makalah 1 seminar emg

48
LAPORAN HASIL DISKUSI Modul Organ Hematologi dan Onkologi Medik “Seorang Wanita 35 Tahun Dengan Keluhan Lemah, Lesu, dan Pucat” Kelompok X Dyka Jafar Hutama Putra 030.09.076 Ira Nurul Afina 030.10.135 Liana Anggara Rizkia 030.10.160 Meilinda Vitta Sari 030.10.173 Muhamad Andanu 030.10.185 Muhammad Zaky 030.10.198 Oryza Ajani 030.10.216 Radian Savani 030.10.229 Runy Octavianty 030.10.242 Sindy Januarta 030.10.256 Tri Aryani Astuti 030.10.270 Yoshua Adinugraha 030.10.284

Upload: meilinda-sihite

Post on 29-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Makalah 1 seminar EMG

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah 1 Seminar EMG

LAPORAN HASIL DISKUSI

Modul Organ Hematologi dan Onkologi Medik

“Seorang Wanita 35 Tahun Dengan Keluhan Lemah, Lesu, dan Pucat”

Kelompok X

Dyka Jafar Hutama Putra 030.09.076

Ira Nurul Afina 030.10.135

Liana Anggara Rizkia 030.10.160

Meilinda Vitta Sari 030.10.173

Muhamad Andanu 030.10.185

Muhammad Zaky 030.10.198

Oryza Ajani 030.10.216

Radian Savani 030.10.229

Runy Octavianty 030.10.242

Sindy Januarta 030.10.256

Tri Aryani Astuti 030.10.270

Yoshua Adinugraha 030.10.284

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta

8 April 2013

Page 2: Makalah 1 Seminar EMG

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I : PENDAHULUAN 2

BAB II : KASUS 3

BAB III : PEMBAHASAN 4

BAB IV : TINJAUAN PUSTAKA 14

BAB V : KESIMPULAN 31

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA 32

Page 3: Makalah 1 Seminar EMG

BAB I

PENDAHULUAN

Diskusi kelompok kami berlangsung selama 4 jam dibagi dalam dua sesi pertemuan yang

bertempat di ruang Farmasi 1. Tiap sesi berlangsung dalam waktu 2 jam. Diskusi diikuti oleh 12

orang mahasiwa, sepanjang diskusi semua peserta mengikuti jalannya diskusi dengan baik.

Dalam diskusi kali ini dipimpin oleh Radian Savani dan didampingi oleh Oryza Ajani sebagai

sekretaris.

Topik diskusi yang diberikan adalah “ Seorang Wanita 35 Tahun Dengan Keluhan Lemah,

Lesu, dan Pucat”. Hal-hal yang terjadi selama berlangsungnya diskusi adalah perdebatan antara

anggota diskus mulai dari anamnesis hingga prognosis yang mungkin terjadi pada pasien ini.

Yang menjadi tutor pada diskusi kelompok kami ini ialah Dr. Suweino.

Page 4: Makalah 1 Seminar EMG

BAB II

KASUS

Seorang wanita berumur 35 tahun datang ke tempat praktek anda dengan keluhan lemah,

lesu, pucat sejak 3 hari yang lalu. Pada anamnesis lebih lanjut dikatakan bahwa menstruasinya 3

bulan terakhir tidak teratur dan banyak sekali.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

TD : 110/80 mmHg

Suhu : 37oC

RR : 30x/menit

Nadi : 100x/menit

Mata : konjungtiva anemis

Jantung & paru: dbn

Abdomen : dbn

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sbb:

Hb : 9 g/dl

Ht : 30%

Eritrosit : 4,0 juta/uL

Leukosit : 7000/uL

Trombosit : 250.000/uL

MCH : 21 pg

MCV : 75 fl

SI : 20 mg/dL

TIBC : 350 mg/dL

RDW : 18%

Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

Eritrosit:mikrositik hipokrom,anisopoikilosi-

tosis, terdapat sel pensil

Leukosit : jumlah dan morfologi normal

Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal

BAB III

Page 5: Makalah 1 Seminar EMG

PEMBAHASAN

I. ANAMNESIS

Identitas pasien :

Nama : -

Usia : 35 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : -

Status pernikahan : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

Keluhan utama : lemah, lesu, dan pucat sejak 3 hari yang lalu

Berdasarkan keluhan utama, pasien merasa lemah, lesu, dan pucat sejak 3 hari yang lalu.

