psikologi paper.docx

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan pada tahun 2020, penyakit kronis akan mencapai tiga perempat dari semua penyebab kematian di dunia. Faktor asupan makanan dinilai sebagai salah satu pemicu. Sebanyak 71% kematian karena penyakit jantung iskemik, 75% karena stroke, 70% akibat diabetes akan terjadi di negara berkembang. Dalam studi yang sama juga disebutkan jumlah penderita diabetes di negara berkembang akan meningkat 2,5 kali lipat. Dari 8,4 juta orang pada 1995, menjadi 228 juta orang pada 2025. Penyakit menahun juga dikenal sebagai penyakit kronis yang umum diderita ketika usia bertambah lanjut. Dokter James Hospedales, pakar penyakit kronik pada WHO, mengatakan negara-negara berpendapatan menengah dan rendah mulai menyadari perlunya pencegahan dalam membuat kebijakan tentang kesehatan. “WHO memperkirakan lebih dari 30 juta orang bisa diselamatkan dalam 10 tahun mendatang dengan tindakan sederhana, seperti mengurangi merokok, mengurangi konsumsi garam antara 15 - 20 persen, dan meningkatkan jumlah orang yang berisiko kena serangan jantung dan stroke dalam perawatan yang bersifat pencegahan,” ujar Hospedales. 1

Upload: eugenia-cindy-juliany

Post on 26-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: psikologi paper.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diperkirakan pada tahun 2020, penyakit kronis akan mencapai tiga perempat

dari semua penyebab kematian di dunia. Faktor asupan makanan dinilai

sebagai salah satu pemicu. Sebanyak 71% kematian karena penyakit jantung

iskemik, 75%  karena stroke, 70% akibat diabetes akan terjadi di negara

berkembang. Dalam studi yang sama juga disebutkan jumlah penderita

diabetes di negara berkembang akan meningkat 2,5 kali lipat. Dari 8,4 juta

orang pada 1995, menjadi 228 juta orang pada 2025. 

 

Penyakit menahun juga dikenal sebagai penyakit kronis yang umum diderita

ketika usia bertambah lanjut. Dokter James Hospedales, pakar penyakit kronik

pada WHO, mengatakan negara-negara berpendapatan menengah dan rendah

mulai menyadari perlunya pencegahan dalam membuat kebijakan tentang

kesehatan. “WHO memperkirakan lebih dari 30 juta orang bisa diselamatkan

dalam 10 tahun mendatang dengan tindakan sederhana, seperti mengurangi

merokok, mengurangi konsumsi garam antara 15 - 20 persen, dan

meningkatkan jumlah orang yang berisiko kena serangan jantung dan stroke

dalam perawatan yang bersifat pencegahan,” ujar Hospedales.

Salah satu contoh dari penyakit kronis yang banyak diidap oleh masyarakat

Indonesia adalah penyakit ginjal kronik (PGK) yang merupakan kerusakan

ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum

diagnosis ditegakan. Gagal ginjal kronis adalah penurunan sernua faal ginjal

secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dari gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit (NKF-DOQI, 2002).

Saat ini terdapat satu juta penduduk dunia yang sedang menjalani terapi

pengganti ginjal dan angka ini terus bertambah sehingga diperkirakan pada

2010 terdapat dua juta orang yang menjalani terapi ginjal. Angka prevalensi

ini diperkirakan lebih tinggi dari yang dilaporkan. (Fisch, 2000).

