makalah emg 1.docx

41
STUDI KASUS 1 MODUL EMG SEORANG LAKI-LAKI YANG MENGELUH SERING KENCING KELOMPOK X Stella May Herliv 03009242 Suci Ananda Putri 03009243 Susi Indrawan 03009245 Syavina Wardah 03009247 Syahriar Muhammad 03009248 Sylvia Alviodita 03009249 Tara Wandhita Usman 03009250 Teresa Shinta Prameswari 03009252 Tezar Andrean 03009253 Theresia Sutjiarto 03009254 Thiea Arantxa 03009255 Tri Annisa 03009257

Upload: nataria-e-tahx

Post on 27-Oct-2015

83 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH EMG 1.docx

STUDI KASUS 1 MODUL EMG

SEORANG LAKI-LAKI YANG MENGELUH SERING KENCING

KELOMPOK X

Stella May Herliv 03009242

Suci Ananda Putri 03009243

Susi Indrawan 03009245

Syavina Wardah 03009247

Syahriar Muhammad 03009248

Sylvia Alviodita 03009249

Tara Wandhita Usman 03009250

Teresa Shinta Prameswari 03009252

Tezar Andrean 03009253

Theresia Sutjiarto 03009254

Thiea Arantxa 03009255

Tri Annisa 03009257

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

13 MARET 2012

Page 2: MAKALAH EMG 1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia

akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja

insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan

pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya  telah merumuskan bahwa

DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan

singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan

kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin.1

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia

menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus

meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah

menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun

lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar

terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup,

seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari

24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar

glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram).

Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes

Page 3: MAKALAH EMG 1.docx

Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita

dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial

rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku

Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun

yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas

(sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi

perhari.2

Page 4: MAKALAH EMG 1.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Robert

Umur : 18 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : -

Status pernikahan : -

Agama : -

HASIL ANAMNESIS

- Pasien mengeluh selalu merasa cepat lelah, lemas dan sering buang air kecil baik pada

siang hari maupun malam.

- Setiap malam tidak kurang dari enam kali dia buang air kecil dan banyak.

- Harus sering minum air pada malam hari karena setelah BAK, dia merasa sangat haus.

- Siang hari selalu memerlukan membeli soft drink, untuk penawar hausnya yang tidak

tertahankan.

- Kemarin merasa sangat letih dan mengantuk hingga tidak dapat berpikir jernih.

Dari hasil anamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami:

- Poliuria, yaitu volume buang air kecil yang lebih banyak daripada normal.

- Polakisuria, yaitu frekuensi buang air kecil yang sering daripada normal.

Page 5: MAKALAH EMG 1.docx

- Polidipsi, yaitu frekuensi minum yang lebih sering daripada normal, yang diakibatkan

rasa haus yang terus-menerus dirasakan. Pasien selalu membeli soft drink pada siang hari.

- Nokturia, yaitu frekuensi buang air yang sering pada malam hari, yang dialami pasien

tidak kurang dari enam kali setiap malam.

- Rasa cepat lelah dan lemas, dan kemarin pasien merasa sangat letih dan mengantuk

hingga tidak dapat berpikir jernih.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : -

Kesadaran : -

Tanda vital

Tekanan darah : 115/75 mmHg

Nadi : -

Suhu : -

Pernapasan : -

Antropometri

Tinggi badan : 175 cm

Berat badan : 60 kg

BMI : 19,6 kg/m2

Dari hasil pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa:

- Tekanan darah pasien dalam batas optimal, dengan nilai optimal 110-120/70-80 mmHg.

- Indeks massa tubuh pasien dalam batas normal, dengan nilai normal sekitar 18-20 kg/m2.

Namun masih harus dikonfirmasikan apakah selama ini terdapat penurunan berat badan

atau tidak.

Page 6: MAKALAH EMG 1.docx

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Glukosa +++ (-)

Keton ++ (-)

Leukosit 0-2/LPB 0-1/LPK

Eritrosit 0-1/LPB 0-1/LPK

Protein (-) (-)

Dari hasil urinalisis, dapat disimpulkan bahwa:

- Pasien mengalami glukosuria, yang ditunjukkan dari pemeriksaan glukosa dengan hasil

positif 3.

- Terdapat ketonuria yang ditunjukkan dari pemeriksaan keton dengan hasil positif 2.

- Tidak ada hematuria, yang menunjukkan bahwa tidak terjadi kebocoran eritrosit pada

ginjal maupun tidak ada perdarahan pada traktus urinarius.

