makalah alergi

71
ALERGI A. Definisi Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi.Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor- faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA. Alergi ialah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul segera atau dalam rentan waktu

Upload: novianandriyanti

Post on 15-Dec-2015

899 views

Category:

Documents


183 download

DESCRIPTION

imun

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH ALERGI

ALERGI

A. Definisi

Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada

suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan

antibodi.Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah

alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan

penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada

berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik,

kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya

infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-

supresor dan defisensi IgA.

Alergi ialah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul

segera atau dalam rentan waktu tertentu setelah eksposisi atau kontak

dengan zat yang tertentu (alergen) (Judarwanto, 2005).

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di

mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara

imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik)

atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata

Page 2: MAKALAH ALERGI

lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-

bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal

sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-

bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.

Alergi adalah suatu reaksi sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap

suatu bahan / zat asing (alergen). Bentuk reaksi itu macam-macam, bisa

berbentuk ruam kemerahan, penyumbatan (kongesti), pilek, bersin, radang

mata, asma, shock atau bahkan kematian (jarang terjadi). Alergi dapat

berasal dari makanan atau obat. Sebagian besar penyebab alergi makanan

adalah zat-zat protein tertentu dalam susu sapi, putih telur, gandum, kedelai,

udang, dll. Sedangkan dari obat, penisilin dan turunannya yang paling banyak

menimbulkan reaksi alergi. Jenis obat dengan kecenderungan besar

menimbulkan reaksialergi adalah jenis sul!a, barbiturat, antikon"ulsi, insulin

dan anestesi lokal

B. Epidemiologi

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri

menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa

tahun terahkir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi

kunjungan penderita di klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut

survey rumah tangga dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi

adalah adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien

berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari

semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan

gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi. BBC beberapa

waktu yang lalu melaporkan penderita alergi di Eropa ada kecenderungan

meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun

terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi alergi. Anak usia

sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma, 6 juta

orang mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita Hay Fever lebih dari 9

juta orang (Judarwanto, 2005).

Prevalensi alergi mengalami kenaikan pada dekade terakhir terutama

pada sosial ekonomi tinggi dan daerah industri. Di suatu desa di Jakarta

Page 3: MAKALAH ALERGI

prevalensi penyakit alergi pada kelompok anak usia kurang dari 14 tahun

sebesar 25 %. Berdasarkan hasil survey dengan Kuesioner ISAAC pada

anak sekolah dasar usia 6-7 tahun di Semarang didapatkan jumlah kasus

alergi berturut-turut meliputi asma sebanyak 8,1%, rinitis alergik sebanyak

11,5% dan eksim sebanyak 8,2%.

C. Klasifikasi

Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik

menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara

berlebihan.

2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat

tertentu.

3. Dermatitis kontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat

kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.

Page 4: MAKALAH ALERGI

Menurut sumber lainnya menyebutkan bahwa alergi dibagi menjadi 4

macam, tipe I s/d III berhubungan dengan antibodi humoral, sedangkan

macam ke IV mencakup reaksi alergi lambat oleh antibodi seluler.

a. Type I (reaksi anafilaktis dini)

Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan

dibentuk antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak

selanjutnya, akan terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam proses

ini zat-zat mediator (histamin, serotonin, brdikinin, SRS= slow reacting

substances of anaphylaxis) akan dilepaskan (released) ke sirkulasi tubuh.

Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ialah otot-

otot polos (smooth muscles) yang akan mengerut (berkontraksi). Juga

terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endotelial,

sehingga cairan plasma darah akan meresap keluar dari pembuluh ke

jaringan. Hal ini mengakibatkan pengentalan darah dengan efek klinisnya

hipovolemia berat.

Gejala-gejala atau tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah:

shok anafilaktis

urtikaria, edema Quincke

Page 5: MAKALAH ALERGI

kambuhnya/eksaserbasi asthma bronchiale

rinitis vasomotorica

Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau

anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan

bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat

mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil

hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah

terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan

awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh

imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah

mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping

darah, neutrofil, dan eosinofil.

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe

I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE

total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu

penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah

satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang

tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat

dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma,

dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe

I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,

penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau

desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.

b. Type II (reaksi imu sitotoksis)

Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan bagian-

bagian membran sel yang bersifat antigen, sehingga mengakibatkan

terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi setelah transfusi

darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis, leukopeni,

trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun.

Page 6: MAKALAH ALERGI

Tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan

imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan

matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau

jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada

umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan

sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

Alergi dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang

berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan

kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari Alergi tipe II adalah:

a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel

epidermal),

b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang

dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti

hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan

sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah).

Page 7: MAKALAH ALERGI

c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan

glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal). merupakan

penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi pada glomerulus pada

ginjal dan alveolus pada paru-paru. Sindrom Goodpasture merupakan

penyakit yang serius yang dapat menyebabkan pendarahan pada paru-

paru dan gagal ginjal. Sindrom ini banyak terjadi pada pria muda, tetapi

dapat juga berkembang pada usia berapapun dan dapat menjangkiti

wanita. Sindrom Goodpasture dapat terjadi akibat reaksi pengobatan

dengan obat immunosupresan dan plasmaferesis (prosedur untuk

membuang antibodi yang tidak diinginkan dari plasma darah).

Seseorang yang terkena sindrom ini bila terus menerus terkena maka

perlu dilakukan proses dialisis darah dan yang paling parah adalah

transplantasi ginjal

c. Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune complex =

precipitate)

Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan lokal/setempat

(Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan ke dua dari

sebuah alergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam

reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan

Page 8: MAKALAH ALERGI

terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contoh: fenomena Arthus,

serum sickness, lupus eritematodes, periarteriitis nodosa, artritis rematoida.

Tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan

adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di

dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau

peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang

diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan

adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus,

lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang

persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi

terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks

antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita

penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan

menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga

dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi,

atau dalam bagian koroid pleksus otak.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks

imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan

antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum

sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis.

Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi

Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi

dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan

kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus

adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan

sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium

casei pada paru-paru pembuat keju.

Pada reaksi hipersensitivitas tipe III terdapat dua bentuk reaksi, yaitu :

1.      Reaksi Arthus

Maurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara

intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi

konsentrasi tinggi akan menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang

Page 9: MAKALAH ALERGI

mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi

bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukosit-leukosit PMN. Hal ini

disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks

imun. Reaksi Arthus di dinding bronkus atau alveoli diduga dapat

menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi

antigen. Reaksi Arthus ini biasanya memerlukan antibodi dan antigen

dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan memebentuk

kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi atau mengendap pada

dinding pembuluh darah. Bila agregat besar, komplemen mulai

diaktifkan. C3a dan C5a yang terbentuk meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah menjadi edema. Komponen lain yang bereperan

adalah fakor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai menimbun di

tempat reaksi dan menimbulkan stasisi dan obstruksi total aliran darah.

Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama

dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti

protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif.

2.      Reaksi serum sickness

Page 10: MAKALAH ALERGI

Istilah ini berasal dari pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai

konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan

tetanus dengan antiserum asal kuda. Penyuntikan serum asing dalam

jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan.

Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai

penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan. Pada keadaan ini

dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa,

ruam urtika yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit

yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan

mungkin juga ditemui albuminaria sementara. Pada berbagai infeksi,

atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan

reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini

kemudian yang menimbulkan reaksi disertai dengan komplek imun.

Contoh dari reaksi ini adalah :

1.      Demam reuma

Demam rheuma ada lah penyak t i s is temik yang

ber is fa t subakut a tau khron ik yang da lam  perjalanan

penyakit selanjutnya dapat sembuh dengan sednririnya (self

limited) atau menjurus pada deformitas katup jantung. Penyakit ini

banyak terjadi di negara-negara y a n g s e d a n g  berkembang di

Page 11: MAKALAH ALERGI

mana insiden infeksi Streptokokus β Hemolitikus masih tinggi.

Demam rheuma paling banyak mengenal golongan usia 5 – 15

tahun, dan jarang dijumpai pada usia kurang dari 4 tahun atau di

atas 50 tahun. Penyakit ini adalah akibat dari respon reaksi antigen

– antobodi yang terjadi dalam jangkawaktu an tara 1 – 4

minggu se te lah te r jad inya in feks i dengan

St rep tokokus β Hemol i t i kus grup A misalnya : tonsillitis

nasofaringitis atau otitis media.

2.      Artritis rheumatoid

Merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat

tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang

mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.

Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak

sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan

struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.

Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari,

pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium

lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas

sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu

berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita tidak

merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis

Page 12: MAKALAH ALERGI

diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai

dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia

3.      Infeksi lain

4.      Farmer’s lung

Adalah sebuah hipersensitivitas pneumonitis yang disebabkan oleh

penghisapan debu biologis yang berasal dari debu jerami atau

produk pertanian lainnya. Ini menghasilkan respon inflamasi

Page 13: MAKALAH ALERGI

hipersensitivitas tipe III dan menjadi kondisi kronis yang berbahaya.

Sementara, alergen yang dihirup sering menyebabkan antibodi Ig E

beredar dalam darah, jenis respon imun yang paling sering itu

disebabkan oleh paparan actinomycetes termofilik (paling sering

Saccharopolyspora rectivirgula ) yang menghasilkan IgG-jenis

antibodi. Setelah paparan berikutnya, antibodi IgG bergabung

dengan alergen inhalasi untuk membentuk kompleks imun di

dinding alveoli paru-paru. Hal ini menyebabkan cairan, protein, dan

sel-sel menumpuk di dinding alveolar yang memperlambat

pertukaran darah-gas dan fungsi paru-paru.

d. Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)

Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari setelah

terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit yang telah

tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamatoris atau

peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid

pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contoh: reaksi tuberkulin (pada

tes kulit tuberkulosa), contact eczema, contact dermatitis, penyakit

autoimun (poliarthritis, colitis ulcerosa) dll.)

Tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe

lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan

jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam

reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin,

serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena

paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah

hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis),

dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type

hipersensitivity, DTH).

Tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu

awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga

kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 14: MAKALAH ALERGI

TipeWaktu

reaksi

Penampakan

klinisHistologi Antigen dan situs

Kontak48-72

jamEksim (ekzema)

Limfosit, diikuti

makrofag; edema

epidermidis

Epidermal (senyawa

organik, jelatang atau 

poison ivy, logam

berat , dll.)

Tuberkulin48-72

jam

Pengerasan

(indurasi) lokal

Limfosit, monosit,

makrofag

Intraderma

(tuberkulin, lepromin,

dll.)

Granuloma

21-28

hariPengerasan

Makrofag, epithelo

id dan sel raksaksa,

fibrosis

Antigen persisten atau

senyawa asing dalam

tubuh

(tuberkulosis, kusta,

etc.)

Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu:

1. Hipersensitivitas Jones Mole (Reaksi JM)

Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Hal

tersebut biasanya ditimbulkan oleh antigen yang larut dan disebabkan

oleh limfosit yang peka terhadap siklofosfamid. Reaksi JM atau

Cutaneous Basophil Hypersensitivity (CBH) merupakan bentuk CMI

yang tidak biasa dan telah ditemukan pada manusia sesudah suntikan

antigen intradermal yang berulang-ulang. Reaksi biasanya terjadi

sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa indurasi yang

merupakan ciri dari CMI. Eritem itu terdiri atas infiltrasi sel basofil.

