tugas paper.docx

53
TUGAS PAPER “TUBERKULOSIS (TB) PARU” Oleh: Nama: MN. Alpi apriansah NIM: H1A009004 Pembimbing : dr. H. Hasan Amin, Sp. Rad KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Upload: alpi-apriansah

Post on 25-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas koas

TRANSCRIPT

TUGAS PAPERTUBERKULOSIS (TB) PARU

Oleh:Nama: MN. Alpi apriansahNIM: H1A009004

Pembimbing :dr. H. Hasan Amin, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGIRUMAH SAKIT UMUM PROVINSINUSA TENGGARA BARATFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2014

BAB I PENDAHULUAN

Tuberculosis, satu dari penyakit tertua yang diketahui mempengaruhi manusia, adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Penyakit ini, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lain juga terlibat pada satu pertiga kasus (Kasper, Dennis L., et al (Editor), 2008).Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 8.8 juta kejadian kasus TB (jarak, 8.5 juta-9.2 juta) secara global, setara dengan 128 kasus per 100.000 populasi. Sebagian besar angka perkiraan dari kasus pada 2010 tersebut terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%); sejumlah kasus yang lebih sedikit terjadi di Wilayah Mediterania Timur (7%). 22 HBCs yang telah diberikan prioritas tertinggi pada tingkat dunia sejak 2000 membukukan 81% dari semua perkiraan kasus diseluruh dunia. Lima Negara dengan angka kejadian kasus terbesar pada 2010 adalah India (2.0 juta-2.5 juta), China (0.9 juta-1.2 juta), Afrika Selatan (0.40 juta-0.59 juta), Indonesia (0.37 juta-0.54 juta) dan Pakistan (0.33 juta-0.48 juta). Angka Prevalensi penderita TBC Paru di Propinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 sebesar 210 per 100.000 penduduk jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka Nasional. Sedangkan angka kesembuhan TB Paru sebesar 62,95 % (Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2008; WHO, 2011).Dalam pemberantasan TB paru, pencarian kasus penting untuk keberhasilan pelaksanaan program pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis TB dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan klinis (dari anamnesis terhadap keluhan pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya (Bobby, M, 2009).Pemeriksaan radiologi toraks sendiri merupakan pemeriksaan yang sangat penting dan merupakan keharusan dalam mendiagnosis TB (Rasad, S., 2005). Sehingga dengan melihat pentingnya pemeriksaan radiologis dalam kasus TB, inilah yang melatarbelakangi penyusunan paper TB ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya menyerang paru-paru, meskipun organ lain juga terlibat pada sepertiga kasus. Apabila tidak ditangani dengan baik dalam waktu 5 tahun maka 50-65% akibatnya akan menjadi fatal. Transmisi biasanya melalui udara oleh droplet yang dihasilkan oleh pasien dengan tuberkulosis yang infeksius (Fauci et al, 2005). Selain M. tuberculosis, terkadang disebabkan oleh M. bovis dan africanum (Brooks, et al, 2008).B. EpidemiologiDiperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Menurut WHO Tuberculosis Control in the South-East Asia Region 2012, WHO regio Asia Tenggara telah mendaftarkan sekitar 5 juta prevalensi dan 3.5 insidensi kasus TB pada tahun 2010. Lima dari tujuh Negara anggota dalam region merupakan diantara 22 negara dengan beban TB terberat di dunia. Di Indonesia, survey tingkat nasional selama tahun 2004 menunjukkan penurunan tingkat prevalensi 3 kali lipat dibandingkan dengan tingkat prevalensi yang didapatkan selama sejumlah survey tingkat daerah yang dilakukan selama tahun 1980-an. Indonesia merencanakan melakukan survey prevalensi TB berikutnya pada tahun 2013.Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).C. EtiologiTuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/m (Price, Wilson, 2004).