- Tidak ada piuria, yang menunjukkan bahwa tidak terjadi infeksi saluran kemih.

- Tidak ada proteinuria, yang menunjukkan bahwa fungsi filtrasi ginjal terhadap protein

masih dalam batas normal.

A. FAKTOR RESIKO YANG TERIDENTIFIKASI

Tidak banyak faktor risiko yang dikenal untuk diabetes tipe 1, meskipun peneliti terus

menemukan kemungkinan baru. Beberapa faktor risiko yang diketahui meliputi:

Riwayat keluarga. Siapapun yang memiliki orang tua atau saudara dengan diabetes tipe 1

memiliki sedikit peningkatan risiko mengembangkan kondisi tersebut.

Page 7: MAKALAH EMG 1.docx

Genetika. Kehadiran gen tertentu menunjukkan peningkatan risiko pengembangan

diabetes tipe 1. Dalam beberapa kasus - biasanya melalui uji klinis berupa uji genetik.

Geografi. Insiden diabetes tipe 1 cenderung meningkat saat Anda melakukan perjalanan

jauh dari khatulistiwa. Masyarakat yang tinggal di Finlandia dan Sardinia memiliki

insiden tertinggi diabetes tipe 1 - sekitar dua sampai tiga kali lebih tinggi dari bunga di

Amerika Serikat dan 400 kali dari orang yang tinggal di Venezuela.

Kemungkinan faktor risiko untuk diabetes tipe 1 meliputi:

Paparan virus. Paparan Epstein-Barr virus, coxsackievirus, virus gondok atau

sitomegalovirus dapat memicu kerusakan autoimun sel islet, atau virus dapat langsung

menginfeksi sel-sel islet.3

Usia. Diabetes Mellitus Tipe 1 timbul pada anak dan dewasa muda4. Ini merupakan satu-

satu nya faktor risiko yang teridentifikasi dalam kasus ini, dimana diketahui pasien

Robert berusia 18 tahun.

Page 8: MAKALAH EMG 1.docx

B. MASALAH DAN HIPOTESIS

Masalah Dasar Masalah Hipotesis

Cepat lelah dan lemas Keluhan pasien 1. Anemia

2. Kurang gizi

3. Hipoglikemia

4. Diabetes Melitus

Polakisuria Keluhan pasien :

Sering buang air kecil baik

siang atau malam

1. Infeksi Saluran Kemih

2. Diabetes Melitus

3. Diabetes Insipidus

4. Hipertensi

Poliuria Keluhan pasien :

Selain sering, volume urin

juga banyak

1. Diabetes Melitus

2. Diabetes Insipidus

3. Hipertensi

Polidipsi Keluhan pasien :

Sering minum air pada

malam hari dan siang hari

1. Diabetes Melitus

2. Diabetes Insipidus

Glukosuria Glukosa urin +3 1. Diabetes Melitus

Ketonuria Keton urin +2 1. Diabetes Melitus

Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang diperoleh dapat disingkirkan beberapa

kemungkinan hipotesis:

1. Poliuria dan polakisuria bukan disebabkan karena hipertensi karena tekanan darah pasien

masih normal.

2. Cepat lelah dan lemas bukan disebabkan oleh kekurangan gizi karena BMI pasien dalam

batas normal untuk Asia (19.57). BMI pada pasien ini sah karena berat pasien tidak

Page 9: MAKALAH EMG 1.docx

Anamnesis(cepat lelah, lemas,

mengantuk, polakisuria, poliuria,

polidipsi)

Anemia

Kekurangan Gizi

Diabetes Melitus

Diabetes Insipidus

Infeksi Saluran Kemih

Hipertensi

Pemeriksaan fisikBMI 19.57 (normal)Tekanan darah 115/75

Anemia

Diabetes Melitus

Diabetes Insipidus

Infeksi Saluran Kemih

Pemeriksaan LaboratoriumGlukosa +3Keton +2Leukosit 0-2/LPB (normal)Eritrosit 0-1/LPBProtein (-)

Anemia (masih perlu pemeriksaan lanjut)

Diabetes Melitus

Kekurangan Gizi

Hipertensi

Diabetes Insipidus

Infeksi Saluran Kemih

dipengaruhi oleh edema karena pada pemeriksaan laboraturium urin tidak ditemukan

protein.

3. Hipotesis Diabetes Insipidus dapat disingkirkan karena pada Diabetes Insipidus tidak

disertai glukosuria.

