laporan tutorial infeksi berulang kel 6 fix

23
LAPORAN TUTORIAL IMUNOLOGI MODUL 3 INFEKSI BERULANG Oleh: Tutor : dr. Randi KELOMPOK 6 1. Hijranul Aryanto Arif (K1A1 12064) 2. Yeremia M. Togatorop (K1A1 088) 3. Habi Septiati Musin (K1A1 14090) 4. Hardianty Mananna (K1A1 14081) 5. Andi Suci Juwita (K1A1 14053) 6. Faning Fridayani (K1A1 14055) 7. Yessi Todding Mendaun (K1A1 14051) 9. Ni Nyoman Yulita (K1A1 14102) 10. Wa Ode Vian Damayanti (K1A1 14050) 11. Sitti Aisyah Karimuna (K1A1 14042) 12. Sitti Putrihutami S. (K1A1 14059) 13. Sahmudin (K1A1 14083) 14. Wa Ode Naafi Sari (K1A1 14049) 15. Wa Ode Riska Oktavia (K1A1 14079) 16. Arfan (K1A1 14139)

Upload: viandamayanti

Post on 25-Dec-2015

477 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Laporan tutorial infeksi berulang kelompok 6

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

IMUNOLOGI

MODUL 3

INFEKSI BERULANG

Oleh:

Tutor : dr. Randi

KELOMPOK 6

1. Hijranul Aryanto Arif (K1A1 12064)

2. Yeremia M. Togatorop (K1A1 088)

3. Habi Septiati Musin (K1A1 14090)

4. Hardianty Mananna (K1A1 14081)

5. Andi Suci Juwita (K1A1 14053)

6. Faning Fridayani (K1A1 14055)

7. Yessi Todding Mendaun (K1A1 14051)

8. Debi Ningtias (K1A1 14062)

9. Ni Nyoman Yulita (K1A1 14102)

10. Wa Ode Vian Damayanti (K1A1 14050)

11. Sitti Aisyah Karimuna (K1A1 14042)

12. Sitti Putrihutami S. (K1A1 14059)

13. Sahmudin (K1A1 14083)

14. Wa Ode Naafi Sari (K1A1 14049)

15. Wa Ode Riska Oktavia (K1A1 14079)

16. Arfan (K1A1 14139)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

MODUL 3

INFEKSI BERULANG

A. SKENARIO

SKENARIO 2

Seorang anak laki-laki umur 12 bulan dengan pneumonia bakteri Gram-positif, dirujuk ke poliklinik anak oleh dokter keluarganya. Gejala ini sudah 4 kali dialami dalam 6 bulan terakhir. Disamping itu ia juga menderita (Diare Giardia Lamblia) dan tonsil/adenoidnya hampir tidak terdeteksi. Anak ini juga mempunyai tinggi dan berat badan dibawah normal. Ia telah mendapatkan imunisasi DPT. Anak ini mempunyai tiga saudara perempuan yang sehat berumur 3, 5, dan 7 tahun. Saudara laki-lakinya meninggal pada umur 10 bulan karena pneumonia bakteri 8 tahun yang lalu.

B. TERMINOLOGI 1. Pneumonia : adalah inflamasi yang terjadi pada paru oleh karena adanya infeksi bakteri,

virus, jamur, dan bahan kimia lainnya.2. Tonsil atau Adenoid atau Amandel : Suatu jaringan getah bening di oropharing yang

merupakan organ limfoid sekunder dan mengandung sel B limfosit 3. Imunisasi DPT : Vaksin yang diberikan untuk penyakit Diphteri, Perkusis, dan Tetanus

bagi anak usia dibawah 7 tahun diberikan sebanyak 3 kali4. Giardia Lamblia : Suatu protozoa atau parasit flagellata yang hidup dalam usus halus

manusia 5. Bakteri Gram Positif : Suatur bakteri gram yang memiliki dinding sel terdiri dari

peptidoglikan

C. KATA KUNCI1. Anak laki-laki2. Berusia 12 bulan3. Pneumonia bakteri gram positif4. Menderita diare 5. BB dan TB dibawah normal 6. Gejala sudah 4 kali dalam 6 bulan terakhir7. Telah mendapatkan imunisasi DPT8. Tonsil atau adenoidnya hampir tidak terdeteksi9. 3 saudara perempuannya sehat

D. RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan anatomi, histologi dan fisiologi dari organ terkait!2. Jelaskan insiden dan epidemiologi penyakit terkait dari kasus tersebut!

