makalah limnologi (gagal)
DESCRIPTION
vcvcTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan keshadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan ridho-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah limnologi yang
membahas tentang sifat fisika dan kimia air yang berjudul “Oksigen Terlarut (DO)
dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Pencemaran
Air Danau dan Waduk”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
limnologi di program studi perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran.
Ucapan terima kasih saya tunjukkan kepada semua pihak yang secara
langsung atau tidak langsung mendukung tersusunnya makalah ini, terutama
untuk sumber-sumber referensi yang sangat membantu saya dalam menyusun
makalah ini.
Untuk kesempurnaan makalah ini saya menerima kritik dan saran yang
konstruktif dari dosen mata kuliah limnologi atau pun dari rekan-rekan
mahasiswa. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan dapat
digunakan untuk kepentingan bersama.
Jatinangor, Maret 2011
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …................................................................................................ 1
Daftar Isi …........................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN …................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang …..…........................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah …............................................................................ 3
BAB 2 ISI ….......................................................................................................... 4
2.1 Danau/Situ …........................................................................................ 4
2.1.1 Penelitian Kualitas Air Danau …................................................. 4
2.2 Waduk dan Embung …......................................................................... 6
2.2.1 Pelitian Kualitas Air Waduk ….................................................... 7
2.3 Pencemaran Air ……………………………………………………… 9
2.3.1 Bahan Pencemar Air ( Polutan) …………………..................... 10
2.4 Analisis Oksigen Terlarut (DO) …...................................................... 11
2.4.1 Metoda Titrasi dengan Cara WINKLER …............................... 12
2.4.2 Metoda Elektrokimia …............................................................. 13
2.5 Analisis Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) ..................................... 14
2.5.1 Prinsip Analisis BOD ………………………………………… 15
2.5.2 Ganguan-gangguan Pada Analisis BOD ……………………... 16
BAB 3 PENUTUP ….......................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan ….................................................................................... 18
Dafatar Pustaka …............................................................................................. 19
2
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas air merupakan syarat untuk kualitas kesehatan manusia, karena
tingkat kualitas air dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan
masyarakat. Kebutuhan akan air bersih meningkat sesuai dengan pertambahan
penduduk. Dibeberapa tempat dapat terjadi kasus – kasus air yang terkontaminasi
bakteri (Situmorang, 2007).
Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh air buangan industri
dan limbah penduduk terhadap organisme perairan, terutama pengaruhnya
terhadap ikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan
kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian
karena kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak
dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (JONES, 1964).
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan
dengan mengamati beberapa parameter kimia, sepeti oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen = DO) dan kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand =
BOD). Tulisan dalam makalah ini lebih difokuskan pada dua parameter dimaksud.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan suatu perairan tercemar dan bahan apa saja yang
dapat menimbulkan pencemaran di perairan ?
2. Apa manfaaat Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi
sebagai indikator dalam menganalisis suatu perairan yang tercemar ?
3. Bagaimana cara menganalisis perairan yang tercemar dengan indikator
Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi ?
3
BAB 2ISI
2.1 Danau/Situ
Di Indonesia terdapat kurang lebih danau kategori besar > 50 ha sebanyak
500 buah. Danau tersebut tersebar merata di setiap pulau besar (Sumatra, Jawa,
Kalimantan Sulawesi, Papua) kecuali Pulau Bali. Sebaliknya waduk besar
sebagian besar berlokasi di P.Jawa. Selain kategori danau besar terdapat juga
danau kecil yang jumlahnya ribuan dan waduk kecil yang disebut embung. Danau
kecil sering dikenal sebagai situ berukuran besar. Di Provinsi Jawa Barat terdapat
354 buah situ, di Provinsi Jawa Timur 438 buah situ.
Danau yang terbesar adalah Danau Toba yang terletak 905 meter dpl,
panjang 275 km, lebar 150 km dengan luas 1.130 km2, dan kedalaman maksimum
529 m di bagian utara dan 429 m di bagian selatan. Danau Toba merupakan danau
terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera yang
terbesar di dunia. Danau yang terdalam di Indonesia adalah danau Montana di
Sulawesi Tengah dengan kedalaman maksimum 590 m dan merupakan danau
terdalam ketujuh di dunia (Bemmelen 1949 dalam Lehmusloto et.al, 1995).