Otot merupakan salah satu jaringan yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP dalam jumlah

yang cukup banyak. Pembentukan energi dalam sel otot membutuhkan O2. Apabila sel otot

kekurangan O2, maka aktivitas sel otot menjadi terhambat dan kontraksi otot pun melemah.

Kekurangan O2 biasanya disebabkan oleh penurunan kadar transport O2, yaitu hemoglobin dalam

sel darah merah. Itulah sebabnya pasien merasa lemah dan lesu. Pucat yang dialami pasien

menandakan anoksia jaringan dan berkurangnya peredaran O2 ke perifer, dimana hal ini

merupakan kompensasi tubuh yang lebih menyalurkan O2 ke organ vital, seperti otak, jantung,

dan paru. Pasien mengalami lemah, lesu, dan pucat sejak 3 hari yang lalu menandakan kondisi

akut yang sedang dialami pasien sehingga perlu anamnesis lebih lanjut untuk memastikannya.

Anamnesis tambahan yang didapatkan :

Pasien mengaku menstruasi 3 bulan terakhir tidak teratur dan banyak sekali. Berdasarkan

keluhan utama dan anamnesis di atas, masalah yang kami temukan ialah :

Masalah Dasar Masalah Hipotesis

Page 6: Makalah 1 Seminar EMG

1. Lemah, lesu Anamnesis - Anemia

- Gangguan metabolisme

- Kurangnya intake makanan

- Kelainan siklus menstruasi

- Penggunaan obat-obatan

2. Pucat Anamnesis - Anemia

- Kurangnya intake makanan

3. Menstruasi 3 bulan

tidak teratur dan

banyak sekali

Anamnesis - Menometrorrhagia

Anamnesis tambahan yang kami ajukan :

Riwayat Penyakit Sekarang :

Anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan adalah :

- Dimana tempat tinggal pasien? Pekerjaan pasien?

- Apakah sering merasa pusing? Letih, lunglai, dan lemas?

- Apakah nafas menjadi lebih berat, sesak nafas?

- Apakah ada kelainan fungsi ginjal?

- Bagaimana siklus menstruasi selama ini?

- Adakah penggunaan obat-obatan tertentu?

- Adakah penggunaan pil KB?

Riwayat Penyakit Dahulu

Anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan adalah :

- Apakah pasien mengalami seperti ini sebelumnya?

- Apakah ada gangguan pada GI Tract?

- Apakah ada riwayat gastrektomi?

Riwayat Penyakit Keluarga :

Anamnesis tambahan uang perlu ditanyakan adalah :

- Apakah keluarga pasien menderita hal yang serupa?

Riwayat Kebiasaan :

Anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan adalah :

Page 7: Makalah 1 Seminar EMG

- Bagaimana pola makan? Apakah jenis makanan yang sering dimakan?

- Bagaimana frekuensi makan setiap hari? Bagaimana porsi makan setiap

hari?

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : compos mentis

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Konjungtiva anemis anemia

Palpasi, Perkusi, Auskultasi

Jantung : dbn

Abdomen : dbn

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

NoTanda

Vital

Hasil

PemeriksaanNilai Normal Interpretasi Keterangan

1. TD 110/180 mmHg 120/80 mmHg Normal -

2. Nadi 100x/m 60-100x/m Normal -

3. RR 30x/m 16-20x/m

Takipneu,

kompensasi tubuh

akibat saturasi O2 di

perifer menurun

4. Suhu tubuh 370C 36,5oC-37,2oC Normal -

Page 8: Makalah 1 Seminar EMG

Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan PenilaianHasil

PemeriksaanNilai Normal Interpretasi Keterangan

Darah

Hb 9 g% 12-14 g% anemia

Ht 30 % 37-43% penurunan Ht dan

eritrosit terjadi

karena kehilangan

darah akut akibat

gangguan siklus

menstruasi dan

defisiensi Fe

Eritrosit 4,0 juta/uL 4,2-5,4 jt/uL

Leukosit 7000 /mm3 5000-10.000 /mm3 normal -

Trombosit 250.000 150.000-400.000 normal -

SI 20 mg/dL 60-170 mg/dL defisiensi besi

TIBC 350 mg/dL 300-369 mg/dL normal -

RDW 18% 11-15%

Adanya peningkatan

variasi volume sel

darah merah

Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) : Anemia Mikrositik Hipokrom

