makalah gagal ginjal

82
1 GAGAL GINJAL FARMAKOTERAPI 5/22/2013 SANDRIANI A. ORATMANGUN 101015036 Farmakoterapi – Gagal Ginjal PROGRAM STUDI. FARMASI UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Upload: sandry-oratmangun

Post on 01-Dec-2015

490 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

Sandriani A. Oratmangun

TRANSCRIPT

1

GAGAL GINJALFARMAKOTERAPI

5/22/2013SANDRIANI A. ORATMANGUN

101015036

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

PROGRAM STUDI. FARMASI

PROGRAM STUDI. FARMASI

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-

Nya saya dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi yang berjudul “GAGAL GINJAL”

ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi.

saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat

diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh mahasiswa Farmasi bahkan

masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Akhirnya besar harapan saya kiranya makalah ini dapat membantu teman-teman.

Manado, 17 April 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

3

Kata Pengantar ............................................................................................................................ 1

Daftar Isi ....................................................................................................................................... 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 3

1.2 Tujuan…………………………………………………………………………….

……… 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi ……………………………………….……………...………………………...

18

2.2 Pengertian……………………………………………….…..…………………….…...

17

2.3 Patofisiologi ……………………………………………………………………...…....

21

2.4 Gejala …………………………………………………...

………………………………25

2.5 Manifestasiklinik ……………………...

………………………………………………....26

2.6 Diagnosis

………………………………………………………………………………...11

2.6.1 Diagnosis Banding ……………………………………………………………….

28

2.7 Penatalaksana/terapi …………………..

…………………………………………………29

BAB III

PENUTUP

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

4

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 21

3.2 Saran

……………………………………………………………………………………..21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia. Akan tetapi pengetahuan

masyarakat tentang ginjal masih jauh dari memadai. Organ yang memiliki besar seperti

telapak tangan fungsinya banyak sekali. Bukan hanya sebagai alat penyaring dan pembersih

darah seperti yang sudah luas terkenal.Akan tetapi ginjal memiliki fungsi – fungsi lainnya.

Tidak perlu ditutupi,kenyataan bahwa cukup banyak dari masyarakat awam tidak

mengetahui secara tepat dimana letak ginjalnya . Apalagi mengenai besarnya, sistem

kerjanya, dan darimana datangnya air seni. Ginjal merupakan bagian utama dari sistem

saluran kemih yang terdiri atas organ – organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun

menyalurkan air seni ke luar tubuh.

Tanda adanya gangguan ginjal sangat bervariasi. Ada yang lama tidak menampakkan

tanda atau gejala sama sekali ,baru belakangan timbul keluhan. Pada dasarnya, adanya

keluhan yang tidak begitu menonjol pada seseorang harus dipikirkan kemungkinan hal itu

disebabkan oleh gangguan pada ginjalnya. Pemeriksaan laboratorium penyaring untuk

melihat baik tidaknya fungsi ginjal sangat sederhana dan mudah dilakukan diberbagai

laboratorium, yaitu mengukur kadar urea dan kreatinin plasma darah,endapan air seni

(apakah sel darah merah, sel darah putih berlebihan).

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

5

1.2 TUJUAN

1. Apa yang dimaksud ACI dan gagal ginjal ?

2. Mengetahui tanda fungsi ginjal terganggu pada tubuh manusia ?

3. Mengetahui perbedaan gagal ginjal kronis dan akut ?

4. Mengetahui penyebab gagal ginjal akut dan kronik ?

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Acute Kidney Injury(AKI)

2.1.1 Definisi

AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48

jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau

meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam

(Molitoris et al, 2007).

Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan

ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan

(Eric Scott, 2008).

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju

filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal

untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit (Brady et al, 2005).

Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsidasarnya normal (AKI

“klasik”) atau tidak normal (acute onchronic kidney disease). Dahulu, hal di atas disebut

sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga

parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai

kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil

penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat

diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat

menggambarkan prognosis pasien (Mehta et al, 2003)

Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan

para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF

menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu

pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury

dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi

definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup

semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

7

mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan

penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului

peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan

LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang

mudah dan dapat dilakukan di mana saja (Rusli R, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Etiologi

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni

(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada

parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan

gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan

obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat

tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)

AKI Prarenal I. Hipovolemia

- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,

obstruksi

- usus

- Kehilangan darah

- Kehilangan cairan ke luar tubuh

- Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui

saluran

- kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit

- (luka bakar)

II. Penurunan curah jantung

- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati

- Penyebab perikard: tamponade

- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal

- Aritmia

- Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

8

- Penurunan resistensi vaskular perifer

- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan

- (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)

- Vasokonstriksi ginjal

- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,

takrolimus,

- amphotericin B

- Hipoperfusi ginjal lokal

- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna

IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal

- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi

- kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),

- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi

- tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,

- sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

- Penggunaan penyekat ACE, ARB

- Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas

- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia

AKI Renal I. Obstruksi renovaskular

- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,

- diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,

- kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal

- Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)

- Iskemia (serupa AKI prarenal)

- Toksin

- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,

- pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,

hemolisis,

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

9

- asam urat, oksalat, mieloma)

IV. Nefritis interstitial

- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi

(bakteri,

- viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),

- idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular

- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,

sulfonamida

VI. Rejeksi alograf ginjal

AKI pascarenal I. Obstruksi ureter

- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi

eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih

- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,

keganasan, darah

III. Obstruksi uretra

- Striktur, katup kongenital, fimosis

2.1.3 Klasifikasi AKI

ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3

kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO)

yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan

prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 2. (Rusli R, 2007).