4. Hipotesis Infeksi Saluran Kemih dapat disingkirkan karena leukosit pada urin masih

dalam batas normal.

Skema Hipotesis

Page 10: MAKALAH EMG 1.docx

C. PENGKAJIAN MASALAH DAN DIAGNOSIS

Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Untuk

diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah dengan cara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Walaupun demikian, dapat juga dipakai

bahan darah utuh dari vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka criteria

diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

PERKENI membagi alur diagnostic DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada

tidaknya gejala khas DM seperti polidipsi, polifagi, poliuri dan berat badan turun tanpa

sebab yang jelas. Sedangkan untuk gejala tidak khasnya lemas, kesemutan, luka yang

sukar sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulva. Apabila ditemukan

gejala khas DM, pemeriksaan abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali

pemeriksaan glukosa darah abnormal.

Table criteria DM

1

2

3

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir

Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dL

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan

75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Diagnosis kerja:

Diabetes mellitus

Page 11: MAKALAH EMG 1.docx

Patofisologi Diabetes melitus tipe I:

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses

imunologik maupun idiopatik.

Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk

kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,

antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri. Proses perusakan ini

hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada

kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai

proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu

mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian

respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit

atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel

beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel.

Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik

dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan

sel beta dan penampakan diabetes.

DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik,lingkungan, dan faktor imunologi

yang menghancurkan sel-sel pancreas. Gejala DM tidak akan muncul pada seorangindividu

hingga ± 80% sel pankreas dihancurkan.

1  Umumnya berkembang dari masa anak ± anak dan bermanifestasi saat remaja yang

kemudian berprogres seiring bertambahnya umur (Gambar A-1). DM tipe ini

sangat bergantung dengan terapi insulin karena jika tidak mendapatkan insulin penderita akan

mengalami komplikasimetabolik serius berupa ketoasidosis dan koma

Page 12: MAKALAH EMG 1.docx

Faktor Genetik 

Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya DM tipe

1. Gen yang paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar 50%

penderita DM tipe 1 memilikiHLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype. Beberapa gen non-HLA

yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1adalah insulin denganvariable number of tandem

repeats(VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dariCTLA4 dan PTPN22 menganggu

fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu prosesautoimun pada DM

tipe 1.

faktor Autoimmunitas

Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem imun.

Walaupun demikian tipe sel islet lain seperti sel α yang memproduksi glukagon, sel Δ yang

memproduksi somatostatin,dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas, masih

berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut mirip dengan sel β dan

juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan sel. Sel β peka terhadap efek

toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon, dan interleukin

1 (IL-1). Mekanisme dari proses kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses

ini dipengaruhi oleh pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas

dari sel TCD8+.1 Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-

tolerance sel T. Kegagalan toleransiini dapat disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel

T self-reactive pada timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor terhadap

supresi sel regulator. Hal hal tersebut membuat sel T autoreaktif  bertahan dan siap untuk

berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada noduslimfe

peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau Langerhans

yang rusak

Page 13: MAKALAH EMG 1.docx

Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas merusak sel β. Populasi sel T yang dapat

menyebabkan kerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin =

including IFN- and TNF) dan CD8+ CTLs. 2  Sel islet pankreas yang menjadi target

autoimun antara lain adalah

Islet cell autoantibodies (ICA) yangmerupakan suatu komposisi dari beberapa antibodi yang

spesifik pada molekul sel islet pankreas sepertiinsulin, glutamic acid decarboxylase (GAD),

ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (proteingranul yang mensekresi

insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan marker dari proses autoimun DM tipe1. 1,2

Faktor Lingkungan

Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah terbukti

benar-benar  berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain meliputi virus

(coxsackie B, mumps,cytomegalovirus dan rubella). Terdapat 3 hipotesis yang menjelaskan

bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 Akibat infeksi virus, inflamasi, serta

kerusakan sel Pulau Langerhans. Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β

sehingga memicu respon imun yang juga beraksi dengan sel β pada pancreas. Infeksi virus

terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi reinfeksi dengan virus yang

sama yang memiliki epitop antigenic yang sama memicu respon imun pada sel Pulau

Langerhans. Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan secara pasti

pathogenesis infeksi virus terhadap timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak ada

hubungannya dengan timbulnya DM tipe 1. Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah

protein susu bovine dan komponen nitrosurea.

