meningitis edit paper.docx

31
BAB I PENDAHULUAN Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus, bakteri, dan jamur. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu meningitis yang disebabkan oleh bakteri, yakni meningitis tuberkulosa.10 Meningitis tuberkulosa merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.9 Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis tuberkulosa terjadi setiap 300 tuberkulosis primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis tuberkulosa 6,2% dari tuberkulosis ekstrapulmonal. Insiden meningitis tuberkulosa sebanding dengan tuberkulosis primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene

Upload: arrummananti

Post on 09-Apr-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: meningitis edit paper.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah

peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Berbagai

faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus,

bakteri, dan jamur. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu

meningitis yang disebabkan oleh bakteri, yakni meningitis tuberkulosa.10

Meningitis tuberkulosa merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan

salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru.

Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan

hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit,

tulang, sendi, dan selaput otak.9 Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan

prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis tuberkulosa terjadi setiap 300

tuberkulosis primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990

morbiditas meningitis tuberkulosa 6,2% dari tuberkulosis ekstrapulmonal. Insiden

meningitis tuberkulosa sebanding dengan tuberkulosis primer, umumnya

bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan

faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang.1

Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosa dapat membantu untuk

mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa

insidensi kematian akibat meningitis masih cukup tinggi.2

Page 2: meningitis edit paper.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Meningitis Tuberkulosa

2.2.1. Definisi

Meningitis tuberkulosa adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberkulosis dan terjadi pada sekitar 0,5-1% dari total penyakit

tuberkulosis. Meningitis tuberkulosa pada anak paling sering merupakan kejadian

ikutan dari suatu tuberculosis paru primer. Sedangkan pada dewasa merupakan

kejadian lanjutan setelah beberapa tahun setelah infeksi primer.1,3

2.2.2. Etiologi

Menigitis tuberkulosis disebakan oleh bakteri tahan asam mycobacterium

tuberkulosis, dan jarang sekali disebabkan oleh mycobacterium bovis atau

mycobacterium fortuitum, kecuali pada penderita HIV.2

2.2.3. Insidensi

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga

bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering

ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis

tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis

tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis.

Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas

tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua

usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.

Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau

6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan,hampir tidak pernah

ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3%

anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada

meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan

gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan

intelektual.5

Page 3: meningitis edit paper.docx

2.2.4. Patogenesis

Meningitis tuberkulosa terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke

meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosa melalui 2 tahap. Mula-

mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara

hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi

pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis

terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan

di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung masuk ke subarachnoid.

Meningitis tuberkulosa biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.

Kebanyakan bakteri masuk ke CSF dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau

secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput

meningen.Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran

retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh

fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi,

adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering juga

kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun

meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen

dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan

memblok aliran CSF yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan

tekanan intrakranial dan herniasi.4,9

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:

1. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang

melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi

radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna

kuning kehijauan dibasis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit

dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan

mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi.

Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling

sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul

gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai sarafkranial II, maka kiasma

optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta

Page 4: meningitis edit paper.docx

bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan

menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.4

2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang

melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini

menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan

inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark

terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan

timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada

pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan,

proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel

dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika

media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang

perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,

proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah

arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis

interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi

dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme

terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan

infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang

akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.5

2.2.5. Manifestasi Klinis

Sebagian besar pasien dengan meningitis tuberkulosa memiliki riwayat sakit yang

tidak spesifik (vague ill health) 2-8 minggu sebelum berkembangnya iritasi

meningeal. Gejala non spesifik ini meliputi malaise, anoreksia, fatigue, demam,

myalgia dan nyeri kepala. Gejala prodormal pada anak termasuk iritabilitas,

mengantuk, berkurangnya nafsu makan, dan nyeri perut. Pada akhirnya nyeri

kepala memburuk dan menetap. Kaku kuduk dilaporkan terjadi pada sekitar 25%

pasien, tetapi meningismus terdeteksi pada lebih banyak pasien saat diperiksa.

