makalah blok 20 ora
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
BAB I
A. Latar Belakang
Didasari oleh Skenario 5.
Tn. S, 65 tahun, datang dengan keluhan muntah 5x/hari dan diare 10x/hari sejak 2 hari yang
lalu. Muntah isi makanan dan air, BAB cair, tidak ada ampas, warna coklat, tidak ada lendir
dan darah. Saat ini pasien tidak demam. 3 minggu lalu pasien mengalami nyeri tenggorokan
disertai demam 7 hari. Riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu, tidak
teratur minum obat. Riwayat penyakit batu ginjal 3 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik.
TB : 170cm,BB : 65 kg,Keadaan Umum : tampak sakit sedang ,TD : 150/90 mmhg,
DN:90x/menit, RR : 18x/menit, Suhu : 37,2 C,Thorak : Cor/Pulmo, dalam batas
normal,Abdomen : bising usus (+) meningkat,Nyeri tekan(-),Rectal touche : Traba prostat
membesar
Pemeriksaan Lab.
- Kreatinin Serum : 3,2, pemeriksaan lainnya sedang menunggu hasil
Working Diagnosis.
- Acute Kidney Injury ec prerenal
- Hypertensi Grade 2
- Diabetes Melitus
- Diare, nefrolithiasis
Diagnosis Banding.
- Acute Kidney Injury ec renal
- Acute Kidney Injury ec postrenal
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
penyakit gangguan fungsi ginjal secara keseluruhan dan faktor penyebab yang mendasari
terjadinya kejadian fungsi ginjal, agar kemudian dapat dimengerti dengan baik dalam
menyimpulkan diagnosis dan dapat memberikan penatalkasanaan yang tepat dan mengurangi
jumlah angka prognosis yang buruk.
PEMBAHASAN
BAB II
Gangguan ginjal akut ( acute kidney injury) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat biasanya dalam beberapa hari yang
menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen
urea darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari.
Ganguan ginjal akut dapat disebabkan akibat lanjut penyakit-penyakit ekstrarenal
(pre dan post renal) dan intrarenal ( intrinsik ). Penelitian menemukan hampir 80%
mempunyai kelainan histopatologi neukrosis tubular. GGA dapat mungkin ditemukan
dimasyarakat (community acquired acute renal failure) dan selama perawatan dirumah sakit
( hospital acquired acute renal failure).
Pemahaman mengenai definisi, klasifikasi etiologi dan patogenesis, juga mengenal
perjalanan penyakit merupakan landasan utama untuk keberhasilan penatalaksaan rasional
sebagai upaya untuk menurunkan angka mortalitas yang tinggi. Ketidak mampuan atau
keterlambatan atau keterlambatan menentukan diagnosis dini sering berakhir dengan gagal
multi organ.
Dengan demikian diperlukan suatu cara berpikir baru yang bermanfaat bagi
pengertian mekanisme timbulnya GGA, klasifikasi yang seragam pentahapan dari GGA yang
berdampak pada pengobatan dan penelitian dari GGA.
A. ANAMNESIS
Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan data klinis tentang keadaan
penyakit seorang pasien melalui Tanya-jawab lisan (verbal). Dalam hal ini ditanyakan
keluhan serta keterangan lain yang dialami atau dirasakan oleh pasien tersebut.
Perlu diketahui khususnya seorang pasien penyakit ginjal tidak selalu mempunyai
keluhan langsung pada ginjalnya, sehingga dalam hal ini pemeriksa harus tetap waspada
terhadap gejala-gejala yang mungkin pernah ada, dan usahakan agar keluhan yang
disampaikan dapat menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis.2,4
Anamnesis terdiri atas2,4 :
1. Keluhan Utama, yang menimbulkan perasaan dan pikiran pada pasien sehingga
datang meminta pertolongan medis.
2. Keluhan Tambahan, keluhan penyerta yang dirasakan pasien baik yang berhubungan
dengan penyakitnya atau penyakit lain yang diderita.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosio-ekonomi
Dalam kasus ini dari hasil anamnesis yang menjadi keluhan utama adalah muntah 5x/hari
dan diare 10x/hari sejak 2 hari yang lalu. Muntah isi makanan dan air, BAB cair, tidak
ada ampas, warna coklat, tidak ada lendir dan darah.juga diketahui pasien. Juga diketahui
pasien punya riwayat kencing manis/ diabetes melitus dan darah tinggi/hypertensi sejak 5
tahun yang lalu, tidak teratur minum obat. Riwayat penyakit batu ginjal 3 tahun yang lalu.
B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang paling pertama yang dapat kita lakukan adalah
pemeriksaan tanda vital, dari pemeriksaan tanda vital didapat hasil sebagai berikut:
- Tekanan Darah : 150/90 mmhg
- Frekuensi Nadi:90x/menit
- Frekuensi Pernapasan : 18x/menit
- Suhu : 37,2 C
o Palpasi
Meskipun pada keadaan normal ginjal tidak dapat teraba pada pemeriksaan palpasi,
namun kemahiran pemeriksaan palpasi untuk meraba ginjal yang membesar tetap
merupakan hal yang penting unruk membantu diagnosa.