Page 14: MAKALAH EMG 1.docx
Page 15: MAKALAH EMG 1.docx

D. RENCANA PENATALAKSANAAN

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan:

Definisi keadaan diabetes atau gangguan toleransi glukosa tergantung pada pemeriksaan

konsentrasi glukosa darah, beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam

menentukan subklas, penelitian epidemiologi, dalam menentukan mekanisme dan

perjalanan alamiah diabetes.

Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas 2 bagian :

- Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta. Hal ini dapat dinilai dengan memeriksa

konsentrasi insulin, pro-insulin, dan sekresi peptide penghubung (C-peptide). Nilai –

nilai “Glycosilated hemoglobin”, nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat

gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.

Page 16: MAKALAH EMG 1.docx

- Indeks proses diabetogenik. Untuk penilaian proses diabetogenik, saat ini telah dapat

dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA; adanya tipe dan titer antibody dalam

sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau langerhans, anti GAD (Glutamic Acid

Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya adanya cell-mediated immunity terhadap

pancreas.5

Rawat inap sampai ketoasidosis teratasi.

Non medikamentosa

Edukasi

Terapi gizi medis

Latihan jasmani

Medikamentosa:

Insulin

E. DASAR PENATALAKSANAAN

Terdapat 4 pilar (dasar) tatalaksana untuk penyakit diabetes mellitus, yaitu edukasi, terapi

gizi medik, latihan jasmani, dan yang terakhir adalah terapi farmakologis. Tujuan terapi

adalah untuk mengendalikan penyakit dan memperkecil terjadinya komplikasi pada

penderita DM. Kelompok kami sepakat mendahulukan 3 pilar teratas (edukasi, diet dan

latihan fisik) dan memberikan terapi farmakologi setelah memperoleh hasil tes gula darah

pasien atau hasil tes C-Peptide untuk menentukan tipe DM. Jadi, yang kami cantukan

dibawah ini adalah terapi farmakologi yang dapat menjadi pilihan setelah dokter

menegakkan diagnosis (beserta tipe) DM.

Page 17: MAKALAH EMG 1.docx

Edukasi

Edukasi sangat penting diberikan oleh dokter untuk setiap pasien yang diduga maupun

sudah didiagnosis menderita DM. Edukasi harus diberikan secara terus menerus dan

dalam pengawasan tenaga ahli. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal

membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim

kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang

berlangsung seumur hidup.

Kepada pasien harus diberitahukan bahwa penyakitnya ini bersifat kronik, tidak bisa

sepenuhnya sembuh namun dapat dikendalikan. Dokter harus bisa menanamkan kesadaran

diri pada pasien untuk mengkontrol penyakitnya dan menjadi motivator. Perlu

dinformasikan juga kepada pasien tentang apa saja tatalaksana yang harus dijalani, kapan

dan bagaimana ia harus memonitor perkembangan penyakitnya, apa saja kemungkinan

komplikasi dan bagaimana perkiraan prognosisnya.

Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan

inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses

edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan

evaluasi.

Terapi Gizi (Diet)

Tujuan dari terapi gizi yang diberikan pada penderita DM adalah untuk mencegah

peninggian kadar gula darah setelah makan sehingga dapat menurunkan gejala DM,

mencegah hipoglikemi pada penderita yang mendapat terapi insulin, mencapai berat badan

ideal, menormalkan serum kolesterol dan trigliserid, dan mencegah artheriosclerosis

prematur.

Page 18: MAKALAH EMG 1.docx

Karbohidrat

Digunakan sebagai sumber energi, pada penderita diabetes tidak boleh diberikan lebih

dari 55-65% dari total kebutuhan energi perhari atau tidak lebih dari 70% jika

dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal. Catatan lain

yaitu, jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi asal tidak melebihi

total kalori perhari, menggunakan pemanis non kalori (sakarin, aspartame, acesulfam,

sukralosa), konsumsi alkohol tidak lebih dari 60 gram/hari.5

Kentang, nasi, dan berbagai macam roti termasuk sumber karbohidrat yang sebaiknya

dihindari karena mengandung zat tepung yang tinggi. Beberapa sumber karbohidrat

yang tinggi gula seperti madu, selai, dan jelly juga sebaiknya dihindari. Beberapa

buah-buahan juga mengandung gula yang tinggi tapi tidak sepenuhnya dihindari

karena juga mengandung serat tinggi dan mudah dicerna tubuh.6

Protein

Beberapa pedoman menyetujui penderita DM tanpa gangguan fungsi ginjal

direkomendasikan mengkonsumsi protein dalam jumlah yang sama dengan orang

normal (tidak menderita DM) yaitu sebesar 15-20% dari total kalori perhari.7 namun,

