laporan tutorial 1 blok 4 kel 3 fix

46
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmatNya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 1 pada blok 4 (Blok Pertahanan Tubuh) yang berjudul “Kaki Terkena Cangkul.” Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan laporan tutorial ini, khususnya kepada dr. Dewi Suryani, M. InfectDis sebagai tutor kami. Kami mohon maaf apabila ditemukan banyak kekurangan dalam laporan ini terutama dalam hal penjelasan mengenai learning objective. Kami berharap laporan ini bisa berguna dan bisa memberikan pengetahuan kepada pembaca. Mataram, Februari 2014 Penyusun (Kelompok III) 1

Upload: beby

Post on 28-Sep-2015

50 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

BUBU

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmatNya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 1 pada blok 4 (Blok Pertahanan Tubuh) yang berjudul Kaki Terkena Cangkul.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan laporan tutorial ini, khususnya kepada dr. Dewi Suryani, M. InfectDis sebagai tutor kami.Kami mohon maaf apabila ditemukan banyak kekurangan dalam laporan ini terutama dalam hal penjelasan mengenai learning objective. Kami berharap laporan ini bisa berguna dan bisa memberikan pengetahuan kepada pembaca.

Mataram, Februari 2014

Penyusun (Kelompok III)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1DAFTAR ISI..2BAB 1 PENDAHULUAN..31.1.Latar Belakang......31.2.Skenario....41.3.Mind Map.51.4. Learning Objective...5BAB 2 PEMBAHASAN.62.1. Definisi Sistem Imun dan Imunitas..62.2.Jenis-Jenis Sistem Imun...62.3. Respon Imun8Sistem Limfoid...11Mekanisme Pembentukan Sel yang Berperan dalam Sistem Imun18Antibodi..21Komplemen23Opsonisasi..27Mekanisme Pertahanan Lini Pertama dalam Sistem Imun27Bagian Organisme yang Dikenali dalam Sistem Imun..28Limfonodi Inguinal Membengkak.30Indikasi Perawatan Luka30Indikasi Pemberian ATS (anti tetanus serum)...31BAB 3 PENUTUP323.1.Kesimpulan.32DAFTAR PUSTAKA...33

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangImunitas adalah resistensi terhadapa penyakit terutama infeksi. Gabungan antara sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut system imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul, dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. System imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2013).Mikroba dapat hidup ekstraslular maupun intraselular, melepas enzim, dan menggunakan makanan yang banyak mengandung gizi yang diperlukannya. Mikroba menginfeksi sel penjamu dan berkembang biak intraselular dengan menggunakan energy sel penjamu. Mikroba dapat menimbulkan penyakit dan kematian tetapi banyak juga yang tidak berbahaya bahkan berguna untuk penjamu (Baratawidjaja, 2013).System imun dibagi menjadi system imun alamiah/innate/ nonspesifik dan system imun adaptif/spesifik. System imun non-spesifik adalah system imun yang sudah ada dalam individu sehat dan dapat menyingkirkan mikroba yang masuk ke tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan telah ada sejak lahir. System imun spesifik adalah system imun yang mempunyai kemampuan mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Disebut spesifik karena ketika diserang oleh mikroba, tubuh dapat beradaptasi dan memberi respon imun serta membuat memori sehingga ketika ada serangan kedua, akan cepat dikenali dan dihancurkan (Baratawidjaja, 2013).System imun nonspesifik terdiri atas system imun humoral (contohnya komplemen, protein fase akut,dan sitokin) dan system imun selular yaitu sel fagositik (neutrofil, eosinofil, sel natural killer, sel mast, dan makrofag). System imun spesifik juga dibagi menjadi 2 bagian yaitu system imun humoral yaitu sel B dan system imun selular yaitu sel T (Baratawidjaja, 2013).Pada system imun terdapat organ limfatik yaitu organ limfoid primer dan sekunder. Organ limfoid primer adalah sumsum tulang belakang dan timus. Organ limfoid primer berperan dalam menghasilkan dan maturasi system imun spesifik dan nonspesifik. Sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas limpa, tonsil, kelenjar getah bening. Berperan mengaktifkan sel imun yang dari organ limfoid sekunder (Mescher, 2011).Mikroba yang menyerang masuk ke dalam tubuh harus menembus rintangan eksternal yang dibentuk kulit dan membran mukosa, yang menutupi permukaan. Jika berhasil melakukan hal tersebut, pathogen harus menghadapi garis pertahanan nonspesifik kedua, yaitu mekanisme saling berinteraksi dan meliputi fagositosis, respon peradangan, dan protein mikroba. Setelah mikroorganisme sedang diserang oleh sel-sel fagositik, respon peradangan, dan protein antimikroba, mikroorganisme itu tanpa bisa dihindarkan akan menghadapi limfosit yang merupakan sel kunci dalam system kekebalangaris pertahanan ketiga (Baratawidjaja, 2013).1.2. Skenario 1Kaki terkena CangkulSeorang petani berusia 45 tahun menderita luka di kaki kanannya akibat terkena cangkul. Dua minggu yang lalu, ketika kakinya terluka, ia mencuci kakinya di sungai dan membungkusnya dengan kain. Sekarang kakinya bengkak, nyeri, dan terasa kaku saat digerakkan. Dokter yang memeriksanya menemukan bahwa kaki kanan pasien mengalami luka robek, tampak tanda radang akut, bernanah, dan berbau. Robeknya kulit membuat infeksi mudah masuk ke jaringan dibawahnya. Limfonodi inguinal pasien juga mengalami pembengkakan. Dokter memutuskan untuk mencuci luka tersebut, dan melakukan debridement untuk membuang jaringan mati. Karena status imunisasi pasien meragukan, dokter memberikan suntikan ATS (Anti Tetanus Serum). Dilakukan perawatan luka terbuka pada pasien, sambil menunggu secondary wound closure. Skenario 1

