makalah pleno d5 skenario 4

27
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST Alvin Anthonius 102011020 Dyah Ratnaningtyas 102012131 Siska 102013074 Theo Nalmiades Ambra 102013115 Katarina Dewi Sartika 102013157 Jorisca 102013306 Stefi Tauran 102013397 Gregorius William Liu 102013426 Thio Mellysa Seseando 102014265 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952 Pendahuluan Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila terjadi gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, aktivitas manusia juga akan ikut terganggu. Gejala yang ditimbulkan tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis. Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui yaitu nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan. Infark miokard akut 1

Upload: katarinads

Post on 05-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

blok kardiovaskular

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST

Alvin Anthonius 102011020

Dyah Ratnaningtyas 102012131

Siska 102013074

Theo Nalmiades Ambra 102013115

Katarina Dewi Sartika 102013157

Jorisca 102013306

Stefi Tauran 102013397

Gregorius William Liu 102013426

Thio Mellysa Seseando 102014265

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952

Pendahuluan

Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila

terjadi gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, aktivitas manusia juga akan ikut terganggu.

Gejala yang ditimbulkan tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis.

Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui yaitu nyeri dada di sebelah

kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan. Infark miokard akut adalah suatu keadaan

nekrosis yang irreversible dari otot jantung yang terjadi karena adanya iskemia yang

berlangsung lama akibat pembuluh darah koroner yang tersumbat total. Diperkirakan sekitar

1,5 juta kasus infark miokard akut terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Infark miokard

akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) adalah sindrom klinis

1

Page 2: Makalah Pleno D5 Skenario 4

yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran

EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard.

Anamnesis

Pada anamnesis penyakit STEMI, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada

orang yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti :

1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal;

2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan

pasien datang ke dokter seperti :

- Nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba

3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai

keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat :

Berapa lama pasien merasa nyeri dada kiri?

Kapan pasien merasa nyeri dada: apakah nyerinya berkurang saat istirahat atau

nyerinya bertambah saat aktivitas?

Bagaimana karakteristik nyeri dada yang muncul? Seperti ditekan/rasa

terbakar/ditindih benda berat/seperti ditusuk?

Apakah nyerinya menjalar? Jika ya, menjalar kemana?

Apakah ada sesak nafas? Jika ya, berapa lama sesaknya berlangsung, apakah

sesaknya berkurang saat beristirahat/bertambah saat beraktivitas?

Apakah pasien batuk? Jika ya, sejak kapan, adakah sputum, berapa banyak, dan apa

warnanya?

Apakah terdapat demam? Jika ya, sejak kapan?

Apakah ada rasa mual? Muntah?

Apakah ada rasa tidak enak pada jantung seperti jantung berdebar-debar?

4) Riwayat penyakit dahulu seperti apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan nyeri

dada kiri? Jika ya, kapan, bagaimana karakteristik nyerinya, berapa lama pasien

mengalami nyeri? Apakah ada riwayat hipertensi? Jika ya, sejak kapan?

5) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah di keluarga ada riwayat sakit jantung/diabetes?

6) Riwayat pribadi seperti adakah kebiasaan merokok? Jika ya, sejak kapan, berapa batang

sehari? Adakah kebiasaan mengkonsumsi alkohol? Jika ya, sejak kapan, berapa banyak

sehari? Apakah pasien rutin berolahraga? Jika ya, berapa kali dalam seminggu?

7) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan adakah orang sekitar yang merokok? Adakah

suasana yang memicu terjadinya stress?

2

Page 3: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Menilai keadaan umum pasien baik/buruk, yang perlu diperiksa :

Kesadaran pasien : Kompos mentis/Apatis/Delirium/Somnolen/Sopor/Stupor/Koma.1

Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan pasien

ketika datang yaitu pasien tampak sakit ringan/sedang/berat.1

Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi

pernapasan dan suhu tubuh.

