resume sk 3 kel e blok 14 - copy
DESCRIPTION
neurologyTRANSCRIPT
RESUME BLOK 14 “NEUROPSIKIATRI”
SKENARIO 3
“PERILAKU ANEH”
KELOMPOK E :
1. Ica Purnamasari (082010101011)
2. Agung Prabowo (082010101015)
3. Putu Kristalina W. (082010101023)
4. Dian Ayu Indrianingsih (082010101024)
5. Anindita Novia D. (082010101037)
6. Mekania Tamarizki (082010101041)
7. Qurrotu Ayun (082010101048)
8. Bagus Lukman Hakim (082010101050)
9. M. Afiful Jauhani (082010101057)
10. Yoga Wahyu Pratiwi (082010101060)
11. I Nyoman Marsel R.G.B (082010101066)
12. Yudhistira K. (082010101075)
13. Anis Nurul Farida (082010101076)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010/2011
SKENARIO 3
PERILAKU ANEH
1. SKENARIO
Roger, seorang laki-laki usia 37 tahun dibawa keluarganya ke dokter
karena menururt keluarganya pasien ini perilakunya aneh. Roger lebih
emosional, mudah terpicu tertawa atau menangis dengan tidak terkendali. Roger
sering mengancam setiap orang yang ditemuinya untuk dibunuh karena ia
mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai diri sendiri dan orang
lain. Ia juga takut dilukai oleh musuh-musuhnya dan hal itu mengakibatkannya
tidak tidur dengan tujuan untuk melindungi dirinya sendiri. Roger memang aktif
menggunakan alcohol, ganja dan kokain. Semakin banyak ia menggunakan
narkoba dan alcohol semakin paranoid. Kekhawatiran Roger akan melukai orang
lain dan ketakutan akan dilukai mengakibatkan dirinya memiliki rencana untuk
bunuh diri. Ketika dokter menanyakan apakah Roger mempunyai riwayat
kejang, keluarganya mengatakan, Roger memang mempunyai riwayat kejang
sejak usia 11 tahun. Kejang diawali perasaan mau pingsan dan palpitasi,
kemudian akan diikuti kejang generalisata dengan lidah tergigit.
Dokter memberikan obat untuk mengontrol perilakunya ini, namun satu
bulan kemudian Roger dilaporkan mengalami tremor, ekspresi wajahnya pasif
dan rigiditas pada tangan kiri.
2. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Paranoid menyerupai paranoia
- Paranoia merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan
perilaku yang ditandai dengan delusi penganiayaan sistematik,
waham kebesaran / kombinasi dari keduanya ( Dorland)
- Delusi (Waham) keyakinan yang salah yang tidak dapat diubah /
dibujuk walaupun sudah dibuktikan kebenarannya. (Dorland)
- Paranoid Kelainan jiwa yang terutama ditandai dengan
kecurigaan yang seolah-olah dikejar-kejar / ditindas, halusinasi dan
ilusi. (Kamus Kedokteran)
- Halusinasi pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
pancaindera, dan terjadi dalam keadaan sadar / bangun. (IKJ,
Maramis)
- Ilusi interpretasi atau penilaian yang salahtentang pencerapan
yang sungguh terjadi (jadi ada rangsang pada pancaindera).
b. Kejang Generalisata Kejang yang melibatkan seluruh korteks
serebrum dan diensefalon yang ditandai dengan awitan aktifitas kejang
yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-
tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. (patofis,Silvia)
c. Tremor tremor (mengguncang) ; getaran atau gigilan yang
involunter. (Dorland)
d. Rigiditas kekakuan atau ketidakfleksian, terutama yang abnormal.
(Dorland)
3. PERMASALAHAN
1) seorang laki-laki usia 37 tahun
2) perilakunya aneh lebih emosional, mudah terpicu tertawa atau menangis
dengan tidak terkendali
3) mengancam setiap orang untuk dibunuh
4) mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai diri sendiri dan
orang lain
5) takut dilukai oleh musuh-musuhnya
6) tidak tidur untuk melindungi diri
7) aktif menggunakan alcohol, ganja dan kokain paranoid.
8) percobaan bunuh diri
9) riwayat kejang sejak usia 11 tahun
10) Kejang diawali perasaan mau pingsan dan palpitasi
11) kejang generalisata dengan lidah tergigit.
12) tremor, ekspresi wajahnya pasif dan rigiditas pada tangan kiri pengaruh
obat
3. LEARNING OBJECTIF
Psikosis
Schizophrenia
Schizotipal
Gangguan Waham
Gangguan psikotik akut
Gangguan psikosis lain Reactive psikosis
Schizoafektif Puerperal PsikosisGM akibat obat organic :
Alkohol
Sedatif / hipnotica
Kokain
Ganja
Abstinensia
Delirium
Demensia
Sindrom Amnestik
Sindrom Ketergantungan
Intoksitas
Toleransi obat
Gangguan
Afektif
Unipolar
Bipolar Manic Episode
Depressive Episode
Status Epilepsi convulsi
non convulsi
Klasifikasi Parsial
Generalisata
Anti Psikotik
Anti Depressan
Misuse Psikoaktif
Status Psikiatri
GMO
Kejang
Epilepsi
Parkinson
Farmakologi
P
E
R
I
L
A
K
U
A
N
E
H
4. PEMBAHASAN
STATUS PSIKIATRI
Sensorium fdan kesadaran kognitif menilai fungsi otak, termasuk kewaspadaan dan
kesadaran, kosentrasi dan atensi, orientasi, daya ingat, intelegensi dan kalkulasi,
kemampuan berpikir abstrak, dersjat insight, judgement, kemamuan visouspasial,
termasuk juga kemampuan bahasa, kemampuan menulis dan membaca, (dinilai
terpisah), serta fungsi luhur.
1) Gangguan Kewaspadaan atau keterjagaan dan kesadaran.
Kesadaran adalah kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungannya serta denagn dirinya sendiri (melalui pancainderanya) dn
mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya serta dirinya sendiri.
a. Kesadaran menurun Suatu keadaan dengan kemampuan persepsi,
perhatian dan pemikiran yang kurang secara keseluruhan.
b. Keasadaran yang meninggi Keadaan dengan respon yang tinggi terhadap
rangsang ; suara-suara terdengar lebih keras, warna-warni kelihatan lebih
terang ; disebabkan oleh berbagai zat yang merangsang otak atau oleh factor
psikologis.
c. Tidur ditandai oleh menurunnya kesadaran secara reversible, biasanya
disertai posisiberbaring dan tak bergerak.
d. Hipnosis Kesadaran yang sengaja diubah (menurun atyau menyempit,
artinya menerima rangsang dari smuber tertentu saja.
e. Disosiasi Sebagian tingkah laku atau peristiwa terpisah dari kesadaran
secara psikologis.
f. Kesadaran yang tidak normal (berubah) Kemampuan mengadakan
hubungan dengan dan pembatasn dengan dunia luar dan dirinya sendiri
sudah terganggupada taraf “tidak sesuai dengan kenyataan”.
2) Konsentrasi kemampuan untuk mengarah, mempertahankan, menyeleksi
parhatian. Yang dinilai adalah sustained attention, directed attention, selective
attention, divited attention, focused attention , sequential attention, dan attention
spam.
- Gangguan perhatian tidak mampu memusatkan (memfokuskan)
perhatian pada hanay satu hal atau lamanya memusatkan perhatian itu
berkurang atau daya konsentrasinya terganggu
3) Orientasi kemampuan sesorang untuk mengenali lingkungannya (tempat),
waktu dan dirinya sendiri dan juga hubungannya dengan orang lain.
- Disorientasi atau gangguan orientasi
4) Memori dan daya ingat terbagi menjadi daya ingat segera, jangka pendek,
jangka sedang, jangka panjang.Dinilai apakah ada usaha untuk menanggulangi
kekurangan dya ingatnya, adakah penyangkalan dan akibat hendak daya ingat
- Gangguan daya ingat ( retensi, recall)
- Gangguan ingatan umum
- Amnesia
- Paramnesia
- Hipernmnesia
5) Taraf intelegensi dan Pengetahuan umum yang dinilai adalah intelegensi,
kemampuan aritmatika, dan pengetahuan umum
- Retardasi Mental
- Amnesia
6) Fungsi Luhur dan Kognitif yang dinilai adalah kemampuan analisis,
pemecahan maslah, pengambilan keputusan, antisipasi dan perencanaan. Dapat
dinilai dengan interview atau meberikan tes fungsi kognitif
7) Pemahaman Abstrak yang dinilai adalah kemampuan memahami hal-hala
yang mempunyai makna abstrak, dpat dinilai dengan memberikan pertanyaan
tentang peribahasa, atau persamaan dan perbedaan dua benda.
8) kemampuan visuospasial yang dinilai adalah kemampuan menilai ruangan.
Diperiksa dengan memberi tes untuk melihat kemampuan visuospasial, misalnya
clock drawing test.
9) Tilikan (insight) derajat kesadaran dan pemahaman pasien terhadap keadaan
sakitnya.
10) Daya nilai yang dinilai adalah memberikan penilaian terhadap norma social
dan nilai-nilai, kemampuan menilai realitas, bila terganggu dalam hal apa.
Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa Bardasarkan PPDGJ III :
I. Gangguan Mental Organik dan Symptomatik
Gg. mental dn perilaku akibat zat psikoaktif
Ciri khasnya : etiologi organic / fisik jelas, primer/sekunder.
II. Skizofrenia. Gg. Skizotipal dan Gg. Waham
Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organic tidak jelas
III. Gangguan suasana perasaan (Mood/afektif)
Ciri khas : gejala gangguan afektif
IV. Gg. neurotic, Gg.Somatoform dan Gg. stress
Ciri khas : gejala non psikotik, etiologi non organik
V. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan Gg.Fisiologik dan faktor fisik
Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologis, non-organik
VI. Gg. Kepribadian dan Perilaku dewasa
Ciri khas: gejala perilaku, etiologi non-organik
VII. Retardasi Mental
Ciri khas: Gejala perkembangan IQ, onset masa anak-anak
VIII. Gg. Perkembangan Psikologis
Ciri khas: Gejala perkembangan khusus, onset masa anak-anak
IX. Gg. Perilaku dan emosional dengan onset masa anak-anak dan remaja
Ciri khas: gejala perilaku/emosional, onset masa anak-anak
X. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinik
Ciri khas: tidak tergolong gangguan jiwa.
PSIKOSIS
SCHIZOFRENIA
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronik atau “deterotiating”)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetic, fisik, sosial, dan budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Pedoman diagnostik
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas:
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu di
luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu keadaan
tertentu dari luar; atau
“delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu keadaan
tertentu dari luar; atau
“delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak
atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
“delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat
c) Halusinasi auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien; atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai
suara yang berbicara); atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d) Waham-waham yang menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di aats manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan (neologisme)
g) Perilaku katatonik, seperi keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
h) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non-psikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.
SKIZOFRENIA PARANOID
Pedoman diagnostik
Memenuhi criteria umum diagnosis skozofrenia, dengan tambahan:
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas;
- gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relative tidak nyata/tidak menonjol.
Diagnosis banding
- Epilespi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
- Keadaan paranoid involusional
- Paranoia
SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertamakali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri, namun tidak harus demikian untuk menegakkan diagnosis
Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinyu selama 2 atau 3 bulan untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas memang benar bertahan:
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, ada
kecenderungan menyendiri, perilaku hampa tujuan dan hampa perasaan
- Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikan atau
perasaan puas diri, senyum sendiri, tertawa menyeringai, keluhan
hipokondrial dan kata-kata yang diulang.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak serta gangguan proses piker
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mugkin ada tetapi tidak
menonjol. Perilaku penderita tampak khas: perilaku tanpa tujuan, adanya
preokupasi yang dangkal dan dibuat buat terhadap agama, filsafat dan tema
abstrak lainnya
SKIZOFRENIA KATATONIK
Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini haru s mendominasi gambaran klinis:
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhsdsp lingkungan dan
dalam geerakan aktivitas spontan
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan yang
tidak dipengaruhi stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh terytentu dan mempertahankan posisi tertentu
yang tidak wajar atau aneh
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah)
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
(f) Fleksibilitas carea (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar)
(g) Command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis Memenuhi criteria umum diagnosis
skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang gejala-gejala lain.
SKIZOFRENIA TAK TERINCI
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebufrenik,
atau katatonik
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia
Depresi Pasca Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
(a) Pasien telah menderita skizofreniaselama 12 bulan terakhir
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih ada tetapi tidak mendominasi gejala
klinis
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam waktu paling
sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari sub tipe skizofrenia yang sesuai
SKIZOFRENIA RESIDUAL
Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:
(a) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
motorik psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh.
(b) Sedikitnya ada riwayat suatu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi criteria diagnosis skizofrenia.
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
minimal dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia.
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit /gangguan otak organic lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabiltas negative
tersebut.
