pada Sarmin yang telah menyakiti dirinya.

Kode: TPDM/R/M/Mpt/02/Hal.147

“Sebab itulah kata Malik: “Dar mengapakah engkau bercakap begitu? Tidakah

engkau menaruh kasihan pada gadis yang malang itu.”

“engkau pikirlah dalam-dalam! Sekarang engkau telah hendak mengganggu-Nya

pula! O, engkau sungguh kejam, tak menaruh iba-kasihan sesama manusia.”

Pada kutipan tersebut Malik berusaha menasihati Darwis yang memiliki maksud tak

baik pada Laminah, agar tak melangsungkan niat jahat-Nya tersebut. Malik sungguh

berbeda dengan Darwis, Malik memiliki hati yang baik dan tulus memberi pertolongan

tanpa mengharapkan imbalan sedangkan Darwis baik dan mau menolong Laminah karena

ada maksud tertentu dibalik kebaikan-Nya itu.

d. Kdrt: Kekerasan dalam rumah tangga

Kode: TPDM/R/M/KDRT/02, 04, 01/Hal.39, 39, 51

“Dengan hal yang demikian Madang semakin hari makin ganas juga sepak terjang,

tepuk-tampar makin sehari makin banyak menimpah kedua anak yatim itu.

“Mendengar perkataan adiknya serupa itu dikeraskannya hatinya menderita

sekalian nistaan dan hinaan, tampar dan tempeleng itu……”

“Tetapi malang! Pada waktu itu pukulan Madang telah jatuh di kepala anak

yatim piatu itu, sebagai durian jatuh di tanah yang keras. Laminah tak berbunyi

lagi, terjerebab, seperti elang kena tembak.”

Pada kutipan tersebut, tokoh Madang digambarkan sebagai tokoh yang kejam dan selalu

melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Setiap kali ada sesuatu yang tidak sesuai

dengan harapannya, maka ia selalu melakukan tindakan yang kejam dengan

ringan tangan.

Kode: TPDM/R/M/Kdrt/07/Hal.41

“Laminah telah mendukung adiknya itu dan air matanya berhamburan tak dapat

ditahannya lagi, oleh kesal hatinya dan oleh takut akan segak dan tempeleng.”

Tokoh Laminah yang digambarkan dalam kutipan tersebut, cukup merasa ketakutan

ketika adiknya Marsuki terkena sayatan pisau pada kakinya. Hal yang ditakutkan

Laminah adalah kekejaman Madang yang akan diterima.

Kode: TPDM/R/M/Kdrt/07, 01, 03, 02/Hal.48, 49, 490, 50

“………..Dengan suara yang menakutkan diseyaknyalah Jepisah: “perempuan jahanam

itu membohongi aku tadi. Telah berani benar engkau padaku sekarang. Engkau

permainkan saja aku sebagai patung, sebaik-baiknya kubunuh kedua-

duanya.”

“Jepisah terpekik, kena pukulan yang tak diegak-egak itu. Dengan ia berdiri ia

dan berlari menuju ke tangga, sebab ia takut dipalu lagi.”

“Anak yang malang itu masih duduk juga dilantai. Entah apalah sebenarnya ia

belum melarikan dirinya; kakinya seolah-olah berat melihat sekalian pekerjaan

suami peribunganya yang kejam…..”

“Tentang inilah rupanya Madang memukul tadi. Lihatlah kulit kepala ini sampai

menjadi biru,” ujarnya serta menunduk ia sedikit akan menawari bengkak itu.

Kekejaman yang digambarkan pengarang melalui tokoh Madang dapat menjadi

pembelajaran bagi pembaca. Terutama dalam menjauhkan diri dari sikap yang tidak

bermoral.

e. Smdr: Suka menolong dan ramah

Kode: TPDM/R/M/Smdr/07, 03, 03/Hal.51, 64, 64

“Datuk Halim dan istrinya, andung Seripah, selalu ramah kepada Mansur dan Laminah.

Seringkali dipanggilnya kedua anak itu makan dirumahnya. Untuk pembalas budi orang

tua dua laki-istri itu acap kali pula Mansur dan Laminah

menolong mereka itu mencarikan kayu dan mengangkat-angkat air.”

“Sekalian perkataan Datuk itu kami masukan dalam hati kami. Sampaikan mati

tiada lupa rasanya kami akan jasa datuk dan andung yang tiada berhingga itu

kepada kami”

“………Datuk dan andunglah yang selalu menolong kami dengan segala daya

upaya.”

Tokoh Datuk Halim dan istrinya digambarkan sebagai tokoh yang memiliki

jiwa penolong. Ketika Mansur dan Laminah selalu mendapat perhatian dan pertolongan

dari Datuk dan istrinya.

Kode: TPDM/R/M/Smdr/02/Hal.147

“…………..”kemanakah maksud engkau berdua ini sekarang? Akan bermalamkah

engkau disini atau akan teruskah? Kalau engkau berdua hendak menginap di negeri ini,

boleh engkau datang ke rumahku diujung sebelah sana.”