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

10

Kategori Peningkatan kadar SCr Penurunan LFG Kriteria UO

Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>6 jam

Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>12 jam

Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24

jam

Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3

Bulan

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi Aki dapat dibagi menjadi mikrovaskular dan komponen tubular seperti

yang terdapat didalam gambar (Bonventre, 2008) berikut ini:

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

11

Gambar 1. Patofisiologi AKI (Bonventre, 2008)

Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen mikrovaskular dan tubular,

bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi proglomerular dan komponen pembuluh medulla

ginjal terluar. Pada AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi

pada respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan peningkatan endhotelial dan

kerusakan sel otot polos pembuluh, terdapat peningkatan adhesi leukosit endothelial yang

menyebabkan aktivasi system koagulasi dan obstruksi pembuluh dengan aktivasi leukosit dan

berpotensi terjadi inflamasi.

Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas dengan diikuti oleh

apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan kembali terjadi kebocoran filtrate

glomerulus melalui membrane polos dasar. Sebagai tambahan, sel-sel tubulus menyebabkan

mediator vasoaktif inflamatori, sehingga mempengaruhi vascular untuk meningkatkan

kerjasama vascular. Mekanisme positif feedback kemudian terjadi sebagai hasil kerjasama

vascular untuk menurunkan pengiriman oksigen ke tubulus, sehingga menyebabkan mediator

vasoaktif inflamatori meningkatkan vasokonstriksi dan interaksi endothelial-leukosit.

Bonventre (2008)

2.1.5 Pendekatan Diagnosis

1. Pemeriksaan Klinis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat

badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat

ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan

takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

12

stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis.

Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik

tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis

penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin,

asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang

menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna.

AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik

akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik

yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat,

baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur

menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat

dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom (Robert Sinto,

2010).

2. Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,

tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang

didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga

menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan

pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast

yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”

granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast

eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan

pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial (Schrier et al, 2004).

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin

(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan

tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Kelainan analisis urin (Robert Sinto, 2010)

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

13

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah

pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung

dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil

kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto

polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.

Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang

belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan

tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana

spesifik, seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain (Brady HR, 2005).

2.1.6 Penatalaksanaan

1. Terapi nutrisi

Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari enyakit dasarnya dan kondisi

komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status

katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 dan telah dimodifikasi oleh Sutarjo seperti

pada tabel berikut:

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi klien dengan AKI (Sutarjo, 2008)

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

14

2. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin

Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan selama

berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial. Obatobatan

tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat

Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa

Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-oligourik lebih

baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi yang

berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai upaya

mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan dialisis.

Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada

pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada

penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah: (Mohani, 2008)

a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan

dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan

pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,

lakukan rehidrasi terlebih dahulu.

b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.

Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang

dari 12 jam).

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

15

Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak terlihat,

dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau

tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut

dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi

cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22%

kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan

dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga

dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan

manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena

bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah.

Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam.

Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol

tidak memperbaiki prognosis pasien (Sja’bani, 2008).

Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata

laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin

dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-

ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya,

pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.

Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu

terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat

korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons

dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status

volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,

aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak

ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

16

Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti

bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia,

iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan,

pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak

terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari

toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok,

sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal (Robert Sinto,

2010).

2.1.7 Komplikasi dan Penatalaksanan

Pengelolaan komplikasi yang mungkin timbul dapat dilakukan secara konservatif,

sesuai dengan anjuran yang dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5. Penatalaksanaan Komplikasi AKI (Robert, 2010)

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

17

2.2 Gagal Ginjal Akut dan Kronik

2.2.1 Pengertian

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

18

Gagal ginjal akut

terjadi ketika ginjal tidak

mampu mengangkut sampah

metabolik tubuh atau ginjal

gagal melakukan fungsi

regulernya

Suatu bahan yang

biasanya dieliminasi di urin

menumpuk dalam cairan

tubuh akibat gangguan eksresi

renal dan menyebabkan

gangguan fungsi endokrine,

metabolik, cairan, elektrolit dan

asam basa.

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara

bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan

fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau

penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long,

1996; 368)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia

(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

2.2.2 Etiologi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

19

Gagal Ginjal Akut

1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju

filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi

renal adalah :

a. Penipisan volume

b. Hemoragi

c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

e. Gangguan efisiensi jantung

f. Infark miokard

g. Gagal jantung kongestif

h. Disritmia

i. Syok kardiogenik

j. Vasodilatasi

k. Sepsis

l. Anafilaksis

m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal

yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Cedera akibat terbakar dan benturan

b. Reaksi transfusi yang parah

c. Agen nefrotoksik

d. Antibiotik aminoglikosida

e. Agen kontras radiopaque

f. Logam berat (timah, merkuri)

g. Obat NSAID

h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)

i. Pielonefritis akut

j. glumerulonefritis

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

20

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di

bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :

a. Batu traktus urinarius

b. Tumor

c. BPH

d. Striktur

e. Bekuan darah

gagal ginjal kronis

a. Diabetus mellitus

b. Glumerulonefritis kronis

c. Pielonefritis

d. Hipertensi tak terkontrol

e. Obstruksi saluran kemih

f. Penyakit ginjal polikistik

g. Gangguan vaskuler

h. Lesi herediter

i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal di Indonesia

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

21

2.2.3 Patofisiologi

1. Gagal ginjal Akut

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

22

Iskemia atau Nefrotoksin

2. Gagal Ginjal

2. Gagal Ginjal Kronis

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

penurunan aliran darah ginjal

Kerusakan sel tubulus

Kerusakan glomerulus

Penurunan aliran darah glomerulus

Perubahan berat jenis urine

Penurunan ultrafiltrasi glomerulus

Obstruksi tubulus

Kebocoran filtrat

Peningkatan pelepasan Nacl

ke mukosa denia

Penurunan GFR

Penurunan produksi energi

metabolik produksi

Penurunan pemasukan diet

Reaksi tinggi terhadap infeksi

Ketidakseimbangan elektrolit

Reaksi tinggi terhadap penurunan

curah

23

Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :

1. Periode Awal

Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

24

2. Periode Oliguri

Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan peningkatan

konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin,

asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik

muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.

