Download - PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN
i
PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN
TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA
SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh
ERWIN SUCIPTO
105331111916
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Erwin Sucipto
NIM : 105331111916
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK
PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISjAHBANA
Dengan ini menyatakan bahwa:
Skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri,
bukan merupakan jiplakan atau dibuatkan oleh orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar
Makassar, Januari 2021
Yang Membuat Pernyataan,
` Erwin Sucipto
v
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Erwin Sucipto
NIM : 105331111916
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK
PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :
Mulai dari penyusunan proposal sampai dengan selesainya skripsi ini, saya akan
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapa pun).
Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat dalam penyusunan skripsi saya).
Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Januari 2021
Yang Membuat Perjanjian,
Erwin Sucipto
vi
MOTTO
Jadi diri sendiri, cari jatih diri, dan dapat hidup yang mandiri karena
hidup terus mengalirkan kehidupan terus berputar,
sekali lihat ke belakang untuk melanjutkan perjalanan
yang tiada berujung
Kesuksesan tidak akan datang kepada orang yang
Menginginkannya melainkan datang kepada orang
Yang berusaha mendapatkannya
Berangkat dengan penuh keyakinan
Berjalan dengan penuh keikhlasan
Istiqomah dalam menghadapi cobaan
vii
ABSTRAK
Erwin Sucipto. 2021.Pengungkapan Amanat dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah
Makassar.Dibimbing oleh A.Rahman Rahim dan Hj.Syahribulan K.
Penelitian ini membahas unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Tujuannya untuk
menggambarkan unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian melalui
beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis data. Metode
yang digunakan dalam analisis data adalah analisis deskriptif. Analisis tersebut
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang analisis unsur amanat yang
terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat tiga amanat yang bersifat
religius. Amanat yang dimaksud adalah amanat yang mengandung nilai
tauhid(Rububiyah), nilai ibadah (Uluhiyah), dan nilai moral. 1) Nilai tauhid yang
ditemukan adalah Mengakui akan kehendak dan kebesaran Allah Swt 13.46%,
Mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt 7.69%, dan, selalu bersyukur kepada
Allah Swt 5,76%. 2) Nilai ibadah yang ditemukan adalah tidak putus asa dalam
menjalani kehidupan 3.84%, Shalat sebagai kewajiban umat muslim
3,84%.3) Nilai moral yang ditemukan adalah kejujuran dan keikhlasan 5.76%,
memiliki rasa tanggung jawab 5.76%, mengajarkan perilaku terpuji 13,46 %,
kekerasan dalam rumah tangga 15.38%, suka menolong dan ramah 17.30%,
serta bekerja keras dan selalu berusaha 7,69%. KATA KUNCI : Nilai Religius,Roman
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah
Swt, atas rahmat dan hidayah-Nyalah, sehingga Skirpsi yang berjudul “Tak Putus
Dirundung Malang” Karya Sutan Takdir Alisjahbana dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam penyusunan Skripsi ini,
penulis tidak terlepas dari berbagai macam rintangan. Namun,berkat rahmat dan
ridha Sang Penguasa jagat raya, semua rintangan dapat dilewati oleh penulis
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, penulis patut bersujud dan bersyukur
kepada-Nya. Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada Dr. A. RAHMAN RAHIM, M.HUM., dan Dra. HJ.
SYAHRIBULAN K, M.Pd.,. sebagai pembimbing I dan pembimbing II, yang begitu
ikhlas dalam meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing penulis
dalam penyusunan Skripsi.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse.,M.Ag.sebagai
Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd.
sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dr. Munirah, M.Pd.sebagai Ketua Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang membina dan membimbing penulis sehingga
berakhirnya Skripsi ini.
ix
Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda tercinta
Saharuddin dan ibunda tersayang Ramlah, yang tak henti-hentinya memberi
dukungan dalam menyalurkan kasih sayangnya, penulis tak mungkin hadir dan
menghembuskan nafas di dalam jagat raya ini untuk melakukan berbagai macam
aktivitas terutama pada perkuliahan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga dan teman-
teman yang telah banyak membantu mulai dari pengurusan judul hingga
terselesaikannya Skripsi ini, yang turut memberikan motivasi dan selalu
mendoakan selama proses pendidikan hingga penyusunan Skripsi ini. Segala
bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak semoga
mendapatkan imbalan dari Allah Swt.
Akhir kata, penulis berharap Skrispi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
personalitas dan pembaca pada umumnya. Juga sebagai acuan untuk menjadi
bahan perbandingan dengan karya ilmiah lainnya.
Makassar, February 2021
Penulis
x
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN .......................................................................................... v
MOTO ................................................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................................... 1
Fokus Penelitian ....................................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ................................................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 5
KajianPustaka ........................................................................................................... 5
Penelitian yang Relevan ........................................................................................... 5
Hakikat Roman......................................................................................................... 6
Unsur-Unsur Roman .............................................................................................. 11
Unsur Amanat dalam Roman ................................................................................. 15
Pendekatan Struktural ............................................................................................ 26
Kerangka Pikir ....................................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 31
Jenis Penelitian ....................................................................................................... 31
xi
Bentuk Istilah ......................................................................................................... 31
Data dan Sumber Data ........................................................................................... 33
Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 33
Teknik Analisis Data .............................................................................................. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 35
Hasil Penelitian ...................................................................................................... 35
Amanat yang Mengandung Nilai Tauhid ............................................................... 35
Amanat yang Mengandung Nilai Ibadah ............................................................... 42
Nilai Moral ............................................................................................................. 44
Pembahasan ............................................................................................................ 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 60
Simpulan ................................................................................................................ 60
Saran ....................................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya fiksi merupakan salah satu kajian yang selalu mendapat perhatian
dari peminat sastra. Salah satu daya tarik yang dimiliki oleh karya fiksi adalah
cerita yang bersesuaian dengan selera pembaca atau peminat sastra. Bahkan dapat
dikatakan bahwa faktor cerita inilah yang terutama yang mempengaruhi sikap dan
selera orang terhadap buku yang akan, sedang atau sudah dibacanya.
Melalui keadaan cerita itu pulalah biasanya orang memandang bahwa karya sastra
tersebut dapat menarik, menyenangkan, dan mengesankan. Selain itu, keadaan
cerita juga dapat membosankan pembaca, apabila disajikan dengan gaya yang
bertele-tele sebagai reaksi emotif yang lain. Hal ini tentu berkaitan dengan sikap
dan selera pembaca terhadap karya sastra yang dihadapinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ragam karya satra cukup bervariasi. Salah
satu di antaranya adalah roman yang cukup banyak mendapat perhatian dari
peminat sastra. roman sebagai salah-satu bagian dari sastra dapat mengisahkan
berbagai masalah dalam kehidupan manusia. Seperti halnya karya sastra yang
lain, Roman juga dapat mengungkapkan beragam bentuk peristiwa dan segala
reaksi tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Salah satu di antaranya adalah interaksi
manusia dengan lingkungan dan sesama; interaksinya dengan diri sendiri,
serta interaksinya dengan Tuhan.
1
2
Apabila kita melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat pecinta sastra,
Roman dianggap sebagai hasil penghayatan dan perenungan secara intensif. Oleh
karena itu, walaupun roman hanya berupa khayalan, tidak benar jika roman
dianggap sebagai hasil imajinasi belaka. Bahkan dapat dikatakan bahwa Roman
termasuk hasil perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan
yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Selanjutnya, roman sebagai karya yang bersifat imajinatif merupakan
ungkapan batin dari seorang pengarang. Bahkan juga dilandasi oleh kesadaran
dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Oleh karena itu,
adalah hal yang wajar jika banyak diminati oleh masyarakat jika dibandingkan
dengan karya sastra lainnya. Selain itu, dapat menyampaikan berbagai macam
pesan dan gagasan sesuai dengan keinginan pengarang. Hal ini tentu dapat
memberikan nuangsa kehidupan dalam Roman yang menyajikan suatu fakta
tetapi dilandasi oleh daya imajinasi pengarang. Hal ini tentu diharapkan dapat
memberikan dampak positif terhadap penyajian ide atau gagasan cerita sehingga
memberikan sentuhan realistis.
Salah satu bagian yang dapat memberikan kejelasan dalam Roman adalah
unsur peristiwa. Bahkan unsur peristiwa dalam roman dianggap sebagai sesuatu
yang diakui dan diarahkan kepada tokoh-tokoh cerita. Misalnya, tokoh dianggap
sebagai pelaku dan penderita atau sebagai peristiwa yang dikisahkan. Latar, di
pihak lain, berfungsi untuk melatarbelakangi peristiwa dan pelaku tersebut,
khususnya yang menyangkut hubungan tempat, sosial, dan waktu. Unsur
substansi yang menyediakan sumber persoalan dan memberikan model
3
sebagaimana yang terdapat di semesta ini yang ditampilkan dalam Roman itu.
Meskipun demikian unsur intrinsik yang lain juga tetap harus diperhatikan.
Berkaitan dengan cerita yang disajikan pengarang dalam Roman, salah
satu aspek yang dianggap cukup penting adalah amanat atau pesan yang tersirat
atau tersurat dalam karya tersebut. Misalnya, amanat berupa pesan moral yang
tersirat dalam cerita. Pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dapat
bervariasi sesuai dengan tema dan amanat dalam Roman tersebut. Misalnaya
Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Roman
tersebut menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami
kepahitan hidup. Kisah tersebut berawal dari sebuah keluarga miskin yang
hidup di salah satu dusun di Bengkulu. Keluarga tersebut beranggotakan tiga
orang-seorang ayah dan dua orang anaknya. Cerita pahit kehidupannya selalu
datang silih berganti dengan kisah pilu dan menyayat sanubari.
Kisah pahit yang dialami tokoh-tokoh cerita Roman Tak Putus Dirundung
Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, layak untuk dianalisis dalam bentuk
karya ilmiah. Salah satu aspek yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah aspek
amanah yang tersirat dalam tema cerita. Tertarik mengangkat masalah ini karena
amanat yang tersirat dalam tema cerita yang disajikan cukup menarik dan
didukung oleh aspek penokohan, alur dan latar merupakan aspek yang turut
mendukung kualitas cerita dalam roman ini. Selain itu, Roman Tak Putus
Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana termasuk dalam Roman
sastra yang turut mewarnai perkembangan Roman Angkatan Pujangga Baru.
Hal inilahyang memotivasi penulis mengangkat Roman tersebut sebagai objek
4
kajian dalam penulisan karya ilmiah ini.
B. Fokus Peneltian
Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah nilai-nilai religious
yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana. Nilai-nilai tersebut dan fokus kepada nilai tauhid, ibadah, dan moral.
C. Tujuan Penelitian
Seiring dengan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk “mendeskripsikan unsur
amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan
Takdir Alisjahbana.”
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang analisis unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan bacaan dalam menelaah secara struktural unsur-unsur karya
sastra sebagai aspek kajian kesastraan seperti unsur intrinsik unsur amanat yang
terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
2. Sebagai bahan pustaka bagi peminat sastra dalam melakukan penelitian
secara struktural unsur-unsur karya sastra sebagai aspek kajian kesastraan seperti
unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya
Sutan Takdir Alisjahbana.
5
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.Kajian Pustaka
1. Penelitian Relavan
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) aspek Religiusitas dalam Novel
“Titian Nabi” Karya Masyakur AR. Said serta hubungannya dengan pembelajaran
apresiasi sastra di SMA. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek
religiusitas tokoh Zahra yang meliputi akidah, syariah dan akhlak dalam rangka
mendapatkan kejelasan informasi mengenai aspek religiusitas yang kemudian
dihubungkan dengan pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah Menengah Atas
(SMA).
Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Rejono (1996) yang berjudul
Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampung. Dalam penelitiannya Rejono
menyimpulkan bahwa Nilai-nilai religius dalam sastra Lampung adalah kecerdasan
dapat mengatasi kesulitan, orang yang takwa tunduk dan taat kepada Tuhannya dan
cinta tidak takut akan pengorbanan.
Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan masalah nilai religius antara
lain dilakukan oleh Muh. Arif (2008) yang berjudul Nilai-nilai religius dalam novel
Mahabbah Rindu Karya Abidah EI Khalieqy. Dalam penelitian ini Muh. Arif
menyimpulkan bahwa dalam novel Mahabbah Rindu Karya Abidah EI Khalieqy
mengandung nilai religius yang sangat kuat. Novel tersebut menggambarkan unsur
sastra yang memikat, juga menggelitik dan menggairahkan. Penuh sensasi dengan
6
renungan nilai-nilai spiritual di dasar hati. Tema kerinduan diolah sedemikian
rupa ke dalam kisah dua sejoli yang saling memberi, menerima, dan mengikat
unsur indrawi dengan realitas yang lebih tinggi, menyingkap sisi insaniah menuju
dimensi Ilahiah.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
persamaan dalam penelitian ini terdapat nilai-nilai religius yang bersifat
keagamaan, yang berkenaan dengan kepercayaan agama. Perbedaan penelitian ini
terletak pada novel yang dianalisis. Peneliti menganalisis nilai religius dalam
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan Takdir Alisjahbana yang
mencakup nilai tauhid,ibadah dan moral
2. Hakikat Roman
Pada bagian ini akan dikemukakan pandangan tentang roman sebagai salah
satu bagian dari karya sastra. Nurgiantoro (2005: 15) menyatakan pandangan
Wellek & Warren bahwa dalam karya sastra terdapat dua ragam fiksi naratif yang
utama disebut romance puitis dan epik. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya
berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentu naratif
nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah. Jadi, novel berkembang
dari dokumen-dokumen,dan secara stilistik menekankan pentingnya detil dan
bersifat mimesis. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan
psikologi yang lebih mendalam. Romansa, yang merupakan kelanjutan epik dan
romansa abad pertengahan, mengabaikan kepatuhan pada detil.
Frye (dalam Nurgiantoro: 2005: 15) menyatakan bahwa sebenarnya
roman itu sendiri lebih tua daripada novel. Roman menurut Frye, tidak berusaha
7
menggambarkan tokoh secara nyata, secara lebih realistis. Ia lebih merupakan
gambaran angan, dengan tokoh yang lebih bersifat introvert, dan subjektif. Di
pihak lain, novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh yang
berangkat dari raelitas sosial. Jadi, ia merupakan tokoh yang lebih memiliki
derajat lifelike, di samping merupakan tokoh yang bersifat ekstrove. Roman yang
masuk ke Indonesia kabur pengertiannya dengan novel. Roman mula-mula berarti
cerita yang ditulis dalam bahasa Roman, yaitu bahasa rakyat Prancis di abad
pertengahan, dan masuk ke Indonesia lewat kesastraan Belanda (buku-buku
yang dirajuk Jassin 1961) sehubungan dengan masalah ini yang akan dirujuk
pada pembicaraan berikut semua ditulis orang (dan dalam bahasa Belanda)
(Nurgiantoro: 2005: 15).
Dalam pengertian modern, Jassin (dalam Nurgiantoro: 2005: 15),
Berpendapat Bahwa roman berarti cerita prosa yang melukiskan pengalaman-
pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain
dalam suatu keadaan. Pengertian itu ditambah lagi dengan “menceritakan
tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur” dan “lebih banyak melukiskan
seluruh kehidupan pelaku, mendalami sifat watak, dan melukiskan seluruh sekitar
tempat hidup”. Novel, dipihak lain dibatasi dengan pengertian “suatu cerita yang
bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak
mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih
mengenai suatu episode.
Lebih lanjut Nurgiantoro (2005: 15) menjelaskan bahwa pembedaan
kedua istilah tersebut terlihat kabur. Jika membatasi Roman dengan persyaratan
8
menceritakan orang selama hidup, tidak banyak karya fiksi Indonesia yang dapat
disebut sebagai Roman. Bahwa novel dikatakan tidak mendalam
perwatakannya, hal itu juga tidak benar. Banyak novel Indonesia yang
menggarap penokohan dengan mendalam, sebut misalnya Belenggu, Jalan Tak
Ada Ujung, dan Gairah untuk Hidup dan untuk Mati.
Istilah Roman, novel, cerpen, dan fiksi memang bukan asli Indonesia,
sehingga tidak ada pengertian yang khas Indonesia. Untuk mempermudah
persoalan, di samping pertimbangan bahwa pada kesastraan Inggris dan Amerika,
(sumber utama literatur kesastraan Indonesia), cenderung menyamakan istilah
Roman dan novel, dalam penulisan ini Roman pun dianggap sama dengan novel.
Secara teoretis kita dapat saja mencari-cari perbedaan di antara keduanya
lihat misalnya perbedaan antara novel dengan Roman yang banyak dijumpai pada
buku pelajaran sekolah yang kelihatannya merujuk pada Jassin di atas, waktu
Jassin sendiri sebenarnya justru bermaksud menunjukkan adanya kekaburan
perbedaan itu. Hal itu justru dapat menjebak kita sendiri dalam kesulitan.
