makalah kel f6 blok 5
DESCRIPTION
ukrida2012TRANSCRIPT
Kram yang disebabkan Kontraksi Berlebihan
Oleh:
Naomi Besitimur (102012113/ Ketua)[email protected]
Anggiriani (102012453/ Sekertaris Meja)[email protected]
Alvan Djari (102012295)
Claudia. A. Sapulette (102011249)
Dea Mindy Sasmita (102012409/Sekertaris Papan) [email protected]
Ema Febianti (102012411)
Letidebora E.T (102012300) [email protected]
Lidomon (102012154)[email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Jakarta Barat
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan kemurahan-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam laporan pembelajaran yang berjudul “Kram yang
disebabkan Kontaksi Berlebihan” ini kelompok kami membahas mengenai definisi
Triger, mekanisme kerja otot, mekanisme kerja otot somatic, definisi kontrasi otot
somatic, hasil dari kontraksi otot somatic, dan sebagainya.
Makalah ini dibuat didasarkan pada tugas sebagai mahasiswa Universitas Kristen
Krida Wacana. Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas makalah ini. Semoga segala yang
telah kami kerjakan merupakan bimbingan yang lurus dari Yang Maha Kuasa.
Dalam penyusunan tugas ini tentu banyak terdapat kekurangan dan belum sempurna
seutuhnya, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi kami semua dalam
pembuatan makalah yang lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya makalah ini
kami dapat belajar bersama demi kemajuan kami dan kemajuan ilmu kedokteran.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat, atas perhatiannya kami
sampaikan terimakasih.
Jakarta, 25 Maret 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan …………..………………………………..………………....3
Latar Belakang …………...………………………..………………...3
Rumusan Masalah ……………………………….…..………………3
Tujuan Penelitian ……………………………………...……………..3
Pembahasan ……………………..…………………………..…………….3
Penutup ………………………………..…………………………………..10
Daftar Pustaka ………………………………..…………….…………….11
3
1. Pendahuluan
Dalam kehidupan otot merupakan salah satu yang mempunyai peran yang sangat
penting dalam aktivitas kita sehari-hari, baik aktivitas ringan sampai aktivitas yang
cukup berat, semua memerlukan peranan otot dan organ-organ yang lainnya, misalnya
tulang. Setiap beraktifitas membuat otot kita melakukan kontraksi dan relaksasi
sehingga membutuhkan energy. Otot yang mengalami kontraksi hingga batas
maksimal dapat menimbulkan rasa nyeri atau kram pada otot.
Kram adalah rasa nyerii yang terjadi akibat kontraksi pada otot kaki mencapai
batas maksimal atau terlalu keras, contohnya sajaketika seseorang berolaharaga
sepakbola atau berenang, hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh kelelahan otot yang
disebabkan aktifitas yang sama dilakukan berulang secara terus-menerus dengan
menggunakan otot yang sama. Sehingga kita harus memahami mengenai mekanisme
otot agar dapat mencegah kram atau kejang pada otot terjadi pada kita dan semua
orang serta apa saja yang terlibat dalam proses tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah berdasarkan tiga
aspek, yaitu secara Biokimia, Anatomi, dan secara Fisiologi, (mekanisme kerja pada
otot, kontaksi kerja somatic, dan sebagainya.
Penyusunan makalah ini, berttujuan utnuk mengumpulkan dan merangkum
beberapa teori mengenai otot atau muskulus. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi ilmu kedokteran dalam membuat rangkuman tentang
berbagai penjelasan mengenai apa itu Muskulus serta proses-proses yang dapat terjadi
pada muskulus (otot).
2. Pembahasan
Scenario 8
Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun tengah berlatih renang untuk perlombaan.
Tiba-tiba ia menjerit minta tolong. Seorang penjaga kolam renang dating dan secara
menolong anak tersebut dan membawanya ke tepi kolam. Ternyata ia mengalami
kejang pada betis kananya. Dengan sigap penjaga kolam memegang kaki kanan si
anak dan mendorong telapak kaki kanannya kea rah dorsal selama 2 menit.Pada kasus
4
diatas dapat diuraikan menjadi tiga aspek atau tiga pembelajaran yaitu secara
Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi.
2.1 Secara Fisiologi
Trigger zone akson Hillock atau awal potensial aksi adalah pembalikan singkat
potensial membrane akibat perubahan cepat permeabilitas membrane, dimana
terdapat dua membran pada sel saraf dan otot mengalami pembalikan potensial
membrane yang berlangsung cepat dan singkat, pembalikan ini dikenal sebagai
potensial aksi, sehingga mampu menyebar ke seluruh membrane tanpa mengalami
penyusutan. Untuk memahami proses yang terjadi selama potensial aksi, kita perlu
lebih mengenal istilah-istilah berikut ini:
1. Polarisasi: Membran memiliki potensial atau terdapat pemisahan muatan
yang berlawanan ( dalam fase istirahat).