3. Periode Diuresis

Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan

glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Tanda uremik

mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.

Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi,

tanda uremik biasanya meningkat.

4. Periode Penyembuhan

Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan

Nilai laboratorium akan kembali normal

Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

Gagal ginjal Kronis

1. Penurunan GFR

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan

klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun,

kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.

2. Gangguan klirens renal

Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli

yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya

dibersihkan oleh ginjal)

3. Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara

normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema,

gagal jantung kongestif dan hipertensi.

4. Anemia

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

25

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk

terjadiperdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika

salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi

peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan

kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,

tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di

tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

6. Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. Pada

waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga

utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh

hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun

dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal

untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut

menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai

poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri

timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien

menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi

ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi

setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin

berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan

penderita asimtomatik.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

26

2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya

25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal,

kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul

nokturia dan poliuri.

3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari

normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum

dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price,

1992: 813-814).

2.2.4 Gejala

Adapun gejala yang ditimbulkan pada penderita gagal ginjal yaitu :

1. Tekanan darah meningkat karena overload cairan dan produksi hormon vasoaktif

diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin system), meningkatkan risiko

seseorang mengembangkan hipertensi dan atau penderitaan dari [gagal jantung

(kongestif)

2. Urea terakumulasi, yang mengarah ke azotemia dan akhirnya uremia (gejala mulai dari

kelesuan ke perikarditis dan ensefalopati). Urea diekskresikan oleh keringat dan

mengkristal pada kulit ("frost uremic").

3. Kalium terakumulasi dalam darah (dikenal sebagai hiperkalemia dengan berbagai gejala

termasuk malaise dan berpotensi fatal aritmia jantung s)

4. Erythropoietin sintesis menurun (berpotensi menyebabkan anemia, yang menyebabkan

kelelahan)

5. Overload volume yang Fluida - gejala dapat berkisar dari ringan edema untuk

mengancam kehidupan edema paru

6. Hyperphosphatemia - karena ekskresi fosfat berkurang, terkait dengan hipokalsemia

(karena 1,25 hidroksivitamin D 3 ]] defisiensi), yang karena stimulasi faktor pertumbuhan

fibroblast -23-

7. Belakangan ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi ginjal

dan kalsifikasi vaskular yang berfungsi juga mengganggu jantung.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

27

8. Metabolik asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat, asam urat dll ini dapat menyebabkan

aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam yang bekerja pada enzim dan eksitabilitas

juga meningkat membran jantung dan saraf dengan promosi (hiperkalemia) karena

kelebihan asam (asidemia)

2.2.5 Manifestasi Klinik

a. Sistem kardiovaskuler

• Hipertensi

• Pitting edema

• Edema periorbital

• Pembesaran vena leher

• Friction sub pericardial

b. Sistem Pulmoner

• Krekel

• Nafas dangkal

• Kusmaull

• Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal

Anoreksia, mual dan muntah

Perdarahan saluran GI

Ulserasi dan pardarahan mulut

Nafas berbau ammonia

d. Sistem muskuloskeletal

Kram otot

Kehilangan kekuatan otot

Fraktur tulang

e. Sistem Integumen

Warna kulit abu-abu mengkilat

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

28

Pruritis

Kulit kering bersisik

Ekimosis

Kuku tipis dan rapuh

Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi

Amenore

Atrofi testis.

2.2.6 Diagnosis

a. Laboratorium

1. LED: meninggi, yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia

normositer normokrom, dan jumlah retikulosi yang rendah.

2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin

kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran

cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein,

dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.

3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada

gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.

4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada

GGK.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

29

5. Phosphat alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama isoenzim

fosfatase lindi tulang

6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan metabolism

dan diet rendah protein.

7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal

(resitensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan peninggian hormone

insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, BE

menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam

organic pada gagal ginjal.

b. Pemeriksaan lain

1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya

suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita

diharapkan tidak puasa.

2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan

ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya usia lanjut,

diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.

3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim

ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.

4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,

parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

5. EKG, untuk melihat kemungkina hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2.2.7 Penatalaksanaan/Terapi

1. Stage 1 dan 2

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

30

Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda adanya

kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian fungsi ginjal, GFR

60 89mls/min/1.73m2

Pengkajian Awal pada CKD stage 1+2:

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi resiko peningkatan kelainan ginjal pada klien, dan

untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah

a. Hematuria

b. Proteinuria

Jika pengkajian pertama menemukan adanya peningkatan kreatinin maka penting bagi kita

untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari berikutnya.

Managemen CKD stage 1+2 :

Dalam 12 bulan pencapaian yang harus didapat adalah :

a. Kreatinin : perubahan signifikan pada eGFR telah ditentukan sebagai short-term eGFR

fall >15% atau [creatinine] meningkat >20%; atau yang terbaru berdasar NICE guideline

adnya kehilangan GFR 1y dari 5ml/min, atau kehilangan dalam 5y dari 10ml/min.

b. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien

dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

c. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi

pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

d. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur

dan gaya hidup.

2. Stage 3

Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).

Pengkajian awal CKD stage 3

a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa adanya

pembesaran kandung kemih

b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika GFR

terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

31

c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal yang

progresif

d. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem ginjal

Manajemen CKD stage 3

Dalam 6 sampai 12 bulan targetnya adalah :

a. Creatinine and K :pertimbangkan turunnya nilai eGFR yang tib-tiba >25% sebagai ARF.

NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika GFR turun lebih 1y dari

5ml/min, atau 5y dari 10ml/min.

b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara progresif

mengindikasikan turunnya GFR.

c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien

dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

d. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi

pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

e. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur

dan gaya hidup.

f. Immunization - influenza dan pneumococcal

g. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk

mencegah nephrotoxic drugs

3. Stage 4+5

Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR 15-

29ml/min/1.73m2). Tanda CKD stage 5 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang

sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15 ml/min).