Pemeriksaan ginjal kiri
Pemeriksa harus berdiri di sebelah kiri pasien, dan meletakkan tangan kanan
anda pada bagian bawah tubuh pasien sejajar dengan iga ke-12, dengan ujung jari
menyentuh sudut kosto-vertebra, dan angkat telapak tangan tadi ke atas untuk
menggeser ginjal kiri ke arah anterior. Letakkan telapak tangan kiri anda pada
kuadran kiri atas, lateral dan paralel dengan otot rektus abdominis, dan mintalah
pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat puncak inspirasi, tekanlah dalam dan
kuat dengan tangan kiri anda ke arah kuadran kiri atas, tepat di bawah kosta, dan
usahakan untuk “menangkap” ginjal kiri di antara kedua tangan anda. Kemudian
mintalah pasien untuk mengeluarkan nafas, dan perlahan-lahan lepaskan tekanan
tangan kiri anda, rasakan pergerakan ginjal kiri kembali ke tempatnya semula. Bila
ginjal tersebut teraba, uraikan bagaimana ukurannya, bentuk dan adakah rasa nyeri.
Pemeriksaan ginjal kanan
Untuk memeriksa ginjal kanan pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan
pasien. Dan prosedur pemeriksaan berjalan seperti pemeriksaan ginjal kiri, ginjal
kanan normal mungkin teraba terutama pada pasien yang kurus dan pada wanita yang
sangat relaks. Kadang-kadang ginjal kanan terletak lebih anterior, dan harus
dibedakan dari liver, dimana tepi liver teraba lebih runcing, sedangkan tepi bawah
ginjal teraba lebih bulat.
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya : hidronefrosis, kista dan tumor
ginjal, sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit
ginjal polikistik. Adanya massa pada sisi kiri, mungkin disebabkan karena
splenomegali hebat atau pembesaran ginjal kiri.
o Perkusi
untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi dengan
kepalan tangan, selain dengan cara palpasi di atas. Letakkan tangan kiri anda pada
daerah kostovertebral belakanga, lalu pukul dengan permukaan ulnar tinju tangan
kanan anda. Gunakan tenaga yang cukup untuk menimbulkan persepsi tapi tanpa
menimbulkan rasa nyeri pada pasien normal.
Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh
pyelonefritis, tapi juga dapat disebabkan hanya karena rasa nyeri otot.
Pemeriksaan kandung kemih
Kandung kemih biasanya tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik abdomen, orang
normal, baru bila kandung kemih membesar sampa di atas simpisis pubis, barulah
dapat teraba. Pada palpasi puncak kandung kemih yang membesar terasa licin dan
bulat, carilah tanda-tanda nyeri. Pada pemerikaan perkusi, carilah daerah pekak
(dullness) dan sampai berapa tinggi di atas simpisis pubis.
Pembesaran kandung kemih dapat disebabkan karena obstruksi jalan keluar air seni
yang dapat disebabkan oleh striktura uretra, hipertrofi prostat, juga dapat disebabkan
karena obat-obatan yang diberi, dan gangguan saraf seperti stroke, sklerosis multiple
dll. Bila terdapat rasa nyeri suprapubik dapat ditemukan pada infeksi kandung kemih.
2. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium
Pengukuran kreatinin serum berulang dapat memberikan informasi penyebab
GGA. GGA prerenal ditandai dengan kadar berfluktuasi yang parallel dengan
perubahan fungsi hemodinamik. Kreatinin meningkat drastis (24 sampai 48 jam)
pada pasien dengan GGA akibat iskemik, atheroembolisasi, dan paparan kontras
radiologik. Kadar kreatinin puncak dapat terlihat setelah 3 sampai 5 hari pada
nephropati kontras dan kembali pada kadar dasar setelah 5 sampai 7 hari.
Sebaliknya, pada GGA iskemik dan penyakit atheroembolic, kadar kreatinin
mencapai puncak setelah 7 sampai 10 hari. Peningkatan awal kreatinin serum
biasanya muncul setelah 2 minggu terapi aminoglikosida dan cisplatin dan
kemungkinan menunjukkan dibutuhkannya akumulasi zat ini dalam sel sebelum
GFR menurun
Hyperkalenia, hyperphospatenia, hypocalcemia, dan peningkatan asam urat serum
dan kadar kreatinin kinase menunjukkan diagnosis rhabdomyolisis.
Hyperuricemia [>890 umol/L (>15 mg/dL)] yang berkaitan dengan hyperkalemia,
hyperphosphatemia, dan peningkatan kadar peredaran enzim intraseluler seperti
laktat dehidrogenase mengindikasikan adanya nephropaty urat akut dan tumor
lysis syndromesetelah menjalani kemoterapi. Anion serum dan osmolal gap yang
luas (osmolalitas serum terukur dikurangi dengan osmolaltas serum yang dihitung
dari konsentrasi natrium, glukosa, dan ureum) mengindikasikan adanya anion atau
osmole yang tidak biasanya dalam sirkulasi dan merupakan tanda dari keracunan
ethylene glycol atau methanol. Anemia berat tanpa disertai perdarahan
meningkatkan kemungkinan adanya hemolisis, multiple myeloma, atau
microangiopathi trombotik. Eosinofilia sistemik menandakan adanya nephritis
interstitial allergic dan juga tanda penyakit atheroembolic dan polyangiitis nodosa.
o Radiologi
Pencitraan saluran kemih dengan USG sangat berguna menyingkirkan
diagnosis GGA postrenal. CT-Scan dan MRI merupakan modalitas
alternative yang dapat digunakan. Dimana dilatasi pelvicaliceal sering
terjadi pada obstruksi saluran kemih (~98% sensitivitas), dilatasi dapat
tidak ditemukan pada permulaan obstruksi dan pada penekanan diluar
sistem ureter (missal pada fibrosis retriperitoneal dan neoplasia).
