laporan mod 1 blok 13 kel 2
DESCRIPTION
;;;iiiTRANSCRIPT
BLOK XIII
MODUL 1
INFEKSI PADA SALURAN PERNAPASAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2009
1
Disusun oleh : Kelompok I
Afdhalia Khairunnisa. S.Y
Auliaurrahmah
Ayu Putri Anggraini
Evyarosna Sinaga
Erviani Maulidya
Robby Rolanda
Gaung Perwira Yustika
Yoga Alfianoor
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nyalah laporan “Blok XIII Modul 1 Infeksi Pada Saluran Pernapasan” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah
sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Laporan ini secara garis besar
berisikan tentang jenis-jenis penyakit infeksi pada saluran pernapasan.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Nathaniel Tandirogang selaku tutor kelompok I yang telah
membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) 1 di Blok
13 modul 1.
2. Dr. Vera selaku tutor kelompok 1 yang telah membimbing kami dalam
melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) 2 di Blok 13 modul 1.
3. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami
sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok
kecil ini.
4. Teman-teman kelompok I yang telah mencurahkan pikiran dan
tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan
baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.
Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat
berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun
harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil
(dkk) ini.
Samarinda, 4 Agustus 2009
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman judul………………………………………………………………. 1
Kata pengantar……………………………………………………………….2
Daftar isi……………………………………………………………………..3
I. Pendahuluan
Latar belakang…………………………………………………………...4
Manfaat………………………………………………………………….4
II. Isi
Step 1 …………………………………………………………………...5
Step 2……………………………………………………………………5
Step 3……………………………………………………………………6
Step 4……………………………………………………………………8
Step 5……………………………………………………………………8
Step 6……………………………………………………………………9
Step 7……………………………………………………………………9
III. Penutup
Kesimpulan dan Saran…………………………………............……..…40
Daftar pustaka…………………………………………………….…….41
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Infeksi saluran pernapasan dibagi menjadi 2 yaitu inspeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) dan inspeksi saluran napas atas (ISNA). Salah satu penyakit yang
diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita
oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah
mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya
cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-
anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan
adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40
% -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang
terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2
bulan
II. MANFAAT MODUL
Dengan mempelajari dan memahami mengenai macam-macam penyakit infeksi
saluran pernapasan, diharapkan dapat memahami tentang definisi, etiologi,
patogenesa, manifestasi klinik, diagnosis, dan tatalaksana.
4
BAB II
ISI
STEP 1
TERMINOLOGI ASING
1. Infiltrat : penimbunan bahan patologis yang lama yang terdapat di
dalam suatu jaringan dan akan berbentuk
bayangan/shadow pada foto rontgen
2. Foto rontgen : suatu metode pemeriksaan dengan menggunakan sinar
untuk screning kondisi organdalam.
3. Interstitial : ruang atau celah kecil antara jaringan di luar pembuluh
darah dan di dalamnya terdapat cairan interstitial.
STEP 2
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Adi bisa batuk berdahak disertai demam dan nyeri tekan?
2. Mengapa keadaan lanjutan Adi bertambah parah? Dengan batuk yang
semakin menjadi berat, nyeri dada dan sesak bila bernapas.
3. Bagaimana Interpretasi hasil pemeriksaan?
4. Apa hubungannya penyakit adi dengan penyakit Ayah nya? Dan mengapa
Ayah nya di rawat di Rumah sakit?
5. Mengapa infiltrat pada aveoli ebih dominan dari pada interstitial?
6. Indikasi Adi di rawat di Rumah sakit?
5
STEP 3
BRAIN STORMING
1. Mekanisme keluhan-keluhan meliputi:
a. Batuk berdahak : batuk berdahak terjadi karena infeksi dan non
infeksi dan batuk ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan
tubuh. Infeksi bisa di sebabkan oleh mikro organisme meliputi
bakteri,virus,jamur,dll. Sedangkan non infeksi di sebabkan oleh
benda asing dan alergi.
SISTEM PERTAHANAN SALURAN NAPAS :
Refleks batuk:
Partikel asing menimbulkan rangsangan pada bronkiolus
terminalis impuls aferen N. Vagus medulla
oblongata lintasan neuronal medulla
Sehingga inspirasi epiglottis dan pita suara menutup
otot2 perut berkontraksi tekanan par meningkat 100mmHg
pita suara dan epiglottis terbuka udara keluar dengan
kecepatan70-100 mil/jam
batuk
Mukosa, sebagai tempat untuk menjerat partikel asing, tempat
untuk melembabkan. Pada permukaan mukosa, terdapat mucosa
associated lymphoid tissue yang berperan dalam respon imunologi
lokal.
Silia, menggerakan mukosa menuju kearah faring untuk ditelan
atau dibatukkan.
