makalah pleno d5 skenario 4
DESCRIPTION
blok kardiovaskularTRANSCRIPT
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST
Alvin Anthonius 102011020
Dyah Ratnaningtyas 102012131
Siska 102013074
Theo Nalmiades Ambra 102013115
Katarina Dewi Sartika 102013157
Jorisca 102013306
Stefi Tauran 102013397
Gregorius William Liu 102013426
Thio Mellysa Seseando 102014265
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
Pendahuluan
Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila
terjadi gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, aktivitas manusia juga akan ikut terganggu.
Gejala yang ditimbulkan tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis.
Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui yaitu nyeri dada di sebelah
kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan. Infark miokard akut adalah suatu keadaan
nekrosis yang irreversible dari otot jantung yang terjadi karena adanya iskemia yang
berlangsung lama akibat pembuluh darah koroner yang tersumbat total. Diperkirakan sekitar
1,5 juta kasus infark miokard akut terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Infark miokard
akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) adalah sindrom klinis
1
yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran
EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard.
Anamnesis
Pada anamnesis penyakit STEMI, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada
orang yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti :
1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal;
2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan
pasien datang ke dokter seperti :
- Nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba
3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat :
Berapa lama pasien merasa nyeri dada kiri?
Kapan pasien merasa nyeri dada: apakah nyerinya berkurang saat istirahat atau
nyerinya bertambah saat aktivitas?
Bagaimana karakteristik nyeri dada yang muncul? Seperti ditekan/rasa
terbakar/ditindih benda berat/seperti ditusuk?
Apakah nyerinya menjalar? Jika ya, menjalar kemana?
Apakah ada sesak nafas? Jika ya, berapa lama sesaknya berlangsung, apakah
sesaknya berkurang saat beristirahat/bertambah saat beraktivitas?
Apakah pasien batuk? Jika ya, sejak kapan, adakah sputum, berapa banyak, dan apa
warnanya?
Apakah terdapat demam? Jika ya, sejak kapan?
Apakah ada rasa mual? Muntah?
Apakah ada rasa tidak enak pada jantung seperti jantung berdebar-debar?
4) Riwayat penyakit dahulu seperti apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan nyeri
dada kiri? Jika ya, kapan, bagaimana karakteristik nyerinya, berapa lama pasien
mengalami nyeri? Apakah ada riwayat hipertensi? Jika ya, sejak kapan?
5) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah di keluarga ada riwayat sakit jantung/diabetes?
6) Riwayat pribadi seperti adakah kebiasaan merokok? Jika ya, sejak kapan, berapa batang
sehari? Adakah kebiasaan mengkonsumsi alkohol? Jika ya, sejak kapan, berapa banyak
sehari? Apakah pasien rutin berolahraga? Jika ya, berapa kali dalam seminggu?
7) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan adakah orang sekitar yang merokok? Adakah
suasana yang memicu terjadinya stress?
2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Menilai keadaan umum pasien baik/buruk, yang perlu diperiksa :
Kesadaran pasien : Kompos mentis/Apatis/Delirium/Somnolen/Sopor/Stupor/Koma.1
Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan pasien
ketika datang yaitu pasien tampak sakit ringan/sedang/berat.1
Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan dan suhu tubuh.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.1,2
1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dari kepala, leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Inspeksi
pada kepala juga terkait dengan mata. Jadi kita melihat bagaimana keadaan konjungtiva
dan sklera pasien. Inspeksi pada rongga thorax dilakukan untuk :
Menjelaskan garis-garis imajiner pada thorax anterior sebelah kanan dan kiri
(midsternalis, sternalis, parasternalis, midclavikularis, axilaris anterior, axilaris media)
Menjelaskan bentuk thorax (pectus excavatum, pectus carinatum, pectus pectinatum,
soliosis chest, barrel chest), warna kulit, lesi kulit, sela iga mencembung/mencekung.
Memperhatikan dan menjelaskan letak ictus cordis (lokasi,tampak/tidak
tampak,ventricular heaving +/-)
2. Palpasi
Palpasi dilakukan pada bagian leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Palpasi dinding
dada dilakukan untuk :
Mencari dan meraba ictus cordis pada intercosta 4-5 linea midclavikularis sinistra
Melaporkan denyutan pada ictus cordis (lokasi, diameter, kuat angkat/tidak)
Palpasi dinding abdomen dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.
3. Perkusi
3
Menjelaskan perbedaan perkusi pekak, sonor, redup, dan timpani. (lakukan perkusi
pada pasien). Contohnya: perkusi pekak didapatkan pada massa organ seperti jantung
dan hati. Perkusi sonor pada paru maupun sela iga yang tidak terdapat massa organ.