Retrograde pyelography adalah investigasi yang lebih definitive pada
kasus yang kompleks dan memberikan lokalisasi spesifik lokasi obstruksi.
Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah teknik
skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih.
USG Doppler dan magnetic resonance angiography berguna untuk
menilai keadaan arteri dan vena ginjal pada pasien yang dicurigai adanya
obstruksi vaskulet, bagaimanapun angiographi dengan kontras biasanya
dibutuhkan untuk diagnosis definitif.
o Biopsi
Biopsi hanya dilakukan pada keadaan dimana kemungkinan diagnosis
GGA postrenal dan prerenal telah disingkirkan dan penyebab dari GGA
renal belum diketahui. Biopsi ginjal penting pada saat pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan diagnosis selain trauma
iskemik atau nephrotoksik yang kemudian dapat menjadi pedoman terapi
khusus untuk penyakit tersebut. Misalnya glomerulonephritis, vasculitis,
sindrom hemolitik-uremik, purpura thrombotik thrombositopenia, dan
interstitial nephritis allergic.
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal akut (acute renal injury) dapat disebabkan akibat lanjutan penyakit-
penyakit ekstrarenal (pre dan postrenal) dan intrarenal (intrinsik) seperti terlihat pada
tabel 1.
Pola etiologi maupun angka kejadian gagal ginjal akut lanjut iskemik (nefropati
vasomotor) berbeda di negara berkembang dan negara mapan. Di negara yang sudah
mapan, sesuia dengan pola penyakit serta sarana yang tersedia ternyata angka
kejadian gagal ginjal akut selama perawatan di Rumah Sakit berhubungan erat dengan
tingginya frekuensi tindakan bedah berisiko tinggi, mencapai 4-5% dan hampir 60%
mempunyai hubungan erat dengan tindakan bedah. Di negara berkembang terutama
daerah tropika,community acquired acute renal failure dengan angka kejadian masih
cukup tinggi. Pada umumnya gagal ginjal akut dimasyarakat ini sebagai aktivitas
lanjut dari sindrom septis, gastrointestinal akut, dan pendarahan terutama pada wanita
masa nifas, infeksi virus (demam berdarah dan hantaan) leptospirosis dan malaria
tropika.
Di negara berkembang dengan pola penyakit berbeda dan keterbatasan sarana suatu
tindakan bedah invasif belum merupakan tindakan rutin ternyata hospital acquired
acute renal failure tidak jarang ditemukan dengan angka kemtian yang cukup tinggi.
Tabel 1.
Pola etiologi pada gagal ginjal akut
Patogenesis Etiologi
Prerenal ( iskemik )
1. Penurunan volume cairan
ekstravascular ( VCEV )
2. Penutunan volume cairan
intravasculer (VCIV) atau
redistribusi
3. Penurunan curah jantung
4. Lain-lain
Renal ( Intrinsik)
1. Neukrosis tubular akut (NAT)
pasca iskemik ( nefropati
vasomotor)
2. Nekrosis akut tubuler (NAT) dan
nefrotoksis.
3. Glomerulopati
4. Pielonefritis akut
5. Nefritis interstisial akut
6. Vaskulitis
7. Obtruksi intaralubular
8. Kougulopati
Postrenal
1. Obstruksi saluran kemih dan ginjal
2. Oklusi vaskuler
Gastroenteritis akut,natriuresis dan luka
bakar
Sindrom septis, pendrahan, hipoalbunemia
Operasi jantung, tamponade jantung dan
gagal jantung
Hipokalsemia, sindrom hepatorenal dan
rabdominalis.
Rejatan , trauma ganda, simdrom septis dan
hipoksia
Antibiotika, analgesik, media kontas ,logam
berat, zat pelarut dan protein
Glomerulonefritis akut pasca streptococ ,
neproti lupus,poliarteritis
Tipe berkomplikasi
Antibiotika,analgetika,leptospirosis, legional
dan infeksi virus
Poliarteritis dan variasinya
Mieloma, intoksititas asam jengkol
Nekrosis kortikal akut, sindrom uremik
hemolisis, GGA masanifas (postpartum)
Urolithiasis, tumor, fobrosis periureter dan
disfungsi kantung kemih
Trombosis arteria dan vena
D. EPIDEMIOLOGI
E. PATOGENESIS
Pada keadaan hipoksia atau iskemia, cadangan ATP menurun dan aktivitas ATP-ase
akan terganggu dan diikuti penurunan cadangan energi dari sel-sel. Perubahan-
perubahan ini manyebabkan gangguan transport ion keluar masuk ke dalam sel
terutama Na+ K++, Ca+.
