lp halusinasi

35
BAB I TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari kesalahan lima panca indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart & Laria, 2005). Halusinasi adalah ketidakmampuan klien meniali dan merespon pada realitas klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, klien tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tampak berlaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat, 2006). Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi ( Stuart Gail W, 2007 ). Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah 1

Upload: kristo

Post on 13-Jul-2016

53 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

halusinasi

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Halusinasi

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari kesalahan lima panca indra

yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart & Laria, 2005).

Halusinasi adalah ketidakmampuan klien meniali dan merespon pada realitas

klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat

membedakan lamunan dan kenyataan, klien tidak mampu memberi respon secara

akurat sehingga tampak berlaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan

(Keliat, 2006).

Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses

pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu

ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari

tentang sesuatu yang dinamakan persepsi ( Stuart Gail W, 2007 ).

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana

terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami

halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari

lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan

perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan

rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai,

tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi

Anna Keliat, 1999).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara

internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih – lebihan,

distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 1998).

Menurut varcorolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya

persepsi sensori seseorang, dimana tidak dapat distimulus.

1

Page 2: Lp Halusinasi

Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa ada

rangsangan dari luar.

B. Rentang Respons Halusinasi

Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasikan dan

menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca

indera (pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan) klien halusinasi

mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.

Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal

mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang

diterimanya, yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpretasi yang

dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimuls yang diterimanya,

rentang respon tersebut adalah sebagai berikut.

Adaptif Maladaptif

Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran

- Respon logis- Distorsi pikiran - Delusi halusinasi

- Persepsi akurat - Perilaku aneh/ - Perilaku disgonisasi

- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon

- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman

- Emosi berlebihan

Rentang Respon Neurobiologi

(Stuart dan Laraia 2005)

2

Page 3: Lp Halusinasi

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya

yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi

suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.

1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3. Emosi konsisten dengan pengalaman ahli

4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran

5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan

Respon psikososial meliputi:

1. Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan

2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-benar

terjadi karena rangsangan panca indra

3. Emosi berlebihan atau kurang

4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk

menghindari interaksi dengan orang lain

Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma, sosial dan budaya dan lingkungan. Adapun respon

maladaptif ini meliputi:

1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun

tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial

2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang

tidak realita atau tidak ada

3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati

4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku tidak teratur

5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima

sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif

mengancam

C. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

Faktor predisposisi

1. Biologis

3

Page 4: Lp Halusinasi

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh

penelitian-penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih

luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal

dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan

dengan terjadinya skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak

klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,

atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan

kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan

kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya

hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan

tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis

4

Page 5: Lp Halusinasi

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus

yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Manifestasi

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang

yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

3. Gerakan mata abnormal.

4. Respon verbal yang lambat.

5. Diam.

6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi

dengan realitas.

11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya

daripada menolaknya.

12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

14. Berkeringat banyak.

15. Tremor.

16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

5

Page 6: Lp Halusinasi

17. Perilaku menyerang teror seperti panik.

18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.

20. Menarik diri atau katatonik.

21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

E. Proses terjadinya halusinasi

Halusinasi berkembangan dalam empat fase (Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005,; 424)

Tahap Karakteristik Perilaku klien

Fase I : Comforting

Ansietas Sedang

Halusinasi

menyenangkan

Klien mengalami perasaan

mendalam seperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah, ketakutan

dan mencoba untuk berfokus pada

pikiran yang menyenangkan untuk

meredakan ansietas. Individu

mengenali bahwa pikiran-pikiran

dan pengalaman sensori berada

dalam kendali kesadaran jika

ansietas dapat ditangani.

Nonpsikotik

Tersenyum atau tertawa

yang tidak

sesuai .Menggerakkan

bibir tanpa suara

Pergerakan mata cepat

Respon verbal yang

lambat jika sedang asyik

Diam dan asyik

Fase II :

Condemning

Ansietas Berat

Halusinasi menjadi

menjijikkan

Pengalaman sensori menjadi

menjijikkan dan menakutkan

Klien mulai lepas kendali dan

mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya dengan

sumber yang dipersepsikan. Klien

mungkin mengalami dipermalukan

oleh pengalaman sensori dan

menarik diri dari orang lain.