3. Jelaskan patomekanisme, etiologi dan histopatologi penyakit terkait dari kasus tersebut!

4. Bagaimana cara mendiagnosis kasus pada skenario tersebut?5. Bagaiman Diferensial Diagnosis dan Diagnosis Sementara dari kasus tersebut?6. Jelaskan faktor resiko yang mempengaruhi insiden (faktor genetik, umur dan jenis

kelamin)7. Apa faktor yang memperberat dan memperingan gejala ataupun penyakit dari kasus

tersebut?8. Apa yang menyebabkan Berat Badan dan Tinggi Badan penderita dibawah normal?9. Bagaimana respon imun terhadap infeksi bakteri sehingga terjadi berulang ?10. Apa hubungannya diare dan tonsil tidak terdeteksi dengan penyakitnya?11. Apa hubungannnya sudah diimunisasi DPT dengan penyakitnya?12. Jelaskan Penatalaksanaan dari kasus tersebut!13. Bagaimana kompilkasi dan prognosis dari kasus tersebut !

E. PEMBAHASAN1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi dari organ terkait:

a. Anatomi

PULMOPulmo adalah organ manusia yang berperan penting dalam sistem respirasi,

berbentuk kerucut dan berada di rongga toraks, serta dilapisi oleh 2 membran yaitu membran viseral dan membran parietal. Pulmo terbagi menjadi pulmo dextra dan pulmo sinistra

Pulmo Dextra, Pulmo dextra terdiri dari 3 lobus, yaitu:1. Lobus superior. Lobus superior dengan lobus medius dipisahkan

oleh fissura horizontalis sedangkan yang memisahkan lobus medius dan lobus inferior adalah fissura obliqua. Pada hilus paru kanan terdapat struktur-struktur dibawah ini:

o bronkus principalis dan cabang lobus superior disebelah

belakang atas hilus

o arteri pulmonalis disebelah depan atsa hilus

o Arteri bronkialis

o Noduli limpatici bronkopulmonalis

2. Lobus medius 3. Lobus inferior

Pulmo Sinistra, Pulmo sinistra terdiri atas 2 lobus yaitu: Lobus superior, Lobus inferior, Lobus superior dan lobus inferior dipisahkan oleh fissura obliqua. Pada hilus kiri terdapat struktur-struktur:

2 bronkus lobaris disebelah belakang hilus Arteri pulmonalis disebelah atas hilus 2 vena pulmonalis disebelah depan dan bawah hilus arteri bronkialis noduli limpatici bronkopulmonalis

Setiap pulmo mendapat suplai darah dari satu arteri pulmonalis (langsung dari ventrikel kanan) yang kemudian bercabang menjadi arteri lobaris dan arteri segmentalis untuk memperdarahi masing-masing lobus dan segmen. Pembuluh darah balik melalui 2 vena pulmonalis dan masuk ke atrium kiri, serta dipersarafi oleh nervus vagus dan trunchus simpatikus. Pulmo dilapisi oleh membran tipis dan transparan yang disebut pleura. Pleura mempunyai 2 lapisan yaitu lapisan viseral bagian dalam dan lapisan parietal dibagian luar. Pleura viseral benar-benar dekat dengan organ paru sedangkan pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding dada. Kedua lapisan ini melanjutkan diri ke hilus paru. Diantara kedua lapisan ini terdapat ruang yang normalnya berisi cairan sebagai pelumas, agar kedua lapisan tersebut bisa bergerak dengan mudah. Bila terdapat banyak cairan di rongga pleura disebut efusi pleura. Hal ini merupakan suatu hal patologis bila cairan berupa push atau nanah disebut empiema. Jika rongga pleura berisi udara misalnya akibat tertusuh benda tajam, keadaan ini disebut pneumotoraks.