1.3. Mind Map

1.4. Learning Objective Pengertian komplemen dan perannya dalam imunitas Komplemen terdapat pada system imun spesifik saja atau non-spesifik saja atau keduanya. Jika komplemen terdapat pada keduanya, maka apa perbedaan diantara kedua system imun tersebut. Pengertian opsonisasi dan perannya dalam proses fagositosis Menjelaskan mekanisme pertahanan pertama pada system imun Menjelaskan mekanisme pembentukan sel yang berperan dalam system imun Menjelaskan respon imun spesifik dan non-spesifik Bagian yang dikenali pada mikroorganisme dalam respon non-spesifik dan respon spesifik Menjelaskan kenapa limfonodi inguinal (pada scenario) membengkak Menjelaskan mengapa perlu memberikan perawatan luka (pada scenario)

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Definisi Sistem Imun dan Imunitas Sistem imun merupakan suatu sistem yang terdiri atas gabungan dari sel, jaringan dan molekul-molekul yang memediasi terjadinya imunitas. Adapun kekebalan atau resistensi terhadap penyakit terutama infeksi disebut imunitas.2.2. Jenis-Jenis Sistem ImunSistem imun dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem imun alamiah/nonspesifik dan sistem imun spesifik/adaptif.2.2.1. Pengertian 2.2.1.1. Sistem imun alamiah/non spesifikAdalah komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba yang masuk dalam tubuh dan dengan cepat menyingkirnya. Disebut non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu. Dan sistem imun ini telah ada dan siap berfungsi sejak individu tersebut lahir.2.2.1.2. Sistem imun spesifik/adaptifAdalah sistem imun yang timbul sesudah pemaparan pada suatu antigen (misalnya agen infeksius) yang bersifat spesifik dan di perantarai oleh antibodi ataupun limfosit. Imunitas ini dapat berupa pasif maupun aktif.2.2.1.2.1. Imunitas pasifImunitas pasif dibawa melalui antibodi dan limfosit yang sebelumnya dibentuk pada pejamu lain. Pemberian antibodi secara pasif terhadap virus tertentu dapat berguna selama masa inkubasi untuk membatasi multiplikasi virus. Keuntungan utama imunisasi pasif dengan antibodi yang telah dibentuk adalah tersedianya sejumlah besar antibodi dalam waktu singkat; dan kerugiannya adalah masa hidup yang singkat antibodi-antibodi ini dan kemungkina reaksinya hipersensitivitas pada pemberian antibodi dari spesies lain.2.2.1.2.2. Imunitas aktifImunitas aktif diinduksi sesudah kontak dengan antigen asing. Keuntungan imunitas aktif termasuk perlindungan jangka panjang; kerugiannya meliputi onset proteksi yang lambat serta perlunya kontak lama atau berulang dengan antigen.2.2.2. Perbedaan sistem imun alamiah/non-spesifik dan system imun spesifik/adaptif

Non SpesifikSpesifik

ResistensiTidak berubah oleh infeksiMembaik oleh infeksi yang berulang (memori)

SpesifitasUmumnya efektif terhadap semua mikroba, spesifik untuk molekul dan pola molekular berhubungan dengan pathogen, dan dapat menjadi berlebihan.Spesifik untuk mikroba yang sudah mensensitasi sebelumnya. Sangat spesifik sehingga bisa membedakan perbedaan minor antara dalam struktur molekul, detil struktur mikroba, atau nonmikroba dikenali dengan spesifitas tinggi

Sel yang pentingFagosit, Sel NK, Monosit, Basofil, Neutrofil, Sel Mast, Eosinofil, Sel DendritikTTh, Tdth, Tc, Ts/Tr/Th3, Sel B

Molekl yang pentingLisozim, Sitokin, Komplemen, APP Lisozim, CRP, Kolektin, Molekul Adhesi.Antibodi, Sitokin, Mediator, Molekul Adhesi

Waktu responMenit/Jam (cepat) dan selalu siapHari (Lambat). Tidak siap sampai terpajan alergen

PajananTidak perluHarus ada pajanan sebelumnya

DiversitasJumlah respons terbatasReseptor sangat bervariasi, jumlahya banyak, terbentuk oleh rekombinasi genetic dari gen reseptor

Respon MemoryTidak adaMemori menetap, respon lebih cepat atau lebih besar pada infeksi serupa berikutnya sehingga perlindungan lebih baik pada pajanan ulang

Diskriminasi SelfSempurna, tidak ada pola spesifik mikroba pada pejamu.Sangat baik, ada kalanya gagal (autoimun)

Komponen cairan darah atau Jaringan yang larutBanyak peptida antimicrobial dan proteinAntibodi