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.1,2

1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan dari kepala, leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Inspeksi

pada kepala juga terkait dengan mata. Jadi kita melihat bagaimana keadaan konjungtiva

dan sklera pasien. Inspeksi pada rongga thorax dilakukan untuk :

Menjelaskan garis-garis imajiner pada thorax anterior sebelah kanan dan kiri

(midsternalis, sternalis, parasternalis, midclavikularis, axilaris anterior, axilaris media)

Menjelaskan bentuk thorax (pectus excavatum, pectus carinatum, pectus pectinatum,

soliosis chest, barrel chest), warna kulit, lesi kulit, sela iga mencembung/mencekung.

Memperhatikan dan menjelaskan letak ictus cordis (lokasi,tampak/tidak

tampak,ventricular heaving +/-)

2. Palpasi

Palpasi dilakukan pada bagian leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Palpasi dinding

dada dilakukan untuk :

Mencari dan meraba ictus cordis pada intercosta 4-5 linea midclavikularis sinistra

Melaporkan denyutan pada ictus cordis (lokasi, diameter, kuat angkat/tidak)

Palpasi dinding abdomen dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.

3. Perkusi

3

Page 4: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Menjelaskan perbedaan perkusi pekak, sonor, redup, dan timpani. (lakukan perkusi

pada pasien). Contohnya: perkusi pekak didapatkan pada massa organ seperti jantung

dan hati. Perkusi sonor pada paru maupun sela iga yang tidak terdapat massa organ.

Redup pada perbatasan organ paru dan hati. Sedangkan timpani pada daerah abdomen

Batas paru hati dan peranjakan hati

o Lakukan perkusi dari sela iga pertama pada linea midaklavikularis kanan

sampai didapatkan bunyi redup. Minta pasien untuk menarik napas, lanjutkan

perkusi sampai didapatkan bunyi pekak.

Batas kanan jantung

o Lakukan perkusi pada midclavikularis kanan sampai didapatkan bunyi redup.

Kemudian naikkan batas perkusi sebesar 2 jari/ 1 sela iga. Kemudian lakukan

perkusi ke arah medial sampai didapatkan bunyi redup/pekak.

Batas atas jantung

o Dari linea sternalis sinistra lakukan perkusi sampai bunyi pekak.

Batas pinggang jantung

o Dari linea parasternalis kiri lakukan perkusi sampai bunyi redup/pekak.

Batas kiri jantung

o Dari axilaris anterior kiri lakukan perkusi ke arah medial sampai didapatkan

pekak/redup. Lakukan hal yang sama pada sela iga 4 dan 5. Hasil laporan di

ambil yang paling lateral.

Batas bawah jantung

o Dari linea midclavikularis sinistra dilakukan perkusi sampai pada bunyi

timpani.

4. Auskultasi

Mendengarkan suara nafas pasien, bagaimana suara nafasnya dan apakah terdapat

suara nafas tambahan

Menjelaskan letak dan melakukan auskultasi pada katup mitral, katup trikuspidalis,

katup aorta dan katup pulmonal.

Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi jatung pada masing-masing katup. (normal:

M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, murni regular, tidak ada murmur ataupun Gallop)

Pemeriksaan Penunjang

4

Page 5: Makalah Pleno D5 Skenario 4

1. Pemeriksaan EKG3

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada

atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10

menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam

menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen

ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika

pemeriksaan awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan

terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau

pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi

perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan

harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis miokard infark gelombang

Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi

thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,

biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami

angina pectoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST

berkembang tanpa menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah

infark miokard transmural digunakan jika EKG hanya menunjukan gelombang Q atau

hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya

menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T.

2. Pemeriksaan laboratorium2

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific

troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai

petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada

keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan

gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada

pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan ada nekrosis

jantung (infark miokard) :

- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan

kardioversielektrik dapat meningkatkan CKMB.

5

Page 6: Makalah Pleno D5 Skenario 4

- cTn ada 2 jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain, yaitu:

- Mioglobin: dapat deteksi 12 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

- Kreatinin kinase atau CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

- LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard mencapai puncak 3-6

hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang

dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.

3. Pemeriksaan radiologis2,3

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah ekokardiografi. Pemeriksaan ini bermanfaat sekali

pada pasien dengan murmur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta

atau kardiomiopati hipertropik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemik bila

dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung.