Makrofag, diproduksi oleh sumsum tulang belakang (belum
matang) bermigrasi sistem sirkulasi ke jaringan tetap di
jaringan tersebut.
6
Jadi batuk berdahak terjadi karena mukosa menghasilkan sekret yang
berlebihan sebagai mekanisme pertahanan untuk menjerat pertikel asing
yang masuk dan akhirnya di batukkan.
b. nyeri dada :- terjadi karena terdapat sumbatan di saluran napas
-otot dada terganggu
-gangguan jantung
-nyeri pleuritik
c. sesak napas :-terjadi karena sumbatan saluran napas
2. Interpretasi hasil laboratorium
a. T ekanan 110/80 normal
b. RR 32x/menittakipnue. Normal: 16-20x/menit
c. T 390 Cdemam. Normal : 36,50-37,50 C
3. Terdapat Hubungan antara penyakit Adi dengan penyakit Ayahnya,karena
di indikasikan penyakit Ayahnya menular kepada adi. Dan kemungkinan
sakit ayahnya sama seperti penyakit adi sehingga harus di rawat di rumah
sakit
4. Infiltrat lebih dominan di aleolus daripada di infiltrat dikarenakan oleh
infeksi disebabkan oleh bakteri dan peradangan lebih banyak terjadi di
alveolus dari pada di interstitial karena alveolus lebih dipenuhi oleh O2
5. Indikasi adi di rawat di rumah sakit:
a. Takipneu
b. Demam > 380 C
c. Sesak napas
7
STEP 4
SKEMA
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patogenesa, manifestsi klinis, diagnosa, diagnosa banding, tatalaksana, komplikasi prognosis dari:
1. Laringitis
2. Faringitis
3. Bronkitis
4. Pleuritis dan efusi pleura
5. Pneumoni
6. Abses paru
8
Gangguan sistem pernapasan
ISPALaringitisFaringitisbronkitis
Parenkim paru & pleuraPleuritisPneumoniAbses paru
DefinisiEtiologi
PatogenesaManifestasi klinis
DiagnosaDiagnosa banding
TatalaksanaKomplikasiprognosis
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
PEMBAHASAN
LARINGITIS
DEFINISI
Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi karena banyak sebab.
Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara,
pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai
bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi
yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
PENYEBAB
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis,
pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri. Laringitis bisa terjadi akibat:
- Penggunaan suara yang berlebihan
- Reaksi alergi
- Menghirup iritan (misalnya asap rokok).
PATOFISIOLOGI
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanyan disertai rinitis atau nasofaring. Awitan infeksi
mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak,
defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada
musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring Dengan menurunnya daya
9
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang
kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.
GEJALA
Gejala biasanya berupa perubahan suara berupa serak sampai hilangnya suara.
Tenggorokan terasa gatal dan tidak nyaman. Gejala lainnya yang juga bisa
ditemukan:
- demam
- tidak enak badan
- kesulitan menelan
- sakit tenggorokan.
Pembengkakan laring menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan
cermin kecil bersudut seperti yang digunakan dokter gigi, dokter bisa melihat
kemerahan dan pembengkakan pada laring.
PENGOBATAN
Pengobatan pada infeksi oleh virus tergantung kepada gejalanya. Penderita
sebaiknya mengistirahatkan pita suaranya dengan tidak bicara atau bicara dengan
berbisik. Menghirup uap bisa meringankan gejala dan membantu penyembuhan
daerah yang meradang. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik.
10
FARINGITIS
Definisi
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil yang
disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat
menjadi bagian dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring.
jenis faringitis
Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan
nanah di tenggorokan
Sering ditemukan nanah di
tenggorokan
Demam ringan atau tanpa
demamDemam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal
atau agak meningkat
Jumlah sel darah putih meningkat
ringan sampai sedang
Kelenjar getah bening normal
atau sedikit membesar
Pembengkakan ringan sampai sedang
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan
memberikan hasil negatif
Tes apus tenggorokan memberikan
hasil positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium
tidak tumbuh bakteri
Bakteri tumbuh pada biakan di
laboratorium
ETIOLOGI
Faringitis akut baik yang disertai demam atau tidak, pada umumnya disebabkan
oleh virus seperti Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzavirus, Coksakievirus,
Coronavirus, Echovirus, Epstein-Bar virus (mononukleosis) dan
Cytomegalovirus. Dari golongan bakteri seperti streptokokus beta hemolitikus
11
kelompok A, merupakan kelompok bakteri yang sering ditemukan, sedangkan
jenis bakteri yang lain seperti Neisseria gonorrhoeae, Corynobacterium
diphtheriae, Chlamydia pneumonia, grup C dan G streptokokus.