SKIZOFRENIA SIMPLEKS
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
- gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik
- Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara social
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya
GANGGUAN SCHIZOTYPAL
Definisi
Penderita gangguan ini sama seperti penderita kepribadian skizoid, secara
sosial dan emosi memisahkan diri. Ditambah, mereka berkomunikasi, merasa, dan
berpikir yang aneh. Sementara itu keanehan tersebut mirip dengan penderita
skizoprenia, dan kadang-kadang kepribadian ini ditemukan pada penderita
skizoprenia. Sebelum mereka sakit. Beberapa penderita menunjukkan tanda berupa
pemikiran magis- berkeyakinan bahwa aksi tertentu dapat mengontrol sesuatu yang
jelas-jelas tidak ada hubungannya. Sebagai contoh, penderita mungkin percaya
bahwa nasib jelek akan benar-benar terjadi jika mereka berjalan di bawah tangga
atau dia dapat menyebabkan bahaya bagi orang lain dengan berpikir untuk marah.
Penderita gangguan ini mungkin juga memiliki pemikiran paranoid.
Diagnosa
Untuk diagnosis, tiga atau empat gejala khas berikut ini harus sudah ada, secara
terus menerus atau secara episodic, sedikitnya untuk 2 tahun lamanya :
Afek yang tidak wajar atau yang menyempit / “constricted” (individu tampak
dingin dan acuh tak acuh)
Perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik atau ganjil
Hubungan social yang buruk dengan orang lain dan tendensi menarik diri
dari pergaulan social
Kepercayaan yang aneh atau bersifat magik yang mempengaruhi perilaku dan
tidak serasi dengan norma-norma budaya setempat
Kecurigaan atau ide-ide paranoid
Pikiran obsesif berulang-ulang yang tak terkendali, sering dengan isi yang
bersifat “dysmorphophobic” (keyakinan tentang bentuk tubuh yang tidak
normal / buruk dan tidak terlihat secara objectif oleh orang lain), seksual atau
agresif
Persepsi-persepsi pancaindera yang tidak lazim termasuk mengenai tubuh
(somatosensory) atau ilusi-ilusi lain, depersonalisasi atau derealisasi
Pikiran yang bersifat samar-samar (vague), berputar-putar (circumstansial),
penuh kiasan (metaphorical), sangat terinci dan ruwet (overelaborate), atau
stereotipik, yang bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh atau cara lain,
tanpa inkoherensi yang jelas dan nyata
Sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaan psikotik yang bersifat
sementara dengan ilusi, halusinasi auditorik atau yang lainnya yang bertubi-
tubi, dan gagasan yang mirip waham, biasanya terjadi tanpa provokasi dari
luar.
Individu harus tidak pernah memenuhi kriteria skizophrenia dalam stadium
manapun.
Suatu riwayat skizophrenia pada salah seorang anggota keluarga terdekat
memberikan bobot tambahan untuk diagnosis ini, tetapi bukan merupakan suatu
prasyarat.
Pengobatan
Meskipun perbedaan pengobatan berdasarkan jenis gangguan kepribadian,
beberapa prinsip umum dapat digunakan untuk semuanya. Karena hampir semua
orang dengan gangguan kepribadian tidak melihat perlunya terapi, motivasi sering
kali datangnya dari orang lain. Namun demikian, penderita dapat merespon
mendukung tetapi penuh dengan konfrontasi terhadap akibat dari pemikiran dan pola
prilaku mereka yang tidak tepat. Hal ini biasanya efektif bila datangnya dari teman
sebaya atau psikoterapis. Terapis berulang-ulang menunjukkan konsekwensi yang
tidak diinginkan karena pola pikir dan prilaku penderita, kadang-kadang membuat
batas tingkah laku, dan berulang-ulang mengkonfrontasi penderita dengan kenyataan
yang ada.
Keterlibatan keluarga penderita sangat membantu dan sering penting,
dorongan dari keompok dapat efektif juga. Pengobatan kelompok dan keluarga,
kelompok tinggal dalam area yang dibuat, dan partisipasi dalam kelompok sosial
terapetik atau dalam kelompok itu sendiri dapat menjadi hal yang berharga dalam
pengobatan.
Orang dengan gangguan kepribadian terkadang mengalami kecemasan dan
depresi, sehingga mereka berharap dapat disembuhkan dengan obat. Namun
demikian, kecemasan dan depresi karena gangguan kepribadian jarang disebutkan
secara memuaskan oleh obat, dan gejala tersebut tampak pada orang yang
menjalankan beberapa pemeriksaan kesehatan. Lagi pula, terapi obat seringkali
tercampur aduk dengan penyalahgunaan obat atau percobaan bunuh diri.
Jika orang memiliki gangguan kepribadian lainnya, seperti depresi mayor,
fobia, atau gangguan panik, penggunaan obat adalah tepat, meskipun mereka
kemungkinan besar akan memberikan kesembuhan yang terbatas.
Perubahan kepribadian memakan waktu yang lama. Tidak ada pengobatan
yang singkat dapat berhasil menyembuhkan gangguan kepribadian, tetapi perubahan
tertentu mungkin terjadi lebih cepat dibanding yang lain.
Sembrono, isolasi sosial, kurang tegas atau kemarahan yang meledak dapat
merespon pada terapi modifikasi prilaku. Namun demikian, psikoterapi jangka
panjang (terapi wicara), dimaksudkan untuk membantu penderita mengerti penyebab
kecemasan dan mengenal prilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan untuk
pengobatan lainnya.
Terkadang gangguan kepribadian, seperti narsis atau obsesif kompulsif dapat
diobati dengan baik dengan psikoanalisi. Yang lain seperti jenis antisosial atau
paranoid jarang cocok untuk segala terapi.
GANGGUAN WAHAM
Waham suatu gangguan isi pikiran; sebuah keyakinan tantang kenyataan yang
sering tidak sesuai dengan kenyataan, atau tidak cocok dengan latar
belakang kebudayaan serta intelegensinya, walaupun dibuktikan
kemustahilan itu
GANGGUAN WAHAM MENETAP
Definisi
Adalah gangguan psikotik fungsional dengan gejala utamanya adanya waham
yang berlangsung lama sebagai satu-satunya gejala klinik yang khas atau
menonjol,tapi tidak bisa digolongkan sebagai gangguan mental
organik,skizofrenia,gangguan afektif atau gangguan jiwa yang lain.
Etiologi
Belum diketahui dengan pasti
PSIKODINAMIKA (TEORI TERJADINYA GANGGUAN WAHAM INI) :
1. Teori psikogenik Sigmound Freud
Gangguan waham timbul karena digunakannya mekanisme pembelaan ego
jenis proyeksi,denial,dan reaction formation.
2. Teori sosiologik Cammeran
Akibat 7 situasi lingkungan yang mendorong timbulnya gangguan waham
yaitu iri hati,cemburu,curiga,terisolasi,kurang dihargai,situasi sadis dan
situasi baru.
Gejala Klinis
- Gejala utama :
Waham yang menonjol dan tidak bizarre artinya waham tentang situasi
yang dapat terjadi pada kehidupan nyata dan dikembangkan secara logis
dan sistematis.
- Respon emosi dan perilaku sangat cocok dengan wahamnya
- Ada halusinasi tapi tidak menonjol
Jenis – jenis waham :
1. Tipe erotomonic : waham dicintai
2. Tipe grandios : waham kebesaran
3. Tipe jealous : waham cemburu ; cemburu pada pasangan : othello
syndrome
4. Tipe presekutori : waham dianiaya,disiksa
5. Tipe somatik
6. Tipe campuran : kalau mempunyai tema waham 2 atau lebih atau tidak
spesifik
Diagnosis dan Pemeriksaan
Anamnesis : autoanamnesis dan heteroanamnesis
Pemeriksaan fisik : neurologik,laboratorium,urine toksikologi,test
psikologi
Kunjungan rumah,sekolah,tempat kerja.
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ III
Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis.Waham tersebut baik yang
tunggal ataupun suatu sistem waham harus ada sedikitnya 3 bulan (menurut
DSM 4 ; 1 bulan) lamanya dan harus bersifat khas pribadi dan bukan budaya
setempat
Gejala depresif atau bahkan episode depresif mungkin terjadi secara
intermitten dengan syarat waham-waham tersebut tetap ada pada saat-saat
tidak terdapat gangguan afektif itu.
Tidak ada penyakit organik/otak
Tidak ada halusinasi auditorik/hanya kadang-kadang saja dan bersifat
sementara
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia.
Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian paranoid
Gangguan skizofrenia paranoid
Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
Gangguan mental organik
Gangguan waham induksi
Penatalaksanaan
Penanganan dilakukan secara holistik : somatoterapi,psikoterapi,dan manipulasi
lingkungan. Rawat inap perlu kalau potensial berbahaya / agresif, ada rencana bunuh
diri.
1. Somatoterapi
- Perbaiki KU
- Beri obat golongan neuroleptika,antagonis reseptor dopamine khususnya
pimozide per oral sehari 2x 4-8 minggu/antagonis serotonin-dopamine.
2. Psikoterapi
- Psikoterapi insight-oriented biasanya kontraindikasi
- Sebaiknya dilakukan psikoterapi suportif dan intervensi kognitif –
behaviour tidak menjelekkan atau membantah wahamnya,tetapi
mendorong perilaku yang positif.
3. Manipulasi lingkungan
Membimbing keluarga bagaimana mereka harus bersikap.
GANGGUAN WAHAM INDUKSI
Diagnosis dibuat jika :
1. 2 orang atau lebih mengalami waham atau sistem waham yang sama dan
saling mendukung dalam keyakinan waham itu.
2. Mereka punya hubunga dekat yang tak lazim
3. Ada bukti dalam kaitan waktu atau konteks lainnya bahwa waham
tersebut diinduksi pada anggota yang pasif dari suatu pasangan atau
kelompok melalui kontak dengan anggota yang aktif (hanya ada 1
anggota akif yang menderita gangguan psikotik yang sesungguhnya,
waham diinduksi pada anggota pasif,biasanya waham menghilang bila
mereka dipisah).
GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA
Pedoman Diagnostik :
Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang
diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas
yang dipakai ialah:
a. Onset yang akut (dalam masa 2ininggu atau kurang = jangka waktu
gejalagejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk
periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas
yang menentukan seluruh kelompok;
b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam
dan berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrnik yang
khas);
c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu ada)
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi
kriteria episode manik atau episode depresif, walaupun
perubahan emosional dan gejalagejala afektif individual dapat
menonjol dan waktu ke waktu
Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium,
atau demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat
penggunaan alcohol atau obat-obatan.
GANGGUAN PSIKOTIK LAIN
BRIEF REACTIVE PSYCHOSIS
Psikosis reaktif sering kali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia
berprognosis baik, diagnosis DSM IV gangguan psikotik singkat tidak berarti
menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Ditahun 1913 Karl Jasper
menggambarkan sejumlah cirri penting untuk diagnosis psikosis reaktif, termasuk
adanya stressor traumatis berat yang dapat diidentifikasi, hubungan yang erat antara
stressor dan perkembangan psikosis dan perjalanan episode psikotik yang ringan.
Disamping itu, isi psikosis sering kali mencerminkan sifat pengalaman traumatis dan
perkembangan psikosis dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan pasien, seringkali
suatu tipe pelepasan suatu kondisi traumatis.
Etiologi
Didalam DSM III R factor psikososial bermakna dianggap menyebabkan psikosis
reaktif singkat, tetapi criteria tersebut telah dihilangkan dari DSM IV. Perubahan
dalam DSM IV menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat didalam kategori
yang sama dengan banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang penyebabnya
tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan termasuk gangguan yang heterogen.
Diagnosis
Diagnosis DSM IV memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik,
didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung
sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan yang tidak disertai dengan
satu gangguan mood, ganggaun yang berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan
psikotik karena kondisi medis umum , diagnosis gangguan psikotik singkat
kemungkianan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik yang lebih
dari satu hari diagnosis sesuai yang harus dipertimbangkan adalah gangguan
delusional ( jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan skizofreniform
(jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan) dan skizofrenia(jika gejala telah
berlangsung lebih dari 6 bulan.
Gambaran Klinis
Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu
memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa
klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi dan gangguan pemusatan
perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada
gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik singkat
adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh, berteriak teriak atau
diam membisu dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum lama terjadi.
Terapi
Farmakoterapi
Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan didalam pengobatan gangguan
psikotik adalah obat antipsikotik antagonis resptor dopamine dan benzodiazepine.
Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi, misalnya haloperidol
biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada pada resiko tinggi untuk
mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat antikolinergik kemungkinan
harus diberikannbersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap
gejala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine dapat
digunakan dalam terapi singkat psikosis.
Psikoterapi
Walaupun perawatan dirumah sakit dan farmakoterapi merupakan kemungkinan
untuk mengendalikan situasi jangka pendek, bagian yang sulit dari terapi adalah
integrasi psikologis dari pengalaman kedalam kehidupan pasien dan keluarganya.
Psikoterapi individual, keluarga atau kelompok mungkin diindikasikan.
PUERPERAL PSIKOSIS
Merupakan Suatu gangguan psikosis yang timbul dalam 1 tahun setelah melahirkan.
Etiologi
Tidak diketahui pasti.
Faktor biologis: - genetic resiko meningkat jika da riwayat keluarga
- Hormonal penurunan mendadak estrogen post partum
Kemungkina adanya riwayat psikosis atau gangguan mood sebelumnya dan primi
gravid kecemasan sebelum melahirkan dapat memicu psikosis puerperal.