Redup pada perbatasan organ paru dan hati. Sedangkan timpani pada daerah abdomen
Batas paru hati dan peranjakan hati
o Lakukan perkusi dari sela iga pertama pada linea midaklavikularis kanan
sampai didapatkan bunyi redup. Minta pasien untuk menarik napas, lanjutkan
perkusi sampai didapatkan bunyi pekak.
Batas kanan jantung
o Lakukan perkusi pada midclavikularis kanan sampai didapatkan bunyi redup.
Kemudian naikkan batas perkusi sebesar 2 jari/ 1 sela iga. Kemudian lakukan
perkusi ke arah medial sampai didapatkan bunyi redup/pekak.
Batas atas jantung
o Dari linea sternalis sinistra lakukan perkusi sampai bunyi pekak.
Batas pinggang jantung
o Dari linea parasternalis kiri lakukan perkusi sampai bunyi redup/pekak.
Batas kiri jantung
o Dari axilaris anterior kiri lakukan perkusi ke arah medial sampai didapatkan
pekak/redup. Lakukan hal yang sama pada sela iga 4 dan 5. Hasil laporan di
ambil yang paling lateral.
Batas bawah jantung
o Dari linea midclavikularis sinistra dilakukan perkusi sampai pada bunyi
timpani.
4. Auskultasi
Mendengarkan suara nafas pasien, bagaimana suara nafasnya dan apakah terdapat
suara nafas tambahan
Menjelaskan letak dan melakukan auskultasi pada katup mitral, katup trikuspidalis,
katup aorta dan katup pulmonal.
Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi jatung pada masing-masing katup. (normal:
M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, murni regular, tidak ada murmur ataupun Gallop)
Pemeriksaan Penunjang
4
1. Pemeriksaan EKG3
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen
ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan
harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis miokard infark gelombang
Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami
angina pectoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah
infark miokard transmural digunakan jika EKG hanya menunjukan gelombang Q atau
hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T.
2. Pemeriksaan laboratorium2
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada
keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada
pemeriksaan biomarker.
Peningkatan enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan ada nekrosis
jantung (infark miokard) :
- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversielektrik dapat meningkatkan CKMB.
5
- cTn ada 2 jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain, yaitu:
- Mioglobin: dapat deteksi 12 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
- Kreatinin kinase atau CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard mencapai puncak 3-6
hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
3. Pemeriksaan radiologis2,3
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah ekokardiografi. Pemeriksaan ini bermanfaat sekali
pada pasien dengan murmur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta
atau kardiomiopati hipertropik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemik bila
dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung.
Working Diagnosis
Diagnosis STEMI dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Seorang wanita 50 tahun datang diantar anaknya ke IGD
RS dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang muncul tiba-tiba 3 jam
yang lalu nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan
semakin memberat. Pasien sebelumnya juga pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak
terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja. Pasien tidak demam dan tidak batuk. Ayah pasien
meninggal saat usia 40 tahun karena serangan jantung. Pemeriksaan fisik yang didapatkan
adalah keadaan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran kompos mentis. Tanda-tanda
vital : tekanan darah 110/90mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi nafas 20x/menit,
suhu 36,3oC. Pemeriksaan mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pemeriksaan
thorax suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 murni reguler,
murmur (-), gallop (-). Pemeriksaan abdomen tidak ada nyeri tekan dan bising usus normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah EKG, hasilnya ada ST elevasi pada V1-V6.
6
Differential Diagnosis
1. Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)4
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan
suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah
nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien
yang datang ke IGD.
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan
onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan
yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada
iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu,
mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa
deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada
Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan
peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada
pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan
dapat menetap sampai 2 minggu.
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan
terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan
7
subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula.
Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya.
2. Unstable Angina Pectoris (UAP)4
Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada
yang khas.
Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu
tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi
segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak
spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain.
Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan
prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya
iskemi miokardium.
Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan
CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB
kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna
untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal
dalam 48 jam.
3. Prinzmental Angina4
Sakit dada atau nyeri yang timbul pada waktu istirahat, seringkali pada pagi hari.
Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroner arterosklerotik. EKG menunjukan
elevasi segmen ST. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut, dapat terjadi
aritmia.
4. Perikarditis4
Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium
parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri,
tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke
idiopatik. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke
8
bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada
perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas
dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa
berakibat fatal. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau
efusi perikard.
Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi
banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi
menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada
miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi
perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila
penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).
