makalah kankou docx
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.I KABUPATEN KLATEN
Kabupaten Klaten (Bahasa Jawa: Klathèn), adalah sebuah kabupaten megapolitan di
Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Klaten terletak diantara 110°30'-110°45'
Bujur Timur dan 7°30'-7°45' Lintang Selatan.
Luas wilayah kabupaten Klaten mencapai 665,56 km2. Di sebelah timur berbatasan
dengan kabupaten Sukoharjo. Di sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Gunungkidul
(Daerah Istimewa Yogyakarta). Di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sleman
(Daerah Istimewa Yogyakarta) dan di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Boyolali.
Menurut topografi kabupaten Klaten terletak diantara gunung Merapi dan pegunungan
Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter diatas permukaan laut yang terbagi menjadi
wilayah lereng Gunung Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan wilayah
berbukit di bagian selatan.
Ditinjau dari ketinggiannya, wilayah kabupaten Klaten terdiri dari dataran dan
pegunungan, dan berada dalam ketinggian yang bervariasi, yaitu 9,72% terletak di ketinggian
0-100 meter dari permukaan air laut. 77,52% terletak di ketinggian 100-500 meter dari
permukaan air laut dan 12,76% terletak di ketinggian 500-1000 meter dari permukaan air
laut.
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan
kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata 28°-30° Celsius dengan
kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan
Januari (350mm) dan curah hujan terrendah bulan Juli (8mm)
Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah dan tanah bergelombang.
Bagian barat laut merupakan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Merapi. Ibukota
kabupaten ini berada di jalur utama Solo-Yogyakarta. Kabupaten Klaten terdiri atas 26
kecamatan, yang dibagi lagi atas 391 desa dan 10 kelurahan. Ibukota kabupaten ini adalah
Klaten, yang sebenarnya terdiri atas tiga kecamatan yaitu Klaten Utara, Klaten Tengah, dan
Klaten Selatan.
Asal mula nama
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama Klaten. Versi pertama
mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelati atau buah bibir. Kata kelati ini kemudian
mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal
karena kesuburannya.
Versi kedua menyebutkan Klaten berasal dari kota Melati. Kata Melati kemudian
berubah menjadi Mlati. Berubah lagi jadi kata Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati
berubah menjadi kata Klaten. Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orangtua sebagaimana
dikutip dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Setda Kab.
Dati II Klaten Tahun 1992/1993.
Melati adalah nama seorang kyai yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang
di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Kyai Melati Sekolekan, nama lengkap
dari Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang yang tinggal di
sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi Klaten yang sekarang.
Dukuh tempat tinggal Kyai Melati oleh masyarakat setempat lantas diberi nama
Sekolekan. Nama Sekolekan adalah bagian darinama Kyai Melati Sekolekan. Sekolekan
kemudian berkembang menjadi Sekalekan, sehingga sampai sekarang nama dukuh itu adalah
Sekalekan. Di Dukuh Sekalekan itu pula Kyai Melati dimakamkan.
Kyai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur dan lagi sakti. Karena kesaktiannya
itu perkampungan itu aman dari gangguan perampok. Setelah meninggal dunia, Kyai Melati
dikuburkan di dekat tempat tinggalnya.
Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada
penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Selama ini kegiatan
peringatan tentang Klaten diambil dari hari jadi pemerintah Kab Klaten, yang dimulai dari
awal terbentuknya pemerintahan daerah otonom tahun 1950.
2.2 PARIWISATA DI KLATEN
Kota Klaten mempunyai beberapa tempat pariwisata yang terkenal antara lain:
A. RAWA JOMBOR
Terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat yang dilatar belakangi oleh pegunungan
kapur.
Jarak ± : 8 km ke arah tenggara dari kota Klaten
Luas kawasan : 198 ha
Panjang tanggul : 7,5 km
Lebar tanggul : 12 m
Kedalam : 4,5 m
Daya tampung air : 4.000.000 m3
Kata "Rowo" berasal dari Bahasa Jawa yang berarti rawa. Rowo Jombor merupakan
danau kecil (situ) yang berjarak kurang lebih 15 Km di sebelah selatan Kota Klaten. Kawasan
Jombor merupakan salah satu ikon pariwisata Klaten, disamping Candi Prambanan, Deles
Indah, dan Pemancingan Janti. Lokasi wisata yang berada sekitar delapan kilometer di
tenggara Kota Klaten ini, menawarkan suguhan baru. Pemancingan di atas rawa. Obyek
wisata kuliner ini terkenal dengan nama Warung Apung. Disebut begitu, karena untuk sampai
di tempat makan itu, wisatawan harus menyeberang dengan rakit bambu.