Protein DarahKomplemenLimfosit

2.3. Respon Imun Respon imun merupakan reaksi dair sel-sel dan molekul-molekul tubuh yang terlibat dalam system imun dan dikoordinir oleh sistem imun terhadap mikroba infeksius. 2.3.1. Pembagian Respon ImunRespon imun ada 2 bagian yaitu :2.3.1.1. Respon Imun Non-SpesifikRespon imun non-spesifik berupa inflamasi dan fagositosis. Dimana, pada saat inflamasi terdapat reaksi yang cepat terhadap kerusakan jaringan dan ditandai dengan timbulnya warna kemerahan, terjadinya pembengkakan dan timbul rasa sakit. Sedangkan fagositosis dapat dilakukan oleh neutrofil dan monosit dimana pada neutrofil terdapat sel yang dirusakoleh mikroba membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk memasuki jaringan yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba tersebut. Akan tetapi neutrofil cendrung akan merusak diri sendiri ketika neutrofil tersebut memfagositasi patogen. Sedangkan monosit bersirkulasi dalam darah hanya beberapa jam dan kemudian bertransmigrasi ke dalam jaringan dan berkembang menjadi makrofag. Dan sel ini akan menjulurkan pseudopodinya yang menempel pada polisakarida permukaan mikroba dan menelannya dan kemudian mencerna dengan enzim lisozim.2.3.1.2. Respon Imun SpesifikRespon imun spesifik berupa seluler dan humoral. 2.3.1.2.1. Respon Imun Spesifik Seluler1. Fase aktifasiDimulai ketika APC (Antigen Presenting Cell) dari organisme (host) menyerang virus. Sementara itu virus yang lain mencari sel terdekat, seperti sel epitel untuk di infeksi. Virus memasuki APC yang kemudian disebut fagosom. Lisosom kemudian bergabung dengan fagosom membentuk fagolisosom. Lisosom mengandung enzim pencernaan untuk memproses antigen. Antigen yang diproses menyatu dengan MHC (Mayor Histocompatibility Complex) kelas II kemudian mempresentasikan reseptor di permukaan APC yang disebut MHC II-antigen peptide complex.Virus juga menginfeksi sel epitel yang berada di dekatnya. Pada saat virus menginfeksi, virus tersebut di dalam sel epitel bergabung dengan lisosom dan MHC kelas I, setelah di proses kemudian mempresentasikan reseptor di permukaan sel epitel sebagai MHC I-antigen peptide complex. T helper (CD4+) mengenali antigen APC dan mengikat MHC kelas II-antigenic peptide complex. T helper teraktivasi dan mengeluarkan sitokin IL-2 dan IFN- yang digunakan untuk memanggil T sitotoksik.2. Fase EfektorDimulai ketika T sitotoksik (CD8+) aktif . Aktifnya T sitotoksik menstimulasi terjadinya poliferasi oleh sitokin IL-2 dan mengenali MHC I antigenic peptide complex yang terdapat pada epitel. Sitokin juga menarik T killer ke situs infeksi. T sitotoksik yang teraktifasi ini mengikat MHC kelas I di Epitel. Pengikatannya mengakibatkan T sitotoksik mengeluarkan zat disebut perforin. Perforin melubangi sel membran di sel yang terinfeksi dan mengakibatkan sel meledak dan mati. Setelah itu T sitotoksik yang teraktivasi akan di nonaktifkan oleh T sel regulatory. T memory akan tinggal dan merespon lebih cepat untuk melawan virus yang sama.

2.3.1.2.2. Respon Imun Spesifik Humoral 1. Fase AktivasiDi mulai ketika bakteri di makan oleh makrofag sebagai APC membentuk fagosom. Fagosom kemudian bergabung dengan lisosom yang mengandung enzim untuk mencerna atau memproses antigen. Antigen yang diproses menyatu dengan MHC kelas II kemudian mempresentasikan reseptor di permukaan APC yang disebut MHC II-antigen peptide complex.Sel T helper (CD4+) mengenali antigen pada APC dan mengikat MHC kelas II-antgenic peptide complex. Ikatan tersebut memicu pengeluaran sitokin IL-1 dari APC yang mengaktifkan T helper. T helper yang aktif mengeluarkan sitokin IL-2 yang menstimulasi sel T untuk berproliferasi menghasilkan banyak sel T dan reseptornya spesifik dengan reseptor antigen yang di kenalinya.2. Fase EfektorDimulai ketika Sel B yang menunjukkan IgM sebagai reseptor pengenal antigen di permukaannya yang spesifik. Pada awal proses, bakteri yang terikat pada reseptor IgM ditelan oleh sel B (endositosis) kemudian membentuk fagosom, fagosom bergabung dengan lisosom membentuk fagolisosom dan akhirnya antigen diproses. Pada proses antigen, MHC kelas II bergabung dengan fagolisosom kemudian mempresentasikan reseptor antigen pada permukaann sel B yang disebut MHC II-antigene peptide complex. Hal tersebut mengaktifkan sel T helper yang kemudian mengikat reseptor MHC II-antigenic peptide complex mengeluarkan sitokin IL-2. Sitokin menstimulasi sel B untuk berproliferasi menjadi sel B yang identik dengan Sel B induknya. Sel B berkembang menjadi sel plasma dan sel memori. Sel plasma menghasilkan antibodi yang identik dan spesifik dengan sel B asal yang telah terikat dengan reseptor. Antibodi ini akan menyerang agen asing yang masuk.Selanjutnya jika antibodi ini terikat dengan bakteri, hal ini menyebabkan sel T killer lebih mudah untuk menyerang dan menghancurkan bakteri dengan fagositosis dan memicu pengeluaran protein perforin yang menyebabkan bakteri hancur secara langsung. Secara besamaan komplemen juga menyerang dengan cara melubangi bakteri tersebut.2.4. Sistem Limfoid 2.4.1. Pembagian Sistem Limfoid. Berdasarkan fungsinya ada 2 kompartemen yaitu : 2.4.1.1. Sentral yang merupakan tempat terjadinya maturasi dan diferensiasi limfosit sehingga mampu berinteraksi dengan antigen (imunokompeten)2.4.1.2. Perifer yang merupakan tempat terjadinya interaksi sel-sel tersebut dengan antigen 2.4.2. Organ LimfoidOrgan limfoid ada 2 bagian yaitu :2.4.2.1. Primary lymphoid organs yaitu organ tempat embriogenesis sel-sel yang berfungsi dalam respon imun. Yang termasuk organ limfoid primer yaitu sumsum tulang dan timus.2.4.2.1.1. Sumsum TulangSumsum tulang terletak dalam cavum medullare tulang panjang dan substansia spongiosa semua tulang. Komposisi sumsum tulang tergantung usia. Sumsum tulang berfungsi sebagai tempat hematopoesis. Fungsi sumsum tulang yang berkaitan dengan sistem imun yaitu sebagai tempat pembentukan dan pematangan sel limfosit B agar menjadi sel limfosit yang imunokompeten.