Pengkajian awal CKD stage 4

a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa adanya

pembesaran kandung kemih

b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika GFR

terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.

c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal yang

progresif

d. Tes darah : Ca, PO4, Hb

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

32

e. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem ginjal

Manajemen CKD stage 4 dan 5

Dalam 3 bulan :

a. Kretainin dan K : waspadai hiperkalemia

b. Hb : Hb rendah, waspadai penyebab lain selain ginjal

c. Ca dan PO4 : obat oral phospat seringkali dibutuhkan

d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien

dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

e. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi

pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

f. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur

dan gaya hidup.

g. Immunization - influenza dan pneumococcal, dan imunisasi Hepatitis B jika transplantasi

ginjal akan dilakukan

h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk

mencegah nephrotoxic drugs

i. Jika klien osteoporosis: jangan menggunakan bisphosphonates karena bisa mengarah ke

renal osteodystrophy.

Gambar 2. CKD stages

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium, yaitu stadium I, II,

III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum

menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien

diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan

mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke stadium V atau fase

gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK. Penelitian keadaan gizi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

33

pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) _ 25 ml/mt yng diberikan terapi konservatif

di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status gizi

kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang sebagai

akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah.

Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui

monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada

dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta

petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan

gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi

optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangn cairan dan elektrolit, yang

pada

akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.

Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis

stadium IV dengan TKK < 25 ml/mt pada dasarnya mencoba memperlambat

penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara mengurang beban kerja nephron dan

menurunkan kadar ureum darah. Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis

dengan terapi konservatif adalah sebagai berikut:

1. Syarat Dalam Menyusun Diet

Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB,

dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori, Protein untuk

pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila

asupan energi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein

diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet

Rendah Protein. Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga

_ 60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat dapat

disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk

variasi menu, Lemak untuk mencukupi kebutuhan energy diperlukan ± 30 % diutamakan

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

34

lemak tidak jenuh, Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari

ditambah IWL ± 500 ml,

Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan dalam tubuh.

Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari, Kalium

disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari, fosfor yang

dianjurkan _ 10 mg/kg BB/hari, Kalsium 1400-1600 mg/hari

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan

Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti,

kwethiau, kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.

Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.

Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu,

susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang

menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein

tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein nabati untuk

pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.

Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam,

mentega.

Sumber Vitamin dan Mineral Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami

hipekalemi perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus

yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air

rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah

dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.

3. Bahan Makanan yang Dihindari

Sumber Vitamin dan Mineral Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami

hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun

singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka. Hindari/batasi

makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi

natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang

diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

35

Sumber Protein Pada Penyakit Ginjal Kronik

Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu proteos berarti yang utama atau

didahulukan. Jumlah dan jenis protein yang diberikan pada pasien PGK pre dialisis dalam

bentuk diet Rendah Protein sangat penting untuk diperhatikan karena protein berguna untuk

mengganti jaringan yang rusak, membuat zat antibodi, enzim dan hormon, menjaga

keseimbangan asam basa, air, elektrolit, serta menyumbang sejumlah energi tubuh. Protein

dibuat dari 20 asam amino penyusun protein, 11 diantaranya dapat disintesis oleh tubuh, dan

9 sisanya disebut asam amino esensial yang diperoleh dari bahan makanan, yaitu Leusin,

Isoleusin, Valin, Triptofan, Fenilalanin, Metionin, Treonin, Lisin dan Histidin. Dari asam

amino, 8 diantaranya dibutuhkan oleh orang dewasa, sedangkan Histidin dibutuhkan oleh

anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Bahan makanan yang mengandung semua asam amino disebut lengkap protein,

seperti telur, daging, ikan, susu, unggas, keju. Oleh karena itu, protein hewani biasa disebut

sebagai protein bernilai biologi tinggi. Bahan makanan nabati, misalnya beras dan kacang-

kacangan, mengandung asam amino esensial yang terbatas atau tidak lengkap. Oleh karena

itu, dikatakan mengandung protein bernilai biologi rendah. Kedelai dan hasil olahannya, yaitu

tempe, tahu dan susu kedelai, mengandung asam amino esensial walaupun ada 1 asam amino

yang kurang, terbatas fungsinya hanya untuk pemeliharaan, tidak untuk pertumbuhan

(Limiting Amino Acid) yaitu metionin. Demikian pula asam amino esensial lisin kurang pada

beras dan triptopan kurang pada jagung, akan tetapi apabila bahan makanan yang

mengandung asam amino terbatas dikonsumsi secara bersamaan dalam hidangan sehari-hari,

dapat saling melengkapi kekurangan dalam asam amino esensial. Sebagai contoh, nasi yang

terbatas lisin dimakan bersamaan dengan

tempe yang terbatas pada metionin didapatkan campuran yang memungkinkan saling

melengkapi dalam asam aminonya untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.

Metode penilaian kualitas protein dahulu menggunakan Protein Efficiency Ratio

(PER) yang berdasarkan respon pertumbuhan pada pemberian sejumlah protein. Saat ini,

penilaian mutu protein digunakan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score

(PDCAAS) yang menggambarkan jumlah asam amino dari protein dan tingkat daya cernanya

pada manusia. Dengan metode ini, protein kedelai mempunyai nilai yang sama dibandingkan

dengan putih telur dan protein susu, kecuali asam amino methionin yang harus

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

36

ditambah.Sumber protein dari kacang-kacangan dan produk kedelai, seperti tempe, tahu, susu

acang juga mengandung kalium dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga untuk mencegah

hiperkalemia dan hiperfosfatemia tetap dibutuhkan pengikat fosfor dan kalium yang adekuat.