Penyebab faringitis yang lain seperti Candida albicans (Monilia) sering
didapatkan pada bayi dan orang dewasa yang dalam keadaan lemah atau
terimunosupresi. Hal-hal seperti udara kering, rokok, neoplasia, intubasi
endotrakeal, alergi, dan luka akibat zat kimia dapat juga menyebabkan faringitis.
PATOGENESIS
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian
bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat
mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering
dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding
faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu
terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak.
GEJALA
Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan
dan nyeri menelan.Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan
berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau
mengeluarkan nanah. Gejala lainnya adalah:
- demam
- pembesaran kelenjar getah bening di leher
- peningkatan jumlah sel darah putih.
12
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi
lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.
DIAGNOSA
Temuan-temuan fisik yang paling mungkin ditemukan berhubungan dengan
penyakit yang disebabkan oleh streptokokus adalah kemerahan pada kelenjar-
kelenjar tonsil beserta tiang-tiang lunak, terlepas dari ada atau tidaknya
limfadenitis dan eksudasi-eksudasi. Gambaran-gambaran ini walaupun sering
ditemukan pada faringitis yang disebabkan oleh streptokokus, tidak bersifat
diagnostik dan dengan frekuensi tertentu dapat pula dijumpai pada faringitis yang
disebabkan oleh virus. Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak jarang terjadi
pada faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah dibuktikan, adanya 2 atau
lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-gejala ini memberikan petunjuk pada
diagnosis infeksi virus. Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya
metode yang dapat dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan
streptokokus. Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus beta hemolitikus
kelompok A adalah kultur tenggorok karena mempunyai sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi tergantung dari teknik, sample dan media. Bakteri yang
lain seperti gonokokus dapat diskrening dengan media Thayer-Martin hangat.
Virus dapat dikultur dengan media yang khusus seperti pada Epstein-Bar virus
menggunakan monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan laboratorium
ditemukan adanya leukositosis.
TERAPI
Terapi faringitis virus adalah aspirin atau asetaminofen, cairan dan istirahat
baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh
invasi bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus.
Antibiotik dicadangkan untuk komplikasi ini. Faringitis streptokokus paling baik
diobati dengan pemberian penisilin oral (200.000-250.000 unit penisilin G,3-4
kali sehari, selama 10 hari). Pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan
respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam.
13
Eritromisin atau klindamisin merupakan obat lain dengan hasil memuaskan, jika
penderita alergi terhadap penisilin.
Dengan tambahan untuk mencukupi terapi antibiotik terhadap pasien-pasien yang
menderita faringitis, tanpa menghiraukan etiologinya, seharusnya diberikan
antipiretik untuk mengatasi nyeri atau demam. Obat yang dianjurkan seperti
ibuprofen atau asetaminofen. Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang
sangat hebat, selain terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher
dapat membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam
hangat dapat pula memberikan sedikit keringanan gejala terhadap nyeri
tenggorokan, dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk
dapat bekerja sama.
Seorang anak dengan infeksi streptokokus tidak akan menularkan lagi kepada
orang-orang lain dalam beberapa jam setelah mendapatkan pengobatan antibiotik.
Sementara itu anak-anak dengan infeksi virus akan tetap dapat menularkan selama
beberapa hari.
BRONKITIS
DEFINISI
Bronkitis merupakan suatu peradangan pada bronkus. Pada umumnya bronchitis
bersifat ringan dan akan sembuh sempurna. Namun pada penderita usia lanjut atau
pasien dengan penyakit menahun (contoh pada penyakit jantung atau paru)
bronchitis dapat menjadi serius.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Bronkitis akut pada umumnya disebabkan oleh virus. Virus yang paling sering
menyebabkan bronchitis adalah influenza A dan B, parainfluenza, RSV, dan
coronavirus. Pada bronchitis akut, sel – sel yang melapisi bronkus mengalami
iritasi dan membran mukosa menjadi hiperemik serta bengkak (edematous)
14
sehingga menurunkan fungsi mukosilier bronkus. Hal tersebut menyebabkan
saluran nafas menjadi tersumbat oleh debris dan iritasi semakin bertambah.
Sebagai respon terhadap keadaan tersebut maka saluran nafas tersebut akan
mensekresikan banyak mukus sehingga menyebabkan batuk yang khas pada
bronchitis. Bronkitis akut biasanya sembuh dalam waktu sekitar 10 hari. Jika
inflamasi meluas hingga ke bagian akhir (bronkiolus) dan alveoli maka akan
terjadi bronkopneumonia.
Bronkitis kronik merupakan keadaan yang berhubungan dengan produksi mucus
trakeobronkial yang berlebihan sehingga menyebabkan batuk berdahak berulang
hingga sekitar 3 bulan dalam 2 tahun. epitel alveolus merupakan target dan
inisiator inflamasi pada bronchitis akut.