Sumsum tulang dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Red bone marrowPada neonatus semua sumsum tulang berwarna merah dan aktif menghasilkan sel-sel darah. Namun pada orang dewasa, kebanyakan sumsum tulang berubah secara bertahap menjadi sumsum tulang kuning yang tidak mampu menghasilkan sel darah, yang tersisa hanya di cranium, vertebrae, clavicula, sternum, scapulae, costae, pelvis, ujung proximal femur dan humerus.2. Yellow bone marrowMerupakan sumsum tulang yang berasal dari sumsum tulang merah. Dan pada sumsum tulang ini proses hematopoetik berhenti sehingga menyebabkan perlemakan. Sumsum tulang ini masih memiliki sedikit populasi sel sumsum merah yang tipikal dan dapat direaktivasi apabila kebutuhan sel-sel darah meningkat. 2.4.2.1.2. TimusTimus merupakan organ bilateral yang terletak di mediastinum. Organ ini mencapai perkembangan puncak semasa usia muda. Struktur thymus terdiri dari : CortexDi dominasi oleh limfosit T (thymosit) yang dibungkus oleh jaringan ikat kapsular yang membagi cortex menjadi lobules-lobulus. Medulla Mengandung suatu sitoretikum sel reticular epithelial, sejumlah besar limfosit T terdiferensiasi yang terkemas kurang padat dan struktur yang disebut korpuskel hassal yang merupakan khas untuk daerah ini.Fungsi timus dalam system imun yaitu sebagai tempat terbentuknya limfosit T dari imunoinkompeten sel T menjadi imunokompeten sel T.

Peran Timus dalam Pematangan Sel T Timus merupakan tempat diferensiasi dan eliminasi limfosit T yang bereaksi terhadap antigen-self. Permukan limfoblas T belum memperlihatkan reseptor sel T (TCR) atau penanda CD4 dan CD8. Sel progenitornya terbentuk di hati janin atau sumsum tulang dan bermigrasi ke timus selama masa janin dan pascalahir. Setelah memasuki timus, limfoblas T menempati korteks sebagai tempat sel tersebut berproliferasi. Ketika timosit mengalami pematangan dan mengekspresikan penanda sel T, sel tersebut mengalami seleksi timus. Timosit yang berdiferensiasi pada korteks disajikan dengan antigen yang terikat pada protein MHC kelas I dan II pada sel reticular epithelial, makrofag dan sel dendritik. Timosit dengan TCR yang tidak dapat mengikat molekul MHC sama sekali bersifat nonfungsional sehingga mengalami apoptosis. Hal yang serupa, timosit yang berikatan kuat dengan molekul MHC yang mengandung peptide juga terdeteksi karena sel T semacam itu dapat menimbulkan respon imun yang merusak. Hanya 2-3% timosit yang melewati kedua uji seleksi positif dan negative tersebut dan mampu bertahan untuk bermigrasi ke medulla timus. Timosit lainnya mati melalui apoptosis dan dihilangkan oleh sejumlah makrofag setempat. Pergerakan ke dalam medulla bergantung pada kerja kemokin dan pada interaksi timosit dengan ECM (Extra Celluler Matrix) dan sitoretikulum. Sel T fungsional yang matur memasuki sirkulasi darah dengan melalui dinding venula di medulla dan terdistribusi di seluruh tubuh. Sel reticular epithelial juga menghasilkan sejumlah factor parakrin yang diperlukan untuk diferensiasi, seleksi dan migrasi limfosit T matur, terutama timopoietin dan timosin. 2.4.2.2. Secondary lymphoid organs merupakan organ tempat aktivasi limfosit matur, bereaksi aktif terhadap stimulasi antigen. Yang termasuk organ limfoid sekunder yaitu lien/limpa, nodus limfaticus, adenoid, tonsil, plak peyer dalam system pencernaan dan appendiks. 2.4.2.2.1. Spleen/Lien/LimpaLimpa terletak pada regio hypochondriaca sinistra, antara Costae IXXI sinistra, terlindung oleh arcus costalis sinistra. Bentuk, ukuran dan beratnya bervariasi (ukuran sekitar 7 x 12 cm, berat 7 ounces (198,4 g)). Bagian superior dan anterior limpa tajam, sedangkan inferior dan posterior limpa membulat. Limpa di bungkus oleh peritoneum, kecuali bagian hilum (bersentuhan dengan cauda pancreas).