Pendapat Tarigan diperkuat dengan pendapat Semi (1993: 32) bahwa
Roman merupakan karya sastra yang diartikan rancangannya lebih luas
mengandung sejarah perkembangan yang biasanya terdiri atas beberapa fragmen
dan patut ditinjau kembali. Dibandingkan dengan novel, novel dianggap sebagai
karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam
dan disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai konsentrasi kehidupan
yang lebih tegas.
9
Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa roman adalah prosa rekaan yang
menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara
tersusun. Roman tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni
yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai, baik
buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca
tentang budi pekerti yang luhur.
Saad (J.S Badudu, 1984: 51) menyatakan nama cerita rekaan untuk
cerita-cerita dalam bentuk prosa seperti: Roman, novel, dan cerpen.
Ketiganya dibedakan bukan pada panjang pendeknya cerita, yaitu dalam arti
jumlah halaman karangan, melainkan yang paling utama ialah digresi, yaitu
sebuah peristiwa-peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan dengan cerita
yang dimasukkan kedalam cerita ini. Makin banyak digresi, makin menjadi luas
ceritanya.
Batos (dalam Tarigan, 1995: 164) menyatakan bahwa novel merupakan
sebuah Roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, menjadi tua,
bergerak dari sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Jassin (dalam Nurgiantoro, 2005: 16) membatasi novel sebagai suatu cerita
yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada disekitar kita, tidak
mendalam, lebih banyak melukiskan suatu saat dari kehidupan seseorang dan
lebih mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada
kenyataannya banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik
itu penokohan maupun unsur-unsur interinsik lain.
10
Sejalan dengan Nurgiantoro, zaidan(1989: 225) mengemukakan bahwa
novel merupakan prosa yang terdiri atas serangkaian peristiwa dan latar. Ia juga
menyatakan, novel tidaklah sama dengan Roman. Sebagai karya sastra yang
termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dalam novel dirasa lebih
baik. Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands)
tentang tempat ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia
dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000: 6-7). Masyarakat
tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam
masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi
yang rinci supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan.
Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan
membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai
dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung
keseluruhan detail untuk perkembangan tokoh dan pendeskripsian ruang.
Novel oleh Nawang (2000: 7) dikategorikan dalam bentuk karya fiksi yang
bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengategorian ini dapat menyadarkan
bahwa sebuah fiksi apa pun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan
demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengategorian ini
berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa
novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis
untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan
dapat dicerna dengan mudah, karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu
cara tertentu mempunyai tujuan tertentu pula.
11
Penciptaan karya sastra memerlukan karya imajinasi yang tinggi. Menurut
Junus (1989: 91), bahwa novel adalah meniru “dunia kemungkinan”. Semua yang
diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya, tetapi kemungkinan-
kemungkinan yang secara imajinasi dapat diperkirakan bisa diwujudkan. Tidak
semua hasil karya sastra harus ada dalam dunia nyata, namun harus dapat
diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal
mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita
kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Sebagian besar orang membaca sebuah Roman atau novel hanya ingin
menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan
mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tentu yang menarik. Membaca
sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali
membaca dan setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode
akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca
sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke
episode berikutnya akan terputus,
Roman adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi
yang banyak mengungkapkan masalah kehidupan. Novel adalah suatu cerita fiksi
yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan representative dalam satu alur
(Tarigan dalam Faruk, 1992: 16).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Roman adalah
sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan
tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita
12
khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang adalah
realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.
3. Unsur-unsur Roman
Mido (dalam Nawang, 2000: 14) mengatakan bahwa setiap roman atau
karya sastra mempunyai dua segi, pertama: segi ekstrinsik, yaitu hal-hal yang
membangun karya sastra dari luar. Kedua: segi intrinsik, yaitu hal-hal yang
membangun cipta atau karya sastra dari dalam. Yang termasuk segi
ekstrinsik cipta sastra yakni faktor-faktor sosiologis, idiologi, politik, ekonomi,
kebudayaan, dan lain-lain yang turut berperan dalam penciptaannya.
a. Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur
yang dimaksud adalah peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Kepaduan antarberbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah Roman dapat berwujud, sehingga unsur-unsur
tersebut akan ditemui jika kita membaca sebuah Roman atau. Di antaranya peristiwa,
cerita, alur, penokohan, tema, latar, sudut pandang, yang pada akhirnya pembaca akan
menentukan unsur amanat atau pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang
melalui karyanya itu (Nurgiantoro, 2005: 11).
Menurut Sa’ad (2002: 43), unsur-unsur intrinsik dalam cipta sastra
merupakan faktor dalam yang aktif berperan sehingga memungkinkan
sebuah karangan menjadi cipta rasa yang sangat menarik bagi pembaca. Unsur
intrinsik dalam cerita rekaan (Roman) meliputi tema, alur atau plot, tokoh,
latar, amanat, dan penokohan.
13
Unsur-unsur struktural fiksi Roman atau novel menurut Nurgiantoro
(2005: 68-87 adalah:
1) Tema
Tema menurut Nurgiantoro (2005: 70) dapat dipandang sebagai dasar
cerita, gagasan dasar umum sebuah novel. Gagasan dasar umum inilah yang
telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk
mengembangkan cerita.
2) Plot atau Alur
Stanton (dalam Nurgiantoro, 2005: 113) mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
3) Penokohan
Penokohan merupakan salah-satu bagian unsur yang bersama dengan
unsur- unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun,perlu dicatat
penokohan merupakan unsur yang penting dalam fiksi. Ia merupakan salah-satu
fakta cerita di samping kedua fakta cerita yang lain (Nurgiantoro, 2005: 172).
4) Latar
+Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 2005:
216).
5) Amanat
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan
14
pengarang. Amanat dipakai pengarang untuk menyampaikan tanggung jawab
problem yang dihadapi pengarang lewat karya sastra.
6) Sudut Pandang
Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2005: 248), sudut pandang
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita
dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
b. Unsur-unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada di luar karya sastra,tetapi sangat
berpengaruh terhadap isi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik merupakan bagian
cipta sastra dari luar atau latar belakangnya. Misalnya faktor politik, ekonomi,
sejarah, budaya, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik dalam karya sastra. Atau secara
lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang membangun cerita sebuah
karya satra, tetapi tidak ikut mengambil bagian di dalamnya (Nurgiantoro,
2005:247).
Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan,
dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang
dibuatnya.
2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun
penerapan prinsip psikologis dalam karya.
3. Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial,dan politik.
15
4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama dan sebagainya
(Nurgiantoro, 2005: 247).
Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik
sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang
budaya daerah tertentu, pendidikan, agama dan sebagainya, secara disadari atau
tidak akan memasukkan unsur tersebut ke dalam karya sastra.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekstrinsik memberikan warna dan
rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan
sebagai makna. Unsur ekstrinsik mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret
realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai
pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis
pengarang pada saat itu.
4. Unsur Amanat dalam Roman
Pengertian amanat adalah sebuah pesan moral dalam sebuah cerita atau
karya lainnya yang ingin disampaikan oleh si penulis atau pengarang kepada para
pembacanya. Untuk itu, amanat sering juga disebut dengan pesan, pesan
moral dari pengarang untuk pembaca. Pesan moral ini umumnya berupa nilai-
nilai baik yang bisa dijadikan teladan atau contoh bagi para pembaca.
Sehubungan dengan hal tersebut, Sadikin (2010) menyatakan bahwa rasa
amanat itu sendiri adalah solusi yang diberikan oleh penulis untuk masalah dalam
karya satra. Sadikin menambahkan akal sehat yang disebut makna. Makna
16
yang dimaksud oleh penulis adalah makna niat, sedangkan makna muatan adalah
Makna yang terkandung dalam karya sastra. Siswanti (2008:
161-162) menyatakan bahwa amanat adalah gagasan berupa pesan yang ingin
disampaikan pembaca kepada pendengar. Dalam karya sastra modern, pesan
ini biasanya tersirat dalam karya sastra lama secara umum merupakan
pesan eksplisit. (https://e-the-1.bpogspot.com/2018/01/pengertian-amanat-
menurut-para-ahli.html) Selanjutnya, menurut Kosasih (2006) amanat
adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
tulisan-tulisannya, sehingga pembaca dapat menarik kesimpulan dari apa yang
telah dinikmati pembaca. Selain itu,amanat juga diartikan sebagai ajaran moral
atau pesan yang ingin disampaikan pembaca kepada pembaca. Akhir dari
masalah atau jalan keluar dari masalah yang muncul dalam sebuah cerita
bisa disebut amanat.
Pada umumnya, pesan atau amanat ini dapat ditelusuri lewat percakapan
daripada tokoh dalam cerita tersebut. Menurut Waluyo (2006:29), jika tema
memiliki kaitan dengan arti, maka sebuah amanat itu memiliki kaitannya dengan
makna. Kemudian jika tema memiliki sifat yang sangat lugas, khusus dan objektif,
maka amanat itu memiliki sifat kias, umum, dan subjektif. Oleh karena itu, harus
memahami cerita dalam novel. (https://rocketmanajemen.com/definisi-amanat/).
Dalam cerita yang digambarkan oleh pengarang pada dasarnya (tidak
selalu jelas) tersirat. Akan tetapi,juga bisa bersifat tersembunyi (tersirat).
Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua macam amanat yang perlu dipahami, yaitu
amanat tersurat dan amanat tersirat. Hal ini menunjukkan bahwa amanat atau
17
pesan dapat disampaikan oleh pengarang secara implisit dan eksplisit. Amanat
tersirat adalah amanat atau pesan yang disampaikan secara jelas atau
langsung dijabarkan melalui kata-kata dalam sebuah tulisan. Amanat secara
tersirat adalah kebalikan dari amanat tersurat yaitu amanat atau pesan yang
sengaja tidak dijabarkan secara tulisan dalam sebuah karya, akan tetapi pesan ini
bisa diketahui oleh pembaca dari alur cerita yang ada dalam tulisan tersebut.
Jadi,amanat tersirat ini bersifat implisit atau tersembunyi, namun tetap bisa
diketahui dari jalan ceritanya. Oleh karena itu, kedua jenis amanat tersebut harus
diketahui oleh peminat sastra.
Apabila dikaitkan dengan Roman menjadi sasaran penelitian yaitu
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, maka
dalam penelitian ini akan difokuskan pada amanat yang bersifat religius. Hal ini
disesuaikan dengan isi cerita dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya
Sutan Takdir Alisjahbana. Oleh karena itu, akan diuraikan tentang amanat yang
bersifat religius.
a) Amanat yang Bersifat Religius
Kata religi berasal dari bahasa asing religie atau
godsdeinet (Belanda) atau religion (Inggris). Secara etimologis kata religi
mungkin sekali berasal dari istilah relegare atau religare dalam bahasa
Latin. Relegare maksudnya ialah berhati-hati dalam pengertian yaitu
berpegang pada aturan-aturan dasar,yang menurut anggapan orang Romawi
bahwa religi berarti keharusan orang berhati –hati terhadap yang suci, yang
dianggap juga tabu, sedangkan istilah religare berarti mengikat yaitu
18
mengikat manusia dengan kekuatan gaib.
Menurut The Word Book Dictionary (Chicago, dalam Atmosuwito:
1989), kata religiousity berarti religious feeling or sentiment atau perasaan
keagamaan. Religi juga dapat diartikan lebih luas dari itu, konon kata religi
menurut asal katanya berarti ikatan atau pengikatan diri. Dari perngertian ini,
religi lebih mengarah pada hal yang berkaitan dengan personalitas. Oleh karena
itu, ia lebih dinamis dan karena lebih menonjolkan eksistensinya dalam kehidupan
manusia.
Jika sesuatu terdapat ikatan atau pengikatan diri, maka kata religi berarti
menyerahkan diri, tunduk, dan taat. Sementara itu, agama biasanya terbatas dalam
ajaran-ajaran atau aturan-aturan. Perasaan agama ialah segala yang berkaitan
dengan ketuhanan. Hubungan batin antara manusia dengan Tuhannya. Pada
kenyataannya, persepsi yang konvensional dalam masyarakat pada saat ini bahwa
religiusitas hanyalah membicarakan permasalahan ketuhanan saja padahal
kenyataannya tidaklah demikian, karena religius membicarakan dan
mempersoalkan kemanusiaan, manusia itu sendiri tidak hanya berhubungan
dengan Tuhan saja, atau dengan manusia saja. (Amir, 1992:20)
Religius adalah suatu sikap dan perilaku yang taat/patuh dalam
menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, bersikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, serta selalu menjalin kerukunan hidup antar
pemeluk agama lain. (Ramli T :2003)
Religius adalah suatu cara pandang seseorang mengenai agamanya serta
bagaimana orang tersebut menggunakan keyakinan atau agamanya dalam
19
kehidupan sehari-hari. (Earnshaw: 2000).
Religius dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam
beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya, toleran kepada penganut agama
lainnya dan mampu hidup dengan rukun. Karakter religius sangat penting dalam
kehidupan seseorang dan menjadi sikap hidup yang mengacu pada tatanan dan
larangan sikap yang telah dia atur dalam aturan agamanya. Agama menjadi hal
yang sangat penting dan sangat mendasar sebagai pedoman hidup atau pandangan
hidupnya. Setiap manusia memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda sesuai
dengan agama yang dianutnya, sehingga agama yang dianut setiap manusia pun
berbeda-beda.
Religi lebih mencermati aspek dalam lubuk hati manusia, riak getaran hati
nurani manusia, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain
karena merupakan imitasi jiwa. pada dasarnya religi lebih dalam dari pada
agama yang tampak formal. Religi tidak hanya dihubungkan dengan ketaatan
ritual, tetapi lebih mendasar dalam pribadi manusia (Mangun Wijaya: 1994: 12).
Menurut konsep E. Durkheim dalam bukunya Les Formas
Elemntaires De La Vic Religius (dalam Thalib, 1987:1990) dikatakan, tiap religi
merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen yaitu:
1) Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius.
2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayang-
bayang manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta tentang wujud dari alam
gaib (supernatural);
3) Sistem upacara religius yang bertujuan dalam mencari hubungan
20
manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk yang
mendiami alam gaib (supernatural).
4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang
menganut sistem kepercayaan tersebut dan yang melakukan sistem sistem
upacara- upacara religius.
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua
keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat
religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982: 11)
“religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang
erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun
sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Religius (keagamaan) merupakan salah-satu dari berbagai klasifikas. Religius
bersumber dari agama dan mampu merasuk ke dalam intimitas jiwa. Nilai religius
perlu ditanamkan dalam lembaga pendidikan untuk membentuk budaya religius
yang mantap dan kuat.
Jadi, religi atau agama adalah suatu sistem yang terdiri atas konsep
yang dipercayai melalui keyakinan secara mutlak suatu umat. Dalam religi
manusia tidak lagi memandang dirinya sendiri, akan tetapi manusia
berhubungan dengan Tuhan. Sebagai manusia pribadi, pengertian religi
diterjemahkan ke dalam sikap pribadi yang bernafaskan intensitas dan rasa
yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia (Junaidi, 1998: 2).
b. Jenis-jenis Amanat yang bersifat Religius
Menurut Atmosuwito (dalam Tarigan, 1995: 16), religius berarti perasaan
21
keagamaan, ialah segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan
Tuhan, perasaan dosa, perasaan takut, dan rasa syukur pada kebesaran
Tuhan. Adapun nilai religius yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah nilai
tauhid, ibadah,dan moral.
1) Nilai Tauhid (Rububiyah)
Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Faith in the of god). Suatu
keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam
semesta ini (Tauhid Rububiyah). Sebagai konsekuensinya, maka hanya
Tuhan itulah yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongan-Nya
serta harus ditakuti (Tauhid Rububiyah). Tuhan itulah zat yang benar-
benar luhur dari segala-galanya, hakim yang maha tinggi, yang tiada terbatas,
yang kekal, yang tiada berubah-ubah, yang tiada kesamaan-Nya sedikit pun
di alam ini, Sumber segala kebaikan dan kebenaran, yang maha adil dan
suci. Tuhan itu bernama Allah Swt.
Tauhid secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-
yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu
saja. Secara istilah syar’i makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-
satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini
sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh
manusia, bisa jadi berupa malaikat, para nabi, orang-orang shalih atau
bahkan makhluk Allah yang lain, namun seseorang yang bertauhid hanya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
22
Tauhid berasal dari kata wahhada yuwahhidu, yaitu mengesahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya dalam Rububiyah-Nya,
nama-nama dan sifat-Nya, dan uluhiyah serta dalam ibadah kepada-Nya.
Mengesahkan Allah disebut tauhid karena seorang hamba dengan keyakinan-Nya
itu telah mentauhidkan Allah. Ketika dia meyakini keesaan Allah, dia akan
beramal sesuai keyakinannya, dengan mengikhlaskan ibadahnya hanya
kepada Allah dan berdoa kepada Allah. Mengimani bahwasanya Allah pengatur
semua urusan dan pencipta seluruh makhluk, dia pemilik asmaul husna dan sifat
yang sempurna, dan hanya Allah saja yang berhak untuk diibadahi dan bukan
selainnya.