BRONKUS

Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Terletak pada ICS 5 dan terbagi menjadi bronkus primeri kanan dan bronkus primeri kiri oleh carina (bagian yang sensitif dan refleks batuk). Bronkus primeri kanan terdiri dari 3 bronkus sekunder (superior, medial, inferior) sedangkan bronkus primeri kiri terdiri dari 2 bronkus sekunder (superior dan inferior). Bronkus sekunder ini bercabang lagi menjadi bronkus tertiary ini disebut bronkus terminalis, dan bercabang-cabang lagi menjadi bronkeolus. Bronkeolus bercabang semakin kecil menjadi ductus alveolus dan akhirnya berkhir di alveolus.

ALVEOLUS

Alveolus merupakan suatu kantong udara dengan dinding yang tipis, disini terjadi pertukaran antara O2 dan CO2 secara difusi melalui alveolar dan dinding kapiler. Alveolus berada dalam alveoli yang dilapisi oleh epitel squamosa. Didalam alveoli terdapat cairan alveolar yang disebut surfaktan. Dinding alveoli terdiri dari 2 tipe sel alveolar yaitu : Tipe I: Sel epitel simpel squamosa sebagai pusat pertukaran gas. Tipe II: Sel septal yang terdiri dari mukrovili dan sekret alveolar untuk menjaga permukaan antara sel dan udara tetap lembab

ORGAN TIMUS

Timus ini berasal dari kantong pharingeal ketiga dan keempat dan terletak di mediastinum anterior. Timus ini terdiri dari sel-sel epitel dan stroma berasal dari kantong faring dan precursor limfoid dan stroma berasal dari kantong faring dan precursor limfoid berasal dari sel mesodermal. Ini adalah situs yang precursor sum-sum tulang yang berkomitmen untuk berdiferensiasi menjadi sel T bermigrasi untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Seperti banyak organ, itu diatur dalam fungsional daerah, dalam hal ini korteks dan medula. Korterks dari

timus berisi 85 % dari sel limfoid dan medulla 15 %. Tymocites medullari memiliki fenotif yang tidak dapat mudah dibedakan dari daerah perifer matang dan kelenjar getah bening sel T. Timus adalah kelenjar kecil yang terletgak dibelakang sternum pada area mediastinum yang terbagi dalam 2 lobus.

b. Histologi

Paru – paru Pada paru –paru terdapat tulang rawan yaitu kartilago hialin. Dimana

dinding bronkus intrapulmonal di definisikan oleh oleh adanya lempeng cartilago hialin. Bronkus yang dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet. Selain itu di paru- paru juga terdapat adventitia, sub mukosa, otot polos, lamina propria, bronkus intrapulmonal, kelenjar bronkial, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, vena dan arteri pulmonalis, ductus alveolaris,nodulus limfoideus, pembulu darah, saccus alveolaris, trabekula dan serosa yang terdiri dari jaringan ikat dan mesotelium.

Kelenjar timusKelenjar tymus adalah organ limpoepitalia lunak berlobus yang terletak

di mediastinum anterior bagian atas / bagian bawah leher. Kelenjar timus dibungkus oleh kapsul jaringan ikat dan dibawahnya terdapat korteks berwarna

gelap dengan banyaknya anyaman ruang yang saling berhubungan. Kelenjar timus memiliki sel epitel yang membentuk jaringan penunjang struktural untuk limfosit yang populasinya pada medua yang berwarn a lebih muda, sel epitel membentuk kerangka kasar yang mengandung sedikit limfosit. Pada medula juga mengandung banyak corpusculum timicum (hassal) yang merupakan ciri khas dari kelenjar timus. Kelenjar timus juga terdapat capsul, trabecula, korteks, medula, medula, pembulu darah, hassal, dan sel adiposa.