Produk kedelai cukup aman untuk selingan

pengganti protein hewani sebagai variasi menu dengan jumlah sesuai anjuran. Akan tetapi

tidak untuk suplemen atau tambahan sehingga melebihi kebutuhan. Susu kacang kedelai

dapat pula digunakan sebagai pengganti susu sapi. Hal positif yang didapat dari protein nabati

adalah mengandung phytoestrogen yang disebut isoflavon yang memberikan banyak

keuntungan pada PGK. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatan protein dari

kedelai dapat menurunkan proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamato cytokines yang

diperkirakan dapat menghambat penurunan fungsi ginjal lebuh lanjut. Penelitian lain

mengenai diet dengan protein nabati pada pasien PGK adalah dapat menurunkan ekresi urea,

serum kolesterol total dan LDL sebagai pencegah kelainan pada jantung yang sering dialami

pada pasien PGK. Pada binatang percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi

casein dibandingkan dengan protein kedelai setelah 1-3 minggu didapatkab menunda

penurunan fungi ginjal lebih lanjut.

Contoh Menu (Modifikasi)

Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi protein hewani:nabati =

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

37

50%: 50%. Menu dibuat untuk pasien PGK pre HD pria 62 tahun dengan

BB 66 kg dan TB 173 cm.

Diet Rendah Natrium

Diet rendah natrium atau garam adalah makanan dengan cara membatasi atau

menghindari garam

Tujuan Diet rendah garam :

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

38

1. Membantu menghilangkan retensi garam / air dalam jaringan tubuh.

2. Menurunkan TEKANAN DARAH TINGGI / HIPERTENSI.

Bagaimana Cara Memilih Bahan Makanan :

1. Bahan Makanan yang Dihindari :

Makanan kaleng (sarden, corned, sosis, dll)

Saos tomat, kecap keju

Otak, ginjal, ham, daging asap, jeroan

Ikan asin, telur asin

Makanan yang diawetkan dengan garam dapur

Roti, roti bakar, biskuit, krakers dan kue

Abon, dendeng

Margarin mentega biasa

Keju kacang tanah

Acar, asinan buah / sayuran dalam kaleng

Petis, tauco, terasi, vetsin, sodakue, baking powder.

CATATAN :Pemakaian garam dapur diperbolehkan dengan batas dibawah standar normal

kurang lebih 1/4 sendok teh garam per hari.

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan :

Semua bahan makanan segar dan alami yang di olah tanpa garam

Beras, kentang, singkong, terigu, hunkwe, gula jagung, dll

Semua kacang-kacangan dan hasil olahan yang di olah tanpa garam, seperti : tahu,

tempe,

kacang hijau, kacang tanah, kacang tolo

Semua sayuran dan buah segar tanpa diawetkan

Mentega, margarine, tawar tanpa garam

Bumbu alami : jahe, kunyit, laos, dll.

Cara Memasak :

Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menggunakan bumbu yang rendah

garam :

seperti : gula, cuka, bawang merah, bawang putih, jahe kunyit, salam, laos, dll.

Makanan yang dikukus, ditumis, dipanggang, digoreng lebih enak dari pada

makanan direbus.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

39

Makanan yang dapat Membantu menurunkan Tekanan Darah Tinggi /

HIPERTENSI ?

Jus tomat

Jus belimbing buah

Jus bawang putih

Jus ketimun

Jus apel

Perbanyak konsumsi makanan berserat.

Hipertensi dan terapi

Pada hipertensi yang disebabkan karena kelebihan cairan di ekstra sel maka terapi

yang diberikan adalah pemberian diuretika untuk menurunkan edema, serta dengan

memantau intake dan output cairan, mengukur lingkar perut setiaphari, dan penimbangan BB

untuk mendeteksi dini adanya edema.

Sedangkan pada hipertensi sebagai etiologi pada gangguan ginjal, ditangani

hipertensinya dengan pemberian obat anti hipertensi.

CONTOH MENU SEHARI

Pagi: nasi, telur dadar, tumis kacang panjang

Pukul 10.00 : bubur kacang hijau

siang : nasi, ikan acar kuning, tempe bacem, sayur lodeh, pepaya

Sore : nasi, daging pesmal, keripik tempe, cah sayuran, pisang

Kiat mencapai Kadar Normal

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

40

Batasi asupan garam dan hindari makanan asin

Turunkan berat badan agar mencapai betar badan ideal dengan cara mengurangi asupan

energy (bagi yang mempunyai kelebihan berat badan)

Berhenti merokok dan minum minuman beralkohol

Usahakan untuk sedikit lebih santai dengan cara berekreasi dan usahakan berolah raga.

Cara penghitungan GFR

Cara pengukuran GFR secara tidak langsung mengukur bahan tertentu.bahan bahan

tersebut adalah inulin dan kreatinin.yang paling baik adalah inulin,tapi yang paling mudah

adalah penghitungan berdasarkan berdasarkan kadar kreatinin.sejingga GFR diukur dari

clierance creatinin test (CCT)

dengan memakai rumus Cockcroft-Gault.

Dimana hasil CCT=nilai GFR:

CCT terhitung pada laki-laki= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin darah)

CCT terhitung pada perempuan= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin

darah) dikali 0,85

Dengan memakai rumus van slike

CCT= (kreatinin urin X volume urin dalam menit) / kadar kreatinin plasma

Saran: bila hasil penghitungan dengan cara ini menghasilkan fungsi ginjal dibawah 40%,

maka anda bisa mengulang pemeriksaan laboratorium Hb, ureum dan kretinin serta

menghitung ulang fungsi ginjal anda. Bila dari 2 kali penghitungan menunjukkan hasil yang

sama/kurang lebih sama maka sebaiknya anda berobat ke dokter. Bila hasilnya menunjukkan

fungsi ginjal anda sudah di bawah 25% dan mempunyai gejala GGK lain yang jelas maka

anda harus segera berobat ke dokter umum/dokter ahli penyakit dalam/ginjal. Hal lain yang

perlu diketahui, apabila fungsi ginjal yang tersisa sudah dibawah 40%, maka sering terjadi

akselerasi/percepatan progresifitas penurunan fungsi ginjal dalam waktu relatif singkat

daripada progresifitas penurunan sebelumnya. Oleh karena itu akselerasi ini perlu di 'rem'

dengan pengaturan makanan (diet) ditambah obatobatan, dan yang terpenting sering

melakukan kontrol ke dokter atau dokter ahli penyakit ginjal.

