makalah pleno d5 skenario 5
DESCRIPTION
blok 19 kardiovaskulerTRANSCRIPT
Penyebab Gagal Jantung Akut et causa Hipertensi
Alvin Anthonius 102011020
Dyah Ratnaningtyas 102012131
Siska 102013074
Theo Nalmiades Ambra 102013115
Katarina Dewi Sartika 102013157
Jorisca 102013306
Stefi Tauran 102013397
Gregorius William Liu 102013426
Thio Mellysa Seseando 102014265
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
I. Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi utama sebagai pemompa
darah ke seluruh tubuh. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan utama yang dialami
masyarakat pada umumnya. Pada zaman modern ini, angka kejadian penyakit jantung
semakin meningkat baik di negara maju maupun berkembang, Penyebab yang sering
ditemukan adalah gaya hidup yang salah (diet yang salah, stress, kondisi lingkungan yang
buruk, kurang olahraga, kurang istirahat dan lain-lain). Contoh diet yang salah seperti terlalu
banyak mengkonsumsi junk food yang banyak mengandung kolesterol jahat (LDL) yang
berujung pada kegagalan jantung. Ditambah dengan kurang olahraga dan istirahat, maka
resiko untuk terkena penyakit jantung akan semakin tinggi.
1
II. Pembahasan
A. Anamnesis
Anamnesis memegang peranan penting dalam mendiagnosa suatu penyakit. Bersama-sama
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat memudahkan kita sebagai dokter
untuk mendiagnosa penyakit.
Dalam suatu anamnesis wajib ditanyakan nama, usia, pekerjaan, serta alamat. Setelah itu
tanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan.
Berdasarkan skenario, dapat kita tanyakan jika ada nyeri, sudah berapa lama? Kapan
munculnya? Karakteristik nyeri (terus-terusan atau hilang timbul)? Frekuensi nyeri dalam
sehari? Bagaimana intensitas nyeri? Apakah nyeri tersebut menjalar atau hanya pada satu
tempat? Apakah rasa sakit itu semakin berat atau konstan? Apakah nyeri membaik jika
istirahat? Adakah sesak napas? Adakah bengkak di sekitar tubuh? Keluhan lain, seperti cepat
lelah, batuk (berdahak, kering, berdarah)? Apakah pernah pingsan?
Tanyakan pula riwayat penyakit dulu, seperti apakah ada penyakit jantung, diabetes melitus,
atau hipertensi?
Untuk riwayat keluarga, tanyakan apakah keluarga memiliki penyakit jantung, diabetes
melitus, atau hipertensi?
Untuk riwayat sosial, tanyakan apakah pasien merokok? Mengkonsumsi obat-obatan
terlarang? Mengkonsumsi alkohol? Memiliki alergi? Bagaimana lingkungan sekitar tempat
tinggal?
Untuk riwayat pengobatan, tanyakan apakah sudah pernah berobat sebelumnya? Jika ada,
obat apa yang dikonsumsi? Bagaimana perkembangan penyakit setelah minum obat?
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah keadaan umum dan tanda-tanda vital
pasien. Periksa juga konjungtiva (anemis atau tidak) serta sclera pasien (ikterik atau tidak).
Pemeriksaan fisik dilakukan secara keseluruhan dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan fisik
yang umum dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
2
Melihat bentuk toraks pasien dan ictus cordis (apabila terlihat, sebutkan lokasinya).
Perhatikan juga apakah ada oedem di tungkai pasien dan apakah terdapat sianosis pada kulit
pasien.
Palpasi
Meraba ictus cordis (menentukan lokasi, kuat angkat, serta diameter). Lokasi ictus cordis
biasanya pada intercostal 4 atau 5 garis midclavicula kiri, pergeseran ke kiri dapat dijumpai
pada pembesaran jantung. Diameter biasanya seluas 2,5 cm dan tidak boleh lebih besar dari
satu sela iga.
Perkusi
Melakukan perkusi secara acak dan terstruktur. Setelah itu, perkusi batas paru hati serta
pembesaran hati. Lalu, perkusi batas-batas jantung untuk mengetahui apakah terjadi
pembesaran jantung kanan maupun kiri.
Auskultasi
Mendengarkan dengan stetoskop bunyi jantung di katup mitral, tricuspid, pulmonal, dan
aorta. Perhatikan apabila ada bunyi patologis (murmur, gallop, dan lain-lain).