Mekanisme sebenarnya masih belum diketahui. Kelinci yang digigit

tungau menunjukkan reaksi CBH yang berat di tempat tungau

Page 15: MAKALAH ALERGI

menempel. Basofil kemudian melepas mediator yang farmakologik aktif

dari granulanya yang dapat mematikan dan melepaskan tungau

tersebut. Basofil telah ditemukan pula pada dermatitis kontak yang

disebabkan allergen seperti poison ivy penolakan ginjal dan beberapa

bentuk konjungtivitis. Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa

basofil mempunyai peranan dalam penyakit hipersensitivitas.

2. Hipersensitivitas Kontak dan dermatitis kontak

Dermatitis kontak dikenal dalam klinik sebagai dermatitis yang timbul

pada titik tempat kontak dengan alergen. Reaksi maksimal terjadi

setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans

sebagai Antigen Presenting Cell (APC) memegang peranan pada reaksi

ini. Innokulasi (penyuntikkan) melalui kulit, cenderung untuk merangsang

perkembangan reaksi sel-T dan reaksi-reaksi tipe lambat yang sering

kali disebabkan oleh benda-benda asing yang dapat mengadakan ikatan

dengan unsur-unsur tubuh untuk membentuk antigen-antigen baru. Oleh

karena itu, hipersensitivitas kontak dapat terjadi pada orang-orang yang

menjadi peka karena pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-

bahan kimia seperti prikil klorida dan kromat. Kontak dengan antigen

mengakibatkan ekspansi klon sel-T yang mampu mengenal antigen

tersebut dan kontak ulang menimbulkan respon seperti yang terjadi

pada CMI. Kelainan lain yang terjadi ialah pelepasan sel epitel

(spongiosis) menimbulkan infiltrasi sel efektor. Hal ini menimbulkan

dikeluarkannya cairan dan terbentuknya gelembung.

Page 16: MAKALAH ALERGI

3. Reaksi Tuberkulin

Reaksi tuberculin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi

dermatitis kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen.

Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklier (50% limfosit dan sisanya

monosit). Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di

sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen

kulit. Dalam beberapa hal antigen dimusnahkan dengan cepat sehinga

menimbulkan kerusakan. Dilain hal terjadi hal-hal seperti yang terlihat

sebagai konsekuensi CMI. Kelainan kulit yang khas pada penyakit

cacar, campak, dan herpes ditimbulkan oleh karena CMI terhadap virus

ditambah dengan kerusakan sel yang diinfektif virus oleh sel-Tc.

4. Reaksi Granuloma

Menyusul respon akut terjadi influks monosit, neutrofil dan limfosit ke

jaringan. Bila keadaan menjadi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi

berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklier. Pada stadium

ini, dikerahkan monosit, makrofak, limfosit dan sel plasma yang

memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.

Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara Imunologis

Page 17: MAKALAH ALERGI

Tipe Mekanisme Imun Gangguan Prototipe

1 Tipe

Anafilaksis

Alergen mengikat silang

antibody IgE ® pelepasan amino

vasoaktif dan mediatorlain dari

basofil dan sel mast rektumen

sel radang lain

Anafilaksis, beberapa

bentuk asma

bronchial

2 Antibodi

terhadap

antigen

jaringan

tertentu

IgG atau IgM  berikatan dengan

antigen pada permukaan sel       

fagositosis sel target atau lisis

sel target oleh komplemen atau

sitotosisitas yang diperantarai

oleh sel yang bergantung

antibodi

Anemia hemolitik

autoimun,

eritroblastosis fetalis,

penyakit

Goodpasture,

pemfigus vulgaris

3 Penyakit

Kompleks

Imun

Kompleks antigen-antibodi  

mengaktifkan ® komplemen 

menarik perhatian nenutrofil

menjadikan pelepasan enzim

lisosom, radikal bebas oksigen,

dll                     

Reahsi Arthua, serum

sickness, lupus

eritematosus sistemik,

bentuk tertentu

glumerulonefritis akut

4 Hipersensivitas

Selular

(Lambat)

Limfisit T tersensitisasi

pelepasan sitokin dan

sitotoksisitas yang diperantarai

oleh sel T

Tuberkulosis,

dermatitis kontak,

penolakan transplant

D. Etiologi

Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :

Page 18: MAKALAH ALERGI

1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.

2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.

3. Faktor genetik.

4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai

jenis makanan dan zat lain.

Pada dasarnya sistem kekebalan tubuh merupakan benteng

pertahanan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh yang dapat

menyebabkan penyakit. Bila terdapat benda yang membahayakan yang disebut

dengan antigen masuk, maka sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dengan

cara mendatangi antigen tersebut dan menghasilkan antibodi yang disebut

imunoglobul in ( IgG, IgA, IgM, IgD,dan Ig E). Imunoglobul in yang

dapat menimbulkan reaksi alergi adalah IgE. Pada orang alergi, produksi IgE

sangat berlebihan. Imunoglobulin E yang terbentuk ini akan mendekati antigen

yang masuk ke dalam tubuh dan menempel di permukaannya.

Selanjutnya IgE akan mengakt ivasi sel mast. Sel mast ini

mengandung zat-zat aktif seperti histamin yang dapat mengiritasi jaringan,

akibatnya tubuh akan mengalami reaksi alergi seperti gtaal, mata berair, bersin-

bersin dll. Salah satu reaksi berbahaya yang disebabkan oleh reaksi alergi ini

adalah pembengkakan jalan napas yang dapat menimbulkan sumbatan jalan na!