Hemodialisis

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

41

Dialisis

Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal

ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah

mencapai 85 – 90 persen. Seperti halnya ginjal sehat, tindakan dialisis juga menjaga agar

tubuh berada dalam keseimbangan. Tindakan dialisis dilakukan untuk membuang sisa–sisa

metabolisme, dan kelebihan cairan agar tidak menumpuk di dalam tubuh, menjaga level yang

aman dari unsur – unsur kimiawi dalam tubuh seperti potasium dan sodium. Selain itu

tindakan dialisis juga untuk membantu mengkontrol tekanan darah. Bila ginjal gagal

melakukan fungsinya, sehingga bermacam- macam produk sisa termasuk garam dan air

menumpuk dalam tubuh, perlu dilakukan dialisis untuk mengeluarkan produk-produk sisa

tersebut. Proses dialysis sesungguhnya menggunakan sifat-sifat dari membran

semipermeabel, di mana membran tersebut hanya dapat dilalui oleh zat-zat dengan berat

molekul yang kecil dan tidak dapat ditembus oleh zat-zat dengan berat molekul besar.

Melalui membran semipermeabel tersebut kelebihan air, macam-macam produk sisa yang

menumpuk dalam tubuh ataupun zat-zat toksik lainnya dapat dikeluarkan dari tubuh

penderita gagal ginjal ataupun untuk meningkatkan kerja ginjal pada terapi keracunan. Untuk

melangsungkan proses dialisis diperlukan suatu cairan yang mirip dengan cairan ekstraseluler

ideal. Cairan ini disebut cairan dialisis yang mengandung elektrolit dan dekstrosa.

Prinsip dialisis :

Bila 2 macam cairan dengan kepekatan yang berbeda dibatasi oleh membran

semipermeabel maka oleh karena proses konveksi dan difusi, kepekatan cairan akan berubah.

Cairan yang kurang pekat akan menjadi lebih pekat dan yang pekat menjadi kurang pekat.

Pada proses dialisis, cairan dialisis dialirkan pada salah satu sisi permukaan dari membran

semipermeabel, sedangkan darah pasien dialirkan dalam arah yang berlawanan terhadap

aliran cairan dialisis pada sisi lain dari membran tersebut. Dalam proses tersebut akan terjadi

pertukaran ion antara darah dan cairan dialisis. Dengan menaikkan osmolaritas, cairan dialisis

(menaikkan konsentrasi dekstrosa) dapat membantu mengeluarkan kelebihan air dari dalam

tubuh. Dengan mengurangi konsentrasielektrolit tertentu dapat mengeluarkan elektrolit dalam

Darah dengan selektif, sehingga dapat mengoreksi keseimbanganelektrolit.

Ada dua macam pengobatan dengan dialisis, yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis.

Peritoneal dialisis

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

42

Pada peritoneal dialisis, sebagai membran semipermeabel adalah peritoneum (selaput

perut). Cairan dialisat adalah cairan yang mempunyai komposisi zat terlarut yang mirip

dengan plasma darah. Cara : cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut, dibiarkan selama

30 menit di dalam rongga perut. Disini terjadi proses konveksi dan difusi, sehingga sampah

metabolisme dan racun tubuh akan berpindah ke cairan dialisat; kemudian cairan dialisat

dikeluarkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai sampah metabolisme dan racun tubuh

berkurang. Pada proses dialisis intraperiotoneal, cairan dialisis dimasukkan dengan kateter ke

dalam peritoneum, sehingga pertukaran ion terjadi sepanjang membran peritoneal. Pada

interval waktu tertentu cairan dialisis tersebut harus diganti atau dapat disirkulasi kembali

melalui suatu adsorbent

chamber.

Peritoneal dialisis

Hemodialisis :

Hemodialisis adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari sampah metabolisme

dan racun tubuh bila ginjal sudah tak berfungsi. Disini digunakan ginjal buatan yang

berbentuk mesin hemodialisis.

Cara kerja :

Darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa-pipa plastik menuju mesin ginjal buatan

(mesin hemodialisis). Setelah darah bersih dari sisa metabolisme dan racun tubuh, darah akan

kembali ke tubuh. Pada GGA dilakukan hemodialisis sampai fungsi ginjal membaik. Pada

GGK berat, dilakukan hemodialisis 2-3 kali seminggu, diulang seumur hidup atau sampai

dilakukan cangkok ginjal.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

43

Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodialisis:

1. Aliran darah Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang

membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran

darah bisa menyebabkan syok pada penderita.

2. Luas selaput/ membran yang dipakai

Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2. Tergantung dari besar badan/ berat badan.

3. Aliran dialisat

Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya

pemakaian cairan.

4. Temperatur suhu dialisat

Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena

sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh

lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

44

Pada proses hemodialisis ini digunakan membran buatan semipermeable yang

berfungsi sebagai ginjal buatan. Juga dipergunakan suatu mesin untuk mengalirkan darah

pasien melalui salah satu sisi permukaan dari membran semipermeabel sebelum

dikembalikan ke sirkulasi darah tubuh pasien. Pada saat yang sama cairan hemodialisis

dipompakan ke dalam mesin dan dialirkan melalui sisi lain dari permukaan semipermeabel,

sehingga terjadi pertukaran ion antara darah pasien dengan cairan hemodialisis. Melalui

membran semipermeabel yang mengandung lubang-lubang kecil tersebut produk-produk sisa

dari darah pasien seperti urea, kreatinin, fosfat, kalium dan lainnya termasuk kelebihan air

serta garam dari tubuh akan lewat dan masuk ke dalam cairan hemodialisis yang mengalir

dengan arah berlawanan dari aliran darah pasien.