Tauhid secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan
bahwa Allah Swt adalah esa, tunggal, satu. Mentauhidkan berarti mengakui
keesaan Allah Swt. Menurut Muhammad Abdullah asal makna tauhid adalah
meyakinkan (mengi’tiqadkan) bahwa Allah Swt adalah satu, tidak ada
sekutu bagi-Nya . secara terminologis tauhid adalah menyucikan yang tidak
mempunyai permulaan (Al-Qadim/Allah) dari menyerupai ciptaan-Nya
(mukhdas/makhluk- Nya), serta percaya tentang wujud Tuhan yang Maha Esa,
yang tidak ada sekutu baginya, baik zat, sifat, maupun perbuatan yang mengutus
utusan memberi petunjuk kepada alam dan umat manusia kepada jalan kebaikan
yang meminta pertanggujawaban seseorang di akhirat
Tauhid adalah mengesahkan Allah Ta’ala dalam pekerjaan-Nya
seperti mencipta, menguasai, mengatur, memberi rezki, menghidupkan,
mematikan, menurunkan hujan dan semisal itu. Maka seorang hamba tidak
23
sempurna tauhid nya sampai mengakui bahwa Allah Ta’ala itu Tuhan segala
sesuatu, pemilik, pencipta, pemberi rezeki, bahwa dia yang menghidupkan dan
mematikan. Pemberi manfaat dan mudharat, satu-satunya yang mengabulkan doa.
Milik-Nya semua masalah, di tangan-Nya semua kebaikan, Dia yang maha
mampu atas segala sesuatu. Termasuk dalam hal ini keimanan terhadap takdir,
baik maupun buruk.
2) Nilai Ibadah (Uluhiyah)
Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena
didorong dan dibangkitkan oleh akibat tauhid. Ibadah itulah tujuan hidup manusia
(Razak, 1971: 44).
Ibadah merupakan bahasa Indonesia yang berasal dari bahsa Arab, yaitu
masdar ibadah yang berarti penyembahan sebagai sarana untuk menghubungkan
diri kita dengan Tuhan dan untuk membuktikan diri kita sebagai hamba serta
sekaligus untuk menegaskan keberadaan Tuhan. Sedangkan secara istilah berarti
khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan Nya.
Ibadah dalam arti umum meliputi segala kegiatan manusia, baik dilakukan
dalam hubungannya dengan ibadah ekonomi, sosial, budaya, maupun kegiatan
muamalat lainnya yang didasarkan pada kepatuhan, ketundukan dan keikhlasan
kepada Allah Swt. Sedangkan ibadah dalam artian khusus mencakup
perbuatan yang tata cara serta rincian menjelaskan telah ditetapkan oleh
Allah Swt, dan Rasul-Nya seperti tata cara melaksanakan shalat, puasa, haji,
dan lain-lain.
24
Ibadah merupakan ikhwal penting dan wajib dilakukan oleh setiap
manusia, ibadah bertujuan memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia.
Semua ibadah dalam Islam bertujuan agar rohani mengingat kepada Allah Swt.
Bahkan selalu dekat dengan-Nya. Keadaan dekat dengan-Nya senantiasa kita
dapat lebih meningkatkan kesucian jiwa. Kesucian jiwa intens akan menjadi alat
kendali hawa nafsu agar tidak melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum
Tuhan. Setiap orang melakukan ibadah dengan maksud untuk mendapatkan
keridhaan, kemulian, dan pahala dari Allah Swt. Imam Ibnu Athailah dalam kitab
Al-Hikam mengatakan bahwa hakikat orang yang melakukan ibadah pasti
mempunyai pengharapan kepada Allah Swt.
Ibadah ialah mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada lisan,
anggota badan dan yang lahir dari hati, segala sesuatu yang dilakukan
manusia atas dasar patuh terhadap pencipta-Nya sebagai jalan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, tunduk dan mematuhi segala perintah bahwasanya
dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa-apa jauh
dari kesempurnaan yang hanya menjadikan ibadah sebagai pedoman dalam
kehidupnnya sehingga ibadah adalah bentuk taat dan hormat kepada Tuhan-nya.
Bertolak dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Islam adalah pedoman
asasi yang harus dimiliki setiap manusia dalam hidup dan kehidupannya untuk
Kebahagian dunia dan akhirat. Islam mengajarkan manusia tentang akhlak di
mana akibat ini bersumber dari tauhid dasar, inti dan akhir dari seruan islam; dan
atas tauhid itulah Islam mendidik manusia mengenal hakikat dan tujuan
hidupnya, yaitu ibadah kepada Allah Swt.
25
3) Nilai Moral
Moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung pengertian
kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan tingka laku perbuatan
manusia dalam pergaulan hidupnya. Sultan (1987-1988: 89). Moral
yang berasal dari bahasa Latin yang mengandung arti perilaku dan
perbuatan lahir. Seseorang dikatakan mempunyai moral apabila orang itu dengan
kehendaknya sendiri berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau
ajaran filsafat moral semata
Menurut Latif (dalam Hasmidar, 2003: 17) bahwa moral berarti
memenuhi atau memuaskan maksud dan tujuan eksistensi (wujud) seseorang
dalam masyarakat tanpa merusak dan mengganggu orang lain. Sementara menurut
pendapat Alizabet Hurlok (dalam Hasmidar, 2003: 17) bahwa “moralitas”
adalah: kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat yang timbul dari
hati sendiri (bukan paksaan dari luar).
Berdasarkan definisi di atas ditunjukkan bahwa moral itu sangat penting
bagi setiap orang atau manusia di muka bumi ini, moral membentuk
karakter dari setiap individu, tiap bangsa, bukan hanya itu saja bahkan ada
penyair Arab yang mengatakan kurang lebih maksudnya bahwa, ukuran suatu
bangsa dapat dilihat dari akhlak masyarakatnya. Jika mereka tak punya akhlak,
maka bangsa itu tidak punya harga diri dan pendirian, serta ketenteraman dan
kehormatan bangsa akan hilang.
Masalah moral dan sastra merupakan suatu hal berhubungan dengan
manusia dalam suatu kehidupan, tata cara dan tingkah laku masyarakat. Jadi,
26
pada hakikatnya moral dan sastra keduanya saling berkaitan. Karena ajaran
Islam memuat pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang
terdapat di antara sekelompok manusia. Dengan nilai moral yang dimaksud suatu
kebaikan manusia sebagai manusia. Hal ini menunjukkan bahwa norma moral itu
memiliki bobot yang istimewa bila dibandingkan dengan norma-norma lainnya.
Apabila moral dijadikan kajian analisis ilmiah secara abjektif, maka karya sastra
menyusup dan mengukur tindakan seseorang sesuai dengan kebaikannya sebagai
manusia.
Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya
dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata
manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki
oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan
proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi.
Jika tiap karya fiksi masing-masing mengandung dan menawarkan pesan
moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan.
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan,
seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka karya sastra dapat dianggap
sebagai sesuatu yang menjadikan gejala sosial yang mana gejala tersebut
menyangkut moral, gejala tersebut ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
27
yang berkaitan dengan norma untuk memberikan bimbingan moral.
5. Pendekatan Struktural
Masalah pengungkapan amanat dalam Roman Tak Putus Dirundung
Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana menggunakan pendekatan struktural
yang menekankan keterkaitan unsur yang membangun suatu karya sastra
seperti Roman. Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan yang
menganggap bahwa karya sastra secara keseluruhan bagian atau anasir saling
berhubungan untuk membentuk suatu makna (Teeuw, 1988: 123).
Pendekatan struktural juga menyatakan bahwa kesatuan struktur dalam
karya sastra saling berkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dan
sebagian bagian yang dimaksud menunjukkan keseluruhan. Dari pandangan
tersebut, dapat dipahami bahwa karya sastra atau peristiwa di dalam novel
menjadi satu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya
dan antara bagian-bagian itu dan keseluruhannya (Luxemburg dkk. 1986: 36).
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan atau relasi timbal-balik antara bagian-bagian yang membangun sebuah
karya sastra. Antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya saling
berhubungan sehingga terwujud satu keseluruhan. Dengan demikian, adanya
relasi timbal-balik tersebut, maka bagian (aspek) yang satu dengan (aspek) yang
lainnya dalam struktur karya sastra tidak dapat dipisah-pisahkan. Misalnya,
dalam sebuah Roman atau novel, aspek amanat tidak dapat dipisahkan
dengan tema cerita, penokohan serta aspek,dan bagian lain.
Pendekatan struktural selalu mengacu pada asumsi bahwa karya
28
sastra tersusun dari berbagai unsur yang menjalani terstruktur sehingga tidak
ada satu unsur pun yang tidak fungsional dalam keseluruhan. Senantiasa melihat
hubungan antara unsur-unsur atau bagian-bagian yang saling terkait dengan
bagian lainnya sebagai suatu karya sastra yang utuh. Hubungan antara unsur-
unsur itulah yang membangun struktur karya sastra secara keseluruhan (Atmazaki,
1990: 182
Karya sastra yang dibangun oleh struktur atau aspek-aspek tertentu tidak
dapat dipahami dengan jelas jika aspek-aspek tidak dihubungkan. Dengan
demikian,tampak jelas bahwa teks dalam karya sastra telah diolah secara utuh dan
padat antara bagian-bagiannya. Setiap aspek saling berkaitan. Aspek yang
satu dapat berarti jika dikaitkan dengan aspek lainnya.
Pendekatan struktural menurut Teew (1988: 139-140) menunjukkan
kepada kita adanya empat pangkal masalah atau keberatan utama terhadap
pendekatan struktural seperti berikut:
a) New criticism secara khusus, dan analisis karya sastra pada umumnya
belum merupakan teori sastra yang tepat dan lengkap. Hal ini merupakan
cahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu.
b) Karya sastra tidak dapat diteliti atau dikaji secara terasing, tetapi harus
dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah.
c) Adanya struktur yang objektif pada karya sastra semakin
disangsikan, dan sebaliknya peranan pembaca selaku pemberi makna dalam
menginterpretasi akan karya sastra semakin ditonjolkan dalam segala hal
konsekuensi untuk analisis struktural.
29
d) Analisis yang menekankan karya sastra secara mandiri juga
menghilangkan konteks dan fungsinya sehingga karya tersebut menjadi
menara gading yang tidak memiliki relevansi sosial. Karya sastra diciptakan
melalui proses kreativitas dalam jaringan kemasyarakatan dan bukan dari
suatu kekosongan atau vakum sosial. Karya sastra lahir dari persoalan-
persoalan sosial, menghidangkan persoalan-persoalan sosial nyata mungkin,
dan menggarapnya sejujur mungkin sejauh masih dalam jangkauan daya
khayal pengarang. Karya sastra sebagai hasil kreativitas pengarang
yang berobjek pada manusia dan kehidupannya, tidak dapat dilepaskan dari
kerangka sosial budaya yang melingkupinya.
Dalam menganalisis unsur amanat suatu karya sastra seperti Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana tetap melihat unsur-
unsur pendukung yang membangun karya tersebut. Pendekatan struktural ini
mempunyai pandangan bahwa karya sastra secara keseluruhan bagian atau anasir
saling berhubungan untuk membentuk suatu makna. Oleh Karena itu, karya
sastra dapat dipahami secara utuh dengan melibatkan unsur luar tanpa
meninggalkan struktur karya itu sendiri.
B. Kerangka Pikir
Roman dianggap sebagai salah satu bentuk karya seni, merupakan cermin
dari masyarakat. Salah satu karya sastra yang popular di kalangan masyarakat
adalah Roman. Roman ialah cerita prosa yang melukiskan pengalaman-
pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain
dalam suatu keadaan. Selain itu, juga dijelaskan bahwa Roman menceritakan
30
tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur dan lebih banyak melukiskan seluruh
kehidupan pelaku, mendalami sifat watak, dan melukiskan sekitar tempat hidup.
Roman berfungsi sebagai penghibur bagi penikmat sastra sekaligus
berguna untuk menyalurkan berbagai macam ide pengarang terhadap apa yang
diamatinya. Roman dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu unsur
yang dianggap penting adalah unsur amanat atau pesan yang tersirat atau tersurat.
Unsur amanat adalah unsur yang berupa pesan yang disampaikan oleh
pengarang melalui cerita yang diemban oleh tokoh-tokohnya. Pesan moral yang
disampaikan oleh pengarang dapat bervariasi sesuai dengan tema dan amanat
dalam Roman tersebut. Misalnya Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya
Sutan Takdir Alisjabana. Kisah yang diangkat dalam Roman tersebut
menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami kepahitan
hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut,Roman Tak Putus Dirundung Malang
Karya Sutan Takdir Alisjahbana memiliki cerita yang menarik untuk dikaji.
Roman ini menyiratkan amanat yang jelas dan sangat kental dengan kehidupan
manusia di tengah-tengah himpitan ekonomi masyarakat.
31
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan
Takdir Alisyahbna
Roman
Unsur Intrinsik
Analisis
Ibadah
Religius
Moral Tauhid
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sultan Alisjahbana
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan rancangan secara deskriptif, yang
bertujuan mengetahui unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Penelitian ini dirancang
berdasarkan prinsip-prinsip deskriptif. Pertama-tama, dilakukan pengumpulan
buku-buku yang berkaitan dengan apa yang dibahas dan melakukan identifikasi
terhadap masalah yang menjadi ruang lingkup penelitian. Kemudian, menganalisis
sumber-sumber yang ada untuk mengungkapkan unsur amanat yang terdapat
dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Selanjutnya, data yang telah diperoleh disajikan secara objektif dan kemudian
menarik kesimpulan .
B. Batasan Istilah
Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini,peneliti
harus membatasi taraf operasional seperti berikut ini:
1. Religius yaitu kata religi berasal dari bahasa asing religie atau
godsdeinet (Belanda) atau religion (Inggris). Secara etimologis
kata religi mungkin sekali berasal dari istilah relegare atau
religare dalam bahasa Latin. Relegare maksudnya ialah berhati-
hati dalam pengertian yaitu berpegang pada aturan-aturan dasar,
yang menurut anggapan orang Romawi bahwa religi berarti
keharusan orang berhati –hati terhadap yang suci, yang dianggap juga
32
33
tabu, sedangkan istilah religare berarti mengikat yaitu
mengikat manusia dengan kekuatan gaib.
2. Tauhid yaitu awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith In the of God). Suatu
keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik
alam semesta ini (Tauhid Rububiyah). Sebagai konsekkuensinya,
maka hanya Tuhan itulah yang wajib disembah, dimohon petunjuk
dan pertolongan-Nya serta harus ditakuti (Tuhid Rububiyah). Tuhan
itulah zat yang benar-benar luhur dari segala-galanya, hakim yang
maha tinggi, yang tiada terbatas, yang kekal, yang tiada berubah-ubah,
yang tiada kesamaan-Nya sedikit pun di alam ini, Sumber segala
kebaikan dan kebenaran, yang maha adil dan suci. Tuhan itu bernama
Allah Swt.
3. Ibadah yaitu secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt,
karena didorong dan dibangkitkan oleh akibat tauhid. Ibadah itulah tujuan
hidup manusia (Razak, 1971: 44).Ibadah merupakan bahasa Indonesia
yang berasal dari bahasa Arab, yaitu masdar ibadah yang berarti
penyembahan sebagai sarana untuk menghubungkan diri kita dengan
Tuhan dan untuk membuktikan diri kita sebagai hamba serta sekaligus
untuk menegaskan keberadaan Tuhan. Sedangkan secara istilah berarti
khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan Nya.
34
4. Moral yaitu moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung
pengertian kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan
tingka laku perbuatan manusia dalam pergaulan hidupnya. Sultan
(1987-1988: 89). Moral yang berasal dari bahasa Latin yang
mengandung arti perilaku dan perbuatan lahir. Seseorang dikatakan
mempunyai moral apabila orang itu dengan kehendaknya sendiri berbuat
sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau ajaran filsafat moral
semata
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Adapun data dalam penelitian ini berwujud kata, ungkapan, kalimat yang
berkaitan dengan unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana terbitan Dian Rakyat
Gramedia Pustaka Utama, 178 halaman, cetakan keenambelas tahun 2008.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, dan
teknik catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh data. Teknik catat berarti penulis membaca secara
menyeluruh dan berulang-ulang kemudian mencatat seluruh data yang diperlukan
35
dalam penelitian. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Teknik Pustaka, yaitu penulis melakukan penelitian pustaka
dan mengumpulkan buku-buku sastra yang berkaitan dengan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini, khususnya mengenai unsur amanat yang
terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
2. Teknik catat, yaitu penulis membaca secara cermat dan teliti Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Dari data
yang diperoleh penulis akan mencatat seluruh data yang diperlukan
dalam kartu data penelitian
E. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis penelitian, maka analisis data dilakukan dengan
metode kualitatif untuk menganalisis Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya
Sutan Takdir Alisjahbana. Langkah awal dalam menganalisis Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Dalam penelitian ini adalah dengan membaca secara berulang-ulang
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana untuk
menganalisis unsur amanat yang terdapat dalam Roman tersebut. Kemudian
mendeskripsikan unsur amanat yang ditemukan dalam cerita. Selanjutnya,
memaparkan data yang telah ditemukan. Kemudian, menarik suatu kesimpulan
dari hasil analisis unsur amanat yang terdapat dalam ro man Tak Putus Dirundung
Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah yang dibahas
adalah unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Setelah membaca
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana secara
berulang-ulang, dapat dikatakan bahwa roman yang menyiratkan beberapa
amanat yang bersifat religius.