1

Page 2: psikologi paper.docx

Pelaksanaan terapi hemodialisa merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang

banyak dilakukan pasien gagal ginjal kronis. Data yang diterima dari RSUP

Fatmawati pada tahun 2008 terdapat 400 orang penderita gagal ginjal kronis

yang melakukan hemodialisa seminggu dua kali dan diperkirakan setiap tahun

akan terus meningkat. Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang

harus dihadapkan dengan berbagai masalah, seperti kesulitan dalam

mempertahankan pekerjaan, depresi, dan ketakutan terhadap kematian. Gaya

hidup yang terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa (misalnya

pelaksanaan terapi hemodialisa 2-3 kali seminggu selama 3-4 jam) dan

pembatasan asupan cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien. Hal

ini akan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis (Brunner &

Suddarth, 2005). Selain itu, hal ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang

hidupnya dan ia akan ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya

serta penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya

perubahan dalam kehidupan pasien. Dampak pasien dapat berupa: pasif,

ketergantungan, merasa tidak aman, bingung, dan menderita.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengurangi insiden penyakit gagal ginjal kronik di

Indonesia?

Pendekatan motivasi apa yang digunakan dalam mengurangi insiden penyakit

gagal ginjal kronik di Indonesia?

1.3. Tujuan

Mengetahui cara untuk mengurangi insiden penyakit gagal ginjal kronik di

Indonesia

Mengetahui pendekatan motivasi yang digunakan untuk mengurangi insiden

penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Pemerintah

1.4.1.1. Dapat meningkatkan mutu pelayanan bagi setiap rumah sakit pemerintah

1.4.2. Bagi Masyarakat

1.4.2.1. Dapat memberi pengetahuan mengenai penyakit gagal ginjal kronik

sehingga dapat menurunkan angka mortalitas

2

Page 3: psikologi paper.docx

1.4.2.2. Masyarakat lebih menjaga pola hidup sehat

1.4.3. Bagi Peneliti

1.4.3.1. Dapat dijadikan bahan informasi sebagai penambah latihan dalam

membuat suatu penelitian dan dapat mensosialisasikan pada lingkungan

setempat

3

Page 4: psikologi paper.docx

BAB II

DASAR TEORI

Gagal Ginjal Kronik

National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit gagal ginjal kronik

seperti kerusakan ginjal atau filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73

m2 untuk 3 bulan atau lebih dalam kurun waktu yang sama. Apapun etiologi yang

mendasari, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya

nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Berbagai tahapan penyakit ginjal

kronis membentuk kontinum. Tidak ada klasifikasi seragam pada tahap penyakit

gagal ginjal kronik.

Etiologi

Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi

dalam 2 kelompok :

1. Penyakit parenkim ginjal

Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tb

ginjal

Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,

Poliarteritis nodasa, Sklerosis sistemik progresif, Diabetes mellitus

2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat, Batu saluran kemih, Refluks ureter.

Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit

primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme

adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung

pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut

adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang

disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa

setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan

kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut

menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

4

Page 5: psikologi paper.docx

Manifestasi klinis

Beberapa gejala yang dapat dilihat berupa: gangguan pernafasan, hipertensi,

anoreksia, nausea, ulserasi lambung, proteinuria, hematuria, penurunan konsentrasi,

anemia, dan sebagainya.

Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan

elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi

toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan

keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status

nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis

mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan

penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan

suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena

bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

5

Page 6: psikologi paper.docx

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi

alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena

dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari

GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut

sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan

obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang

adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada

LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,

dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang

belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis peritoneal (DP)

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

6

Page 7: psikologi paper.docx

Motivasi

Sejak dahulu, dokter telah mempertanyakan apakah motivasi bisa digunakan sebagai

salah satu kunci utama dalam proses psikoterapi. Ini bisa dijelaskan melalui beberapa

faktor, yaitu definisi motivasi sendiri adalah suatu dorongan yang ajaib dimana dapat

menimbulkan keinginan secara otomatis untuk lebih cepat sembuh. Lebih dari itu,

motivasi mendorong manusia untuk mengalami perubahan, maka pasien yang tidak

ingin menerima pengobatan disebut sebagai “non motivasi”. Hal ini dapat dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal, dan juga oleh ketakutan, kekhawatiran,

kepercayaan, dan sebagainya.