Working Diagnosis

Diagnosis STEMI dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Seorang wanita 50 tahun datang diantar anaknya ke IGD

RS dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang muncul tiba-tiba 3 jam

yang lalu nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan

semakin memberat. Pasien sebelumnya juga pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak

terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja. Pasien tidak demam dan tidak batuk. Ayah pasien

meninggal saat usia 40 tahun karena serangan jantung. Pemeriksaan fisik yang didapatkan

adalah keadaan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran kompos mentis. Tanda-tanda

vital : tekanan darah 110/90mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi nafas 20x/menit,

suhu 36,3oC. Pemeriksaan mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan

thorax suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 murni reguler,

murmur (-), gallop (-). Pemeriksaan abdomen tidak ada nyeri tekan dan bising usus normal.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah EKG, hasilnya ada ST elevasi pada V1-V6.

6

Page 7: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Differential Diagnosis

1. Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)4

Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan

suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada

prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika

pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard

berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah

nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien

yang datang ke IGD.

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri

seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat

atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis

berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan

onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan

yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada

iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu,

mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga

terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa

deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada

Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru

sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan

peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya

depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya

memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,

karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada

pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan

dapat menetap sampai 2 minggu.

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan

penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan

terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan

7

Page 8: Makalah Pleno D5 Skenario 4

subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula.

Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya.

2. Unstable Angina Pectoris (UAP)4

Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang

bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih

lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

Nyeri dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada

yang khas.

Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu

tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi

segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak

spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain.

Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak

stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya

mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan

prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya

iskemi miokardium.

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan

CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB

kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna

untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal

dalam 48 jam.

3. Prinzmental Angina4

Sakit dada atau nyeri yang timbul pada waktu istirahat, seringkali pada pagi hari.

Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroner arterosklerotik. EKG menunjukan

elevasi segmen ST. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut, dapat terjadi

aritmia.

4. Perikarditis4

Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium

parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri,

tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke

idiopatik. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke

8

Page 9: Makalah Pleno D5 Skenario 4

bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada

perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas

dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa

berakibat fatal. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau

efusi perikard.

Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi

banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi

menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada

miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi

perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila

penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

5. Diseksi Aorta4

Diseksi aorta adalah kondisi medis yang ditandai dengan robeknya lapisan bagian

dalam dari aorta, arteri besar yang merupakan cabang langsung dari jantung. Aorta

adalah arteri utama di dalam tubuh yang membawa darah teroksigenasi dari jantung ke

seluruh tubuh. Darah keluar melalui robekan dan memisahkan bagian dalam aorta dari

dinding aorta. Hal ini biasanya terjadi pada tempat di mana tekanan darah pada aorta

tinggi, seperti aorta asendens dan aorta desendens. Aorta asendens adalah segmen

pertama dari aorta yang berasal dari jantung sedangkan aorta desendens adalah bagian

dari aorta bergerak ke bawah melalui dada dan perut. Kondisi ini umumnya berhubungan

dengan tekanan darah tinggi atau kondisi yang melemahkan dinding pembuluh darah.

Hal ini merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan perhatian

medis segera karena hal ini dapat menyebabkan pecahnya dinding pembuluh darah,

menyebabkan perdarahan organ dalam yang hebat dan kematian dalam hitungan menit.

6. Ruptur aneurisma aorta4

Ruptur aneurisma Aorta adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan munculnya

penonjolan atau pembengkakan pada aorta yang disebabkan oleh lemahnya dinding arteri

pada aorta. Aorta adalah pembuluh arteri utama pada tubuh yang membawa darah yang

mengandung oksigen dari jantung keseluruh tubuh. Kebanyakan aneurisma aorta tidak

menunjukkan adanya gejala dan baru diketahui ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan.

Hal ini dapat mengancam keselamatan jiwa apabila arteri pecah, karena dapat

menimbulkan rasa nyeri yang sangat parah dan pendarahan internal yang sangat hebat.

Tanpa perawatan yang tepat, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian dini. Ada

empat jenis aneurisma aorta yang berbeda berdasarkan tempat terjadinya: Aneurisma

9

Page 10: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Aorta Abdominalis, Aneurisma Aorta Torakalis, Aneurisma Falsiformis dan Aneurisma

Sakular. Aneurisma aorta abdominalis merupakan jenis aneurisma aorta yang paling

sering terjadi.

Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di

negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun

sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada

perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.5 PJK terus-menerus

menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya

berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih

rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin

bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini. Di Amerika Serikat, sekitar 650.000

pasien mengalami IMA pertama kali dan 450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren

setiap tahunnya. Mortalitas pun meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75

tahun jika dibandingkan dengan pasien usia muda.6

Etiologi

STEMI, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh oklusi akut arteri koroner akibat

thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan akibat rupturnya plak aterosklerotik pada

dinding koroner. Namun penyebab lain yang lebih jarang, yaitu karena vasospasme yang

lama, aliran darah ke jantung yang inadekuat (hipotensi), atau kebutuhan akan metabolisme

yang berlebihan. Penyebab yang jauh lebih jarang adalah oklusi emboli, vaskulitis, diseksi

pada aortic root atau arteri koronaria, hingga aortitis. Kokain juga merupakan penyebab

terjadinya infark, yang harus dipertimbangkan pada pasien yang masih muda tanpa adanya

faktor resiko.4,5

Faktor risiko

Faktor risiko STEMI antara lain adalah usia, gender, riwayat keluarga yang sakit

jantung, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, dislipidemia, obesitas, kurang

berolahraga, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.4-6

Patofisiologi

10

Page 11: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Infark miokard akut dengan elevasi ST umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak

memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi

jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini

dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan penumpukan lemak. Pada

sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotis mengalami fisur, ruptur atau

ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemuk memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus

mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.4 Penelitian histologis

menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang

tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari

fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons

terhadap terapi trombolitik.5

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang

larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah

molekul yang multivalent yang dapat mengikat dua trombosit yang berbeda secara simultan,

menghasilkan cross-linking pada trombosit dan agregrasi trombosit.6

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai

penyakit inflamasi sistemik.7

Gejala Klinis

Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi STEMI,

seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI dapat terjadi pada

waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama sirkadian dapat cukup

mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam setelah bangun tidur.4,6

11

Page 12: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri adalah

nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang berat, seperti

tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga sebagai rasa tertusuk

dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan karakteristik nyeri pada angina pectoris,

namun biasanya STEMI muncul pada saat istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup

lama. Biasanya nyeri melibatkan bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju

lengan. Tempat penjalaran lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang

bawah, dan leher. Lokasi tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan

epigastrium, dan pasien biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena

lebih dikira sebagai gangguan pencernaan. Selain nyeri, biasanya diikuti dengan adanya

kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan

meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri muncul

saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda dengan pada

angina pektoris.6-8

Sebagian besar, pasien tampak cemas dan tidak dapat beristirahat. Seringkali

ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan

banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior

mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis dan hampir setengahnya adalah

hiperaktivitas saraf parasimpatis. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3

Gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke

dua. Dapat ditemukan murmur midsistolik yang bersifat sementara karena disfungsi apartus

katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38o C dapat dijumpai

dalam minggu pertama pasca STEMI.9

Diagnosis

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi ST menurut European Society of

Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Definition of

Myocardial Infarction ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan

gambaran EKG adanya elevasi ST baru pada titik J ≥ 2mm pada pria atau ≥ 1,5mm pada

wanita, minimal pada 2 sadapan V2-V3 dan atau ≥ 1mm pada sadapan dada yang lain atau

sadapan ekstremitas. LBB baru atau diduga baru dipertimbangkan sebagai STEMI equivalent.