Berkaitan dengan hal tersebut, akan diuraikan secara sistematis beberapa
amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan
Takdir Alisjahbana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut ini.
1. Amanat yang Mengandung Nilai Tauhid
Nilai tauhid yang merupakan bagian dari nilai religius, terdapat
dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana. Nilai tauhid yang dimaksud adalah awal dan akhir dari seruan
Islam.Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith in
the of god). Suatu kepercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan
mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyyah). Tuhan itu zat Yang luhur dari
segala-galanya, hakim yang maha tinggi, yang tiada terbatas, yang kekal, yang
tiada berubah-ubah, yang tiada kesamaan-nya sedikit pun di alam ini, sumber
segala kebaikan dan kebenaran,yang maha adil dan suci. Tuhan itu
bernama Allah Swt. Berikut data yang ditemukan dalam cerita Roman Tak
36
37
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, yaitu a)
Mengakuai akan kehendak dan kebesaran Allah Swt, b) Mengharapkan ridho
dan rahmat Allah Swt,dan selalu bersyukur kepada Allah Swt. Adapun
pendeskripsianya dikemukakan sebagai berikut.
a) Mengakui akan Kehendak dan Kebesaran Allah Swt
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Hendaknya menyadari
bahwa segala peristiwa yang terjadi di muka bumi adalah kehendak Allah yang
maha kuasa dan maha penguasa. Hal ini juga ditemukan dalam cerita Roman Tak
Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana.
“tetapi Syahbuddin menerima nasibnya dengan tulus dan ikhlas, tak
menaruh dengki dan khianat, sebab ia tak tahu bahwa sekaliannya itu
kehendak Allah Yang Maha Kuasa.” (Hal. 3)
Pada kutipan tersebut, Tokoh Syahbuddin menerima segala bentuk
cobaan yang dilalui dalam kehidupannya. Semenjak Syahbuddin
ditinggalkan oleh istrinya Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan
kemelaratan. Meskipun demikian, mereka selalu bersabar dan tabah menjalani
liku-likunya hidup ini. Kesibukan ke sana-ke mari mencari pekerjaan untuk
mencukupi kehidupan sehari-harinya membuatnya ia lalai akan api kecil
yang berada disudut ruangan yang beralaskan kayu, sehingga
membakar istana kecilnya dengan cepat, dengan semangatnya yang
tersisa tujuh puluh persen dia masih mampu membuat istana kecil dan mungil
berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar namun, semua peristiwa yang
ia alami dalam sepanjan perjalanan hidupnya tetap ia kembalikan pada
kehendak dan kekuasaan Allah Swt sebagai sang pencipta dan pengatur
38
seluruh kehidupan di alam semesta. Selanjutnya, pada tokoh Syahbuddin
mengalami cobaan yang sangat berat, nenek Zalekah yang berusaha
mengobatinya. Saat itu, nenek Zalekah mengakui dan menyatakan bahwa
apa yang dialami oleh Syahbuddin adalah kehendak Allah Swt. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut ini.
“Sakitnya ini telah dalam,” kata nenek Zalekah dengan suara yang berat, tetapi
janganlah kita putus asa, sebab semuanya itu kehendak Allah Subhana
wata’ala………….”(Hal. 23)
Nenek Zalekah memberi motivasi pada keluarga Syahbuddin agar tidak
putus asa dalam menghadapi cobaan yang dialaminya. Bahkan mengingatkan
bahwa semua yang ia alami itu adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Selain itu, pengarang juga menyampaikan suatu amanat yang menyiratkan pesan
religius pada saat tokoh Syahbuddin merasakan bahwa ajalnya akan tiba. Ia
memberi nasihat kepada kedua anaknya bahwa segala kehidupan duniawi
akan ada akhirnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.
“………………Dengan susah payah bercakaplah Syahbuddin; suaranya hampir-
hampir putus: “Anakku, biji mataku, buah hatiku, ajalku telah sampailah…
Engkau berdua mesti kutinggalkan. Semuanya itu telah terlukis di luhmahful.
Kata ayah tak dapat disangkal. Baik-baik kelakuanmu…… (Hal. 26)
Syahbuddin menyampaikan kepada anaknya bahwa sudah menjadi
kehendak Allah Swt. Bahwa manusia akan meninggalkan dunianya.
Termasuk juga dirinya akan meninggalkan keduanya. Demikian juga kutipan
berikut ini
39
Yang menyiratkan bahwa kehidupan dunia ini penuh dengan keajaiban
yang merupakan kehendak Allah Swt. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.
“Dunia ini penuh keajaiban dan keheranan!
Disini orang tak berhenti dirundung azab-sengsara, di sana orang seolah- olah
diturut oleh kemujuran, keuntungan kesejahteraan dan kemuliaan. (Hal. 26)
Allah Swt memberikan kehidupan kepada hamba-Nya dengan cara yang
berbeda- beda sesuai dengan usaha dan doa yang ia lakukan. Oleh karena itu,
nasib yang ia alami juga berbeda-beda peruntungannya. Ada yang memiliki
kehidupan yang layak, standar, di bawah garis kemiskinan. Tentu ini semua
merupakan rahasia kehidupan yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya.
Selanjutnya. Kutipan cerita berikut ini menunjukkan akan kebesaran Allah
Swt,akan segala peristiwa alam yang terjadi di muka bumi ini
“Langit sebelah barat memperlihatkan suatu tamasya yang sangat
permai…………..Siapa belum pernah memuji kebesaran Allah Subhanahu
wata’ala, waktu siang berganti dengan malam, melihat susunan awan di
langit Lazuardi muda?” (Hal. 60)
Pengarang dalam kutipan tersebut, mengingatkan kepada kita semua
bahwa proses kehidupan di muka bumi ini adalah salah satu tanda akan
kebesaran yang dimiliki Allah Swt. Ia mampu mengatur waktu pergantian
siang dan malam. Bahkan memberikan kenikmatan di dunia dengan menciptakan
pemandangan yang indah dan dapat kita nikmati dalam kehidupan kita ini.
“Tetapi apa boleh buat; rupanya telah begitu ditakdirkan Allah. Marilah kita
berharap saja, moga-moga diperlindungi Tuhan jugalah hendaknya beliau
berdua di akhirat.” (Hal. 80)
40
Pada kutipan tersebut bahwa Mansur telah menerima nasib-Nya
bahwa itulah takdir yang harus diterima dan menyerahkan semuanya kepada
Allah Swt. Mansur hanya bisa berdoa agar dilindungi di mana pun ia berada
karena hanya kepada Allah-Lah kita meminta dan hanya kepada Allah-Lah
kelak kita akan kembali
“Sesungguhnya Tuhan berbuat sekehendaknya atas hambanya. Dengan kodrat
iradatnya, maka pada ketika itu tergelincirlah Sarmin, laki-laki yang kukuh
dan tegap itu, di taris batu yang penuh lumut dan licin itu dan jatuh berguling-
guling.” (Hal. 120)
Pada kutipan tersebut, Sarmin seketika mendapat musibah ketika hendak
ingin melukai Laminah. Bersyukurlah Laminah akan kehendak Allah subhanahu
wata’ala yang masih berpihak kepada dirinya, sehingga ia bisa lolos dari tangan
Sarmin
b) Mengharapkan Ridho dan Rahmat Allah Swt.
Sikap mengharapkan ridho Allah Swt merupakan salah-satu sikap
yang mengakui akan kebesaran Tuhan. Dalam cerita Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga diselipkan
pesan religi dalam cerita melalui tokoh Mansur yang menganggap bahwa
Allah akan tetap memberikan kesempatan kepada setiap hamba-Nya yang
tetap mau berusaha mencari nafkah dalam kehidupannya. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikit ini.
“…………..Dan kalau kita telah tiba di Bengkulu nanti telah dapat pula
kita berseluk. Masakan tiada dapat kita di sana mencari uang untuk sesuap
nasi pagi dan sesuap petang. Allah itu maha kuasa. Tiada percaya aku,
bahwa di dunia ini tak ada lagi lain dari malapetaka untuk kita.” (Hal.
62)
41
“………………Selama hayat masih dikandung badan, kita harus berusaha
dengan sekuat tenaga. Sungguhpun demikian, berdoa jugalah, mudah-
mudahan berhentilah penderitaan kita ini.” (Hal.71)
Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Mansur
yang selalu berprasangka baik kepada Allah Swt. Bahwa setiap manusia
yang mau berusaha dengan sekuat tenaga akan dapat menyelesaikan
dan mengatasi masalah yang dialami dalam hidupnya. Termasuk dirinya
yang tidak pernah lelah berjuang dari setiap masalah yang ia hadapi.
“Dari hal rezki itu, selagi Allah masih kasihan kepada kita, kemana kita
pergi takan terlantar.” (Hal.114)
Pada kutipan tersebut Mansur tetap meyakini bahwa di mana pun
dirinya berada Allah Swt akan selalu memberinya kesempatan termaksud
dalam hal reski.
“Sungguhpun demikian, uncu tolong-tolong juga kami dengan doa, moga-
moga Allah subhanahu wata’ala menjatuhkan rahmatnya. (Hal. 68)
Pada kutipan tersebut Mansur meminta agar uncu nya tak lupa untuk
mendoakan dirinya agar diridhoi dan dirahmati Allah Swt dalam setiap
langkahnya.
c. Selalu Bersyukur kepada Allah Swt.
Selalu bersyukur akan karunia yang diberikan oleh Allah Swt
merupakan salah satu amanat yang menyiratkan nilai tauhid. Karena
rasa syukur merupakan ungkapan terima kasih hambanya dan percaya bahwa
hanya kepada Allah Swt-Lah kita menyembah dan bersujud syukur. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut ini.
42
“Sungguh! Cinta pada tanah air tiada dapat pikirkan dengan akal. Kita
bawa ia dari kandungan ibu seperti suatu pemberian Allah yang harus kita
hormati…..(Hal.74)
Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa tokoh Laminah
dan Mansur tetap bersyukur kepada Allah Swt, telah dilahirkan di desa
ketahun yang tidak pernah bisa dilupakan.
“……………Kalau tak ada mamak , siapa tahu, barangkali kami mesti
bermalam di beranda surau, menjadi umpan nyamuk dan binatang- binatang
lain. Sungguh! Mamak kami harus meminta syukur.” (Hal.88)
Pada kutipan tersebut, Mansur dan Laminah merasa sangat bersyukur
ketika bertemu dengan salah seorang yang sudi menawarkan
tumpangan di rumahnya untuk bermalam. Bahkan ia berpikir ternyata di
perjalanan hendak ke Bengkulu masih ada orang yang peduli dengannya.
Oleh karena itu, ia dan adiknya sangat beruntung ada orang yang
berbaik hati mau menolongnya. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat
yang di luaran sana terkadang terlihat mampu ataupun berada namun kadang
mengabaikan orang miskin (tidak mampu) yang sesungguhnya butuh
pertolongan.
“Anak yang tiada berdosa itu menerima semuanya dengan syukur.”
(Hal.109)
Pada kutipan tersebut Laminah tetap bersyukur bagaimanapun
kondisinya saat itu dan tak terpikir oleh-nya akan hal buruk yang akan
menimpah dirinya.
43
2) Amanat yang Mengandung Nilai Ibadah
Seperti halnya nilai tauhid, nilai ibadah juga merupakan bagian dari
nilai religi. Ibadah dalam arti umum meliputi segala kegiatan manusia,
baik dilakukan dalam hubungannya dengan ibadah ekonomi, sosial,
budaya, maupun kegiatan muamalat lainnya yang didasarkan kepada
Allah Swt.; sedangkan ibadah dalam arti khusus mencakup perbuatan
yang tata cara serta rincian mengerjakannya telah ditetapkan oleh Allah
Swt, dan Rasul-nya seperti tata cara melaksanakan shalat, puasa, haji,
dan lain-lain. Semua ibadah dalam Islam bertujuan agar rohani
mengingat kepada Allah Swt. Bahkan selalu dekat dengan-Nya. Keadaan
dekat dengan-Nya senantiasa dapat lebih meningkatkan kesucian jiwa
intens akan menjadi alat kendali hawa nafsu agar tidak melanggar nilai-nilai
moral, peraturan dan hukum Tuhan. Bagiannya ada dua kendali hawa nafsu
agar tidak melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum Tuhan. Bagiannya
ada dua yaitu a) Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan, dan b) Shalat
sebagai kewajiban umat muslim.
Berikut penjelasan kedua nilai ibadah yang ditemukan dalam cerita
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana. a) Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan
Dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana, juga terdapat amanat atau pesan untuk tidak pernah putus
asa dalam berusaha dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut ini.
44
“Dalam enam tahun, sejak perceraiannya dengan istrinya, berlipat ganda
terasa olehnya berat beban hidup mengipit dirinya, sehingga kadang-kadang
ia hampir putus asa dan meminta kepada Tuhan supaya ia dapat menuruti
ke negri yang baka.” (Hal.3)
Pada kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa semenjak
tokoh Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya, Syahbuddin hidup penuh
dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka selalu bersabar dan tabah
menjalani kehidupannya dan mengaggap bahwa semua cobaan yang
menghampirinya bernilai ibadah di mata Allah Swt. Bahkan tidak pernah putus
asa dalam mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehahari-harinya.
Demikian juga kutipan berikut ini.
“Ya, “Ujarlah Laminah, itu mudahlah tetapi, kakak bagaimanakah kalau
misalnya kita ditimpah hujan di jalan?”
“Ah, macam-macam saja cakapmu, “jawab Mansur,” “yang buruk itu jangan
dipikirkan.” (Hal. 82)
Tokoh Mansur selalu mengingatkan kepada Laminah agar tetap
tegar dalam melangkah dan jangan pernah putus asa dalam menjalani
kehidupan ini. Karena hidup harus dijalani jangan mudah menyerah serta
berpasrah diri akan nasib Misalnya, melarang Laminah bersikap cengeng
dan berpikiran negatif ketika melakukan perjalanan mencari kehidupan
yang lebih baik sebab semuanya akan bernilai ibadah ketika kita masih di jalan
yang benar .
b) Shalat sebagai Kewajiban Umat Muslim
Shalat merupakan salah satu kewajiban kita sebagai umat Islam yang
dilaksanakan sebanyak lima kali sehari semalam. Dalam cerita Roman Tak
45
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga
diselipkan pesan religi dalam cerita tentang pentingnya shalat walaupun
berada di tengah-tengah kesibukan duniawi. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut ini.
“…………………Datuk Halim dan andung Seripah sebagaimana biasa
telah bangun akan sembahyang subuh……”(Hal. 73)
“Sesudah itu pergilah ia masuk ke dalam akan sembahyang asar sebab
hari telah sayup……..” (Hal. 55)
Datuk Halim dalam setiap aktivitasnya tetap mengingat akan
kewajibannya sebagai umat muslim. Kewajiban yang dimaksud adalah
menunaikan ibadah Sholat. Hal ini bisa menjadi amanat bagi pembaca
terutama yang hamba Allah yang muslim.
3. Nilai Moral
Seseorang dikatakan mempunyai moral apabila orang itu dengan
kehendaknya sendiri berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil,
atau ajaran filsafat moral semata. Moral berarti memenuhi atau memuaskan
maksud dan tujuan eksistensi (wujud) seseorang dalam masyarakat tanpa
merusak dan mengganggu orang lain atau kelakuan yang sesuai dengan
ukuran-ukuran masyarakat yang timbul dari hati sendiri (bukan paksaan
dari luar ). Berikut data nilai moral yang ditemukan dalam cerita Roman Tak
Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, terbagi atas enam
yaitu. 1) Kejujuran dan keikhlasan, 2) Memiliki rasa tanggung jawab, 3)
Mengajarkan perilaku yang terpuji, 4) Kekerasan dalam rumah tangga, 5) Suka
46
menolong dan ramah 6) Bekerja keras dan selalu berusaha. Adapun
pendeskripsiaanya dikemukakan sebagai berikut.
1) Kejujuran dan Keikhlasan
Kejujuran dan keikhlasan merupakan salah satu sikap yang patut
direalisasikan dalam kehidupan kita yang mengharuskan kita untuk selalu
berbuat jujur dan ikhlas dalam melaksanakannya. Berikut data yang
ditemukan dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan
Takdir Alisjahbana.