Perubahan transport ion –ion menyebabkan kenaikan konsentrasi ion Na+ intrasel dan
K+ ektrasel , diikuti depolarisasi membran sel. Perubahan muatan (depolarisasi) pada
membran sel akan meningkatkan arus masuk ion Ca++ yang mempunyai sifat voltage
dependent tranport ke dalam sel melalui canal Ca++ pada membran apikal dan
basolateral sel-sel tubulus. Didalam sel mitokondria, kalsifikasi, dan penentuan matrik
yang amorf dan menimbulkan kerusakan mitokondria.
Hipotesis kelebihan ion Ca++ akan merusak sel-sel telah dibuktikan pada percobaan
yang memperlihatkan penurunan intensitas jejas setelah pemberian antagonis kalsium.
Kelebihan ion ca++ intrasel dapat memicu terbentuknya cytolic-free Ca++ yang akan
mengaktivasi kerja enzim-enzim sitolik. Peningkatan jumlah ion Ca++ intrasel
disebabkan perubahan polaritas membran sel dan diperberat oleh penurunan
kemampuan sel untuk ion-ion Ca++.
Pada keadaan hipoxsia, atau aptosis cadangan ATP akan menurun dan diikuti
penurunan aktivase ATP-ase. Penurunan aktivase aktivasi ATP-ase ini dapat
menghambat pengeluaran ion-ion Ca++ dari dalam sel pada saat influx Ca++
meningkat sehingga konsentrasi ion Ca++ intrasel sangat tinggi.
Pada keadaan normal asam amino intrasel lebih tinggi dari ekstrasel untuk
mempertahankanb sel-sel dalam berbagai jejas. Sesaat setelah aktivitas Na+/ K+ -
ATP-ase menurun, kerja co-tranport yang tergantung pada ion Na+ akan terhenti
menjadi secara dengsn ekstrasel. Pergeseran asam amino ke ruang ekstraselular dapat
menyebabkan penurunan konsentrasi glisin yang dianggap sebagai pelindung sel
sehingga sel akan lebih rentan terhadap berbagai jejas.
Selain itu dilepaskan calmodulin dan mediator lainnya yang mengakibatkan hilangnya
kemampuan autoregulasi sel, hilangnya adasi sel tubulus dan menyebabkan jejas pada
pada endotel-endotel pembuluh darah intrarenal. Pada keadaan hipoxsia sejumlah
besar asam lemak bebas dan asam arakhidonat akan dilepaskan oleh membran
fospolipid sebahagai akibat peningkatan phospholipaselain, aktivitasnya tergantung
pada Ca++ sehingga diduga peningkatan cytolicic free Ca++ mempunyai peranan
untuk aktivitas PLA2 dan enzim lainnya. Ketidak seimbangan antara pembentukan
yang berlebihan dan enzim penyapu yang tersedia, dapat menyebabkan gangguan
pada sel-sel. Paparan oksidan pada sel akan menyebabkan rusaknya struktur
sitoskleton sel serta integrin dari permukaan basal sel sehinggan adhesi antara sel dan
matrik protein ekstraseluler akan hilang.
Kerusakan sel-sel tubulus berhubungandangans hopoxsia (iskemik) dikenal sebagai
nekrosis tubular akut (NAT).
HIPOKSIA / ISKEMIK
pembengkakan sel ATP kebocoranCa++
↑ sistolik kalsium
(ca++)
GLOMERULUS TUBULUS
Vasokontriksi (AA) Nekrosis Sel epitel
↑ PGC Obtruksi intrarubular
LFG
Gambar. Mekanisme keruskan sel akibat iskemia
AA= arteriol afferent, PGC = tekanan intraglomerular
Gambaran patologis klasik dari GGA renal iskemik yaitu nekrosis fokal dari epitel
tubuler dengan adanya pelepasan dari membran dasarnya dan oklusi lumen tubulus
oleh serpihan padat yang terbentuk dari sel epitel yang degenerasi, debris seluler,
Tamm-Horsfall mucoprotein, dan pigmen. Akumulasi lekosit juga sering telrihat pada
vasa recta, namun morphologis dari glomeruli dan vasculature ginjal biasanya normal.
Necrosis paling parah terlihat pada bagian pars recta dari tubulus proksimalis namun
dapat juga terdapat pada bagian meduler dari thick ascending limb pada loop of
Henle.
Pada GGA nephrotoksik, perubahan morfologis cenderung terlihat jelas baik pada
convoluted dan pars recta tubulus proksimalis. Nekrosis sel tubuler lebih jarang
terlihat dibandingkan GGA iskemik.
F. MANIFESTASI KLINIK
Petunjuk klinis pada GGA prerenal adalah gejala kehausan dan pusing pada saat berdiri
tegak dan bukti pemeriksaan fisis berupa adanya hipotensi orthostatic dan tachycardia,
penurunan tekanan vena jugularis, penurunan turgor kulit, membrane mukosa yang
kering, dan berkurangnya keringat pada aksiler. Riwayat adanya penurunan progresif
dari produksi urin dan berat badan serta riwayat penggunaan NSAID (4) , ACE
Inhibitor (5), atau angiotensin reseptor blocker. Dari pemeriksaan klinis secara seksama
akan dapat terlihat stigmata dari penyakit hati kronis dan hipertensi portal, gagal jantung,
sepsis, atau penyebab lain yang mengurangi volume darah arterial efektif
GGA renal akibat iskemik biasanya terjadi setelah adanya hipoperfusi ginjal berat akibat
hipovolemic atau septic shock atau setelah operasi besar. Kemungkinan GGA iskemik
akan dapat berkembang lebih jauh jika GGA menetap walaupun terdapat normalisasi
hemodinamika sistemik. Diagnosis dari GGA akibat nephrotoxic membutuhkan
peninjauan terhadap data klinis, farmakologis, perawatan, dan riwayat radiology sebagai
suatu bukti terhadap paparan dari pengobatan nephrotoxin atau agen radiokontras atau
terhadap toxin endogen (myoglobin, hemoglobin, asam urat, protein myeloma, atau
peningkatan kalsium dalam serum).