5. Diseksi Aorta4
Diseksi aorta adalah kondisi medis yang ditandai dengan robeknya lapisan bagian
dalam dari aorta, arteri besar yang merupakan cabang langsung dari jantung. Aorta
adalah arteri utama di dalam tubuh yang membawa darah teroksigenasi dari jantung ke
seluruh tubuh. Darah keluar melalui robekan dan memisahkan bagian dalam aorta dari
dinding aorta. Hal ini biasanya terjadi pada tempat di mana tekanan darah pada aorta
tinggi, seperti aorta asendens dan aorta desendens. Aorta asendens adalah segmen
pertama dari aorta yang berasal dari jantung sedangkan aorta desendens adalah bagian
dari aorta bergerak ke bawah melalui dada dan perut. Kondisi ini umumnya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi atau kondisi yang melemahkan dinding pembuluh darah.
Hal ini merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan perhatian
medis segera karena hal ini dapat menyebabkan pecahnya dinding pembuluh darah,
menyebabkan perdarahan organ dalam yang hebat dan kematian dalam hitungan menit.
6. Ruptur aneurisma aorta4
Ruptur aneurisma Aorta adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan munculnya
penonjolan atau pembengkakan pada aorta yang disebabkan oleh lemahnya dinding arteri
pada aorta. Aorta adalah pembuluh arteri utama pada tubuh yang membawa darah yang
mengandung oksigen dari jantung keseluruh tubuh. Kebanyakan aneurisma aorta tidak
menunjukkan adanya gejala dan baru diketahui ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan.
Hal ini dapat mengancam keselamatan jiwa apabila arteri pecah, karena dapat
menimbulkan rasa nyeri yang sangat parah dan pendarahan internal yang sangat hebat.
Tanpa perawatan yang tepat, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian dini. Ada
empat jenis aneurisma aorta yang berbeda berdasarkan tempat terjadinya: Aneurisma
9
Aorta Abdominalis, Aneurisma Aorta Torakalis, Aneurisma Falsiformis dan Aneurisma
Sakular. Aneurisma aorta abdominalis merupakan jenis aneurisma aorta yang paling
sering terjadi.
Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.5 PJK terus-menerus
menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya
berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih
rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin
bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini. Di Amerika Serikat, sekitar 650.000
pasien mengalami IMA pertama kali dan 450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren
setiap tahunnya. Mortalitas pun meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75
tahun jika dibandingkan dengan pasien usia muda.6
Etiologi
STEMI, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh oklusi akut arteri koroner akibat
thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan akibat rupturnya plak aterosklerotik pada
dinding koroner. Namun penyebab lain yang lebih jarang, yaitu karena vasospasme yang
lama, aliran darah ke jantung yang inadekuat (hipotensi), atau kebutuhan akan metabolisme
yang berlebihan. Penyebab yang jauh lebih jarang adalah oklusi emboli, vaskulitis, diseksi
pada aortic root atau arteri koronaria, hingga aortitis. Kokain juga merupakan penyebab
terjadinya infark, yang harus dipertimbangkan pada pasien yang masih muda tanpa adanya
faktor resiko.4,5
Faktor risiko
Faktor risiko STEMI antara lain adalah usia, gender, riwayat keluarga yang sakit
jantung, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, dislipidemia, obesitas, kurang
berolahraga, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.4-6
Patofisiologi
10
Infark miokard akut dengan elevasi ST umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi
jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan penumpukan lemak. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotis mengalami fisur, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemuk memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.4 Penelitian histologis
menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang
tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons
terhadap terapi trombolitik.5
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul yang multivalent yang dapat mengikat dua trombosit yang berbeda secara simultan,
menghasilkan cross-linking pada trombosit dan agregrasi trombosit.6
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.7
Gejala Klinis
Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi STEMI,
seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI dapat terjadi pada
waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama sirkadian dapat cukup
mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam setelah bangun tidur.4,6
11
Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri adalah
nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang berat, seperti
tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga sebagai rasa tertusuk
dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan karakteristik nyeri pada angina pectoris,
namun biasanya STEMI muncul pada saat istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup
lama. Biasanya nyeri melibatkan bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju
lengan. Tempat penjalaran lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang
bawah, dan leher. Lokasi tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan
epigastrium, dan pasien biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena
lebih dikira sebagai gangguan pencernaan. Selain nyeri, biasanya diikuti dengan adanya
kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan
meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri muncul
saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda dengan pada
angina pektoris.6-8
Sebagian besar, pasien tampak cemas dan tidak dapat beristirahat. Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis dan hampir setengahnya adalah
hiperaktivitas saraf parasimpatis. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3
Gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke
dua. Dapat ditemukan murmur midsistolik yang bersifat sementara karena disfungsi apartus
katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38o C dapat dijumpai
dalam minggu pertama pasca STEMI.9
Diagnosis
Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi ST menurut European Society of
Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Definition of
Myocardial Infarction ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST baru pada titik J ≥ 2mm pada pria atau ≥ 1,5mm pada
wanita, minimal pada 2 sadapan V2-V3 dan atau ≥ 1mm pada sadapan dada yang lain atau
sadapan ekstremitas. LBB baru atau diduga baru dipertimbangkan sebagai STEMI equivalent.