“Tetapi mukanya yang bercahaya-cahaya tadi telah menjadi muram, sebab ia
sekarang telah tahu, bahwa ia tertipu; duriannya sama sekali lebih dari empat
ratus; jadi sebuah dijualnya bukan sebenggol, melainkan sesen. Akan minta
lebihkan harga yang telah dijanjikan tadi, ia tak berani, sebab takut kalau orang
cina itu marah dan mengatakan ia mungkir janji.” (Hal.11)
“Kita dikecohkan. Ditaksirnya durian kita dua ratus, aku percaya sehingga aku
jual sama sekali lima rupiah. Tetapi tadi aku bilang lebih dari empat ratus. Kita
ditipu oleh jahanam itu dua ratus buah.” (Hal.12)
Pada kutipan tersebut tokoh Syahbuddin tertipu dengan salah
seorang pengumpul buah durian yang diambil oleh pembeli tersebut.
Kejadian ini menyiratkan bahwa pembeli termasuk tidak jujur dalam
aktivitas jual beli. Melihat kenyataan tersebut, Syahbuddin hanya bisa
berlapang dada dan ikhlas menerima perlakuan yang tidak adil tersebut. Ia
mau minta dilebihkan uang yang diberikan,tetapi ia takut kalau orang cina itu
marah dan dianggap ingkar janji.
“Jepisah berhenti bercakap-cakap, ia telah biasa akan perangai Madang
itu, pemarah dan tak mau disangkal.” (Hal.44)
Pada kutipan tersebut Jepisah sudah terbiasa akan sikap suaminya
47
yang pemarah, tetapi Jepisah sebagai seorang istri senantiasa ikhlas menerima
perlakuan suamainya yang pemarah demi keutuhan rumah tangganya.
2) Memiliki Rasa Tanggung Jawab
Seperti halnya kejujuran, tanggung jawab merupakan salah-satu sifat
yang mengandung nilai moral. Dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang
Karya Sutan Takdir Alisjahbana, juga ditemukan perilaku yang bertanggung
jawab. Hal ini terlihat pada tokoh Syahbuddin yang rela tidak membawa
kedua anaknya karena kondisi yang tidak memungkinkan. Selama ini ke
mana pun ia pergi selalu membawa anaknya.Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut ini.
“…………….Sejak bundanya meninggal belum pernah mereka ditinggalkan
oleh Syahbuddin. Tak heran kita kalau anak berdua itu sekali ia menurut kata
ayahnya oleh karena terpaksa saja, oleh karena tak ada jalan lain.”(Hal.17)
Untuk pertama kalinya Syahbuddin tidak membawa kedua anaknya
saat pergi mencari nafkah karena kondisi yang kurang menguntungkan.
Terpaksa ia titipkan pada saudaranya. Hal ini merupakan salah satu bentuk
tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya untuk menjaga keselamatannya.
Hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Syahbuddin sebagai
orang tua.
Demikian juga kutipan berikut ini pengarang menggambarkan suasana
hati Jepisah sebagai seorang yang bertanggung terhadap kedua keponakannya.
Sikap kekhawatirannya merupakan salah satu bentuk perhatian sekaligus rasa
tanggung jawab sebagai orang yang sudah dianggap ibu oleh Mansur dan
Laminah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
48
“Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri kita. Pikirlah itu.
Tetapi kalau hatimu keras juga, pergilah! Barang kali keselamatanmu telah
ditakdirkan Tuhan di negeri orang. Hanya petuahku Laminah itu jangan
engkau sia-siakan. Kalau rasanya tiada terpikul olehmu, kirimlah ia kembali.
Dari pada ia terlantar di negeri orang……..”(Hal.68)
Jepisah selalu memberi nasihat kepada Mansur dan Laminah agar selalu
mempertimbangkan niatnya untuk mengembara ke negeri orang. Karena
selalu mengkhawatirkannya.
“Jadi amat mujurlah Mansur, sebagai saudara yang sangat mengasihi
adiknya, dapat merasa dan menerka apa yang merusaknya dan yang tiada
menyenagkan hati adiknya itu.” (Hal.115)
Pada kutipan tersebut, sungguh Mansur adalah seorang kakak yang
memiliki rasa tanggung jawab terhadap adiknya Laminah, ia sangat mengasihi
adiknya lebih dari apa pun itu. Mansur akan merasa tak nyaman jika adiknya
Laminah sedang dalam kesusahan ia dapat menerka dan merasakan hal itu.
3) Mengajarkan Perilaku yang Terpuji
Mengajarkan perilaku yang baik kepada anak adalah suatu perbuatan
yang sangat terpuji yang mengandung nilai moral . sikap ini sangat dianjurkan
dalam lingkungan keluarga karena dapat melahirkan generasi muda yang
bermoral baik. Hal ini juga ditemukan dalam Roman Tak Putus Dirundung
Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
“Dia itu tiada beribu dan tiada berbapak, Ki “ujar Jepisah lagi akan
melunakkan hati anaknya.
“Heran Ki, “jawab Marsuki, “mak kasihan kepada dia, tetapi tidak kepada
anak sendiri . biarlah, mak, supaya ia coba pula.” (Hal.47)
49
Pada kutipan tersebut tokoh Jepisah sebagai seorang ibu selalu
berusaha memberikan nasihat kepada anaknya agar memiliki perasaan
kasihan pada kakaknya Laminah. Jepisah takut melihat anaknya memiliki
karakter yang sama dengan bapaknya yang memiliki karakter yang kasar.
“Tambahan pula cucungku,” ujar andung Seripah, engkau berdua jangan benar
menaruh dendam. Serahkanlah semuanya pada Allah Subhanahu wata’ala.”
(Hal. 59)
Pada kutipan tersebut andung Seripah memberi nasihat kepada
Mansur dan Laminah agar tak menaruh dendam pada Madang (paman) agar
hati dua anak itu memiliki sifat yang bijaksana, penyayang, dan penyabar.
“Penghabisanku kuperingati engkau jangan sekali-kali bercampur gaul
dengan orang jahat, sebab hal itu tiada pernah membawa manfaat.”
(Hal. 77)
Pada kutipan tersebut Datuk Halim memberi nasihat kepada dua anak
yatim piatu terebut yang hendak ingin merantau ke Bengkulu agar tetap
menjaga pergaualan, serta tetap menjaga sikap.
“Seketika berhenti Laminah; sudah itu ia berkata pula: “kakak!
Berjanjilah kakak pada Minah, takan mendendam manusia binatang itu!” (Hal.
126)
“Ah sahut Laminah, “janganlah kakak pikirkan itu! Biarlah orang lain
mengajarnya. Apakah gunanya kalau kita telah binasa nanti? Sekarang kita
jauhkan diri padanya. Ya, kakak? Kakak takkan mendendam.” (Hal.
127)
Pada kutipan tersebut Laminah meminta kepada kakaknya agar tak
menaruh rasa dendam pada Sarmin yang telah menyakiti dirinya. Sungguh
Laminah menjalankan amanah dari andung Seripah, dapatlah kita lihat bahwa
50
Laminah memiliki hati yang bijaksana yang tak menaruh dendam kepada
Sarmin serta orang-orang yang pernah menyakitinya dahulu.
“Sebab itulah kata Malik: “Dar mengapakah engkau bercakap begitu?
Tidakah engkau menaruh kasihan pada gadis yang malang itu.” (Hal.
147)
“engkau pikirlah dalam-dalam! Sekarang engkau telah hendak
mengganggu-Nya pula! O, engkau sungguh kejam, tak menaruh iba- kasihan
sesama manusia.” (Hal. 147)
Pada kutipan tersebut Malik berusaha menasihati Darwis yang
memiliki maksud tak baik pada Laminah, agar tak melangsungkan niat jahat-nya
tersebut. Malik sungguh berbeda dengan Darwis, Malik memiliki hati yang baik
dan tulus memberi pertolongan tanpa mengharapkan imbalan sedangkan Darwis
baik dan mau menolong Laminah karena ada maksud tertentu di balik kebaikan-
nya itu.
4) Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang tidak diharapkan bagi
pasangan suami istri dalam membina bahtera rumah tangga. Namun,
dalam kenyataannya, kondisi tersebut sering dialami oleh kalangan istri.
Suami yang ringan tangan dan perangai yang kejam terkadang ikut
membelenggu keharmonisan rumah tangga. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut
ini.
“Dengan hal yang demikian Madang semakin hari makin ganas juga sepak
terjang, tepuk-tampar makin sehari makin banyak menimpah kedua anak yatim
itu.” (Hal. 39)
“Mendengar perkataan adiknya serupa itu dikeraskannya hatinya menderita
sekalian nistaan dan hinaan, tampar dan tempeleng itu……”(Hal. 39)
51
“Tetapi malang! Pada waktu itu pukulan Madang telah jatuh di kepala anak
yatim piatu itu, sebagai durian jatuh di tanah yang keras. Laminah tak
berbunyi lagi, terjerebab, seperti elang kena tembak.” (Hal. 51)
Pada kutipan tersebut, tokoh Madang digambarkan sebagai tokoh
yang kejam dan selalu melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Setiap
kali ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, maka ia selalu
melakukan tindakan yang kejam dengan ringan tangan. Misalnya melakukan
tamparan kepada istrinya dan Laminah. Ia dianggap sebagai laki-laki yang
tidak punya hati. Hal ini dipertegas melalui kutipan berikut ini.
“Laminah telah mendukung adiknya itu dan air matanya berhamburan tak dapat
ditahannya lagi, oleh kesal hatinya dan oleh takut akan segak dan
tempeleng.”(Hal. 41)
Tokoh Laminah yang digambarkan dalam kutipan tersebut, cukup
merasa ketakutan ketika adiknya Marsuki terkena sayatan pisau pada
kakinya. Hal yang ditakutkan Laminah adalah kekejaman Madang yang
akan diterima. Tamparan, pukulan, serta kata-kata kasar pasti akan menghujani
dirinya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
“………..Dengan suara yang menakutkan diseyaknyalah Jepisah:
“perempuan jahanam itu membohongi aku tadi. Telah berani benar engkau
padaku sekarang. Engkau permainkan saja aku sebagai patung, sebaik-
baiknya kubunuh kedua-duanya.” (Hal. 48)
“Jepisah terpekik, kena pukulan yang tak diegak-egak itu. Dengan ia
berdiri ia dan berlari menuju ke tangga, sebab ia takut dipalu lagi.” (Hal.
49)
“Anak yang malang itu masih duduk juga dilantai. Entah apalah sebenarnya
ia belum melarikan dirinya; kakinya seolah-olah berat melihat sekalian
pekerjaan suami peribunganya yang kejam…..(Hal. 49)
52
“Tentang inilah rupanya Madang memukul tadi. Lihatlah kulit kepala ini
sampai menjadi biru,” ujarnya serta menunduk ia sedikit akan menawari
bengkak itu. (Hal. 55)
Kekejaman yang digambarkan pengarang melalui tokoh Madang dapat
menjadi pembelajaran bagi pembaca. Terutama dalam menjauhkan diri dari
sikap yang tidak bermoral.
5) Suka Menolong dan Ramah
Dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu sifat yang harus dipelihara
adalah menolong dan ramah kepada sesama. Sifat suka menolong dan ramah
kepada siapa saja adalah salah satu hal yang mengutamakan sisi moral dan ke
manusia.Hal ini juga terlihat dalam cerita Roman Tak Putus Dirundung Malang
Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
“Datuk Halim dan istrinya, andung Seripah, selalu ramah kepada Mansur dan
Laminah. Seringkali dipanggilnya kedua anak itu makan dirumahnya.
Untuk pembalas budi orang tua dua laki-istri itu acap kali pula Mansur dan
Laminah menolong mereka itu mencarikan kayu dan mengangkat-angkat air.”
(Hal. 51)
“Sekalian perkataan Datuk itu kami masukan dalam hati kami. Sampaikan mati
tiada lupa rasanya kami akan jasa datuk dan andung yang tiada berhingga
itu kepada kami” (Hal. 64)
“………Datuk dan andunglah yang selalu menolong kami dengan segala daya
upaya.” (Hal. 64)
Tokoh Datuk Halim dan istrinya digambarkan sebagai tokoh yang
memiliki jiwa penolong. Ketika Mansur dan Laminah selalu mendapat
perhatian dan pertolongan dari Datuk dan istrinya. Mereka dengan ramah mau
53
menolong dengan memberi makan kepada Mansur dan Laminah. Demikian juga
sebaliknya Mansur dan Laminah membalas budi baik Datuk dengan
mencarikan kayu bakar dan mengangkat air kebutuhan Datuk. Demikian juga
kutipan berikut ini.
“Sekarang andung hendak masuk,” kata andung seripah pula, “tunggulah engkau
berdua disini, boleh andung bertanak di dapur.” (Hal. 59)
Pada kutipan tersebut andung Seripah hendak menawarkan Mansur dan
Laminah untuk tinggal di rumahnya sebab tak tega melihat dua anak yatim piatu
tersebut kena siksa dari pamannya, sungguh hati andung Seripah sangat mulia,
sifat seperti inilah yang harus ditanamkan dalam diri kita, suka menolong dan
ramah kepada sesama.
“…………..”kemanakah maksud engkau berdua ini sekarang? Akan
bermalamkah engkau disini atau akan teruskah? Kalau engkau berdua hendak
menginap di negeri ini, boleh engkau datang ke rumahku diujung sebelah sana.”
(Hal. 87)
Ketika tokoh Mansur dan Laminah sedang dalam perjalanan ke
Bengkulu mencari pekerjaan.Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan salah
seorang yang berbaik hati menawarkan tumpangan menginap di rumahnya,
dengan penuh ramah tamah, orang tersebut menunjukkan arah rumahnya kepada
Mansur dan Laminah.
“Pekertinya tak tentu; ada kalanya ia ganas; kejam; bersalah-tak bersalah
dirusakkanya, dihancurkannya. Tetapi ada pula masanya ia pengasih
pengiba, halus dan lembut sebagai seorang ibu. Apa yang kejam
dihancurkannya diribanya dengan tangannya yang besar itu sehingga sempurna
kembali.” (Hal. 33)
“Dengan kemalu-maluan Mansur dan Laminah menjauhkan dirinya. Sangat
hina terasa orang berdua ini diusir seperti binatang, tetapi apa boleh buat. Orang
54
memintah selalu dibawa bukan? (Hal. 100)
Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa karakter
manusia cukup berbeda-beda. Ada yang memiliki jiwa penolong dan
mengasihani sesamanya. Tetapi ada juga sebaliknya, kejam dan tak berperi
kemanusiaan.
“Percayalah tokeh, amat sedih hati kami meninggalkan pekerjaan ini. Tokeh
selalu dermawan dan budiman kepada kami dan penghidupan kami sederhana,
tak kurang dan tak pula melebih-lebih.” (Hal. 134)
“Nanti, kalau misalnya engkau berdua dalam kesukaran, yang tak sekali- kali
kuharapkan, setiap waktu boleh engkau datang kemari minta pertolongan
padaku.” (Hal. 135)
Pada kutipan tersebut tokoh (pemilik toko roti) meminta kepada Mansur
dan Laminah jika kelak mereka dalam keadaan susah bolehlah mereka
meminta pertolongan kepada tokeh, sebab selama bekerja di toko roti milik
tokeh, dua anak yatim piatu tersebut diperlakukan dengan amat baik oleh tokeh
yang dermawan dan budiman itu. Akan tetapi mereka terpaksa berhenti karena
merasa terusik semenjak kehadiran Sarmin.
6) Bekerja Keras dan Selalu Berusaha
Apabila seseorang memiliki sifat yang selalu mau bekerja keras dan
selalu berusaha, maka niscaya ia tidak pernah menyerah dalam menjalani
kehidupannya. Hal ini terlihat pada tokoh Mansur yang tidak pernah pantang
menyerah dalam menghadapi tantangan hidup.
“Masakan orang hendak membelanjai kami sehari-hari. Tentu tidak! Dan
mencari uang sangat susahnya di negeri mati ini. Bengkulu ini negeri besar.
Tak ada pekerjaan di sudut ini. Boleh kita mencari sudut yang lain.” (Hal.
55
67)
“Buah usaha kita dapat benar kita lihat. Bersungguh-sungguh kita bekerja,
banyak kita mendapat hasil, malas kita, tanggunglah sendiri…………”
(Hal.91)
“Sungguh! Mansur orang yang besar malunya. Di hati kecilnya telah
ditanamkannya, bahwa ia dirantau orang akan bekerja, bekerja dengan
segala tenaganya.” (Hal.86)
Mansur memiliki sifat malu jika selalu dikasihani, ia harus bekerja
menghidupi diri dan adiknya laminah. Melalui tokoh mansur ini, pengarang
memberikan amanat kepada pembaca untuk tetap memiliki semangat dalam
bekerja.
“Nantilah sebentar,” jawab Mansur, “Janganlah engkau gusar. Hari ini juga
kita harus mencari pekerjaan, supaya kita jangan menumpang- numpang lagi
dimana-mana. Waktu kita masih banyak benar.” (Hal. 99)
Pada kutipan tersebut Mansur menenangkan hati adiknya agar tak
merasa cemas ia tak akan menyerah dan akan terus mencari pekerjaan walaupun
sudah beberapa toko yang dimasuki oleh Mansur dan Laminah namun ia terus
mengalami penolakan ada yang menolaknya dengan berkata kasar dan ada pula
yang menolaknya dengan ucapan yang sopan namun itu tak meruntuhkan
semangatnya untuk terus berusaha, sebab ia merasa malu jika hendak
menumpang-numpang lagi.