Pada anak-anak dapat dijumpai ubun-ubun yang tegang dan menonjol. Demam

Page 5: meningitis edit paper.docx

ringan yang menetap dijumpai pada sekitar 80% pasien. Riwayat tuberkulosis

sebelumnya dijumpai pada 50% anak dengan meningitis tuberkulosa, dan

pada 10% pasien dewasa. Paresis saraf kranial terjadi pada 20-30% pasien

meningitis tuberkulosa. Nervus kranial keenam merupakan nervus kranial yang

paling sering terkena. Kebutaan dapat menjadi gejala dominan meningitis

tuberkulosa. Optochiasmatik arachnoiditis, penekanan 5 ventrikel tiga pada

chiasma (jika terjadi hidrosefalus), granuloma nervus optikus, dan intoksikasi

ethambutol, mungkin sebagai faktor yang menyebabkan kebutaan pada pasien.

Pada pemeriksaan opthalmoscopy, dapat dijumpai edema papil. Pada pemeriksaan

funduskopi dapat dijumpai tuberkel choroid, lesi kekuningan tunggal atau

berkelompok dengan pinggiran kabur.

Gejala

Nyeri Kepala 50-80%

Demam 60-95%

Muntah 30-60%

Fotofobia 5-10%

Anoreksia/penurunan berat badan 60-80%

Tanda

Kaku kuduk 40-80%

Paresis saraf kranial 30-50%

VI 30-40%

III 5-15%

VII 10-20%

Koma 30-60%

Hemiparese 10-20%

Paraparese 5-10%

Kejang

Anak 50%

Dewasa 5%

Page 6: meningitis edit paper.docx

Pada fase lanjut, infeksi dapat dijumpai gejala klinis yang lebih berat seperti

hemiplegi, kuadriplegi sekunder akibat infark serebri bilateral, koma, spasme,

deserebrasi atau dekortikasi.1

2.2.6. Prosedur Diagnosis

Prosedur yang dilakukan untuk menegakkan meningitis tuberkulosa diantaranya:

1. Analisa CSF

Pemeriksaan CSF dalah penting dan khas pada meningitis tuberkulosa. Pada

analisa CSF dijumpai leukositosis (10-1000 x 103 sel/cc) dominan limfosit),

protein meningkat (0,5-3,0 gr/l) dan glukosa CSF;plasma <50%. CSF dapat

diambil melalui lumbal pungsi.

2. Kultur dan Tes Sensitivitas

Mencari bakteri tahan asam di CSF adalah penting untuk diagnose definitive

meningitis tuberkulosa. Pada literature disebutkan bahwa bakteri tahan asam

dijumpai pada 80% kasus pasien dewasa, tetapi hanya 15-20% pada anak-anak.

3. Tes Tuberkulin Kulit

Gambaran hasil tes tuberculin kulit untuk tuberculosis SSP bervariasi, pada

beberapa penelitian hanya 10-20% pasien dengan tuberculosis SSP yang

menunjukkan hasil positif. Pada anak dijumpai hasil yang bervariasi (30-65%).

Pada anak yang tinggal di daerah dengan prevalensi tuberculosis tinggi,

dijumpai hasil positif palsu yang tinggi.

4. Polymerase Chain Reaction (PCR-TB)

Merupakan metode terbaik dalam diagnosis infeksi mycobacterium. Tes ini

menggunakan reaksi rantaipolymer untuk mengidentifikasi sekuensi RNA atau

DNA dalam CSF. Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sangat

tinggi untuk mendeteksi meningitis tuberkulosa.

Pemeriksaan imejing

1. Head CT Scan

Gambaran yang dapat dijumpai adalah:

· Penebalan dan enhancement meningen, terutama di region basilar.

· Gambaran infark daerah thalamus, basal ganglia, dan kapsula interna

· Ventriculomegali dan paraventrikular edema

Page 7: meningitis edit paper.docx

· Eksudat yang tebal terlihat dan menyangat kontras di sisterna basal dan

sylvian fissure (spider-leg appearance)7

2. MRI Scan8

Pada MRI T1 kontras, keterlibatan meningen dapat terlihat. Penelitian terakhir

Pamir dkk10, menemukan bahwa FLAIR post kontras memperlihatkan sensitifitas

Page 8: meningitis edit paper.docx

yang sama dibandingkan dengan T1 kontras untuk mendeteksi penyangatan

leptomeningen. Pada sisterna basalis,dijumpai eksudat paling sering di sekitar

sirkulus willisi, yang meluas ke sisterna ambiens, sylvian fissure, dan sisterna

pontin. Dapat juga dijumpai infark iskemik di sekitar chiasma, dan gambaran

hidrosefalus. Trias diagnostik radiologi pada meningitis hidrosefalus adalah :

eksudat di sisterna basal, adanya infark dan hidrosefalus.