Limpa terdiri atas zona sel T (senter germinal) dan zona sel B (zona folikel). Sinusoid vascular mengandung sejumlah eritrosit, makrofag, sel dendritik, limfosit dan sel plasma. Antigen dibawa oleh APC masuk ke dalam limpa melalui sinusoid vascular. Fungsi limpa yaitu mengaktifkan respon imun, menyaring darah, tempat fagosit memakan mikroba yang diikat oleh antibody, sebagai cadangan untuk darah, dan destruksi eritrosit yang sudah tua. 2.4.2.2.2. Nodus Limfaticus Jaringan limfoid pada orang dewasa > 450 nodus lymphaticus. Kepala & leher: 60-70 Thorax : 100 Abdomen & pelvis: 250 Ukuran: panjang 0,1 - 2,5 cm Bentuk: seperti badan ginjal atau kacang Tepi convex : afferent lymphatics Tepi concave: hillus (efferent lymphatics, arteri & vena) Diameternya bervariasi, dari 1-25 mm Terletak di sepanjang pembuluh limfatik pada bagian ketiak, leher, subklavikula, mediastinum, rongga perut, dan pada lipatan paha dan terdiri dari bagian korteks (lebih gelap) luar dan bagian medularis dalam (lebih terang). Struktur dari limfonoduli : Kapsula : jaringan ikat padat pada sekeliling nodus limfaticus Trabekulae : proyeksi dari kapsula yang memisahkan nodus sehingga membentuk kompartemen-kompartemen. Trabekula mendukung bentuk serat retikular yang dibentuk dari jaringan yang membantu limfosit. Kortex : padat, region luar dari nodus. Berisi noduli-noduli limfatik dimana sel B dan makrofag berproliferasi. Paracortical : merupakan korteks bagian dalam yang populasi utamanya berupa sel T Medulla : bagian tengah dari nodus. Kurang padat jika dibandingkan dengan sekeliling korteks, medulla terdiri dari sel plasma, limfosit, dan makrofag Sinus : suatu rongga yang merupakan jalan di antara korteks dan medulla yang dilalui limfe untuk menuju hilusKelenjar getah bening merupakan sumber utama limfosit darah tepi dan sebagai bagian dari sistem retikuloendotelial. Tiap nodulus tampak homogen atau terdiri dari korteks yang lebih gelap dan mengandung limfosit kecil yang sangat padat dan daerah tengah yang lebih terang yaitu pusat germinal. Bagian tengah merupakan zona proliferasi yang cepat dan luas daerah ini menetukan tingkat respon imunologik. Limfonodi merupakan satu-satunya organ limfoid yang terangkai pada pembuluh limfa, jadi limfonodi mempunyai pembuluh aferen dan eferen

Fungsi dari nodus limfaticus yaitu 1. Sebagai mekanisme pertahanan dengan mengeluarkan bahan-bahan berbahaya seperti bakteri dan racun2. Berperan dalam pembentukan antibody melalui aktivitas sel B3. Untuk menyaring limfe4. Mencegah penyebaran mikroorganisme dan toksin yang memasuki cairan interstisial2.4.2.2.3. Adenoid/Tonsilla FharyngeaAdenoid terletak di post nasal dan tumbuh cepat, involusi usia 810 tahun. Ukuran paling besar saat seseorang berusia 5 tahun. Fungsi Adenoid yaitu sebagai mekanisme pertahanan tubuh saluran napas bagian atas.2.4.2.2.4. Tonsil dan Plak PeyerJaringan limfoid mukosa seperti tonsil faring dan folikel limfoid yang terisolasi, plak peyer di usus kecil berperan pada fase induksi respon imun. Tonsil faring juga merupakan folikel yang analog dengan plak peyer. Regio sentral dari plak peyer diisi oleh sel B. Plak peyer mengandung sel CD4+. Plak peyer merupakan agregat folikel limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di seluruh jejunum dan ileum (terbanyak di ileum terminal). Fungsi plak peyer yaitu : Tempat sel B precursor yang dapat mengalihkan produksi IgA. Tempat sel T naf terpajan dengan alergan dan berkembang menjadi sel T memori yang kemudian bermigrasi ke mukosa lebih distal dan tempat nonmukosal.2.4.2.2.5. Appendiks VermiformisAppendiks terletak di regio inguinalis dextra. Appendiks mempunyai ukuran sekitar 6-10 cm.

2.5. Mekanisme Pembentukan Sel yang Berperan dalam Sistem ImunSel-sel system imun berasal dari sel prekusor (induk) yang pluripoten dalam sumsum tulang yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel punca myeloid dan sel punca limfoidSelama hematopoiesis dalam sumsum tulang belakang, sel punca mieloid berdiferensiasi menjadi sel prekusor monosit yang meninggalkan sumsum tulang belakang dan masuk ke sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang. Monosit berperan dalam fagositosis; mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker; remodeling dan perbaikan jaringan.Selanjutnya monosit bermigrasi ke berbagai jaringan untuk berdiferensiasi menjadi makrofag jaringan. Makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan akan menjadi makrofag residen (fixed macrophage), contohnya sel Kupffer (di hati), microglia (di SSP), osteoklas (di tulang), sel dendritik (di kulit), dll. Makrofag dapat menangkap, memakan, dan mencerna antigen eksogen, mikroorganisme, sel penjamu yang cedera atau mati.Sel punca mieloid berdiferensiasi menjadi sel prekusor granulosit yang kemudian meninggalkan sumsum tulang belakang dan masuk ke sirkulasi yang berdiferensiasi menjadi granulosit matang. Garanulosit terdiri atas neutrofil (berperan dalam fagositik), basofil (berperan dalam reaksi alergi dengan mengeluarkan histamine dan heparin), dan eosinofil (berperan dalam imunitas parasit dan memakan komplek antigen-antibodi). Sel mast berasal dari sel prekusor di jaringan ikat yang bersama-sam dengan basofil mengeluarkan histamine dan herparin yang dapat menimbulkan reaksi alergi.Dalam sumsum tulang belakang, sel punca limfoid berdiferensiasi menjadi sel B prekusor, kemudian sel B prekursor berkembang menjadi sel B immature di dalam sumsum tulang kemudian terjadi proliferasi dan deferensiasi yang ditandai dengan pembentukan BCR atau BCR somatic gen rearrangement, yaitu pembentukan reseptor yang dipresentasikan pada permukaan membrane. Setelah terbentuk IgM dalam tahap immature dalam sumsum tulang, sel B immature bermigrasi ke limpa atau disebut dengan sel B transisional. Sebagian besar sel B immature mati serta sisanya terus berdeferensiasi. Setelah itu terjadi seleksi negative yaitu bila reseptor mengenali self antigen atau self reactive cell maka sel B immatur akan mati, bila tidak mengenali, maka akan tetap hidup. Sel B mature/nave melewati dinding venule postkapilar mencapai sirkulasi sistemik dan menempati organ limfoid perifer. Seleksi positif bila sel B mampu masuk ke organ sekunder tersebut.Ketika sel B mengalami kegagalan dalam setiap langkah dari proses maturasi, sel B akan mati melalui mekanisme apoptosis, dalam hal ini disebut clonal deletion. Jika mengenali self-Antigen selama proses maturasi, sel B akan mengalami apoptosis ( seleksi negatif). Setelah teraktivasi, sel B akan terbentuk menjadi sel B memori dan sel plasma sebagai bagian dari sistem imun adaptif.Sel B dan sel T berasal dari sel prekusor yang sama, pematangan sel B terjadi dalam sumsum tulang dan sel T bermigrasi ke dan menjadi matang di timus. Sel prekusor berdiferensiasi menjadi sel progenitor T kemudian bermigrasi ke timus. Sel progenitor T (pro-T) disebut sel T double negative karena tidak mengekspresikan CD4 dan CD8. Di dalam Thymus bagian subkapsular, sel T precursor menjadi timosit imature dan terjadi diferensiasi dan proliferasi dengan proses pembentukan gen TCR (T Cell Receptor), CD8+ dan CD4+ dan diekpresikan (Double Positif Tymocyte), sebagian besar timosit imature mati dan sisanya terus berdeferensiasi. Pada daerah cortex di sel-sel epitel terjadi proses seleksi positif. Seleksi positif terjadi dengan cara reseptor tersebut mengenali MHC yang dipresentasikan oleh APC. Apabila MHC class I dikenali oleh CD8+ dan MHC class II dikenali oleh CD4+ kemudian menempel pada TCR maka timosit imature tetap hidup bila tidak mengenali APC tersebut maka akan mati atau mengalami apaptosis kemudian difagosit oleh makrofag. Selanjutnya dilakukan seleksi negative, yaitu, timosit imature diuji dengan self antigen atau antigen tubuh sendiri. Bila mengenali atau pengenalan self reactive cell maka timosit imature akan mati. Timosite mature/nave melewati dinding venule postkapilar mencapai sirkulasi sistemik dan menempati organ limfoid perifer.