Adapun kemunculan nilai-nilai Religius dalam Roman Tak Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, secara ringkas dapat dilihat
pada table berikut.
Tabel 4.1 Amanat Religius dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang
56
karya Sutan Takdir Alisjahbana
No. Religius Halaman Frekuensi %
1 Nilai Tauhid
Mengakui akan
kehendak dan
kebesaran Allah Swt
3,23,26,60,80,120 7 13,46
Mengharapkan ridho
dan rahmat Allah Swt 62,71,114,68 4 7,69
Selalu bersyukur
kepada Allah Swt 74,88,109 3 5,76
Jumlah amanat yang
mengandung Nilai Tauhid 14
2
Amanat yang
mengandung nilai
ibadah
Tidak putus asa dalam
menjani kehidupan 3,82 2 3,84
Shalat sebagai
kewajiban umat
muslim
73,55 2 3,84
Jumlah amanat yang
mengandung nilai ibadah 4
3
Amanat yang
mengandung nilai
moral
Kejujuran dan
keikhlasan 11,12,44 3 5,76
Memiliki rasa
tanggung jawab 17,68,115 3 5,76
Mengajarkan perilaku
terpuji 47,59,77,126,127,147, 7 13,46
Kekerasan dalam
rumah tangga 39,41,48,49,55 8 15,38
Suka menolong dan
ramah 51,64,59,87,33,101,134,135 9 17,30
Bekerja keras dan
selalu berusaha 66,91,86,99 4 7,69
Jumlah amanat yang
mengandung nilai moral 34
(Sumber: Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana)
Keterangan:
57
52
52
52
52
52
52
Amanat religius yang mengandung nilai tauhid sebanyak 14 kutipan
Amanat religius yang mengandung nilai ibadah sebanyak 4 kutipan Amanat
religius yang mengandung nilai moral sebanyak 34 kutipan
Jadi ,jumlah seluruh kutipan yang mengandung amanat religius yang
ditemukan dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana adalah sebanayak 52 kutipan
Adapun nilai religius yang peneliti temukan dalam Roman Tak
Putus
Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, adalah sebagai berikut.
1) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni mengakui kehendak
Allah Swt. Sebanyak (7) maka 7
x 100 = 13, 46% 52
2) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni mengharapkan ridho
dan rahmat Allah Swt sebanyak (4) maka 4
x 100 = 7,69% 52
3) Amanat religius yang mengandung nilai tauhid yakni selalu bersyukur kepada
Allah Swt sebanyak (3) maka 3
x 100 = 5,76% 52
4) Amanat religius yang mengandung nilai ibadah tidak putus asa dalam
menjalani kehidupan sebanyak (2) maka 2
x 100 = 3,84%
5) Amanat religius yang mengandung nilai ibadah yakni sholat sholat sebagai
kewajiban umat muslim sebanyak (2) maka 2
x 100 = 3,84%
6) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni kejujuran dan keiklasan
sebanyak (3) maka 3
x 100 = 5,76% 52
7) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni memiliki rasa tanggung
58
52
52
52
52
52
jawab sebanyak (3) maka 3
x 100 = 5,76% 52
8) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni mengajarkan perilaku
yang terpuji sebanyak (7) maka 7
x 100 = 13,46% 52
9) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni kekerasan dalam rumah
tangga sebanyak (8) maka 8
x 100 = 15,38% 52
10) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni suka menolong dan
ramah sebanyak (9) maka 9
x 100 = 17,30% 52
11) Amanat religius yang mengandung nilai moral yakni bekerja keras dan selalu
berusaha sebanyak (4) maka 4
x 100 = 7,69% 52
Berdasarkan hasil analisis dalam Roman Tak Putus Dirundung
Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Setelah dilakukan analisis oleh peneliti,
maka peneliti menemukan sebanyak 52 kutipan amanat religius, jadi,didapatkan
persantase hasil 13,46% untuk nilai tauhid yakni mengakui kehendak Allah
Swt.7,69% untuk nilai tauhid yakni mengharapkan ridho dan rahmat Allah
Swt.5,76% untuk nilai tauhid yakni selalu bersyukur kepeda Allah Swt. 3,84
untuk nilai ibadah yakni tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. 3,84%
untuk nilai ibadah yakni sholat sebagai kewajiban umat muslim. 5,76% untuk
nilai moral yakni kejujuran dan keikhlasan. 5,76 untuk nilai moral yakni
memiliki rasa tanggung jawab. 13,46% untuk nilai moral yakni mengajarkan
perilaku yang terpuji. 15,38% untuk nilai moral yakni kekerasan dalam rumah
tangga. 17,30% untuk nilai moral yakni suka menolong dan ramah, dan 7, 69%
59
untuk nilai moral yakni bekerja keras dan selalu berusaha.
B.Pembahasan
Berdasarkan penyajian data yang telah diuraikan tentang nilai religius
dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Adapun nilai religius dalam penelitian ini yaitu nilai tauhid, ibadah, dan moral.
Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Faith in the of god). Suatu
keperercayaan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta
ini. Nilai tauhid yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya
Sutan Takdir Alisjahbana yaitu, mencintai Allah Swt,mengakui akan kehendak
dan kebesaran Allah Swt,mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt,selalu
bersyukur ke pada Allah Swt, mencintai agama, dan mendekatkan diri kepada
Allah Swt.
Berdasarkan uraian di atas, nilai tauhid mengajarkan bagaimana agar
mencintai Allah Swt. melebihi cinta yang lain karena orang yang mencintai Allah
akan memberikan sesuatu yang baik untuknya.
Ibadah adalah perbuatan atau amalan yang telah ditetapkan Allah Swt.
akan rincian-rincian tingkat dan ciri-ciri tertentu. Ada pun nilai ibadah yang
terkandung dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir
Alisjahbana yaitu,tidak putus asa dalam menjalani kehidupan,berdoa dan sholat
. Berdasarkan uraian di atas, nilai ibadah banyak memberi manfaat dalam
kehidupan sehari-hari yaitu, membantu bisa berpikir jernih, membantu mengerti
apa tujuan hidup, merasa lebih tenang dan damai
60
Moral berasal dari “mores” (Inggris) yang mengandung pengertian
kesusilaan, yaitu dasar hakiki dari setiap tindakan dan tingka laku perbuatan
manusia dalam pergaulan hidupnya. Ada pun nilai moral yang terdapat dalam
Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu,
berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materil, atau ajaran filsafat moral
sematas.
Berdasarkan uraian di atas, nilai moral mengajarkan tentang nilai-nilai
kebaikan karena dengan setiap kebaikan yang dilakukan akan mendapat balasan
sepuluh kali lipat kebaikan.
Adapun kaitan penelitian ini dengan ketiga penelitian relevan yang diambil
yaitu Sari (2011) aspek Religiusitas dalam Novel “Titian Nabi” Karya Masyakur
AR. Said, Rejono (1996) Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampung, dan Muh.
Arif (2008) yang berjudul Nilai-nilai religius dalam novel Mahabbah Rindu Karya
Abidah EI Khalieqy. Ketiga penelitian ini pada intinya mengajarkan untuk
mencintai Allah Swt. mencintai agama, berbuat baik kepada sesama manusia dan
sabar menjalani kehidupan terutama dalam persoalan rasa cinta, keluarga,
persahabatan, dan hubungan manusia dengan Allah Swt. Dalam roman ini pula
diajarkan agar manusia menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim
seperti salat, berdoa, berdakwah, dan tetap berserah diri kepada Allah Swt.
61
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian tentang unsur amanat yang terdapat dalam Roman
Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana,
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat amanat yang bersifat religius.
Amanat yang dimaksud terbagi tiga yaitu 1) Nilai tauhid, 2) Nilai ibadah, dan 3)
Nilai moral. Nilai tauhid yang ditemukan ada tiga yaitu a) Mengakui akan
kehendak dan kebesaran Allah Swt13.46% , b) Mengharapkan ridho dan rahmat
Allah Swt, dan 7.69%, c) Selalu bersyukur kepada Allah Swt 5,76%. Adapun
nilai ibadah yang ditemukan ada dua yaitu a) Tidak putus asa dalam
menjalani kehidupan 3.84%, dan b)Shalat sebagai kewajiban umat muslim
3,84%. Selanjutnya, nilai moral yang ditemukan ada enam yaitu a) Kejujuran
dan keikhlasan , 5.76% b) Memiliki rasa tanggung jawab 5.76%, c)
Mengerjakan perilaku terpuji 13,46%, d) Kekerasan dalam rumah tangga
13,58%, e) Suka menolong dan ramah 17.30%, f)Bekerja keras dan selalu
berusaha7,69% .
B. Saran
Dengan selesainya penelitian tentang analisis unsur amanat yang terdapat
dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan
Takdir Alisjahbana, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
61
62
1. Dalam meneliti nilai-nilai religius intrinsik sebuah roman/novel
hendaknya memahami isi roman/novel yang akan dianalisis.
2. Setiap roman memiliki kelebihan dan kekurangan, hendaknya peneliti
memperhatikan hal tersebut.
3. Dalam menelaah nilai-nilai religius sebuah roman harus dipahami unsur
yang lain seperti penokohan dan amanat dalam cerita
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Muhammad, 2005, Asal Makna Tauhid dan Kepercayaan tentang
Wujud Tuhan yang Maha Esa, Jakarta Selatan : Gagas media
Alisjahbana, Sutan Takdir, 2008. Tak Putus Dirundung Malang. Jakarta: Balai
Pustaka
Amir. 1992. Religi Cerminan Keimanan. Yogyakarta: Gadjah Mada
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya.
Atmosuwito. 1989. Religiosity. Bandung: Angkasa Raya
Badudu, J.S. 1984. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa Raya.
Earnshaw. 2000. Religiositas dalam Islam. Surakarta: Widya Duta.
Faruk. 1992. Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa: Memperkaya Pengalaman dan
Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Hasmidar. 2003. Moralitas dalam Kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Ibnu Athailah, 2007. Hakikat Orang yang Melakukan Ibadah, Jakarta
Selatan : Buku Kita
Junaidi. 1998. Religiusitas. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press
Junus, Umar. 1989.Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:Gramedia.
Kosasih , 2006. Amanat sebagai Ajaran Moral , Jakarta Pusat : Alex Media
Komputindo
Luxemburg, 1986. Pendekatan Struktural di dalam Novel, Yokyakarta Diva
Press, Sleman : Bentang Pustaka
Nawang. 2000. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta
.
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ramli T 2003. Pemahaman Religius . Jakarta: Gramedia Pustaka
Razak. 1971. Ibadah dalam Islam. Bandung: Balai Pustaka
63
64
Rejono, 1996. Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampun. Jakarta : Mizan
Saad, M. Saleh. 2002. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cerminan
Manusia Baru. Jakarta: Gunung Agung
Sadikin. 2010, Kumpulan Sastra Indonesia, Pantun Puisi Majas Pribahasa Mata
Mutiara, Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Sari ,2011. Titian Nabi., Jakarta : Quantum Media
Sayuti. 2000, Berkenaan dengan Proposa Fiksi. Bandung : Aneka Sanjaya
Semi, M.Atar. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Siswanti. 2008, Makna yang Terkandung dalam Karya Sastra Jakarta :
Alfabeta
Sudjiman, Panutti. 1998. Memahami Cerita Rekaan .Jakarta: Dunia Jaya.
Sultan, 1987. Bentuk Moral pada Manusia. Yokyakarta : Penerbit Andi
Sultan, 1987. Moral dalam Bentuk Tingkah Laku Perbuatan, Yokyakarta :
Angkasa Sanjaya
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Prinsip-prinsip Dasar Sastra: Bandung: Angkasa
Raya.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya Girimukti Pusaka
Thalib, 1987. Les Formas Elemntaires De La Vic Religius, Bandung : Mizan
Waluyo, Herman J. 2006. Pengkajian Cerita Fiksi: Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1956. Teori Kesusastraan: Jakarta: Pt. Gramedia
Wijaya, Mangun. 1994. Sastra dan Religius. Jakarta: Sinar Harapan
Zaidan Hendy. 1989. Pelajaran Sastra 1. Jakarta: Gramedia.
LAMPIRAN 1
Biografi Penulis
SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA (STA)
Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dilahirkan di Nata, Tapanuli Selatan, Sumatera
Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 juli 1994 dalam usia 86
tahun. Dinamai Takdir karena jari tangannya hanya 4. Ibunya seorang
Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara
sementara ayahnya, Raden Alisjahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang
guru.
LAMPIRAN 2
SINOPSIS ROMAN TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG
KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
Di sebuah dusun Ketahun hiduplah satu keluarga yang di mana
Syahbuddin menjadi presiden rumah tangganya, Syahbuddin mempunyai
dua anak, laki-laki dan perempuan diberi nama Mansur dan Laminah, pada saat
itu Mansur berumur delapan tahun sedangkan adiknya Laminah lebih muda
setahun dari Mansur, Mansur dan Laminah ditinggal mati oleh ibunya
semenjak masih kecil, semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya
Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka
selalu bersabar dan tabah menjalani liku-likunya hidup ini, kesibukan kesana-
kemari mencari pekerjaan untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya
membuatnya ia lalai akan api kecil yang berada di sudut ruangan yang
beralaskan kayu, sehingga membakar istana kecilnya dengan cepat, dengan
semangatnya yang tersisa tujuh puluh persen dia masih mampu membuat
istana dan mungil berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar.
Pekerjaan Syahbuddin hanyalah mencari buah-buahan dan mencari ikan
ke negeri seberang, tidak pernah ia meninggalkan anak nya, kemana
Syahbuddin pergi ia selalu membawa kedua anaknya, Laminah dan Mansur
selalu senang hati bila berada di sisi ayahnya, sehingga Syahbuddin
memutuskan utuk pergi merantau dan meninggalkan dua hartanya, Mansur dan
Laminah sungguh sangat sedih dan menangis atas kepergian ayahnya, karena
baru sekali ia ditinggalkan oleh ayahnya, kedua anak itu sudah dipasrahkan
kepada Jepisah adik kandung Syahbuddin yang perempuan.
Dalam beberapa bulan Syahbuddin kembali ke negeri Ketahun tanah
kelahirannya, uang yang mereka dambakan kini berganti dengan kecemasan dan
ketakutan pada penyakit yang diderita Syahbuddin, apalah daya ilmu nenek
Zalekah, dukun termahir dan terkenal itu tidak mampu menghalangi tugas
malaikat pencabut nyawa, lengkap sudah penderitaan kedua anakitu tanpa orang
tua di dunia ini.
Jepisah adik kandung Syahbuddin sangat menyayangi kedua anak yatim
piatu itu, sehingga dengan suka rela Jepisah pun mengasuhnya, tinggallah ia
berdua di rumah nya, Jepisah sudah menganggap kedua anak itu sebagai anak
kandungnya kebutuhan sandang panagannya kini menjadi tanggung jawabnya.
Hari demi hari berganti, usia Mansur kini menginjak lima belas tahun,
mereka hidup masih di tangan Jepisah dan suaminya, lama-kelamaan
mereka berdua itu menjadi beban bagi suaminya, kasih sayang yang dulu di
berikan oleh suaminya kini berganti menjadi kebencian dan penyiksaan, dalam
usia yang masih dini mereka dipaksa untuk bekerja yang berat sehingga
tulang muda itu tanpa pernah diberi waktu untuk istirahat sedikit pun.
Di saat itu Madang suaminya Jepisah tidak ada di rumah, Marzuki anak
Jepisah yang masih kecil itu gemar sekali bermain dengan Laminah seperti
halnya anak desa lainnya, Laminah membuatkan mainan untuk Marzuki,
mainan itu terbuat dari kulit jeruk dan dengan senang hati Marzuki
memainkannya, Marzuki berlari-lari ke sana ke mari sambil membawa
mainan buatan Laminah sampai tidak terasa kakinya tergores pisau yang ada di
samping Laminah, Marzuki menangis dengan sangat kerasnya darahnya
bercucuran di mana-mana, aliran darah Laminah seakan-akan terhenti karena
melihat kejadian itu, rasa takut dan khawatir akan apa yang akan dilakukan oleh
Madang nanti, ketika matahari akan terbenam Madang pulang ke rumahnya dan
menanyakan anaknya pada Jepisah, syukurlah karena ketakutan itu kini tiada
lagi, karena ketika Marzuki tertidur pulas Jepisah berbohong pada suaminya
bahwa anaknya baru saja kakinya tergores pecahan beling yang berada di
dekat pohon jeruk, beberapa jam Laminah bisa tenang jiwanya, sungguh
sangat disayang ketika Marzuki terbangun dari tidurnya Marzuki lekas
memanggil ayahnya dan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada
ayahnya, bagikan petir di mendung keluar suara Madang bercampur amarahnya
memanggil Jepisah dan Laminah, tanpa banyak kata pukulan yang tidak
terelakan terus-menerus mengenai tubuh Jepisah, berganti pada Laminah,
punggung yang masih lentur dihantam Madang dengan menggunakan sapu
sehingga membuat Laminah terjatuh ke tanah hingga tak sadarkan diri. Mansur
seharian berada di pantai mencari kayu, tanpa sesuap nasi dan setetes air yang
masuk di perutnya, seorang kakak tentu merasakan apa yang dirasakan oleh
adiknya, begitu juga Mansur, dengan lekas ia berlari-lari menuju rumah Madang,
lebih dari dua ratus langkah terdengar olehnya suara tangis dan jeritan
perempuan, Mansur pun bertambah khawatir akan adiknya, tepat di
punggung Laminah pukulan itu terhenti Mansur menarik tangan Madang
dengan sekuat tenaganya, Laminah pun terjatuh dan tidak sadarkan diri,
tanpa pertimbangan Mansur langsung membawa Laminah untuk meninggalkan
rumah yang penuh dengan penyiksaan itu.
