lp pk

35
BAB I KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN I. Kasus (masalah utama) Perilaku kekerasan II. Proses Terjadinya Masalah A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Ada banyak pendapat dari para ahli mengenai defenisi dari perilaku kekerasan, yakni : 1. Menurut Stuart dan Sundeen, (1995) : Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. 2. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Harnawati, 1993).

Upload: unhyharsul

Post on 30-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: LP PK

BAB I

KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN

I. Kasus (masalah utama)

Perilaku kekerasan

II. Proses Terjadinya Masalah

A. Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang

tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat

membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak

lingkungan. Ada banyak pendapat dari para ahli mengenai defenisi dari

perilaku kekerasan, yakni :

1. Menurut Stuart dan Sundeen, (1995) : Perilaku kekerasan merupakan

suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan.

2. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis

(Berkowitz dalam Harnawati, 1993).

3. Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian

(Stuart dan Sundeen, 1998).

4. Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai

secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)

5. adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah

berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak

terkontrol (Yosep, 2007)

Page 2: LP PK

6. Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang

diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi

menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997)

7. Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan

orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas (Nanda,

2005).

8. Patricia D. Barry (1998): Perilaku kekerasan adalah suatu keadaaan emosi

yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini

didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian

penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke

lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku kekerasan adalah suatu perilaku yang menunjukkan sikap

bermusuhan terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan dan dapat

memnyebabkan kerusakan.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf

otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan

darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl

meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva

meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan

otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan

disertai reflek yang cepat.

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku

asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena

individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain

Page 3: LP PK

secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga

untuk pengembangan diri klien.

3. Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting

out” untuk menarik perhatian orang lain.

4. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan

B. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1 . Rentang Respons Perilaku Kekerasan

Sumber: Keliat (1999)

Keterangan:

1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang

lain dan memberikan ketenangan.

2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak

dapat menemukan alternative.

3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

4. Agresif: perilaku yang menyertai marah.

5. Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya

kontrol.

Tabel 1. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan

Pasif Asertif Agresif

Isi

Pembicaraan

Negatif dan

merendahkan diri,

Positif dan

menawarkan diri,

Menyombongkan

diri, merendahkan

Page 4: LP PK

contohnya

perkataan:

“Dapatkah saya?”

“Dapatkah kamu?”

contohnya

perkataan:

“Saya dapat…”

“Saya akan…”

orang lain,

contoh

perkataan:

“Kamu selalu…”

“Kamu tidak

pernah…”

Tekanan

Suara

Cepat lambat,

mengeluh

Sedang Keras dan ngotot

Posisi badan Menundukkan

kepala

Tegap dan santai Kaku, condong ke

depan

Jarak Menjaga jarak

dengan sikap

acuh/mengabaikan

Mempertahankan

jarak yang aman

Siap dengan jarak

akan menyerang

orang lain

Penampilan Loyo,tidak dapat

tenang

Sikap tenang Mengancam,

posisi

menyerang

Kontak mata Sedikit/sama sekali

Tidak

Mempertahankan

kontak mata

sesuai dengan

hubungan

Mata melotot &

Dipertahankan

Sumber: Keliat (1999)

C. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat

menjelaskan tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya

adalah sebagai berikut :

Page 5: LP PK

a. Teori biologik

Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai

berikut :

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat

impuls agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi

timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.

2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,

norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan

dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan

hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan

GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor

predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif

pada seseorang.

3) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat

kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,

yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak

criminal (narapidana).

4) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan

berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik

dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi

(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku

agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori psikologik

1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak

berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.

Page 6: LP PK

Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise

yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam

kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan

tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka

terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri

pelaku tindak kekerasan.

2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap

perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh

peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi

biologik

c. Teori sosiokultural

Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima

perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam

masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku

kekerasan.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.

a. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,

menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-

lain.

b. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,

krisis, dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku

kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut :

a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

b. Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu

Page 7: LP PK

c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang

dewasa.

d. Pelaku mungkin pernah mempunyai riwayat antisosial seperti,

penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol

emosi pada saat menghadapi rasa frustasi

e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau tahap perkembangan keluarga

D. Tanda dan Gejala

1. Fisik.

Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

2. Fisiologik: Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan

meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air

besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.

3. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada

keras, kasar dan ketus.

4. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

5. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.

6. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

7. Spiritual

Page 8: LP PK

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,

dan kreativitas terhambat.

8. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

9. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

E. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat

membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif

dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum

digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,

proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi. Beberapa mekanisme koping

yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain: (Maramis,

1998, hal 83)

1. Sublimasi: Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan

kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi

ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi: Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau

keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang

menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan

sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba

merayu, mencumbunya.

3. Represi: Mencegah pikiran yang menyakitkan/membahayakan

masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada

orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau

Page 9: LP PK

didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan

benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,

dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada

teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement: Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuh-an,

pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya

yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun

marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena

menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-

perangan dengan temannya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap

sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka

dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit

untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang

lain ini tidak diatasi akan memunculkan halunasi berupa suara-suara atau

bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal

tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko

tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga

yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi

perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya

menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan

karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

F. Penatalaksanaan

Page 10: LP PK

Perilaku

1. Pengobatan Medik.

Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif

diantaranya:

a. Anti ansietas dan hipnotik sedatif contohnya: Diazepam (valium).

b. Anti depresan, contohnya Amitriptilin.

c. Mood stabilizer, contoh: Lithium, Carbamazepin.

d. Antipsikotik, contoh: Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine.

e. Obat lain: Naltrexon, Propanolol.

2. Penanganan (Keperawatan)

Ada tiga strategi tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku

kekerasan, disesuaikan dengan sejauh mana tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh klien. Strategi tindakan itu terdiri dari:

a. Strategi preventif, terdiri dari kesadaran diri, penyuluhan klien dan

latihan asertif.

b. Strategi Antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan,

tindakan perilaku dan psikofarmakologi.

c. Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan

pengikatan.

III. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik Harga Diri Rendah Isolasi Sosial Inefektif

Koping keluarga tidak Berduka disfungsional Efektif

Page 11: LP PK

Gambar 2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

IV. Prioritas Masalah

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan:

1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi

3. Harga diri rendah kronis

4. Isolasi sosial

5. Berduka disfungsional

6. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

7. Koping keluarga inefektif

Page 12: LP PK

BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data,

analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa

keperawatan.

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

a. Aspek biologis.

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi

terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,

tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.

Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,

tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang

dikeluarkan saat marah bertambah.

b. Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,

frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan

sakit hati, menyalahkan dan menuntut

c. Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses

intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan

lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu

pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi

Page 13: LP PK

penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan

diintegrasikan.

d. Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.

Emosi marah sering merangsang kemarahan orang

lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah

laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan

kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat

mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak

mengikuti aturan.

e. Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan

lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat

menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa

tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu

secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan

spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :

a. Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan

cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah

meningkat.

b. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek

intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek

sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Page 14: LP PK

2. Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam

yaitu :

a. Data subyektif

Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan

keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien

dan keluarga.

b. Data obyektif.

Data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui

obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

3. Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan

permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah

dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil

analisa data inilah dapat ditentukan masalah keperawatan.

a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

b. Perilaku kekerasan

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Diagnosa keperawatan

1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan

perilaku kekerasan.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

C. Rencana tindakan keperawatan/intervensi

Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi

perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.

Perencana tindakan keperawatan pada diagnosa :

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan

dengan perilaku kekerasan

a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.

Page 15: LP PK

b. Tujuan khusus :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa

dilakukan.

5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

6) Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara

konstruktif.

7) Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

8) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

9) Klien dapat menggunakan obat yang benar.

c. Tindakan keperawatan :

1) Bina hubungan saling percaya.

Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak

waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang,

observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.

Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada

perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu

kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.

3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak

mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir

penyelesaian persoalan.