2.6. Antibodi2.6.1. Pengertian AntibodiAntibodi adalah suatu glikoprotein yang berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic. Antibodi termasuk dalam family protein Imunoglobulin. Molekul bebas antibody disekresi oleh sel plasma yang terbentuk melalui proliferasi dan diferensiasi terminal klona limfosit B dengan reseptor yang mengenai dan mengikat epitop spesifik. Antibodi yang disekresi tersebut dapat beredar dalam plasma dan meninggalkan pembuluh darah yang mencapai jaringan atau terdapat dalam produk sekresi sejumlah epitel (misalnya kelenjar payudara dan kelenjar liur). Antibodi lain merupakan protein integral membrane pada permukaan limfosit. Dan setiap antibody bergabung dengan epitop yang dikenali secara spesifik. 2.6.2. Pembagian Imunoglobulin sebagai Antibodi

IgGIgMIgAIgDIgE

StrukturMonomerPentamerDimer dengan molekul sekretorikMonomerMonomer

% Antibodi dalam serum80%5-10%10-15%0,2%0,002%

LokasiDarah, limfe lumen ususPermukaan limfosit (sebagai monomer)Dihasilkan limfosit B di lamina propria dan dijumpai sebagai dimer dalam produk sekresi (Saliva, susu, air mata, dll)Dijumpai pada permukaan limfosit BTerikat pada permukaan mastosit dan basofil

FungsiPenting pada rspon imun sekunder, pertahanan terhadap bakteri dan virus, mengaktifkan fagositosis, melindungi neonatusAntibodi pertama yang diproduksi dalam suatu respon imun inisial, pertahanan terhadap virus dan bakteriMelindugi membran mukosa dari bakteri dan virusBerfungsi sebgai reseptor untuk antigen yang memicu aktivasi sel B, antibodi dalam reaksi hipersensitifitas terhadap penisilinIkut serta dalam reaksi alergi, melisiskan cacing parasit

2.7. Komplemen 2.7.1. Pengertian KomplemenKomplemen merupakan system yang terdiri atas sejumlah protein yang berperan dalam pertahanan pejamu, baik dalam system imun non-spesifik maupun spesifik. Komplemen merupakan salah satu system enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, oponisasi, dan kerusakan (lisis) membrane pathogen. Dewasa ini diketahui sekitar 20 jenis protein yang berperan dalam system komplemen.Komplemen merupakan molekul larut system imun nonspesifik dalam keadaan tidak aktif yang dapat diaktifkan berbagai bahan seperti LPS bakteri. Komplemen dapat juga berperan dalam system imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan kompleks imun. Hasil aktivasi tersebut menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologic aktif dan beberapa diantaranya merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Produk lainnya berupa protein pengontrol dan beberapa lainnya tidak mempunyai aktivitas enzim. Aktivasi komplemen merupakan usaha tubuh untuk menghancurkan antigen asing, namun sering pula menimbulkan kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri.Ada 9 komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4b, dan sebagainya). Fragmen yang besar dapat berupa enzim tersendiri dan mengikat serta mengaktifkan molekul lain. Fragmen tersebut dapat juga berinteraksi dengan inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya. Komplemen sangat sensitive terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah bakteri yang sangat sedikit sudah dapat menimbulkan reaksi beruntun yang biasanya menimbulkan respons lokal.2.7.2. Aktivasi KomplemenSistem komplemen yang semula diketahui diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik an alternative, sekarang diketahui juga dapat terjadi melalui jalur lektin. Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternative dan jalur lektin tidak.Perbandingan aktivasi komplemen jalur klasik dan alternatif