Fungsi dari edukasi terapi tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian

pasien mengenai penyakitnya, melainkan juga untuk membuat pasien sadar akan

bahaya kesehatan mereka, dimana faktor resiko dan diagnosis juga ikut di dalamnya.

Hal ini dapat medorong pasien untuk membantu pasien mendapatkan terapi yang

teratur, bahkan menolong mereka untuk berubah, termasuk di dalamnya “lifestyle”.

Kegagalan tertinggi terdapat pada tidak adanya perubahan dalam “lifestyle”, seperti

merokok, mengonsumsi alkohol, dan obesitas. Maka, dengan adanya edukasi terapi

dapat menawarkan pasien untuk lebih termotivasi dalam hidup sehat.

Dalam psikologi, motivasi menempati peringkat utama dalam pendagogi sejak tahun

1930. Hal ini berkaitan dengan adanay pengaruh teori kaum behavioris dalam

pembelajaran, dimana “kebutuhan” dan “keinginan” dapat menuntun manusia untuk

belajar. Kaum behavioris mengatakan hal ini dapat mempengaruhi pasien dalam

aspek emosi dan konsep berpikir mereka. Faktanya adalah dengan menggunakan

metode edukasi terapi, motivasi akan muncul sebagai suatu konsep yang lama

kelamaan akan menimbulkan keinginan pasien untuk berubah, disebut juga “libido

sciendi”. Maka, definisi motivasi adalah keadaan yang timbul karena keinginan untuk

memenuhi kebutuhan, seperti meningkatkan kualitas hidup atau mempertahankan

keuntungan diri.

Keinginan untuk berubah memiliki konteks bahwa perubahan didasari oleh individual

tersebut karena berasal dari dalam diri. Tetapi, secara tidak langsung faktor internal

dan eksternal juga mempengaruhi pasien. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan

7

Page 8: psikologi paper.docx

sebagai “terapi didaktis lingkungan” yang berasal dari penjaga pasien dan

diadaptasikan pada diri pasien. Hasil yang didapatkan berupa motivasi yang

memunculkan keinginan pasien untuk berubah. Peran lingkungan penting dalam

mempengaruhi faktor internal dan eksternal agar terdapat perubahan spesifik pada

pasien dalam jangka panjang. Maka, motivasi dapat dibentuk berdasarkan interaksi

antara keinginan dari dalam pasien dan lingkungan pasien.

Keinginan dasar yang mempengaruhi motivasi

Keingingan dasar manusia telah ada sejak abad ke-12. Abraham Maslow

mengemukakan daftar kebutuhan manusia yang disusun membentuk piramid dari 5

kategori.

Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow:

1. Kebutuhan fisik sebagai kebutuhan dasar, dimana manusia membutuhkan

makan, air, udara, pendidikan, dan sebagainya.

2. Kebutuhan akan rasa aman; manusia ingin memiliki perlindungan baik untuk

tubuhnya, pikiran, keluarga, dan property.

3. Kebutuhan akan sosial; manusia butuh dihargai dan merasakan cinta yang bisa

didapat dari keluarga, persahabatan, dan seksual.

4. Kebutuhan akan kepercayaan diri; manusia butuh untuk merasa percaya diri,

dihargai, dan sukses.

5. Kebutuhan akan pengakuan diri; manusia butuh untuk dapat menyelesaikan

masalah, kreatif, dan sebagainya.

Kebutuhan dasar di atas merupakan dasar dari motivasi kuat yang dapat menuntun

manusia menuju perubahan dan pembelajaran.

8

Page 9: psikologi paper.docx

Faktor internal yang mempengaruhi motivasi

Manusia memiliki keinginan dan ketertarikan, namun juga ketakutan, misalnya

sadar atau tidak, manusia memiliki rencana dalam melakukan sesuatu hal, dan

rencana tersebut akan menuntun mereka pada arah tertentu. Setiap rencana yang

dipilih akan mempengaruhi manusia dimana mereka akan berusaha untuk

mendapatkan kesenangan dari rencana tersebut.