D. Klasifikasi Tuberkulosis paru BTA positifTuberkulosis paru BTA positif sekurang-kurangnya 2 dari 3 Spesimen sputum SPS hasilnya BTA positif atau spesimen sputum SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menujukkan gambar tuberkulosis aktif (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).Tuberkulosis paru BTA negatifTuberkulosis paru BTA negatif jika pemeriksaan 3 spesimen sputum SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambar tuberkulosis aktif. TBC paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya , yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambar foto rontgen dada memperlihatkan gambar kerusakan paru yang luas (misalnya proses faradvanced atau millier) dan/atau keadaan umum penderita buruk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

E. PatogenesisTuberkulosis PrimerPenularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pasti ada tidaknya sinarnya ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. Selain itu, dapat juga berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum, secara bronkogen, secara limfogen ke organ-organ tubuh lainnya, dan secara hematogen ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, 2009).Tuberkulosis Sekunder (Tuberkulosis Post Primer)Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer, TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru (Sudoyo, 2009).Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri atas sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberkulosis) (Sudoyo, 2009).F. DiagnosisGejala klinis Tuberkulosis ParuGejala utama pasien TB paru adalah batuk bersputum selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu sputum bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007)Pemeriksaan Fisik Tuberculosis ParuPada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan kelainan apapun terutama kasus-kasus dini atau yang sudah terfiltrasi secara asimptomatik (Sudoyo et al., 2009). Tanda fisik penderita TB tidak khas sehingga tidak dapat membantu membedakan TB dengan penyakit paru lain. Tanda fisik terganung pada lokasi kelainan serta luas kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tanda tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara nafas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak nafas tertinggal, keredupan dan suara nafas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat limfadenitis tuberkulosa, biasanya didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di daerah leher, kadang disertai dengan skrofuloderma (Wibisiono et al, 2010).Pemeriksaan MikroskopisSemua suspek TB diperiksa 3 spesimen sputum dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan sputum mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis sebagai berikut :1. Pasien dengan sputum BTA positif : (a) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau (b) satu sediaan sputum positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau (c) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.2. Pasien dengan sputum BTA negatif : (a) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau, (b) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakan positif.Algoritma penegakan diagnosis TB paru berdasarkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007),sebagai berikut :

Gambar 2.2 Skema diagnosis TB paru (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007)

Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan salah satu cara yang praktis yang dapat membantu menemukan lesi TB. Selain itu, gambaran radiologis ini juga berperan untuk membantu penegakan diagnosis, terutama jika hanya dijumpai satu spesimen BTA (+), dan berguna mengetahui adanya komplikasi (Hasan, 2010).Pemeriksaan radiologis sangat penting untuk diagnosis TB paru, dikarenakan (Rasad, 2005): i. Bila klinis ada gejala TB paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto rontgen.ii. Bila ada persangkaan terhadap peyakit TB paru, tetapi pada foto rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa penyakit yang diderita bukanlah TB.iii. Pada pemeriksaan rontgen rutin (misalnya check-up) mungkin telah ditemukan tanda-tanda pertama TB, walaupun klinis belum ada gejala. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto Rontgen brlum berarti tidak ada TB, sebab kelainan pertama pada foto Rontgen baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil TB.iv. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda TB yang terpenting adalah jika ada kelainan pada foto Rontgen.v. Ditemukananya kelainan pada foto Rontgen, belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.vi. Dari bentuk kelainan pada foto Rontgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan pemeriksaan klinis/laboratoris.vii. Pemeriksaan Rontgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokasi proses dan tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu.viii. Pemeriksaan Rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi.ix. Pemeriksaan Rontgen TB paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto Rontgen merupakan suatu kehasrusan yaitu foto PA, bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto puncak AP lordotik, dan teknik-teknik khusus lainnya seperti foto high voltage dan sebagainya (Rasad, 2005).

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu :1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.2. Proyeksi LateralPada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.3. Proyeksi Top LordotikProyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

Sesuai dengan patofisiologinya, TB paru dibagi menjadi (Rasad, 2005): TB Primer TB primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi) oleh M. tuberculosis, biasanya pada anak-anak. Kelainan Rontgen akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja dalam paru-paru. Dapat terlihat Ghon focus, limfadenopati hilus, serta terbentuknya kompleks primer (Hasan, 2010; Rasad, 2005).

Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis tuberkulosis pada anak-anak mungkin sedemikian luas sehingga sarang primer tersembunyi di belakang (Rasad, 2005). Selain itu dapat pula terjadi efusi pleura.