Di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah Madang, Mansur pun
menghentikan langkahnya dan meminta tolong, beruntung baginya ada datuk
Halim yang tidak lain adalah tetangganya yang baik hati, lekas Mansur pun
membawa adiknya yang tidak berdaya itu ke rumah datuk Halim, dengan senang
hati datuk Halim dan andung Seripah menerima mereka, kesehatan
Laminah sangat buruk, ketakutan dan kedinginan karena lebatnya air hujan.
Detik demi detik waktu berputar, Laminah pun tersadar dari pingsannya
sambil menangis dan ketakutan akan kekejaman Madang, terlalu
banyak kepedihan yang dideritanya, dengan tekat yang bulat kakak beradik itu
berniat meninggalkan negri Ketahun tanah kelahirannya karena Madang algojo
itu selalu mencarinya, dalam angin malam yang penuh dengan kegelapan Mansur
pun ke rumah Madang lewat pintu belakang untuk mengambil pakaiannya serta
meminta izin pada Jepisah untuk pergi ke Bengkulu, air mata Jepisah pun tak
terbendung lagi olehnya, Jepisah resah karena di Bengkulu, tidak ada sanak
keluarga, memang berat baginya meninggalkan Jepisah dan tanah kelahirannya,
namun apa boleh buat Madang algojo itu tidak ada henti-hentinya menyiksa
kakak beradik itu.
Matahari terbit dari bagian timur menandakan hari sudah pagi, di hari itu
Mansur dan Laminah melihat negeri Ketahun untuk terakhir kalinya, mereka
pergi diantar oleh datuk Halim dengan menggunakan sampan kecil, tidak
banyak perbekalan yang mereka bawa hanya sekadar makanan dan pakaiannya
yang lusu, berawal kakak beradik menyelusuri sungai disampingi oleh datuk
Halim, setelah sampai disebuah jalan raya ditinggalkannya mereka oleh datuk
Halim dengan diberikannya pisau kesayangan datuk Halim kepada Mansur
bertujuan untuk menjaga diri, dari situ Laminah dan Mansur mengembara dari
dusun ke dusun melewati hutan lebat dan jalan bebatuan yang tajam.
Matahari mulai terbenam memancarkan cahaya kekuning-kuningan
hingga malam menjelang mereka pun menginap disebuah beranda orang cina,
suasana alam telah terdengar membangunkan impian mereka, persawahan
masih tetap ditelusuri dan masuklah mereka ke kebun yang amat luas yang
tidak pernah ditemui sebelumnya, mereka duduk sebentar merasakan angin
di bawah pohon limau, mamak Palik penja kebun itu menghampiri mereka,
mamak palik sangat baik hati kepadanya, karena sangat kasihan kepada mereka
yang tidak tahu harus ke mana lagi akan melangkah, mamak balik membawa
Mansur dan Laminah ke rumahnya untuk sementara waktu, setelah bercakap
dengan mamak Palik kakak beradik itu melanjutkan perjalanannya.
Langkah-demi langkah mereka lalui sampailah mereka di Bengkulu,
mereka merasa keheran-heranan melihat semua yang ada di sekitarnya, anak
yatim piatu itu kesana-kemari mencari pekerjaan, hinaan dan cacian yang mereka
dapatkan, hingga mereka tiba di sebuah toko roti, di situ Mansur dan
Laminah diterima kerja oleh tokoh yang baik hati itu, pekerjaan baru itu
membuat ia lupa akan kemiskinannya selama ini, mereka berdua mendapatkan
makan dan tempat tinggal secara gratis, Mansur bekerja untuk mengantarkan
barang pesanan kesana-kemari di sekitar Bengkulu, sedangkan Laminah bekerja
di dapur untuk memasak roti.
Bulan berganti bulan Laminah pun kini tumbuh menjadi gadis remaja
yang cantik dan menarik, para bujang pekerja itu sangat suka kepada Laminah
tapi tentunya mereka sangat takut kepada kakaknya, setiap hari mereka saling
berebut untuk mendapatkan hati Laminah, dengan kebaikan dan kasih sayang tak
lupa hartanya mereka berikan buat gadis idaman itu, dalam beberapa hari ini
Laminah merasa takut dan khawatir yang tidak tentu sebabnya, kurang tidur dan
sering kali kedinginan seakan ada firasat bahasa yang akan menimpanya
seperti mimpi- mimpi ngeri yang selalu menghantuinya.
Seminggu yang lalu,Tokeh menerima Sarmin sebagai pekerja baru di
tokonya Sarmin adalah mantan kuli kontrak, semua kehidupannya bergantung
pada kekuatan tangannya dan bersemboyan “Hari ini buat hari ini, besor dapat
kita berpikir”, dengan datangnya Sarmin Laminah semakin hari semakin tidak
tenang jiwanya, seakan hidupnya penuh marah bahaya dan ketakutan, kesenangan
hidupnya yang dikecamnya dalam beberapa hari ini seakan kembali senyap,
Mansur sangat kasihan melihat adiknya yang semakin hari semakin dilanda
ketakuatan yang amat dalam, mereka berunding dan bersepakat akhir bulan nanti
akan pergi meninggalkan toko roti itu, pekerjaan dilakukan seperti biasanya,
Mansur mengantar pesanan, dan Laminah ke belakang membersihkan
sebaban piring, Sarmin selalu mengikuti Laminah berniat untuk merampas
kegadisannya, ke mana pun Laminah pergi Sarmin selalu memperhatikannya, di
saat Laminah sedang bekerja Sarmin pun datang mendekatinya, Laminah
sangat takut dengan adanya Sarmin di sampingnya, dengan secepat kilat
Sarmin berusaha menodai gadis itu, hanya jeritan yang keluar dari mulut
Laminah dan berusaha untuk lari dari genggaman tangan rakuk itu, para pekerja
hanya bisa diam dan tidak berani untuk menolong gadis malang itu karena
takut akan kekuatan Sarmin, karena Sarmin orang yang senonoh akhirnya ia
tergelincir dan jatuh, kesempatan bagi Laminah untuk melarikan diri dari
Sarmin, alangkah mujurnya Laminah kegadisannya pun tak sampai direnggutnya,
Laminah hanya bisa diam, menangis dan meratapi peristiwa itu, Mansur tidak
mengeri apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya, dan sehingga Laminah pun
menceritakan peristiwa itu, tanpa menunggu lama Mansur mengambil pisau
dengan berniat untuk menghabisinya, mereka saling beradu kekuatan dan bersilat
kuda, tidak ada lagi yang bisa menghentikannya kecuali dengan pistol tokeh,
karena kesalahan ada dipihak Sarmin maka dikeluarkan dia dari toko itu,
meskipun Sarmin sudah dikeluarkan dari toko itu, tetapi itu tidak menghalangi
niat bagi mereka untuk tetap tinggal.
Ke sana ke mari mencari pekerjaan, dan pada akhirnya ada sebuah toko
mili orang Jepang, diterimalah Mansur di toko itu, Laminah tinggal di rumah
hanya seorang diri, hari-harinya diselimuti dengan kebosanan setiap hari tidak
ada kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak makanan buat kakaknya dan
pada akhirnya Laminah mencari kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak
makanan buat kakaknya dan pada akhirnya Laminah mencari kesibukan dengan
menjadi buruh cuci pakaian untuk menghilangkan kebosanan itu. Hari raya akan
tiba tiga hari lagi, Mansur dituduh mencuri uang di toko tersebut dan
dimasukanlah ia kedalam penjara, Laminah hanya bisa menangisi peristiwa
itu hingga lupa makan dan minum, peristiwa itu sampai terdengar ke telinga
Malik dan Darwis teman kerja Laminah waktu di toko roti, tanpa seorang
akan kakak Laminah tinggal, kesempatan bagi Darwis untuk merenggut
kegadisannya.
Di saat malam menjelang Darwis datang ke rumah Laminah dengan
membawa buah-buahan, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Laminah kalau
ada niat buruk di balik semua kebaikannya, di saat menjelang tidur Malik
mengetahui rencana Darwis lekas ia menghampiri rumah Laminah, alangkah
terkejutnya Malik ketika rumah Laminah tak berpenghuni, ke sana-ke mati
Malik mencari gadis malang itu sampai akhirnya Malik menemukannya di
sebuah bibir pantai, Laminah menceburkan diri ke dalam laut dan dengan
seketika hilang tak tahu keberadaannya.
Mansur telah bebas dari penjara karena tidak ada adanya bukti yang kuat,
selama lima hari terbebasnya Mansur dari penjara alangkah terkejutnya Mansur
ketika menetahui adiknya Laminah telah tiada, hilanglah sudah semangat
hidup dan Mansur memutuskan untuk pergi berlayar, bertahun-tahun terkapun-
kapung di atas air namun baying-bayang adiknya tidak juga hilang, hari-harinya
penuh dengan lamunan, Mansur pun mengeluh dan berkata “Ya Allah, ya
Tuhanku, apabila engkau pulangkan aku keasalku? Mengapakah engkau azab
aku lama di neraka hidup ini?”, di saat malam tiba Mansur naik ke atas kapal
untuk memasang layar kapal yang ditumpanginya, Mansur pun terjatuh ke dalam
lautan, Mansur pun menyusul adiknya dan orang tuanya kenegeri yang baka.
Judul : Tak Putus Dirundung
Malang Penulis : Sutan Takdir
Alisjahbana Penerbit : Balai Pustaka,
1929
Angkatan : Tahun 20-an
Tema : Kehidupan
Setting : Dusun Ketahun dan Kota Bengkulu
Alur : Maju
Gaya bahasa : Kiasan
Penokohan
Syahbuddin
Mansur
Laminah
: Penyayang dan bijaksana
: Penyayang, penyabar, dan pekerja keras
: Penyayang, dan mudah stress
Uncu Jepisah
Madang
Datuk Halim
Andung Seripah
: Baik hati, bijaksana, penyayang
: Jahat dan keras kepala
: Penyayang dan ramah
: Penyayang, ramah, dan baik hati
Nenek Zalekah
Marzuki
Mamak Palik
Sarmin
: Baik
: Keras kepala
; Baik
: Jahat, egois, dan pemalas
Darwis
Malik
: Bermuka dua, egois, dank eras kepala
: Baik hati
LAMPIRAN 3
KARTU DATA
1. Amanat Religius yang mengandung nilai tauhid
Kode: R (Religius) I (Ibadah) T (Tauhid)
M (Moral)
Sumber Roman Tak Putus Dirundung Malang karya (TPDMA) Hal:
Halaman
Amanat religius yang mengandung nilai tauhid terbagi 3 bagian yaitu:
a. Mkka : Menagakui akan kehendak dan kebesaran Allah swt b. Mrra :
Menghrapkan ridho dan rahmat Allah Swt
c. Sbka : Selalu bersyukur kepada Allah Swt
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.3
“tetapi Syahbuddin menerima nasibnya dengan tulus dan ikhlas, tak
menaruh dengki dan khianat, sebab ia tak tahu bahwa sekaliannya itu kehendak
Allah yang Maha Kuasa.
pada kutipan tersebut, Tokoh Syahbuddin menerima segala bentuk cobaan yang
dilalui dalam kehidupannya. Semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya
Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan. Meskipun
demikian, mereka selalu bersabar dan tabah menjalani liku-
likunya hidup ini.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/01/Hal.23
“Sakitnya ini telah dalam,” kata nenek Zalekah dengan suara yang berat, tetapi janganlah
kita putus asa, sebab semuanya itu kehendak Allah Subhana wata’ala………….(Hal.
23)
Nenek Zalekah memberi motivasi pada keluarga Syahbuddin agar tidak putus asa dalam
menghadapi cobaan yang dialaminya. Bahkan mengingatkan bahwa semua yang ia alami itu
adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26
“………………Dengan susah payah bercakaplah Syahbuddin; suaranya hampir-hampir putus:
“Anakku, biji mataku, buah hatiku, ajalku telah sampailah… Engkau berdua mesti kutinggalkan.
Semuanya itu telah terlukis di luhmahful. Kata ayah tak dapat disangkal.
Baik-baik kelakuanmu……”
Syahbuddin menyampaikan kepada anaknya bahwa sudah menjadi kehendak Allah Swt. Bahwa
manusia akan meninggalkan dunianya. Termasuk juga dirinya akan meninggalkan keduanya.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26
“Dunia ini penuh keajaiban dan keheranan! Disini orang tak berhenti dirundung azab-
sengsara, disana orang seolah- olah diturut oleh kemujuran, keuntungan
kesejahteraan dan kemuliaan.
Allah Swt memberikan kehidupan kepada hamba-Nya dengan cara yang berbeda-beda sesuai
dengan usaha dan doa yang ia lakukan.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.60
“Langit sebelah barat memperlihatkan suatu tamasya yang sangat
permai…………..Siapa belum pernah memuji kebesaran Allah Subhanahu wata’ala,
waktu siang berganti dengan malam, melihat susunan awan di langit Lazuardi muda?
Pengarang dalam kutipan tersebut, mengingatkan kepada kita semua bahwa proses
kehidupan di muka bumi ini adalah salah satu tanda akan kebesaran yang dimiliki Allah Swt.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/07/Hal.120
“Sesungguhnya Tuhan berbuat sekehendaknya atas hambanya. Dengan kodrat
iradatnya, maka pada ketika itu tergelincirlah Sarmin, laki-laki yang kukuh dan tegap
itu, di taris batu yang penuh lumut dan licin itu dan jatuh berguling-guling.”
Pada kutipan tersebut, Sarmin seketika mendapat musibah ketika hendak ingin melukai
Laminah. Bersyukurlah Laminah akan kehendak Allah subhanahu wata’ala yang masih
b)Mrra: Mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt
Kode: TPDMA/R/T/Mrra/02/Hal.62, 71
“…………..Dan kalau kita telah tiba di Bengkulu nanti telah dapat pula kita berseluk.
Masakan tiada dapat kita di sana mencari uang untuk sesuap nasi pagi dan sesuap
petang. Allah itu maha kuasa. Tiada percaya aku, bahwa di
dunia ini tak ada lagi lain dari malapetaka untuk kita.”
“………………Selama hayat masih dikandung badan, kita harus berusaha dengan
sekuat tenaga. Sungguhpun demikian, berdoa jugalah, mudah-mudahan berhentilah
penderitaan kita ini.” (Hal.71)
Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Mansur yang selalu
berprasangka baik kepada Allah Swt.
Kode: TPDMA/R/T/Mrra/05/Hal.114
“Dari hal rezki itu, selagi Allah masih kasihan kepada kita, kemana kita
pergi takan terlantar.”
Pada kutipan tersebut Mansur tetap meyakini bahwa di mana pun dirinya berada Allah
Swt akan selalu memberinya kesempatan termaksud dalam hal reski.
c. Sbka: Selalu bersyukur kepada Allah Swt
Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.74
“Sungguh! Cinta pada tanah air tiada dapat pikirkan dengan akal. Kita bawa
ia dari kandungan ibu seperti suatu pemberian Allah yang harus kita
hormati….”
Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa tokoh Laminah dan Mansur
tetap bersyukur kepada Allah Swt, telah dilahirkan di Desa ke tahun yang tidak
Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.
“……………Kalau tak ada mamak , siapa tahu, barangkali kami mesti bermalam di
beranda surau, menjadi umpan nyamuk dan binatang-binatang lain. Sungguh! Mamak
kami harus meminta syukur.”
Pada kutipan tersebut, Mansur dan Laminah merasa sangat bersyukur ketika bertemu
dengan salah seorang yang sudi menawarkan tumpangan di rumahnya untuk bermalam.
Kode: TPDMA/R/T/Sbka/02/Hal.109
“Anak yang tiada berdosa itu menerima semuanya dengan syukur.”
Pada kutipan tersebut Laminah tetap bersyukur bagaimanapun kondisinya saat itu dan
tak terpikir oleh-nya akan hal buruk yang akan menimpa dirinya.
2. Amanat religius yang mengandung nilai ibadah terbagi 2 bagian yaitu:
a. Tpamk : Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan b.