Persepsi dalam diri seseorang, disebut juga kepercayaan diri memiliki pengaruh yang

besar dalam motivasi seseorang. Sebaliknya, ketidakbahagiaan dan frustasi dapat

menghambat motivasi pasien. Sama dengan perihal dimana pasien memiliki persepsi

dalam pengobatannya yang sangat penting. Pasien akan termotivasi tergantung pada

besar kecilnya kepentingan ia memandang kualitas hidupnya. Akan semakin besar

keinginan pasien apabila ia mengetahui informasi dalam mempelajari “kegunaan”

dalam penyakit, pengobatan, dan kualitas hidup. Semua ini bertolak belakang dengan

interaksi antara kebutuhan, ketertarikan, keinginan, dan ketakutan pasien yang dapat

menjadi persepsi dalam pengobatan mereka.

Pasien yang termotivasi menjelaskan keinginan mereka untuk berubah dan persepsi

mereka dalam situasi terapi yang harus dijalani oleh mereka. Untuk memenuhi

rencananya, mereka harus mengerti pentingnya pengobatan yang akan dijalani. Selain

itu, mempu untuk melakukan segala aktivitas juga sesuatu yang harus mereka

rasakan. Dengan demikian, mereka akan termotivasi untuk sembuh.

9

Page 10: psikologi paper.docx

Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi

Akar dari motivasi terletak pada dalam diri pasien. Motivasi memungkinkan manusia

untuk menciptakan perubahan dalam dirinya. Tetapi tanpa pengecualian yang penting,

motivasi hanya berarti sedikit dalam perubahan. Ini merupakan respons dari

lingkungan.

10

Page 11: psikologi paper.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Pengaruh Penyakit Gagal ginjal Kronik (GGK) terhadap kondisi psikologi pasien

GGK adalah gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi

urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).

Penumpukan ureum ini dapat meracuni semua organ termasuk otak sehingga

menimbulkan masalah yang cukup kompleks (Sukarja dkk, 2008). Keadaan yang

diakibatkan secara nyata menyebabkan penurunan kualitas hidup disertai angka

mortalitas tinggi berkisar 22% pertahun (Ike Surya S dkk, 2008). Pasien gagal ginjal

kronis dengan berbagai perubahan fungsi tubuh disertai dengan penurunan

kemampuan beraktivitas memiliki kecendrungan mengalami harga diri rendah.

Muncul rasa tidak berguna, mudah tersinggung, merasa dikritik orang lain dan selalu

merasa tidak percaya diri. Buruknya hubungan interpersonal dan kurangnya dukungan

dari pihak keluarga dan masyarakat termasuk petugas kesehatan akan menambah

beban pikiran yang menjadikan stress berkepanjangan (Sukarja dkk, 2008).

Maka dari itu, dukungan sosial dan motivasi sangat diperlukan bagi pasien gagal

ginjal kronis. Dukungan sosial merupakan sumber daya yang disediakan melalui

interaksi dengan orang lain. Pendapat lain dikemukakan oleh Siegel yang menyatakan

bahwa dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan

diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan

komunikasi dan kewajiban bersama. Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Thoits

yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar

individu akan afeksi, persetujuan, kepemilikan dan keamanan didapat lewat interaksi

dengan orang lain.

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial

merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai,

diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu

kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama. Sumber dukungan dan motivasi

11

Page 12: psikologi paper.docx

berasal dari interaksi dengan individu, sehingga individu tersebut dapat merasakan

kenyamanan secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup,

orangtua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta anggota dalam

kelompok kemasyarakatan.

Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999)

membagi dukungan sosial ke dalam lima bentuk, yaitu :

1. Dukungan instrumental (tangible assisstance). Bentuk dukungan ini merupakan

penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti

pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk

dukungan ini dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung

memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan

instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah yang

dianggap dapat dikontrol.

2. Dukungan informasional. Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi,

saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi

seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah

dengan lebih mudah.