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan
oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikardium. 1
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-
90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.1
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.1
Analisa gas darah ; gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).1
3
Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat
berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi
dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.1
D. Epidemiologi
Pada negara berkembang yang lebih terurbanisasi disertai dengan pola hidup dan diet yang
kurang sehat menghasilkan peningkatan angka insidens gagal jantung bersamaan dengan
peningkatan insidens diabetes melitus dan hipertensi. Di Indonesia, diperoleh hasil prevalensi
penyakit jantung berdasarkan wawancara adalah sebesar berdasarkan wawancara adalah
sebesar 7.2%, berdasarkan riwayat didiagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar
0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5%
dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif penyakit jantung. Case fatality report
untuk penyakit jantung adalah sebesar 13,42%. Prognosis biasanya lebih buruk di negara
yang sumber daya kesehatannya terbatas. Menurut American Heart Association, gagal
jantung mempengaruhi 5.7 juta penduduk Amerika Serikat dari semua umur. Angka insidensi
dan prevalensi gagal jantung terbanyak pada ras kulit hitam, Hispanics, Indian, dan kaum
immigran yang berasal dari negara-negara berkembang seperti Rusia, dan pecahan negara
Soviet. Masalah ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya akses terhadap layanan kesehatan
dan dan pelayanan kesehatan yang dibawah standar akibat mereka tidak memiliki asuransi
kesehatan yang memadai. Pria dan wanita memiliki angka insidensi dan prevalensi yang
sama. Akan tetapi ada beberapa perbedaan diantara pria dan wanita dengan gagal jantung,
seperti. Wanita cenderung mengidap gagal jantung di masa lanjut dibandingkan pria.
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan peningkatan
umur.1
E. Etiologi
Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara
maju, gagal jantung lebih banyak disebakan oleh penyakit jantung koroner dan hipertensi
sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah malnutrisi dan
penyakit katup jantung. Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada
60 –70% pasien terutama pada pasien usia lanjut. Pada usia muda, gagal jantung akut
lebih sering diakibatkan oleh dilatasi kardiomiopati, aritmia, penyakit jantung kongenital,
penyakit katup jantung dan miokarditis.
4
Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimptomatik. Gejala klinis dapat muncul karena
adanya faktor yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan peningkatan kebutuhan
oksigen, seperti infeksi, aritmia, kerja fisik, cairan, lingkungan, emosi yang berlebihan, infark
miokard, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan
endokarditis infektif.2
F. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada disfungsi
sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan kontraktilitas
otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau
fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran
sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat
gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik.
Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.3
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai
respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan tekanan
darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut yaitu3
1. Mekanisme Frank Starling 3
Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan kontraksi menjadi
lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.
2. Perubahan neurohormonal 3
Peningkatan aktivitas simpatis Salahmerupakan mekanisme paling awal untuk
mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih
kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga turut
berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang bersifat
mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain
itu dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut
mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA.
3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel 3
Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan kebutuhan
maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi
5
peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi,
stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran
ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding ventrikel
bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila pengisian volume jantung
terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga
bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan
ketebalan dinding.
G. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan curah
jantung ataupun tidak. Manifestasi klinis gejala jantung akut meliputi beberapa hal antara lain
yang pertama gagal jantung akut hipertensi, yaitu terdapat gagal jantung yang disertai
tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat tanda-
tanda edema paru akut. Kedua, edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory
distress, ronki yang luas, dan ortopnea, serta saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada
udara ruangan. Ketiga, gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output,
peninggian tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa. Keempat, gagal jantung
dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi).
Kelima, syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan
pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Keenam, High output failure, ditandai dengan
curah jantung yang tinggi, biasanya dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya
pada mitral regurgitasi, tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Paget’s. Keadaan ini ditandai
dengan jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai tekanan darah yang
rendah seperti pada syok septik.4
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala, penilaian klinis, dan
pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG), foto toraks, biomarker, dan
ekokardiografi Doppler.4
6
H. Working Diagnosis
Gagal jantung akut adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi
jantung yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru dari
gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
gagal jantung kronik. Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,
takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.
Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang
rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik.4
Gambar 1. Penderita Gagal Jantung dengan Hipertensi, diunduh dari
http://dewisitoresmi.blogspot.co.id/2012/10/penyakit-jantung-hipertensi.html
Dari gambar 1 di atas dapat dilihat pada penderita hipertensi, pembuluh darah menjadi
menyempit sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Tekanan pada pembuluh darah juga
menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan gagal jantung akut.