Pada umumnya kedalaman danau bervariasi antara 50 – 200 m, akan tetapi
banyak juga yang mempunyai kedalaman lebih rendah dari 50 m. Sampai saat ini
sebagaian besar dari danau belum diketahui volumenya dengan pasti, demikian
juga halnya presipitasi, evaporasinya serta debit inflow dan outflow-nya. Dengan
demikian waktu tinggal air danau tidak diketahui sehingga daya tampung beban
pencemaran tidak diketahui dan sekaligus pemanfaatan bagi berbagai keperluan
sulit untuk diprogramkan.
2.1.1 Penelitian Kualitas Air Danau
Periode tahun 1928 -1993
Penelitian kualitas air danau di Indonesia sesungguhnya sudah dilakukan
sejak tahun 1928 yang dikenal dengan Sunda Expedition. Pada penelitian tersebut
studi yang dilakukan baru pada taraf penelitian sifat fisika, kimia, dan biologi.
Sesudah tahun tersebut penelitian danau dilakukan sporadis artinya hanya satu
4
atau dua danau saja yang diteliti dan dilakukan oleh beberapa instansi termasuk
Puslitbang Sumber Daya Air, yang dahulu dikenal dengan Direktorat Penelitian
Masalah Air, yang diwakili oleh seksi Hidrokimia, kemudian pada tahun 1985
berubah menjadi Balai Lingkungan Keairan. Danau yang diteliti pada waktu itu
antara lain Danau Batur, Bratan, Buyan, Tamblingan di Bali (1980), Danau
Maninjau, Singkarak, Diatas, Dibawah di Sumatra Barat (1983 – 1984).
Periode 1993 – 2000
Penelitian danau diseluruh Indonesia baru dilaksanakan kembali pada
tahun 1992-1994 dengan kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dengan
Republik Filandia. Pemerintah Indonesia diwakili oleh Pusat Litbang Sumber
Daya Air. Jumlah danau alamiah yang diteliti ada sebanyak 19 buah yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke seperti pada Gambar - 1. Fokus penelitian masih
terfokus pada karakteristik fisika, kimia, biologi, belum meneliti tentang beban
pencemaran, dan daya dukung danau dan waduk.
5
Gambar 1. Tingkat Kesuburan Danau dan Waduk di Indonesia
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa beberapa danau mengalami
masalah antara lain terjadi sedimentasi, (berkurangnya kedalaman), berkurangnya
volume, berkurangnya luas, terjadinya pencemaran organik, berkurangnya
populasi ikan bahkan beberapa jenis ikan endemik hampir hilang.
1. Danau yang mengalami sedimentasi yang berat antara lain Danau
Tondano, Tempe, Limboto di Sulawesi, Danau Jampang, Semayang,
Melintang di Kalimantan. Danau Rawapening di Jawa Tengah dan danau
lainnya mengalami sedimentasi ringan.
2. Danau yang mengalami pengurangan luas antara lain Danau Limboto,
Rawapening, Cidanau di Banten.
3. Danau yang ditumbuhi oleh eceng gondok sehingga menutupi luas danau
lebih dari 10% antara lain danau Rawa Pening, Kerinci di Jambi.
4. Danau yang mengalami penurunan muka air yang nyata, yang disebabkan
airnya digunakan untuk membangkitkan listrik antara lain danau Toba,
Maninjau, dan Singkarak.
5. Danau yang mengalami pencemaran oleh bahan nutrien (nitrogen, posfat)
yang berasal dari limbah penduduk, pertanian, akitifitas perikanan dengan
Keramba Jaring Apung (KJA) antara lain Danau Maninjau, Tondano, dan
Toba.
6. Danau yang mengalami berkurangnya populasi ikan dan hampir punah
ikan yang bersifat endemik adalah ikan bilik di Danau Singkarak, ikan
Depik di Danau laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah.