4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari

penyelesaian masalah yang konstruktif pula.

Page 16: LP PK

5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga

memudahkan untuk intervensi.

6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.

8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.

9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan

masalahnya selesai.

Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk

menyelesaikan masalahnya.

10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan

klien.

Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukan.

Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan

marah.

12) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang

sehat”

Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang

konstruktif.

13) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga

atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

Page 17: LP PK

Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat,

latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada

Tuhan agar diberi kesabaran.

Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol

kemarahan klien.

14) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat

jengkel / marah.

Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

15) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa

yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada

klien.

16) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan

dalam perubahan perilaku klien.

17) Jelaskan cara-cara merawat klien. Terkait dengan cara mengontrol

perilaku kekerasan secara konstruktif Sikap tenang, bicara tenang dan

jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.

Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien

secara bersama.

18) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang

dianjurkan.

19) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan

demonstrasi.

Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.

Page 18: LP PK

20) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien

seperti : CPZ, haloperidol, Artame.

Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat

dan fungsinya.

21) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat

tanpa seizin dokter.

Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam

mempercepat penyembuhan.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

a. Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat

berhubungan dengan orang lain

b. Tujuan khusus :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang

dimiliki.

3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

4) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai

kemampuan yang dimiliki.

5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

c. Tindakan keperawatan :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik

Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka

pada perawat dan agai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.

3) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.

Page 19: LP PK

Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat

klien dalam hidupnya.

4) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek

positif klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

5) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.

6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di

rumah sakit

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat

dilanjutkan.

7) Berikan pujian.

Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan

8) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah

sakit.

Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai

kemampuan yang dimiliki.

9) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.

10) Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.

11) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih

Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.

12) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan.

Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah

membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang

lebih adaptif.

13) Beri pujian atas keberhasilan klien.

Page 20: LP PK

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

14) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

15) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

dengan harga diri rendah.

Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien

secara bersama.

16) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.

Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien

meningkatkan harga diri rendah.

17) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

Strategi Pelaksanaan (SP) Perilaku Kekerasan :Strategi Pelaksanaan (SP) Perilaku Kekerasan :

NO

.

Pasien Keluarga

SpIp SpIk

1. Mengidentifikasi penyebab PK Mendiskusikan maasalah yang

dirasakan keluarga dalam merawat

pasien

2. Mengidentifikasi tanda dan

gejala PK

Menjelaskan pengertian PK, tanda

dan gejala, seta proses terjadinya

PK.

3. Mengidentifikasi PK yang

dilakukan

Menjelaskan cara merawat pasien

PK

4. Mengidentifikasi akibat PK

5. Menyebutkan cara mengontrol

PK

6. Membantu pasien

Page 21: LP PK

mempraktekkan latihan cara

mengontrol PK secara fisik : 1.

7. Menganjurkan pasien

memasukkan dalam kegiatan

harian.

SPIIp SPIIk

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian pasien.

Melatih keluarga mempraktekkan

cara merawat apsien dengan PK

2. Melatih pasien mengontrol PK

dengan cara fisik : 2.

Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada pasien

PK.

3. Menganjurkan pasien

memasukkan kedalam jadwal

kegiatan harian.

SPIIIp SPIIIk

1. Mengevaluasi jadwal kegian

pasien.

Membantu keluarga membuat

jadwal aktifitas dirumah termasuk

minum obat ( discharge planning )

2. Melatih pasien mengontrol PK

dengan cara verbal.

Menjelaskan. follow-up pasien

setelah pulang

3. Menganjurkan pasien

memasukkan kedalam jadwal

kegiatan hariannya.

SPIVp

1. Mengevaluasi jadawal kegitan

harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol

Page 22: LP PK

dengan cara spiritual.

3. Menganjurkan pasien

memasukkan

kedalam jadwal kegiatan harian.

Spvp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian.

2. Melatih pasien mengontrol PK

dengan minum obat.

3. Menganjurkan pasien

memasukkan kedalam jadwal

kegiatan harian.

Page 23: LP PK

DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000