Walaupun persentasi GGA iskemik dan nephrotoxic 90% dari kasus GGA renal, penyakit
parenkim ginjal yang lain juga patut dipertimbangkan. Nyeri pinggul juga merupakan
gejala umum akibat adanya oklusi dari arteri atau vena ginjal dan dengan penyakit
parenkim ginjal yang membuat kapsul ginjal distensi (glomerulonephritis berat dan
pyelonephritis). Nodul subcutaneous, livedo retikularis, plaq oranye retinal arteriolar,
nadi kaki yang teraba merupakan tanda dari adanya atheroembolization. GGA yang
berhubungan dengan oligouria, edema, hipertensi, dan sediment urin ‘aktif’ (sindrom
nefritik) menunjukkan adanya glomerulonephritis atau vaskulitis. Hipertensi malignan
sepertinya juga penyebab GGA pada pasien dengan hipertensi yang berat dan bukti
adanya kerusakan akibat hipertensi pada organ lain (left ventricular hypertrofi, retinopati
hipertensif, papiledema, atau gangguan neurologist). Demam, arthralgia, dan bercak
eritematous yang gatal terjadi setelah paparan obat yang menyebabkan adanya interstitial
nephritis allergic, walaupun tanda dari hipersensitivitas sistemik biasanya tak muncul
GGA postrenal memperlihatkan gejala nyeri pada suprapubik dan pinggul akibat distensi
dari buli-buli dan pada saluran pengumpulan urin di ginjal serta kapsul ginjal. Nyeri
kolik pinggul yang dapat merambat ke pangkal paha menunjukkan suatu obstruksi akut
ureter. Penyakit prostat diduga jika terdapat riwayat nokturia, frekuensi, dan hesitansi
serta pembesaran atau indurasi dari prostate pada pemeriksaan rectal. Neurogenik
bladder dicurigai terjadi pada pasien yang mngkonsumsi obat-obatan antikolinergik atau
adanya bukti klinis disfungsi autonom. Diagnosis definitif dari GGA postrenal sangat
bergantung pada investigasi radiologik dan respon penyembuhan yang cepat setelah
hilangnya sumbatan.
G. WORKING DIAGNOSIS
Gagal Ginjal Akut / Acute Kidney Injury (Pre-renal)
GGA prerenal adalah bentuk paling sering dari GGA dan memberikan respon fisiologik
berupa hipoperfusi renal ringan sampai sedang. GGA prerenal dapat reversible dengan
cepat melalui restorasi aliran darah ginjal dan tekanan ultrafiltasi glomerulus. Jaringan
parenkim ginjal tidaklah rusak; dengan demikian, ginjal dari individu dengan GGA
prerenal berfungsi baik ketika dicangkok ke dalam para penerima dengan fungsi
kardiovasculer yang normal. Hypoperfusion yang lebih berat dapat menyebabkan trauma
iskemik dari parenkim ginjal dan Renal GGA ( lihat di bawah). Jadi, GGA prerenal dan
GGA renal akibat ischemia menjadi bagian dari suatu spektrum hypoperfusion ginjal.
GGA Prerenal dapat mempersulit penyakit apapun yang mempengaruhi hypovolemia,
berhubungan dengan cardiac output yang rendah, vasodilatasi sistemik, atau
vasokonstriksi selektif intrarenal.