3. Foto Toraks

Sekitar 50% pasien dengan meningitis tuberkulosis mempunyai foto toraks

dengan gambaran menunjukkan tuberkulosis aktif atau pernah menderita

tuberkulosis pulmonal. Sepuluhpersen tuberkulosis miliar mengalami keterlibatan

SSP.

Page 9: meningitis edit paper.docx

2.2.7. Diagnosa Banding

1. Acute disseminated encephalomyelitis

Penyakit ini biasanya diderita oleh anak anak yang belum menginjak pubertas.

Sebagaian kasus mungkin terjadi karena hasil dari respon inflamasi dipicu oleh

infeksi prapubertas dengan virus, vaksin virus, atau agen menular lainnya. Pada

pasien yang menderita Acute disseminated encephalomyelitis ditandai dengan

irritability dan lethargy, demam berulang 94%, nyeri kepala 45%-65%, dan tanda

meningitis dideteksi dalam 20%-30% kasus setelah 1-20 hari demam berulang.

Lebih dari beberapa menit hingga 6 minggu atau lebih terjadi perkembangan

abnormalitas neurologi. Ditandai juga dengan adanya rangsal meningeal, Di

antara kelainan yang paling umum adalah gangguan visual dan bahasa, status

mental, dan kelainan kejiwaan. Gangguan status mental meliputi kelesuan,

kelelahan, kebingungan, mudah marah, dan koma dan ditemukan di 65-85%.

Perubahan kejiwaan termasuk lekas marah, depresi, perubahan kepribadian, dan

psikosis. Kejang fokal atau umum terjadi sebagai tanda awal di 10 - 25% kasus.

Kelemahan (50-75% kasus) lebih sering dilihat daripada cacat sensorik (15-20%).

Kombinasi dari tanda-tanda ini mungkin kortikal, subkortikal, batang otak, saraf

kranial, atau lokalisasi sumsum tulang belakang. Ataksia ditemukan pada 35-60%

kasus.

2. Meningitis Aseptik 10

Meningitis aseptik adalah penyakit yang ditandai dengan peradangan serosa dari

lapisan-lapisan dari otak (yaitu, meninges), biasanya dengan pleositosis

mononuklear yang menyertainya. Manifestasi klinis bervariasi, dengan sakit

kepala dan demam mendominasi. Penyakit ini biasanya ringan dan berjalan saja

tanpa pengobatan, namun beberapa kasus dapat parah dan mengancam nyawa.

Enterovirus adalah penyebab utama meningitis aseptik. Fokus utama dari

diagnosis tetap mengkonfirmasi infeksi enterovirus atau mengesampingkan

infeksi bakteri. Bakteri meningitis aseptik dan tidak dapat dibedakan dengan

karakteristik klinis saja. Sampai temuan CSF. Diagnosis meningitis viral

didasarkan pada presentasi klinis dan cairan cerebrospinal (CSF) temuan yang

Page 10: meningitis edit paper.docx

mencakup pleocytosis limfosit-dominan kurang dari 500 sel /, konsentrasi glukosa

normal, protein normal atau sedikit lebih tinggi, dan tes antigen bakteri negatif.

Profil CSF dalam obat-induced meningitis aseptik, yang meliputi pleocytosis

neutrofilik. Tes asam nukleat benar diimplementasikan CSF lebih sensitif

dibandingkan kultur dalam mendiagnosis infeksi enterovirus dan memiliki potensi

untuk mengurangi biaya dan pengobatan yang tidak perlu. Temuan lainnya,

termasuk konsentrasi rendah dari tumor necrosis factor (TNF) dan asam laktat,

menambahkan validitas lebih lanjut untuk mendiagnosis aseptik daripada

meningitis bakteri.

3. Haemophilus Meningitis

Sepanjang era modern bakteriologi, Haemophilus influenzae tipe b (Hib) telah

diidentifikasi sebagai 1 dari 3 penyebab paling umum dari meningitis bakteri pada

remaja. 2 lainnya adalah Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae.