c. Fisiologi Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk digunakan oleh

sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang diproduksi sel. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara di paru dan darah di kapiler paru berlangsung di dinding alveolus dibentuk oleh alveolus tipe 1. Sel alveolus tipe II mengeluarkan surfaktan paru. Sistem pernapaasan juga melaksanakan fungsi-fungsi non respiratorik ini: Rute untuk mengeluarkan air dan panas. Meningkatkan aliran balik vena Membantu mempertahankan keseimbangan asam dengan mengubah jumlah CO2

penghasil H+ yang dikeluarkan Memungkinkan kita berbicara, menyanyi, dan vokalisasi lain Merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing yang terhirup Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan atau menginakrifkan berbagai

bahan yang mengalir melewati sirkulasi paru2. Insiden dan Epidemiologi penyakit terkait

a. Insiden Sekitar 80% dari seluruh kasus berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat adalah pneumonia. Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Berdasarkan penelitian insiden penyakit pneumonia di dapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun, dan 1 kasus di temukan dari 100 anak umur 9-15 tahun. WHO memperkirakan 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia tiap tahunnya. Di indonesia berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukan prevalensi nasional ISPA 25,5% (16 provinsi di atas angka Nasional). Angka kesakitan pneumonia pada bayi 2,2 % balita 3%, angka kematian pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.

b. Epidemiologi:Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan penyebap kematian terbesar

terutama di negara berkembang termasuk indonesia. Menurut WHO memperkirakan banwa pneumonia merupakan penyebap 20% dari kematian pada balita di seluruh dunia. Indonesia menempati urutan ke 6 sebagai negara dengan jumlah kasus pneumonia pada balita yang tinggi sekitar 6 juta kasus tiap tahunny. Penyakit ini di sebapkan oleh bakteri pneumokokus. Di negara empat musim mencapai puncaknya pada musim dingin dan musim semi, di indonesia penyakit ini sering terjadi pada musim hujan.

3. Patomekanisme, Etiologi dan Histopatologi penyakit terkaita. Patomekanisme

1. PneumoniaProses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan imunitas

inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman atau bakteri, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan streprococcus pneumoniae,melalui selang infus oleh staphylococcus aureus. Patogen dari bakteri yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan oropharing, kebocoran melalui saluran endotrakheal, inhalasi dan sumber bahan patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakheal. Pneumonia terjadi akibat infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel, cillia, dan mukus) humoral (antibodi dan komplemen), dan seluler (leukosit , sel PMN, makrofag, limfosit T dan sitokin) . Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakuakan yaitu adanya penyakit penyerta berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindaan invasif pada saluran pernapasan.

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja baik.

2. Diare Giardia LambliaMekanisme terjadinya diare pada infeksi giardia lamblia belum jelas.

Meskipun mukosa yeyunum terlihat normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya, namun ternyata didapatkan berbagai bentuk atrofi vilus seperti pemendekan dan distrofi mikrovilus. Aktivitas disakaridase membran mikrovilus berkurang dan terjadi gangguan transport glukosa yang dipengaruhi natrium.Hal ini diduga berkaitan dengan sistem imunologik. Pada giardiasis, infiltrasi limfosit timbul sebelum terjadi pemendekan vili dan ternyata terdapat hubungan antara intensitas infiltrasi limfosit dengan beratnya malabsorbsi yang terjadi. Peneliti lain mendapatkan secara in vitro bahwa aktivasi sel T dapat meningkatkan proliferasi sel kripta dan atrofi vili. Salah satu studi mendapatkan adanya penurunan asam empedu intralumen pada pasien giardiasis. Giardia akan mengambil asam empedu dan dimasukkan ke dalam sitoplasmanya dan menyebabkan berkurangnya asam empedu intraluminal. Hal ini akan menyebabkan pasien akan mengalami malabsorbsi.

b. Histopatologi Gambar 1 Gambar 2

Kedua gambar histopatologi diatas merupakan streptococcus pneumoniae dalam sputum sebagai diplococcus gram positif yang berbentuk lanset. Nukleus degenaratif sel polimorfnukleus (Sel PMN) terlihat sebagai struktur merah gelap yang besar dari bentuk bakteri disekitarnya dan nampak bentuk irregular. Mukus dan debris amorf terlihat pada latar (pembesaran 1000 kali)

c. EtiologiPada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab

ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit atau pun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat. Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain : Bakteri. Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram-positif atau

gram-negatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.

VirusInfluenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinia lpernapasan, hantavirus.

FungiAspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplas makapsulatum.

Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi :

- Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral- Pneumonia Kimiawi : Inhalasibahan-bahan organic dan anorganik atau uap kimia

seperti beryllium- Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung allergen

seperti sporaaktino misetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di pabrik gula

- Pneumonia karena obat :Nitofurantoin, busulfan, metotreksat- Pneumonia karena radiasi

Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:

o virus sinsisial pernafasan

o adenovirus

o Virus parainfluenza

o virus influenza

Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru melalui :o Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar

o Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain

o Migrasi (perpindahan) organism langsung dari infeksi di dekat paru-paru.

4. Cara mendiagnosis:a. Anamnesis. Dalam anamnesis akan ditanyakan hal-hal berikut ini:

Apa keluhan utamanya ? Apakah ada keluhan lain yang dirasakan ? Sejak kapan keluhannya mulai dirasakan ? Apakah sudah pernah ke dokter sebelumnya ? Adakah keluarga yang memiliki penyakit seperti ini ? Bagaimana keadaan lingkungannya ?

b. Pemeriksaan Fisik. Adapun dalam pemeriksaan fisik akan dilakukan hal-hal berikut ini:

- melakukan inspeksi terhadap pasien secara menyeluruh- melakukan auskultasi pada daerah dada dan abdomen- melakukan perkusi pada daerah dada dan abdomen

c. Pemeriksaan Penunjang- tes darah rutin- pemeriksaan kadar ig M, ig G, ig A- pemeriksaan enumerasi sel B

5. Diferensial Diagnosis dan Diagnosis Sementara

No Gejala Banding

X-Linked Agamglobun

emia(Sindrom Bruton)

Agamglobunemia

(Sindrom Bruton)

Sementara

Common Variabel-

X

Disgammaglobunemia

1 Laki-laki + - - -2 Anak usia 0-2 tahun + + - -

3 Rentan pada bakteri + + - -4 Jaringan limfosit

hampir tidak terdeteki+ - - -

5 TB dan BB dibawah normal

+ + + +

6 Mengalami diare kronik

+ - + -

a. X-linked agamaglobulinemia. Merupakan penyakit immunodeficiency kongenital yang disebabkan oleh mutasi gen yang berisi kode Tirosin Kinase Bruton (BTK), sudah timbul sejak lahir yang disebabkan kadar immunoglobulin yang rendah atau tidak ada sama sekali dalam aliran darah seseorang, begitu juga dengan kadar sel B yang rendah.

b. Hippogammaglobulinemia sementara. Merupakan penyakit imunodeficiency yang menyerang bayi berusia 3-6 bulan karena memiliki kadar antibodi yang rendah. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang lahir prematur karena selama dalam kandungan mereka menerima antibodi ibunya dalam jumlah yang lebih sedikit.

c. Common variable X. Merupakan imunodeficienci yang berubah-ubah terjadi pada pria dan wanita pada usia berapapun, tetapi biasanya baru muncul pada usia 10-20 tahun. Penyakit ini terjadi akibat sangat rendahnya kadar antibodi meskipun jumlah limfosit sel b normal. Pada beberapa penderita, sel t berfungsi secara normal, sedangkan pada penderita lainnya tidak.

d. Disgammaglobulinemia. Merupakan penyakit immunodeficiency atau jenis gangguan

kekebalan tubuh yang ditandai dengan penurunan kadar gamma globulin / IgG dalam

tubuh.