Gejala
- Biasanya timbul dalam 4 minggu post partum (DSM IV)
- Gambaran mungkin berupa depresi, skizofrenia. Atau lebih sering berupa mania
- Insomnia, mood yang labil, ingatan lemah dan kebingungan
- Waham paranoidyakin bayinya telah ditukar dengan bayi orang lain
- Halusinasi auditorikmendengar suara bayinya seperti suara setan
Suara-suara yang menginstruksikan membunuh bayinya
Diagnosis
Bila terdapat 5 atau lebuh gejala yang sekurang-kurangnya 2 minggu disertai
perubahan fungsi sebelumnya.
- Moood yang depresif
- Kehilangan minat
- Kehilangan berat badan yang bermakna tanpa diet
- Insomnia/hipersomnia hampir setiap hari
- Agitasi psikomotor/retardasi psikomotor
- Merasa lelah/kehilangan energi hampir setiap hari
- Perasaan tidak berharga/perasaan bersalah berlebihan
- Kehilangan kemampuan berpikir, konsentrasi
- Muncul ide bunuh diri
Terapi
Terapi menyangkut farmakoterapi dan psikoterapi.
Gejala ringanpilihan pertama hanya konseling psikologis dan intervensi sosial
sesuai kebutuhan pasien
Gejala lebih berat antidepresan (fluoxetine, sertaline,paroxetine). Untuk ibu yang
dalam masa kehamilan dan menyusui pilihan oba yang aman fluoxetine.
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu ditandai dengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif.
Adanya gabungan gejala-gejala dari spektrum divergen ini, membuat terapi pasien
dengan gangguan skizoafektif ini menjadi sulit.
Epidemiologi
Studi populasi umum tidak ada yang menunjukkan insidens dari penyakit
skizoafektif
Yang ditunjukkan adalah angka komorbid antara skizofrenia dan gangguan
afektif
Antara lain depresi adalah komorbid tertinggi dari skizofrenia.
National comorbidity study :
66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan afektif
yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar
Prevalensi pada pria lebih rendah dari pada wanita
Onset umur pada wanita lebih tua dari pada pria
Pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk
usia muda lebih sering Gangguan Skizoafektif tipe bipolar
Laki laki dengan Gangguan Skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku
anti social
Etiologi
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
mungkin berhubungan secara genetic. Ada peningkatan resiko terjadinya gangguan
skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.
Pedoman Diagnostik
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala definitif adanya
skizifrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan,
atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian
diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik
yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK
Suatu gangguan psikotik dengan gejala skizofrenik dan manik bersama-sama
menonjol dalam satu episode penyakit yang sama.
Gejala afektif diantaranya : elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran.
Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial.
Gejala skizofrenik juga harus ada, antara lain : merasa pikirannya disiarkan atau
diganggu, ada kekuatan yang sedang berusaha mengendalikannya., mendengar
suara-suara yang beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang bizarre.
Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan secara
sempurna dalam beberapa minggu.
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF
Pada episode yang sama terdapat gejala skizofrenia maupun depresif yang sama-
sama menonjol.
Gejala depresi disini ditandai dengan adanya perilaku yang retardasi, insomnia,
hilangnya enersi, perubahan nafsu makan, kurang minat, gangguan konsentrasi,
perasaan bersalah, keputusasaan, dan ide bunuh diri.
Secara bersamaan dalam satu episode terdapat gejala skizofrenia yg khas antara
lain :
Merasa pikirannya sedang disiarkan, atau diganggu, ada kekuatan yang
mrngendalikan pikirannya. Pasien yakin sedang di mata-matai atau sedang
diincar.
Mendengar suara-suara yang menghina, mengutuk dirinya, atau akan
membunuhnya. Bahkan seperti ada yang mendiskusikan dirinya.
Episode berlangsung lebih lama dari pada episode manik, dan bisa sembuh
sempurna.
Namun ada sebagian yang akhirnya berkembang menjadi defek skizofrenik.
Penatalaksanaan
Apabila ada pikiran bunuh diri atau ide membunuh diindikasikan untuk
dirawatinapkan dirumah sakit. Terapi dengan melibatkan keluarga, pengembangan
skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif.
Pengobatan digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila
memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Apabila gengguan
skizoafektif tipe manik terapi kombinasi antara anti psokotik dengan mood stabilizer.
Prognosis
Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala
skizofrenianya atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten
gejala skizofrenianya maka pronosis nya buruk. Dan sebaliknya semakin persisten
gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.
GANGGUAN MENTAL ORGANIK (GMO)
GANGGUAN MENTAL AKIBAT OBAT ORGANIK
1. ALKOHOL
Epidemiologi
Pernah meminum 90%
Pelarian >40%
Abuse* Male >10% female >5%
Dependent* male 10% female 3-5 %
*=2-3 % merupakan pasien psiatri
Klasifikasi (DSM IV TR):
1) Alcohol use disorders
i. Alcohol dependence
ii. Alcohol abuse
2) Alcohol induced disorder
i. Alcohol intoxication
ii. Alcohol withdrawal
iii. Alcohol intoxication delirium
iv. Alcohol withdrawal delirium
v. Alcohol induced persisting dementia
vi. Alcohol induced persisting amnestic disorder
vii. Alcohol induced psychotic disorder, with delusions
Kriteria diagnosis alcohol intoxication:
A. Baru mengkonsumsi alcohol
B. Secara klinik terdapat perilaku maladaptive yang signifikan atau perubahan
psikologis ( perilaku sexual yang tidak pantas atau perilaku yang agresif,
mood yang labil, kelemahan di hubungan social atau tempat kerjanya) yang
berkembang selama mengkonsumsi alcohol.
C. Satu atau lebih dari gejala yang ada di bawah ini, semakin berkembang
selama penggunaan alcohol:
a. Slurred speech (bicaranya tidak ada titik komanya semuanya
digabung)
b. Incoordination
c. Gaya berjalan yang tidak seimbang
d. Nistagmus
e. Kelemahan dalam memperhatikan atau memory
f. Stupor atau koma
D. Gejala-gejala ini tidak disebabkan karena kondisi general medical dan lebih
baik jika tidak digolongkan dengan gangguan mental yang lain.
Kriteria diagnostic alcohol withdrawal:
A. Penghentian penggunaan alcohol yang telah parah dan lama.
B. Dua atau lebih dari gejala yng ada di bawah ini, berkembang dalam beberapa
jam sampai beberapa hari setelah criteria A:
a. Autonomic hyperactivity
b. Peningkatan tremor di tangan
c. Insomnia
d. Mual atau muntah
e. Transient (sementara) visual, tactile, atau auditory hallucinations or
illusions
f. Agigasi psikomotor
g. Anxiety
h. Grand mal seizures
C. Gejala-gejala dari criteria B menyebabkan distress (tekanan) yang signifikan
secara klinis atau mengalami gangguan di hubungan social, pekerjaan, atau
tempat penting lain yang berfungsi.
D. Gejal-gejala tidak disebabkan oleh general medical condition dan lebih baik
jika tidak digolongkan dengan penyakit gangguan mental yang lain.
Treatment
A. Interverensi
Akhir dari langkah ini dapat menghentikan perasaan untuk menyangkal
dan membantu pasien mengakui konsekuensi yang sangat merugikan jika
gangguan ini tidak dihindari.
B. Detoksikasi
a. Mild or moderate withdrawal
Short-acting drugs lorazepam (ativan)
Long-acting drugs chlordiazepoxide (Librium) dan diazepam (valium)
b. Severe withdrawal
Gejala withdrawal dapat diminimalisir dengan benzodiazepines (dalam
dosis tinggi) atau dengan antipsykotik agents haloperidol dan
thioridazine
C. Rehabilitasi
a. Melanjutkan usaha untuk meningkatkan dan memelihara tinggi level dari
motivasi penahanan nafsu
b. Membantu pasien untuk mengatur kembali kebiasaan sewaktu bebas
alcohol
c. Mencegah kekambuhan
2. SEDATIVE, HIPNOTICA OR ANXIOLYTIC
Klasifikasi (DSM IV TR):
1) Sedative, hypnotic, or anxiolytic use disorders
i. Sedative, hypnotic, or anxiolytic dependence
ii. Sedative, hypnotic, or anxiolytic abuse
2) Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced disorders
i. Sedative, hypnotic, or anxiolytic intoxication
ii. Sedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawal
iii. Sedative, hypnotic, or anxiolytic intoxication delirium
iv. Sedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawal delirium
v. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced persisting dementia
vi. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with
delusions
vii. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with
hallucinations
viii. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced mood disorder
ix. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced anxiety disorder
x. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sexual dysfunction
xi. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sleep disorder
xii. Sedative-, hypnotic-, or anxiolytic-related disorder not otherwise
specified
Criteria for Sedative, Hypnotic, or Anxiolytic Intoxication
A. Baru saja menggunakan sedative, hypnotic, or anxiolytic.
B. Secara klinis terdapat perilaku maladptive yang signifikan atau perubahan
psikologis (inappropriate sexual or aggressive behavior, mood lability,
impaired judgment, impaired social or occupational functioning) yang
berkembang selama penggunaan atau sesaat setelah pengunaan sedative,
hypnotic, or anxiolytic.
C. Satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini, berkembang selama atau
sesaat setelah penggunaan sedative, hypnotic, or anxiolytic:
a. slurred speech
b. incoordination
c. cara berjalan yang tidak mantap
d. nystagmus
e. gangguan memori dan perhatian
f. stupor atau coma
D. Gejala-gejala tidak ada kaitannya dengan kondisi medis umum dan lebih baik
tidak dikelompokkan dengan gangguan mental yang lain.
Criteria for Sedative, Hypnotic, or Anxiolytic Withdrawal:
A. Penghentian atau pengurangan jumlah dari penggunaan sedative, hypnotic,
atau anxiolytic telah parah dan lama.
B. Dua atau lebih dari hal berikut, berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah criteria A:
a. Hiperaktivitas otomik (berkeringat atau frekuensi nadi lebih dari 100)
b. Peningkatan tremor tangan
c. Insomnia
d. Nausea atau vomiting
e. Transient visual, tactile, or auditory hallucinations or illusions
f. Agitasi psikomotor
g. Anxietas
h. Grand mal seizures
C. Gejala-gejala dari criteria B menyebabkan distress (tekanan) yang signifikan
secara klinis atau mengalami gangguan di hubungan social, pekerjaan, atau
tempat penting lain yang berfungsi.
D. Gejala-gejala tidak ada kaitannya dengan general medical condition dan lebih
baik tidak dikelompokkan dengan gangguan mental yang lain.
3. KOKAIN
Diproduksi oleh pohon coca dan dikonsumsi dalam beberapa bentuk olahan
(coca leaves, coca paste, cocaine hydrochloride, cocaine alkaloid)
Klasifikasi (DSM IV TR):
1. Cocaine use disorders
i. Cocaine dependence
ii. Cocaine abuse
2. Cocaine induced disorders
i. Cocaine intoxication
ii. Cocaine withdrawal
iii. Cocaine intoxication delirium
iv. Cocaine induced psychotic disorder, with delusions
v. Cocaine induced psychotic disorder, with hallucinations
vi. Cocaine induced mood disorder
vii. Cocaine induced anxiety disorder
viii. Cocaine-induced sexual dysfunction
ix. Cocaine induced sleep disorder
x. Cocaine related disorder not otherwise specified
Kriteria diagnosis cocaine intoxication:
A. Baru saja menggunakan cocain.
B. Secara klinik terdapat perilaku maladaptive yang signifikan atau perubahan
psikologis ( euphoria/cenderung terus terang; terjadi perubahan pada
sociability; hypervigilance/terlalu waspada; interpersonal sensitivity; anxiety,
tension, atau marah; perilaku yang berulang/stereotype; kelemahan dalam
kehidupan social, atau pekerjaan) yang berkembang selama menggunakan
cocaine
C. Dua atu lebih dari gejala yang ada di bawah ini, berkembang selama
penggunaan cocaine:
a. Takikardia/bradikardia
b. Dilatasi pupil
c. Menurunnya tekanan darah
d. Berkeringat/merasa udara dingin
e. Mual atau muntah
f. Adanya bukti kehilangan berat badan
g. Agitasi psikomotor atau retardasi
h. Kelemahan otot, respiratory depression, nyeri dada, cardiac arrhythmias
i. Bingung, seizure, dyskinesia, dystonias, atao koma.
D. Gejala-gejala tidak ada kaitannya dengan general medical condition dan lebih
baik tidak dikelompokkan dengan gangguan mental yang lain.
Criteria diagnostic cocaine withdrawal
A. Penghentian penggunaan cocaine yang telah parah dan lama.
B. Perasan cemas dan dua atau lebih dari perubahan psikologis yang ada di
bawah ini, berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah
criteria A:
a. Lelah
b. Bermimpi yang tidak menyenangkan
c. Insomnia atau hipersomia
d. Peningkatan nafsu makan
e. Retardasi psikomotor atau agitasi (peningkatan aktivitas motorik).
C. Gejala-gejala dari criteria B menyebabkan distress (tekanan) yang signifikan
secara klinis atau mengalami gangguan di hubungan social, pekerjaan, atau
tempat penting lain yang berfungsi.
D. Gejala-gejala tidak ada kaitannya dengan general medical condition dan lebih
baik tidak dikelompokkan dengan gangguan mental yang lain.