3. Dukungan emosional.Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial

sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini

sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat

dikontrol.

4. Dukungan pada harga diri.Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada

individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu,

perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini

membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

5. Dukungan dari kelompok sosial.Bentuk dukungan ini akan membuat individu

merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat

dan aktivitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki

12

Page 13: psikologi paper.docx

teman senasib.

Selain itu, dukungan dan motivasi yang dapat diberikan juga berasal dari petugas

kesehatan. Hal ini dapat terjadi apabila petugas kesehatan melakukan pendekatan

kepada pasien yang berpusat pada perhatian kepada pasien sebagai individual.

Pendekatan ini dapat berupa pentingnya bagi petugas kesehatan dalam mendengarkan

keluhan pasien, memiliki rasa empati, memiliki sikap tegas, dan mengerti kesulitan

yang dialami pasien. Sikap tersebut dapat membawa kita, petugas kesehatan untuk

mengubah dan memotivasi pasien, sehingga pasien memiliki rasa ingin tetap berjuang

dalam menghadapi penyakitnya. Hal ini juga sekaligus dapat meningkatkan rasa

kepercayaan diri pasien sehingga ia akan tetap gigih dalam berjuang.

Berbagai metode yang dapat diterapkan dalam menimbulkan motivasi pasien:

1. Mendengar secara aktif baik secara verbal maupun non verbal

2. Memberi pandangan baru pada pasien mengenai kesulitan, solusi, dan

motivasi agar ia dapat mengerti pada keadaan

3. Menggunakan empati untuk mengerti dan menerima emosi pasien

4. Memperhatikan tantangan dan memberi pengertian pada pasien, tidak

melawannya

5. Bekerja dengan suasana yang nyaman untuk meningkatkan suasana hati yang

tenang dalam menghadapi pasien

6. Memperkuat rasa kebebasan dalam menetapkan keputusan untuk memotivasi

pasien

Dalam menghadapi pasien, petugas kesehatan juga harus selalu mengarahkan pasien

dalam membantu mereka menemukan rasa nyaman. “Lingkungan yang

mendukung/motivasi” akan lebih efektif dalam mendorong pasien untuk berubah.

Petugas kesehatan dapat memberi beberapa pilihan aktivitas atau situasi untuk

meningkatkan kepercayaan diri pasien. Keadaan ini akan diadaptasi oleh pasien

menuju motivasi mereka. Motivasi tidak bersifat tetap/konstan, dimana pasien akan

selalu mengalami fase yang berbeda. Suatu saat, pasien akan sadar akan

permasalahannya. Tetapi, dengan adanya motivasi, pasien dapat mencari cara, berupa

bantuan atau nasehat oang lain untuk menyelesaikannya.

13

Page 14: psikologi paper.docx

BAB IV

KESIMPULAN

Motivasi penting diberikan bagi pasien penderita gagal ginjal kronis dimana hal ini

dapat membantu meningkatkan semangat mereka dalam berjuang mengahadapi

penyakitnya, dimana mereka seringkali merasa diri mereka tidak lagi berguna. Hal ini

menyebabkan mereka mudah tersinggung dan tidak percaya diri. Maka dari itu,

dukungan dan motivasi dari orang sekitar sangat berperan dalam membantu pasien

menghadapi penyakitnya.

Beberapa motivasi yang dapat diberikan berupa:

1. Dukungan instrumental

2. Dukungan emosional

3. Dukungan informasional

4. Dukungan pada harga diri

5. Dukungan dari kelompok sosial

Selain kelima hal di atas, dukungan dan motivasi juga dapat diberikan oleh petugas

kesehatan, dimana mereka dapat membantu dengan melakukan pendekatan pada

pasien. Dengan demikian, pasien akan percaya pada petugas kesehatan dan akan

berbagi keluh kesah dimana ia dapat mencurahkan isi hatinya. Hal ini dapat

membantu meringankan beban pasien dimana ia merasa bahwa ia diperhatikan dan

secara tidak langsung juga dapat meningkatkan motivasi mereka untuk bertahan dan

berjuang melawan penyakitnya. Hal ini sangat berguna dan penting untuk

diperhatikan bagi petugas kesehatan, dimana hal tersebut dapat meningkatkan kualitas

hidup masyarakat dan menciptakan suasana yang nyaman bagi pasien.