2.2 Waduk dan Embung
Waduk sering juga disebut danau buatan yang besar. Menurut Komisi Dam
Dunia Bendungan/Waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m.
Sedangkan embung merupakan waduk kecil dan tinggi bendungannya kurang 15
m. Embung banyak dibangun di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Pembangunan waduk besar di Indonesia sampai tahun 1995 kurang lebih
6
100 buah. Dan sebagian besar 80% berlokasi di P.Jawa. Sejak terjadi krisis
moneter pada tahun 1998, pembangunan waduk besar di Indonesia belum
dilakukan lagi kecuali perencanaan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang
Provinsi Jawa Barat.
Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami. Pada waduk
komponen tata airnya umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga
volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/out flow waktu tinggal air
diketahui dengan pasti.
Pembangunan waduk/embung diperuntukkan berbagai keperluan antara
lain pembangkit listrik, irigasi, pengendalian banjir, sumber baku air minum, air
industri, penggelontoran, air perikanan, tempat parawista. Jumlah tenaga listrik
yang dihasilkan dari tenaga air yang berasal dari air waduk ada sebanyak 3,4%
dari total dari kebtuhan nasional.
2.2.1 Penelitian Kualitas Air Waduk
Periode 1970-1980
Penelitian kualitas air waduk yang dilakukan Puslitbang Sumber Daya Air
sudah dilakukan sejak tahun 1970-an. Jumlah waduk yang diteliti tidak banyak
mengingat waduk yang sudah selesai dibangun pada periode tersebut juga tidak
banyak. Waduk yang sudah terbangun pada priode tersebut adalah Waduk Darma,
Jatiluhur di Jawa Barat, dan Waduk Karangkates di Jawa Timur (1972). Penelitian
kualitas air waduk dilakukan terhadap waduk yang baru beroperasi digenangi dan
waduk yang sudah lama beroperasi.
Berdasarkan hasil penelitian pada periode tersebut kondisi kualitas air
waduk masih bagus baik pada lapisan epilimnion dan hypolimnion.atau dengan
kata lain masih tercemar ringan. Hal ini kita dapat mengerti oleh karena
penduduk, industri, perambahan hutan belum banyak sehingga limbahnya masih
dapat dibersihkan oleh sungai atau waduk itu sendiri (self purification).
Periode 1980 – 1995
Penelitian kualitas air waduk awal tahun 80-an dilakukan oleh Puslitbang
7
Sumber Daya Air dan hasilnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan tahun
periode 70-an. Akan tetapi penelitian kualitas air waduk yang dilakukan pada 90-
an bersama Pemerintah Filandia hasilnya mengalami perubahan dibandingkan
dengan hasil tahun 80-an.
Hasil penelitian kualitas air waduk 90-an menunjukkan bahwa kualitas
airnya sudah banyak menurun. Penurunan kualitas air waduk tersebut disebabkan
oleh pencemaran organik terutama senyawa nitrogen dan posfat yang berasal dari
air limbah industri, penduduk, pertanian dan aktifitas perikanan KJA. Tingkat
pencemaran waduk yang diakibatkan senyawa nitrogen, posfat, dan zat organik
dapat dibagi 3 kategori yaitu: pencemaran amat sangat berat (hypertrophic =
penyuburan amat sangat berat), pencemaran berat (eutrophic = penyuburan berat),
dan pencemaran sedang (oligotrophic = penyuburan sedang), dan mesotrophic
(belum tercemar). Waduk yang masuk tingkat eutrophic adalah Waduk Saguling,
Cirata, Karangkates, dan Sengguruh. Kategori oligotrofik adalah Waduk Lahor,
Jatiluhur, Muara Nusa Dua, Mrica, Kedungombo, dan yang termasuk mesotrophic
adalah Waduk Palasari, Wlingi, Malahayu, dan lain-lain.