Meningkatnya tanda-

tanda sistem syaraf

otonom akibat ansietas

seperti peningkatan

denyut jantung,

pernafasan dan tekanan

darah.

Rentang perhatian

6

Page 7: Lp Halusinasi

Psikotik ringan menyempit

Asyik dengan pengalaman

sensori dan kehilangan

kemampuan

membedakan halusinasi

dan realita.

Tahap Karakteristik Perilaku klien

Fase III

Controlling

Ansietas Berat

Pengalaman

sensori menjadi

berkuasa.

Klien berhenti meelakukan

perlawanan terhadap halusinasi

dan menyerah pada halusinasi

tersebut. Isi halusinasi menjadi

menarik. Klien mungkin mengalami

pengalaman kesepian jika sensori

halusinasi berhenti.

Psikotik

Kemauan yang

dikendalikan halusinasi

aka lebih diikuti.

Kesukaran berhubungan

dengan orang

lain.Rentang perhatian

hanya beberapa detik

atau menit.

Adanya tanda-tanda fisik

ansietas berat :

berkeringat, tremor, tidak

mampu mematuhi

perintah.

Fase IV :

Conquering

Panik

Umumnya

menjadi melebar

dalam halusinasi.

Pengalaman sensori menjadi

mengancam jika klien mengikuti

perintah halusinasi.

Halusinasi berakhir dari beberapa

jam atau hari jika tidak ada

intervensi terapeutik

(Psikotik).

Perilaku terror akibat

panik.

Potensi kuat suicide atau

homicide

Aktivitas fisik

merefleksikan isi

halusinasi seperti perilaku

kekerasan, agitasi,

menarik diri, atau

katatonia.

Tidak mampu berespon

7

Page 8: Lp Halusinasi

terhadap perintah yang

kompleks.

Tidak mampu berespon

lebih dari satu orang

F. Tipe Halusinasi

Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif

1. Halusinasi

pendengaran

(auditorik)

Mendengar suara,

menyuruh melakukan

sesuatu yang

berbahaya

Mendengar suara

yang mengajak

bercakap-cakap

Mendengar

seseorang yang

sudah meninggal

Mendengar suara

yang mengancam diri

klien atau orang lain

atau suara lain yang

membahayakan

Mengarahkan telinga

pada sumber suara

Bicara atau

tertawasendiri

Marah-marah tanpa

sebab

Menutup telinga

Mulut berkomat-

kamit

Ada gerkan tangan

2. Halusinasi

penglihatan (Visual)

Melihat seseorang

yang sudah

meninggal, melihat

makhluk tertentu,

meihat bayangan,

hantu atau sesuatu

yang menakutkan,

Tatapan mata pada

tempat tertentu

Menunjuk ke arah

tertentu

Ketakutan pada

obyek yang dilihat

8

Page 9: Lp Halusinasi

cahaya, monster yang

memasuki perawat

3. Halusinasi penghidu

(olfactory)

Mencium sesuatu

seperti bau mayat,

darah, bayi, feces,

atau bau masakan,

parfume yang

menyenangkan

Klien sering

mengatakan

mencium bau sesuatu

Tipe halusinasi ini

sering meyertai

pasien dimensia,

kejang, atau penyait

serebrovaskuler

Ekspresiwajah seperti

mencium sesuatu

dengan gerakan cuing

hidung, mengarahkan

hidung pada tempat

tertentu

4. Halusinasi peraba

(tactile)

Klien mengatakan

adasesuatu yang

menerayangi tubuh

seperti tangan,

binatang kecil,

makhluk halus

Merasakan sesuatu di

permukaan kulit,

merasa sangat panas

atau dingin, merasa

tersengat aliran listrik

Mengusap ,

menggaruk-garuk ,

meraba-

rabapermukaan kulit.