14

Page 15: psikologi paper.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Acute kidney injury nutrition therapy. ADA Nutrition Care Manual.

http://nutritioncaremanual.org/vault/editor/Docs/Acute%20Kidney

%20Nutrition%20Therapy_FINAL.pdf. Accessed April 8, 2010.

2. Arliza Juairiani Lubis : Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal

yang Melakukan Terapi Hemodialisa, 2006

3. Brunner & Sudarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 8.

Jakarta :EGC

4. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Vol.2. Jakarta :

EGC

5. Carpenitto L.D. 2000. Nursing Diagnosis, Lippincort, Philadelpia.

6. DENPASAR TAHUN 2007”

7. Doenges,Marilynne.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk 

8. Doengoes Marilynne.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ed.3. Jakarta : EGC

9. Ed. 4, vol 1. Jakarta: EGC

10. Ferri FF. Renal failure, acute. In: Ferri FF. Ferri's Clinical Advisor 2010.

Philadelphia, Pa.: Mosby; 2009.

http://www.mdconsult.com/das/book/body/192064788-4/0/2088/0.html.

Accessed March 30, 2010.

11. Ike Surya S, dkk. 2008. Perbedaan Nilai Kualitas Hidup Penderita Gagal

Ginjal yang

12. KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI RSUP SANGLAH

13. Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Kadar Malondialdehid dan Interleukin-6.

14. Molitoris BA. Acute kidney injury. In: Goldman L, et al. Cecil Medicine. 23rd

ed. Philadelphia, Pa.: Saunders; 2007.

http://www.mdconsult.com/das/book/body/192064788-4/0/1492/0.html.

Accessed March 30, 2010.

15. Nippoldt TB (expert opinion). Mayo Clinic, Rochester, Minn. Sept. 19, 2011.

16. Nursalam. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

17. Nutrition and Chronic Kidney Disease. National Kidney Foundation, 1998-

2006.

15

Page 16: psikologi paper.docx

18. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

19. Perkemihan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.

20. Potter & Perry. 1999. Fundamental Of Nursing Volume 2. Jakarta : EGC

21. Potter&Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan konsep, proses, dan

praktik.

22. Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC

23. Reclast (prescribing information). East Hanover, N.J.: Novartis

Pharmaceuticals Corp.; 2011.

http://www.pharma.us.novartis.com/product/pi/pdf/reclast.pdf. Accessed Sept.

14, 2011.

24. Reclast (zoledronic acid): Drug Safety Communication – New

contraindication and updated warning on kidney impairment. Food and Drug

Administration. http://www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/ucm270199.htm.

Accessed Sept. 1, 2011.

25. Schroeder K. Acute renal failure. In: Bope ET, et al. Conn's Current Therapy

2010. Philadelphia, Pa.: Saunders Elsevier; 2009.

http://www.mdconsult.com/book/player/book.do?

method=display&type=aboutPage&decorator=header&eid=4-u1.0-B978-1-

4160-6642-2..C2009-0-38983-7--TOP&isbn=978-1-4160-6642-

2&uniq=192064788. Accessed March 30, 2010.

26. Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi,

B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi keempat. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, 570-573.

27. Wolfson AB. Renal failure. In: Marx JA, et al. Rosen's Emergency Medicine:

Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Mosby; 2009.

http://www.mdconsult.com/book/player/book.do?

method=display&type=aboutPage&decorator=header&eid=4-u1.0-B978-0-

323-05472-0..X0001-1--TOP&isbn=978-0-323-05472-0&uniq=193452254.

Accessed March 30, 2010.

16