Hypovolemia akan menyebabkan penurunan tekanan arterial sistemik, dimana dideteksi
sebagai berkurangnya regangan arterial dan cardiac baroreseptor. Baroreceptor yang aktif
memicu suatu respon neurohormonal yang dirancang untuk mengembalikan volume darah
dan tekanan arterial. Ini meliputi pengaktifan dari sistem simpatik renin-angiotensin-
aldosterone dan pelepasan arginine vasopressin (AVP; dahulu dikatakan sebagai
Antidiuretik Hormone). Norepinephrine, angiotensin II, dan AVP berkolaborasi dalam
usaha untuk menjaga perfusi otak dan jantung dengan merangsang vasokonstriksi pada
sirkuit vaskuler "nonesensial", seperti musculocutaneous dan peredaran splanchnic,
mencegah pelepasan natrium yang menghambat melalui keringat, merangsang haus, dan
dengan memicu retensi natrium dan air. Perfusi glomerulus, tekanan ultrafiltrasi, dan
tingkat filtrasi selama hypoperfusion yang ringan dijaga melalui beberapa mekanisme
kompensasi. Reseptor regangan dalam arteriol afferent, sebagai respon atas suatu
pengurangan tekanan perfusion, mencetuskan vasodilatasi arteriol afferent melalui suatu
refleks myogenik lokal ( autoregulasi). Biosynthesis dari vasodilator prostaglandins ( e.g.,
prostaglandin E2 dan prostacyclin) juga ditingkatkan, dan campuran ini cenderung
melebarkan arteriol aferen. Sebagai tambahan, angiotensin II cenderung menyebabkan
vasokonstriksi arteriol eferen. Sebagai hasilnya, tekanan intraglomerular terjaga, fraksi
plasma yang mengalir melalui kapiler glomerular yang tersaring akan ditingkatkan ( fraksi
filtrasi), dan glomerular filtration rate (GFR) dipertahankan. Pada keadaan hypoperfusion
yang lebih berat, respon kompensasi ini dapat gagal dan GFR menurun, dan mengarah
kepada GGA prerenal
Autoregulasi dari dilatasi arteriol afferent maksimal pada tekanan arterial sistemik setinggi
~ 80 mmHg, dan hipotensi di bawah angka ini berhubungan dengan suatu kemunduran
yang drastis dari GFR. Derajat hipotensi yang lebih rendah dapat menimbulkan GGA
prerenal pada orang tua dan pada pasien dengan penyakit yang mempengaruhi integritas
arteriol afferent (misal, hypertensive nephrosclerosis, vasculopathy diabetik). Sebagai
tambahan, obat yang mempengaruhi respon adaptif pada microsirkulasi ginjal dapat
merubah hypoperfusion ginjal terkompensasi menjadi GGA prerenal yang jelas atau
memicu GGA prerenal menjadi GGA ischemic intrarenal. Obat-obat inhibitor dari baik
biosintesis renal prostaglandin [ penghambat cyclooxygenase ; nonsteroidal
antiinflamation drugs( NSAIDS)] atau inhibitor angiotensin-converting enzim (ACE
Inhibitor) dan reseptor angiotensin II blockers adalah penyebab yang utama dan harus
digunakan secara hati-hati pada keadaan yang dicurigai dapat terjadi hipoperfusi ginjal.
NSAIDS tidak mempengaruhi GFR pada individu yang sehat tetapi dapat mempercepat
GGA prerenal pada pasien dengan penurunan volume cairan atau pada insufisiensi renal
kronis dimana GFR terjaga oleh hiperfiltrasi yang dimediasi prostaglandin oleh nefron
fungsional yang terisa. penghambat ACE harus digunakan dengan bijaksana pada pasien
dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau stenosis unilateral dimana hanya satu ginjal
yang berfungsi. Pada keadaan ini, perfusi dan filtrasi glomerular sangat dipengaruhi oleh
angiotensin II. Angiotensin II memelihara tekanan filtrasi glomerular distal ke stenosis
dengan peningkatan tekanan arterial systemic dan dengan mencetuskan konstriksi selektif
pada arteriol. Penghambat ACE dapat memperlambat respon ini dan mempercepat GGA,
namun umumnya reversibel, pada ~30% kasus.
Hepatorenal Syndrome ini adalah suatu bentuk agresif dari GGA, dengan banyak bentuk
dari GGA prerenal, yang sering mempersulit kegagalan hepatik akibat cirrhosis atau
penyakit hati berat lainnya, mencakup keganasan, reseksi hepatik, dan obstruksi bilier.
Pada sindrom hepatorenal yang berat, GGA berkembang walaupun telah terjadi
optimisasihemodinamika sistemik dan memiliki tingkat kematian sebesar >90%.
H. DIAGNOSIS BANDING
Gagal Ginjal Akut / Acute Kidney Injury ( Renal)
GGA renal dapat mempersulit beragam penyakit berbeda pada parenkim ginjal itu sendiri.
Dari sudut pandang klinikopathologis, dapat berguna untuk membagi penyebab GGA
renal ke dalam (1) penyakit dari pembuluh darah besar ginjal, (2) penyakit dari
mikrosirkulas ginjal dan glomeruli, (3) GGA ischemic dan akibat nephrotoxic, dan (4)
radang tubulointerstitial. GGA renal paling sering dicetuskan oleh ischemia ( GGA yang
ischemic) atau nephrotoxins ( GGA yang nephrotoxic), yang secara sederhana
menimbulkan acute tubular necrosis ( ATN). Maka, pada umumnya penggunaan istilah
GGA dan ATN dapat dipertukarkan pada keadaan seperti ini. Bagaimanapun, sebanyak 20
sampai 30% dari pasien dengan GGA ischemic atau nephrotoxic tidak mempunyai tanda
klinis atau bukti morphologis dari nekrosis tubuler, menggarisbawahi peran dari trauma
sublethal pada epithelium tubuler dan kerusakan lain pada sel ginjal yang lain ( misal,sel
endothelial ) pada pathophysiology dari sindrom ini.
Penyebab lain GGA Renal
Pasien dengan atherosclerosis berat dapat mengalami GGA setelah manipulasi aorta atau
arteri renalis pada saat operasi atau angiography, setelah suatu trauma, atau yang lebih
jarang, adanya embolisasi kristal kolesterol pada pembuluh darah ginjal (atheroembolic
GGA). Kristal kolesterol tersumbat di dalam lumen arteri berukuran kecil atau sedang.
Kemudian memicu reaksi sel giant dan reaksi fibrosis di dalam dinding pembuluh darah
dengan penyempitan atau penyumbatan dari lumen pembuluh darah. Atheroembolic GGA
biasanya ireversibel.