TB sekunder (re-infeksi, dewasa)TB yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Sarang-sarang yang terlihat pada foto Roentgen biasanya berkedudukan dilapangan atas dan segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai dengan pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan.

Klasifikasi TB sekunder (Rasad, 2005):i. TB minimal (minimal tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan. Sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).

ii. TB lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sewdangkan bila ada lubang diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus.iii. TB sangat lanjut (far advanced tuberculosis) yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih dari klasifikasi kedua di atas, atau bila ada lubang-lubang maka diameter keseluruhan lubang lebih dari 4 cm.

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan yaitu (Rasad, 2005) : Sarang eksudatif, berbentuk awan-awn atau bercak yang batasnya tidak tegas dan densitasnya rendah. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya dan densitasnya sedang. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis atau pita tebal berbatas tegas dengan densitas tinggi. Kavitas (lubang) Sarang kapur (kalsifikasi).Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di Indonesia hampir tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di Indonesia ialah pembagian yang lazim digunakan di Amerika Serikat, yaitu (Rasad, 2005) : Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses aktif. Lubang (kavitas); ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity). Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.

TuberkulomaKelainan ini menyerupai suatu tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga termasuk suatu lesi yang mengambil tempat (space occupying lesion, disingkat SOL) (Rasad, 2005).Pada hakekatnya tuberkuloma adalah suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen, bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif, lebih-lebih bila batasnya licin, tegas, dan di dalam atau dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram.Diagnosis diferensialnya dengan suatu tumor sejati (jinak atau ganas) adalah bahwa didekat tuberkuloma sering di temukan sarang-sarang kapur lainnya (satelit) (Rasad, 2005).

Kemungkinan-kemungkinan kelanjutan dari sarang tuberkulosisa. Penyembuhan Penyembuhan tanpa bekasPenyebuhan tanpa bekas sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer), bahkan sering penderita tidak menyadari sama sekali bahwa ia pernah diserang penyakit tuberkulosis. Pada orang dewasa (tuberkulosis sekunder) penyembuhan tanpa bekaspun mungkin terjadi apabila diberikan pengobatan yang baik (Rasad, 2005).

Penyembuhan dengan meninggalkan cacatPenyembuhan ini berupa garis-garis berdensitas tinggi/sarang fibrotik atau bintik-bintik kapur (sarang kalsiferus). Sarang-sarang fibrotik yang tebal dan kalsiferus, disingkat sarang fibrokalsiferus, di kedua lapangan atas dapat mengakibatkan penarikan pembuluh darah besar di kedua hili ke atas. Keadaan ini dinamakan tuberkulosis fibrosis densa dan memberikan gambaran yang cukup khas. Pembuluh-pembuluh darah besar di hili terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantong celana yang di angkat dan disebut fenomena kantong celana terngkat (broekzak fenomeen) (Rasad, 2005).Secara roentgnenologis sarang baru dapat dinilai sembuh (proses tenang) bila setelah jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama (stationary). Sifat bayangan tidak boleh bercak-bercak, awan atau lubang melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur. Kesan roentgenologis bahwa proses tenang harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik laboratorium termasuk pemeriksaan sputum yang baik (Rasad, 2005).b. Perburukan (perluasan) penyakit PleuritisPleuritis terjadi karena perluasan infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran hematogen; sering ditemukan pada remaja belasan tahun tapi jarang pada anak balita. Penyebaran miliarAkibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm, atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis miliar ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appeareance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak, dan sebagainya.

Stenosis bronkusStenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius). Timbulnya lubang (kavitas)Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis, berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal dan berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil di kelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah (stationer) pada pemeriksaan berkala ulang (follow-up) dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama yang sudah tenang.