Periode 1996 – 2010
Pada periode tersebut penelitian kualitas air waduk baru dimulai pada
tahun 2004. Pada tahun 2004-2005 penelitian baru dilakukan pada waduk di P.
Jawa sebanyak 10 waduk terutama waduk yang mengalami pencemaran yang
amat sangat berat dan berat. Dari penelitian terlihat bahwa pencemaran waduk
makin berat dibandingkan dengan sebelumnya. Sebagai contoh Waduk Saguling,
kadar oksigen pada lapisan hypolimnion-nya sangat rendah yaitu < 3 mg/L.
Padahal secara umum kadar oksigen pada lapisan tersebut mendekati kadar
oksigen pada lapisan epilimnion (lapisan dengan sinar matahari dapat tembus
sampai kedalaman tsb.). Selain itu kualitas airnya telah tidak memenuhi baku
mutu untuk keperluan sebagai sumber air baku, air perikanan, air industri, air
irigasi. Contoh waduk lain yang mengalami pencemaran berat adalah waduk
Karangkates sehingga sering terjadi algal bloom. Dampak algal bloom tersebut air
waduk Karangkates mulai berwarna hijau pekat kemudian berubah menjadi
8
coklat, ikan mati, timbul bau busuk, Mesin-mesin PLTA makin cepat terkorosi.
Pencemaran di Waduk Karangkates yang menyebabkan terjadi algal bloom adalah
limbah penduduk, peternakan, pertanian. Dampak yang paling serius dari algal
bloom pada waduk adalah adanya produksi toksin oleh ganggang Microcystis
yang disebut Mycrocystein yang dapat menyerang syaraf dan mengakibatkan
kematian.
Selain pencemaran kimia, juga terjadi pencemaran fisik, yaitu sedimentasi
yang berat kepada waduk. Waduk yang sedimentasinya tinggi disebabkan oleh
tingkat erosi yang tinggi di DAS-nya. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
perambahan hutan, sistem pertanian yang kurang memperhatikan prinsip – prinsip
konservasi air dan tanah. Selain faktor tersebut diatas juga disebabkan oleh
perubahan tataguna lahan dan tekanan kemiskinan penduduk serta kepadatan
penduduk. Sebagai contoh akibat kemiskinan dan perambahan hutan adalah di
hulu Kali Brantas yaitu pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, hutan di hulu
Kali Brantas hampir 70% habis dijarah oleh penduduk.
Waduk yang mengalami tingkat sedimentasi yang tinggi adalah Sengguruh
dan Karangkates di DAS Kalibrantas Hulu, Waduk Wonogiri di DAS Bengawan
Solo, Waduk Mrica di DAS Serayu, Waduk Saguling dan Cirata di DPS Citarum
Tengah, Waduk Bili-bili di Sulawesi Selatan serta lainnya.
2.3 Pencemaran Air
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga perempat dari bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun
dapat bertahan hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga
diperlukan untuk kepentingan memasak, mencuci, mandi dan membersihkan
kotoran. (Chandra, 2006)
Pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
atau komponen lain oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun
ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap kesehatan bagi makhluk
hidup. (Pramudya sunu, 2001)
9
Pencemaran air dapat berupa gas, bahan – bahan terlarut, dan partikulat.
Pencemaran memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui tanah,
limpahan pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri,
dan lain – lain. (Effendi, 2003)
2.3.1 Bahan Pencemar Air ( Polutan)
Polutan air merupakan komponen yang mengakibatkan polusi atau
pencemaran didalam air. Ciri – ciri air yang mengalami pencemaran sangat
bervariasi, tergantung dari jenis air dan polutannya. Polusi air dapat disebabkan
oleh sumber dan jenis polutan yang sangat bervariasi. (Pramudya Sunu, 2001)
Bahan pencemar adalah bahan – bahan yang berisfat asing bagi alam atau
bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem
sehingga menggangu peruntukan ekosistem tersebut.
Berdasarkan cara masuknya kedalam lingkungan, polutan dikelompokkan
menjadi :
1. Polutan alamiah
Yaitu polutan yang memasuki suatu lingkungan secara alami, misalnya
akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, atau fenomena alam lainnya.