Treatment
1. Psychotherapy dan behavior modification
2. Supportive therapy
3. Psychodynamic, interpersonal, and combined approaches
4. Group psychotherapy techniques
5. Group conseling
6. Intensive and eclectic treatment
Sampai sekarang tidak ada terapi farmakologi yang dapat menurunkan
penggunaan kokain.
4. GANJA
Penggunaan ganja dalam tahap ringan, belum menimbulkan efek
neurotoksis.
Pada penggunaan berat, dapat menimbulkan efek neurotoksis.
Terjadi penurunan volume hipocampus dan amigdala, sehingga efek pada
pasien berupa hilangnya konsentrasi untuk berpikir dan cenderung malas.
Efek fisik lainnya: denyut nadi meningkat, konjungtiva memerah,
hipovolemi pada posisi berdiri, ukuran pupil tidak berubah (pupil melebar),
Lekas mengantuk, mengidam manisan, nafsu makan bertambah, kelemahan
otot, tremor dan refleks tendon meningkat.
Efek-efek tersebut timbul kurang lebih 20 menit setelah pemakaian.
Bahayanya : Perangsang untuk memakai narkotika yang lebih keras,
ketergantungan psikologis, mungkin kerusakan fisik.
ABSTINENSIA
Merupakan gejala psikologis atau fisik yang timbul bila zat yang sudah menjadi
ketergantungannya dihentikan.
Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ III
Keadaan putus zat merupakan salah satu indicator dari sindrom
ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut
dipertimbangkan.
Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus.
Gejala fisik bervariasi sesuai zat yang digunakan. Gangguan psikologis
(misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan gambaran umum
dari keadaan putus zat ini.
Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan
mereda dengan meneruskan penggunaan zat tersebut.
DELIRIUM
Definisi
Adalah suatu disfungsi metabolism otak yang menyeluruh, bersifat sementara dan
reversible, biasanya terjadi secara akut (kadang-kadang subakut).
Pasien yang berisiko tinggi mengalami delirium :
1. Anak-anak
2. Lanjut usia (≥60 tahun) yang biasanya juga menderita demensia atau
komorbiditas yang lainya
3. Gangguan pada susunan saraf pusat seperti CVA, parkinson, demensia, tumor
otak
4. Pasca bedah
5. Luka bakar
6. Pada keadaan lepas zat seperti ketergantungan zat psikoaktif
7. Pernah mengalami delirium sebelumnya
Etiologi
Hipotesis yang diajukan untuk menerangkan terjadinya delirium adalah penurunan
aktivitas asetilkolin di otak terutama di daerah formation retikularis yang merupakan
area utama di otak yang bertanggungjawab dalam pengaturan perhatian,
kewaspadaan, dan keterjagaan. Pelepasan dopamine yang berlebihan atau aktivitas
serotonergik yang menurun atau meningkat juga dapat menyebabkan delirium.
Berbagai kondisi medis dapat mengakibatkan terjadinya gangguan ini :
1. Gangguan sistemik
Infeksi sistemik dengan febris dan sepsis
Gangguan metabolic akut : asidosis, alkalosis, gagal ginjal, gagal fungsi hati
Gangguan endokrin baik hiper maupun hipo kelenjar hipofise, pancreas,
adrenal, tiroid dan paratiroid
Defisiensi vitamin B1, B12, asam folat, asam nikotinik, niacin
Gangguan kardiovaskuler : aritmia, gagal jantung, infark miokard, hipertensi
Kondisi pasca bedah
Hipoksia, gagal paru, anemia
Toksin : gas CO, logam berat, pestisida
Obat-obat : anti konvulsan, antikolinergik, steroid, NSAID, antihipertensi,
antipsikotik, sedative-hipnotika
2. Gangguan pada otak
Infeksi (meningitis, enchepalitis, HIV dll)
Tumor (primer maupun metastasik)
GPDO
Kejang/konvulsi
3. Keadaan lepas zat pada penyalahgunaan zat psikoaktif
4. Tanpa etiologi yang spesifik
Gejala Klinis
Sebelum timbul gejala yang nyata, seringkali didahului dengan gejala-gejala
prodromal seperti kegelisahan, cemas, iritabel, gangguan tidur, kesukaran untuk
memusatkan perhatian.
Dua hal yang kharakteristik pada gejala delirium yang bersifat sementara ini adalah
onset yang akut dan fluktuasi sepanjang hari.
Gajela-gejala yang dijumpai :
1. Gangguan kesadaran (kesadaran yang berkabut) dan kewaspadaan yang menurun
2. Gangguan neuropsikiatri :
a. Gangguan perhatian
b. Memori jangka pendek terganggu,a mnesia
c. Disorientasi
d. Gangguan visuo-kontruksional
e. Gangguan fungsi luhur
f. Gangguan pola berpikir
g. Gangguan berbicara dan berbahasa
3. Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi
4. Gangguan psikomotor : hiper atau hipoaktivitas. Tergantung etiologinya, dapat
juga ditemukan gejala neurologic yaitu tremor, perubahan reflek dan tonus otot
5. Gangguan mood seperti cemas, takut, depresi, iritabel. Pada penderita juga dapat
terjadi afek yang labil yang berubah sepanjang hari
6. Gangguan pola tidur. Biasanya penderita tampak mengantuk, tidur untuk waktu
yang singkat dan terputus-putus. Dapat juga terjadi eksaserbasi gejala-gejala
delirium menjelang senja hari yang dikenal sebagai gejala “sundowning”.
Sebagai akibat fluktuasi dari gejala-gejala maka dapat terjadi “lucid interval” di
mana gejala berangsur-angsur berkurang dan berganti dengan keadaan tenang,
hampir tanpa gejala amnesia yang menonjol.
Diagnosis
F05 Delirium, Bukan Akibat Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainya
Gangguan kesadaran dan perhatian :
o Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
o Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
Gangguan kognitif secara umum
o Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi seringkali visual
o Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham
yang bersifat sementara, tetapi sangat khas dengan inkoherensi yang
ringan
o Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka
panjang relative masih utuh
o Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi
tempat dan orang
Gangguan psikomotor
o Hipo- atau hiperaktifitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari
satu ke yang lain
o Waktu bereaksi yang lebih panjang
o Arus pembicaraan yang bertambah dan berkurang
o Reaksi terperanjat yang meningkat
Gangguan siklus tidur-bangun
o Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari
o Gejala yang memburuk pada malam hari
o Mimpi yang menganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur
Gangguan emosional
o Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euphoria, apatis atau
rasa kehilangan
Onset biasanys cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari,
dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan
F05.0 Delirium, Tak Bertumpang-Tindih dengan Demensia
Delirium yang tidak bertumpang tindih dengan demensia yang sudah ada
sebelumnya
F05.1 Delirium, Bertumpang-tindih dengan Demensia
Kondisi yang memenuhi criteria delirium di atas tetapi terjadi pada saat
sudah ada demensia
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Gejala delirium akan bertambah selama factor etiologinya belum teratasi. Delirium
hilang dalam 3-7 hari selambat-lambatnya 2 minggu setelah factor penyebab
disingkirkan. Makin tua usia penderita dan makin lama kondisi delirium
berlangsung, makin lama pula delirium menghilang. Amnesia parsial dapat terjadi
sesudah penderita sembuh.
Penatalaksanaan
1. Perlu kerjasama dengan bidang-bidang yang terkait sesuai dengan etiologinya
2. Mengatasi penyakit organic yang mendasari segera untuk menyelamatkan nyawa
penderita (memperbaiki fungsin fisiologis)
3. Melakukan pemeriksaan sesuai dengan dugaan etiologi dan segera menangani
kausa
4. Monitoring dan evaluasi serta terapi untuk mengatasi gejala-gejala psikiatrik
dengan terapi medikamentosa dan manipulasi lingkungan
Terapi simtomatik dengan :
- Haloperidol 0,5-q mg p.o/iv tiap 4 jam prn
- Risperidone 0,5-1 mh p.o tiap 4 jam prn
- Lorazepam 0,5-1 mg p.o tiap 4 jam prn. Pemakaian lorazepam pada
delirium khusus pada delirium oleh karena alcohol atau benzodiazepine
withdrawal
Lama pemberian dan dosis tergantung pada kemajuan klinis yang didapat
(individual)
Manipulasi lingkungan
- Ruang yang tidak berisik dan nyaman
- Suasana familiar
- Caregiver yang dikenal sangat membantu
- Penderita perlu dijaga agar tidak melukai diri sendiri
SINDROM AMNESTIK
Sindrom amnestik yang ditimbulkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi kriteria
umum untuk sindrom amnestik organik.
Syarat utama untuk menentukan diagnostik adalah:
1. gangguan daya ingat jangka pendek (”recent memory”, dalam mempelajari
hal baru);gangguan sensasi waktu (”time sense”, menyusun kembali urutan
kronologis, meninjau kejadian yang berulang menjadi satu peristiwa, dan
lain- lain).
2. adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan alkohol atau zat
yang kronis (terutama dengan dosis tinggi).
SINDROM KETERGANTUNGAN
Pedoman Diagnostik
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atu lebih gejala di
bawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
a) Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif
b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak
mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan
c) Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang
tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis denga tujuan untuk
menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat
d) Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh
dengan dosis lebih rendah ( contoh yang jelas dapat ditemukan pada idividu
dengan ketergantungan alkohol dan opioat yang dois hariannya dapat
mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya atau memtikan bagai
pengguna pemula
e) Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain
disebabkan pengunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari
akibatnya
f) Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena menggunakan
alkohol berlebihan, keadaan depresi akibat dari suatu periode penggunaan zat
yang berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat;
upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa penggunaan zat sungguh-
sungguh, atau dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarya bahaya.
INTOKSIKASI
Psikosa toksik dapat disebabkan karena pencernaan, penghirupan, atau kontak
yang terus-menerus dengan bahan-bahan toksik. Gejala-gejala mental bukan saja
tergantung pada jenis racun itu, tetapi juga pada kepribadian, pengalaman, umur, dan
keadaan emosi penderita.
Bila sindroma itu akut dan jelas, maka terlihat seorang pasien yang gelisah,
mudah disugesti, bingng dalam kesadaran yang berkabut dengan banyak halusinasi
penglihatan dan pikiran paranoid.
Pada intoksikasi yang menahun terdapat kemunduran intelektual dengan
gangguan orientasi dan ingatan.
Untuk diagnosa perlu anamnesa yang dapat dipercaya, pemeriksaan psikiatrik,
pemeriksaan badaniah, dan pemeriksaan laboratorium.
Penderita dirawat di dalam kamar yang tenang dengan penerangan yang merata
sehingga tidak mudah ditimbulkan interpretasi yang salah tentang barang-barang.
Diberi ”reassurance” secara terus-menerus oleh orang yang sudah dikenal (sebaiknya
orang itu jangan bergati-ganti). Makan dan minum harus cukup. Janganlah dipakai
fenobarbital atau paraldehid sebagaimana obat penenang.
Gejala-gejala psikiatrik dapat terjadi pada intoksikasi dengan bromida,
barbiturad, amfetamin, alkaloid beladona, halusinogen, thiosianat, kortikosteroid,
karbon monoksida, benzin, air raksa, timah hitam, dsb.
Berdasarkan PPDGJ III
Intoxikasi akut
Sering dikaitkan dengan tingkat dosis yang digunakan (dose dependent),
individu dalam kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya insufisiensi
ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menimbulkan efek intoxikasi berat
yang tidak proporsional
Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta / upacara keagamaan ).
Intoxikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif yang lain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi komunitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respon
psikofisiologis lainnya. Imtensitas intoxikasi berkurang dengan berlalunya waktu
dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi.
Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada
jaringan rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
TOLERANSI OBAT
Apabila seseorang menggunakan obat berulang kali atau sering secara
berkesinambungan, akan tercapai suatu kondisi yang dinamakan toleransi.
Toleransi adalah penurunan respon atau efek obat karena penggunaan obat yang
berulang dengan dosis yang tetap sehingga diperlukan penambahan dosis untuk
mendapatkan efek yang sama atau sesuai dengan tujuan dari pemakai.
Toleransi ini akan terus berlangsung sampai mencapai dosis yang optimal
(overdosis)
Toleransi berhubungan erat dengan fenomena ketergantungan fisik, terutama
disebabkan oleh respon-respon kompensasi yang mengurangi efek
farmakodinamik obat.
Jenis toleransi obat:
1. toleransi metabolic → disebabkan oleh peningkatan penyebaran obat
setelah penggunaan kronik yang kadang-kadang terjadi
2. toleransi tingkah laku → merupakan kemampuan untuk mengimbangi efek
obat
3. toleransi fungsional → disebabkan karena perubahan-perubahan
kompensasi pada reseptor-reseptor, enzim efektor, atau reaksi memnbran
terhadap obat.
GANGGUAN AFEKTIF
UNIPOLAR
Unipolar merupakan gangguan mood yang terdiri dari fase depresi dan fase normal.
Fase Depressive terdiri dari :
Major Depressive Disorder
Dysthymic Disorder
Single Episode
Recurrent
a) MAJOR DEPRESIF DISORDER
Kriteria Diagnosis DSM IV:
Ada riwayat Major Depresif Episode sebanyak satu atau lebih
Tak ada riwayat manik, hipomanik, atau episode campuran
Gambaran Klinis
Angka kematiannya tinggi. 15% kasus berujung bunuh diri. Biasanya ada
gajala penyerta berupa panik disorder, gangguan makan. Gejala penyerta
ini harus dibedakan dengan riwayat klinisnya.
Major Depresif Disorder sering kali bersamaan dengan kondisi-kondisi
medis tertentu, seperti infark miokard, stroke, dan diabetes mellitus
Gangguan ini Sering kali mengikuti satu rangkaian stress yang amat
parah, seperti kehilangan orang yang dicintai.
Semua pasien harus ditanya secara intensif tentang adanya keinginan
untuk bunuh diri. Bagi pasien yang memiliki keinginan untuk bunuh diri,
lebih baik jika dirawat di Rumah Sakit saja.
Resiko bunuh diri berhubungan erat dengan derajat ketidakberdayaan
pasien yang sedang mengalaminya dan tak berhubungan dengan tingkat
keparahan depresi
Farmakoterapi
Gunakan antidepresan
Pemilihan antidepresan :
Semua obat antidepresan telah menunjukkan efikasi yang seimbang,
tapi agen yang bermacam ini punya profil Efek Samping yang beda.
Tak ada metode yang sesuai untuk prediksi pasien mana yang akan
merespon terhadap obat antidepresan tertentu berdasar pada gejala
klinisnya.
SSRI jauh lebih aman pada pasien dengan riwayat penyakit jantung
SSRI lebih aman daripada heterolitik jika sampai ada overdosis.
b) DYSTHYMIC DISORDER
Kriteria Diagnosis DSM IV:
Mood yang tertekan ini terjadi hampir setiap hari, dan sudah terjadi
selama 2 tahun
Adanya minimal 2 gejala dari hal-hal berikut :
Tidak ada episode depresif ringan yang terjadi selama 2 tahun pertama
gangguan ini.
Tak ada gejala manik, hipomanik, ataupun campuran.
Gejala-gejala tak terjadi dengan psikotik kronis
Gejala-gejala ini bukan karena penggunaan substan atau kondisi medis
secara umum.
Gejala-gejala ini sebabkan disfungsi social yang significant dan juga
tekanan subyektif yang cukup mencolok.
Terapi
Perawatan Rumah Sakit tak dibutuhkan, kecuali jika ada keingina untuk
bunuh diri
Antidepresan. Banyak pasien yang merespon baik terhadap antidepresan,
terutama penggunaan SSRI
c) SINGLE EPISODE
Gejala utama (derajat ringan, sedang, berat) :
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
Gejala lainnya :
1. Konsentrasi dan perhatian yang berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri yamg berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan / perbuatan yang membahayakan diri / bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minngu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat
A. Episode depresif ringan
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
4) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
dilakukannya
B. Episode depresif sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
episode depresi ringan
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala
lainnya
3) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga
C. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi / retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau / tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapat dibenarkan
4) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu, akan tetapi jika gejala mat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
social, pekerjaan / urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas
D. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
1) Episode depresi berat yang memenuhi criteria episode depresif berat
tanpa gejala psikotik
2) Disertai waham, halusinasi, stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan /
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas
hal itu. Halusinasi auditorik / olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina, atau menuduh, atau bau kotoran atau daging yang membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan ,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
d) RECURRENT
Gangguan Depresif Berulang
Pedoman diagnostik
1. Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
o episode depresi ringan (F32.0)
o episode depresi sedang (F32.1)
o episode depresi berat (F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
2. Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi
kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)
3. Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap,terutama
pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori harus tetap digunakan).
4. Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental
lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan
tanpa gangguan afektif yang bermakna
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Pedoman diagnostic
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
sedang(F32.1) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah
dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak
memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan
apapun atau gangguan lain apapun (F30-F39) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang Lainnya YTT
BIPOLAR
MANIC EPISODE
Definisi
Mania ditandai dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan perasaan gembira
yang luar biasa, yang secara keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa positif
yang terjadi. Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania.
Pada kelainan unipolar, depresi terjadi tanpa disertai oleh episode manik.
Mania seringkali merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-
depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin
sesungguhnya mengalami episode depresi yang ringan atau singkat.
Baik mania maupun hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
depresi.
Mania dan hipomania agak sulit dikenali; kesedihan yang berat dan
berkelanjutan akan mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan
kegembiraan jarang mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita
mania tidak menyadari adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku
mentalnya.
Etiologi
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania:
1. Efek samping obat-obatan
- Amfetamin
- Obat anti-depresi
- Bromokriptin
- Kokain
- Kortikosteroid
- Levodopa
- Metilfenidat
2. Infeksi
- AIDS
- Ensefalitis
- Influenza
- Sifilis (stadium lanjut)
3. Kelainan hormonal
- Hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat
- Lupus eritematosus sistemik
5. Kelainan neurologis
- Tumor otak
- Cedera kepala
- Korea Huntington
- Sklerosis multipel
- Stroke
- Korea Sydenham
- Epilepsi lobus temporalis
Gejala
Gejala manik berkembang dengan cepat dalam beberapa hari. Pada stadium
awal mania, penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali tampak lebih
ceria, lebih muda dan lebih bersemangat. Penderita biasanya merasa senang, tetapi
juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi secara terang-
terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja.
Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas yang
sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka
mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang.
Aktivitas mentalnya semakin cepat (suatu keadaan yang disebut flight of
ideas). Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah-pindah dari satu
tema ke tema lainnya.
Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan,
keahlian dan kecerdasan seseorang; dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan.
Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain; atau
memiliki halusinasi, yaitu mendengar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya
tidak ada.
Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak henti-hentinya mengikuti
berbagai kegiatan (misalnya usaha dagang yang beresiko, judi atau perilaku seksual
yang berbahaya), tanpa memikirkan bahaya sosial yang mungkin terjadi.
Pada kasus yang berat, aktivitas fisik dan mental penderita sangat hiruk pikuk
sehingga setiap kaitan yang jelas antara suasana hati dan perilaku hilang dalam suatu
bentuk agitasi yang tanpa perasaan (mania delirius). Pada keadaan ini diperlukan
penanganan segera, karena penderita bisa meninggal akibat kelelahan fisik yang luar
biasa.
Gejala-gejala mania:
1. Suasana hati
- Gembira, mudah tersinggung atau bermusuhan
- Kesedihan sesaat
2. Gejala psikis lainnya
- Harga diri yang berlebihan, membual, merasa berkuasa
- Fikiran melompat-lompat, fikiran yang baru dipicu oleh bunyi kata-kata,
bukan oleh artinya; cenderung mudah teralihkan
- Minat yang berlebihan terhadap kegiatan yang baru, semakin banyak
berhubungan dengan orang-orang (yang seringkali merasa terasing karena
penderita suka ikut campur dan mengganggu), senang berbelanja,
kecerobohan seksual, penanaman modal pada usaha yang konyol
3. Gejala psikotik
- Delusi akan bakat yang luar biasa
- Delusi akan kebugaran fisik yang luar biasa
- Delusi akan kekayaan, keturunan bangsawan atau identitas kebesaran
lainnya
- Halusinasi dengar atau lihat
- Paranoia
4. Gejala fisik
- Tingkat aktivitas meningkat
- Mungkin terjadi penurunan berat badan karena meningkatnya aktivitas
dan kurangnya makan
- Berkurangnya kebutuhan akan tidur
- Meningkatnya gairah seksual.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya.
Pedoman Diagnosis
1. Mania tanpa gejala psikotik
Episode sekurang – kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai
mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial
yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebenyakan bicara, kebutuhan
tidur yang berkurang, ide – ide perihal kebesaran (grandiose ideas) dan
selalu optimistik.
2. Mania dengan gejala psikotik
Bentuk mania yang lebih berat.
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
dapat menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan
kecurigaan. Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek
tersebut.
3. Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi dan
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap sekurang – kurangnya
selama beberapa hari berturut – turut, dan tidak disertai halusinasi atau
waham.
Pengaruh nyata dan kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat
dan menyeluruh, maka diagnosis mania haruz ditegakkan.
Penatalaksanaan
Litium bisa mengurangi gejala-gejala mania. Litium baru mulai bekerja setelah
4-10 hari, karena itu pada saat yang sama diberikan obat yang bekerja segera
(misalnya haloperidol) untuk mengendalikan fikiran dan aktivitas yang
berlebihan.
Tetapi haloperidol bisa menyebabkan kekakuan otot dan pergerakan yang tidak
biasa. Karena itu diberikan dalam dosis kecil, yang dikombinasikan dengan
benzodiazepin (misalnya lorazepam atau klonazepam), yang akan memperkuat
efek anti-manik dari haloperidol dan mengurangi efek samping yang tidak
diinginkan.
DEPRESSIVE EPISODE
Gejala utama (derajat ringan, sedang, berat) :
4. Afek depresif
5. Kehilangan minat dan kegembiraan
6. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya :
8. Konsentrasi dan perhatian yang berkurang
9. Harga diri dan kepercayaan diri yamg berkurang
10. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
11. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
12. Gagasan / perbuatan yang membahayakan diri / bunuh diri
13. Tidur terganggu
14. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minngu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat
E. Episode depresif ringan
6) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
7) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
8) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
9) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
10) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
dilakukannya
F. Episode depresif sedang
5) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
episode depresi ringan
6) Ditambah sekurang-kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala
lainnya
7) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
8) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga
G. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
6) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
7) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
8) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi / retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau / tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapat dibenarkan
9) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu, akan tetapi jika gejala mat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu
10) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
social, pekerjaan / urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas
H. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
3) Episode depresi berat yang memenuhi criteria episode depresif berat
tanpa gejala psikotik
4) Disertai waham, halusinasi, stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan /
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas
hal itu. Halusinasi auditorik / olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina, atau menuduh, atau bau kotoran atau daging yang membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan ,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
KEJANG
Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal. Gejala-
gejala yang timbul dapat bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang
terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan suatu sensasi “aneh”,
kekakuan otot yang tidak terkendali, dan hilangnya kesadaran.
Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula
darah, infeksi, cedera kepala, keracunan atau overdosis obat-obatan dapat
menyebabkan kejang. Selain itu, kejang juga dapat disebabkan oleh tumor otak atau
kelainan saraf lainnya. Kurangnya oksigen ke otak juga dapat menyebabkan kejang.
Pada beberapa kasus, penyebab kejang mungkin tidak diketahui. Kejang yang terjadi
berulang mungkin merupakan suatu indikasi akan adanya suatu kondisi kronik yang
dikenal sebagai epilepsi.
Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38¬¬ C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di
luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasnya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Infeksi ekstrakranial yang paling
banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas, dan merupakan 70%
dari seluruh penyebab kejang demam.
Insiden Kejang Demam
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang
demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 :
1,0. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox
Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal
hanya 3%.
Etiologi Kejang Demam
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi
saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan
serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering
adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi
adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal,
keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma
postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut
semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali
tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling
umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa
kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak,
glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan
obat.
Patofisiologi Kejang Demam
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dn permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa
hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga
sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya
dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri).
Gejala Klinik Kejang Demam
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis,
furunklosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi triggered off by fever)
Kriteria kejang demam menurut livingtone adalah:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.
Kriteria kejang demam menurut tesis Lumbang Tobing, adalah:
1. Adanya kejang dan demam.
2. Tak ada defisi neurologik lain sebelum dan sesudah serangan kejang.
3. Likuor normal.
Klasifikasi Kejang
Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
EPILEPSI
Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa
penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-
ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi adalah kumpulan gejala dan tanda klinis, ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten.
Terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal
Definisi Bangkitan Epilepsi
Adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal. Disebabkan
oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit akut.
Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut,
dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau
antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi
idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan
pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik
terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada
12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama
yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40%
dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian
besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan
pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang
bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses
persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus)
mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi
menjadi ”embrio” epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau
adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera
karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah
otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia,
defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik
dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak
memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat,
lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik.
Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan.
Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam
glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam
tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan
tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
Klasifikasi
1. Bangkitan epilepsi
- bangkiyan parsial
- bangkitan umum
- tak tergolongkan
2. sindrom epilepsi
Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
1. Epilepsi partial (lokal, fokal)
2. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
EPILEPSI PARSIAL
Epilepsi bangkitan parsial ada 2 :
1. parsial sederhana (kesadaran utuh)
2. parsial kompleks (kesadaran berubah, tidak hilang)
Kejang parsial sederhana
- yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
- Biasanya dimulai dari korteks serebrum
- Gejala bergantung pada lokasi fokus di otak, contoh:
a. terletak di korteks motorik ~ kedutan otot
b. terletak di korteks sensoris ~ baal, sensasi seperti ada yang merayap /
seperti tertusuk-tusuk. Biasanya disertai beberapa gerakan klonik (kontraksi –
relaksasi)
- Dengan gejala motorik
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Adversif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
- Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang
disertai vertigo).
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
Visual : terlihat cahaya
Auditoris : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhidu sesuatu
Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo
- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata
atau bagian kalimat.
Demensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya
lagi.
Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau
lebih besar.
Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
Kejang parsial kompleks
- yaitu kejang disertai gangguan kesadaran
- Serimg berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan
melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-
proses pikiran
- Pasien mungkin mengalami perasaan khayal berkabut seperti mimpi
- Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat
apa yang terjadi
- Kadang parsial kompleks dapat meluas menjadi kejang generalisata.
EPILEPSI GENERALISATA
Melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan
awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua
hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal.
Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami
kejang.
Kejang ini muncul tanpa peringatan terlebih dahulu.
Beberapa tipe kejang generalisata :
1) PETIT MAL / LENA (ABSENCE)
Disebut juga Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya
dijumpai pada anak.
Hanya penurunan kesadaran
Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai
pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,
leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
Dengan automatisme
Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
Gangguan tonus yang lebih jelas.
Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) GRAND MAL
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah
sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumpai pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada
wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini
juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama
grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului
suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama
sekali dijumpai pada anak.
Manifestasi klinis
Klasifikasi Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, fokus di satu bagian tetapi dapt memnyebar ke bagian lain.
a. Parsial Sederhana Dapat bersifat motorik ( gerakan
abnormal unilateral)
Sensorik ( merasakan, membaui,
mendengar sesuatu yang abnormal)
Autonomik ( takikardi,
bradikardi, trakipnu,kemerahan,
rasa tidak enak di epigastrium)
Psikis ( disfagia, gangguan daya
ingat )
Biasanya berlangsung kurang
dari 1 menit
b. Parsial Kompleks Dimulai dari kejang parsial sederhana, berkembang, menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh :
Gejala motorik, gejala sensorik,
otomatisme (mengecapkan bibir,
mengunyah, menarik-narik baju)
Biasanya berlangsung 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, tidak ada aura.
a. Tonik – klonik Spasme tonik – klonik otot, inkontinensia urin, menggigit lidah
b. Absence Sering salah didiagnostik
melemun
Menatap kosong, kepala sedikit
lunglai, kelopak mata bergetar atau
berkedip secara cepat
Tonus postural tidak hilang
Berlangsung beberapa detik
c. Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai, cenderung singkat
d. Atonik Hilangnya secara mendadak tonus
otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop attacs)
e. Klonik Gerakan menyentak
Repetitif, tajam, lambat dan
tunggal atau multipel di
lengan,tungkai atau torso
f. Tonik Peningkatan mendadak tonus otot
(menjadi kaku, kontraksi) wajah dan
tubuh bagian atas, fleksi lengan dan
ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin
berputar ke satu sisi
Dapat menyebabkan henti napas
Efek Fisiologis Kejang
Awal (kurang dari 15 menit) Lanjut (15-30 menit)
Berkepanjangan (>1 jam)
Meningkatnya denyut
jantung
Meningkatnya tekanan
darah
Meningkatnya kadar
glukosa
Meningkatnya suhu pusat
tubuh
Meningkatnya sel darah
putih
Menurunnya
tekanan darah
Menurunnya
gula darah
Disritmia
Edema paru
nonjantung
Hipotensi disertai
berkurangnya aliran
darah serebrum shg
terjadi hipotensi
serebrum
Gangguan sawar
darah otak yang
menyebabkan edema
serebrum
Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak
jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan
otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsy
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai, yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang
normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya
adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan
gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai
lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai
menutupi jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut “aura”. Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar
bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka
sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk
langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan
obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan
terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan
pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program
yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu
tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada
otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan
secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.
Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan.
Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah
dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang
mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama
2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian
pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya.
Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi
yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama
pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine,
fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai
pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila
plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih
kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu
diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat
kedua sebagai add on.11
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan
mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan
neurotransmitter.11
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat memperpanjang
inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam membran
sinaptik.11
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan
anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara
mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular,
fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan
amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl- dan menambah lamanya
letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan karbamazepin,
fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh Na . Fenobarbital
mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade
saluran Ca peka voltase.11
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-
transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua
pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi
tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.11
Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka
voltase, dapat menambah pelepasan GABA.11
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.11
Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.11
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat akan efek jangka
panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidone,
dan asam valproat dapat menyebabkan osteopenia, osteomalasia, dan fraktur.
Fenobarbital dan primidone dapat menyebabkan gangguan jaringan ikat, mis frozen
shoulder da kontraktur Dupuytren. Fenitoin dapat menyebabkan neuropati perifer.
Asam valproat dapat menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.
Tipe Obat yang efektif
1. Parsial
a. Parsial sederhana
b. Parsial kompleks
FB, DFH, Kz
FB, DFH, Kz
2. Umum
a. Lena
b. Mioklonik
c. Tonik – klonik
d. Atonik
ETS, AVP
ETS, AVP
AVS, FB, DFH, Kz
ETS, AVP
Keterangan :
FB : Fenobarbital
DFH : Defenilhidantoin
Kz : Karbamazepine
ETS : Etosuksimid
AVP : Asam valproat
PROSEDUR
Tahap Prodromal
Diazepam 10mg IV (diberikan 2 – 5 mnt) atau per rektal, diulang 1x setelah 15
mnt, jika status masih berlangsung diberikan lorazepam 4 mg IV bolus
Jika kejang masih berkembang terus / berkembang menjadi status
Jika status masih berlangsung 30 mnt
Tahap Status Epileptikus Refraktori
a. Prognosis
T ahap Awal Status Kejang
Diazepam drip 100mg dalam 500cc D 5%, sampai kadar dalam serum 0,2 – 0,8
mg ditingkatkan sampai kejang berhenti atau terjadi tanda – tanda depresi
pernapasan
Lorazepam 4mg IV bolus (jika tidak diberikan awal)
Tahap Menetap
Phenobarbital IV infus 10mg/kg dengan rata2 100mg/mnt
(Penderita dirawat di ICU)
Atau
Phenytoin IV infuse 15mg/kg dgn rata2 50 mg/mnt
Atau
Fosphenytoin IV infuse 15mg PE/kg dgn rata2 100mg PE/mnt
Bila tidak tersedia dapat diberikan:
Diazepam pump dosis 100mg diberikan dengan kecepatan mulai 0,5 cc/jam
ditingkatkan sampai kejang berhenti atau terjadi tanda2 depresi pernapasan
Tahap Status Epileptikus Refraktori
(di ruang ICU)
Propofol 2mg/kg IV bolus, diulang bila perlu dan kemudian diikuti infus terus
menerus 5 – 10mg/kg/jam, penurunan 1 – 3 mg/kg/jam
Bila status epileptikus telah terkontrol dalam 12 jam dosis obat bisa
diturunkan pelan2 selama 12 jam
Atau
Thiopenta : 100 – 250mg IV bolus diberikan selama lebih dari 20mnt dan
selanjutnya diberikan setiap 2 – 3 mnt sampai kejang terkontrol
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya
prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan
dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang
umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis
terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau
yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis
relatif jelek.
STATUS EPILEPSI
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan aktifvitas kejang yang
continue dan intermitten yang berlangsung selama 20 menit atau lebih saat pasien
kenilangan kesadarannya. Status epileptikus harus dianggap sebagai kedaruratan
neurologic. dapat terjadi kerusakan saraf yang bermakna akibat aktivitas listrik yang
abnormal dan berkelanjutan.
Angka kematian untuk status epileptikus tetap tinggi sekitar 22-25%,
walaupun dengan terapi obat secara agresif. Aktivitas kejang yang berlangsung
lebih dari 60 menit dan usia lanjut adalah factor yang berperan memperburuk
prognosis. Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh hiperpireksia,
obstruksi ventilasi, aspirasi muntahan, dan kegagalan mekanisme kompensasi dan
regulatorik.
Terdapat 2 jenis status epileptikus, yaitu status epileptikus konvulsif dan
status epileptikus non konvulsif.
1. STATUS EPILEPTIKUS YANG KONVULSIKUS
Keadaan konvulsi umum yang berlangsung terus-menerus atau timbul
secara berturut-turut dengan interval yang sejenak saja.
Dapat timbul karena berbagai sebab.
Diagnosis menyelidiki penyakit yang mendasari:
a. Penderita dapat dikenal sebagai penderita grand mal/epilepsi fokal.
Ini menunjukkan bahwa keadaannya memburuk dan menandakan
progresifitas penyakit yang mendasarinya. Pemakaian obat
antikonvulsan harus diselidiki. Penggantian jenis antikonvulsan /
kombinasinya dapat menimbulkan efek ’withdrawal’ yang dapat berupa
status konvulsikus.
b. Jika penderita belum pernah mengalami konvulsi umum (bukan
epileptikus), maka kemungkinan trauma kapitis, diabetes, penggunaan
insulin, dan obat-obatan harus diselidiki.
Perawatan:
a. Tindakan terapetik pada status epileptikus penderita non-epileptikus
Bila penderita status konvulsikus tersebut didapati tanda-tanda hipoksia
dan asidosis, pemberantasan konvulsi harus dilakukan dengan segera
(tindakan nomer D/E). Adapun tindakan yang harus dilakukan:
1) Lidah harus berada di antara lantai mulut dan ’guide airway’,
sehingga lintasan jalan pernafasan sudah terjamin.
2) Penderita posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah daripada
badan untuk mencegah aspirasi
3) Tempat tidur harus didindingi kasur tipis agar penderita tidak
melukai dirinya karena konvulsi tonik klonik
4) Pemeriksaan elektrolit, BUN, calsium, magnesium, glukosa, dan
pemerikasaan darah rutin. Kemudian dengan terapi medisinal:
Tindakan Obat Dosis Cara
Dewasa Anak-anak
A. Glukosa 25-50 mg 1-2 mg/kg/BB i.v. cepat
B.
C.
Thiamin
Phenobarbital
Phenobarbital
100 mg
100-120 mg
30-60 mg
Dextrose 50%
5-10mg/kg/BB
5-10mg/kg/BB
i.v. cepat
i.m.
i.m. setiap 15
menit
Jika dosis phenobarbital total sebesar 500 mg untuk orang dewasa dan 20
mg/kg/BB untuk anak sudah diberikan dan masih saja dalam status konvulsikus,
maka tindakan berikut harus dilakukan.
D. Diazepam 2,5-10 mg 5-10 mg i.v. lambat 2
menit
Jika konvulsi masih belum hilang dalam waktu 15 menit, maka tindakan E harus
dikerjakan
E. Chloral hydrat
10%
20 cc 10 cc intrarektal
Jika pemberian Chloral hydrat masih belum menolong, maka harus dilakukan:
F. Narkosis
b. Tindakan terapetik pada status konvulsikus penderita epileptik
Dapat disebabkan oleh penghentian obat antikonvulsan secara mendadak atau
sudah lama tidak minum obat. Pada umumnya, suntikan intravena 5 mg
diazepam cukup untuk menghentikan konvulsi umum. Bila belum
diberikan lagi suntikan intravena 5 mg diazepam dan bila perlu diberi 30-60
mg phenobarbital (untuk orang dewasa) atau 5-10 mg/kg/BB mg
phenobarbital (untuk anak-anak) setiap 15 menit sampai dosis maksimal
tercapai (untuk dewasa 500 mg dan untuk anak 20 mg/kg/BB). Jika konvulsi
umum belum hilang, maka tindakan E dan F tersebut di atas harus dilakukan.
2. STATUS EPILEPTIKUS YANG NON KONVULSIKUS
Status epileptikus non konvulsi merupakan status epileptikus yang tidak
ditandai kejang.
Para pasien dengan status epileptikus non konvulsi ini mungkin
membentuk sampai 10% dari semua pasien status epileptikus yang di rawat di
unit perawatan intensif. Tidak ada tanda klinis kejang yang menandai status
epileptikus non konvulsif ini, tapi pasien tetap tumpul atau tidak sadar selama
lebih dari 30 menit setelah kejang tonik-klonik yang nyata telah berhenti.
Keadaan komatosa ini sering disangka akibat obat sedative yang diberikan
dalam keadaan kejang.
Satu-satunya alat untuk mendiagnosis status epileptikalahus non konvulsif
adalah elektroensefalogram. Karena sering salah diagnosis, maka angka
kematian sangat tinggi. Kematian disebabkan oleh dekompensasi dan kolapsnya
fungsi kardiovaskular sehingga terjadi disritmia letal dan memperburuk fungsi
otonom.
Pada status epileptikus, baik konvulsi maupun non konvulsi, tujuan
pengobatan menghentikan secepatnya aktivitas kejang. Diperlukan
penatalaksanaan yang agresif. Obat yang sering digunakan adalah golongan
benzodiasepin fosfenitoin (yang dapat diberikan tanpa mempertimbangkan
kadar fenitoin serum), dan fenobarbital. The American Academy of Neurology
merekomendasikan bahwa semua pasien status epileptikus juga mendapat tiamin
(vitamin B1) dan dekstrosa 50%. Semua pasien dengan kejang yang rekalsitran
memerlukan intubasi dan bantuan pernapasan. Apabila semua tindakan gagal,
maka dokter dapat mempertimbangkan sedasi dalam dengan infuse midazolam
(Versed) atau koma barbiturat.
PENYAKIT PARKINSON
Definisi
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses
degenerative progresif sehubungan dengan proses menua di sel-sel substansia nigra
pars compacta (SNc) dan karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat,
kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan
instabilitas posisi tegak (postural instability).