7
Gagal jantung kiri menyebabkan tekanan ventrikel kiri dan atrium meningkat sehingga aliran
darah vena pulmonal terhambat. Akibatnya, darah untuk dialirkan ke sistemik menjadi
berkurang, hal inilah yang mendasari terjadinya dyspnea.
Aliran darah vena pulmonal yang terhambat mengakibatkan darah dari ventrikel kanan sulit
menuju ke paru-paru sehingga terjadilah pelebaran ventrikel kanan. Tekanan di ventrikel
kanan juga meningkat. Hal ini mengakibatkan aliran darah vena sistemik sulit masuk ke
atrium kanan. Akibatnya adalah terjadi udem tungkai, tekanan vena jugularis pun meningkat.
I. Differential Diagnosis
1. Gagal Jantung Kronis
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak napas, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema, dan tanda objektif adanya fungsi jantung dalam keadaan istirahat.. Gagal jantung
kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara
bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang
menunjukan mekanisme kompensasi. 5
2. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah keadaan darurat yang dipicu oleh
berbagai proses akut yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kerusakan paru.
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai
dengan sesak nafas yang berat, hipoksemia, dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS dikenal juga dengan istilah edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis
yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit
atau cedera serius.
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam
jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
8
menyebabkan penundaan dalam oembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps
alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibat
adanya penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia dan
hipokapnia.6
3. Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa
didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan
oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
sistem pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
Inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol dan
kolonisasi dipermukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah
cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Basil yang masuk bersama
sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli
disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.
Pneumonia terjadinya didahului dengan demam tinggi, menggigil, batuk produktif dan
purulen, sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas, sakit tenggorokan, nyeri otot
dan sendi. Dapat juga ditemukan ronkhi basah halus atau ronkhi basah kasar. 6
J. Terapi Gagal Jantung Akut
Terapi Medikamentosa
Terapi ditujukan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard, mengurangi kerja jantung, serta
menurunkan peningkatan tekanan vena paru. Menurunkan peningkatan tekanan vena paru
9
dengan cara menurunkan isi ventrikel kiri, mempertahankan kontraksi atrium, dan
menurunkan denyut jantung tanpa mengurangi cardiac output.4
Morfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya pada pasien gelisah
dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan pada arteri dan dapat
mengurangi denyut jantung.4
1. Glikosida Jantung
Obat-obat digitalis menambahkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga dapat
memperbaiki kemampuan jantung yang melemah. Obat-obat tersebut juga digunakan sebagai
obat antiaritmia karena memperlambat transmisi impuls elektrik. Obat-obat digitalis dipakai
dalam perawatan kegagalan jantung dan sering dikombinasi dengan diuretik. Digoksin adalah
glikosida jantung yang paling banyak digunakan.7
Efek samping yang ditimbulkan adalah irama atriventrikular junction, depolarisasi premature
ventrikel, irama bigeminus, blok derajat 2 atrio-ventrikel, dan aritmia yang lain. Selain itu,
efek samping yang lain dapat menyerang gastrointestinal tract, susunan saraf pusat,
ginekomastia.
2. Diuretik
Diuretik adalah obat yang digunakan untuk mengeluarkan kelebihan air dan elektrolit.
Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan
dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah.
Diuretika kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri dan pada
pasien dengan gagal jantung kronik. Contoh diuretika kuat furosemide dan bumetanid.
Diuretika hemat kalium menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai
alternatif yang lebih efektif sebagai suplementasi kalium pada penggunaan tiazid atau
diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga
penting untuk diingat bahwa pemberian diuretika hemat kalium pada seorang pasien yang
menerima suatu ACE inhibitor atau antagonis reseptor angiotensin II dapat menyebabkan
hiperkalemia berat. Contoh diuretika hemat kalium spironolakton, amilorid, dan triamterene.
Efek samping diuretik adalah hiponatremia dan hipokalemia.7
3. Beta-bloker
Mekanisme kerja beta bloker adalah menurunkan denyut jantung dan tekanan pulmonal, serta
peningkatan lama diastol.