2. Polutan antropogenik
Yaitu polutan yang masuk kebadan air akibat aktivitas manusia, misalnya
kegiatan domestik, kegiatan perkotaan, maupun kegiatan industri.
Berdasarkan sifat toksik nya polutan atau bahan pencrmar juga di bagi
menjadi dua yaitu :
1. Polutan Tak Toksik
Polutan/pemcemar tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara
alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang
berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui
perubahan proses fisika - kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri dari bahan -
bahan tersuspensi dan nutrient.
2. Polutan Toksik
Polutan toksik dapat menyebabkan kematian (lethal) maupum bukan
10
kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan
karakteristik morfoligi berbagai bentuk organisme akuatik. Polutan toksik ini
biasanya berupa bahan – bahan yang bukan alami, misalnya pestisida, detergen,
dan bahan artifisil lainnya.
Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima, sebagai
berikut :
a) Logam (metals), meliputi : timbale (lead), nikel, kadmium, seng, dan
merkuri. Logam berat diartikan sebagai logan dengan nomor atom 20,
tidak termasuk logam alkali, alkali tanah, lantanida dan aktinida.
b) Senyawa organik, meliputi pestisida, organoklorin, herbisida, PCB,
hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan rantai lurus, hidrokarbon
petroleum, aromatic polinuklir, dibenzodioksin berklor, organometalik,
fenol dan formaldehid,. Senyawa ini berasal dari kegiatan industri,
pertanian dan domestik.
c) Gas, misalnya klorin dan ammonia
d) Anion, misalnya sianida, flourida, sulfide dan sulfat.
e) Asam dan alkali (Effendi, 2003)
2.4 Analisis Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen Terlarut (OT) merupakan parameter mutu air yang penting karena
nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkat
pengolahan air limbah. Oksigen terlarut ini akan menentukan kesesuaian suatu
jenis air sehingga sebagai sumber kehidupan biota (Pramudya Sunu, 2001).
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dalam
jumlahnya tidak tetap tergantung pada jumlah tanamannya, dan dari atmosfer
yang masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut
yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan – ikan atau binatang air lainnya
yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut
yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat, karena
mengikat hydrogen yang melapisi permukaan logam (Srikandi Fardiaz, 1992).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen
11
merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen terlarut
diperairan alami bervariasi, tergantug pada suhu, semakin besar suhu dan
ketinggian serta semakin keci tekanan atmosfer kadar oksigen terlarut semakin
kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut , tekanan atmofer semakin
rendah.
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman,
tergantug kepada pencemaran dan pergerakan massa air, aktivitas foto sintesis,
respirasi air limbah yang masuk kedalam badan air (Effendi, 2003).
Adapun konsentrasi oksigen terlarut dapat diukur dengan Winkler DO test,
cara pengukuran ini berdasarkan atas reaksi kimia yaitu :
1. Ion magnesium ditambahkan pada sampel dan mengikat oksigen dan
terjadi endapan MnO2.
2. Kemudian iodide ditambahkan dan bereaksi dengan magnesium oksida
membentuk iodide.
3. Konsentrasi iodide diukur melelui titrasi dengan sodium thiosulfat (Totok
Sutrisno, 2004).
2.4.1 Metoda Titrasi dengan Cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan
untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan
MnCl2 den Na0H – KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan
menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali
dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
12
2.4.2 Metode Elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara
langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip
kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda
yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan,
elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable
terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
Katoda :
Anoda :
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada
katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap
konsentrasi oksigen terlarut.
Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda
WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal
yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir
titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar
kaliumbikromat yang tepat.
Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi
tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih
akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus
diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter.
Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi
alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di
lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat
13
penentuannya hanya bersifat kisaran.
2.5 Analisis Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB) atau Biological Oxygen Demand
(BOD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada
waktu melakukn prosese dekomposisi bahan organik yang ada diperairan.