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai
oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy Bodies
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya reflek postural akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai
sindrom Parkinson.
Prevalensi
Dapat mengenai semua usia tetapi lebih sering pada usia lanjut. Prevalensi di
Amerika berkisar 1% dari jumlah penduduk, meningkat dari 0,6% pada usia 60-64
tahun menjadi 3,5% pada umur 85-89 tahun.
Etiologi
Bersifat Idiopatik
Faktor Resiko
USIA usia tua jarang di usia < 30 tahu
RAS kulit putih
GENETIK
LINGKUNGAN toksin : MPTP, penggunaan pestisida atau herbisida,
infeksi
CEDERA KRANIOSEREBRAL
STRESS EMOSIONAL
Klasifikasi
Dari pengertian penyakit Parkinson tersebut, maka sindrom Parkinson
diklasifikasikan sebagai berikut :
Primer atau idiopatik (Paralis agitans)
- Penyebab tidak diketahui
- Sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
- Ada peran toksik yang berasal dari lingkungan
- Ada peran factor genetic, bersifat sporadic
- yang termasuk dalam tipe ini adalah Penyakit Parkinson dan Juvenile
Parkinsonism
Sekunder atau akuisita (simtomatik)
- Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat
- Infeksi dan pasca infeksi
- pasca ensefalitis; slow virus
- Terpapar kronis oleh toksin atau zat-zat kimia (( MPTP, CO, Mn, Mg,
Sianid, Etanol, Metanol)
- Efek samping obat penghambat reseptor dopamine (obat-obat psikotik)
dan obat yang menurunkan cadangan dopamine (reserpin)
- Vaskuler : multi infark serebral , Pasca stroke
- Trauma kranioserebral
- Lain-lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor, trauma otak
Sindrom Parkinson plus ( Multiple system degeneration ):
Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progressive
supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical-basal ganglionic
degeneration, Parkinson-demensia-ALS complex of Guam, progressive
palidal atrophy, diffuse Lewy body disease (DLBD)
Kelainan Degeneratif Diturunkan
Gejala Parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga berhubungan
dengan penyakit neurologi lain yang factor keturunan memegang peran
etiologi, seperti : Penyakit Alzheimer, Penyakit Wilson,
Patofisiologi
Penurunan kadar dopamin karena kematian neuron di pars kompakta substansia
nigrasebesar 4sebesar 40-50% dan adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
body) akibat multifaktorial.
Patogenesis
MPTP (1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine)
↓
Neurotoksin (pupuk dan obat pestisida)
↓
Merusak substansia (pupuk dan obat pestisida
↓tidak aktif ® MAO-B (monoaminoaksidase B
MPDP
↓
MPDP (1-methyl-1,6 phenyl piridine )
↓
Neuron Dapaminergik
↓
Mitokondria meningkat
↓
ATP depletion content meningkat
↓
Radikal bebas meningkat
↓
Oksidasi terganggu
↓
Sel sel rusak
Manifestasi Klinis Penyakit Parkinson
TRIAS : 1. Tremor
2. Akinesia
3. Rigiditas
1) Tremor : - saat istirahat
- meningkat saat emosi
- menghilang saat tidur
- menghilang saat kerja
- tangan-jari menghitung uang
- kaki dan mulut
2) Akinesia/Bradikinesia : - sulit memulai gerakan
- sulit berhenti
- lamban
a. Wajah : - muka topeng
- tidak ada ekspresi
- kedipan mata jarang
b. Jalan : - langkah kecil
- lambaian (-)
- sulit memutar balik
c. bicara : - monoton, lamban
- tanpa lagu suara
3) Rigiditas
- hipertoni pada seluruh gerakan
- “Cogwheel phenomenon”(peningkatan tonus otot agonis dan antagonis )
4) Gangguan motorik lain :
- disartrie, micrographia, pernafasan ireguler/dangkal
- blepharospasmus
5) Gangguan Vegetatif :
- seborrhoe, perspirasi, hipersalivasi
6) Gangguan mental :
- bradyphrenia, dementia, ggn afektif, halusinasi
Penatalaksanaan
a) Umum (Supportive) :
Pendidikan
Penunjang
Latihan fisik
Nutrisi
b) Medikamentosa
Antagonis NMDA : Amantadin 100 – 300mg / hr
Anti kholinergik ; Trihexyphenidil
Dopaminergik : levodopa + carbidova ( Madopar ) 3x 100mg
Dopamin agonis :
- bromokriptin dimulai 2,5 mg/hari ® dinaikkan sampai 40-45 mg perhari
tergantung respon
- Selegiline (inhibitor MAO B) : dosis 10 mg/hari
c) Rehabilitasi medik
Tujuan :
Memperbaiki kualitas hidup serta mengatasi masalah-masalah :
Abnormalitas gerakan
kecenderungan postur tubuh yang salah
gejala otonom
gangguan perawatan diri
perubahan psikologik
PARKINSON SEKUNDER
Definisi
Parkinson sekunder ini mirip dengan penyakit parkinson yang disebabkan oleh obat-
obatan, penyakit sistem saraf, atau karena penyakit lainnya.
Etiologi
1. Penyakit lainnya
Encephalitis
Meningitis
Stroke
2. Penyakit lain yang dapat merusak dopamin dan memproduksi kondisi ini
Diffuse Lewy body disease
Multiple system atrophy
Progressive supranuclear palsy
Corticobasal degeneration
3. Obat-obatan
Antipsychotics (haloperidol)
Metoclopramide
Phenothiazine
4. Yang lain :
Brain damage caused by anesthesia drugs (such as during surgery )
Carbon monoxide poisoning
Exposure to toxins
Overdoses of narcotics
Gejala
Penurunan ekspresi wajah
Kesulitan dalam memulai atau mengontrol gerakan
Suara yang lemah
Berbagai tipe paralisis
Tremor
Kadang-kadang ada masalah kognitif karena parkinson sekunder bisa
diawali dengan demensia
Kekerasan atau kekakuan dari tangan, kaki
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Menunjukkan :
a. Kesulitan dalam memulai atau menghentikan gerakan yang voluntar
b. Peningkatan tonus otot
c. Jalan gait
d. Tremor
e. Refleks normal
Terapi
Medikamentosa :
Levodopa (L-dopa), Sinemet, levodopa and carbidopa (Altamet)
Pramipexole (Mirapex), ropinirole (Requip), bromocriptine (Parlodel)
Selegiline (Eldepryl, Deprenyl), rasagiline (Azilect)
Amantadine or anticholinergic medications (to reduce early or mild tremors)
Entacapone (to prevent the breakdown of levodopa)
Prognosis
Tergantung penyebabnya jika penyebabnya obat-obatan maka bisa dirawat tetapi jika
penyebabnya bersifat tidak reversibel maka prognosisnya akan lebih jelek.
Komplikasi
Efek samping dari pengobatan
Kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
Kesulitan dalam menelan (makan)
Terluka karena jatuh
Efek samping dalam kelemahan malnutrisi, deep vein thrombosis,
aspirasi.
FARMAKOLOGI
ANTIPSIKOSIS
Sinonim: Neuroleptik, major tranquillizers, ataractics antipsychotics
Obat acuan: Chlorpromazine (CPZ)
Penggolongan
Obat anti-psikosis tipikal (typical anti psychotics)
a) phenotiazine
a. rantai aliphatic : chlorpromazine (largactil)
b. rantai piperazine : perphenazine (trilafon)
trifluoperazine (stelazine)
fluphenazine (anatensol)
c. rantai piperidine : thioridazine (melleril)
b) butyrophenone : haloperidol (haldol, serenace, dll)
c) diphenyl-butyl-piperidine : pimozide (orap)
Obat anti-psikosis atipikal (atypical anti psychotics)
a) benzamide : supiride (dogmatil)
b) dibenzodiazepin : clozapine (clozaril)
olanzapine (zyprexa)
quetiapine (seroquel)
zotepine (ludopin)
c) benzisoxazole : risperidon (rispedal)
aripiprazole (abilify)
Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran: Sindrom Psikosis
Butir-butir diagnosis Sindrom Psikosis
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya
nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya tilikan (insight) diri
terganggu
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala positif:
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),
perilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized); dan gejala negatif:
gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan
sosial (menarik diri, pasif, apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi
pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia)
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala:
tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin
Sindrom Psikosis dapat terjadi pada:
- Sindrom psikosis fungsional = skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,
psikosis reaktif singkat, dll
- Sindrom psikosis organik = sindrom delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll
Mekanisme Kerja
Hipotesis: sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter
Dopamine yang meningkat
o Obat anti-psikosis tipikal mem-blokade Dopamine pada reseptor pasca-sinapti
neuron di otak, khususnya sistem limbik dan
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonists)
efektif untuk gejala positif
o Obat anti-psikosis atipikal berafinitas terhadap ”dopamine D2 receptors”,
”serotonin 5 HT2 receptors” (serotonin-dopamine
antagonists) efektif juga untuk gejala negatif
Efek Samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)
Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung)
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas)
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang
Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah,
mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut
menghilang) ireversible, biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang
(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut, efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis
Bila terjadi gejala tersebut obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa
dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent), pemberian
obat antiparkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan, obat pengganti anti-
psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h
Penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini
perubahan akibat efek samping obat
Untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan ”lavage
lambung” bila obat belum lama dimakan.
Interaksi Obat
a) Antipsikosis + antipsikosis lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada
bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis), misalnya
CPZ + reserpine = potensiasi efek hipotensif
b) Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat
(hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit
jantung)
c) Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus
dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy)
d) Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi
hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka
mortalitas yang tinggi
e) Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar
(dose-related), yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat
anti-psikosis Haldol
f) Antipsikosis + antasida = efektivitas obat anti-psikosis menurun disebabkan
gangguan absorpsi
Cara Penggunaan
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset primer (efek klinis): sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping): sekitar 2-6 jam
Waktu paruh: 12-14 jam (pemberian obat 1-2x sehari)
dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
menganggu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan ”dosis awal” sesuai dengan ”dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai ”dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) n
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan ”dosis optimal”
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu
”dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi ”drug
holiday” 1-2 hari/minggu)tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.
Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang ”multiepisode”, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali.
Efek obat anti psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terkahir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulam kemudian
baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.
Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-
metabolit masih memunyai keaktifan anti-psikosis.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
”Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala
dalam kurun waktu 2 minggu-2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala ”Cholinergic Rebound”:
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian ”anticholinergik agent” (injeksi Sulfas Atropin) 0,25
mg (im), tablet Trihexyphenidil 3x2 mg/h).
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat antipsikosis +antiparkinson, bila
sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu,
kemudian baru menyusul obat antiparkinson.
Penggunaan Parenteral
Obat antipsikosius ”long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Halop[eridol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral lebih dahulu
beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat antipsikosis ”long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus skizofrenia. 15-25% kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.
PERHATIAN KHUSUS
Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasi-nya:
Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im): sering menimbulkan HIPOTENSI
ORTOSTATIK pada waktu peribahan posisi tubuh (efek alfa adrenergik
blockade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor-adrenaline (nor-
epinephrine) sebagai ”alfa adrenergic stimulator".
Dalam keadaan ini tidak diberikan adrenalin oleh karena bersifat ”alfa dan
beta adrenergik stimulator” sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat
terjadi syok.
Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun
setelah mendapat suntiukan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan norepinephrine bitartrate (LEVOPHED-
Abbot atau RAIVAS – Dexa medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4
mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit.
Obat antipsikosis yang kuat (haloperidol) sering menimbulkan GEJALA
EKSTRAPIRAMIDAL/ SINDROM PARKINSON. Tindakan mengatasinya
dengan tablet trihexyphenidyl (artane) 3-4 x 2 mg/hari, sulfas atropin 0,50-0,75
mg (im).
Apabila sindrom parkinson sudah terjendali diusahakan penurunan dosis
secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat
antiparkinson.
Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama
dari 3 bulan (risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidak dianjurkan pemberian
”antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi
penyerapan/absorbsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah,
dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk
penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis efektif.
Rapid Neuroleptizattion: haloperidol 5-10 mg (im) dapat diulangi setiap 2 jam,
dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah
dapat mengatasi gejala-gejala akut dari sindrom psikosis (agitasi, hiperaktivitas
psikomotor, impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku destruktif dll).
Kontraindikasi: penyakit hati (hepatotoksik), penyakit darah (hematotoksik),
epilepsi (menurunkan ambang kejang), kelainan jantung (memperlambat irama
jantung), febris yang tinggai (thermoregular SSP meningkat), penyakit SSP
(parkinson, tumor otak dll), dan gangguan lesadaran disebabkan ”CNS-
deppresant” (kesadaran makin memburuk).
Pemakaian khusus
- Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan
hiperkatif, emosional labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan
pada pasien usia lanjut dengan gangguan emosional (anxietas, depresi,
agitasi) dengan dosis 20-200 mg/hari. Hal ini disebabkan Thioridazine lebih
cenderung ke blokade reseptor dopamin di sistem limbik daripada di sistem
ekstrapiramidal pada SSP (sebaliknya dari Haloperidol).
- Haloperidol dosis kecil untuk ”Gilles de la Tourette’s Syndrome” sangat
efektif. Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15 tahun.