Pada bronchitis umumnya ditemukan adanya dominasi neutrofil dan perubahan
fibrotic pada daerah peribronkial. Hal tersebut diakibatkan oleh aktivitas
interleukin 8, colony-stimulating factors, serta sitokin proinflamasi dan
kemotaksik lain. Sel – sel epitel pada saluran nafas melepaskan sitokin tersebut
sebagai respon terhadap rangsangan kondisi toksik, infeksius, dan inflamatorik.
Bronkitis kronik dapat dikategorikan dalam bronchitis kronik sederhana,
bronchitis kronik mukopurulen, serta bronchitis kronik dengan obstruksi. Produksi
sputum mukoid merupakan cirri khusus dari bronchitis kronik sederhana.
Bronkitis kronik mukopurulen ditandai dengan produksi sputum purulen yang
persisten atau rekuren dengan tanpa penyakit supuratif seperti bronkiektasis.
Sedangkan bronkitis kronik dengan obstruksi memiliki karakteristik yang mirip
seperti asma kronik sehingga diperlukan pengamatan yang jeli untuk
membedakannya. Pasien yang mengalami bronchitis kronik dengan obstruksi
memiliki riwayat batuk produktif dan wheezing onset yang lambat sedangkan
pasien asma dengan obstruksi kronik memiliki riwayat wheezing yang lama serta
batuk produktif dengan onset lambat.
Bronkitis kronik dapat berawal dari berbagai bronchitis kronik yang residif atau
dapat pula berkembang secara perlahan akibat merokok atau inhalasi udara yang
15
terkontaminasi dengan polutan lain di lingkungan sehingga menyebabkan erosi
epitel yang melapisi bronkus dan menurunkan aktivitas silia. Kondisi tersebut
menyebabkan bronkus menjadi lebih rentan terhadap infeksi sehingga dapat
berkembang menjadi bronchitis.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala umum bronkitis berupa:
Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan
mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan
bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
Bengek
Lelah
Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
Pipi tampak kemerahan
Sakit kepala
Gangguan penglihatan.
Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang
terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa
minggu.
DIAGNOSIS
Diagnosis bronkitis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya
lendir.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki
16
atau bunyi pernafasan yang abnormal.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
- Tes fungsi paru-paru
- Gas darah arteri
- Rontgen dada
PENGOBATAN
Pengobatan bronkitis dilakukan untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak
badan, kepada penderita dewasa bisa diberikan Aspirin atau asetaminofen; kepada
anak-anak sebaiknya hanya diberikan asetaminofen.
Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan
demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-
paru.
Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau
ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah
Mycoplasma pneumoniae.
Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.
Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah
perlu dilakukan penggantian antibiotik.
PLEURITIS
Peradangan pleura (pleuritis/pleurisy), sekunder akibat peradangan paru
(pneumonia) mengakibatkan permukaan pleura diliputi oleh eksudat peradangan
yang menyebabkan permukaan menjadi kasar. Permukaan yang kasar ini
17
menimbulkan gesekan (pleural rub) dengan stetoskop pada inspirasi dan ekspirasi.
Seringkali eksudat diinvasi fibroblast yang menumpuk kolagen dan melekatkan
pleura visceralis ke pleura parietalis sehingga terbentuklah adhesi pleura.
Jenis-jenis Pleuritis
1. Pleuritis Karena Virus dan Mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis
virusnya adalah: echo virus, Coxsackie group, chlamidia, rivkettsia, dan
mikoplasma.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6.000
per cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga
gejala-gejala perikarditis. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus
dalam cairan efusi, tapi cara termudah adalah dengan mendeteksi antibody
terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis Karena Bakteri Piogenik
Permukaan pleura oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi
diafragma, dinding dada atau esophagus.
3. Pleuritis Tuberkulosis
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom
dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi
tuberculosis paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga robek dari robeknya perkijuan kea rah
saluran getah bening menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis
(menimbulkan penyakit pott). Dapat juga secara hematogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberculosis , tapi adalah karena reaksi
18
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura terdapat
ditemukannya adanya granuloma.
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam
cairan efusi (biakan) atau dengan biopsy jaringan pleura. Pada daerah-
daerah dimana frekuensi tuberculosis paru tinggi dan terutama pada pasien
usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa
meski tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsy jaringan pleura.
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberculosis (Rifampisin, INH,
Pirazinamid/etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis
dan cara pemvberian obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru.
Pengobatan ini menyebabkan efusi pleura dapat diserap kembali, tapi
untuk menghilangkannya eksudat in I dengan cepat dapat dilakukan
torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi sempurna, tapi terkadang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistematik.
4. Pleuritis Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis
adalah Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergillus, Kriptokokus,
Histoplasmolisis, Blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
Penyebaran fungi ke organ tubuh lain amat jarang. Pengobatan
dengan Amfoterisin B memberikan respon yang baik. Prognosis penyakit
ini relative baik.