Pengukuran konsentrasi oksigen yang digunakan untuk dekomposisi lebih penting
daripada pengukuran oksigen terlarut (Totok Sutrisno, 2004).
Nilai KOB tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan – bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang
ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti
kandungan bahan – bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel,
dan oksidasi sel. Reaksi - reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Oksidasi Bahan Organik
(CH2O)n + nO2 → nCO2 + nH2O + panas
2. Sintesis Sel
(CH2O) + NH3 + O2 → komponen sel + CO2 + H2O + panas
3. Oksidasi Sel
Komponen sen + O2 → CO2 + H2O + NH3 + panas
Komponen organik yang mengandung nitrogen dapat pula dioksidasi
menjadi Nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung sulfur dapat
dioksidasi menjadi sulfat. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan
mengoksidasi air pada suhu 20° C selam 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan
jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diktahui dengan menghitung selisih
konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5
hari pada suhu 20° C ini hanya menghitung sebanyak 68 % bahan organik yang
teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standart uji
karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan
14
waktu yang lama, yaitu 20 hari, sehingga dianggap tidak efisien.
Uji BOD memiliki beberpa kelemahan, diantaranya sebagai berikut :
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan -
bahan anorganik atau bahan – bahan tereduksi lainnya yang disebut juga
“intermediate oxygen demand”
2. Uji BOD memerlukan waktu yang lama yaitu minimal lima hari.
3. Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum bisa menunjukkan
nilai total BOD melainkan hanya kira – kira 68 persen dari total BOD.
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat dalam air tersebut,
misalnya adanya klorin yang dapat menghambat pertumbukan
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik,
sehingga hasil uji BOD mejadi kurang teliti (Srikandi Fardiaz, 1992).
BOD juga suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global
proses- proses mikrobiologis yang benar – benar terjadi didalam air. Penguraian
limbah organik melalui proses oksidasi oleh organisme di dalam air lingkungan
adalah merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan
mengandung oksigen yang cukup.
Angka kebutuhan oksigen adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian
zat – zat yang tersuspensi dalam air (Pramudya Sunu, 2001).
2.5.1 Prinsip Analisis BOD
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan
oksigen didalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerobik.Sebagian hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amioniak.
Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira – kira 2 hari dimana 50 % reaksi
telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka analisa
BOD dapat dipergunakan menaksir beban pencemaran zat organik. Tentu saja,
15
reaksi tersebut juga berlangsung pada badan air sungai, air danau maupun di
instalasi pengolahan air buangan yang menerima air buangan yang mengandung
zat organik tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai simulasi (berbuat
seolah – olah terjadi) suatu proses biologis secara alamiah.
Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada temperature inkubasi 20oc
dan dilakukan selama 5 hari, hingga mempunyai istilah yang lengkap BOD205
(angka 20 menunjukkan temperatur inkubasi dan 5 menunjukkan lama waktu
inkubasi), namun di beberpa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2 hari atau
20 hari.
Demikian, jumlah zat organik yang ada didalam air diukur melalui jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi zat tersebut. Karena
reaksi BOD dilakukan didalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang
telah dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen didalam larutan pada t = 0
(biasanya baru ditambah oksigen dengan aerasi, hingga = 9 mg O2/L, yaitu
konsentrasi kejenuhan) dan kadarnya pada t = 5 hari (konsentrasi sisa ≥ 2 mg
O2/L agar hasi cukup teliti). Oleh karena itu, semua sampel yang mengandung
BOD 6 mg O2/L harus diencerkan supaya syarat tersebut dapat dipenuhi.