Jalur klasikJalur alternative

Imunitas spesifikDimulai oleh antibodyBiasanya diikat antigenMemerlukan interaksi dengan C2Semua komponen majorTiga fase : Fase inisiasi Fase amplifikasi Fase membrane attack akhir jalur umumImunitas nonspesifikDimulai oleh dinding sel bakteri

Tidak memerlukan komponen C1, C4

Tiga fase : Fase inisiasi Fase amplifikasi Fase membrane attack

Jalur lektin diawali dengan pengenalan manosa dari karbohidrat membrane pathogen oleh lektin dan jalur alternative diawali oleh pengenalan permukaan se lasing. Meskipun aktivasi system komplemen diawali oleh tiga jalur yang berbeda, namun semua jalur berakhir dalam produksi C3b.

2.7.3.1. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik Penggunaan istilah klasik berdasarkan penemuannya yang pertama kali, meskipun aktivasi jalur klasik terjadi sesudah jalur lainnya. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dimulai dengan dibentuknya kompleks antigen-antibodi larut atau dengan ikatan antibody dan antigen pada sasaran yang cocok, seperti sel bakteri. Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C1 yang dicetuskan oleh kompleks imun antibody dan antigen.IgM yang memiliki lima Fc mudah diikat oleh C1. Meskipun C1 tidak mempunyai sifat enzim, namun setelah berikatan dengan Fc, dapat mengaktifkan C4 dan C2 yang selanjutnya mengaktifkan C3. IgM dan IgG1, IgG2, IgG3 (IgM lebih kuat disbanding dengan IgG) yang membentuk kompleks imun dengan antigen., dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Jalur klasik melibatkan 9 komplemen protein utama yaitu C1-C9. Selama aktivasi, protein-protein tersebut diaktifkan secara berurutan. Produk yang dihasilkan menjadi katalisator dalam reaksi berikutnya. Jadi stimulus kecil dapat menimbulkan reaksi aktivasi komplemen berurutan. Lipid A dari endotoksin, protease, Kristal urat, polinukleotide, membrane virus tertentu dan CPR dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.Permukaan pathogen tidak memiliki inhibitor komplemen. Setiap sel yang tidak dilindungi oleh inhibitor komplemen akan diserang oleh komplemen. Aktivasi komplemen yang berlebihan tidak diinginkan oleh karena menimbulkan inflamasi dan kematian sel yang luas. Untuk mencegah hal itu diperlukan inhibitor komplemen.2.7.3.2. Aktivasi Komplemen Jalur AlternatifAktivasi jalur alternative memproduksi produk aktif seperti halnya dengan jalur klasik, tetapi untuk awal reaksi tidak diperlukan kompleks antigen-antibodi. Jalur alternative tidak terjadi melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1, C4 dan C2). Aktivasi jalur alternative dimulai dengan C3 yang merupakan molekul yang tidak stabil dan terus menerus ada dalam aktivasi spontan derajat rendah dan klinis yang tidak berarti. Aktivasi spontan C3 diduga terjadi pada permukaan sel, meskipun sel normal mengekspresikan inhibitor permukaan yang mencegah aktivasi C3.Bakteri (endotoksin), jamur, virus, parasit, kontras (pada pemeriksaan radiologi), agregat IgA (IgA1, IgA2), IgG4, dan factor nefritik dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternative. Protein tertentu dan lipopolisakarida dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik dan alternative.2.7.3.3. Aktivasi Komplemen Jalur LektinLektin adalah protein larut yang mengenal dan mengikat residu manosa dari hidrat arat yang merupakan bagian dinding sel mikroba. Oleh karena itu jalur lektin disebut jalur MBL atau jalur ikatan manan. Lektin adalah golongan family kolektin, yang merupakan protein fase akut dan kadarnya meningkat pada respons inflamasi. Aktivasi jalur lektin diawali oleh terjadinya ikatan antara polisakarida mikroba dengan lektin dalam sirkulasi. Seperti halnya dengan C1q, MBL mengaktifkan kompleks enzim C1r-C1s atau serin esterase yang lain yang disebut mannose binding protein-associated serine-esterase. Sesudah itu semua jalur lektin adalah sama dengan jalur klasik melalui C4.2.8. Opsonisasi Opsonisasi adalah proses melapisi partikel antigen oleh antibodi dan/atau oleh komponen komplemensehingga lebih mudah dan cepat dimakan fagosit. C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin. Opsonin adalah molekul yang dapat diikat disatu pihak leh partikel (kuman) dan dilain pihak oleh reseptornya pada fagosit sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau sel lain. C3 yang banyak diaktifkan pada aktivasi komplemen merupakan sumber opsonin utama (C3b). Molekul C3b dalam bentuk inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsonin dalam fagositosis oleh karena fagositosis juga memiliki reseptor untuk CiC3b.IgG juga dapat berfungsi sebagai opsonin, bila berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan fagosit. Oleh karena fagosit tidak memiliki reseptor Fc untuk IgM, opsonisasi yang dibantu konplemen merupakan hal yang sangat penting selama terjadi respon antibody primer yang didominasi IgM yang merupakan activator komponen poten. CRP juga berfungsi sebagai opsonin.2.9. Mekanisme Pertahanan Lini Pertama dalam Sistem Imun2.9.3. Pertahanan fisik2.9.3.3. Kulit Kulit yang normal dan utuh menjadi salah satu garis pertahanan karena syarat yang permeabel terhadap infeksi berbagai organisme.2.9.3.4. Asam LaktatDalam keringat dan sekresi sebasea dalam pertahanan tubuh PH kulit tetap rendah, sehingga sebagian besar mikroorganisme tidak mampu bertahan hidup dalam kondisi ini.2.9.3.5. SiliaMikroorganisme yang masuk melalui saluran nafas akan diangkut keluar oleh gerakan cillia yang melekat pada sel epitel.2.9.3.6. Mukus Membran mukosa mensekresiakan mukus untuk menjebak mikroba dan partikel asing lainnya serta menutup masuk jaringan virus/bakteri.2.9.3.7. GranulositMengenali mikroorganisme sebagai musuh dan menelan serta menghancurkan2.9.3.8. Proses InflamasiInvasi jaringan oleh mikroorganisme merangsang respon inflamasi pada tubuh dengan tanda inflamasi sebagai rubor, dolor, kalor, tumor dan hilangnya fungsi.2.9.4. Pertahanan Mekanik2.9.4.3. Bersin Bersin adalah reaksi tubuh karena adanya benda asing seperti bakteri, virus, dan benda lainnya yang masuk ke hidung, maka reaksi tubuh untuk mengeluarkannya dengan cara bersin2.9.4.4. Bilasan Air MataDimana saat benda asing memproduksi air mata berlebihan untuk mengeluarkan benda tsb.2.9.4.5. Bilasan SalivaJika ada zat berbahaya maka produksi saliva bertujuan untuk menetralkan2.9.4.6. Urine dan FesesJika berlebihan maka respon tubuh untuk segera mengeluarkannya.2.9.5. Pertahanan Kimiawi2.9.5.3. Enzim dan AsamEnzim dan asam dalam cairan pencernaan yang berfungsi untuk pelindung bagi tubuh2.9.5.4. Asam LambungHCL lambung yang berfungsi untuk membunuh bakteri yang tidak tahan asam2.9.5.5. Asiditas Vagina2.9.5.6. Cairan Empedu2.10. Bagian Organisme yang Dikenali dalam Sistem ImunPada system imun adaptive mempunya ireseptor yang spesifik terhadap antigen yang menyerang. Epitop merupakan suatut empat yang dapat dikenali oleh antibody pada tubuh dapat disebut juga sebagai determinan antigen. Sementara itu, paratop adalah tempat yang dikenalidari antibody oleh antigen.Sistem imun innate pada mamalia menginvasi mikroorganisme dengan menggunakan reseptor yang disebut TLR (Toll-Like Receptor). Stimulasi TLR yang berbeda akan menginduksi ekspresi gen yang berbeda. Pada mamalia kurang lebih terdapat 10 jenis TLR (dapat dilihat pada tabel).