pada penderita DM dengan gangguan fungsi ginjal, pemberian protein diturunkan

sampai 0.85 gram/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gram.5

Lemak

Batasi konsumsi lemak jenuh dengan jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan

kalori perhari. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg perhari, jika kadar LDL ≥ 100

mg/dl maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi adalah 200 mg/hari. Selain itu

dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan

asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan membatasi asupan asam lemak bentuk

trans.5

Page 19: MAKALAH EMG 1.docx

Sebisa mungkin menghindari konsumsi lemak jenuh dengan menggunakan minyak

zaitun atau canola untuk memasak, selain itu kuranhi konsumsi daging merah, susu

dan produk susu karena bahan-bahan ini tinggi akan kadar lemak.6

Untuk mengetahui jumlah kebutuhan kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada

tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Status gizi dapat ditentukan dengan

menghitung BMI atau berdasarkan rumus Broca.

Contoh konsumsi harian penderita DM sebagai berikut:6

Sarapan : satu butir telur dan sepotong roti gandum ditambah dengan jus buah

tanpa gula atau bisa diganti dengan teh atau kopi tanpa gula (dengan pemanis non

kalori yang telah disebutkan diatas)

Makan siang : sayuran hijau dengan ayam atau ikan, daging kambing boleh

dikonsumsi sesekali. Ditambah dengan salad tanpa minyak.

Makan malam : bisa sama dengan makan siang.

Disarankan porsi makanan dibagi atas 3 porsi makan besar (sarapan, makan siang dan

makan malam) dan 3 porsi makan kecil sebagai selingan.

Latihan Fisik

Latihan fisik pada penderita DM bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah

dengan cara meningkatkan kebutuhan otot terhadap glukosa. Selain itu, kegiatan fisik

dapat mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan harapan hidup.

Macam latihan fisik yang dapat dipilih adalah:

Continuous

Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa henti. Contohnya

jogging 30 menit tanpa istirahat.

Rhytmical

Page 20: MAKALAH EMG 1.docx

Latihan fisik berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.

Contohnya dengan jalan kaki, jogging, lari, berenang, bersepeda, dan mendayung.

Interval

Latihan dilakukan selang-selinf antara gerak cepat dan lambat. Contohnya jalan

cepat diselingi dengan jalan lambat.

Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intesnitas ringan sampai

sedang hingga mencapai 30-60 menit.

Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Contohnya

dengan berjalan santai atau berjalan cepat, jogging, berenang dan bersepeda.

Terapi Farmakologis

Insulin

Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah

dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-160 mg% setelah makan. Insulin dapat

segera diberikan dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya

ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya

ketonuria.5

Golongan biguanid

Biguanid meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorbsi glukosa di

jaringan perifer meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam hati dan

meningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer. Preparat yang ada dan aman

adalah metformin. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin

sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas. Metformin juga

Page 21: MAKALAH EMG 1.docx

dapat menurunkan kadar trigliserida hingga 16%, LDL kolesterol hingga 8% dan

total kolesterol hingga 5%, dan juga dapat meningkatkan HDL kolesterol hingga

2%. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah

sampai 20%.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi akut dapat berupa :

1.Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl

2.Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan

iperketogenesis

3.Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh

hiperlaktatemia.

4.Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak ada

hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

Komplikasi kronis :

Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang

lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau

berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat

secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner,

pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.

Page 22: MAKALAH EMG 1.docx

2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika

(mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan

berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.

G. PROGNOSIS

Prognosis pada pada pasien menurut kelompok kami adalah sebagai berikut :

Ad vitam : ad Bonam

Karena jika pasien patuh dalam terapi, penyakit DM yang terkontrol memiliki harapan

hidup yang cukup tinggi. Kematian biasanya dikarenakan komplikasi dari DM.

Ad Fungsionam : dubia ad malam

DM kronik merusak hampir semua organ karena timbunan glukosa dalam darah. Dan

penyakit ini tidak bisa benar-benar disembuhkan.

Ad Sanantionam : ad bonam

Karena tidak ada kekambuhan untuk diabetes melitus.

Page 23: MAKALAH EMG 1.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Informasi yang diberikan pada kasus pertama ini kurang lengkap sehingga membuat

kelompok kami sulit untuk mengambil suatu diagnosis pasti. Kelompok kami akhirnya hanya

dapat menarik suatu diagnosis kerja Diabetes Mellitus.