Diferensial Diagnosis Secara RadiologisGambaran radiologi penyakit penyakit yang mirip dengan tuberkulosis adalah sebagai berikut (Rasad, 2005):1. Penyakit jamurPenyakit jamur yang memiliki gambaran radiologis menyerupai tuberkulosis adalah aspergilosis (aspergillus) dan nocardiasis (nocardia asteroides) yang sering ditemukan pada petani yang banyak bekerja di ladang.Kelainan-kelainan radiologik yang ditemukan pada penyakit jamur di atas mirip sekali dengan yang disebabkan oleh tuberkulosis, yaitu hampir semua berkedudukan di lapangan atas dan disertai oleh pembentukan lubang (kavitasi). Perbedaanya ialah, bahwa pada penyakit jamur ini pada pemeriksaan sepintas lalu terlihat bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergiloma, yang pada pemeriksaan lebih teliti, biasanya dengan tomogram, ternyata adalah suatu lubang besar bayangan bulat yang sering dapat bergerak bebas dalam lubang tersebut. Bayangan bulat ini dinamakan bola jamur (fungus ball) adalah tidak lain daripada massa mycelia yang mengisi suatu bronkus yang melebar.Untuk memastikan diagnosis sering diperlukan pemeriksaan laboratoium sekret bronkus, bahkan kadang-kadang baru mungkin ditemukan setelah suatu tindakan pembedahan.2. Infiltrat pneumoniaInfiltrat penumonia lobaris lobus atas dalam massa resolusi sering disalahtafsirkan sebagai tuberkulosis karena berbentuk bercak-bercak dan berkedudukan dilapangan atas paru. Kepastian mudah diperoleh karena bercak-bercak tersebut cepat menghilang sama sekali dengan pengobatan yang baik.3. Superposisi jalin kepang rambutJalin (kepang) rambut wanita yang tidak diikat di atas kepala, melainkan lepas tergantung di bahu dapat menutup bagian atas paru sehingga pada foto toraks dapat dinilai sebagai suatu infiltrat. Pembuatan foto ulang dengan rambut yang diikat ke atas kepala tentu dapat menyampingkan salah tafsir ini.4. Kelainan menyerupai lubang (kavitas)Kelainan yang menyerupai lubang yang dapat disalahtafsirkan sebagai kavitas tuberkulosis seperti kelainan bawaan anomali iga, bronkus ortograd, superposisi bagian lateral muskulus sternokleidomastoideus dengan badian medial iga pertama, dan fossa rhomboidea yaitu ujung anterior iga pertama.Superposisi lingkaran pembuluh-pembuluh darah pada foto PA biasanya dapat menyerupai lubang. Namun mudah dibedakan dengan pemeriksaan fluoroskopi atau pembuatan foto sedikit oblik. Kavitas tuberkulosis dalam posisi apapun tetap berupa bayangan bulat, tetapi superposisi lingkaran-lingkaran pembuluh darah tentu tidak.

G. PenatalaksanaanTujuan Pengobatan TuberkulosisPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).Prinsip Pengobatan TuberkulosisBerdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).Panduan Pengobatan OAT yang digunakan di IndonesiaObat TB utama yang digunakan (first line, lini pertama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S).Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin (Sudoyo, 2009).Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), OAT yang lazim digunakan dalam pengobatan tuberkulosis menurut jenis, sifat dan dosis tercantum dalam tabel berikut :

Jenis OATSifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian3x seminggu

Isoniazid (H)Bakterisid5 (4-6)10 (8-12)

Rifampicin (R)Bakterisid 10 (8-12)10 (8-12)

Pirazinamid (Z)Bakterisid25 (20-30)35 (30-40)

Streptomisin (S)Bakterisid15 (12-18)15 (12-18)

Etambutol (E)Bakteriostatik 15 (15-20)30 (20-35)

Menurut Wibisiono et al (2010) pengobatan tuberkulosis paru dibagi menurut kategori diagnosis tuberkulosis pasien. Pengobatan pasien menurut masing-masing kategori dapat dilihat pada tabel berikut :

Kategori Pasien TBRegimen Pengobatan TB

Fase InisialFase Lanjutan

Ia. Pasien baru TB paru BTA positif.b. Pasien TB paru BTA negatif dan foto toraks positifc. Pasien TB ekstra paru berat2HRZE4(HR)3atau6HE

IIa. Pasien kambuhb. Pasien gagalc. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)2HRZESatau1HRZE5HRE