Page 19: MAKALAH ALERGI

as. Alergi dapat terjadi baik sejak janin masih berada di dalam kandungan

maupun di berbagai macam rentang usia. Pada umumnya alergi timbul di usia

kanak-kanak, namun kejadian paling sering terjadi di usia dewasa. Penyebab

sensitifnya seseorang terhadap alergen tertentu dan berlebihannya produksi IgE

akibat terkena alergen masih belum diketahui penyebabnya. Diperkirakan

hubungan yang paling sering adalah faktor keturunan. Alergi dapat diturunkan

dari orang tua ke anak. Apabila kedua orang tua tidak memil ik i r iwayat

alergi , maka r is iko anak memil ik i a lergi sebesar 25%. Apabi la

salah satu dari kedua orang tua anak memiliki alergi, maka risiko meningkat

menjadi 50% dan 75% bila alergi dimiliki oleh kedua orang tua.

E. Faktor Resiko

Faktor genetik.

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita.

Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita

harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu

orang tua yang menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko

pada anak sekitar 17 – 40%, Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada

anak meningkat menjadi 53 – 70%.

Page 20: MAKALAH ALERGI

Imaturitas usus (Ketidakmatangan Usus)

Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan

pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam

lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara

imunologik IgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia

dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur

system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi,

sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.

Pajanan alergi .

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi

sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin

terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada

masa bayi.

Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal

Page 21: MAKALAH ALERGI

a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam

lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi

imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen

makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi

makanan tertentu.

b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai

janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan

dan norma kehidupan setempat.

c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan

penyerapan alergen bertambah.

2. Fakor Eksternal

a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,

stress) atau beban latihan (lari, olah raga).

b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut

prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.

c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat

menimbulkan reaksi alergi.

F. Jenis-jenis Alergen

Page 22: MAKALAH ALERGI

1. Alergen inhalatif atau alergen yang masuk melalui saluran pernafasan.

Contohnya: serbuk sari tumbuh-tumbuhan (rumput, macam-macam pohon,

dsb.), spora jamur (aspergillus, cladosporium, penicillium, alternaria dsb.),

debu atau bubuk bahan-bahan kimia atau dari jenis padi-padian/gandum-

ganduman (gandum, gandum hitam dsb.), uap formalin dll.

2. Alergen ingestif atau alergen yang masuk melalui saluran pencernaan:

susu, putih telur, ikan laut atau ikan air tawar, udang, makanan asal

tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu dsb.), obat-obat telan.

3. Alergen kontak atau alergen yang menimbulkan reaksi waktu bersentuhan

dengan kulit atau selaput lendir : zat-zat kimia, zat-zat sintetik (plastik,

obat-obatan, bahan desinfeksi dll.), bahan-bahan yang berasal dari hewan

(sutera, woll dll.) atau dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau damar

dsb.).

4. Alergen yang memasuki tubuh melalui suntikan atau sengatan: obat-

obatan, vaksin, racun atau bisa dari serangga seperti lebah atau semut

merah).

5. Implant dari bahan sintetik atau logam (tertentu), bahan-bahan yang

digunakan dokter gigi untuk mengisi lubang di gigi.

6. Autoalergen ialah zat dari organisme itu sendiri yang keluar dari sel-sel

yang rusak atau pada proses nekrosa jaringan akibat infeksi atau reaksi

toksik/keracunan.

Page 23: MAKALAH ALERGI

G. Manifestasi Klinis

a. Manifestasi umum

1. Serum sickness

Gejala-gejalanya seperti pada shock anafilaktis, tetapi biasanya jauh lebih

ringan. Biasanya tejadi 5-8 hari setelah eksposisi pertama dengan alergen.

Penjelasannya sebagai berikut: waktu antibodi dibentuk, alergen/antigen

yang pertama memasuki organisme tersebut belum seluruhnya

tereliminasi, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada waktu permulaan.

Sehingga reaksi yang terjadi pun hanya meliputi sejumlah kecil alergen

dengan antibodi saja. Inilah sebabnya, kenapa reaksi ini ringan saja.

Simptoma : pada tempat injeksi akan muncul eritema yang kemudian

meluas ke seluruh tubuh dengan diiringi naiknya suhu tubuh. Selain itu

akan timbul urtikaria, edema Quincke, muntah-muntah, diare dan nyeri

sendi yang mirip gejala rematik. Terapi: Prednisolon dan antihistaminikum.

2. Urtikaria dan Edema Quincke

Kedua simptoma ini bisa merupakan bagian dari shock anafilaktis/serum

sichkness atau juga merupakan gejala tersendiri. Urtikaria merupakan

bercak-bercak merah di kulit yang diikuti timbulnya gelembung-gelembung

putih (wheals) yang besarnya bervariasi dari kira-kira 0,5 cm sampai

selebar telapak tangan. Batasannya terhadap kulit di sekelilingnya

jelas/tajam, diiringi rasa gatal dan nyeri. Gelembung-gelembung ini bisa

menyatu dan membentuk gelembung besar berisi cairan (bula). Di selaput

mulupun gejala ini bisa muncul. Terkadang suhu tubuh naik (tidak terlalu

tinggi). Sesudah 2 hari biasanya semua akan menghilang. Afeksi ini

terbentuknya hanya di lapisan permukaan kulit saja. Sebaliknya Edema

Quincke mengenai juga lapisan-lapisan yang lebih dalam. Pembengkakan

ini biasanya hanya terbatas di wajah, bibir dan lidah, dan hanya

menimbulkan perasaan tegang di bagian yang terkena tanpa gejala lain.

Kecuali, tentu saja, jika bagian tenggorokan juga terkena, sehingga bisa

menyebabkan edema glotis. Terapi : Prednisolon dan antihistaminikum,

kalsiumglukonat intravenous.