2.11. Limfonodi Inguinal MembengkakLimfonodi Inguinal bisa membengkak (seperti pada scenario 1) karena pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus menerus melalui kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen mikroba yang di bawa oleh sel dendritik dari epitel dan dikonsentrasikan ke kelenjar getah bening , arus limfosit dalam kelenjar getah bening akan berhenti sementara. Sel yang antigen spesifik akan di tahan dalam kelenjar getah bening. Sehingga dalam kelenjar getah bening ditemukan peningkatan limfosit berupa pembengkakan nodus tempat proliferasi limfosit sebagai respon terhadap antigen. Jika terluka di kaki maka nodus terdekat adalah di limfonodi inguinal.2.12. Indikasi Perawatan LukaJika kurang dari 6 jam antara terjadinya luka dengan waktu pengevaluasian, luka biasanya ditutup dengan melakukan penjahitan. Jika telah lewat 6 jam, luka sebaiknya tidak ditutup dengan melakukan penjahitan karena risiko infeksi yang tinggi. PENGECUALIAN: atas pertimbangan kosmetik dan karena wajah memiliki suplai darah yang sangat baik, luka di wajah dapat ditutup meski telah terjadi 24 jam yang lalu.(Pada scenario 1) Dokter sudah melakukan debridment atau pengangkatan jaringan yang sudah rusak, sehingga bagian dari kaki pasien yang terbuka semakin membesar. Jika dipaksakan melakukan perawatan luka tertutup (misalnya dengan menjahit bagian luka) maka kulit yang berada disisi bagian yang terbuka akan tegang bila dipaksakan untuk menjahitnya.2.13. Indikasi Pemberian ATS (anti tetanus serum)Untuk pencegahan tetanus pada luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu jalan, atau bahan lain yang dapat menyebabkan infeksi clostridium tetani, juga pada seseorang yang tidak yakin sudah di imunisasi atu belum di imunisasi lengkap dengan vaksin tetanus.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanSistem imun adalah gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. System imun di bagi menjadi system imun spesifik/ adaptif dan nonspesifik/innate/alamiah. System imun spesifik terdiri atas sel B dan sel T. System imun nonspesifik terdiri atas sel fagositik, komplemen, sitokin, dan protein fase akut. Ada 3 garis pertahanan, yang pertama pertahanan eksternal contohnya kulit, yang kedua adalah pertahanan nonspesifik yang internal melalui sel fagositik. Pertahanan ketiga adalah pertahanan spesifik. System imun juga terdapat organ limfoid primer untuk menghasilkan dan maturasi sel imun dan organ limfoid sekunder untuk mengaktifkan sel imun dari organ imfoid sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., dan Lichtman, A..H., 2004. Cellular and Molecular Immunology.Edisi 5. USA: SAUNDERS. Baratawidjaja, Karnen G. 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Baratawidjaja, Karnen G. 2013. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Brooks, G.F., Butel, J.S., dan Morse, S.A., 2007. MikrobiologiKedokteranJawetz, Melnick, & Adelberd.Edisi 23. Jakarta: EGC. Mescher, A. L., 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. Edisi 12. Jakarta: EGC.Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Edisi 1.Graha Ilmu: Yogyakarta.Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.Wahab, A. S. Julia M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi & Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.

2