Adanya depresi ST pada banyak sadapan prekordial (V1-V4) mungkin menunjukkan

kerusakan posterior tranmural; depresi ST pada banyak sadapan dengan elevasi ST pada

sadapan aVR, ditemukan pada pasien dengan oklusi pada left main atau arteri descendens

12

Page 13: Makalah Pleno D5 Skenario 4

anterior kiri proksimal. Perubahan gelombang T hiperakut jarang dijumpai pada fase paling

awal STEMI, sebelum berkembang menjadi elevasi ST.10

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat

diagnosis namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil

pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana STEMI, prinsip utama penatalaksanaan

adalah lebih cepat dilakukan revaskularisasi lebih banyak pada otot jantung yang

diselamatkan (time is muscle).11

Penatalaksanaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,

penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian

antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi

IMA.4,10

Tatalaksana Awal 4

Tatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana pra rumah

sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI biasanya disebabkan adanya fibrilasi

ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala, dan

lebih dari separuh terjadi pada satu jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana

prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:5

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas serta staf medis dokter dan

perawat yang terlatih

4. Melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan

kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS

dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5

Tatalaksana Umum 4

13

Page 14: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada

semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.5

Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dalam interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG

menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan

suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner. Jika nyeri dada terus

berlangsung berikan NTG intravena, yang sekaligus dapat mengendai=likan hipertensi

dan edema paru.5

Mengurangi Nyeri Dada

Untuk mengurangi nyeri dada dapat menggunakan morfin, aspirin, penyekat beta. Morfin

biasanya sangat efektif, namun jika tidak berespon dengan morfin dapat diberikan

penyekat beta intravena. Sedangkan aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien

yang dicurigai STEMI. Aspirin diberikan secara oral.5

Terapi Reperfusi

Terapi reperfusi dini dapat memperpendek lamanya oklusi koroner, meminimalkan

derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI

berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Reperfusi

dapat dilakukan dengan PCI dan reperfusi farmakologis. PCI (Percutaneous Coronary

Intervention) adalah suatu intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau

stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam

mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark

miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dan dikaitkan dengan outcome

klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Namun demikian PCI lebih

mahal dalam hal personil dan fasilitas dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya

sarana hanya di beberapa RS. Reperfusi farmakologis juga dapat dilakukan dengan

menggunakan fibrinolisis seperti streptokinase, tissue plasminogen activator, reteplase,

dan tenekteplase.

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis dapat menggunakan obat-obat antitrombotik seperti terapi

antiplatelet dan aspirin

Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan dapat menggunakan penyekat beta, dan ACE inhibitor.

14

Page 15: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Komplikasi

Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada

segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling

ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan

yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca

infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang

nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.10

Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.10

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama

perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai

penyakit arteri koroner multivesel.10

Edema paru

Gagal jantung

Edukasi

Pasien diharapkan mampu untuk melakukan modifikasi gaya hidup antara lain yaitu

diet rendah garam, diet rendah kolesterol, diet rendah lemak, rajin berolahraga, menghindari

stress dan berhenti merokok.4

Prognosis

Prognosis STEMI bergantung kepada seberapa cepat ditanganinya STEMI yaitu

dengan pemberian terapi reperfusi, karena lamanya penanganan dapat menyebabkan

komplikasi lebih cepat terjadi, sehingga meningkatkan tingkat mortalitas pasien.4

Kesimpulan

Nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan dan leher, namun tidak menunjukkan

adanya perbaikan saat beristirahat dan nyeri bertahan lebih dari 30 menit merupakan gejala

15

Page 16: Makalah Pleno D5 Skenario 4

kardinal pasien infark miokard akut. Hal ini terjadi karena ruptur plak aterosklerosis pada

arteri koronaria yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan

menyebabkan infark pada otot jantung. Sumbatan aliran darah yang total akan menyebabkan

elevasi ST pada hasil pemeriksaan EKG. Penyakit ini biasa kita sebut dengan infark miokard

akut dengan ST elevasi.

16

Page 17: Makalah Pleno D5 Skenario 4

Daftar Pustaka

1. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10th ed. USA:

Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.

2. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The

McGrawHill Companies; 2013. p. 365.

3. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009. h. 78.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 1741-54.

5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.

6. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7 th ed. USA: Cengage

Learning, 2010. p. 303-27, 377-8.

7. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier

Saunders, 2006. p. 116.

8. Valentina L. Brashers. Aplikasi klinis patofisiologi. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2008, hal 35-42.

9. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran ECG; 2007, hal 409.

10. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s

principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill

Companies; 2012. p. 1817-8; 2021-4.

11. Robbins, Cortan, Mitchell RN. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 7. Jakarta:

EGC, 2008, hal 331.

17