Sangat banyak struktur agen pharmalogis yang memicu GGA akibat reaksi
hipersensitivitas berupa interstitial nephritis, suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
infiltrate pada tubulointerstritium berupa granulosit (biasanya namun tidak selalu,
eosinophils), makrofag, dan/atau limfosit dan dengan interstitial oedema. Obat yang
tersering adalah antibiotic seperti penicillins, cephalosporins, trimethoprim, sulfonamides,
rifampicin dan NSAID
Gagal Ginjal Akut / Acute Kidney Injury (Post Renal)
Prevalensi bstruksi saluran kemih sebagai penyebab GGA kurang dari 5% kasus
GGA. Hal ini dikarenakan ginjal mempunyai kapasitas klirens untuk
mengeksresi produk limbah nitrogenous setiap harinya, GGA akibat obstruksi
hanya terjadi jika terdapat sumbatan aliran urin dari urethral meatus externum
dan kandung kemih, obstruksi bilateral ureter, atau sumbatan ureter unilateral
pada pasien dengan 1 ginjal yang berfungsi.Obstruksi buli-buli merupakan
sebab umum terjadinya GGA postrenal dan biasanya disebabkan oleh penyakit
prostate (seperti Bengn Prostat Hypertrophy, tumor, atau infeksi). Penyebab
yang lebih jarang yaitu obstruksi saluran kemih bagian bawah termasuk bekuan
darah, calculus, dan urtheritis disertai spasme. Obstruksi ureter dapat
disebabkan oleh obstruksi intraluminal (kalkulus), infiltrasi dinding ureter
(neoplasia) atau kompresi eksternal (retroperitoneal fibrosis, neoplasia, atau
abses) Selama tahap awal obstruksi (jam sampai hari), filtrasi glomerulus yang
berkontinu akan meningkatkan tekanan intraluminal di atas dari lokasi
obstruksi. Sebagai hasilnya, terjadi distensi berangsur dai ureter proksimal,
renal pelvis, dan calyces, dan penurunan pada GFR(2). Obstruksi akut mulanya
berkaitan dengan peningkatan ringan aliran darah ginjal namun vasokonstriksi
arteriolar segera terjadi mendadak, mengarahkan pada penurunan filtrasi
glomerulus lebih lanjut.
I. KOMPLIKASI
GGA mengganggu eksresi natrium, kalium, dan air dan merusak homeostasis divalensi
kation serta mekanisme pengasaman urine. Akibatnya, GGA sering mempersulit volume
overload pada intravaskuler, hyponatremia, hyperkalemia, hyperphosphatemia,
hypocalcemia, hypermagnesemia, dan asidosis metabolik. Sebagai tambahan, pasien tidak
dapat mengeskresi produk limbah nitrogen dan cenderung terkena syndrome uremik.
Kecepatan dari perkembangan dan keparahan dari komplikasi ini memperlihatkan derajat
kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme dari pasien.
Ekspansi volume cairan extraseluler merupakan suatu konsekuensi mutlak dari
berkurangnya eksresi air dan natrium pada pasien anuria atau oligouria. Dimana bentuk
yang lebih ringan ditandai dengan peningkatan berat badan, rales paru, peningkatan
tekanan vena jugular, dan edema. Ekspansi volume berkelanjutan dapat mempresipitasi
edema pulmoner yang berbahaya. Hypervolemia dapat menjadi dilemma pada pasien
yang sedang menjalani pengobatan intravena dan nutrisi enteral atau parenteral.
Pemberian berlebihan air baik dengan cara biasa maupun dengan nasogastrik tube dan
pemberian intravena larutan hipotonik atau larutan dekstrose isotonic dapat menyebabkan
hipoosmolaliti dan hiponatremia, dimana jika parah dapat menyebabkan edema serebral
dan abnormalitas neurologis termasuk kejang.
Hyperkalemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGA. Serum kalium
biasanya meningkat 0,5 mmol/L per hari pada pasien anuri/oligouri akibat gangguan
eksresi kalium yang diinfus dan kalium yang dilepaskan dari jaringan yang cedera.
Asidosis metabolik yang telah ada sebelumnya dapat mengeksaserbasi hiperkalemia
karena adanya effluks kalium dari sel. Hyperkalemia dapat menjadi parah, bahkan pada
saat diagnosis pasien rhabdomyolisis, hemolisis, dan tumor lysissyndrome. Hyperkalemia
ringan (<6.0>
Metabolisme dari asupan protein memberikan 50 hingga 100 mmol/hari asam
nonvotil yang secara normal dieksresi oleh ginjal. Konsekuensinya GGA juga biasanya
disertai dengan komplikasi asidosis metabolik, sering dengan peningkatan serum anion
gap. Asidosis dapat menjadi parah jika produksi endogen dari ion hidrogen meningkat
akibat mekanisme lainnya (misalnya ketoasidosis diabetik, laktat asidosis akibat
hipoperfusi jaringan, penyakit hati, sepsis, atau metabolisme ethylene glycol dan
methanol.