Warung apung sebetulnya hanyalah sebuah bangunan yang mengapung di atas air. Namun
warung apung di Rawa Jombor ini memberikan daya tarik tersendiri berikut nuansa kuliner
yang ditawarkan. Jumlah warung apung di Rawa Jombor ini cukup banyak dan dibatasi per
kapling, para pengunjung tinggal memilih warung apung yang akan dijadikan tempat untuk
menikmati wisata kuliner di Rawa Jombor.
Konsep warung apung ditempat ini dengan mengikat beratus-ratus drum kosong kemudian
diberi alas kayu dan atap sehingga mirip seperti bangunan semi permanen. Kemudian
diapungkan sedikit ke tengah rawa kira-kira 20-30 meter dari tepi rawa. Untuk menuju
warung apung dengan menggunakan rakit atau perahu yang ditarik dengan tali di kedua sisi.
Di warung apung Rawa Jombor ini juga disediakan alat untuk memancing beserta
umpannya untuk memancing di rawa ini. Bila beruntung anda bisa mendapatkan ikan dalam
ukuran besar, namun kebanyakan orang yang mencoba memancing hanya mendapatkan ikan
yang berukuran kecil.
Ikan yang dipancing bukan berasal dari kolam yang dibuat oleh penyedia warung apung
dari jaring namun berasal dari rawa. Susahnya mencari ikan di Rawa Jombor diakibatkan air
rawa terlihat keruh, berwarna kehijauan dan beberapa bagian rawa telah mengalami
pendangkalan. Diperparah dengan pertumbuhan enceng gondok di beberapa bagian rawa
yang tidak digunakan untuk warung apung. Mengakibatkan banyak orang tidak mengetahui
bahwa Rawa Jombor merupakan rawa atau telaga yang terbentuk secara alami bukan buatan.
Namun dibalik permasalahan yang terjadi di Rawa Jombor, pesona kuliner yang ada
memang cukup menggoda. Hidangan kuliner berupa ikan nila bakar, bawal bakar, lele bakar,
udang air tawar, dan masih banyak hidangan ikan air tawar dimasak dengan bumbu khas
daerah sekitar cukup enak dan unik untuk dinikmati.
Rowo Jombor setiap hari cukup ramai dikunjungi warga Klaten dan sekitarnya untuk
melepas penat dan sekedar makan di Warung Apung menikmati kelezatan beberapa ikan
bakar. Pada musim lebaran, beberapa event menarik digelar di kawasan ini dan dibukit kecil
disebelah rowo, event tersebut antara lain sebar ketupat dan malam meriah (maleman).
Di lingkungan Obyek wisata Rowo Jombor terdapat :
a. Rumah Minangkabau
Rumah ini dibangun pada waktu Gubernur Muchtar tahun 1958 yang digunakan sebagai
tempat pertemuan dan rekreasi
b. Taman Rekreasi anak anak di Bukit Sidoguro
c. Gua Kendil dan Gua Payung
Yaitu gua alam yang berbentuk Kendil dan Payung yang terletak di sebelah selatan bukit
Sidoguro.
d. Sendang Bulus Jimbung
Sendang ini terletak di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes.
Luas Sendang 9 m x 8 m = 72 m2
Luas Kawasan 1.000 m2
Dihuni bulus yang bernama Nyi dan Ki Poleng, tempat ini digunakan untuk kegiatan
upacara Tradisional Syawalan.
B. CANDI PLAOSAN
Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh
Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi Sewu atau
Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara
(pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah
candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri
Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram
Kuno.
Candi Plaosan ditemukan pada pertengahan abad ke 19, dibangun oleh Rakai
Panangkaran sebagai hadiah untuk Permaisuri yang memeluk Agama Budha. Pada Candi
sebelah utara wisatawan akan mendapati tulisa Asthupa Sri Maharaja Rakai Pikatan, dan
Anumoda Rakai Gurunwangi Dayli Sidu. Kata-kata dari Rakai Penangkaran ini ditujukan
kepada permaisurinya Rakai Pikatan. Kompleks candi yang dibangun kurang lebih 900 tahun
silam ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul.
a. Candi Plaosan Lor
Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki dua candi utama. Candi yang terletak di
sebelah kiri (di sebelah utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang
menggambarkan tokoh-tokoh wanita, dan candi yang terletak di sebelah kanan (selatan)
dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-tokoh laki-laki. Di
bagian utara kompleks terdapat masih selasar terbuka dengan beberapa arca buddhis. Kedua
candi induk ini dikelilingi oleh 116 stupa perwara serta 50 buah candi perwara, juga parit
buatan.