6. Penatalaksanaan dari skenario tersebut dalam hal ini sindrom bruton terdiri dari :

a. Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membuktikan penyebab

dari penyakit XLA,yaitu:

o Pemeriksaan darah rutin untuk menilai adatidaknya infeksi yang tersembunyiatau

kelainan lainnya.

o Pemeriksaan imunologis seperti uji tapis (kadar igG,igM,igA;titer

isoaglutini;respon antibody pada vaksin )

o Uji lanjutan yaitu,enumarasi sel B (CD19 atau CD20),kadar subkelas igG,igEdan

igD,titer antibody naturaldan foto laring lateral untuk mencari kelenjar adenoid

b. Pencegahan

Pencegahan untuk penyakit sindrom bruton tidak dapat dilakukan karena penyakit

ini merupakan penyakit genetik (imunodefisiensi primer),sehingga tidak mungkin

untuk dicegah. Hal yang mungkin dapat dilakukan yaitu pemeriksaan amniosentesis

ketika bayi masih didalam kandungan untuk mengetahui apakah anak tersebut

menderita sindrom bruton atau tidak. Dengan demikian orang tua bisa mencegah

kehamilan atau sedia untuk memiliki anak laki-laki yang menderita sindrom bruton.

Jika orang tua memilih untuk melahirkan anak laki-laki dengan penyakit sindrom

bruton hal lain yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan gizi anak tersebut dan

menjauhkannnya dari lingkungan yang tercemar atau kotor,untuk mencegah dari

infeksi giardia lambia dilakukan penyaringandengan filter yang memiliki nominal 1-

pori ukuran micrometer pada air permukaan tanah yang daerah terbuka serta

menggunakan yodium atau klorin dioksida pada air yangdikomsumsi.Sehingga

memperkecil kemungkinan anak tersebut untuk terserang penyakit lain seperti diare

dan pneumonia yang akan memperberat penyakit anak tersebut.

c. Pengobatan

Tindakan kuratif untuk defisiensi imun ini tidak bisa dilakukan karena penyakit

ini termaksuk dalam imunodefisiensi primer yang merupakan kegenital dan dibawa

dalam gen sehingga tidak bisa disembuhkan.Tindakan yang dapat dilakukan adalah ;

- Melakukan diagnose dan terapi dini sehingga dapat ditanggulangi lebih baik

- Pemberian injeksi gammaglobulin pada IV (IVIg harus mencapai keadaan

dimana kadar igG sebanyak 800/Kg( sesuaiberat badan penderita).pemberian ig

ini dilakukanhanya sekedar memperpanjang umur penderita tapi tidak dapat

untuk menyembuhkan

- Diberikan antibiotic sebagai poelengkap untuk mengobati

diare(metronidazole,tinidazole,ataunitazoxanide) dan pneumonia penderita

- Pencegahan untuk komplikasi selanjutnya yaitu,hindari pemberian vaksin yang

hidup,seperti vaksin polio.

7. Faktor mempengaruhi gejala pada kasus terkait:

o Memperberat : Tertular atau terpapar dari mikroba ataupun patogen tertentu penyebab

penyakit sehingga dapat menimbulkan infeksi

o Memperingan : Memperbaiki status gizi pasien, menjaga lingkungan hidup penderita

yang sehat dan bersih.

8. Penyebab Penurunan Tinggi Badan dan Berat BDefisiensi terhadap sel B mengakibatkan gangguan produksi pada IgA (antibody

spesifik untuk parasite gardia lamblia) sehingga memicu terjadinyainfeksi parasite gardia

lamblia yang hidup berkembang biak di usus yang akan mengakibatkan terganggunya reabsorbsi usus (terjadi diare berulang). Hal ini akan menyebabkan pasien malnutrisi yang akan berdampak pada pertumbuhan penderita.

Dalam hal ini penderita mengalami diare kronis sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Patofisiologi dari diare terdapat 5 fase: Osmotic. Terjadinya kegagalan absorbs cairan osmotic pada lumen usus → inhibisi

absorbs H20 Sekretorik. Stimulasi oleh mediator abnormal Inflamasi veksudatif. Gangguan inflamasi lapisan mukosa akibat infeksi virus, bakteri,

dan iskemia Dismotilitas. Neurologi otonom

Bagaimana respon imun terhadap infeksi bakteri sehingga terjadi berulang ?9. Penyebab Terinfeksi Berulang

Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteri, virus, jamur, atau pasilan (parasit). Berdasarkan skenario diatas, pneumonia yang diderita oleh anak tersebut disebabkan oleh bakteri (Streptococcus pneumonia) karena sel limfosit B yang berperan untuk melawan bakteri sangat rendah sehingga bakteri dapat dengan mudah memicu pneumonia bahkan un tuk berulang-ulang.