IV. DIAGNOSIS KERJAsel pensil

Anisopoikilositosis : ukuran dan bentuk sel darah merah yang bervariasi

Page 9: Makalah 1 Seminar EMG

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan sediaan

apus darah tepi (SADT), diagnosis kerja kelompok kami ialah : Anemia Defisiensi Besi. Secara

laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi pada kasus ini dapat dipakai

kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:

Anemia hipokrom mikrositer pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV <80fl dan MCH

<31% dengan salah satu dari A,B,C, atau D:

A. Dua dari tiga parameter di bawah ini:

Besi serum <50mg/dl

TIBC >350mg/dl

Saturasi transferin: <15%, atau

B. Feritin serum <20mg/I, atau

C. Pengecatan sumsum tulang dengan Biru Perusia (Perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

D. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang

setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl

Selanjutnya setelah penegakkan diagnosis kerja, perlu diperhatikan bahwa harus dicari

lebih lanjut penyakit dasar penyebab anemia defisiensi besi. Berdasarkan keluhan pasien,

menstruasi 3 bulan tidak teratur dan banyak sekali (menometrorrhagia) menandakan adanya

gangguan siklus menstruasi. Perdarahan yang dialami pasien bisa merupakan salah satu etiologi

terjadinya anemia defisiensi besi sehingga cadangan besi yang ada dalam tubuh tidak mencukupi

untuk proses hemopoesis yang berlangsung. Selain itu perlu konfirmasi lebih lanjut, bagaimana

intake Fe pada pasien ini. Untuk mencari tahu penyebab menometrorrhagia yang dialami pasien

perlu pemeriksaan lebih lanjut. Kelompok kami menganjurkan rujukan ke dokter spesialis

obgyin dan ginekologi.

PATOFISIOLOGI KASUS

Page 10: Makalah 1 Seminar EMG

V. DIAGNOSIS BANDING

Anemia akibat penyakit kronik.

Anemia Defisiensi Besi

Gangguan sintesis Hb

Hb

Oksigenisasi

perfusi O2 ke jaringan otot

pembentukan energi (ATP)

Aktivitas sel

Kontraksi otot

lemah & lesu

perfusi O2 ke konjungtiva

Konjungtiva anemis

Saturasi O2 di perifer

PernapasanRR : 30x/menit

Pemeriksaan lab :Ht , eritrosit, SIMCH , MCVRDW

SADT : mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel pensil

pucat

Page 11: Makalah 1 Seminar EMG

Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian besar

disebabkan oleh inflamasi kronik, kanker , gagal ginjal dan penyakit hati. Anemia penyakit

kronis ini ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, dan

gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoeitin. Pada umunya

anemia derajat sedang dengan mekanismenya yang belum jelas.

Perbandingan Anemia Defisiensi Besi dan Anemia Penyakit Kronik

Anemia defisiensi besi Anemia penyakit kronik

Derajat anemia Ringan sampai berat Ringan

MCV Menurun Menurun/normal

MCH Menurun Menurun/normal

Besi serum Menurun Menurun < 50

TIBC Meningkat > 360 Menurun <300

Saturasi transferin Menurun < 15% Menurun / normal 10-20%

Besi sumsum tulang

Negatif Positif

Protoporfirin eritrosit

Meningkat Meningkat

Feritin serum Menurun < 20μg/l Normal 20-200 μg/l

Elektrofoesis Hb Normal Normal

VI. PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia

defisiensi besi pada pasien adalah:

Nonmedika-mentosa

Page 12: Makalah 1 Seminar EMG

Terapi kausal ialah terapi terhadap penyebab menometrorrhagia. Kami menganjurkan

pemeriksaan lanjutan dan rujukan ke spesialis obgyn dan ginekologi. Terapi kausal harus

dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

Medikamentosa

1. Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy). Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas

ferosus) merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi

efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus

mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg

mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari dan dapat meningkatkan eritropoesis

dua sampai tiga kali normal. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada

juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal

untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah

100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering

kambuh kembali.

2. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C.

Vitamin c diberikan 3x100 mg per hari.

Respons terhadap terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan

respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10

dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15g/hari atau 2g/dl setelah 3-4

minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi

tidak baik, maka perlu dipikirkan:

Pasien tidak patuh minum obat

Dosis besi kurang

Masih ada perdarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun

atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat

Diagnosis defisiensi besi salah.

VII. PROGNOSIS

Page 13: Makalah 1 Seminar EMG

Berdasarkan pembahasan di atas, apabila pasien ditangani dengan cepat, tepat, dan baik,

menurut kelompok kami ditinjau dari ad vitam, ad sanationam dan ad functionam pasien ialah ad

bonam. Prognosis anemia defisiensi besi pada umumnya baik. Anemia defisiensi besi merupakan

satu gejala yang mudah diobati dengan hasil yang sangat baik. Namun, prognosis anemia

defisiensi besi yang baik dan diperburuk oleh karena kondisi penyakit yang mendasarinya

(underlying disease) seperti neoplasia.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Page 14: Makalah 1 Seminar EMG

A. ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia

hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong.

1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis pada pasien dewasa

jika keadaan memungkinkan. Sekiranya keadaan tidak memungkinkan,

anamnesis dilakukan secara allo anamnesis. Anamnesis yang perlu

dilakukan meliputi:

Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa

Keluhan utama

Bertanya tentang awitan dan gejala awal. Pasien mengeluh mudah

lelah, nafas menjadi lebih berat, sesak nafas, kurang tenaga dan

gejala lainnya. 1

Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu: 1,2

Pika: suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan

seperti es batu, kotoran atau kanji

Glositis  : iritasi lidah

Keilosis    : bibir pecah-pecah

Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti

sendok.

Page 15: Makalah 1 Seminar EMG

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Ditanyakan juga pola pertumbuhan sekiranya pasien anak/remaja.

Riwayat penyakit sekarang1,2

Ditanya tentang faktor resiko yang mungkin ada pada pasien.

Misalnya, kebiasaan makannya atau status diet, ambilan obat dan

jangka waktunya, status sosioekonomi (malnutrisi), status

menstruasi (pada wanita, sering pada premenopause).

Penyakit yang dialami sekarang seperti perdarahan saluran

makanan, perdarahan genitourinarius, hemosiderosis paru, dan

hemolisis intravascular serta tempuh lamanya penyakit tersebut.

Riwayat penyakit dahulu2

Ditanya jika pasien mempunyai riwayat gastrektomi parsial atau

total, by pass usus halus proksimal.

Ditanya adakah pasien ada mengambil apa-apa obat terutamanya

aspirin

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Status generalis:

a. Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.

b. Kesadaran: Kompos mentis

c. Tanda-tanda vital: dalam batas normal.

Pemeriksaan fisik lain1,2,3,4

a. Kepala : ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan

stomatitis angularis, atrofi papil lidah

b. Thoraks : murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran

jantung

c. Abdomen : bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang

berat, persisten dan ADB yang tidak diterapi.

Page 16: Makalah 1 Seminar EMG

d. Ekstremitas : khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada

kuku, tidak ditemukan edema pada tungkai.

3. Pemeriksaan penunjang

i. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit1-5

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemogglobin

mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan

pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang

lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi.

Penigkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width).

Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan

anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering

tumpang tindih.

Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memaki angka <80fl, tapi pada penilitian

ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah

<78fl memberi sensitivitas dan sfesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa

penggabungan MCV,MCH,MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks

eritrosit. Indeks eritrosit selalu dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin

menurun.

Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan

poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat

hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan

thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai

sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil

cell atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada

umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang

berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis

dapat dijumpai pada ADB dengan dengan episode perdarahan akut.

ii. Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)1,2,5

Page 17: Makalah 1 Seminar EMG

Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC

menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin

dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar

besi serum menurun <50µg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350µg/dl,

dan saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi transferin <16%, atau <18%.

Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar dengan

kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.

iii. Ferritin serum1,2,5

Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada

keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin

aserum pada ADB diapakai angka <12µg/l, tetapi ada juga yang memakai <15µg/l. untuk

daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang

diajukan oleh negara barat tampaknya haris dikoreksi. Pada satu penilitian pada pasien

anemia di rumah sakit di Bali pemakaian feritin serum <12µg/l dan <20µ/l memberikan

sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivtas

tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum <40mg/l, tanpa mengurangi

spesifisitas terlalu banyak (92%).

Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum

<20mg/l sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat inflamasi atau infeksi yang jelas

seperti artritis reumatoid, maka feritin serum 50-60µg/l masih dapat menunjukkan adanya

defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis ADB

yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena

cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal

tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas

100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.1

iv. Protoporfirin1

Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis

heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk

Page 18: Makalah 1 Seminar EMG

dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari momg/dl. Untuk defisiensi besi,

protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada

anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1

v. Kadar reseptor transferin1,2

Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar

normal dengan cara immunologi adalah 4-9µg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama

digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih

baik lagi bila dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5

menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik1

vi. Pemeriksaan sumsum tulang1,2,4,5,6

Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang

dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas

ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia

(Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).

Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam

sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada

sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi,

namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan ferritin serum yang

lebih praktis.1

4. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan

absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :

Kehilangan besi akibat pendarahan menahun dapat berasal dari:

- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker

lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang

- Saluran genitalia perempuan : monorrhagia atau metrorhagia

- Saluran kemih : hematuria

Page 19: Makalah 1 Seminar EMG

- Saluran napas : hemoptoe

Faktor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan

rendah daging)

Kebutuhan besi meningkat: prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical spure atau kolitis kronik

Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan

pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab

utama. Penyebab pendarahan paling tersering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal,

di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam

masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.1,3

Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di

rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau

sedang, sedangkan di klinik ADB umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor

nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penilitian di Desa Jagapati,

Bali mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran pada 30% kasus, faktor

nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus terutama pada anemia derajat ringan sampai

sedang. Sedangkan di klinik misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik

memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid

(27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-

masing 17%. 1, 4,5,6,7

5. Faktor/kelompok beresiko 1,4,6,7,8

Kelompok-kelompok berikut memiliki peningkatan resiko kemungkinan mengalami

anemia kekurangan zat besi:

Wanita. karena wanita kehilangan darah selama menstruasi. Karena itulah pada umumnya

wanita lebih berisiko daripada laki-laki.

Bayi dan anak-anak. Bayi terutama mereka yang lahir dengan berat badan rendah atau

lahir prematur, ang tidak mendapatkan zat besi yang cukup dari ASI atau susu formula

mungkin menghadapi resiko kekurangan zat besi. Anak-anak memerlukan zat besi ekstra

Page 20: Makalah 1 Seminar EMG

selama “growth spurts”. Jika anak-anak ini tidak mendapat makanan dengan diet yang

sehat dan bervariasi, mereka mungkin berisiko.

Vegiterian. Orang yang tidak makan daging memiliki resiko yang lebih tinggi sekiranya

mereka tidak mengkonsumsi makanan lain yang kaya dengan sumber zat besi

Sering donor darah. Orang yang rutin melakukan donor darah mungkin memiliki

peningkatan resiko anemia defisiensi besi karena donor darah bisa menyebabkan deplesi

simpanan besi. Kadar hemoglobin yang rendah yang berkaitan dengan donor darah

merupakan masalah sementara dan dapat diatasi dengan makan makanan yang kaya

dengan zat besi.

6. Patofisiologi

Metabolisme zat besi

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi

dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan

mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein

(globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan

hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme

oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi

akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan

saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang

diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi

dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa

mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi

tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau

hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan

0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5

gram.10,11

Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah

penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus

diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk

heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa

Page 21: Makalah 1 Seminar EMG

memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang

dikonsumsi.11

Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam

lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung

(HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh

pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian

akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah

berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan

dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan

disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri,

terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu

kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi.1

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan

hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan

akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh normal kebutuhan

akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang

terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian

besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.1

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12

tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari,

wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari

pengeluarannya , karena dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang

anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.1

Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat

mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua

adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan

feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa

dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan

homeostasis besi dalam tubuh.1

7. Patogenesis Anemia Defisensi Besi

Page 22: Makalah 1 Seminar EMG

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin

menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative

iron balance. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan

absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang.1

Apabila berkurangnya besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi menjadi kosong

sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang sehingga menimbulkan gangguan

pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron

deficient erythropoeisis. Pada fase ini, kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar

free protophorphyrin atau zinc protophorpyrin dalam eritrosit. Saturasi transrferin menurun dan

Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik

ialah pemingkatan reseptor transferin dalam serum.1

Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoeisis semakin terganggu sehingga

kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut

sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada

beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta

berbagai gejala lainnya.

8. Diagnosis

Pendekatan diagnosis anemia secara umum 1

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity),

yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting

diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai diagnosis anemia,

tapi sedapat mungkin kita harus menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia

tersebut. Maka tahao-tahao dalam diagnosis anemia adalah:

Menentukan adanya anemia

Menentukan jenis anemia

Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia

Page 23: Makalah 1 Seminar EMG

Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi

hasil pengobatan

Pendekatan diagnostik berdasarkan tuntutan hasil laboratorium 1

Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik

merupakan cara yang ideal tapi memerlukan fasilitas dan keterampilan klinis yang cukup.

Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokrom mikrositer1

9. Diagnosis kerja

Anemia defisiensi besi (ADB) yaitu anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan

besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya

Page 24: Makalah 1 Seminar EMG

mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia hipokromik

mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia defisiensi besi

merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di daerah tropik atau negara dunia

ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih

dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan dan

dampak sosial yang sangat serius.1

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap

diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar

hemoglobin atau hematokrit. Cutt off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah

kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,

sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.1

Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan

tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin

et al) sebagai berikut:

Anemia hipokrom mikrositer pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV<80fl dan

MCH<31% dengan salah satu dari A,B,C, atau D:

A. Dua dari tiga parameter di bawah ini:

Besi serum <50mg/dl

TIBC >350mg/dl

Saturasi transferin: <15%, atau

B. Feritin serum <20mg/I, atau

C. Pengecatan sumsum tulang dengan Biru Perusia (Perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

D. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang

setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.

Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tapi

merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta

kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun

dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1

Page 25: Makalah 1 Seminar EMG

Untuk pasien dewasa, fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi, anamnesis

tengtang menstruasi sangat penting. Kalau perlu dilakukan pemeriksaan genekologi. Untuk laki-

laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang.

Tidak cukup hanya dilakkan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tapi

sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif seperti misalnya teknik Kato-Katz untuk

menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap

sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing tambang

sebagai penyebab utama jika ditemukan telur pergram feses (TPG) atau egg pe rgram faces

(EPG) >2000 pada perempuan dan > 4000 pada laki-laki. Dalam satu penilitian lapangan

ditemukan hubungn yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi pada

laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada prempuan.1 Anemia akibat cacing tambang

(hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

berat. Anemia akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning

pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium disamping tanda-tanda defisiensi besi juga

disertai eosinofilia.1

10. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia

defisiensi besi adalah:

a. Terapi kausal: terapai terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,

kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali

b. Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy)

Medikamentosa

Terapi besi oral 1

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan

aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat

pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg.

Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas

Page 26: Makalah 1 Seminar EMG

ferosus 3x200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan

eritropoesis dua sampai tiga kali normal.

Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous

succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir

sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap

memberikan efek samping yang lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi.

Preparat besi oral sebainya diberikan saat lambung kososng, tapi efek samping lebih

sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami

intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.

Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai

pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat

berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan

saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai

12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis

pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis

pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi

dapat diberikan preparat vitammin C, tapi dapat meningkatkan efek samping terapi.

Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung besi.