Adanya depresi ST pada banyak sadapan prekordial (V1-V4) mungkin menunjukkan
kerusakan posterior tranmural; depresi ST pada banyak sadapan dengan elevasi ST pada
sadapan aVR, ditemukan pada pasien dengan oklusi pada left main atau arteri descendens
12
anterior kiri proksimal. Perubahan gelombang T hiperakut jarang dijumpai pada fase paling
awal STEMI, sebelum berkembang menjadi elevasi ST.10
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat
diagnosis namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil
pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana STEMI, prinsip utama penatalaksanaan
adalah lebih cepat dilakukan revaskularisasi lebih banyak pada otot jantung yang
diselamatkan (time is muscle).11
Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi
IMA.4,10
Tatalaksana Awal 4
Tatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana pra rumah
sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI biasanya disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala, dan
lebih dari separuh terjadi pada satu jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:5
1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas serta staf medis dokter dan
perawat yang terlatih
4. Melakukan terapi reperfusi
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS
dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5
Tatalaksana Umum 4
13
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.5
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dalam interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner. Jika nyeri dada terus
berlangsung berikan NTG intravena, yang sekaligus dapat mengendai=likan hipertensi
dan edema paru.5
Mengurangi Nyeri Dada
Untuk mengurangi nyeri dada dapat menggunakan morfin, aspirin, penyekat beta. Morfin
biasanya sangat efektif, namun jika tidak berespon dengan morfin dapat diberikan
penyekat beta intravena. Sedangkan aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien
yang dicurigai STEMI. Aspirin diberikan secara oral.5
Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi dini dapat memperpendek lamanya oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Reperfusi
dapat dilakukan dengan PCI dan reperfusi farmakologis. PCI (Percutaneous Coronary
Intervention) adalah suatu intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau
stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark
miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Namun demikian PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya
sarana hanya di beberapa RS. Reperfusi farmakologis juga dapat dilakukan dengan
menggunakan fibrinolisis seperti streptokinase, tissue plasminogen activator, reteplase,
dan tenekteplase.
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dapat menggunakan obat-obat antitrombotik seperti terapi
antiplatelet dan aspirin
Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan dapat menggunakan penyekat beta, dan ACE inhibitor.
14
Komplikasi
Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.10
Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.10
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.10
Edema paru
Gagal jantung
Edukasi
Pasien diharapkan mampu untuk melakukan modifikasi gaya hidup antara lain yaitu
diet rendah garam, diet rendah kolesterol, diet rendah lemak, rajin berolahraga, menghindari
stress dan berhenti merokok.4
Prognosis
Prognosis STEMI bergantung kepada seberapa cepat ditanganinya STEMI yaitu
dengan pemberian terapi reperfusi, karena lamanya penanganan dapat menyebabkan
komplikasi lebih cepat terjadi, sehingga meningkatkan tingkat mortalitas pasien.4
Kesimpulan
Nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan dan leher, namun tidak menunjukkan
adanya perbaikan saat beristirahat dan nyeri bertahan lebih dari 30 menit merupakan gejala
15
kardinal pasien infark miokard akut. Hal ini terjadi karena ruptur plak aterosklerosis pada
arteri koronaria yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan
menyebabkan infark pada otot jantung. Sumbatan aliran darah yang total akan menyebabkan
elevasi ST pada hasil pemeriksaan EKG. Penyakit ini biasa kita sebut dengan infark miokard
akut dengan ST elevasi.
16
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10th ed. USA:
Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.
2. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The
McGrawHill Companies; 2013. p. 365.
3. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. h. 78.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 1741-54.
5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.
6. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7 th ed. USA: Cengage
Learning, 2010. p. 303-27, 377-8.
7. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier
Saunders, 2006. p. 116.
8. Valentina L. Brashers. Aplikasi klinis patofisiologi. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008, hal 35-42.
9. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2007, hal 409.
10. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s
principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill
Companies; 2012. p. 1817-8; 2021-4.
11. Robbins, Cortan, Mitchell RN. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 7. Jakarta:
EGC, 2008, hal 331.
17