Diare yang disebabkan oleh Giardia Lamblia merupakan jenis diare kronik yang merupakan hasil dari defisiensi imun penderita. Bakteri atau parasit dapat dengan mudah menginfeksi penderita dan melawan sistem imunnya sehingga menyebabkan diare kronik yang lama diderita.

10. Hubungan Antara Tonsil Tidak Terdeteksi dan Diare dengan Penyakitnya Diare yang disebabkan oleh Giardia lamblia merupakan jenis diare kronik yang

merupakan hasil dari defisiensi imun penderita. Antibodi spesifik yang seharusnya dihasilkan oleh sel B untuk mematikan parasit tersebut tidak terbentuk sehingga bakteri atau parasit dapat dengan mudah menginfeksi penderita dan melawan sistem imunnyya sehingga menyebabkan diare kronik yang lama diderita.

Hubungan tonsil yang hampir tidak terdeteksi. Penyakit imunodefisiensi bruton disease ditandai dengan kegagalan sel pro B untuk berdiferensiasi menjadi sel B. Tahapan perkembangan sel pra B menjadi sel B ini gagal karena kesalahan genetika disebut dengan x-linked hipogamaglobulinemia. Di mana saat sel B imature yang akan berubah menjadi sel B primed kemudian menjadi sel b matang, tidak mampu berdiferensiasi sebagaimana mestinya, karena terjadi kesalahan struktur gen yang disebabkan mutasi gen. Seperti yang kita ketahui, sel B mengalami pematangan dan tetap berada di sumsum tulang, kemudian berpindah ke jaringan dan organ limfoid, yaitu limfonodus, limfa dan tonsil.Di dalam organ limfoid, sel-sel B cadangan disimpan, kemudian saat antigen masuk jaringan limfoid akan membantu proses diferensiasi sel-sel B menjadi antibodi kemudian diseirkulasikan ke seluruh tubuh.

Kesimpulan : itulah mengapa tonsil tidak terdeteksi karena sel B yang seharusnya matang dan yang seharusnya berpindah dari bone marrow ke organ limfoid tonsil, tidak ada. Sehingga tonsil yang seharusnya berisi sel B matang, kosong karena tidak terisi.

11. Hubunga Antara Telah Imunisasi DPT dengan Penyakit TerkaitImunisasi DPT adalah vaksin yang mengandung tiga elemen, yaitu Toksoid

Corynebacterium diphtheriae (difteri), Bakteri Bordetella pertussis yang telah dimatikan (seluruh sel), dan Toksoid Clostridium tetani (tetanus).

Namun dalam skenario, anak itu dapat menderita penyakit meski telah imunisasi. Jika kita titik beratkan pada Bruto desease, kondisi tubuhnya tidak dapat merespon terhadap imunisasi karena tubuhnya tidak dapat menghasilkan sel B yang matang. Sel B yang matang dapat menghasilkan antibodi spesifik ketika bertemu dengan antigen yang spesifik. Jadi meski telah diimunisasi dengan diberinya antigen yang lemah, tubuhnya kurang merespon karena tidak terdapatnya sel B yang matang.