(Hal. 87)

Ketika tokoh Mansur dan Laminah sedang dalam perjalanan ke Bengkulu mencari

pekerjaan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan salah seorang yang berbaik hati

menawarkan tumpangan menginap dirumahnya, dengan penuh ramah tamah, orang

tersebut menunjukkan arah rumahnya kepada Mansur dan Laminah.

Kode: TPDM/R/M/Smdr/02, 05/Hal.33, 100

“Pekertinya tak tentu; ada kalanya ia ganas; kejam; bersalah-tak bersalah dirusakkanya,

dihancurkannya. Tetapi ada pula masanya ia pengasih pengiba, halus dan lembut

sebagai seorang ibu. Apa yang kejam dihancurkannya diribanya dengan tangannya

yang besar itu sehingga

sempurna kembali.”

“Dengan kemalu-maluan Mansur dan Laminah menjauhkan dirinya. Sangat hina

terasa orang berdua ini diusir seperti binatang, tetapi apa

boleh buat. Orang memintah selalu dibawa bukan?

Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa karakter manusia cukup

berbeda-beda. Ada yang memiliki jiwa penolong dan mengasihani sesamanya.

Tetapi ada juga sebaliknya, kejam dan tak berperikemanusiaan.

Kode: TPDM/R/M/Smdr/01, 03/Hal.134, 135

“Percayalah tokeh, amat sedih hati kami meninggalkan pekerjaan ini.

Tokeh selalu dermawan dan budiman kepada kami dan penghidupan kami

sederhana, tak kurang dan tak pula melebih-lebih.”

“Nanti, kalau misalnya engkau berdua dalam kesukaran, yang tak

sekali-kali kuharapkan, setiap waktu boleh engkau datang kemari minta

pertolongan padaku.”

Pada kutipan tersebut Tokeh (pemilik toko roti) meminta kepada Mansur dan

Laminah jika kelak mereka dalam keadaan susah bolehlah mereka meminta

pertolongan kepada Tokeh, sebab selama bekerja di toko roti milik Tokeh, dua anak

yatim piatu tersebut diperlakukan dengan amat baik oleh tokeh yang dermawan dan

budiman itu.

f. Bekerja keras dan selalu berusaha

Kode: TPDM/R/M/Bkdsb/03, 01, 04/Hal.67, 91, 86

“Masakan orang hendak membelanjai kami sehari-hari. Tentu tidak! Dan mencari uang

sangat susahnya di negeri mati ini. Bengkulu ini negeri

besar. Tak ada pekerjaan di sudut ini. Boleh kita mencari sudut yang lain.”

“Buah usaha kita dapat benar kita lihat. Bersungguh-sungguh kita bekerja,

banyak kita mendapat hasil, malas kita, tanggunglah sendiri…………”

“Sungguh! Mansur orang yang besar malunya. Di hati kecilnya telah

ditanamkannya, bahwa ia dirantau orang akan bekerja, bekerja dengan

segala tenaganya.

Mansur memiliki sifat malu jika selalu dikasihani, ia harus bekerja menghidupi

diri dan adiknya Laminah. Melalui tokoh mansur ini, pengarang memberikan

amanat kepada pembaca untuk tetap memiliki semangat dalam bekerja.

Kode: TPDM/R/M/Bkdsb/08/Hal.99

“Nantilah sebentar,” jawab Mansur, “Janganlah engkau gusar. Hari ini

juga kita harus mencari pekerjaan, supaya kita jangan menumpang- numpang lagi

dimana-mana. Waktu kita masih banyak benar.”

Pada kutipan tersebut Mansur menenangkan hati adiknya agar tak merasa cemas ia tak

akan menyerah dan akan terus mencari pekerjaan walaupun sudah beberapa toko yang

dimasuki oleh Mansur dan Laminah namun ia terus mengalami penolakan ada yang

menolaknya dengan berkata kasar dan ada pula yang menolaknya dengan ucapan yang

sopan namun itu tak meruntuhkan semangatnya untuk terus berusaha, sebab ia merasa

malu jika hendak menumpang-numpang

87

RIWAYAT HIDUP

Erwin Sucipto, lahir di Bontoa Kabupaten Bulukumba pada

tanggal 08 November 1996. Penulis adalah anak kedua dari dua

bersaudara buah hati dari pasangan Ayahanda Arman dan Ibunda

Ramlah. Penulis memasuki jenjang pendidikan di bangku SD 281

Sumalaya pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2010. Selanjutnya,

penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 20 Bulukumba pada tahun 2010 dan

tamat pada tahun 2013. Kemudian di tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan

ke SMA Negeri 5 Bulukumba pada tahun 2013 dan tamat pada tahun 2016, penulis

kembali melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah Makassar melalui jalur

umum dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Berkat perlindungan dan pertolongan Allah Swt. serta iringan doa dari orang tua

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dengan menulis

skripsi yang berjudul “PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK PUTUS

DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA”.