Page 24: MAKALAH ALERGI

3. Eksantem sebagai manifestasi alergi terhadap obat-obatan

Eksantema akibat alergi terhadap obat-obatan bisa mirip seperti

eksantema yang terlihat pada beberapa penyakit infeksi: morbilli/german

measles, rubella, scarlet fever /scarlatina. Bercak-bercak merah yang

timbul bisa menyatu (konfluensi) dan jarang melebihi permukaan kulit,

diiringi rasa gatal dan bisa mengenai rongga mulut, di mana eksantem itu

bisa menyerupai eritema eksudativum. Obat-obat yang bisa menyebabkan

alergi (contoh): penisilin dan derivatnya (amoksisillin, ampisillin dsb.),

sulfametoxazol / trimetoprim dan lain-lain.

Page 25: MAKALAH ALERGI

b. Manifestasi berdasarkan tipe

1. Reaksi tipe I

Dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.

Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik

(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit

setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal,

urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan

bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat

dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan

dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu,

otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan

vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi

vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami

kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.

Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat

tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan

urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru

(inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).

2. Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,

trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.

3. Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:

Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan

lain-lain. gejala sering disertai pruritis

Demam

Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi

Limfadenopati

a. kejang perut, mual

Page 26: MAKALAH ALERGI

b. neuritis optic

c. glomerulonefritis

d. sindrom lupus eritematosus sistemik

e. gejala vaskulitis lain

3. Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV

Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi

pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin,

nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan

manifestasi reaksi obat.

Adapun Gejala klinis umumnya :

Pada saluran pernafasan : asma

Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

c. Beberapa reaksi alergis di bagian/rongga mulut:

1. Cheilitis alergis akut

Bengkak dan merah di bibir diikuti rasa gatal dan tegang, kadang dengan

ulserasi pemborokan. Antigen yang menyebabkan reaksi ini sering obat

oral/telan, makanan (putih telur, ikan dll).

2. Cheilitis eczematosa

Page 27: MAKALAH ALERGI

Muncul setelah kontak jangka agak panjang dengan obat, makanan,

kosmetika, pasta gigi dsb. Beruap merah dan pembengakakan bibir dan

bagian sekelilingnya dengan erosi permukaan, vesicula dan crusta. Di

mucosa yang bersangkutan juga terlihat eritema edema dengan atau

tanpa vesicula. Biasanya dengan pemborokan di sudut mulut/bibir

(ragada), gatal dan rasa panas di bibir.

3. Stomatitis alergis akut

Pembengkakan mukosa dan memerahnya (rubor) disertai timbulnya

vesicula dan erosi. Rasa panas, nyeri waktu mengunyah, produksi air liur

berlebihan. Antigen: pasta gigi, permen karet, tembakau, ob-at, makanan,

bahan-bahan yang dipergunakan di kedokteran gigi.

4. Stomatopati alergis sebagai reaksi terhdap prostesis/implantat

Memerahnya dan pembengkakan mukosa di bagian palatin (atap mulut)

dan alveolar process, jarang di mukosa bagian pipi atau di lidah. Erosi

permukaan, coating, rasa panas, gangguan rasa (disgeusia). Alergen:

implant atau prostesis metal atau sintetik.

Terapi: eliminasi antigen, kortison.

H. Patofisiologi

Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada

permukaan mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai.

Interaksi antara alergen dengan IgE yang menyebabkan ikat-silang antara 2

reseptor-Fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan substansi-

substansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin,

tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang

akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-IgE.

Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta

merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas,

histamin merangsang kontraksi otot polos sehingga menyebabkan

penyempitan saluran nafas dan menyebabkan membran saluran nafas

membengkak serta merangsang ekskresi lendir pekat secara berlebihan. Hal

ini mengakibatkan saluran nafas tersumbat, sehingga terjadi asma,

Page 28: MAKALAH ALERGI

asma

anoreksia

gg. pola nutrisi

gg. pola nafas

Deficit volume cairan

sedangkan pada kulit, histamin menimbulkan benjolan (urtikaria) yang

berwarna merah (eritema) dan gatal karena peningkatan permeabilitas

pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Pada gastrointestinal,

histamine menimbulkan reflek muntah dan diare.

ALERGEN(obat,makanan,cuaca,debu)

Reaksi imunitas (IgE)

Sel mast, makrofag, limfosit

Pengeluaran mediator kimia

Histamine,bradikinin,anafilaksin

Respiratorik gastrointestinal dermatitis atopic

I. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi:  apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala

adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi: ada nyeri tekan  pada kemerahan

Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Kontraksi otot polos

bronkospasme

Permeabilitas kapiler

Edema sal. nafas

Edema mukosa bronkial

sekresi mukus

Produksi mukus

Muntah,diareeritema

Pelebaran pembuluh darah

urtikaria

Permeabilitas pembuluh darah

gatal

gg. rasa nyaman

gg. integritas kulit

Page 29: MAKALAH ALERGI

Auskultasi: mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi

usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung

lebih meningkat)

2. Pemeriksaan Penunjang

Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup

seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau

alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung

leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi

makanan.

IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur

20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan

bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau

keadaan depresi imun seluler.

Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food

chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit

intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

Pemeriksaan diagnostik pada pasien alergi umumnya mencakup:

1. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah,analisis dilakukan pada sel darah putih (leukosit)

khususnya eosonofil dimana jumlah normal eosonofil 1%-3% dari jumlah

Page 30: MAKALAH ALERGI

total sel darah putih,namun jika terjadi reaksi alergi eosonofil meningkat

antara 5%-90%.pada eosonofilia sedang antara 15%-40% terjadi pada

pasien gangguan alergik disamping malignitas,imunodefesiensi dan

sebagainya sedangkan pada eosinofilia berat 50%-90% ditemukan pada

sindrom hipereosinofilia idiopatik.