2. Depolarisasi: Potensial membrane mengalami pernurunan dari potensial
istirahat, yang artinya potensial tersebut kurang atau bergerak menuju 0 mV
dibandingkan dengan potensial istirahat (lebih sedikit muatan yang
dipisahkan).
3. Hiperpolararisasi: potesial lebih besar daripada potensial istirahat atau
potensial tersebut meningkat atau bahkan menjadi lebih negative.
4. Hemeostasis: Perlakuan tubuh yang secara otomatis akan berusaha untuk
berubah kepada keadaan semula. Dilakukan repolaris yang sesuai.
5. Repolararisasi: Membran kembali ke potensial istirahat setelah mengalami
depolarisasi.
Proses terjadinya Potensial Aksi ( Trigger zone akson)
Untuk memulai potensial aksi, kejadian pencetus menyebabkan membrane
mengalami depolarisasi. Depolararis mula-mula berjalan lambat sebagai potensial
ambang, biasanya antara -50 mV dan -55mV. Pada potensial ambang, terjadi
depolarisasi yang eksposif. Pencatatan potensial pada saat memperlihatkan
defleksi ke atas yang tajam sampai +30 mV diikuti penurunan potensial secara
cepat kearah 0 mV, kemudian terjadi pembalikan sendiri, sehingga bagian dalam
5
sel menjadi positif dibandingkan dengan bagian luar. Potensial turun sama cepat
nya kembali ke potensial istirahat saat membrane mengalami repolarisasi.
Kadang-kadang, gaya-gaya yang bertanggung jawab mendorong membrane
kembali ke potensial istirahat bekerja terlalu kuat, sehingga timbul
hiperpolalarisasi sementara hiperpolarisasi ikutan, pada saat ini bagian dalam
membrane bahkan menjadi lebih negative daripada normal (sebagai contoh -80
mV) keseluruh perubahan potensial yang berlangsung cepat dari ambang ke
puncak pembalikan dan kemudian kembali ke tingkat istirahat disebut poensiial
aksi. Pada sel saraf, sebuah potensial aksi hanya bertahan 1 mdet (0,001 detik).
Potensial ini berlangsung lebih lama di otot, dengan durasi bervariasi
tergantung jenis otot . Potensial aksi sering juga disebut sebagai spike ( paku)
karena pada pencatatan memperlihatkan bentuk seperti paku. Demikian pula,
ketika suatu membrane excitable dipicu untuk menjalani potensial aksi, hal itu
dikatakan to fire (menyalahkan, menyulut). Dengan demikian istilah-istiilah
potensial aksi, spike, dan firing semuanya mengacu kepada fenomena pembalikan
potensial cepat yang sama.
Pada kasus diatas yang menjadi pemicu secara fisiologi adalah trigger dimana
menyebabkan gangguan pada otot.
2.2 Secara Biokimia
2.2.1 Mekanisme kerja otot
Otot yang mendapatkan rangsangn akan bekerja dengan crra berkontraksi.
Kontraksi otot ditandai dengan memendeknya otot serta menegang dan
mengembungnya otot dibagian tengah. Apabila otot tidak bekerja, maka otot akan
kembali mengendur dan beristirahat (relaksasi). Otot dapat erkontraksi karena
adanya pemecahan molekul energy yang disebut ATP. Energi yang dilepaskan oleh
molekul ATP, meningkatkan filament-filamen protein, mendorong otot untuk
memendek.
6
2.2.2 Kontraksi otot
Hansen dan Huxly, mengemukakan teori sliding filaments (filamen yang
bergeser) pada otot lurik. Mereka menyatakan bahwa saat otot kontraksi tidak
terjadi pemendekan filamen, namun hanya pergeseran filamen-filamen. Melalui
pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron dan difraksi sinar X,
Hansen dan Huxly menemukan dua set filamen, yaitu aktin dan miosin.
Aktin dan miosin tersebut bergeser sehingga otot dapat memendek dan
memanjang saat otot berkontraksi dan berelaksasi. Filamen tersebut terdapat di
dalam sarkomer. Sarkomer terdapat dalam sel otot. Jumlah filamen dalam satu
sarkomer dapat mencapai ratusan hingga ribuan filamen, bergantung jenis ototnya.
Filamen-filamen tersebut membangun 80% massa sarkomer.