Skum : Sholat sebagai kewajiban umat muslim
Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/05Hal.3
“Dalam enam tahun, sejak perceraiannya dengan istrinya, berlipat ganda terasa
olehnya berat beban hidup mengipit dirinya, sehingga kadang-kadang ia hampir putus asa
dan meminta kepada Tuhan supaya ia dapat menuruti ke negri
yang baka.”
Pada kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa semenjak tokoh Syahbuddin
ditinggalkan oleh istrinya, Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan,
tetapi mereka selalu bersabar dan tabah menjalani kehidupannya.
Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/06/Hal.82
“Ya, “Ujarlah Laminah, itu mudahlah tetapi, kakak bagaimanakah kalau misalnya kita
ditimpah hujan di jalan?”
“Ah, macam-macam saja cakapmu, “jawab Mansur,” “yang buruk itu jangan
dipikirkan.” (Hal. 82)
Tokoh Mansur selalu mengingatkan kepada Laminah agar tetap tegar dalam
melangkah dan jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan ini.
b. Sskum: Sholat sebagai kewajiban umat muslim
Kode: TPDMA/R/I/Sskum/04,/Hal.73, 55
“…………………Datuk Halim dan andung Seripah sebagaimana biasa telah
bangun akan sembahyang subuh……(Hal. 73)
“Sesudah itu pergilah ia masuk ke dalam akan sembahyang asar sebab hari
telah sayup…….. (Hal. 55)
Datuk Halim dalam setiap aktivitasnya tetap mengingat akan kewajibannya sebagai
umat muslim. Kewajiban yang dimaksud adalah menunaikan ibadah Sholat.
3. Amanat religius yang mengandung nilai moral terbagi menjadi 6 yaitu;
a. Kdk : Kejujuran dan keikhlasan
b. Mrtj : Memiliki rasa tanggung jawab c. Mpt :
Mengajarkan perilaku terpuji
d. Kdrt : Kekerasan dalam rumah tangga e. Smdr :
Suka menolong dan ramah
f. Bkdsb : Bekerja keras dan selalu berusaha
Kode: TPDMA/R/M/Kdk/07, 02 ,/Hal.11, 12
“Tetapi mukanya yang bercahaya-cahaya tadi telah menjadi muram, sebab ia sekarang
telah tahu, bahwa ia tertipu; duriannya sama sekali lebih dari empat ratus; jadi sebuah dijualnya
bukan sebenggol, melainkan sesen. Akan minta lebihkan harga yang telah dijanjikan tadi, ia
tak berani, sebab takut kalau orang cina itu marah dan
mengatakan ia mungkir janji.”
“Ditaksirnya durian kita dua ratus, aku percaya sehingga aku jual sama sekali lima
rupiah. Tetapi tadi aku bilang lebih dari empat ratus. Kita ditipu oleh jahanam itu dua
ratus buah.”
Pada kutipan tersebut tokoh Syahbuddin tertipu dengan salah seorang pengumpul buah
durian yang diambil oleh pembeli tersebut. Kejadian ini menyiratkan bahwa pembeli
termasuk tidak jujur dalam aktivitas jual beli. Melihat kenyataan tersebut, Syahbuddin
hanya bisa berlapang dada dan ikhlas menerima perlakuan yang tidak adil tersebut.
Kode: TPDMA/R/M/Kdk/04/Hal.44
“Jepisah berhenti bercakap-cakap, ia telah biasa akan perangai Madang itu, pemarah dan
tak mau disangkal.” (Hal.44)
Pada kutipan tersebut Jepisah sudah terbiasa akan sikap suaminya yang pemarah, tetapi
Jepisah sebagai seorang istri senantiasa ikhlas menerima perlakuan suamainya yang
b. Mrtj: Memiliki rasa tanggung jawab
Kode: TPDM/R/M/Mrtj/04/Hal.17
“…………….Sejak bundanya meninggal belum pernah mereka ditinggalkan oleh
Syahbuddin. Tak heran kita kalau anak berdua itu sekali ia menurut kata ayahnya
oleh karena terpaksa saja, oleh karena tak ada jalan lain.”
Untuk pertama kalinya Syahbuddin tidak membawa kedua anaknya saat pergi mencari
nafkah karena kondisi yang kurang menguntungkan. Terpaksa ia titipkan pada saudaranya.
Kode: TPDM/R/M/Mrtj/01/Hal.68
“Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri kita. Pikirlah itu. Tetapi kalau hatimu
keras juga, pergilah! Barang kali keselamatanmu telah ditakdirkan Tuhan di negeri orang.
Hanya petuahku Laminah itu jangan engkau sia-siakan. Kalau rasanya tiada terpikul
olehmu, kirimlah ia kembali. Dari pada ia terlantar di negeri
orang”
Jepisah selalu memberi nasihat kepada Mansur dan Laminah agar selalu
mempertimbangkan niatnya untuk mengembara ke negeri orang. Karena selalu
mengkhawatirkannya.
Kode: TPDM/R/M/Mrtj/03/Hal.115
“Jadi amat mujurlah Mansur, sebagai saudara yang sangat mengasihi adiknya, dapat
merasa dan menerka apa yang merusaknya dan yang tiada menyenagkan hati
adiknya itu.”
Pada kutipan tersebut, sungguh Mansur adalah seorang kakak yang memiliki rasa
tanggung jawab terhadap adiknya Laminah, ia sangat mengasihi adiknya lebih dari apa pun
c. Mpt: Mengajarkan Perilaku Terpuji
Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.47
“Dia itu tiada beribu dan tiada berbapak, Ki “ujar Jepisah lagi akan
melunakkan hati anaknya.
“Heran Ki, “jawab Marsuki, “mak kasihan kepada dia, tetapi tidak kepada anak
sendiri . biarlah, mak, supaya ia coba pula.”
Pada kutipan tersebut tokoh Jepisah sebagai seorang ibu selalu berusaha
memberikan nasihat kepada anaknya agar memiliki perasaan kasihan pada
kakaknya Laminah.
Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.59
“Tambahan pula cucungku,” ujar andung Seripah, engkau berdua jangan
benar menaruh dendam. Serahkanlah semuanya pada Allah Subhanahu
wata’ala.”
Pada kutipan tersebut andung Seripah memberi nasihat kepada Mansur dan
Laminah agar tak menaruh dendam pada Madang (paman) agar hati dua anak itu
memiliki sifat yang bijaksana, penyayang, dan penyabar.
Kode: TPDM/R/M/Mpt/01/Hal.77
“Penghabisanku kuperingati engkau jangan sekali-kali bercampur gaul
dengan orang jahat, sebab hal itu tiada pernah membawa manfaat.”
Pada kutipan tersebut Datuk Halim memberi nasihat kepada dua anak yatim piatu
terebut yang hendak ingin merantau ke Bengkulu agar tetap menjaga pergaualan,
serta tetap menjaga sikap.
Kode: TPDM/R/M/Mpt/04, 01/Hal.126, 127
“Seketika berhenti Laminah; sudah itu ia berkata pula: “kakak! Berjanjilah
kakak pada Minah, takan mendendam manusia binatang itu!”
“Ah sahut Laminah, “janganlah kakak pikirkan itu! Biarlah orang lain
mengajarnya. Apakah gunanya kalau kita telah binasa nanti? Sekarang kita
jauhkan diri padanya. Ya, kakak? Kakak takkan mendendam.”
Pada kutipan tersebut Laminah meminta kepada kakaknya agar tak menaruh rasa
dendam pada Sarmin yang telah menyakiti dirinya.
Kode: TPDM/R/M/Mpt/02/Hal.147
“Sebab itulah kata Malik: “Dar mengapakah engkau bercakap begitu? Tidakah
engkau menaruh kasihan pada gadis yang malang itu.”
“engkau pikirlah dalam-dalam! Sekarang engkau telah hendak mengganggu-Nya
pula! O, engkau sungguh kejam, tak menaruh iba-kasihan sesama manusia.”
Pada kutipan tersebut Malik berusaha menasihati Darwis yang memiliki maksud tak
baik pada Laminah, agar tak melangsungkan niat jahat-Nya tersebut. Malik sungguh
berbeda dengan Darwis, Malik memiliki hati yang baik dan tulus memberi pertolongan
tanpa mengharapkan imbalan sedangkan Darwis baik dan mau menolong Laminah karena
ada maksud tertentu dibalik kebaikan-Nya itu.
d. Kdrt: Kekerasan dalam rumah tangga
Kode: TPDM/R/M/KDRT/02, 04, 01/Hal.39, 39, 51
“Dengan hal yang demikian Madang semakin hari makin ganas juga sepak terjang,
tepuk-tampar makin sehari makin banyak menimpah kedua anak yatim itu.
“Mendengar perkataan adiknya serupa itu dikeraskannya hatinya menderita
sekalian nistaan dan hinaan, tampar dan tempeleng itu……”
“Tetapi malang! Pada waktu itu pukulan Madang telah jatuh di kepala anak
yatim piatu itu, sebagai durian jatuh di tanah yang keras. Laminah tak berbunyi
lagi, terjerebab, seperti elang kena tembak.”
Pada kutipan tersebut, tokoh Madang digambarkan sebagai tokoh yang kejam dan selalu
melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Setiap kali ada sesuatu yang tidak sesuai
dengan harapannya, maka ia selalu melakukan tindakan yang kejam dengan
ringan tangan.
Kode: TPDM/R/M/Kdrt/07/Hal.41
“Laminah telah mendukung adiknya itu dan air matanya berhamburan tak dapat
ditahannya lagi, oleh kesal hatinya dan oleh takut akan segak dan tempeleng.”
Tokoh Laminah yang digambarkan dalam kutipan tersebut, cukup merasa ketakutan
ketika adiknya Marsuki terkena sayatan pisau pada kakinya. Hal yang ditakutkan
Laminah adalah kekejaman Madang yang akan diterima.
Kode: TPDM/R/M/Kdrt/07, 01, 03, 02/Hal.48, 49, 490, 50
“………..Dengan suara yang menakutkan diseyaknyalah Jepisah: “perempuan jahanam
itu membohongi aku tadi. Telah berani benar engkau padaku sekarang. Engkau
permainkan saja aku sebagai patung, sebaik-baiknya kubunuh kedua-
duanya.”
“Jepisah terpekik, kena pukulan yang tak diegak-egak itu. Dengan ia berdiri ia
dan berlari menuju ke tangga, sebab ia takut dipalu lagi.”
“Anak yang malang itu masih duduk juga dilantai. Entah apalah sebenarnya ia
belum melarikan dirinya; kakinya seolah-olah berat melihat sekalian pekerjaan
suami peribunganya yang kejam…..”
“Tentang inilah rupanya Madang memukul tadi. Lihatlah kulit kepala ini sampai
menjadi biru,” ujarnya serta menunduk ia sedikit akan menawari bengkak itu.
Kekejaman yang digambarkan pengarang melalui tokoh Madang dapat menjadi
pembelajaran bagi pembaca. Terutama dalam menjauhkan diri dari sikap yang tidak
bermoral.
e. Smdr: Suka menolong dan ramah
Kode: TPDM/R/M/Smdr/07, 03, 03/Hal.51, 64, 64
“Datuk Halim dan istrinya, andung Seripah, selalu ramah kepada Mansur dan Laminah.
Seringkali dipanggilnya kedua anak itu makan dirumahnya. Untuk pembalas budi orang
tua dua laki-istri itu acap kali pula Mansur dan Laminah
menolong mereka itu mencarikan kayu dan mengangkat-angkat air.”
“Sekalian perkataan Datuk itu kami masukan dalam hati kami. Sampaikan mati
tiada lupa rasanya kami akan jasa datuk dan andung yang tiada berhingga itu
kepada kami”
“………Datuk dan andunglah yang selalu menolong kami dengan segala daya
upaya.”
Tokoh Datuk Halim dan istrinya digambarkan sebagai tokoh yang memiliki
jiwa penolong. Ketika Mansur dan Laminah selalu mendapat perhatian dan pertolongan
dari Datuk dan istrinya.
Kode: TPDM/R/M/Smdr/02/Hal.147
“…………..”kemanakah maksud engkau berdua ini sekarang? Akan bermalamkah
engkau disini atau akan teruskah? Kalau engkau berdua hendak menginap di negeri ini,
boleh engkau datang ke rumahku diujung sebelah sana.”
(Hal. 87)
Ketika tokoh Mansur dan Laminah sedang dalam perjalanan ke Bengkulu mencari
pekerjaan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan salah seorang yang berbaik hati
menawarkan tumpangan menginap dirumahnya, dengan penuh ramah tamah, orang
tersebut menunjukkan arah rumahnya kepada Mansur dan Laminah.
Kode: TPDM/R/M/Smdr/02, 05/Hal.33, 100
“Pekertinya tak tentu; ada kalanya ia ganas; kejam; bersalah-tak bersalah dirusakkanya,
dihancurkannya. Tetapi ada pula masanya ia pengasih pengiba, halus dan lembut
sebagai seorang ibu. Apa yang kejam dihancurkannya diribanya dengan tangannya
yang besar itu sehingga
sempurna kembali.”
“Dengan kemalu-maluan Mansur dan Laminah menjauhkan dirinya. Sangat hina
terasa orang berdua ini diusir seperti binatang, tetapi apa
boleh buat. Orang memintah selalu dibawa bukan?
Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa karakter manusia cukup
berbeda-beda. Ada yang memiliki jiwa penolong dan mengasihani sesamanya.
Tetapi ada juga sebaliknya, kejam dan tak berperikemanusiaan.
Kode: TPDM/R/M/Smdr/01, 03/Hal.134, 135
“Percayalah tokeh, amat sedih hati kami meninggalkan pekerjaan ini.
Tokeh selalu dermawan dan budiman kepada kami dan penghidupan kami
sederhana, tak kurang dan tak pula melebih-lebih.”
“Nanti, kalau misalnya engkau berdua dalam kesukaran, yang tak
sekali-kali kuharapkan, setiap waktu boleh engkau datang kemari minta
pertolongan padaku.”
Pada kutipan tersebut Tokeh (pemilik toko roti) meminta kepada Mansur dan
Laminah jika kelak mereka dalam keadaan susah bolehlah mereka meminta
pertolongan kepada Tokeh, sebab selama bekerja di toko roti milik Tokeh, dua anak
yatim piatu tersebut diperlakukan dengan amat baik oleh tokeh yang dermawan dan
budiman itu.
f. Bekerja keras dan selalu berusaha
Kode: TPDM/R/M/Bkdsb/03, 01, 04/Hal.67, 91, 86
“Masakan orang hendak membelanjai kami sehari-hari. Tentu tidak! Dan mencari uang
sangat susahnya di negeri mati ini. Bengkulu ini negeri
besar. Tak ada pekerjaan di sudut ini. Boleh kita mencari sudut yang lain.”
“Buah usaha kita dapat benar kita lihat. Bersungguh-sungguh kita bekerja,
banyak kita mendapat hasil, malas kita, tanggunglah sendiri…………”
“Sungguh! Mansur orang yang besar malunya. Di hati kecilnya telah
ditanamkannya, bahwa ia dirantau orang akan bekerja, bekerja dengan
segala tenaganya.
Mansur memiliki sifat malu jika selalu dikasihani, ia harus bekerja menghidupi
diri dan adiknya Laminah. Melalui tokoh mansur ini, pengarang memberikan
amanat kepada pembaca untuk tetap memiliki semangat dalam bekerja.
Kode: TPDM/R/M/Bkdsb/08/Hal.99
“Nantilah sebentar,” jawab Mansur, “Janganlah engkau gusar. Hari ini
juga kita harus mencari pekerjaan, supaya kita jangan menumpang- numpang lagi
dimana-mana. Waktu kita masih banyak benar.”
Pada kutipan tersebut Mansur menenangkan hati adiknya agar tak merasa cemas ia tak
akan menyerah dan akan terus mencari pekerjaan walaupun sudah beberapa toko yang
dimasuki oleh Mansur dan Laminah namun ia terus mengalami penolakan ada yang
menolaknya dengan berkata kasar dan ada pula yang menolaknya dengan ucapan yang
sopan namun itu tak meruntuhkan semangatnya untuk terus berusaha, sebab ia merasa
malu jika hendak menumpang-numpang
87
RIWAYAT HIDUP
Erwin Sucipto, lahir di Bontoa Kabupaten Bulukumba pada
tanggal 08 November 1996. Penulis adalah anak kedua dari dua
bersaudara buah hati dari pasangan Ayahanda Arman dan Ibunda
Ramlah. Penulis memasuki jenjang pendidikan di bangku SD 281
Sumalaya pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2010. Selanjutnya,
penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 20 Bulukumba pada tahun 2010 dan
tamat pada tahun 2013. Kemudian di tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan
ke SMA Negeri 5 Bulukumba pada tahun 2013 dan tamat pada tahun 2016, penulis
kembali melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah Makassar melalui jalur
umum dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Berkat perlindungan dan pertolongan Allah Swt. serta iringan doa dari orang tua
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dengan menulis
skripsi yang berjudul “PENGUNGKAPAN UNSUR AMANAT DALAM ROMAN TAK PUTUS
DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA”.