Manifestasi awal meningitis, terlihat dalam lebih dari setengah dari semua kasus

meningitis Hib, perubahan pemikiran, mual atau muntah, demam, sakit kepala,

foto fobia, meningismus, iritabilitas, anoreksia, dan kejang. Kemungkinan Hib

meningitis oleh adanya faktor risiko (misalnya, waktu tahun, usia pasien, status

vaksinasi). Manifestasi awal meningitis, terlihat dalam lebih dari setengah dari

semua kasus Haemophilus influenzae tipe b (Hib) meningitis, meliputi: Latergi,

mual atau muntah, demam, sakit kepala, photopobia, meningismus, iretability,

Anoreksia, kejang.

4. Abses Epidural Intrakranial

Abses epidural intrakranial sering memiliki onset berbahaya, dengan gejala

berkembang selama beberapa minggu ke bulan. Tanda dan gejala adalah sebagai

berikut: 11

Biasanya, pasien datang dengan sakit kepala yang baik difus atau lokal ke satu sisi

dengan kelembutan kulit kepala. Sakit kepala mungkin satu-satunya gejala. Pasien

mungkin mengalami demam persisten yang berkembang selama atau setelah

pengobatan untuk sinus atau infeksi telinga tengah. Discharge purulen dari telinga

atau sinus, periorbital bengkak, dan edema kulit kepala. Karena abses epidural

Page 11: meningitis edit paper.docx

biasanya membesar perlahan, tanda-tanda berikut tidak berkembang sampai

infeksi telah mencapai ruang subdural, sehingga subdural empiema, pasien

mungkin dengan leher pegal, mual, muntah, lesu, dan hemiparesis. Kejang

mungkin menjadi gejala yang pertama dalam beberapa kasus. Gejala dan tanda-

tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP) termasuk mual, muntah, dan edema

papil. Jarang, ketika abses epidural berkembang dekat tulang petrosa dan

melibatkan kelima dan keenam saraf kranial, pasien mungkin dengan gejala nyeri

wajah ipsilateral dan kelemahan otot rektus lateral yang (yaitu, yang disebut

sindrom Gradenigo). Banyak sekali, kulit kepala selulitis, sinusitis, atau patah

tulang tengkorak dapat menarik perhatian dokter sedemikian rupa bahwa

diagnosis abses epidural mungkin terlewatkan.

5. Meningococcal Meningitis

Disebabkan oleh organisme neisseria meningitides, ini merupakan bakteri gram

negative, aerobic. Meningitis meningokokus ditandai dengan onset akut intens

sakit kepala, demam, mual, muntah, fotofobia, dan leher kaku. Lansia cenderung

memiliki kondisi mental yang diubah dan berlangsung lama dengan demam.

Kelesuan atau mengantuk pada pasien sering dilaporkan. Pingsan atau koma

kurang umum. Jika koma hadir, prognosis buruk.

6. Status Epilepticus

Generalized kejang Status epileptikus sering dikenali dengan dokter di samping

tempat tidur ketika aktivitas tonik-klonik khas berirama hadir. Kesadaran

terganggu. Jarang, status epileptikus dapat hadir sebagai kejang tonik persisten.

Papill edema, tanda peningkatan tekanan intrakranial, menunjukkan lesi massa

mungkin atau infeksi otak. Fitur neurologis lateralized, seperti peningkatan tonus,

refleks asimetris, atau fitur lateralized gerakan selama SE itu sendiri, sugestif

kejang dimulai di wilayah lokal otak, dan mereka mungkin menyarankan kelainan

otak struktural. Tersangka Status epileptikus halus atau diubah statusnya

epileptikus dalam setiap pasien yang tidak memiliki peningkatan tingkat

kesadaran dalam waktu 20-30 menit 12 dari penghentian aktivitas kejang umum.

Ekspresi motor aktivitas listrik kortikal abnormal dapat berubah sehingga

Page 12: meningitis edit paper.docx

secercah kelopak mata atau kedutan ekstremitas adalah satu-satunya tanda

pelepasan listrik umum yang sedang berlangsung. Cedera yang berhubungan yang

mungkin hadir pada pasien dengan kejang termasuk laserasi lidah (biasanya

lateral), dislokasi bahu, trauma kepala, dan trauma wajah.