Pada masing-masing candi induk terdapat 6 patung/arca Dhyani Boddhisatwa.
Walaupun candi ini adalah candi Buddha, tetapi gaya arsitekturnya merupakan perpaduan
antara agama Buddha dan Hindu.
Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada tahun 1962 oleh Dinas Purbakala. Sementara
itu, Candi Induk Selatan dipugar pada tahun 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Tengah.
b. Candi Plaosan Kidul
Berbeda dari Candi Plaosan Lor, Candi Plaosan Kidul belum diketahui memiliki candi
induk. Pada kompleks ini terdapat beberapa perwara berbentuk candi dan stupa. Sebagian di
antara candi perwara telah dipugar.
Candi ini dipugar, dan selesai pemugaran pada tanggal 9 Oktober 1960. Dengan tinggi
candi induk kurang lebih 22 meter, dengan dasar/ denah 21,5 meter kali 14,5 meter. Bentuk
candi ini menyerupai candi sari di Yogyakarta. Yang berbentuk segi panjang dan bertingkat
II, mempunyai 3 (tiga) area Dyani Buddhi Sarrwa yang bersikap duduk, sedangkan arca yang
bagian tengah telah hilang.
C. CANDI SEWU
Candi Sewu adalah candi Budha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya
delapan ratus meter di sebelah utara candi Prambanan. Candi Sewu merupakan komplek
candi Buddha terbesar kedua setelah candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia
lebih tua daripada candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat
setempat candi ini dinamakan Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa.
Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Sejarah
Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama
asli bangunan ini adalah “Manjus’ri grha” (Rumah Manjusri). Manjusri adalah salah satu
Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8
masehi pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746 – 784)
adalah raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Kompleks candi ini mungkin
dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang pangeran
dari dinasti Sanjaya yang menikahi Pramodhawardhani dari dinasti Sailendra. Setelah dinasti
Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang
bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan
bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan
adanya toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu
diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama Buddha yang
penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng
selatan gunung Merapi di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan
Yogyakarta dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan
situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor
keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.
Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan Mei 2006 di Yogyakarta. Kerusakan
struktur bangunan sangat nyata dan candi utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan
bebatuan berserakan di atas tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat. Untuk
mencegah keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat sudut bangunan untuk
menunjang dan menahan tubuh candi utama. Meskipun situs dibuka kembali untuk
pengunjung beberapa pekan kemudian setelah gempa pada tahun 2006, seluruh bagian candi
utama tetap ditutup dan tidak boleh dimasuki demi alasan keamanan.
Kompleks candi
Kompleks candi Sewu adalah kumpulan candi buddha terbesar di kawasan sekitar
Prambanan, dengan bentang ukuran lahan 185 meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat.
Pintu masuk kompleks dapat ditemukan di keempat penjuru mata angin, tetapi jika
mencermati susunan bangunannya, diketahui pintu utama terletak di sisi timur. Tiap pintu
masuk dikawal oleh sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran tinggi sekitar
2 meter ini dalam kondisi yang cukup baik, dan replikanya dapat ditemukan di Keraton
Yogyakarta.
Aslinya terdapat 249 bangunan candi di kompleks ini yang disusun membentuk
mandala, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana. Selain satu candi
utama yang terbesar, pada bentangan poros tengah, utara-selatan dan timur-barat, pada jarak
200 meter satu sama lain, antara baris ke-2 dan ke-3 candi Perwara (pengawal) kecil terdapat
8 Candi Penjuru atau disebut juga Candi Perwara Utama, candi-candi ini ukurannya kedua
terbesar setelah candi utama. Aslinya di setiap penjuru mata angin terdapat masing-masing
sepasang candi penjuru yang saling berhadapan, tetapi kini hanya candi penjuru kembar timur
dan satu candi penjuru utara yang masih utuh.
Candi perwara (pengawal) yang berukuran lebih kecil aslinya terdiri atas 240 buah
dengan disain yang hampir serupa dan tersusun atas empat barisan yang konsentris. Dilihat
dari bagian terdalam (tengah), baris pertama terdiri atas 28 candi, dan baris kedua terdiri atas
44 candi yang tersusun dengan interval jarak tertentu. Dua barisan terluar, baris ketiga terdiri
dari 80 candi, sedangkan baris keempat yang terluar terdiri atas 88 candi-candi kecil yang
disusun berdekatan. Beberapa candi perwara ini telah dipugar dan berdiri, sedangkan
sebagian besar lainnya masih berupa batu-batu berserakan.
Dari keempat baris candi perwara ini, baris keempat (terluar) memiliki rancang
bentuk yang serupa dengan baris pertama (terdalam), yaitu pada bagian penampang gawang
pintunya, sedangkan baris kedua dan ketiga memiliki rancang bentuk yang lebih tinggi
dengan gawang pintu yang berbeda. Banyak patung dan ornamen yang telah hilang dan
susunannya telah berubah. Arca-arca buddha yang dulu mengisi candi-candi ini mengkin
serupa dengan arca buddha di Borobudur.
Candi-candi yang lebih kecil ini mengelilingi candi utama yang paling besar tapi
beberapa bagiannya sudah tidak utuh lagi. Di balik barisan ke-4 candi kecil terdapat pelataran
beralas batu dan ditengahnya berdiri candi utama.
Candi utama
Candi utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang
yang berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap penjuru mata
angin terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar, masing-masing dengan tangga dan
ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan stupa. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit.
Ruangan di empat penjuru mata angin ini saling terhubungkan oleh galeri sudut berpagar
langkan. Berdasarkan temuan pada saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan
hanya berupa candi utama berkamar tunggal. Candi ini kemudian diperluas dengan
menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya. Pintu dibuat untuk menghubungkan
bangunan tambahan dengan candi utama dan menciptakan bangunan candi utama dengan
lima ruang. Ruangan utama di tengah lebih besar dengan atap yang lebih tinggi, dan dapat
dimasuki melalui ruang timur. Kini tidak terdapat patung di kelima ruangan ini.[2]. Akan
tetapi berdasarkan adanya landasan atau singgasana batu berukir teratai di ruangan utama,
diduga dahulu dalam ruangan ini terdapat arca buddha dari bahan perunggu yang tingginya
mencapai 4 meter. Akan tetapi kini arca itu telah hilang, mungkin telah dijarah untuk
mengambil logamnya sejak berabad-abad lalu.
D. MUSEUM GULA JAWA TENGAH GONDANG WINANGOEN
Banyak daerah memiliki pabrik gula. Tapi hanya Klaten, Jawa Tengah yang memiliki
Museum Gula. Beragam koleksinya dapat membuat kita kagum dan bangga. Museum Gula
Jawa Tengah terletak di lingkungan kompleks Pabrik Gula Gondang Baru Klaten, termasuk
dalam wilayah Desa Gondang Baru, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten.Letak museum
sangat strategis karena berada persis tepi jalan utama/ jalan raya yang menghubungkan kota
Yogyakarta dengan Kota Solo.
Pendirian Museum Gula Jawa Tengah dilandasi, pertimbangan bahwa perkembangan
industri sebagai data untuk pengembangan lebih lanjut. Gagasan pertama dimulculkan oleh
Gubernur Propinsi Jawa Tengah yang kala itu dijabat oleh Bapak Soepardjo Roestam dengan
dukungan penuh dari Bapak Ir. Waryatno, direktur utama PTP. XV – XVI (persero).
Peresmian berdirinya museum dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1986, bertepatan
dengan diadakannya Kongres Internasional Soceity of Sugar Cane Technologist (ISSCT) di
Pasuruan Jawa Timur yangd ihadiri para ahli gula seluruh dunia.
Museum Gula Jawa Tengan menempati sebuah bangunan lama, yaitu bangunan bekas
tempat tinggal yang bergaya arsitektur klasik Eropa. Bangunan museum didirikan di atas
areal tanah seluas 1.261,20 meter persegi dengan luas bangunan 240 meter persegi yang
terdiri dari ruang pameran tetap, perpustakaan, lavotary, dan musholla, seta dilengkapi
dengan ruang auditorium seluas 753 meter persegi. Status penyelenggaraan museum
dilaksanakan oleh PTP. XV – XVI (Persero)yang berkedudukan di Surakarta dan dikelola
oleh Pabrik Gula Gondang Baru Klaten.
Dilihat dari jenis koleksinya, museum Gula Jawa Tengah termasuk jenis museum khusus
dengan bercirikan teknologi. Koleksi-koleksinya terdiri dari peralatan tradisional penanaman
tebu bibit tebu, peralatan tradisional pemeliharaan tanaman tebu dan alat-alat, mekanisme
atau fabrikasi dari pabrik gula, serta beberapa foto penunjang. Foto-foto penunjang, antara
lain: foto pabrik gula lama, foto upacara giling pertama, tiruan visualisasi ruang administrasi
lama dan lain-lain.
Setelah membubuhkan nama, alamat, tanda tangan serta membayar tanda masuk seharga
Rp. 3.500,- pengunjung akan dipandu petugas berkeliling museum. Di dalam ruang
pendaftaran s, ada berbagai koleksi yang dapat disimak, mulai dari maket pabrik gula (secara
umum), beberapa toples berisi beberapa produk pabrik gula sampai limbahnya (seperti gula
pasir, tetes tebu, ampas tebu, dsb), hingga koleksi macam-macam tanda mata dari
pengunjung.
Di ruang berikutnya, pengunjung dapat menyaksikan maket pabrik gula Baturaja,
Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Masih di ruang yang sama, dipajang koleksi yang
berhubungan dengan proses produksi gula, sejak dari masa penanaman hingga pembuatan
gula. Tak hanya alat pertanian yang digunakan dalam bercocok tanam tebu, bahkan sejumlah
hama pengganggu tanaman juga dipajang.
Selain itu ada mesin-mesin yang digunakan di sebuah pabrik gula (manual-modern) dan
alat laboratorium. Terlebih lagi di ruang berikutnya. Beberapa koleksi di ruang ini mungkin
dapat membangkitkan kenangan masa kecil. Sebab disana dipamerkan berbagai jenis
perangkat kerja seperti mesin ketik, mesin hitung, juga alat hitung manual yang semuanya
terlihat antik. Beberapa diantaranya dibuat tahun 1900-an.
Di sebelahnya, dipajang meja kerja berikut beberapa peralatan kerja, foto-foto kepala
pabrik gula, dari pejabat pertama hingga terkini. Disana juga ada sepasang topi dan tongkat
yang digunakan Pak Sinder (istilah/jabatan untuk supervisor perkebunan). Topi dan tongkat
ini mungkin mengingatkan kita pada kakek, atau orang tua teman yang kebetulan memiliki
jabatan serupa. Saat ini, asesoris kostum tersebut kerap dipakai dalam film/sinetron ber-
setting zaman kolonial. Beberapa koleksi dipajang diluar bangunan. Dekat dengan pintu
masuk, ada alat pembuat gula dengan sistem manual. Menurut Bimo, petugas museum yang
menemani TC saat berkunjung ke Museum Gula baru-baru ini, gula yang dihasilkan dari alat
tradisional tersebut secara fisik mirip gula merah (gula Jawa) tapi bahannya dari tebu. Tak
kalah menariknya, adalah koleksi yang ada di sebelah kiri bangunan museum. Disana ada
Simbah (lokomotif kuno) yang menurut MURI dibuat Backer dan Rubb Prada Nederland
tahun 1889. Tapi menurut Bimo, di loko tersebut tak ada catatan tahun pembuatannya.
Museum Gula masih punya koleksi lain yang tak kalah menarik. Ada loko buatan Jerman
produksi tahun 1901, pedati (semacam gerobak yang digerakkan dengan sapi/kerbau), yang
digunakan sebagai pengangkut tebu dari ladang ke pabrik, dan alat transportasi untuk
inspeksi di perkebunan.
Saksi Kejayaan
Sekitar lebih dari tiga setengah abad bangsa Indonesia dijajah kolonial Belanda.
Sekitar itu pula beragam kekayaan bumi khatulistiwa ini dieksploitasi. Salah satunya tebu
yang dapat diolah menjadi gula (disamping produk lain seperti vetsin, minuman dll).
Tak heran, pada pertengahan abad XIX, di Indonesia (sebagai salah satu wilayah
Hindia Belanda) hanyak didirikan industri gula. Tidak tanggung-tanggung, Belanda
menerapkan teknologi paling canggih yang dimilikinya, hingga Indonesia menjadi produsen
gula terbesar di dunia kala itu.
Bukti banyaknya pabrik gula di Indonesia ada di berbagai kota, bahkan masih
beroperasi hingga kini. Beberapa diantaranya Pabrik Gula (PG) Madu Kismo (Yogyakarta),
PG Tasik Madu (Karanganyar, Jawa Tengah), PG Pangka (Tegal, Jawa Tengah), dan tentu
saja Pabrik Gula Gondang Baru yang ada di Jl. Raya Yogya-Solo, Dustin Gondawinangun,
Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini. Yang disebut terakhir sudah ada
sejak tahun 1860.
ALAMAT :
d.a Pabrik Gula Gondang Baru
Jalan Raya Jogja – Solo Km. 25, Klaten – Jawa Tengah
Telepon 072-322328
JAM KUNJUNG :
Senin – Kamis: 08.00 – 13.30 WIB
Jumat: 08.00 – 11.00
Sabtu: Pk. 08.00 – 12.30
E. YAQOWIYU
Terletak di Dukuh Jatinom, Kalurahan Jatinom Kecamatan Jatinom
Jarak dari kota Klaten ± 9 km
Luas kawasan 5 ha
Diadakan Pada hari Jumat tiap tiap pertengahan bulan Sapar
Bentuk Upacara adat
Sifat Rutin tiap tiap tahun
Jumlah pengunjung ± 50.000 orang tiap tiap tahun
Sebuah tradisi yang masih dilestarikan masyarakat di daerah Jatinom, Klaten, Jawa
Tengah adalah Yaqowiyu. Inti acara sebenarnya adalah peringatan haul Ki Ageng Gribig,
tokoh penyebar islam di wilayah itu. Tetapi yang akhirnya menjadi semacam ikon kegiatan
ini adalah ritual penyebaran kue apem dan diperebutkan oleh pengunjung yang hadir. Acara
ini diadakan tiap tahun tepatnya pada hari Jumat yang paling dekat dengan tanggal 15 bulan
Shafar pada penanggalan Hijriah.
Rangkaian Acara Upacara
Rangkaian acara diawali dengan nyekar ke makam Ki Ageng Gribig dan dilanjutkan
dengan pengajian di Masjid Gedhe peninggalan sang kyai pada hari Kamis sebelumnya.
Puncak acara dimulai dengan shalat Jumat bersama di Masjid Gedhe. Selesai jumatan,
gunungan lanang, dikenal dengan nama Ki Kiyat, dan gunungan wadon, dikenal dengan
nama Nyi Kiyat, yang telah disemayamkan semalam di dekat masjid, diarak menuruni tangga
menuju panggung di lapangan Sendang Plampeyan (tanah lapang di pinggir Kali Soka, di
selatan masjid dan makam Ki Ageng Gribig). Penyusunan gunungan apem itu juga ada
artinya, apem disusun menurun seperti sate 4-2-4-4-3 maksudnya jumlah rakaat dalam shalat
isa/ subuh/ zuhur/ ashar/ dan magrib.
Arak-arakan terdiri dari peraga Ki Ageng Gribig, Bupati, Muspida, kedua gunungan,
putri domas, dan para pengawal. Kemudian peraga Ki Ageng Gribig memimpin doa bersama.
Selanjutnya, dia menyerahkan apem yang ditempatkan dalam panjang ilang (keranjang
terbuat dari janur) kepada Bupati Klaten. Bupati mengawali upacara penyebaran dengan
melempar apem dalam panjang ilang kepada pengunjung. Kemudian, petugas penyebar yang
berada di dua menara segera mengikutinya dengan melemparkan ribuan apem. Ribuan
pengunjung pun tanpa dikomando berebut apem, bahkan sampai terinjak kakinya atau
bertabrakan gara-gara ingin menangkap apem. Suasana rebutan apem benar-benar meriah.
Dalam waktu singkat 4 ton apem sumbangan dari para warga sekitar habis tak tersisa.
Sejarah Peristiwa Yaqowiyu
Konon menurut sejarah suatu hari di bulan Safar Ki Ageng Gribig yang merupakan
keturunan Prabu Brawijaya kembali dari perjalanannya ke tanah suci ia membawa oleh-oleh
3 buah makanan dari sana. Sayangnya saat akan dibagikan kepada penduduk, jumlahnya tak
memadai bersama sang istri iapun membuat kue sejenis. Kue-kue inilah yang kemudian
disebarkan kepada penduduk setempat yang berebutan mendapatkannya sambil menyebarkan
kue-kue ini iapun meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya “tuhan berilah kekuatan”
Makanan ini kemudian dikenal dengan nama apem saduran bahasa arab “affan” yang
bermakna ampunan tujuannya agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada sang
pencipta. Perayaan yang dipusatkan di kompleks makam Kyai Ageng Gribig ini biasanya
dihadiri Bupati beserta pejabat Kabupaten Klaten agar lebih meramaikan suasana dan
mendekatkan diri kepada rakyat.
Adanya upacara ini dinamakan Yaqowiyu diambil dari doa Kyai Ageng Gribig
sebagai penutup pengajian yang berbunyi : Ya qowiyu Yaa Assis qowina wal muslimin, Ya
qowiyyu warsuqna wal muslimin, yang artinya : Ya Tuhan berikanlah kekuatan kepada kita
segenap kaum muslimin, doa tamu itu dihormati dengan hidangan kue roti, dan ternyata
hidangannya kurang, sedang tamunya masih banyak yang belum menerimanya. Nyai Ageng
segera membuat kue apem yang masih dalam keadaan hangat untuk dihidangkan kepada para
tamu undangan tersebut. Majelis pengajian ini sampai sekarang setiap tahunnya masih
berjalan, yang dilakukan pada malam Jumat dan menjelang sholat Jumat pada pertengahan
bulan Sapar, setiap tahunnya Doa Kyai Ageng Gribig itu dibacakan dihadapan hadirin, para
pengunjung kemudian menyebutkan Majelis Pengajian itu dengan sebutan nama :
ONGKOWIYU yang dimaksudkan JONGKO WAHYU atau mencari wahyu. Kemudian oleh
anak turunnya istilah ini dikembalikan pada aslinya yaiut YAQOWIYU.