2.5.2 Ganguan-gangguan Pada Analisis BOD
Ada 5 jenis gangguan yang umumnya terdapat pada analisa BOD yaitu
nitrifikasi, zat beracun, kemasukan udara pada botolnya, kekurangan nutrient
(garam) dan kekurangan bakteri yang dibutuhkan proses tersebut. Gangguan -
ganguan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
a) Proses nitrifikasi dapat mulai terjadi didalam botol BOD setelah 2 sampai
10 hari; NH3 amoniak berubah menjadi NO3- (nitrat) lewat NO2- (nitrit)
oleh jenis bakteri tertentu.Nitrifikasi juga membutuhkan oksigen. Di alam
terbuka ada 2 sebab yang mencegah pertumbuhan bakteri nitrrifikasi:
seringkali nitrifikasi ini tidak terjadi (misalnya karena suhu 100C atau
karena air sungai yang tercemar telah sampai ke muara). Hal ini
menunjukkan nitrifikasi pada botol BOD tidak berlaku, seperti pada raksi
karbon yang menstimulasi suatu proses alam.Oleh karena itu di dalam
16
analisa BOD baku pertumbuhan bakteri penyebab proses nitrifikasi harus
di halangi dengan inhibitor, walaupun kemungkinan suhu tinggi seperti di
daerah tropis, mempercepat proses nitrifikasi secara alamiah.
b) Zat beracun dapat memperlambat pertumbuhan bakteri (yaitu
memperlambat reaksi BOD) bahkan membunuh organisme tersebut. Kalau
zat tersebut memang sangat beracun hingga bakteri – bakteri tidak bisa
hidup sama sekali atau sukar berkembang, maka hanya sebagian jumlah
bakteri akan aktif dalam oksidasi zat organik tersebut, hingga BOD yang
tercatat akan lebih rendah dari angka COD suatu sampel yang tidak
mengandung zat beracun.
c) Masuk (keluarnya) oksigen dari botol selama waktu inkubasi harus di
cegah. Botolnya harus ditutup dengan hati – hati (diatas tutup botol) bisa
di beri air, gelembung udara tidak boleh ada di dalam botol, gelembung
udara dapat dikeluarkan dengan mengetuk botol.Oleh karena itu pada
waktu inkubasi botol BOD harus disimpang ditempat gelap.
d) Nutrien merupakan slah satu syarat bagi kehidupan bakteri – bakteri.
Nutrien terbentuk dari bermacam – macam garam (Fe, K, Mg dan
sebagainya). Karena kekurangan nutrient secukupnya sebelum masa
inkubasi, yaitu pada saat t = 0.
e) Karena benih dari bermacam – macam bakteri kurang jumlahnya atau
kurang cocok bagi jenis air buangan yang akan dianalisa, maka cara
pembenihan selalu harus diikuti dengan baik, sehingga menjamin jumlah
populasi bakteri yang diperlukan.
Catatan :
Kalau smpel mengandung racun, pertumbuhan bakteri terhalang maka angka BOD
rendah. Cara lain untk mendeteksi gangguan – gangguan tersebut adalah dengan
pengenceran sampel supaya dosis zat beracun dapat berada di bawah konsentrasi yang
berbahaya, memang cara ini terbatas, hingga pengenceran maksimum yang di
perbolehkan adalah kira – kira 10 kali (Alaerts, 1987).
17
BAB 3PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua jasad hidupuntuk pernapasan dan
proses metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses
oksidasi den reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana
sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Sumber utama
oksigen diperairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil proses
fotosintesis.
2) Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO)
dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) memegang peranan penting.
Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara titrasi iodometri atau
langsung dengan alat DO meter.
3) Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan
sebagai perairan yang baik, maka kadar oksigen terlarutnya (DO) > 5 ppm
dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar 0 - 10 ppm.
4) Kualitas air (parameter kimia-biologi) waduk yang di DAS-nya banyak
industri dan penduduk mengalami pencemaran yang sangat berat.
5) Kualitas air (parameter fisika) waduk pada umumnya sudah tercemar berat
oleh sedimen, kecuali waduk yang dilengkapi check dam atau terdapat
penampungan di bagian hulunya.
18
Daftar Pustaka
Anonimuos. 2010. Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia. Balai
Lingkungan Keairan Pusat Litbang SDA.
Nasution, Masniari. 2010. Analisa Kebutuhan Oksigen Biologi dan Oksigen
Terlarut pada Air Sungai Denai Buangan Limbah Pabrik Karet.
Universitas Sumatera Utara.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26
19