Hiperphospatemia ringan adalah komplikasi tersering dari GGA. Hiperphospatemia berat
dapat berkembang pada pasien dengan katabolisme tinggi atau setelah rhabdomyolysis,
hemolysis, atau tumor lysis. Deposisi metastatik dari kalsium fosfatase dapat
menyebabkan hipocalcemia, terlebih jika kadar konsenstrasi kalsium dan fosfat melebihi
70 mg/dL. Faktor lainnya yang berkontribusi pada hipocalcemia termasuk resistensi
jaringan terhadap pengaruh hormon paratirhoid dan penurunan kadar 1,25-
dihydroxyvitamin D. Hypocalcemia biasanya asimptomatis namun dapat menyebabkan
paresthesia perioral, keram otot, kejang, halusinasi, dan perubahan berkepanjangan dari
T-wave serta QT interval pada pemeriksaan EKG
Anemia berkembang secara cepat pada GGA dan umumnya ringan serta terjadi akibat
banyak faktor. Faktor yang berkontribusi yaitu gangguan eritropoesis, hemolisis,
perdarahan, hemodilusi, dan menurunnya umur sel darah merah. Memanjangnya waktu
perdarahan dan leukositosis juga umum. Infeksi merupakan komplikasi berat dan umum
GGA yang terjadi pada 50 hingga 90% kasus GGA dan 75% menyebabkan kematian.
Belum jelas apakah pasien dengan GGA memiliki defek klinis signifikan pada respon
imun atau adanya peningkatan insidens infeksi akibat adanya kerusakan berulang pada
barier mukokutan (contoh pada kanul intravena, ventilasi mekanik, kateter saluran kemih.
Komplikasi kardiopulmoner pada GGA termasuk arrhythmias, myocardial infarction,
pericarditis dan efusi pericardial, edema pulmoner, dan emboli pulmoner. Perdarahan
gastrointestinal ringan juga dapat ditemukan (10 sampai 30% ) dan biasanya akibat stress
ulser pada mukosa lambung atau usus halus.
GGA berat yang berkepanjangan akan dapat berkembang menjadi sindrom uremik.
Diuresis aktif dapat terjadi selama fase penyembuhan GGA, dapat juga, pada beberapa
keadaan, menyebabkan penurunan volume intravaskuler dan lambatnya penyembuhan
GFR. Hipernatremia dapat juga menjadi komplikasi pada fase penyembuhan jika
pengeluaran cairan melalui urin hipotonik tidak digantikan secara tepat dengan larutan
saline hipertonik. Hypokalemia, hypomagnesemia, hypophosphatemia, dan hypocalcemia
adalah komplikasi metabolik yang lebih jarang pada fase ini.
J. PREVENTIV
Karena tidak ada terapi spesifik untuk GGA, pencegahan merupakan hal yang
paling penting. Bayak kasus GGA iskemik dapat dihindari dengan adanya
perhatian lebih tinggi pada fungsi kardiovaskuler, seperti pada pasien beresiko
tinggi seperti lansia dan seseorang yang telah memiliki insufisiensi renal
sebelumnya. Restorasi agresif volume intravaskuler telah menunjukkan
penurunan dramatis terhadap insiden GGA iskemik setelah terjadinya operasi
mayor atau pada trauma berat dan luka bakar. Insiden GGA nephrotoxic dapat
diturunkan dengan penyesuaian obat nephrotoksik terhadap ukuran badan dan
GFR. Sebagai contoh, mengurangi dosis atau frekuensi pemakian obat pada
pasien yang memiliki kerusakan ginjal sebelumnya. Dalam hal ini, perlu
diketahui bahwa kadar kreatinin serum relative kurang sensitive untuk
mengetahui GFR dan dapat terlihat lebih tinggi pada pasien berukuran kecil
atau pada lansia. Untuk tujuan menentukan dosis obat, sangat dianjurkan untuk
menggunakan formula Cockcroft-Gault dimana faktor berat badan dan umur
mempengaruhi hasilnya. Menyesuaikan dosis obat berdasarkan kadar obat yang
bersirkulasi juga sepertinya mengurangi resiko cedera di ginjal pada pasien
yang mengkonsumsi antibiotik aminoglycoside, cyclosporine, or tacrolimus.
Diuretics, cyclooxygenase inhibitors, ACE8 inhibitors, angiotensin II receptor
blockers, dan vasodilator lainnya harus digunakan dengan perhatian lebih pada
pasien yang dicurigai memiliki hypovolemia yang nyata atau penyakit
renovaskuler karena zat-zat ini dapat merubah GGA prerenal menjadi GGA
iskemik di masa depan. Allopurinol dan diuresis alkaline berguna sebagai
profilaksis pada pasien dengan beresiko tinggi terkena nephropati asam urat
akut (misalnya pada kemoterapi kanker hematologik) dengan cara membatasi
pembentukan asam urat dan mencegah presipitasi kristal urat pada tubulus
ginjal. Provokasi diuresis alkalin dapat juga mencegah atau mengurangi GGA
pada pasien yang mengkonsumsi methotrexat dosis tinggi atau menderita
rhabdomyolisis. N-acetylcysteine membatasi cedera ginjal yang disebabkan oleh
acetaminophen jika diberikan 24 jam pertama setelah asetaminofen dikonsumsi.
Ethanol menghambat metabolisme ethylene glycol menjadi asam oxalic dan hasil
metabolit toksik lainnya dan merupakan tambajan penting pada hemodialisis
pada penanganan kegawatdaruratan intoksikasi ethylene glycol.
K.