Terdapat gerakan-gerakan involunter, berulang, cepat dan tanpa tujuan, yang
melibatkan banyak kelompok otot (tics). Disertai tics vocal yang multiple
(misalnya suara ”klik”, dengusan, batuk, menggeram, menyalak, atau kata-
kata/kata kotor/korpolalia). Pasien mampu menahan tics secara volunter
selama beberapa menit sampai beberapa jam.
SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA (SNM) merupakan kondisi yang
mengancam kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis
(khususnya pada long acting di mana risiko ini lebih besar). Semua pasien yang
diberikan obat antipsikosis memunyai risiko untuk terjadinya SNM tetapi dengan
kondisi dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan menjadi lebih tinggi.
- Diagnostik SNM:
Suhu badan lebih dari 380C (hyperpyrexia)
Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)
Perubahan status mental
Perubahan tingkat kesadaran
Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat
- Pengobatan:
Hentikan segera obat antipsikosa
Perawatan suportif
Obat dopamin agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3dd, l-dopa 2 x 100
mg/h, atau amantadin 200 mg/h)
Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat antipsikosis
diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik (hipotensi
ortostatik) dan sedasi-nya yaitu golongan ”high potency neuroleptics”, misalnya
haloperidol, trifluoperazine, fluphenazine, atau antipsikosis tipikal. Penggunaan pada
wanita hamil, berisiko tinggi anak yang dilahirkan menderita gangguan saraf
ekstrapiramidal
ANTI DEPRESSAN
Klasifikasi obat
1) Antidepresan klasik:
a) Trisiklik : aimitriptilin, doksepin, imipramin, desipramin
b) Tetrasiklik : amoksapin. maprotiline
2) SSRI : Fluvoxamin, fluoxetine, paroxetin, sertralin
3) MAOI: Fenelzin, tranylcypromine,
Indikasi
Unipolar and bipolar depression, organic mood disorders, anxiety disorders (panic
disorder, generalized anxiety disorder, obsessive-compulsive disorder, social
phobia), schizoaffective disorder, eating disorder, and impulse control disorders.
Teori Monoamin : Depresi diakibatkan oleh kekurangan serotonin dan / atau
noradreneralin
Mekanisme
Antidepresi bekerja meningkatkan jumlah serotonin di synapse dengan jalan
menghambat re-uptake serotonin dan adrenalin dan atau menghambat enzim yang
menghancurkan serotonin.
1. MAOI obat lini ke dua
Jarang digunakan interaksi berbahaya dg obat dan makanan
MAOI A selektif memiliki efek samping yang lebih sedikit
Moklobemid
Obat yang hambat re-uptake amin
2. Trisiklik dan tetrasiklik
Efek sedatif
Efek otonom
Blokade reseptor muskarinik kolinergik efek seperti atropin penglihatan
kabur, mulut kering, konstipasi, sulit berkemih
Blokade reseptor α1 adrenergik hipotensi postural, takikardia
Dosis tinggi aritmia kematian
Obat-obat trisiklik kontraindikasi pasien jantung
3. SSRI lini pertama
Tidak ada efek otonom atau stimulasi nafsu makan
Dipakai pada pasien kardiovaskular
Tidak boleh dipakai pada pasien dibawah 18 th
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, diare
MISUSE PSIKOAKTIF
Kecanduan dan Penyalahgunaan Obat-Obatan
Sebagai gejala "non psychotic personality disorder", penyalahgunaan obat-obatan
merupakan bencana manusia yang universal. Tidak ada satu negara pun di dunia ini
yang bebas dari gejala tersebut. Dan sama seperti alkoholisme, maka gejala ini
seringkali menjadi sangat serius oleh karena gejala tersebut:
a. Merupakan gejala bunuh diri dan dehumanisasi, dimana manusia sebagai peta
dan gambar Allah memperlakukan tubuh mereka secara sewenang-wenang;
b. Merupakan gejala penghindaran diri dari realita tanggung jawab kehidupan.
Secara natural memang setiap orang tidak suka dan akan selalu menghindarkan diri
dari rasa sakit, tertekan, susah, dan perasaan- perasaan yang tidak menyenangkan.
Dan memang setiap orang berhak untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Tetapi
apa artinya? Apakah setiap orang berhak memakai obat-obatan (drugs) untuk
meniadakan rasa sakit yang harus ditanggungnya atau untuk menghilangkan
ketegangan-ketegangan dalam kehidupannya? Ini menyangkut masalah Etika Kristen
yang rumit. Persoalan kita bukan hanya persoalan pemakaian obat mana yang boleh
dan mana yang terlarang (pengertian tentang obat-obatan terlarang, berbeda dengan
itu), tetapi lebih dari itu juga persoalan tentang motivasi dan tanggung jawab dalam
pemakaian obat-obatan itu.
Mengapa orang melakukan penyalahgunaan obat-obatan?
Motivasi dan penyebabnya bisa bermacam-macam:
Motivasi:
a. Ada orang-orang yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan rasa
tertekan (stres dan ketegangan hidup).
b. Ada orang-orang yang bertujuan untuk sekadar mendapatkan perasaan
nyaman, menyenangkan.
c. Ada orang-orang yang memakainya untuk lari dari realita dan tanggung
jawab kehidupan.
Sebab-sebabnya:
a. Faktor-faktor Sosial dan Kebudayaan
Sikap masyarakat dan lingkungan terhadap obat-obatan sangat menentukan
gejala ini (David N. Holvey, Ed., "Merck Manual", Merck & Co. Inc., NJ.
1972, p. 1411). Orang-orang yang hidup dalam lingkungan yang dengan
bebas memakai opium misalnya, seperti pada beberapa desa di daerah
"segitiga emas", yaitu Muangthai, Birma, dan Laos, dengan sendirinya
mempunyai sikap yang berbeda terhadap opium daripada di tempat-tempat
lain seperti di USA yang melarang keras penggunaan bebas jenis obat itu
(Zul. A. Aminuddin, "Penyalahgunaan Obat, Masalah Sosial yang Makin
Serius", Sinar Harapan, 30 Agustus 1982, hal. V).
b. Faktor-faktor Pendidikan dan Lingkungan
Paul D. Meier menyatakan bahwa kita dapat membuat anak-anak menjadi
pecandu obat-obatan di kemudian harinya, jikalau kita memanjakan mereka,
melindungi mereka secara berlebih-lebihan, tidak mengizinkan mereka untuk
mandiri, tidak pernah melatih mereka menghadapi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan mereka sendiri dan memberi contoh bahwa obat-obatan
dapat diminum dengan penuh kebebasan, apa saja yang kita mau tanpa resep
dokter ("Christian Child-Rearing and Personality Development", Baker Book
House, Grand Rapids, Michigan, 1977, pp. 49-50).
Yang dikatakan Meier itu benar, karena masa kecil yang seperti itu, maka
akan menghasilkan:
1. Pribadi yang tidak matang, labil, dan selalu ingin lari dari tanggung
jawab. Seorang anak yang tidak biasa menghadapi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan hidupnya sendiri, akan cenderung memilih obat-
obatan jikalau ia mau melepaskan diri dan lari dari realita kehidupan
yang menekan.
2. Pribadi yang ikut-ikutan. Apalagi kalau sedang mengalami group
pressure (tekanan lingkungan) dimana sebagai pemuda/remaja yang
sedang mencari identitas pribadi, mereka akan tergoda untuk menjadi
bagian dari peer/group/gang dimana penggunaan obat-obatan oleh
satu orang bisa diikuti oleh setiap orang dalam group itu.
3. Ketergantungan total pada orangtuanya. Keterpisahan dengan
orangtua (kematian, putusnya hubungan, dsb.) akan menyebabkan si
anak kehilangan pegangan, apalagi jikalau ia menghadapi tekanan-
tekanan hidup yang lain. Jikalau dalam rumah tangganya ia sudah
belajar bahwa obat-obatan menjadi jawaban termudah atas segala
penyakit dan rasa tidak enak, maka mereka juga akan memakai
langkah-langkah yang sama.
Pendidikan keluarga yang buruk seringkali diberikan oleh tipe-tipe keluarga
dengan latar belakang orangtua yang bercerai; ibu yang mengepalai rumah
tangga dan menekan si ayah; kedua orangtua yang memanjakan anak tunggal;
orangtua peminum; pergaulan bebas, dan sebagainya
Apakah akibatnya?
Akibatnya bisa bermacam-macam, misalnya:
a. Habituation
Habituation yaitu kebiasaan buruk yang menggantungkan diri pada jenis
obat-obatan tertentu dalam bentuk ketergantungan secara psikis. Dalam hal
ini penyetopan akan menimbulkan efek-efek kejiwaan seperti misalnya,
merasa seolah-olah tidak pernah sembuh. Sehingga akhirnya, ia akan
memakai obat itu lagi meskipun dosisnya tidak pernah bertambah besar.
b. Addiction (kecanduan)
Pemakaian heroin, morfin, dsb., biasanya mengakibatkan kecanduan.
Kecanduan itu ditandai dengan beberapa gejala seperti:
o Tolerance (toleransi), yaitu kebutuhan akan dosis yang semakin lama
semakin besar.
o Withdrawal (reaksi kemerosotan kondisi fisik), karena pengurangan
dosis atau penyetopan pemakaian obat-obatan pada orang-orang yang
sudah kecanduan akan mengakibatkan munculnya gejala-gejala
withdrawal, yaitu seperti misalnya keringat dingin, sakit kepala,
gemetaran, tidak bisa tidur, mau muntah, dsb. (Stanton Peele and
Archie Brodsky, "Interpersonal Heroin, Love Can Be an Addiction",
Readings in Marriage and Family 77- 78`; Annual Editions, Dushkin
Pub., 1977, p.26).
Macam-macam obat-obatan yang menimbulkan kecanduan:
a. Golongan Holusinogens
Halusinogen berasal dari kata halusinasi. Jadi obat-obatan jenis halusinogen
ialah obat-obatan yang dapat mengacaukan fungsi mental tertentu,
menimbulkan halusinasi, pikiran kacau, dan sebagainya. Di satu pihak
efeknya bisa "euphoria" (perasaan amat senang), tetapi di pihak lain dapat
juga mengakibatkan rasa takut, bingung, panik, dan sebagainya.
Jenis-jenis obat halusinogens yang dilarang beredar oleh keputusan Menteri
Kesehatan a.l.:
o Fenmetrazin (Preludin dan Obezine) yang biasanya digunakan untuk
mengurangi berat badan. Penderita bisa kecanduan dan mengalami
depresi.
o LSD (Lysergic Acid Diethylamide, atau Delysid) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan badan (ataxia), kelumpuhan
kaki tangan, perubahan genetik (mempengaruhi keturunannya),
bahkan kematian.
o DOM dan STP dan THC (dari tanaman Canabis Sativa) yang
seringkali disebut ganja (Indonesia), marihuana (USA, Eropa), bhang
(Timur Tengah, India) atau hashis (Mesir). Dulu dipakai sebagai
untuk pengobatan Mania. (Drs. Wahyudi, "Obat-obat yang dilarang
beredar di Indonesia`", Sinar Harapan, 2 Desember 1980, hal. IV).
b. Sedatives and Hypnotics (penenang)
Pemakaian obat-obatan penenang biasanya untuk mengurangi rasa sakit,
menimbulkan rasa mengantuk (hypnosis), tetapi dapat juga menyebabkan
kelumpuhan kegiatan mental dan fisik. Obat-obatan ini biasanya dipakai
untuk menolong orang-orang yang menderita tekanan jiwa, kecemasan dan
kurang tidur. Pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan pingsan, dan
kematian.
Yang termasuk dalam kelompok ini ialah:
o narkotik: opium, morfin, demerol, methadone, heroin, codein.
o barbiturates: phenobarbital, nembutal, seconal, dsb.
o bromide: bromo-seltzer, potassium bromide, dsb.
o alkohol.
c. Stimulants (perangsang)
Pemakaian obat-obatan perangsang akan merangsang pusat sistem syaraf
manusia, menyebabkan timbulnya semangat, aktivitas yang naik,
kepercayaan pada diri sendiri, dsb.; bahkan rasa senang dan bebas dari rasa
lelah. Tetapi pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan "drugs
addict", dan gangguan jantung, emosi yang tidak terkendali dan diikuti
gejala-gejala paranoid.
Yang termasuk dalam kelompok ini:
o cocaine
o amphetamines (benzedrine, dexedrine, methedrine, dsb.)
o nicotine
o caffeine
d. Psycho-Therapeutics
Obat-obatan ini dipakai untuk menolong gejala-gejala kejiwaan. Efeknya
sama seperti sedatives.
Yang termasuk dalam kelompok ini ialah:
o anti-psychotic: reserpine, chlorpromazine.
o anti-anxiety: meprobamat, phenobarbital, dsb.; yang seringkali
disebut juga tranquilizers.
o anti-depresant: imipramine, tofrinal.
DAFTAR PUSTAKA
Hahn, Rhoda K, Albers, Lawrence J and Reist, Christopher. 2003-2004. DSM IV
Current Clinical Strategies.
Mahajudin, Marlina S, dkk. 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kedokteran Jiwa Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo.
Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Sadock, BJ and Sadock, VA. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins.
W.F. Maramis,Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi Ke-2, Airlangga Universty
Press, Surabaya 1995