2. Tes kulit

    Uji kulit membantu mendiagnosis suatu alergi.Sejumlah kecil allergen yang

dicurigai disuntikkan kebawah kulit.Penyuntikannya mencakup penyuntikan

intradermal atau apliksi superfisial(epikutaneus) yang dilakukan secara

bersamaan waktunya pada tempat-tempat yang terpisah dengan

menggunakan beberapa jenis larutan,misalnya tepung sari(polen),tes ini

bergantung pada korelasinya dengan riwayat alergi,hasil pemeriksaan fisik

dan tes laboratorium.Orang yang alergi terhadap alergen tersebut akan

bereaksi dengan memperlihatkan eritema yang mencolok,pembengkakan

dan gatal ditempat penyuntikan yang menunjukkan sensitivitas terhadap

alergen yang sesuai.

3. Tes provokasi

   Tes provokasi meliputi pemberian langsung allergen pada mukosa

respiratorius dengan mengamati respon target organ tersebut.Tipe

pengujian ini sangat membantu dalam mengenali allergen yang bermakna

secara klinis pada pasien-pasien dengan hasil tes yang positif.Kekurangan

yang utama pada tipe pengujian ini adalah keterbatasan satu antigen

persesi dan resiko timbulnya gejala yang berat khususnya bronkospasme 

pada asma.

4.Tes Radioalergosorben (RAST)

   Tes Radioalergosorben (RAST) merupakan pemeriksaan

radioimmunoassay yang mengukur kadar IgE spesifik-allergen.Sampel

serum pasien dikenakan dengan sejumlah kompleks partikel allergen yang

dicurigai.Jika terdapat antibodi,kompleks ini  akan berikatan dengan

allergen yang berlabel-radio aktif.setelah itu pemeriksaan radio-

Page 31: MAKALAH ALERGI

immunoassay akan mendeteksi antibodi IgE yang spesifik allergen

disamping untuk mendeteksi sebuah allergen,pemeriksaan RAST juga

menunjukkan kuantitas allergen yang diperlukan uNtuk mencetuskan suatu

reaksi alergik.Nilainya  ditentukan dengan skala yang berkisar dari 0

hingga 5,jika nilainya lebih dari 2 maka dianggap sebagai nilai yang

signifikan.

    Adapun keuntungan utama RAST jika dibandingkan dengan jenis-jenis tes

yang lain adalah :

1. Kurangnya resiko untuk terjadi reaksi sistemik

2. Stabitlitas antigen

3. Kurangnya ketergantungan pada reaktivitas kulit yang termodifikasi oleh

obat-   obatan.

    Sedangkan kekurangannya :

1. Terbatasnya pilihan allergen

2. Kurangnya sensitivitas bila dibbandingkan dengan tes kulit intradermal

3. Kurangnya hasil-hasil yang sudah tersedia

4. Biaya yang dikeluarkan maksimal.

J. Komplikasi

Komplikasinya berupa reaksi alergi yang hebat,yang dapat menyebabkan

anfilaksis.Tanda dan gejala anafilaksis dapat digolongkan menjadi menjadi

reaksi sistemik  ringan,sedang dan berat.

Ringan

Page 32: MAKALAH ALERGI

Pada reaksi ini ditandai dengan rasa kesemutan serta hangat pada bagian

perifer dan dapat disertai dengan rasa kurang nyaman pada

tenggorokan.Terjadi kongesti nasal, pembengkakan periorbital,

pruritus,bersin-bersin dan mata yang berair.

Sedang

Pada reaksi sedang ditandai dengan bronkospasme dan edema saluran

napas atau laring dengan dispnea,batuk serta mengi.

Page 33: MAKALAH ALERGI

Berat

Pada reaksi berat memiliki onset mendadak dengan tanda-tandadan gejala

yang sama pada reaksi sistemik sedang,namun pada reaksi berat dapat

terjadi sianosis,disfagia (kesulitan menelan),kram abdomen,vomitus,diare

dan serangan kejang-kejang serta kadang-kadang dapat terjadi syok

kardiovaskuler yang menyebabkan hipoksia,koma bahkan terjadi kematian.

K. Obat Alergi Dan Imunitas

Obat alergi diperlukan untuk mengendalikan gejala alergi dengan

menghilangkan alergen (penyebab alergi). Namun, untuk mengendalikan

alergi dalam jangka panjang disarankan melakukan imunoterapi dengan

vaksin antiserum dan imunologikal. Obat alergi dapat terbagi dalam 2

golongan yaitu :

1. Obat alergi golongan antihistamin (AH1)

Obat alergi golongan antihistamin ini bekerja menghambat reseptor H1

(AH1) yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat dilepaskannya

histamin. Histamin inilah yang kemudian menimbulkan reaksi imunitas

seperti ruam kemerahan, gatal-gatal, pilek, bersin, dll.

2. Obat alergi golongan kortikosteroid (kortison)

Kortikosteroid merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar anak ginjal

(adrenal cortex) atau obat-obat yang disintesis dan kerjanya analog

dengan hormon ini. Efek yang ditimbulkan oleh obat ini luas sekali dan

dapat dikatakan mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh mulai

Page 34: MAKALAH ALERGI

dari keseimbangan cairan dan elektrolit hingga daya tahan tubuh. Oleh

karena itu dalam terapi obat golongan steorid mempunyai indikasi yang

sangat luas. Salah satunya sebagai anti alergi pada serangan akut dan

parah Penggunaan kortikosteorid diusahakan tidak dalam jangka waktu

panjang dan dengan dosis serendah mungkin yang sudah memberikan

efek terapi sesuai indikasinya. Dipilih dulu sediaan yang nonsistemik

(topikal atau inhalasi) karena tidak/sedikit sekali diserap ke dalam tubuh.