5. Pleuritis Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amuba. Bentuk tropozoitnya dating dari parenkim hati menembus
diafragfma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena
parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannnya. Di samping
ini juga dapat empiema karena amuba yang cairannya berwarna khas
19
merah coklat. Di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari
parenkim hati. Bisa juga karena robekan dinding abses amuba pada hati
kea rah rongga pleura. Efusi parapneumonia karena amuba dari abses hati
lebih sering terjadi daripada empiema amuba.
PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia merupakan suatu penyakit peradangan parenkim paru yang dimana
asinus paru berisi cairan radang, dengan atau tanpa infiltart pada alveoli.
Sedsangkan secara klinis, didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit).
ETIOLOGI
1. Bakteri
a. Pneumokokkus
b. Streptokokkus
c. Stfilokokkus
d. Haemophilus influenza
e. Kelbsiela
f. mikoplasma
2. Virus
a. Adeno virus
b. Parainfluenza virus
c. Influenza virus
20
3. Jamur
a. Kandida albicans
b. Istoplasma
c. Kaksidioides
PATOGENESA
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak epitel saluran nafas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan saluran nafas :
inokulasi langsung
penyebaran melalui pembuluh darah
inhalasi bahan aerosol
kolonisasi pada permukaan mukosa
dari keempat cara tersebut di atas, yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada inhalasi virus, mikroorganisme atipik, mikobakterial
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2 um melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran nafas atas (hidung; orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran nafas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
inimerupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofarong terjadi pada orang normal pada waktu tidur (50%)
21
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi, sehingga aspirasi
dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1, 1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus kedalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveolidisusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk
antibodi. Sel sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui pseudopedesis sitoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan
bakteri akan nampak 4 zona pada daerah parasitik tersebut, yaitu:
1. zona luar
2. zona hepatisasi merah
3. zona hepatisasi kelabu
4. zona resolusi
KLASIFIKASI
1. berdasarkan klinis dan epidemiologis
pneumonia komuniti
pneumonia nosokomnial
pneumonia aspirasi
pneumonia pada pasien imunucompromised
2. berdasarkan bakteri penyebab
pneumonia bakterial
pneumonia atipik
pneumonia virus
pneumonia jamur
3. berdasarkan predileksi infeksi
pneumonia lobaris
22
bronkopneumonia
pneumonia interstisial
DIAGNOSA
(a) gambaran klinis
a) anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh > 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang
disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.
b) pemeriksaan fisik
temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal saat bernafas,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, perkusi redup, saat
auskultasi terdengar suara nafas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi.
(b) pemeriksaan penunjang
(a) gambaran radiologis
foto torax merupakan pemeriksan penunjang utama. Gambaran
radiologisdapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan “air
bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto torax saja tidak dapat secara khas
menentukan arah diagnosis etiologi.
(b) pemeriksaan laboratorium
pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jum;ah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul, kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
terjadi peningkatan LED. Untuk penegakan diagnosa etiologi, perlu
dilakukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis
23
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
PENGOBATAN
pengobatan terdiri dari antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut :
1. penisilin sensitif streptococcus pneumoniae
golongan penisilin
TMP-SMZ
makrolid
2. penisilin resisten streptococcus pneumonia
betalaktam oral dosis tinggi
sefotaksim, seftriakson dosis tinggi
makrolid baru dosis tinggi
fluorokuinolon respirasi
3. peseudomonas aeruginosa
aminoglikosid
seftazidim, sefoperason, sefepim
tikarsilin, piperasilin
karbapenem
siprofloksasin, levofloksasin
4. methicilin resistent staphylococcus aureus
vankomisin
teikoplanin
linezolid
5. hemophilus influeenza
24
RMP-SMZ
azitromisin
sefalosporin gen. 2 atau 3
fluorokuinolon respirasi
6. legionella
makrolid
fluorokuinolon
rifampisin
7. mycoplasma pneumoniae
doksisiklin
makrolid
fluorokuinolon
8. chlamydia pneumoniae
doksisiklin
makrolid
fluorokuinolon
KOMPLIKASI
1. efusi pleura
2. empiema
3. abses paru
4. pneumotorax
5. gagalnafas
6. sepsis
PNEUMONIA KOMUNITI
25
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang terdapat di masyarakat. Di
dunia, pneumonia merupakan masalah kesehatan karena angka kematiannya yang
tinggi.