Walaupun demikian, protein dan sel-sel darah tidak dapat menembus melalui lubang-

lubang kecil dalam membran semi-permeabel tersebut. Bakteri dan virus yang mungkin

mengkontaminasi cairan hemodialisis juga tidak dapat masuk ke dalam aliran darah pasien

melalui membran tersebut karena ukurannya lebih besar dari lubang-lubang kecil tersebut.

Konsep Teori Hemodialisis

Pengertian

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air

mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang

digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air

dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan

tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai

pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke

dalam dialisat. Dializer juga dapat

dipergunakan untuk memindahkan

sebagian besar volume cairan.

Pemindahan ini dilakukan melalui

ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik

menyebabkan aliran yang besar dari air

plasma (dengan perbandingan sedikit

larutan) melalui membran. Dengan

memperbesar jalan masuk pada vaskuler,

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

45

antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah

menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika

Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang

dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan

darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh.

Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan

antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas

berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai.

Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus

diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila

penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau

memperlihatkan gejala klinis

lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100

ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4

ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit

berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara

ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang

dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit

walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan

adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,

hiperkalemia, asidosis metabolik

berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa

hemodialisa biasanya dimulai ketika brsihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini

sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala

uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan

hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

46

dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat

didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan

cairan yang tidak responsif

dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

Kontra Indikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi

yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.

Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak

mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas

hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah

penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan

ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

Tujuan

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa

antara lain :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme

dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.

b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya

dikeluarkan

sebagai urin saat ginjal sehat.

c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

Proses Hemodialisa

I. Pra Hemodialisa

II.

A. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD :

- Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai.

- Hubungkan mesin dengan aliran listrik.

- Hubungkan mesin dengan saluran air.

- Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam keadaan tersumbat.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

47

- Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk satu kali

dialisa.

B. Menyiapkan dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri dari camuran air dan

elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai

tekanan osmotic yang sama dengan darah.

Fungsi Dialisat :

- Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh.

- Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Dialisat :

Dialisat konsentrat

Berisi larutan pekat, sebelum dipakai harus dicampur kontinyu dalam

perbandingan tertentu oleh mesin.

Mudah pemakaiannya.

Kesalahan pengenceran sangat kecil.

Sulit transport dan penyimpanan.

Bentuk kering atau puyer.

Mudah menyimpan.

Sulit mendapatkan komposisi yang benar.

Kandung Cairan Dialist :

Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat antara lain :

a. NaCl / Sodium Chloride.

b. CaCl2 / Calium Chloride.

c. Mgcl2 / Magnesium Chloride.

d. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.

e. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat.

f. Dextrose.

Menyiapkan / mencampur Dialisat

1. Batch Sistem

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

48

Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat dengan jumlah

tertentu sesuai kebutuhan.

2. Proportioning system.

Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat / dicampur secara otomatis

oleh mesin selama HD berlangsung.

- DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur dengan perbandingan tertentu.

- Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.

C. Menyiapkan Air

Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat / elektrolit /mikroorganisme dan

benda asing lainnya karena itu untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis maka

dilakukan tindakan pengolahan air / water treatment.

Pengolahan air / water treatment :

1. Saringan / filter

a. Penyaring sedimen, untuk menyaring partikel.

- Pre filter (100 U)

- Sebelum masuk ke mesin HD (5 U)

- Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)

b. Penyaring penyerap / adsorption filter

- Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas, chloraming, bahan organic atau

pyrogen.

- Besi : untuk menyerap besi dan mangan. Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti

secara

berkala.

2. Sistem Reverse Osmosis

Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang mempunyai membran

semi permeable sehingga dihasilkan air yang murni bebas (kesadahan / CaCO kurang dari 1,8

mg/L). Sistem pengolahan air ini cukup mahal, sehingga tidak semua unit HD dapat

memilikinya.

D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

49

1. Peralatan kedokteran

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

50

- Tensimeter dan stethoscope

- Timbangan berat badan

- Tabung oksigen lengkap

- Alat KG

- Slym Zuiger

- Tromol (duk, kassa, klem)

- Bak spuit, kom kecil

- Korentang dan tempatnya

- Klem-klem (besar dan kecil)

- Gunting

- Bengkok

- Gelas ukuran

- Zeil / karet untuk alas tangan

- Sarung tangan

- Kassa

- Plester / band aid

- Verband

2. Alat-alat khusus

- Dyalizer

- Blood line

- AV fistula

- Dialisat pekat

- Infus set

- Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc.

- Conducturty meter

3. Obat-obatan

- Lidocain, Novocain

- Alcohol, betadin

- Heparin, protamin

- Sodium bikarbonat

- Obat-obatan penyelamat hidup

4. Lain-lain

- Surat izin dialysis

- Formulir hemodialisa

- Treveling hemodialisa

- Traveling dialysis

- Formulir-formulir : laboratorium, radiology dan lain-lain

E. Menjalankan Mesin HD

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

51

1. Periksa saluran listrik dan saluran air

2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water outlet ke lubang pembuangan

3. Hubungkan kabel power dengan stop kontak

4. Siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang dibutuhkan, perhatikan cairan yang

diperlukan apakah standar atau free potassium

5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila mesin mengandung formalin, maka

posisi rinse lebih lama (30 menit)

6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke dalam jerigen dialisat.

7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate di mesin akan warna merah,

tunggu lampu 2 tersebut sampai warna hijau.

8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana hijau.