Pada saat berkontraksi, filamen aktin berikatan dan meluncur sepanjang
filamen miosin. Zona H adalah bagian terang, yang berada di antara bagian A yang
berupa pita gelap. Pita yang terang disebut pita I. Pada saat berkontraksi, di zona-
zona tersebut terjadi perubahan. Pita I dan zona H akan berubah jadi semakin
sempit, atau bahkan hilang sama sekali. Kontraksi otot dipacu oleh potensial aksi
dari sinaps sel saraf yang menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca2+) oleh
retikulum sarkoplasma (retikulum endoplasma yang terspesialisasi) di otot.
Pelepasan Ca2+ menyebabkan protein regulator tropomiosin dan troponin
berubah bentuk. Hal ini memungkinkan terjadi ikatan antara kepala miosin dan
filamen aktin. Ketika filamen-filamen aktin meluncur menuju tengah sarkomer,
otot memendek (kontraksi). Pada saat relaksasi, filamen-filamen tersebut kembali
ke bentuk semula.
2.2.3 Mekanisme Otot Somatik
Pada saat filamen aktin meluncur, kepala miosin akan membentuk ikatan
(cross bridges) dengan sebuah tonjolan pada badan filamen aktin. Agar dapat
berikatan, dibutuhkan energi yang diperoleh dari pemecahan ATP (adenosine
triphospate) menjadi ADP (adenosine diphospate). Kombinasi aktin dan miosin
dengan bantuan energi dari ATP ini disebut aktomiosin. Berikut adalah reaksinya:
7
Aktin + Miosin — A T P + A D P + P –> Aktomiosin
Sel otot umumnya hanya menyimpan sedikit ATP untuk beberapa kali
kontraksi. Untuk kontraksi berulang, diperlukan ATP lebih banyak. Energi tersebut
diperoleh dari cadangan energi berupa kreatin fosfat. Cadangan energi ini
memberikan gugus fosfat kepada ADP (adenosine diphospaete) untuk membentuk
ATP. Namun, cadangan kreasin fosfat akan habis jika otot bekerja lebih keras.
Untuk menunjang pergerakan otot yang lebih keras dan lama, mitokondria sel otot
lebih banyak memerlukan glukosa dan oksigen. Glukosa dan oksigen digunakan
untuk respirasi sel dan menghasilkan ATP.
Untuk menyediakan energi secara cepat, glukogen yang terdapat pada otot
dapat dipecah menjadi glukosa dan asam laktat. Secara normal sel memerlukan
oksigen untuk memecah karbohidrat dan menyintesis ATP. Namun, pemecahan
glikogen dapat terjadi tanpa oksigen, yaitu melalui proses fermentasi asam laktat.
Selama latihan keras, asam laktat terakumulasi di otot. Asam laktat di otot dapat
menyebabkan otot lelah dan sakit. Namun, asam laktat secara berkala terbawa
aliran darah menuju hati. Kemudian, asam laktat diubah menjadi asam piruvat oleh
sel hati.
Proses fermentasi asam laktat untuk menghasilkan ATP ini disebut juga reaksi
anaerob (berasal dari bahasa Yunani, an artinya tanpa; aer artinya udara; bios
artinya hidup). Ketika detak jantung dan napas bertambah kencang, hal ini
memberikan lebih banyak udara pada sel otot sehingga sel otot mampu melakukan
respirasi secara normal (reaksi aerob). Sebagian besar ATP yang dihasilkan
mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif. Proses ini menggunakan energi
kimia yang berasal dari katabolisme karbohidrat, lemak, atau protein. Jika Anda
berhenti berolahraga, Anda akan tetap bernapas kencang beberapa saat. Oksigen
tambahan ini digunakan untuk mengubah banyak asam laktat menjadi glikogen
kembali.
2.2.4 Kelelahan Otot
Kelelahan otot terjadi jika otot yang beraktifitas tidak lagi dapat berespon
terhadap rangsangan dengan derajat kontraksi yang sama. Kelelahan otot adalah
8
suatu mekanisme pertahanan yang melindungi otot agar otot tidak mencapai titik
dimana ATP tidak lagi dapat diproduksi. Kelelahan otot Terjadi jika otot terus
bekerja dan menggunakan banyak energy.
Dengan adanya pengeluaran energy yang besar maka pada suatu saat tubuh
akan kehilangan Oksigen. Sedangkan, kemampuan tubuh untuk menyediakan
oksigen tetap. Keadaan inilah yang memaksa tubuh untuk melakukan metabolism
anaerob yang dapat menyebabkan penimbunana asam laktat dan menimbulkan
kelelahan.