Diagnosis

Pada hasil anamnesis, informasi yang menurut kami perlu ditanyakan adalah:

Apakah ada penurunan berat badan yang signifikan dalam waktu singkat?

Apakah jadi sering lapar?

Dua pertanyaan di atas diarahkan kepada gejala khas Diabetes Mellitus (DM), yakni polifagi

dan berat badan yang menurun tanpa sebab yang jelas.8,9 Sedangkan untuk gejala khas poliuria

dan polidipsia sudah didapatkan dari kasus.

Selanjutnya, perlu juga ditanyakan anamnesis yang mengarah pada gejala-gejala tidak khas

DM yang tidak tercantum dalam skenario kasus, diantaranya luka yang sulit sembuh, gatal,

mata kabur, dan disfungsi ereksi.8,9

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi gula darah. 8,10 Pada scenario

kasus tidak diberikan hasil pemeriksaan glukosa darah. PERKENI membagi alur diagnosis

DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Apabila ditemukan

gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah untuk menegakkan

diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali

pemeriksaan glukosa darah abnormal.8

Diagnosis DM juga dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria berikut:8,10

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L)

Page 24: MAKALAH EMG 1.docx

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Atau

Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L

TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban glukosa yang setara dengan 78 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Page 25: MAKALAH EMG 1.docx

Dari hasil pemeriksaan urinalisis yang dicantumkan dalam skenario kasus, didapatkan

keadaan glukosuria dan ketonuria pada pasien ini. Keadaan glukosuria dapat dijumpai pada

semua tipe diabetes, sedangkan untuk ketonuria biasa ditemukan pada diabetes mellitus tipe

1.9 Untuk patofisiologinya dapat dilihat pada bab sebelumnya.

Faktor Risiko

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada setiap individu dewasa dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT) ≥ 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:8

1. Aktivitas fisik kurang

2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama

3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African, American, Latino, Native American, Asian

American, Pacific Islander)

4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau riwayat Diabetes

Mellitus Gestational (DMG)

5. Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti hipertensi)

6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL

7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium

8. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans)

10. Riwayat penyakit kardiovaskular.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu

(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sehingga dapat ditentukan langkah yang

tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju

DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3

tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal. TGT berkaitan dengan resistensi insulin.8

Page 26: MAKALAH EMG 1.docx

Pada kasus, tidak ditemukan faktor risiko seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu,

perlu dilakukan anamnesis yang lebih mendalam pada pasien ini.

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi di atas diambil dari American Diabetes Association (ADA) tahun 2003. Pada

tahun 2009 ADA menambahkan satu klasifikasi lain, yaitu Diabetes mellitus gestasional.8

Dari hasil diskusi, kelompok kami tidak mengklasifikasikan diabetes mellitus yang diderita

oleh pasien ini. Karena untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 diperlukan

pemeriksaan kadar insulin dan peptida-C.9

Page 27: MAKALAH EMG 1.docx

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3

2. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes:

estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004

May;27(5):1047-53.

3. Mayo Clinic. Risk Factor of Diabetes Mellitus Type 1. Available at :

http://www.mayoclinic.com/health/type-1-diabetes/DS00329/DSECTION=risk-

factors. Accesed on March 9th, 2012.

4. Greenstein B, Wood D. At a Glance : Sistem Endokrin. 2nd ed. Jakarta: Erlangga

Medical Series; 2010. p. 85

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, K Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Penyakit

Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1880- 82.

6. Available at :http://www.diabetesmellitus-information.com/diabetes-diet-

management.htm

7. Available at http://www.guideline.gov/syntheses/synthesis.aspx?id=16430

8. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;2009. p.1880-3

9. Medscape. Khardori R. Type 1 Diabetes Mellitus Clinical Presentation. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/117739-clinical. Accessed on March 5, 2012

10. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc-Graw Hill Companies

Inc.;2008. p.7037-9

Page 28: MAKALAH EMG 1.docx

BAB V

PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Sekian penjelasan kami menganai hasil diskusi kasus pertama. Akhir kata kami ucapkan

terima kasih kepada tutor pembimbing dan para narasumber yang kemudian akan menilai

makalah dan presentasi kami. Kritik dan saran akan kami jadikan pembelajaran untuk diskusi,

pembuatan makalah, ataupun seminar selanjutnya. Semoga ilmu yang dipelajari dapat

berguna.