9. Mesin HD siap digunakan.

F. Menyiapkan Sirkulasi Darah

Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD

Hal-hal yang harus dilakukan :

1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer dengan sirkulasi dialisat).

2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines

3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines.

G. Menyiapkan pasien

1. Persiapan mental

- Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD

- Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan komplikasi yang mungkin terjadi

selama HD.

2. Persiapan fisik

- Menimbang berat badan

- Observasi keadaan umum

- Observasi tanda-tanda vital

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

52

- Mengatur posisi

3. Mengisi izin hemodialisa

- Izin / persetujuan HD

- Harus tertulis

- Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas tentang HD

- Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi dokter kepada pasien dan

keluarga.

- Surat izin HD disimpan pada rekam medis

II. Proses Pelaksanaan Hemodialisa

A. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi

Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik dilakukan

dengan :

a. Cara Sementara

Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah

satu vena di tangan.

b. Cara permanent

Yaitu dengan membuat shunt antara lain

- c-mino shunt

- seribner shunt

B. Antikoagulansia

Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang

digunakan adalah heparin.

Pemakaian heparin :

- Intermiten : diberikan selama 1 jam

- Continous : terus-terusan selama HD berjalan

- Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah

- Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin

- Dosis heparin : 1000 unit / jam

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

53

- Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai

ditarik.

- Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

III. Post Hemodialisa

A. Persiapan Untuk mengakhiri HD

- Alat/obat yang disiapkan

- Deppers

- Bethadin

- Plester

- Alat penekan

- Sarung tangan

- Ember

B. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai

Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik bagian diluar maupun dalam.

Cara membersihkan :

1. Bagian luar mesin

Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan larutan chlorine 0,5 % lalu

dilap basah dan dikeringkan.

2. Bagian dalam mesin

Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe mesin Suatu mesin

hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa

(dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan

memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin

melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk

memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan

ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi

pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan

sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan

darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

54

Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah

yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membrane semipermeabel yang

terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari

arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran

darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan

serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung

kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak

karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson,

1995).

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama

hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin

yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua

ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga

keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah

dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan

Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk

darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur

arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan

dialisa membentuk saluran kedua.

Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur

dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak

cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di

luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat

terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan

ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara

darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan

tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

55

terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan

memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa

juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan

larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah

pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh),

atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB)

(sekitar 200 sampai 400ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-

menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah.

Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau

bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka

hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai

parameter (Price & Wilson,1995).

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan

kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.

Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan

menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali

seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH

sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel

darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan

hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:

a. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai

mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi

(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

b. Hipotensi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

56

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat

natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat

cairan.

c. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,

magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien

hemodialisa.

d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari

osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang

mengakibatkan suatu gradient osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien

osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.

Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama

dengan azotemia berat.

e. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien

yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

f. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan

mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor

risiko terjadinya perdarahan.

g. Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan

karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

h. Infeksi atau peradangan

bisa terjadi pada akses vaskuler.

i. Pembekuan darah

bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan

putaran darah yang lambat.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

57

BAB III

PENUTUP & KESIMPULAN

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, jelaslah bahwa ginjal merupakan organ

terpenting di dalam tubuh manusia. Akan tetapi, pengetahuan manusia akan

pentingnya fungsi ginjal sangatlah rendah.Gagal ginjal akut adalah gagalnya

fungsi ginjal yang berlangsung dalam waktu relatif singkat (beberapa hari

atau beberapa minggu). Sedangkan gagal ginjal kronik adalah penyakit

gagal ginjal yang prosesnya bertahap dan memakan waktu relatif lama.

Penyebab utamanya adalah penyakit gula, glomerulonefritis, infeksi,

kelainan bawaan, dan sumbatan oleh batu saluran kemih.Jika kondisi ginjal

sangat parah, pekerjaannya perlu dibantu dengan mesin cuci darah (dialisis)

untuk membersihkan sampah yang berbahaya di dalam tubuh.

AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48

jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau

meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam

(Molitoris et al, 2007). Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya

kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit

dan cairan (Eric Scott, 2008).

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

58

DAFTAR PUSTAKA

American Journal of Kidney Disease. 2006. Hemodialysis Guidelines. Diakses dari

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/12-50-0210_JAG_DCP_Guidelines

HD_Oct06_SectionA_ofC.pdf pada tanggal 12 Mei 2012

Anderton,J.L.2001.Atlas Bantu NEFROLOGI.Jakarta : Hipokrates

Astiawanti, Prima. 2008. Perbedaan Pola Gangguan Hemostasis Antara Penyakit Ginjal Kronik

Prehemodialisis Dengan Diabetes Mellitus dan Non Diabetes Mellitus. Diakses dari

http://www.pernefri.org/1-kamus-ginjal.php pada tanggal 12 Mei 2012.

Bonventre, Joseph, MD, PhD. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Nephrology rounds

(2007), Volume 6 Issue 7.

Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,

Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine.

Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.

Darusalam,Dany.2010.Penetapan Diagnosa, Penanganan serta Pengobatan

Penyakit Gagal Ginjal.diakses pada 30 Maret 2012. 07:00.http://

Penetapan- diagnosa- penanganan- serta - pengobatan- penyakit-

gagal- ginjal.html

Ensiklopedia bebas.2008.Gagal Ginjal Kronis.diakses pada 30 Maret

2012.08:00.http://gagal-ginjal-kronis.html

Japaries,Willie.2002.Penyakit Ginjal.Jakarta : Arcan

Jihan.2011.Askep Gagal Ginjal Akut dan Kronik.diakses pada 29 Maret

2012.13:00.http://askep

gagal-ginjal-akut-dan-kronik.html

Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH, editor.

Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on

hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.

Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving outcomes

Farmakoterapi – Gagal Ginjal

59

from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol. 2007;18(7): 1992-1994.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal