makalah blok 20

Upload: calista-sakura

Post on 09-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Nyeri Tekan Suprapubik pada Seorang Anak PerempuanVita Paramitha Teken102012107Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510Email: [email protected]

Pendahuluan Sistem urogenital atau the urinay tract terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Umumnya, infeksi dari sistem saluran kemih dibagi berdasarkan letak anatomisnya: bagian bawah (the lower urinary tract) terdiri dari kandung kemih dan uretra; dan bagian atas (the upper urinary tract) terdiri dari ureter dan ginjal.1Uretra merupakan lokasi dimana terdapatnya berbagai bakteri atau mikroflora yang kerap berkolonisasi di bagian epitelium distal dari uretra. Patogen potensial terdiri dari bakteri batang gram negatif aerob (khususnya Enterobacteriaceae) dan beberapa jenis jamur. Semua area traktus urinarius yang berada diatas dari uretra adalah steril dari bakteri. 1

Gambar 1. Anatomi sistem kemihSumber: http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/yoururinary/

Infeksi saluran kemih, ISK (urinary tract infection, UTI), merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktek umum. Istilah ISK menunjukkan keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Menurut letak anatomis infeksi, bila infeksi ditemukan terdapat pada kandung kemih, istilah penyakit nya disebut sebagai sistitis (cystitis), dan bila infeksi disertai dengan tanda pendarahan, maka disebut sebagai sistitis hemoragika (hemorrhagic cystitis).1Sistitis hemoragika meliputi lokasi traktur urinarius bagian bawah yang disertai dengan hematuria dan gejala infeksinya. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan pada epitelium transisional dan pembuluh darah kandung kemih oleh toksin, bakteri patogen, penyakit, dan berbagai etiologi lainnya. Penyebab infeksi dari sistitis hemoragika, umumnya adalah bakteri dan virus.1

Rumusan masalah dan hipotesisPada kasus dimana terdapat seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang datang dibawa Ibunya keklinik dengan keluhan kencing berwarna merah. Keluhan tersebut disertai nyeri perut dan rasa panas saat berkemih. Ibunya mengatakan bahwa anak tersebut sering menahan buang air kecil saat di sekolah karena takut meminta izin. Pada pemeriksaan fisik didapati normal kecuali nyeri tekan pada daerah suprapubik. Dari kasus tersebut dapat diambil hipotesis bahwa anak perempuan berusia 8 tahun kemungkinan mengalami infeksi pada kandung kemihnya, sistitis hemoragika.

AnamnesisAnamnesis untuk seorang anak biasnaya diambil dari ibunya, atau orang terdekat dari anak tersebut. Dari anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang mengarah pada keluhan yang dialami oleh sang anak, meliputi:2Kapan pasien terakhir kali berkemih?; Apakah pasien merasakan ingin berkemih?; Adakah rasa nyeri atau tidak enak?; Apakah baru-baru ini ada hematuria?; Apakah baru-baru ini ada disuria?; Adakah stranguria (ingin berkemih sampai terasa nyeri tetapi tidak bisa keluar)?; Apakah biasanya ada kesulitan dengan pancaran urin yang bagus atau menetes di akhir berkemih?; Adakah gejala yang menunjukkan penyakit neurologis (misalnya mati rasa atau kelemahan ekstremitas)?; Adakah inkotinensia feses?.2Mengenai riwayat penyakit dahulu, adakah episode retensi urin sebelumnya? Tanyakan operasi sebelumnya ?; Adakah riwayat ISK?; Adakah riwayat batu ginjal?; Adakah riwayat penyakit neurologis?; Apakah pasien mengkonsumsi obat yang bisa meningkatkan retensi urin (misalnya antidepresan trisiklik)?; Apakah pasien menjalani pengobatan untuk ISK, hiperplasia/keganasan prostat?.2

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada anak dapat dimulai dari melihat kondisi umum anak, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi, suhu tubuh), serta pemeriksaan lainnya meliputi inspeksi, palpasi (daerah abdomen, organ ginjal dan kandung kemih), perkusi. 3Dari hal tersebut cari tahu, Apakah pasien tampak sakit ringan atau sakit berat? Kelebihan cairan/kesakitan?; Adakah tanda-tanda infeksi sistemik (demam, takikardia, nyeri tekan pinggang)? Apakah kandung kemih membesar? (periksa dengan melakukan palpasin dan perkusi); Adakah prostat membesar pada pemeriskaan rektal?; Apakah sulkus masih teraba? Apakah keras dan tidak rata (pertimbangkan karsinoma prostat)? Adakah nyeri tekan (pertimbangkan prostatitis)?; Jika diperlukan, adakah kelainan pada pemeriksaan vagina? Adakah tanda neurologis abnormal?; Periksa dengan teliti untuk mencari tahu sensasi perifer termasuk area sakral dan adanya refleks tendon.3Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungka satu sisi akibat obstruksi pembuluh darah vena karena penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat dan ginekomastia mungkin ada hubungannya dengan karsinoma testis. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli (kandung kemih), genitalia eksterna, dan pemerikaan neurologi.3Pemeriksaan ginjal- adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum. Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan disudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Perkusi dilakukan dengan memebrikan ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.3Pemeriksaan kandung kemih- diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasinfisis. Massa di daerah suprainfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.3Pada pasien yang mengalami sistitis atau infeksi saluran kemih bagian bawah, sering mengleuhkan nyeri suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.3

Pemeriksaan PenunjangAnalisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protokol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protokol yang dianjurkan. Tes resistensi bakteri juga diperlukan guna memberikan terapi yang sesuai dengan etiologi penyebab ISK.3Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine. Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan dengan ginjal. Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan di tempat praktik pemberi layanan kesehatan dan juga di rumah sakit atau di laboratorium swasta. Warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta pH, protein, keton, glukosa, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen. Berat jenis diukur dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopik sedimentasi urine dilakukan untuk mendeteksi sel darah merah atau sel darah putih di dalam urine, sedimen, kristal, dan bakteria.3Untuk pemeriksaan pada infeksi saluran kemih, pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan urin rutin, meliputi jumlah/volume urin; pemeriksaan makroskopik urin ( warna, kejernihan, berat jenis, bau, dan pH); protein, glukosa, dan sedimen.3Pada pemeriskaan urin dijumpai peningkatan jumlah leukosit (>5 leukosit/LPB) dan eritrosit (> 5 eritrosit/LPB).3Perlu dilakukan pemeriksaan biakan urin untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan sekaligus melakukan tes kepekaan kuman terhadap antibiotik. 3Hasil pemeriksaan hitung koloni kuman dengan sampel urin tampung aliran tengah/kateter biasanya ditemukan 105 koloni/mL urin. 3Volume urin dalam keadaan normal 24 jam merupakan 1% filtral glomeruli dan berada dalam kisaran 750-2500 mL dengan nilai rata-rata 1.500 mL/24jam. Volume urin siang lebih banyak daripada volume urin malam dengan perbandingan (2-4):1. Volume urin > 2,5L/24 jam disebut poliuria (intake cairan berlebih dan cuaca dingin) sedangkan volume urin < 200mL / 24 jam disebut oliguria (hipertensi). 3Pemeriksaan warna urin meliputi kuning tua (bilirubin), kuning hijau (biliverdin), coklat tua (methemoglobin), merah keruh (eritrosit, hemoglobin), seperti susu (kristal fosfat, bakteri, getah prostat). Kekeruhan urin dapat terjadi dalam keadaan patologis (misal kontaminasi bakteri). Pada hematuria, urin berwarna merah keruh, sedangkan pada hemoglobulinuria urin berwarna merah jernih. Berat jenis urin berbeda menurut waktu, secara normal berat jenis urin 24 jam berkisar 1.016-1.022; berat jenis urin sewaktu berkisar 1.003-1.030; dan berat jenis urin pagi berkisar 1.020. 3Bau urin normal disebabkan oleh asam-asam organik yang mudah menguap. Beberapa jenis bau urin abnormal adalah amoniak (bila urin dibiarkan tanpa pengawet pada suhu kamar); aseton (diabetes melitus + ketoasidosis); bau busuk (infeksi traktur urinarius oleh kuman E.coli). Urin normal memiliki nilai pH 4.8-7.4, pada infeksi traktur urinarius oleh kuman penghasil urease dijumpai pH urin alkalis, sedangkan pada infeksi traktus urinarius oleh kuman E.coli dijumpai urin asidosis. 3Pada infeksi traktur urinarius pada kandung kemih (sistitis) umumnya dapat ditemukan adanya gambaran sedimen leukosit, tampak sebagai massa bulat, ukuran lebih besar dari eritrosit dengan butir-butir halus, pemeriksaan sedimen leukosit dengan menggunakan asam asetat 10%. Kadang dapat juga ditemukan sedimen eiptel transisional pada pemeriksaan mikroskop. Sedimen eritrosit juga kerap ditemukan dalam kasus hematuria, dimana terlihat massa bulat yang tidak mempunyai inti. 3Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah arteri sekitar 100 mg/dL dan tidak terdapat glukosa dalam urin karena glukosa dalam filtrat glomeruli akan direabsorpsi kembali secara aktif di tubuli proksimal. Laju filtrasi glukosa kira-kira 100 mg/menit dan hampir semua glukosa akan direabsorpsi sebanding dengan jumlah gluksosa yang difiltrasi. Reabsorpsi gluksoa di tubuli ginjal dipengaruhi oleh transport maksimum glukosa yaitu 375 mg/menit pada laki-laki dan 300 mg/menit pada wanita. Glukosuria dapat terjadi bila terdapat peningkatan kadar glukosa darah atau penurunan transport maksimum glukosa. Nilai ambang ginjal untuk glukosa adalah kadar gluksoa plasma terendah yang dapat menimbulkan glukosuria.3Dalam keadaan normal ekskresi protein urin 50-150 mg/24 jam, terdiri dari protein dengan berat molekul rendah dan protein yang diproduksi oleh traktus urogenitalis. Kadar protein normal dalam urin sangat sedikit, biasanya < 10 mg/dL dan tidak terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Protein albumin sering ditemukan pada kondisi terjadinya infeksi. Proteinuria sedang ( 0.5-4.0 gram/hari) dan proteinuria ringan (< 0.5 gram/hari) dapat ditemukan pada kelainan traktur urinarius bagian bawah (misal pada saat inflamasi). 3Diagnosis infeksi saluran kemih tergantung pada biakan bakteri yang berasal dari urin. Penemuan setiap bakteri di dalam urin yang berasal dari kandung kemih atau pelvis ginjal menunjukkan adanya infeksi. Diagnosis yang tepat mungkin sulit ditetapkan, karena seringkali kontaminansi spesimen yang dikeluarkan atau pengobatan penderita sebelumnya dengan antibiotika.3Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urin yang diperoleh dari aliran urin pancar tengah (midstream urine) diperoleh sesudah membersihkan meatus uretra dengan larutan povidon-iodium dan membersihkannya dengan air steril atau larutan garam faal, biasanya memuaskan. Pada wanita, labia harus dibuka secara manual untuk menghindarkan kontaminasi atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki tidak dikhitan, preputium harus ditarik ke belakang; bila preputium tidak dapat diretraksi, cara pengumpulan ini tidak dapat dipercaya. Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitung koloni seringkali digunakan untuk membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang terkontaminasi. 3Biakan yag menunjukkan > 105 koloni/mL organisme spesifikasinya >90% untuk infeksi saluran kemih. Namun demikian harus diketahui, bahwa hitungan koloni yang lebih rendah pada penderita terinfeksi mungkin disebabkan karena kekeringan yang berlebihan, pengosongan kandung kemih yang terlalui dini, atau karena pengobatan degan antibiotika; hitungan demikian tidak mengesamipingkan infeksi.3Bila diperlukan kepastian yang lebih besar terhadap kemungkinann infeksi, spesimen dari kateterisasi harus diambil. Persiapan kulit yng tepat dan teknik kateterisasi yang baik merupakan hal yang penting. Penggunaan pipa makan French polietilen No.% pada bayi atau pipa French No.8 dengan pemberian pelicin (lubrikasi) yang tepat pada anak yang lebih tua mengurangi peluang trauma uretra dan kontaminasi. Kateterisasi segera setelah pengeluaran kemih secara spontan menghasilkan urin residu di dalam kandung kemih dan membantu menilai masalah yang berkaitan dengan pengosongan kandung kemih.3Menurut teori, flora normal di bagian distal uretra dapat merupakan sumber positif-palsu pada hasil biakan, tetapi dalam prakteknya setiap penemuan koloni yang tumbuh dari urin kandung kemih harus dipertimbangkan sebagai adanya petunjuk infeksi.3Penggunaan pungsi suprapubik kandung kemih yang penuh dengan jarum suntik berukuran 25 atau 22 menyajikan hasil yang terpercaya. Dengan anak telah terhidrasi secara tepat (bila kandung kemih dapat diperkusi atau dipalpasi), kulit didisenfeksi dan pungsi dilakukan selebar jari di garis tengah di atas pubis. Digunakan sebuah alat suntik untuk mengaspirasi setelah jarum ditusukkan; 1 atau 2 mL urin cukup biakan. Spesimen urin untuk biakan bakteri harus disimpan dalam lemari es sampai biakan dipindahkan ke cawan untuk menghindarkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Negatif palsu pada penemuan biakan urin dapat diakibatkan oleh pengobatan antibiotika yang tidak diketahui, pengenceran dari kekeringan yang berlebihan, atau kontaminasi spesimen dengan larutan antiseptik.3Pada pemeriksaan midstream urin, jika didapati jumlah urin < 104/mL urin berarti tidak dianggap infeksi sebenarnya; jika jumlah kuman 104-105/mL urin berarti mungkin terdapat infeksi traktur urinarius; dan jika jumlah kuman > 105/mL urin berarti ada infeksi. Bila hasil pemeriksaan bakteriologik terhadap spesimen urin yang diperoleh melalui aspirasi supra pubik positif, keadaan ini menandakan adanya bakteriuria.3Apabila kuman patogen yang menginfeksi dicurigai adalah E.coli, maka dalam pemeriksaan kimia pada tes nitrit akan didapatkan hasil positif dimana terdapat warna merah muda merata. Hal ini dikarenakan E.coli mampu mengubah nitrat menjadi nitrit oleh sebab E.coli memiliki enzim reduktase.3Analisis urin seharusnya diambil dari spesimen yang sama seperti pada biakan. Piuria (leukosit di dalam urin) menimbulkan dugaan adanya infeksi, tetapi infeksi dapat terjadi tanpa piuria; karenanya, penemuan ini lebih konfirmatif daripada diagnostik. Sebaliknya, piuria dapat ada tanpa infeksi saluran kemih. Hematuria mikrskopik adalah biasa terdapat pada sistitis akut. Silinder di dalam sedimen urin menimbulkan kesan keterlibatan ginjal. Infeksi Proteus secara konsisten menghasilkan pH alkalis.3Pada infeksi ginjal akut, leukositosis, neutrofilia, dan kenaikan laju endap darah serta protein C-reaktif biasa terjadi. Sayangnya, pada anak, uji untuk membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dengan bagian bawah seeprti deteksi bakteri yang terselubung dengan antibodi, respons terhadap pengobatan antibiotika dosis tunggal, dan uji imunologis dan biokimiawi tidak dapat dierpcaya. Ketidakmampuan memekatkan urin merupakan hal yang biasa tetapi tidak dapat dipercaya pada pielonefritis akut dan kronis.3

Investigasi lanjutan renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat. Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK:3 Ultrasonografi (USG) Blaas Nier Oversight Intra Venous Urography (BNO IVP) Pielografi IV Micturating cystogram Cystoscopy Isotop scanningIndikasi investigasi lanjutan setelah ISK meliputi terdapatnya ISK kambuh (relapsing infection), pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (pseudomonas spp, proteus spp), ISK berulang dengan interval 6 minggu.3

Gambar 2. Bladder Ultrasound, BNO IVP, Cystoscope.Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003425.htm

Selama demam akut infeksi, pemeriksaan ultrasonografi ginjal harus dilakukan unuk menyingkirkan hidronerfosis dan abses ginjal atau perirenal; inidikasi lain untuk pemeriksaan ini adalah bila respons pengobatan antibiotika tidak cepat, bila anak sakit berat dan toksik, dan bila kadar kreatinin serum meningkat. Ultrasonografi ginjal juga sangat sensitif untuk endeteksi pielonefritis, suatu kondisi yang meungkin memerlukan drainase sistem kolektivus segera dengan nefrotomi perkutan.3Pielografi intravena (PIV) atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapar menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal. Bahan kontras yang biasa digunakan adalaj Jodium 300mg/kg BB. Pertama kali dibuat foto polos perut sebagai kontrol. Setelah itu, bahan kontras disuntikkan secara intravena, dan dibuat foto srial bebeapa menit hingga satu jam, dan foto setelah miksi. Peeberiaan konras dapa menimbulkaan reaksi alergi berupa urtikaria, sok anafilaktik, sampai timbulnya laringospasmus. Foto PIV tidak boleh dilakukan pada pasien gagal ginjal, karena bahan kontras tidak dapat di ekskresikan dan menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah, bersifat nefrotoksik.3Tahapan pembacaan pada foto PIV. Pada menit-0 dibuat foto polos abdomen; menit-5 melihat fungsi ekskresi ginjal, normal sistem pelvikaliseal sudah tampak; menit-15 kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli; menit -30 foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untukmenilai kemungkinan terdapar perubahan posisi ginjal (ren mobilis); menit-60 melihat keseluruhan anatomi saluran kemih, filling defect, hidronefrosis, double sysem, atau kelianan lain. Pada buli-buli (kandung kemih), diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi, penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-buli. Pasca miksi menilai sisa kontras (residu urin) dan divertikel pada buli-buli.3USG (Ultrasonografi) - Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak invasif dan tidak menimbulkan efek radiaasi. Massa padat (hiperkoik) dengan massa massa kistus (hipoekoik), serta batu non-opak (echoic shadow) dapat terdeteksi oleh USG. Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya batu atau tumor di kandung kemih.3

Differential Diagnosis IGA NefropathyIGA Nefropathy merupakan gromerulonefritis terkait kompleks imun dimana terdapat deposisi IGA pada mesangial glomerulus yang dapat dideteksi keberadaanya secara imunohistopatologi. Deposit IGA pada gromerulus bisa merupakan penyakit glomerulus primer bisa juga di temukan pada penyakit lain.4Gejala klinis : Proteinuria tanpa hematuria, proteinuria dengan hematuria, hematuria makroskopis, sindrom nefritik akut, proteinuria masif dengan tampilan SN, hipertensi berat dengan penurunan LFG, CKD stage V.4

PyelonepritisPyelonepritis adalah jenis infeksi saluran kemih (ISK) yang mempengaruhi satu atau kedua ginjal dan termasuk jenis penyakit ginjal yang disebabkan karena infeksi ginjal. Penyebab pylonepritis dikarenakan oleh bakteri atau virus yang menginfeksi ginjal. Meskipun banyak bakteri dan virus dapat menyebabkan pyelonepritis tetapi bakteri Escherichia coli sering penyebabnya. Bakteri dan virus dapat bergerak ke ginjal dari kandung kemih atau dapat dilakukan melalui aliran darah dari bagian lain di tubuh. Sebuah ISK pada kandung kemih yang tidak bergerak ke ginjal disebut sistitis.4Gejalanya, dapat bervariasi tergantung pada usia seseorang: Demam, muntah, nyeri di belakang, samping, dan pada pangkal paha, panas dingin, mual, sering nyeri pada saat buang air kecil.4

VesicolitiasisVesicolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemihakibat penutupan leherkandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri.Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih(Vesikolitiasis)adalah:4 1. HiperkalsiuriaSuatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik(meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.2. HipositraturiaSuatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukankristal dalam air kemih, khususnya sitrat,disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minumAsetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi3. HiperurikosuriaPeningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsiumkarena masukan diet purin yang berlebih.4. Penurunan jumlah air kemihDikarenakan masukan cairan yang sedikit.5. Jenis cairan yang diminumMinuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur. Gejalanya: Dapat tanpa keluhan, sakit berhubungan denagn kencing (terutama diakhir kencing), lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (laki-laki) dan klitoris (wanita), disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh), aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretrha interna.4

Working Diagnosis Pada infeksi saluran kemih, gejala umum yang menyertai berupa nyeri tekan, dan bila didapatkan nyeri tekan pada suprapubis, menandakan ada infeksi saluran kemih di bagaian bawah traktus urinarius, berupa infeksi kandung kemih, dan bila disertai dengan adanya tanda perdarahan, maka diagnosis kerja yang dapat diambil yakni sistitis hemoragika.Gejala adanya nyeri tekan dan hematuria, tidak hanya ditemukan pada sistitis hemoragika, melainkan juga bisa ditemukan pada jenis penyakit lainnya seperti glomerulonefritis akut dan batu ginjal (nefrolitiasis).4Radang genitalia eksterna, vulvitis dan vaginittis yang disebabkan oleh ragi (yeast), cacing kremi (pinworm), dan agen lain dapat disertai gejala-gejala mirip sistitis. Sistitis virus dan kimiawi harus dibedakan dari sistitis bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil akibat gangguan vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang terakhir ini, biasanya terdapat refluks vesikoureter. Sistitis hemoragika akut seringkali disebabkan oleh E.coli; telah dihubungkan juga dengan adenovirus tipe 11 dan 21. Sistitis adenovirus lebih sering terdapat pada laki-laki; sembuh dengan sendirinya, dengan hematuria yang berlangsung kira-kira selama 4 hari. Diganosis banding lainnya meliputi glomerulonefritis dan batu kandung kemih/batu buli-buli.4

EpidemiologiPada anak usia sekolah, insiden anak perempuan 30 kali lebih besar daripada laki-laki. Insiden tahunan telah dieprkirakan sebesar 0,4%, tetapi insiden menurun dari 2,2% pada 6 tahun menjadi 0,7% pada 12 tahun. Karena insidensi menggambarkan jumlah infeksi yang ada dalam populasi pada satu saat, perspektif yang lebih baik terhadap masalah bisa diperoleh dengan mempertimbangkan fakta bahwa 5-6% dari semua perempuan akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode bakteriuria bermakna antara usia 6-18 tahun. Demam lazim dijumpai, juga nyeri abdomen, nyeri suprapubik, dan nyeri pinggang, disuria, dan urgensi serta frekuensi.5Faktor predisposisi ISK: litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes melitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sikle-cell, senggamaa, kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron, katerisasi.5

EtiologiEscherichia coli merupakan organisme paling lazim yang menyebabkan UTI, bertanggung jawab atas > 80% infeksi pertama dan 75% ulangan. Hanya sekitar 8-10% dari ke-150 serotipe E.coli yang sudah dikenal, menyebabkan dua pertiga UTI E.coli. E.coli nefropatogenik secara khas menghasilkan hemolisin. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh E.coli dengan sejumlah kecil antigen tipe O. antigen K tampaknya penting pada patogenesis infeksi saluran kemih bagian atas. Pielonefritis ditimbulkan oleh pilus tipe spesifik, pilus P, yang berikatan denngan zat golongan darah P. E.coli merupakan bakteri batang gram negatif, Enterobactericeae, umumnya di biakan pada agar darah, agar McConkey atau EMB (Eosin Metyhlen Blue), berbentuk koloni abu-abu merupakan -hemolitik dan memberikan uji indol bintik positif.6Organisme gram negatif lain, seperti Klebsiella, Enterobacter, Proteus dan Pseudomonas, seringkali ditemukan pada infeksi dengan komplikasi atau infeksi berulang , dan organisme ini menyebabkan 10-15% infeksi tambahan. Walau sering dianggap sebagai kontaminan, stafilokokus telah menyebabkan UTI, pada beberapa penderita; Staphylococcus albus dan S. epidermidis telah lebih sering diisolasi daripada S. aureus.6Bakteri anaerobik juga menyebabkan UTI. Organisme seperti Clostridium perfringes, dan spesies Bacteroides serta Fusobacterium biasanya ditemukan pada obstruksi serta stasis urinaria. Selain itu, Mycobacterium tuberculosis dan berbagai jamur serta ragi terkadang juga menjadi penyebab. Peran virus pada patogenesis UTI belum jelas. Adenovirus tipe 2 telah diimplikasikan pada cystitis hemoragik.6

Faktor virulensi Escherichia coli,Penentu virulensiAlur

FimbriaeAdhesiPembentuk jaringan ikat (scarring)

Kapsul antigen KResistensi terhadap pertahanan tubuhPerlengketan (attachment)

Lipopolysaccharide side chain (O antigen)Resistensi terhadap fagositosis

Lipid A (endotoksin)Inhibisi peristalsis ureterPro-inflammatori

Membran protein lainnyaKelasi besiAntibiotika resistenKemungkinan perlengketan

HemolisynInhibisi fungsi fagositSekuestrasi besai

Patofisiologi UTI terjadi melalui dua jalur: hematogen (dari bakterimia); asenden (dari uretra). Dalam perjalanan infeksi, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, misal faktor lokal, bakterial, stasis urin serta refluks vesikoureter, dimana hal ini mempengaruhi patogenesis dari perjalanan infeksi setiap etiologi yang ada. Dalam hal ini, patogenesis yang berkaitan adalah patogenesis dari bakteri Escherichia coli.7Faktor lokal dan bakterial, Uretra yang pendek pada anak perempuan diduga merupakan predisposisi untuk infeksi asendens, karena, misalnya, serotipe E.coli yang berasal dari flora usus ternyata sama dengan E.coli yang menginfeksi saluran kemih. Namun, faktor lain selain berdekatannya flora usus ke uretra yang pendek juga mungkina ada karena rasio UTI perempuan : laki-laki memiliki hubungan variasi langsung dengan usia. Perubahan rasio ini lebih cocok terjadi karena maturasi fungsional mekanisme pertahanan lokal atau karena hilangnya faktor predisposisi. Sebagai contoh, pada anak perempuan dengan bakteriuria bermakna, densitas organisme gram-negatif yang tinggi biasanya di temukan di daerah periuretra: ketika kolonisasi periuretra tersebut menghilang, menghilang pula kecenderungan infeksi. Dalam konteks yang sama, strain E.coli tertentu juga bisa memiliki peran pada kecenderungan infeksi, terutama dalam hal perlekatan (adhesi) ke sel uroepitel. Anak perempuan dengan infeksi berulang mempunyai jumlah bakteri yang melekat yang secara bermaksa lebih tinggi daripada kontrol sehat. Kemampuan melekat ke sel epitel berkorelasi dengan fimbriae atau pili bakteri. Pili melekat ke suatu reseptor spesifik pada sel epitel. Dalam beberapa penelitian, antibodi yang dihasilkan melawan pili ini mampu mencegah infeksi saluran atas pada hewan percobaan.7Beberapa strain bakteri mampu bertahan hidup dan tumbuh di dalam urin, sedangkan yang lain tidak; kemmapuan ini berkorelasi langsung dengan kapasitas organisme menghasilkan pielonefritis. Sama halnya antigen K atau kapsul E.coli dapat mempengaruhi resistensi organsime terhadap fagositosis.7Stasis - Salah satu faktor paling penting yang membantu terjadinya UTI adalah stasis urin. Sterilitas urin normal sebagian bergantung pada kecepatan aliran urin, yaitu karena bakteri yang mungkin memasuki kandung kemih diekskresikan sebelum suatu multiplikasi bermakna dapat terjadi. Dengan demikian gangguan aliran urin memungkinkan bakteri memperbanyak diri dan menghasilkan infeksi klinis. Stasis pada sistem urinaria dapat terjadi akibat obstruksi anatomik atau fisiologik. Tanda yang muncul biasanya adalah demam, sepsis, dan konvulsi, serta mungkin disertai dengan massa di pinggang atau kandung kemih yang membesar. Bila infeksi disertai dengan hipertensi, perlambatan pertumbuhan, penurunan fungsi ginjal, atau ketidakseimbangan elektrolit, lesi obstruksi harus dicurigai meskipun pada anak yang lebih tua sekalipun.7Refluks vesikoureter - Derajat refluks vesikoureter diamati menggunakan alat sistouretrografi pengeluaran-kemih dengan skala 1-4. Derajat refluks 1 dan 2 adalah minimal dan cenderung menghilang spontan seiring waktu. Refluks derajat 1 adalah sejumlah kecil bahan kontras (dan kemungkinan urine) yang mengalami refluks ke dalam bagian bawah ureter yang tidak terdilatasi. Refluks derajat 2 memperlihatkan refluks urin ke dalam pelvis ginjal (unilateral atau bilateral), tetapi tanpa dilatasi sistem. Refluks derajat 3 adalah penumpulan kaliks serta dilatasi ureter. Refluks derajat 4 adalah derajat dilatasi yang lebih besar dengan ureter berkelok-kelok dan kaliks lebih tumpul daripada refluks derajat 3, serta mungkin sejumlah kehilangan korteks ginjal. Kedua derajat refluks terakhir jarang mengalami penyembuhan spontan. Refluks mempunyai banyak penyebab: ureter intravesika yang pendek, ektopia ureter, sokongan detrusor yang tidak adekuat, cedera iatrogenik, dan infeksi. Infeksi kandung kemih dapat menyebakan refluks ringan dan sementara, biasanya derajat 1 atau 2. Karena volum urin sisa yang direflukskan sedikit dan refluks menghilang ketika infeksi sembuh, refluks ini tidak dianggap bermakna. Refluks terus-menerus dengan infeksi menyebakan lesi ginjal baru yang nantinya dapat memburuk menjadi jaringan parut.7Perbedaan individu dalam kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes seperti produksi antibodi uretra dan servikal ( IgA), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra.Beberapa diantara faktor-faktor ini, seperti fenotip golongan darah P, ditentukan secera genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronis adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.7Bila organsime dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks vesikouretra, obstruksi, stasis urin, dan adanya kalkuli.Dengan adanya stasis urin, kesempatan untuk berkembangbiak bakteri meningkat, karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi, pembesaran kandung kemih yang sangat akan mengurangi aliran darah ke dinding kandung kemih dan dapat menurunkan resistensi alami kandung kemih terhadap infeksi.7Sistitis bakterialis akut, ditandai dengan kongesti mukosa dan edema. Kadang-kadang disertai petekhie dan perdarahan. Reaksi radang menyebabkan hiperaktivitas otot detrusor dan penurunan kapasitas fungsional kandung kemih. Perubahan-perubahan ini dapat mempercepat refluks vesikoureter, terutama bila sambungan vesikoureter sudah berkembang secara abnormal. Infeksi kronis dan yang sering kambuh dapat menyebabkan perubahan sistitis kistis (cystitis cystica) di dalam dinding kandung kemih, dengan gambaran endoskopi dan histologik yang khas. Pada kasus kroni berkaitan dengan obstruksi, kandung kemih mungkin jelas tampak hipertrofik diserai trabekulasi di dindingnya, atau mungkin menipis dan sangat teregang akibat retensi/stasis urine 7Bakteri dapat mencapai ginjal dari kandung kemih melalui refluks vesikoureter yang sudah terbentuk atau melalui refluks yang sementara ditimbulkan oleh radang dinding kandung kemih. Hal itu disebabkan saat bakeri yang sudah berkolonisasi tanpa mengalami pembilasan atau dihancurkan oleh kandung kemih, naik disepanjang ureter menginfeksi pelvis dan parenkim ginjal, melalui duktus terbuka di ujung papila (refluks intrarenal). Hal ini disebut pielonefritis atau penyakit tubulonefritis sebagai bentuk lanjutan dari sistitis. Gejala klinis pielonefritis akut adalah onset mendadak nyeri di sudut kostovertebra disertai tanda sistemik infeksi, seperti menggigil, demam, dan malaise, piuria serta bakteriuria. Timbulnya papilitis nekrotikans menyebakan prognosis menjadi jauh lebih buruk. Para pasien ini memperlihatkan tanda sepsis dan sering gagal ginjal.7

Manisfestasi klinisBakteriuria asimtomatik sering terjadi; pada kebanyakan kasus, bisa sudah terdapat gejala yang memberi kesan adanya infeksi saluran kemih atau diduga akan ada gejala-gejala tersebut. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas apakah infeksi terbatas pada kandung-kemih atau telah melibatkan ginjal. Pada bayi, biasanya terjadi demam, berat badan menurun, tidak dapat tumbuh dengan baik, nausea, muntah, diare, dan ikterus. Pada anak dengan demam tanpa diketahui sebabnya, biakan urin harus diambil untuk mengesampingkan infeksi saluran kemih.8Sistitis kronis atau yang sering kambuh seringkali menjadi penyebab inkotinensia pada siang hari dan manifestasi ketidakstabilan kandung kemih lainnya, yang mungkin menetap meskipun urin sudah menjadi steril.8Kadang-kadang tampak hematuria sebagai tanda sistitis hemoragika yang disebabkan oleh E.coli. Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam, menggigil, dan sakit panggul atau perut serta nyeri tekan. Ginjal dapat membesar. Anak-anak dengan pielonefritis kronis seringkali tidak bergejala. Hipertensi arterial biasanya berkaitan dengan jaringan parut ginjal. Refluks nefropati, yang biasanya dihubungkan dengan dengan kombinasi refluks vesikoureter dan infeksi, menjadi penyebab sampai 15% kasus gagal ginjal stadium akhir pada anak di AS. Sepsis biasa terjadi pada bayi dan anak yang lebih tua dengan infeksi dan obstruksi saluran kemih yang disebabkan oleh Proteus dan terkait dengan stasis atau obstruksi saluran kemih.8

PenatalaksaanA). Medika mentosaPrinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin:9 Hampir 80% pasien akan memberiksan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosuriaBagi anak yang lebih tua dengan gejala traktur urinarius bagian bawah (disuria, frekuensi, dan urgensi) yang menderita bakteriuria bermakna serta yang pemeriksaan lokalisasinya menunjukkan sistitis, diindikasikan pemberian terapi antimikroba oral selama 10-14 hari. 9Urin harus dibiakan beberapa hari sampai satu minggu sesudah terapi selesai. Biakan positif memerlukan evaluasi lebih lanjut serta penggantian antibiotik. Selain itu, penting untuk memantau biakan sesudah infeksi menghilang karena UTI cenderung berulang.9Infeksi saluran kemih bagian bawah yang berulang tanpa komplikasi dapat dikelola dengan mengobati tiap episode bakteriuria/infeksi ataupun dengan menggunakan antibiotik dosis rendah setiap hari dalam upaya mencegah infeksi. 9Dokter harus dengan sungguh-sungguh memikirkan pemakaian antibiotik yang tidak memengaruhi flora usus karena organisme ini seringkali menginfeksi saluran kemih; karenanya, pengobatan dengan agen yang mengubah flora usus bisa menyebabkan reinfeksi dengan organisme yang semakin lama semakin resisten.9Dengan demikian, trimetropim-sulfametoksazol serta nitrofurantoin seringkali diresepkan, dan metanamin mandelat telah digunakan dengan hasil efektif bila pH urine dipertahankan pada atau dibawah pH 5,5. Profilaksis efektif sering dapat dipertahankan dengan dosis harian tunggal sebelum tidur. Lama kemoprofilaksis dapat bervariasi; kisaran rekomendasi adalah 1-6 bulan. Biakan harus dilakukan secara periodik untuk memeriksa sterilitas. 9Obat yang digunakan sebagai terapi pada infeksi saluran kemih akibat dari Escherichia coli biasanya adalah Fluorokuinolon, dan nitrofurantoin, atau bisa juga berupa TMP-SMX (Trimethoprim + Sulfamethoxazole), sefalosporin oral, dan fosfomisin.9TMP-SMX (Trimethoprim + Sulfamethoxazole) merupakan kombinasi obat yang digunakan untuk unfeksi saluran kemih. Trimetoprim selektif menghambat asam folat dihidrofolat reduktase bakteri sehingga juga mnghambat tahapan sintesis DNA bakteri. Kombinasinya dengan sulfametoksazol membuat TMP-SMX (Trimethoprim + Sulfamethoxazole) bersifat bakterisidal. Efek samping yang bisa ditimbulkan berupa anemia-megaloblastik, leukopenia, granulositopenia, dan efek negatif sulfonamida (demam, ruam kulit, dermatitis eksfoliatif, fotosensitivitas, uritikaria, mual, muntah, diare,masalah pada saluran kemih seperti kristaluria, hematuria, bahkan obstruksi).9Sefalosporin generasi pertama juga sering digunakan sebagai terapi terhadap bakteri penyebab, seperti E.coli (sefadroksil, sefazolin, sefaleksin, sefalotin, sefapirin dan sefradin). Efek samping yang ditimbulkan berupa demam, ruam kulit, anafilaksis, granulositopeni dan anemia hemolitik. 9

B). Nonmedika-mentosaISK dapat dicegah dengan banyak minum dan tidak menahan kemih, sebagai upaya untuk membersihkan saluran kemih dari kuman. Cara membersihkan area preuretra dari belakang, mulai dari area genital menuju bagian anus agar tidak terjadi ascending infeksi bakteri ke area genital atau uretra. Bagi penderita ISK, kedua hal tersebut lebih ditekankan lagi karena ISK dapat menimbulkan lingkaran setan. Penderita ISK dengan disuria cenderung untuk menahan kemih, padahal menahan kemih itu sendiri dapat memperberat ISK. Dengan banyak mengkonsumsi air minum 8 gelas sehari atau 2,5liter dalam sehari sehingga dapat mengurangi resiko terkena ISK.9

KomplikasiInfeksi yang dipersulit oleh obstruksi anatomi (misalnya, katup uretra posterior) atau obstruksi fungsional (misalnya, sindrom purne belly) akan paling baik ditangani oleh ahli nefrologi serta urologi pediatri yang bekerja sama erat dengan dokter primer anak tersebut. Traktus urinarius atas seringkali terkena, dengan refluk, hidronefrosis, dan megaureter. Bila lesi seperti itu terinfeksi, bisa terjadi cedera parenkim ginjal, dan selanjutnya penurunan fungsi ginjal. Dan tujuan dasar terapi adalah menghilangkan stasis dan pengobatan antibakteri yang tepat. Hilangnya obstruksi dan stasis urine seringkali memerlukan pemasangan kateter untuk mempermudah drainase yang adekuat. Pengobatan infeksi pada pasien seperti ini membutuhkan informasi mengenai tingkat infeksi serta perkiraan GFR, seperti konsentrasi kreatinin serum, di samping identifikasi organisme yang menyebabkan infeksi dan penentuan sensitivitas antibiotik. Sering kali diperlukan biakan dan penilaian fungsi ginjal.9

PrognosisPada penelitian oleh Kunin dan kawan-kawan di AS serta Savage di Skotlandia, 80% anak perempuan yang diobati untuk bakteriuria asimtomatik mengalami infeksi berulang dalam beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah pengobatan awal. Semakin lama seorang anak perempuan terbebas dari infeksi, semakin sedikit peluang untuk kambuh. Namun, angka kekambuhan di antara anak-anak perempuan yang sebelumnya bakteriurik lebih tinggi daripada insidensi bakteriuria pada populasi perempuan secara keseluruhan. Walaupun mereka bisa terbebas dari infeksi selama bertahun-tahun, anak perempuan yang sebelumnya bakteriurik cenderung mengalami bakteriuria berulang bersama aktivitas seksual serta selama kehamilan. Perempuan bakterurik menunjukan insidensi lahir mati dan kematian perinatal yang jauh lebih tinggi daripada kontrol; mortalitas perinatal adalah ~2% pada ibu tanpa piuria atau bakteriuria, dan ~4% pada ibu dengan piuria dan bakteriuria. Perempuan yang mengalami piuria serta bakteriuria dalam waktu berdekatan dengan waktu persalinan memiliki frekuensi infeksi cairan amnion dan kelahiran prematur yang lebih tinggi.9

Kesimpulan Sistitis hemoragika merupakan suatu infeksi traktus urinarius bagian bawah yang umumnya disebabkan oleh Escherichia coli, hal ini diperkuat oleh salah satu tanda hematuria, yang dimana Escherichia coli dengan faktor virulensinya berupa hemolisin dapat menyebabkan hematuria, dengan merusak lapisan sel epitelium terutama pada kandung kemih. Pasien anak-anak, perempuan dalam rentang umur sekolah dasar menjadi kelompok tersering terkena infeksi ini, dipengaruhi oleh faktor anatomis traktus urinarius dan kebiasaan-kebiaasaan tertentu, misal menahan kencing (stasis urin). Komplikasi yang sering terjadi dapat berupa pielonefritis, akibat refluks vesikaureter pada perjalanan infeksi selanjutnya. Penanganan sistitis hemoragika harus segera dengan mengarahkan terapi pada eradikasi bakteri, yakni Escherichia coli dengan memperhatikan faktor resistensi yang kemungkinan bisa ditimbulkan.

Daftar pustaka1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Sagung seto.2003.h.18-27, 33,442. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna publishing. 2009.h.1008-133. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga.2005.h.150-14. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboraorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2009.h.698-9.5. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsata. Patologi klinik, Urinalisis. Edisi 3. Jakarta: Bagian patologi klinik fakultas kedokteran UKRIDA. 2009.h.18-366. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak, Nelson. Editor: Wahab AS. Edisi 15. Jakarta: EGC.2012.h.1862-8.7. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23. Editor: Elferia RN. Jakarta:EGC.2007.h.180,255.8. Houghton AR, Gray D. gejala dan tanda dalam kedokteran klinis, pengantar diagnosis medis Chamberlains/ edisi 13. Jakarta: PT Indeks. 2012.h.162-79. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 10. Editor: Nirmala WK. Jakarta: EGC.2010.h. 757-6,790-1.