IIIPasien TB ekstra paru tidak terlalu berat2HRZE4(HR)3atau6HE

IVa. Pasien TB kronis (hasil BTA tetap posistif setelah pengobatan ulang) b. kasus MDR-TB Penentuan regimen berdasarkan pengobatan standar regimen untuk MDR TB atau regiman berdasarkan Drug Sensitivity Test (DST) individu

Evaluasi Pengobatan TuberkulosisMenurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), pemeriksaan sputum untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada :1. Akhir tahap intensifDilakukan seminggu sebelum akhir bulan kedua pengobatan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pada pengobatan kategori 2. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi konversi sputum yaitu perubahan dari BTA positif menjadi negatif.Pada kategori 1, di akhir bulan kedua pengobatan sebagian besar (seharusnya lebih dari 80%) dari penderita sputumnya sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini dapat meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang sputum pada akhir bulan kedua hasilnya masih BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah paket sisipan 1 bulan selesai sputum diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan teteap diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang sputum BTA masih tetap positif.Pada kategori 2, jika pemeriksaan ulang sputum pada akhir bulan ketiga masih positif, tahap intensif harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan. Setelah 1 bulan diberikan sisipan sputum diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang sputum BTA masih tetap positif. Bila memungkinkan spesimen sputum penderita dikirim untuk biakan dan uji kepekaan obat. Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita melakukan pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat menunjukkan bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih obat OAT, maka penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani kasus resisten. Bila tidak mungkin, maka pengobatan tahap lanjutan diteruskan sampai selesai.2. Sebulan sebelum akhir pengobatanDilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan kategori 2. Apabila pada kategori 1 hasil BTA positif, maka pengobatan harus diganti dengan OAT kategori II dan memulai pengobatan dari awal. Apabila pada kategori 2, hasil BTA positif, pasien harus segera dirujuk ke unit pelayanan spesialistik.3. Akhir pengobatanDilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan kategori 2. Pemeriksaan pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan ini bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh atau gagal). Pada kategori 1, penderita dinyatakan sembuh jika hasil pemeriksaan sputum paling kurang 2 kali berturut-turut negatif. Apabila hasil BTA tersebut positif, pasien harus memulai pengobatan dari awal dengan OAT kategori II. Untuk pasien kategori II, apabila hasil BTA positif, pasien harus segera dirujuk ke unit pelayanan spesialistik.

Hasil PengobatanHasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer out), defaulter (lalai), DO dan gagal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)

1. SembuhPasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang sputum (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.2. Pengobatan LengkapPasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.3. MeninggalPasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.4. PindahPasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.5. Default (Putus berobat)Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.6. GagalPasien yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

BAB IIISIMPULAN

1. Tuberkulosis merupakan penyakit menular dan endemis yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun bisa pula menyebar dan menyerang organ lain seperti ginjal, traktus gastrointestinal, tulang, otak bahkan genital.2. Diagnosis TB dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan klinis (dari anamnesis terhadap keluhan pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan radiologis sendiri adalah salah satu modalitas yang sering dipakai dalam membantu menegakkan diagnosis ke arah kecurigaan Tuberkulosis diantaranya pemeriksaan rontgen maupun CT-scan yang lebih canggih.3. Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif : Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak miliar Efusi pleuraGambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif : Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah Kalsifikasi Penebalan pleura4. Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9Bobby, M. (2009). Peranan Foto Dada Dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik: Medan.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Available from: http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf (Accessed 9 April 2013).Hasan, H., 2010. Tuberkulosis paru. In: M.J. Wibisono, Winariani, S. Hariadi, eds. 2010. Buku ajar ilmu penyakit paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.Kasper, Dennis L., et al (Editor). (2008). Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 17, New York: McGraw-Hill companies.Kementerian Kesehatan. (2011), Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014, available from: www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_TB.pdf (Accessed 9 April 2013).Patel, R. (2007). Tuberkulosis in Lecture Notes Radiologi edisi 2. EMS Erlangga: Surabaya.Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. JakartaRasad, S.; Kartolaksono S.,; Ekayuda I. eds. (2005). Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta: Penerbit FK UI.Sudoyo, et. al. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Internal Publishing: JakartaWHO. (2012). Global Tuberculosis Report 2012. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75938/1/9789241564502_eng.pdf (Accessed 9 April 2013).