7. Subdural Empyema

Subdural empyema adalah intracranial yang terisi dengan cairan purulenta

diantara dura mater dan arachnoid. Infeksi yang mengancam jiwa yang pertama

kali dilaporkan dalam literatur sekitar 100 tahun yang lalu. Ini menyumbang

sekitar 15-22% dari infeksi intrakranial fokal. Seorang pasien dengan subdural

empiema bisa memiliki salah satu gejala berikut: Demam - Suhu di atas 38 ° C

(100,5 ° F), sakit kepala – Awalnya fokus dan kemudian umum, sejarah terkini

(<2 minggu) sinusitis, otitis media, mastoiditis, meningitis, operasi tengkorak atau

trauma, bedah sinus, atau infeksi paru, kebingungan, mengantuk, pingsan, atau

koma, hemiparesis atau hemiplegia, penyitaan - Focal atau umum, mual atau

muntah, penglihatan kabur (amblyopia). Seorang pasien dengan subdural

empiema dapat menunjukkan beberapa tanda-tanda berikut: perubahan status

mental - kebingungan, mengantuk, pingsan, dan koma, tanda – tanda

meningismus atau meningeal, hemiparesis atau defisit hemisensory, afasia atau

dysarthria, papilledema dan fitur lain dari peningkatan tekanan intrakranial,

seperti mual / muntah, perubahan status mental, palsi saraf kranial III, V, VI atau,

terutama jika abses dekat bagian petrous dari tulang temporal, menyebabkan rasa

sakit wajah dan kelemahan otot rektus lateral, pupil melebar di sisi ipsilateral

akibat kompresi saraf kranial III.

8. Ensefalitis Virus

Ensefalitis virus biasanya ditandai dengan onset akut dari penyakit demam. Pasien

Dengan ensefalitis virus umumnya mengalami tanda dan gejala iritasi

leptomeningeal (misalnya, sakit kepala, demam, leher kaku). Pasien dengan

ensefalitis virus juga mengembangkan tanda-tanda neurologis fokal, kejang, dan

perubahan kesadaran, dimulai dengan lesu dan maju kebingungan, pingsan, dan

koma. Gangguan perilaku. Gerakan abnormal dapat dilihat tetapi jarang.

Page 13: meningitis edit paper.docx

Keterlibatan hipotalamus / hipofisis dapat menyebabkan hipertermia atau

poikilothermia.13

Gejala yang berhubungan dengan infeksi virus tertentu. Petunjuk khusus yang

diambil dari riwayat pasien tergantung pada etiologi virus. Temuan klinis

mencerminkan perkembangan penyakit sesuai dengan tropisme virus untuk sistem

saraf pusat yang berbeda jenis sel.

9. Viral meningitis

Beberapa temuan fisik umum pada meningitis viral yang umum untuk semua agen

penyebab. Yang klasik diajarkan, trias meningitis terdiri dari demam, kaku kuduk,

dan perubahan status mental, tetapi tidak semua pasien memiliki semua gejala.

Demam adalah umum (80-100% kasus) dan biasanya berkisar antara 38 ° -40 ° C.

Kaku kuduk atau tanda-tanda lain dari iritasi meningeal (Brudzinski atau Kernig

tanda) dapat dilihat di lebih dari setengah dari pasien, tetapi gejala ini umumnya

kurang parah daripada di meningitis bakteri. Pasien anak, terutama neonatus,

cenderung tidak menunjukkan kaku kuduk pada pemeriksaan. Iritabilitas,

disorientasi, dan mengubah pemikiran dapat dilihat. Kelesuan yang parah atau

menggembung ubun pada neonatus adalah tanda peningkatan tekanan intrakranial

tetapi mungkin tidak ada di lebih dari setengah dari semua kasus. Neonatus

mungkin menunjukkan hypotonia, lekas marah. Sakit kepala adalah umum dan

bersifat parah. Fotofobia relatif umum tetapi mungkin ringan. Phonophobia

mungkin juga hadir. Kejang terjadi kadang-kadang dan biasanya akibat dari

demam, meskipun keterlibatan otak parenkim (ensefalitis) harus dipertimbangkan.

Ensefalopati global dan defisit neurologis fokal yang jarang tetapi dapat hadir.

Dalam tendon refleks biasanya normal tetapi mungkin cepat.6

2.2.8. Penatalaksanaan

Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu:

Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yaitu

isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

Page 14: meningitis edit paper.docx

Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid

danrifampisin hingga 12 bulan. Terapi Farmakologis yang dapat diberikan pada

meningitis tuberkulosa berupa :

1. Rifampisin ( R ) 14

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh

isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada

saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam

2 jam.

Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari,

dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari.

Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi

15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin

didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor

cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik

pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan

normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat,

sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya

adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya

tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg.

2. INH ( H )

Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan

ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk

liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki

adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang

biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan

diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam

bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.

Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai

dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid

Page 15: meningitis edit paper.docx

terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar

darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik

dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak

terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan

bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan

piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap

100 mg isoniazid.

3. Pirazinamid ( Z ) 15

Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan

dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid

hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna.

Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari.

Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid

diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat

suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek

samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan

hiperurisemia (jarang pada anakanak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500mg.

4. Streptomisin ( S )

Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler Streptomisin bersifat

bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan basal

atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini

streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi

penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan

MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara

intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan

kadar puncak 45-50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik

melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak

yang tidak meradang.

Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi

Page 16: meningitis edit paper.docx

melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan

resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat.

Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu

keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung

(tinismus) dan pusing.

Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam

menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran

janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat.

5. Etambutol

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika

diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan

pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain.

Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari

dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol

tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan

baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua

kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan

meningitis.

Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna

merahhijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum

dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa

pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan

kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca

pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan

tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan

dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB

berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obatobat lainnya tidak tersedia atau

tidak dapat digunakan.

Regimen : RHZE / RHZS

Page 17: meningitis edit paper.docx

REGIMEN DOSIS

INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari + piridoksin 50 mg/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama

Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20 mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan

deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan

perlekatan antara araknoid dan otak. Steroid diberikan untuk:17

· Menghambat reaksi inflamasi

· Mencegah komplikasi infeksi

· Menurunkan edema serebri

· Mencegah perlekatan

· Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

· Kesadaran menurun

· Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :

Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2

minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. Bagan Penatalaksanaan

Meningitis Jika dijumpai tanda klinis meliputi :

1) Panas

2) Kejang

3) Tanda rangsang meningeal

4) Penurunan kesadaran

Cari tanda kenaikan tekanan intra cranial :

1) Muntah

2) Nyeri kepala

3) Ubun-ubun cembung (anak)

Page 18: meningitis edit paper.docx

2.2.9. Komplikasi

Pada meningitis tuberkulosa, dijumpai eksudat tipis seperti gel pada sekitar

sylvian fissure, sisterna basal, batang otak ,dan serebelum. Hidrosefalus bisa

terjadi sebagai akibat sumbatan pada sisterna basal, aliran keluar ventrikel empat,

atau pada aquaductus serebri. Infark serebri sering terjadi pada sekitar sylvian

fissure dan ganglia basalis. Akumulasi dari eksudat ini umumnya mempengaruhi

saraf kranial. Eksudat meningitis tuberkulosa dapat mengakibatkan penyumbatan

aliran CSF, sehingga terjadi hidrosefalus. Akumulasi eksudat ini juga dapat

menekan chiasma optikum, nervus, dan arteri karotis interna. Eksudat dapat

Page 19: meningitis edit paper.docx

mengakibatkan terjadinya inflamasi di sepanjang pembuluh darah kecil, dan

menyebabkan proliferasi reaktif pada struktur microvaskular.2 19

Page 20: meningitis edit paper.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Gofar, A. Neurosurgery Lecture Note.Cerebral Infection.Medan: USU Press;

622-628

2. Lindsay, Bone. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Netherland:

Livingstone ; 433-434

3. Andrew, HE. Essential Neurosurgey. Australia: Blackwell; 174-175

4. Razonable RR, Cunha BA. Meningitis. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall. [Accessed on

January 12th 2013].20

5. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman 54-56.

6. Tarakad S Ramachandran. Tuberculous Meningitis Clinical Presentation.

Available from http://emedicine.medscape.com/article/1166190-clinical#a0256

7.Meningitis.Availablefromhttp://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/01/

meningitis.pdf

8. Pradhana D. Referat Meningitis. Last Updated 2009. Available from

http://www.docstoc.com/docs/19409600/new-meningitis-edit

9. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson AB. Nelson Textbook of Pediatrics 17th

Edition. Chapter 594: Central Nervous System Infection. United States of

America : Elsevier Science, 2004: 2039-2047

10.Nofareni. Status imunisasi bcg dan faktor lain yang mempengaruhi terjadinya

Meningitistuberkulosa.Availablefromhttp://library.usu.ac.id/download/fk/

anaknofareni.