ETIOLOGI
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
kuman gram positif dan dapat pula kuman atipik. Akan tetapi di Indonesia,
menurut laporan akhir-akhir ini dari berbagai kota, menunjukkan bahwa
kebanyakna kuman yang ditemukan pada dahak penderita pneumonia komuniti
ialah gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir di beberapa pusat paru di Indonesia
(Medan, Jakarata, Surabaya, Malang, Makasar) dengan metode pemeriksaan
sputum didapatkan data sebagai berikut :
K. pneumoniae 45,18%
S. Pneumoniae 14.04%
S. viridans 9.21%
S. aureus 9%
Pseudomonas aeruginosa 8.56%
B-Hemolitik 7.89%
Enterobacter 5.26%
Pseudomonas spp 0.9%
DIAGNOSA
Diagnosa didapatkan melalui anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik,foto toraks, dan laboratorium. Diagnosa pasti pneumoni komuniti ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrar progresif ditambah
dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
Batuk-batuk bertambah berat
26
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh >37.5 oC (oral) / riwayat demam
Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki
Leukosit >10.000 atau <4500
Penilaian Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan
dengan menggunakan system skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient
Outcome Research Team (PPORT) seperti table 1 di bawah ini.
Karakteristik Penderita Jumlah Poin
Faktor Demografi
Usia :Laki-laki
Perempuan
Perawatan dirumah
Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit hati
Gagal gantung Kongestif
Penyakit Cerebrovaskular
Penyakit ginjal
Pemeriksaan Fisik
Perubahan status mental
Pernapasan >30x/menit
Tekanan darah sistol <90mmHg
Suhu tubuh <35oC atau >40oC
Nadi >125x/menit
Hasil Laboratorium atau Radiologi
Analisis gas darah arteri : pH 7.35 BUN >30mg/dL
Umur (tahun)
Umur (tahun) – 10
+10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
+20
+20
+20
+15
+10
+30
27
Natrium <130 mEQ/L
Glukosa >250mg/dL
Hematokrit < 30%
PO2 <60mmHg
Efusi pleura
+20
+20
+10
+10
+10
+10
Menurut American Thoracic Society (ATS) criteria pneumonia berat jika
dijumpai salah satu atau lebih criteria di bawah ini.
Kriteria minor :
Frekuensi napas >30 menit
PaO2 / fiO2 kurang dari 250mmHg
Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
Gambaran rontgen paru melibatkan >2 lobus
Tekanan sistolik <90 mmHg
Tekanan diastolic <60 mmHg
Kriteria mayor :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah >50%
Membutuhkan vasopresor >4 jam (syok septic)
Serum keratin >2 mg/dL atau peningkatan >2 mg/dL, pada
penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis.
Berdasarkan kesepakatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
2003, criteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
a. Skor PORT > 70
28
b. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu rawat inap jika
dijumpai salah satu atau lebih dari kriteria minor menurut ATS
c. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria Perawatan Intensif
Penderita yang memerlukan perawatan itensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu( membutuhkan ventilasi
mekanik dan membutuhkan vasopresor >4jam (syok septic) ) atau 2 dari 3 gejala
minor tertentu ( PaO2/FiO2 kurangdari 250 mmHg, gambaran rontgen paru
menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik <90mmHg ). Kriteria mayor
dan minor yang lain bukan merupakan indikasi perawatan intensif.
PNEUMONIA ATIPIK
Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia pneumonia, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydia psittasi,
Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A dan B, Adenovirus dan Respiratory
syncitial virus.
Diagnosis Pneumonia Atipik
a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk
nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia.
b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang
terjadi.
c. Gambaran radiologis infiltrate interstisial
d. Laboratorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biakan
dahak atau darah tidak ditemukan bakteri.
e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik
– Isolasi biakan sensitivitasnya sangat rendah
– Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA
– Polymerase Chain Reaction (PCR)
29
– Uji serologi
1. Cold agglutinin
2. Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.
pneumonia
3. Miero immunofluorescence (MIF) standar serologi untuk C.
pneumonia
4. Antigen dari urin untuk Legionella
Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik
Tanda dan Gejala P.atipik P.tipik
onset gradual akut
suhu kurang tinggi tinggi, menggigil
batuk non produktif produktif
dahak mukoid purulen
gejala lain
nyeri kepala, mialgia,
sakit tenggorokan, suara
parau, nyeri telinga
jarang
gejala di luar paru sering lebih jarang
pewarnaan gram flora normal atau spesifik kokus Gram (+) atau (-)
radiologis patchy atau normal konsolidasi lobar
laboratoriumleukosit normal kadang
rendahlebih tinggi
gangguan fungsi hati sering jarang
Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia, perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi, yaitu keadaan yang
dapat meningkatkan resiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang
30
spesifik misalnya S. pneumonia yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam
factor modifikasi adalah :
a. Pneumokokkus resisten terhadap penisilin
- Umur lebih dari 65 tahun
- Memakai obat-obatan golongan β laktam selama 3 bulan terakhir
- Pecandu alcohol
- Penyakit gangguan kekebalan
- Penyakit penyerta yng multiple
b. Bakteri enteric gram negative
- Penghuni rumah jompo
- Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
- Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
- Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
- Bronkiektasis
- Pengobatan kortikosteroid lebih dari 10 mg/hari
- Pengobatan antibiotic spectrum luas lebih dari 7 hari pada bulan
terakhir
- Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi :
1. Penderita rawat jalan
a. Pengobatan suportif/simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b. Pemberian antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
a. Pengobatan suportif/simptomatik
31
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan
mukolitik
b. Pengobatan antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
a. Pengobatan suportif/simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan
mukolitik
b. Pengobatan antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam
c. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Pengobatan pneumonia atipik
Antibiotic masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk
atipik. Antibiotic terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.