Terapi besi parenteral

Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan

harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini, maka besi parenteral hanya diberikan pada

indikasi tertentu. Indikasi pemberin besi parenteral adalah:

Intoleransi terhadap pemberian besi oral

Kepatuhan terhadap obat yang rendah

Gangguan pencernaan seperti koilitis ulseratif yang dapat kambuh jika

diberikan besi

Penyerapan besi terganggu misalnya pada gastrektomi

Page 27: Makalah 1 Seminar EMG

Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup

dikompensasi oleh pemberian oral, seperti misalnya pada hereditary

hemorrhagic telengiectasia

kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehemilan

trimester tiga atau sebelum operasi

defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoeitin pada anemia

gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50mg besi/ml),

iron sorbital citric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose

yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau

intravena perlahan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan

memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi

anafilaksis meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala,

flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.1Terapi besi parenteral bertujuan

mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. dosis

yang dibserikan dapat dihitung menggunakan dosis:

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB X 2.4 + 500 atau 1000 mg

11. Komplikasi

Anemia kekurangan zat besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot tergantung,

pada tingkat yang lebih besar dari pada orang sehat, setelah metabolisme

anaerobik. Hal ini diyakini terjadi karena kekurangan zat besi yang mengandung

enzim pernafasan sebagai penyebab lebih utama daripada anemia.7

Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan meningkatkan terjadinya

insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat memperburuk

status paru pasien dengan penyakit paru kronis.7

Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada pasien kekurangan

zat besi. Kuku menjadi rapuh atau longitudinal bergerigi dengan perkembangan

koilonychia (kuku sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan

Page 28: Makalah 1 Seminar EMG

kelihatan mengkilap. Angular stomatitis dapat terjadi dengan celah di sudut

mulut. Disfagia mungkin terjadi bila memakan makanan padat, dengan anyaman

(webbing) dari mukosa pada persimpangan hipofaring dan esofagus (Plummer-

Vinson sindrom); ini telah dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah

esofagus. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan

progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor intrinsik dan pembentukan antibodi

terhadap sel parietal lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul.7

Itoleransi terhadap dingin berkembang pada satu dari lima pasien dengan anemia

kekurangan zat besi kronis dengan manifestasi gangguan vasomotor, nyeri

neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.7

Gangguan fungsi kekebalan dilaporkan pada pasien yang kekurangan zat besi, dan

ada laporan bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa ini adalah

langsung disebabkan oleh kekurangan zat besi tidak meyakinkan karena adanya

faktor lain.7,8

Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku.

Perkembangan neurologis akan terganggu pada bayi dan kinerja skolastik berkurang

pada anak usia sekolah. IQ anak-anak sekolah kekurangan zat besi dilaporkan

sebagai signifikan kurang dari rekan-rekan nonanemia. Gangguan perilaku

bermanifestasi sebagai gangguan defisit perhatian. Pertumbuhan terganggu pada

bayi dengan defisiensi besi.7,8

Masalah jantung. Anemia kekurangan zat besi dapat menyebabkan detak jantung

yang cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk

mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah. Hal ini

dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.8

Masalah selama kehamilan. Pada wanita hamil, anemia defisiensi besi dikaitkan

dengan kelahiran prematur dan bayi berat badan lahir rendah. Tetapi kondisi ini

mudah dicegah pada wanita hamil yeng menerima suplemen zat besi sebagai bagian

dari perawatan pralahir mereka.8

12. Pencegahan 1,7,8

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat, maka diperlukan suatu

tindakan pencegahan yang padu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:

Page 29: Makalah 1 Seminar EMG

a) Pendidikan kesehatan:

- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan

kerja, misalnya dengan pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit

cacing tambang

- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi

b) Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering

dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan

pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi

c) Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,

seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak

balita memakai pil besi dan folat.

d) Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan.

Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti dan bubuk susu dengan

besi.

B. MENOMETRORHAGIA

Definisi

Menometrorhagia adalah hipermenorhea atau menoragia adalah perdarahan haid yang

lebih banyak dari normal/lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). (Prawirohardjo, 2005).

Menometrorhagia adalah perdarahan dari rahim yang terjadi pada waktu haid juga pada saat-

saat lain (Dorland, 2000). Menometrorhagia adalah perdarahan uterus yang tidak sesuai waktu

tetapi dalam jumlah yang banyak (Manuaba, 2001).

Etiologi

Menurut Safitri (2009), menometrorhagia kebanyakan terjadi karena ketidakseimbangan

hormonal yang mempengaruhi siklus haid.

1. Penyebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan :

a. Servik uteri, seperti karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip serviks, erosi pada

portio, ulkus portio uteri, dan kanker serviks

Page 30: Makalah 1 Seminar EMG

b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, mola hidatidosa,

koriokarsinoma, hyperplasia endometrium, sarcoma uteri, mioma uteri

c. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba

d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium.

2. Penyebab perdarahan disfungsional

Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan

disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause, nama lainnya

disebut “metropathia haemorrhagica cystica” atau folikel persisten.

Perdarahan disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk :

a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction bleeding)

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tanpa ada sebab-

sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologi.

- Korpus lutheum persistens

Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium

yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur

(irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan.

- Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual spotting, menorhagia dan

polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh

gangguan LH releasing factor.

- Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh

darah dalam uterus.

- Kelainan darah seperti anemia, gangguan pembekuan darah purpura trombosit openik.

b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond bleeding).

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium dengan

menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu. Timbul perdarahan yang kadang-

kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Folikel-folikel

mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia kemudian diganti dengan folikel-

folikel yang baru. Endometrium tumbuh terus dibawah pengaruh estrogen yang lama

kelamaan menjadi hyperplasia endometrium. Dapat disimpulkan bahwa itu perdarahan

anovulatoar, jika dilakukan kerokan dan diambil sediaan darah yang diperoleh saat

kerokan.Pada wanita dalam masa pubertas, untuk membuat diagnosa tidak perlu

Page 31: Makalah 1 Seminar EMG

dilakukan kerokan. Tapi pada wanita yang berumur 20-40 tahun kemungkinan bisa polip,

mioma, dan sebagainya. Pada wanita dalam masa pramenopause dorongan untuk

melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada atau tidaknya tumor ganas.

c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.

(Prawirohardjo, 2005)

BAB V

KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia

hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. Hal ini

semua terdapat dalam kasus pasien di atas. Anemia hanya sebagai gejala, jadi untuk diagnosis

harus sebisa mungkin dicari penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi yang

dialami pasien. Preparat besi oral merupakan terapi pilihan utama, namu jika ada indikasi

tertentu, pemberian parenteral dapat dipertimbangkan. Selain itu perubahan dalam diet adalah

sangat penting dan signifikan untuk membantu proses penyembuhan dan sekaligus sebagai

langkah pencegahan.

Page 32: Makalah 1 Seminar EMG

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus Simadibrata, Setiati S, Bakta M I, et

all. Pendekatan Terhadap Pasein Anemia dan Anemia Defisisnesi Besi, dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publisihing, Jakarta. Cetakan 1 November 2009; p1109-

1115, 1127-1137

2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J. Iron deficiency anemia. Harrison's principles of internal

medicine. 17th ed. McGraw Hill 2008: p 1919-21

3. Hoffbrand A.V, Pettit Johon E, Vyes P. Hypochromic Anemias dalam Atlas of Clinical

Hematology. Elsavier 4th ed 2010: p 75-80

4. Sudiono H, Iskandar Ign, Edward H, Halim S.L, Santoso R. Penuntun Patologi Klinik

Hematologi, Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Biro Publikasi

UKRIDA, Jakarta. Cetakan kedua 2007; p 103-111

5. Handayani w, Haribowo Andi S. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sel

Darah Merah dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sitem Hematologi. Slemba Medika, Jakarta 2008: p 50-54

6. Mehta Atul B, Hoffbrand A.V. General Aspects Of Red Cell dan Iron I: Physiology and

Deficiency dalam Hematology at a Glance. Wiley-Blackwell 3rd ed 2009: p 26-29

7. Kumar V, Cotran Ramzi S, Robbins Stenly L. Anemia Defisiensi zat Besi dan Anemia

Pada Penyakit Kronik dalam Buku Ajar Patologi Robbins. Penerbit Buku Kedokteran

ECG, Jakarta 7th ed cetakan 1 2007: p 459-461

8. Conrad Marcel E, Besa Emmanuel C. Iron Deficiency Anemia. August 2009. Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com, 2 April 2011.

Page 33: Makalah 1 Seminar EMG

9. Harms Roger W, Berge Kenneth G, et al. Iron Deficiency Anemia. March 2011.

Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-anemia, 3 Maret 2011.

10. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta, 1995; p 236-

237.