10
Obat gagal jantung golongan beta bloker antara lain metoprolol, bisoprolol, dan karvedilol.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipoglikemia terutama penderita diabetes melitus
tipe 1, penyakit jantung oklusif, angina prinzmetal, depresi, bronkospasme, impotensi, lelah.7
4. ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker
(ARB)
Mekanisme kerja ACE inhibitor adalah menurunkan resistensi perifer, mengurangi volum
ventrikel kiri, relaksasi miokardium, mencegah hipertrofi ventrikel kiri dan mencegah
fibrosis. Contoh obat ACE inhibitor adalah captopril. Efek samping yang ditimbulkan adalah
hiperkalemia, batuk, hipotensi, gangguan pengecapan, dan fungsi ginjal memberat.7
ARB adalah Angiotensin II receptor blockers (ARBs) adalah obat-obat yang menghalangi
aksi dari angiotensin II dengan mencegah angiotensin II mengikat pada reseptor-reseptor
angiotensin II pada pembuluh-pembuluh darah. Sebagai akibatnya, pembuluh-pembuluh
darah membesar (melebar) dan tekanan darah berkurang. Mekanisme kerja ARB adalah
menurunkan tekanan dan volum ventrikel kiri, meningkatkan toleransi fisik, menurunkan
tekanan darah. Obat yang termasuk ARB adalah losartan, eprosartan, valsartan. Efek samping
yang ditimbulkan mirip dengan ACE inhibitor.7
Langkah-langkah penanganan segera pasien gagal jantung akut. Untuk gagal jantung akut
kita tangani dulu edema parunya dengan beberapa langkah. Pertama, dudukkan pasien agak
tinggi. Kedua, berikan O2 aliran tinggi. Ketiga, berikan diamorfin (2,5-5 mg intravena).
Keempat, berikan golongan nitrat seperti ISDN (Isosorbid Dinitrate) pertama kali sublingual
kemudian isosorbid mononitrat 2-10 mg perjam intravena. Pemberian nitrat dianjurkan
dengan syarat tekanan darah sistol di atas 100 mmHg. Kelima, berikan loop diuretic seperti
furosemid 40-80 mg intravena pelan.
Terapi Non-medikamentosa
Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai dapat
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperingan gejala.
Hindari merokok karena rokok merupakan faktor resiko terbentuknya aterosklerosis yang
dapat menyumbat aliran darah dan menimbulkan sakit dada (angina pektoris). Selain itu
hindari konsumsi alkohol berlebihan karena alkohol dapat memperburuk hipertensi. Hindari
11
pula konsumsi junk food seperti makanan kalengan, perbanyak sayur serta buah-buahan
karena junk food yang notabenenya memiliki kadar LDL tinggi juga merupakan faktor resiko
terbentuknya aterosklerosis yang berujung pada gagal jantung.
K. Komplikasi
Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan
gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan
dialysis untuk pengobatan.8
Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup
jantung.8
Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak
tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkanhati
tidak dapat berfungsi dengan baik.8
Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang
normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan pembekuan darah,
yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke.8
L. Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Sekitar 45% pasien
GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan
pertama. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung
12
berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%. Tekanan darah sistolik yang rendah
(<120 mmHg) menunjukkan prognosis yang lebih buruk.
III. Kesimpulan
Gagal jantung akut merupakan suatu penyakit yang terjadi tiba-tiba dan banyak menyerang
orang-orang dari seluruh dunia. Gagal jantung akut dapat menyebabkan kematian apabila
tidak langsung ditangani sehingga disebut silent killer. Apabila tiba-tiba terjadi gagal jantung
akut, berikan morfin karena dapat langsung merangsang vasodilator. Walaupun bisa
menyerang tiba-tiba, namun alangkah baiknya jika kita mencegah dari dini seperti olahraga
teratur, cukup tidur, kurangi makanan berlemak, serta perbanyak konsumsi buah-buahan serta
sayur-sayuran.
IV. Daftar Pustaka
1. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing; 2010. h. 1583-6.
2. Gray H.H, Dawkins K.D, Morgan J.M,Simpson I.A. Cardiology. Blackwell Publishing:
Australia; 2008.h.151-5.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2006.h.1513-5.
4. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart
failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;
2005.p.449-67.
5. Ghanie A. Gagal jantung kronik. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke – V. Jilid II. Jakarta :
InternaPublishing ; 2010.h.1596-7.
6. Djojodibroto R D. Respirology. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 106-9,
119, 123-4.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. Hal. 299-315
8. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 16th Ed. New York: McGraw Hills; 2007.h. 1367-9.
13
14