Jika obat ini sudah digunakan dalam jangka waktu lama, maka untuk

menghentikannya tidak boleh mendadak, tetapi harus diturunkan perlahan-

lahan.

L. Penatalaksanaan

a. Terapi berdasarkan keadaan pasien

Reaksi alergi ringan-sedang

Tenangkan dan yakinkan bahwa pasien akan baik-baik saja karena

kecemasan dapat memperparah keadaan.

Kenali dan identifikasi penyebab alergi. Bila telah diketahui maka segera

hindarkan penderita dari penyebab. Penyebab alergi seperti sengatan

lebah ditangani dengan cara mengeluarkan sengat menggunakan

pencungkil, baik kuku ataupun kartu kredit. Jangan menggunakan pinset

atau penjepit lainnya karena dapat menghancurkan sengat dan

menyebarkan racun lebih banyak

Bila penderita mengalami gatal-gatal segera berikan pelembab yang

mengandung kalamin, seperti kaladin lotion atau sesuatu yang dingin.

Awasi penderita untuk gejala-gejala peningkatan distress

Panggil bantuan medis. Untuk gejala ringan mungkin hanya

membutuhkan pengobatan yang ringan seperti anti alergi, misal

cetirizin,loratadin, CTM dll

 Reaksi parah

Page 35: MAKALAH ALERGI

Periksa tanda-tanda yang membahayakan untuk pembengkakan jalan

nafas adalah suara serak dan berbunyi saat penderita mengambil nafas.

Bila penderita mengalami kesulitan bernafas dan sangat lemah atau

mengalami penurunan kesadaran, segera panggil bantuan. Bila perlu

berikan bantuan nafas.

Tenangkan penderita

Bila reaksi alergi adalah akibat sengatan lebah, hilangkan sengat

dengan mencungkil, jangan menggunakan penjepit

Bila penderita memiliki obat alergi segera berikan. Hindari pemberian

melalui oral bila penderita mengalami kesulitan bernafas.

Ambil tindakan untuk menghindari terjadinya syok. Baringkan penderita

di tempat yang datar, tinggikan kaki penderita sekitar 12 inchi dan

selimuti penderita dengan jaket atau kain. Jangan tempatkan penderita

dengan posisi seperti ini bila penderita mengalami cedera di bagian

kepala, leher, punggung, atau kaki.

Bila penderita mengalami penurunan kesadaran segera lakukan

tindakan penanganan penurunan kesadaran dan segera bawa ke RS.

Bila pasien kehilangan kesadaran, letakkan dalam posisi samping yang

stabil: Kemudian injeksikan 1 mg epineprin (adrenalin atau suprarenin)

yang telah dicampur dengan 9 ml NaCl o,9%. Berikan intravenos

beberapa kali (setiap kali 1 ml sampai seluruhnya. Kemudian

Prednisolon 250 s/d 1000 mg. Sebagai pelengkap antialergikum

(clemastin hidrogen fumarat atau dimetinden maleat 4 mg), infus dengan

cairan koloidal (HAES), Dopamin, Noradrenalin . Jika terjadi aspiksia,

maka intubasi atau trakeotomi darurat.

Page 36: MAKALAH ALERGI

b. Terapi lain

Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:

1. Menghindari allergen

2. Terapi farmakologis

a. Adrenergik

Page 37: MAKALAH ALERGI

Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,

isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin,

albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol

dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan

bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase

cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat

hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.

b. Antihistamin

Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin

pada reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan

sebagai antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah

daripada melawan kerja histamine.

c. Kromolin Sodium

Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan.

Zat ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat

merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat

bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma

akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.

d. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk

pengobatan alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam

sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil

serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal

langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi

mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.

3. Imunoterapi

Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang

diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat

menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan

Page 38: MAKALAH ALERGI

antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan

pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya

melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka

lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang

diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara

sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan

antigen E ragweed pada kadar berapapun.

4. Profilaksis

Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti

traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.

M. Pencegahan

a. Hindari pemicu sepert i makanan atau obat-obatan yang dapat

menimbulkanreaksi alergi walaupun obat atau makanan tersebut hanya

menyebabkan reaksi ringan.

b. Bila anda memiliki anak dengan alergi terhadap makanan tertentu

perkenalkan makanan yang baru satu persatu agar bisa diketahui mana

yangmenyebabkan alergi.

c. Bila anda pernah memiliki riwayat reaksi alergi yang serius, bawa obat-

obatan darurat (sepert i di fenhidramin (anti alergi) dan suntikan

epinefr in atau obat sengatan lebah) sesuai dengan anjuran dari dokter.

Page 39: MAKALAH ALERGI

N. Askep Alergi

Pengkajian

a. Data Demografi

Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,

suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber

biaya, dan sumber informasi)

Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan

dengan pasien).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

1) Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul

kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal

2) Keluhan utama

a) Pasien mengeluh sesak nafas

b) Pasien mengeluh bibirnya bengkak

c) Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

d) Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

e) Pasien   mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur

tubuhnya

f) Pasien mengeluh diare

g) Pasien mengeluh demam

3) Kronologis keluhan

Page 40: MAKALAH ALERGI

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul

kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi

sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

a. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang

sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita.

Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri

perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada

kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di

RS atau pengobatan tertentu.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami

penyakit yang sama.

c. Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,

dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang

mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi

pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat

ini, dan sistem nilai kepercayaan.

Dikaji berdasarkan 12 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson,

yaitu :

1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau

batuk, serta ukur respirasi rate.

2. Makan

Page 41: MAKALAH ALERGI

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah

disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah

ataupun kedua-duanya.

3. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS,

apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari

biasanya).

4. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

5. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam

melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini

adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani

perawatan di RS.

6. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala

penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan

atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,

kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

7. Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS.

8. Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan

keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa

lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

9. Sosial dan komunikasi

Page 42: MAKALAH ALERGI

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS

dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).

10. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita

saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.

11. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia

senangi.

12. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah

pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit

medis ataupun sebaliknya.

 Analisa Data

a. Data Subjektif

Sesak nafas

Mual, muntah

Meringis, gelisah

Terdapat nyeri pada bagian perut

Gatal – gatal

Batuk

b. Data objektif

Penggunaan O2

Adanya kemerahan pada kulit

Page 43: MAKALAH ALERGI

Terlihat pucat

Pembengkakan pada bibir

Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan  terpajan allergen

2. Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal

sekunder

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan berlebih

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex:

makanan)

Intervensi Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan  terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x15 menit. diharapkan pasien

menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang

normal.

Kriteria hasil :

Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)

Pasien tidak merasa sesak lagi

Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan

Page 44: MAKALAH ALERGI

Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya

pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi

peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung

derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan

atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti

krekels, mengi, gesekan pleura.

Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi

sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil

(atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/

kegagalan pernapasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun

dari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian 

udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

4. Observasi pola batuk dan karakter secret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi.

Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau

antikoagulan berlebihan.

5. Berikan oksigen tambahan

Rasional : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

Rasional: Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan

membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses  inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x.24 jam diharapkan suhu tubuh

pasien menurun.

Page 45: MAKALAH ALERGI

Kriteria hasil :

Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)

Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

Rasional : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai

indikasi

Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan mendekati normal

3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

Rasional : Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal

sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama 2 x24 jam diharapkan pasien tidak

akan mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah.

Kriteria hasil :

Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema

Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma

Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

Page 46: MAKALAH ALERGI

Rasional : Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

2. Hindari obat intramaskular

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat

absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam diharapkan kekurangan

volume cairan pada pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

Pasien tidak mengalami diare lagi

Pasien tidak mengalami mual dan muntah

Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi

Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang,

takikardia, hipotensi ortostatik.

Rasional : Peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan

laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik

berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan

sistemik.

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

Rasional : Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun

membrane  mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan

oksigen.

3. Monitor intake dan output  cairan

Page 47: MAKALAH ALERGI

Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan

5. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

Rasional : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan,

penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan  agen cedera biologi ( alergen,ex:

makanan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan nyeri pasien teratasi

Kriteria hasil :

6. Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

7. Wajah tidak meringis

8. Skala nyeri 0

9. Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

Tekanan darah              : 140-90/90-60 mmHg

Nadi                             : 60-100 kali/menit

Pernapasan                   : 16-20 kali/menit

Suhu                             : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

Page 48: MAKALAH ALERGI

1. Ukur TTV

Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2. Kaji tingkat nyeri (PQRST)

Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien

5. Ciptakan suasana yang tenang

Rasional : membantu pasien lebih relaks

6. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri.

Memberikan kontrol situasi meningkatkan perilaku positif.

7. Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual

muntah, palpitasi, keinginan berkemih.

Rasional : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami

pasien.

8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

Rasional : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan adalah :

1. Memperlihatkan pola pernapasan yang normal

a. Paru-paru bersih pada aulkultasi

b. Tidak menunjukkan suara pernapasan tambahan(krepitasi,ronkhi,mengi)

Page 49: MAKALAH ALERGI

c. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif

d. Melaporkan tidak terdapatnya gangguan pernapasan (napas yang

pendek,kesulitan pada inspirasi atau ekspirasi)

e. Mampu melakukan tehnik napas dalam dan relaksasi

2. Memperlihatkan pengetahuan tentang alergi dan strategi untuk

mengendalikan gejala.

a. Mengenali allergen penyebab jika diketahui

b. Menyatakan metode untuk menghindari allergen dan cara mengendalikan

faktor-faktor pemicu didalam maupun luar rumah.

a. Menguraikan aktivitas yang mungkin menyebabkan reaksi alergi dan

bagaimana keterlibatannya dapat dimaksimalkan tanpa mengaktifkan

reaksi alergi tersebut.

3. Tanda-tanda vital normal

4. Klien menyatakan tidak terdapatnya gejala anafilaksis (gatal-gatal, mual,

diare,bersin-bersin-kesemutan pada bagian perifer,kesulitan menelan,sakit

tenggorokan)

5. Klien mampu mengekspresikan diri dan perasaannya sehubungan dengan

alergi

6. Klien tidak terlihat cemas,dan mengalami peredaan gannguan rasa nyaman

dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan karena alergi.

a. Menghilangkan barang-barang yang menahan debu dari lingkungan

b. Meminum antihistamin menurut resep dokter turut serta didalam program

desensitasi jika dapat dilakukan

c. Menghindari ruangan yang penuh asap  dan debu atau tempat-tempat

yang baru saja disemprot

Page 50: MAKALAH ALERGI

DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. 1996. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur

Laboratorium.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Subowo. 2010. Imunologi Klinik, Ed. 2. Jakarta : Sagung Seto.

Judarwanto, 2005. Alergi Makanan, Diet dan Autisme. Dipresentasikan pada

seminar AUTISM UPDATE DI HOTEL NOVOTEL Jakarta tanggal 9 September

2005.

Page 51: MAKALAH ALERGI

---------------, 2005. Alergi Pada Anak, Jakarta. Penerbit Yudhasmara, 2004.

Djuanda,adji,Prof,Dr,spkk,dkk.2010. MIMS Indonesia petunjuk

konsultasi.Jakarta.CMP MEDIKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,

Jakarta:EGC

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:

EGC.

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi

6.Jakarta:EGC.