F. PEMANDIAN COKRO DAN PEMANCINGAN JANTI
Cokro adalah sebuah lokasi pariwisata yang terletak di Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Di
sini dapat ditemukan sebuah pemandian, dengan sumber air langsung dari alam. Air yang
jernih hanya dibuang untuk mengairi sawah atau mandi. Setiap hari bisa diperkirakan ribuan
m³ mengalir ke sungai. Sebagian air di sini juga telah digunakan untuk air minum penduduk
Kota Surakarta. Tempat ini dikenal dengan nama Umbul Ingas/Umbul Cokro.
Obyek wisata Mata Air Cokro Jaraknya ± 17 km kearah utara dari kota Klaten. Terletak
Di Desa Cokro Kecamatan Tulung. Memiliki luas ± 15.000 m2 , merupakan salah satu obyek
wisata favorit di Klaten. Kawasan wisata air ini selalu ramai karena lokasinya sejuk, bermata
air jernih dan pemandangan alur sungai yang indah.
Kesejukan Obyek wisata Mata Air Cokro banyak dipengaruhi pepohonan besar yang
dilestarikan oleh pengelola sumber mata air yang juga meng hidupi warga Kota Surakarta,
Selain tempatnya yang nyaman ka rena dikelilingi puluhan pohon raksasa yang menjulang
tinggi , mata airnya terus meng alir memenuhi tempat permandian. Be nar-benar jernih dan
menyegarkan
Pada awalnya objek wisata Mata Air Cokro hanyalah berupa kolam yang bersumber dari
sebuah mata air yang mengalir. Kini, pemerintah daerah Klaten telah membangunnya
menjadi sebuah komplek pariwisata modern menyerupai waterboom yang terdapat di kota-
kota besar. Pemandian Cokro Tulung telah dilengkapi dengan kolam renang dan papan
seluncur air dan tong yang secara otomatis menumpahkan airnya jika telah penuh terisi.
Obyek Wisata Mata Air Cokro dengan panorama alamnya yang sejuk dan indah, dan
juga disini ada kolam renang, warung warung untuk santai serta lahan untuk tempat
peristirahatan yang teduh di bawah rindangnya pepohonan yang besar dan kicauan burung.
Obyek wisata ini sangat ramai apabila menjelang bulan puasa tiba banyak pengunjung yang
padusan di obyek ini dengan kepercayaan bahwa puasanya akan dapat lancer tanpa halangan
suatu apapun harinya yaitu (H -2). Fungsinya selain sebagai tempat rekreasi, dan air dari mata
air ini juga dipergunakan untuk air minum Kraton Surakarta Hadiningrat.
Yang sudah tersedia saat ini adalah waterboom dan flying fox (meluncur dari ketinggian
diatas water sliding), water sliding yaitu meluncur kedalam air dan mengikuti arus air. Sejak
penambahan waterboom serta flying fox, makin banyak pengunjung yang datang setiap
harinya. Khususnya jika akhir pekan, Sabtu dan Minggu
Jika hari libur tiba, objek wisata pemandian cokro tulung ini akan didatangi banyak
sekali wisatawan, baik dari daerah Klaten maupun daerah sekitarnya seperti Jogja dan Solo.
Apalagi saat ini, setelah pembangunan wahana yang menyerupai waterboom telah ada,
pemandian cokro tulung menjadi lebih ramai lagi. Bagi yang ingin mencoba tantangan baru,
ada flying fox, meskipun tidak terlalu tinggi, tapi cukup mendebarkan. Anda cukup membayar
biaya Rp. 10.000,- untuk bisa mencobanya.
Biaya tiket masuk per orang di Pemandian Cokro Tulung ini sebesar Rp. 5.000,- dan
biaya parkir sepeda motor sebesar Rp. 2.000,- Kebanyakan pedagang asongan dalam objek
wisata pemandian cokro tulung ini juga menyewakan tikar yang bisa Anda gunakan untuk
duduk-duduk di bawah pohon sebesar Rp. 5.000,- per tikar. Sewa ban ukuran besar Rp.
3.000,- dan ukuran kecilnya Rp. 2.000,- per buahnya.
Untuk memasuki pemandian cokro tulung, Anda akan melintasi sebuah jembatan
gantung yang terbuat dari kayu dan bercat biru sepanjang kurang lebih 25 meter, dengan
tinggi 10 meter dari dasar sungai. Di sepanjang sungai, banyak juga anak muda yang mandi
dan bermain-main di sana.
Wisata Janti
Salah satu tempat wisata klasik yang sudah cuku dikenal di Kota Klaten adalah
Pemancingan Janti di Kecamatan Polanharjo. Pemancingan Janti sudah sejak lama menjadi
alternatif bagi masyarakat Klaten dan sekitarnya (Solo, Jogja, Boyolali, Sukoharjo) untuk
berwisata, mulai dari menghabiskan waktu di akhir pekan, reuni, arisan, pertemuan keluarga,
atau sekedar ingin mancing saja.
Pemancingan Janti terletak di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo dan merupakan salah
satu Desa Wisata di Kota Klaten. Di kampung ini bisa Anda bisa menemukan rumah-rumah
penduduk yang "disulap" menjadi rumah makan lengkap dengan Karena pemancingan,
bahkan di beberapa pemancingan yang cukup besar terdapat kolam renang dan fasilitas
bermain anak-anak.
Karena memang berkonsep tempat jajan, maka pergi ke Janti memang tak bisa
dipisahkan dengan wisata kuliner. Menu makanan yang ditawarkan di setiap rumah
(pemancingan) tentu saja berhubungan dengan ikan air tawar, mulai dari kakap, bawal, lele
hingga gurame baik yang dimasak dengan digoreng maupun di bakar. Keistimewaan dari
makanan tersebut tentu saja berada pada kesegaran ikan yang dimasak, karena ikan-ikan yang
dimasak tersebut diambil langsung dari kolam-kolam langsung.
Selain bisa menikmati kegiatan memancing dan berwisata kuliner, di Desa Janti juga
menawarkan keasrian desa yang begitu hijau dengan hamparan persawahan maupun bunyi
gemericik sungai. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat umbul (mata air) yang bisa
dijadikan tempat berenang atau sekedar bermain air yang tentu saja sensasi yang didapatkan
berbeda jika berenang di kolam renang.
Cara pergi menuju Pemancingan Janti yaitu, karena pemancingan ini berjarak cukup
jauh dari pusat kota Klaten ke arah utara. Apabila berangkat dari Kota Klaten, cukup
mengarahkan kendaraan ke arah GOR lalu menyusuri jalan antar kecamatan menuju
Karanganom lalu Polanharjo. Kondisi jalanan terbilang cukup bagus dan cukup lebar.
Sedangkan apabila berangkat dari Solo, maka jarak tempuh dari jalan utama Jogja - Solo pun
tidak begitu jauh, bisa juga membelokkan kendaraan sesuai dengan papan petunjuk di sekitar
Delanggu untuk menuju ke arah Pemancingan Janti/Pemandingan Cokro/Polanharjo yang
merupakan satu kawasan wisata.
Kawasan Polanharjo terkenal dengan kawasan yang hijau dan banyak memiliki sumber
mata air alami (umbul) sehingga tidak heran air yang mengalir di sungai pun kadang begitu
jernih. Keberadaan sumber mata air jernih itulah yang juga telah membuat Aqua Danone
"mengambil" air di kawasan ini (dalam kemasan botolnya tertulis Mata Air Sigedang,
Klaten).Di samping itu, keberadaan sumber mata air di Kawasan ini pun tentu saja
mempunyai andil bagi produksi pertanian di Kabupaten Klaten, apalagi Kecamatan
Polanharjo ini berbatasan dengan Kecamatan Delanggu yang terkenal dengan berasnya itu.
2.3 MASAKAN KHAS KLATEN
Ayam bakar khas Klaten ini memiliki rasa yang beda. Gurih-gurih manis, dengan
lumuran bumbu yang dicampurkan setelah dibakar. Ayamnya berwarna kecokelatan dengan
lumuran bumbu berwarna cokelat yang harum. Ayam bakar Klaten menggunakan ayam
kampung yang sudah dimasak dengan bumbu-bumbu seperti jinten, ketumbar, bawang
merah, bawang putih, garam dan merica sebelum di bakar.
Ayam ini dimasak bersama dengan santan encer hingga ayamnya empuk. Inilah yang
menjadikan ayam bakar Klaten ini berbeda. Di tahap akhir barulah ditambahkan santan kental
dan dibakar hingga berminyak dan santan menyatu dengan bumbu bergumpal halus. Jika
sudah matang, kemudian disajikan dengan lalapan dan sambal jawa yang berbumbu khas.