pneumonia, C. pneumonia dan Legionella adalah golongan :
- Makrolid baru : azitromisin, klaritomisin, roksitromisin
- Fluorokuinolon respirasi
- Doksisiklin
Evaluasi Pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak
ada perbaikan, kita harus meninjau kembali diagnosis, factor-faktor penderita,
obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.
Pada penderita yang tidak respon terhadap pengobatan empiris yang telah
diberikan, maka terdapat beberapa kemungkinan, yaitu :
32
a. Salah diagnosis, yang seharusnya adalah penyakit :
- Gagal jantung
- Emboli
- Keganasan
- Sarkoidosis
- Reaksi obat
- Perdarahan
b. Diagnosis sudah benar, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Faktor penderita
- Kelainan lokal (sumbatan oleh benda asing)
- Respon penderita yang tidak adekuat
- Komplikasi seperti super infeksi paru dan emphiema
2. Faktor obat
- Salah memilih obat
- Salah dosis atau cara pemberian obat
- Komplikasi
- Reaksi obat
3. Faktor bakteri
- Kuman-resisten terhadap obat
- Bakteri pathogen yang lain
- Bakteri (mikrobakteria atau nokardia)
- Non bacterial (jamur atau virus)
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat. Perawatan yang baik dan
intensif sangat mempengaruhi prognosis pada penderita yang dirawat.
Pencegahan
a. Pola hidup yang sehat termasuk tidak merokok
33
b. Vaksinasi (vaksin pneumokokkal dan vaksin influenza) sampai saat ini
masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitasnya.
ABSES PARU
a. Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yg berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.
b. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol.
Patofisiologi
a. Terjadi melalui dua cara: Aspirasi dan Hematogen.
b. Paling sering akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor, dan striktur bronkial.
c. Sering terjadi pd pasien bronkhitis kronik byk mukus pd saluran napas bawah media pertumbuhan bakteri.
A. Secara hematogen:
1. akibat septikemia atau fenomena septik embolik, sekunder dari fokus infeksi dari bagian tubuh lain, spt tricuspid valve endocarditis.
2. Abses yg terbentuk multipel.
3. Penyebab tersering stafilokokus.
4. Penanganannya lebih sulit.
5. Ukuran abses bervariasi dr bbrpa mm sampai >5 cm.
a. Abses primer: Infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia pada org normal.
b. Abses sekunder: infeksi terjadi pd org yg sblmnya sudah mempunyai kondisi spt obstruksi, bronkiektasis, dan gg.imunitas.
34
c. Abses paru akibat necrotizing pneumonia terjadi nekrosis dan pencairan jaringan. (e/ Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan grup Pseudomonas).
d. Abses hepar bakterial atau amubik mengalami ruptur menembus diafragma abses paru kanan dan rongga pleura.
Predisposisi
a. Kondisi yg memudahkan terjadinya aspirasi:
1. Gangguan kesadaran alkoholisme, epilepsi, CVA, anestesi umum, drug abuse, koma, trauma, sepsis.
2. Gangguan esofagus dan sal.cerna gg.motilitas.
3. Fistula trakeoesofageal.
b. Iatrogenik.
c. Infeksi periodontal.
d. Kebersihan mulut yg buruk.
e. Pencabutan gigi.
f. Pneumonia akut.
g. Imunosupresi.
h. Bronkiektasis.
i. Ca paru.
j. ISPA & ISPB yg belum teratasi.
Etiologi
a. Pseudomonas aeruginosa.
b. Klebsiella pneumoniae.
c. Staphylococcus aureus (dapat menyebabkan beberapa abscesses).
35
d. Streptococcal pneumonia.
e. spesies Nocardia.
f. spesies Fungal.
Klinis
a. Onset lambat/ akut.
b. Abses akut:
1. terjadi < 4-6 minggu.
2. Riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu.
3. Gejala awal badan lemah, tidak nafsu makan, BB turun, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil (>39,4oC).