Pada scenaruio 8, terjadi kram akibat kontaksi otot yang berlebihan yang terus
menerus. Namun, gangguan pada otot tersebut segera diberikan tindakan untuk
perlindungan otot dengan cara memberikan tegangan yang berlebih pada kontraksi
otot yang mengalami kram atau kejang tersebut regangan berlebih, sehingga terjasi
reflex membalik dan otot pun akan mengalami relaksasi.
Faktor-faktor penyebab timbulnya kelelahan otot yaitu terjadinya penumpukan
asam laktat, pengososngan penyimpanan ATP dan PC, Pengosongan Simpanan
Glikogen otot.
2.3 Secara Anatomi
Otot adalah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai
alat gerak aktif yang menggerakan tulang. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu otot lurik, otot polos, dan otot jantung. Otot yang menyebabkan pergerakan
suatu organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut.
Berdasarkan fungsinya otot dibagi menjadi dua yaitu voluntasi (dibawah
sadar) dan involuntasi (diluar sadar), berdasarkan strukturnya otot dibagi menjadi
tiga jenis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung. Otot yang kami bahas pada
kasus ini adalah otot lurik pada bagian tungkai bawah.
Dan berdasarkan tipenya otot dibagi menjadi 2 tipe yaitu Otot merah kaya
akan suplai darah, mengandung mitokondria dan myoglobin. Mioglobin merupakan
senyawa seperti hemoglobin yang mampu mengikat O2 dean menyimpannya di
dalam otot. Otot merah juga mengoksidasi asam lemak untuk memeperoleh energi.
9
Sebaliknya, otot putih memiliki sedikit darah, mitokondria, dan mioglobin.
Akan tetapi, otot putih terspesialisasi untuk melakukan pernapasan anaerobik untuk
menghasilkan energi tanpa O2 sehingga cepat berkontraksi meskipun cepat lelah.
Pada kasus di atas, secara anatomi dapat diuraikan menjadi:
a) Makrokopis mempelajari suatu struktur yang besar yang bisa dilihat
dengan mata telanjang. Pada kasus ini yang dapat dilihat secara
makroskopis adalah Muskulus (M. Gastrocnemius (M. digitorum longus,
M fibularis (peroneus) longus, M tibialis anterior, M. extensor digitorum
longus, M. extensor halluces longus, M. soleus, Tendo calcaneus),
Ossa( Caput fibulae, Corpus tibiae, Corpus fibulae, sulcus malleolaris),
Articulation (A. inferio lateralis genus). Membrana interossea Cruris,
Ligamen tiniofibulare anterius.3
b) Mikroskopis mempelajari suatu struktur yang tidak bisa dilihat dengan
mata telanjang. Bentuk pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan
sitology dan histologi. Sitology mempelajari suatu sel secara individual
sedangkan histologi memperlajari suatu jaringan. Secara mikroskopis
dapat dilihat seperti, pemeriksaan pada darah, glukosa, aktin, miosin.3
10
PENUTUP
Kesimpulannya otot merupakan alat gerak aktif yang dapat terjadi pada saat
berkontraksi. Pada kasus anak laki-laki tersebut yang mengalami kejang pada tungkai
kanannya yang dipicu oleh trigger dimana trigger itu sendiri adalah pembalikan singkat
potensial membrane akibat perubahan cepat permeabilitas membrane. Apabila trigger
mengalami gangguan maka akan mengakibatkan mekanisme kerja otot tidak berkerja
secara normal.
Pada kasus ini otot si anak mengalami ketegangan yang berlebihan. Hal ini disebabkan
karena pergerakan otot yang keras dan lama serta membutuhkan energy yang banyak.
Energi dihasilkan dari pemecahan glukogen yang terdapat pada otot dapat dipecah menjadi
glukosa dan asam laktat. Selama kontraksi keras, asam laktat terakumulasi di otot. Asam
laktat di otot dapat menyebabkan otot menjadi tegang dan terasa sakit.
Secara anatomi, pemeriksaan dapat diilakukan dengan pemeriksaan makroskopis
seperti pemerksaan pada tulang, Muskulus, Ossa, Articulation.Selain itu ada juga
pemerksaan secara mikroskopis seperti pemeriksaan pada darah, glukosa, aktin, myosin.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Eko Y. Teori pergeseran filament. Available from URL:
http://konsepbiologi.wordpress.com/2012/09/17muscle-contraction
2. Junqueeira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed. 10. Jakarta: EGC; 2007.h.128-99
3. Putz, R. Sobota, Atlas der Anatomy des Menschen. id ed. 2 vols. Jakarta: EGC,
2006.h.314
4. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke system. Jakarta; 2001: EGC: 277-
281
5. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke system. Ed.2. Jakarta; 2001: EGC:
h. 212-53
6. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke system. Ed.2. Jakarta: EGC;
2001.h.212-53
12