12. Penatalaksanaan (sindrom bruton)

a. Pemeriksaan penunjang Bebrapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membuktikan penyebab

dari penyakit XLA,yaitu:o Pemeriksaan darah rutin untuk menilai adatidaknya infeksi yang tersembunyiatau

kelainan lainnya.o Pemeriksaan imunologis seperti uji tapis (kadar igG,igM,igA;titer

isoaglutini;respon antibody pada vaksin )o Uji lanjutan yaitu,enumarasi sel B (CD19 atau CD20),kadar subkelas igG,igEdan

igD,titer antibody naturaldan foto laring lateral untuk mencari kelenjar adenoidb. Pencegahan

Pencegahan untuk penyakit sindrom bruton tidak dapat dilakukan karena penyakit ini merupakan penyakit genetik (imunodefisiensi primer),sehingga tidak mungkin untuk dicegah. Hal yang mungkin dapat dilakukan yaitu pemeriksaan amniosentesis ketika bayi masih didalam kandungan untuk mengetahui apakah anak tersebut menderita sindrom bruton atau tidak. Dengan demikian orang tua bisa mencegah kehamilan atau sedia untuk memiliki anak laki-laki yang menderita sindrom bruton. Jika orang tua memilih untuk melahirkan anak laki-laki dengan penyakit sindrom bruton hal lain yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan gizi anak tersebut dan menjauhkannnya dari lingkungan yang tercemar atau kotor,untuk mencegah dari infeksi giardia lambia dilakukan penyaringandengan filter yang memiliki nominal 1-pori ukuran micrometer pada air permukaan tanah yang daerah terbuka serta menggunakan yodium atau klorin dioksida pada air yangdikomsumsi.Sehingga memperkecil kemungkinan anak tersebut untuk terserang penyakit lain seperti diare dan pneumonia yang akan memperberat penyakit anak tersebut.

c. Pengobatan Tindakan kuratif untuk defisiensi imun ini tidak bisa dilakukan karena penyakit

ini termaksuk dalam imunodefisiensi primer yang merupakan kegenital dan dibawa

dalam gen sehingga tidak bisa disembuhkan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah ; Melakukan diagnose dan terapi dini sehingga dapat ditanggulangi lebih baik Pemberian injeksi gammaglobulin pada IV (IVIg harus mencapai keadaan

dimana kadar igG sebanyak 800/Kg( sesuaiberat badan penderita).pemberian ig ini dilakukanhanya sekedar memperpanjang umur penderita tapi tidak dapat untuk menyembuhkan

Diberikan antibiotic sebagai poelengkap untuk mengobati diare(metronidazole,tinidazole,ataunitazoxanide) dan pneumonia penderita

Pencegahan untuk komplikasi selanjutnya yaitu,hindari pemberian vaksin yang hidup,seperti vaksin polio.

13. Komplikasi Dan Prognosis Penyakit Terkait dari Kasusa. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin diderita otitis media rekiren, bronkihitis, septikemia, pneumonia, arthritis meningits, dermatitis. Bayi akan menderita infeksi paru, sinus dan tulang. Biasanya karena bakteri (misalnya: Hemophilis dan Streptoccoccus) dan biasa terjadi infeksi virus yang tidak biasa di otak. Tetapi infeksi biasanya baru terjadi setelah usia 6 bulan akrena sebelumnya bayi memiliki antibodi perlindungan didalam darah yang berasal dari ibunya. Jika anak mendapatkan vaksinisasi polio maka anak (penderita) juga dapat menderita polio. Penderita juga dapat menderita arthritis.

b. PrognosisPrognosis dengan X-Link Agamaglobunemia dapat hidup sampai

akhir 40 tahun. Prognosis selama pasien didiagnosis dan diobati secara dini dengan terapi gamma globulin intra vena secara teratur sebelum gejala sisa dan infeksi berulang muncul IV (inta vena) Ig bertanggung jawab untuk meningkatkan tingkat katahanan hidup dengan pengobatan awal sebaiknya sebelum pasien berusia 5 tahun, Diare sebelum adanya gamma globulin intra vena dan terapi anti biotik ±90% penderita meninggal dunia sebelum berumur 8 tahun. Pada kasus terkait jika tidak diberikan terapi dengan benar makan prognosisnya semakin buruk.

F. SUMBER

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi V.

Syarifuddin.1997.Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat.Jakarta:ECG

Reinhard Putz. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta . Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Mikrobiologi kedokteran

Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, 2006

Jurnal respratory usu.ac.id

Buku ajar patologi robbins. 2007. Standley L. Robbins. Jakarta: EGC

At a glance

Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 198 - 203