4. Dahak purulen stlah bbrpa hari.
c. Sputum berbau amis dan berwarna anchovy bakteri anaerob, disebut putrid abscesses.
d. Abses sekunder akibat septik emboli paru dgn infark, timbul dlm waktu 2-3 hari.
e. Pem.fisik:
1. Suhu badan 40oC.
2. Nyeri tekan lokal.
3. Perkusi redup pd daerah abses.
4. Auskultasi suara napas bronkial, suara amforik (bila dekat dinding dada), kadang-kadang ronkhi.
5. Gerakan dinding dada tertinggal pd paru yg lesi.
6. Fremitus vokal menghilang.
7. Tanda2 pendorongan mediastinum kontralateral (+).
8. Jari tabuh (+) berlangsung cepat.
36
Diagnostik
a. Laboratorium:
1. Leukosit tinggi 10.000 – 30.000.
2. Anemia pd abses lama.
3. Pemeriksaan dahak transtrakheal, transtorakal, atau bilasan/ sikatan bronkus menentukan penyebab abses.
4. Kultur darah dpt mbantu mencari etiologi.
b. Bronkoskopi akurasi >80%.
c. Aspirasi jarum per kutan.
d. Radiologi:
e. Foto dada PA dan lateral.
f. CT scan.
g. DD: TBC, bulla infeksi, emboli septik, keganasan, nodul reumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru, kongenital.
h. Gambaran radiologis abses paru - Tampak kavitas dgn air-fluid level.
Terapi
37
a. Tujuan: eradikasi secepatnya dari patogen penyebab abses dgn pengobatan yg cukup, drainase empiema, dan pencegahan komplikasi.
b. Posisi berbaring miring, dgn lokasi abses berada di atas agar drainase baik.
c. Bila lokasi abses di segmen superior lobus bawah posisi trendelenberg.
d. Diet bubur biasa TKTP.
Antibiotik:
a. Klindamisin spektrum lebih baik pd anaerob.
1. Dosis: 3x600 mg IV, lalu 4x300 mg oral/hari.
b. Alternatif:
1. Penisilin G 2-10 juta unit/hari. Kombinasi dgn streptomisin. Kemudian dilanjutkan dgn penisilin oral 4x500-750 mg/hari.
2. Obat injeksi diganti oral jika tidak panas lagi dan merasa baikan.
3. Penisilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2 gram/hari slma 10 hari efektifnya sama dgn klindamisin.
c. Antibiotik diberikan sampai dgn pneumonitis telah mengalami resolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi sisa yang kecil dan stabil dlm waktu >2-3 minggu.
d. Resolusi sempurna 6-10 minggu.
e. Tanda perbaikan klinis demam turun dlm 3-10 hari.
f. Respon yg lambat atau tidak respon, akibat:
1. Kavitas yg besar (>6 cm).
2. KU pasien yg jelek.
3. Antibiotik yg salah.
4. Salah diagnosa.
5. Abses yg perlu di drainase.
38
6. Ada empiema.
7. Ada komplikasi yg jauh, spt abses otak dan demam obat.
Komplikasi
a. Penyebaran melalui asprasi atau langsung.
b. Ruptur abses.
c. Tersering abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis, piopneumotoraks, fistula bronkopleura.
d. Abses paru yg resisten (kronik) resisten dgn pengobatan slma 6 minggu.
1. Kerusakan paru paru yg permanen.
2. Anemia, malnutrisi, kakeksia, gg.cairan dan elektrolit, gagal jantung trutama pd manula.
Pencegahan
a. Perhatian pd kebersihan mulut.
b. Pengobatan segera pd infeksi paru akut.
c. Menghindari pemakaian anestesi umum pd tonsilektomi, pencabutan abses gigi, dan operasi sinus para nasal menurunkan insiden abses paru.
Prognosis
a. Tergantung KU pasien, letak abses, luas kerusakan paru, dan respon pengobatan.
b. Mortalitas abses anaerobik <10%.
c. Faktor resiko prognosis jelek:
d. Kavitas yg besar.
e. Penyakit dasar yg berat.
BAB III
39
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kemungkinan-kemungkinan penyakit yang di derita Adi (20 tahun) ada
beberapa, di antaranya faringitis, laryngitis, bronchitis, pleuritis,
pneumonia, dan abses paru. Tetapi yang paling memungkinkan di sini
adalah pneumonia. Pneumonia adalah radang pada parenkim paru dimana
asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari
sel radang ke dalam interstinum. Penyebab dari pneumonia adalah bakteri,
jamur, virus, serta protozoa. Di dalam laporan ini juga disebutkan
klasifikasi dari pneumonia.
B. SARAN
Dengan memahami LO yang didapat, penulis menyarankan pembaca dapat
termotivasi untuk mendalami materi yang kami ulas, sehingga nantinya
saat diklinik atau rotasi klinik para mahasiswa dapat menerapkannya.
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan angkatan
2007.
DAFTAR PUSTAKA
40
41