Terihat menggerak-

gerakan badan

seperti merasakan

sesuatu rabaan

5. Halusinasi

pengecapan

(gustatory)

Klien seperti sedang

merasakan masakan

tertentu, atau

Seperti mengecap

sesuatu, gerakan

mengunyah, meludh

9

Page 10: Lp Halusinasi

mengunyah sesuatu atau muntah

6. Halusinasi

cenestheitic&kineste

tic

Klien melaporkan

bahwa fungsi

tubuhnya tiak dapat

terrdetesi misalnya:

tidak adanya deyutan

di otak, atau sensasi

pembentukan urin di

dalam tubuhnya,

perasaan tubuhnya

melayang di atas

bumi

Klien terlihat

menatap tuuhnya

sendiri, dan terlihat

merasakan sesuatu

yang aneh tentang

tubuhnya

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan

1. Membantu klien mengenali halusinasi

Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi (apa yang

didenganr/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi

yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.

2. Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat

mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut

meliputi:

a. Menghardik halusinasi

menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan

tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinta.

Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak

mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi akan tetap ada namun

10

Page 11: Lp Halusinasi

dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada

didalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :

1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi

2) Memperagakan cara menghadik

3) Minta pasien memperagakan ulang

4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

5) Bercakap-cakap dengan orang lain

6) Melakukan aktivitas yang terjadwal

7) Mengunakan obat secara teratur

3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan

orang lain. Klitika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi,

fokus perhatian pasien beralih dari halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan

orang tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi

adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

4. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal

Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi resiko halusinasi

muncul lagi adalah dalam menyibukkan diri dengan membimbing klien membuat

jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidakan akan

mengalami waktu luang yang seringkali mencetus halusinasi. Untuk itu klien yang

mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampe malam, tujuh hari dalam

seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut :

a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

b. Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien

c. Melatih pasien melakukan aktivitas

d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari bangun tidur

sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

11

Page 12: Lp Halusinasi

e. Membantu pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif

5. Melatih pasien mengunakan obat secara teratur

agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk mengunakan obat

secara teratur sesuai dengan program. Klien gangguan jiwa yang dirawat dirumahg

sering kali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan.

Bila kekambuhan uterjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih

sulit. Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh mengunakan obat :

a. Jelaskan pentingnya pengunaan obat pada gangguan jiwa

b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program

c. Jelaskan akibat bila putus iobat

d. Jelakan cara mendapatkan obat? Berobat

e. Jelaskan cara mengunakan obat dengan prinsip % benar (benar obat,benar

pasien,benar cara,benar waktu,benar dosis)

6. Pemberian psikofarmakoterapi

Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya diatasi

dengan mengunakan obat-obat anti psikotik antara lain :

golongan butirofenon : haloperidol,haldol, serenace, ludomer, pada kondisi akut

biasanya diberikan dalam bentuk ijeksi 3x5 mg,.pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24

jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat peroral 3 x 5 mg. Golongan fenotiazin :

chlorpromazine/ largactile/promactile. Biasanya diberikan peroral. Kondisi akut biasanya

diberikan 3 x 100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1 x 100 mgpada

malam hari saja.

7. Memantau efek samping obat

Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat

psikotik seperti : mengantuk, tremor, mata terlihat keatas, kaku-kaku otot, otot bahu

tertarik sebelah,hipersalivasi, pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini

biasanya dokter memberikan obat anti parkinsonismeyaitu trihexyphenidile 3 x 2 mg.

Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien tidak berkurang maka perlu diteliti

12

Page 13: Lp Halusinasi

apakah obat betul-betul diminum atau tidak. Untuk itu keluarga juga perlu dijelaskan

tentang pentingnya melakukan observasi dan pengawasan cara minum obat klien.

13

Page 14: Lp Halusinasi

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Pengkajian

Identitas klien dan penanggung

Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,

pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa

tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala

yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk

mendapatkan perawatan.

Faktor predisposisi

1. Faktor perkembangan terlambat

a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2. Faktor komunikasi dalam keluarga

a. Komunikasi peran ganda.

b. Tidak ada komunikasi.

c. Tidak ada kehangatan.

d. Komunikasi dengan emosi berlebihan.

e. Komunikasi tertutup.

f. Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas

dan komplik orang tua.

3. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan

lingkungan yang terlalu tinggi.

4. Faktor psikologis

14

Page 15: Lp Halusinasi

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,

ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,

gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5. Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran

vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

6. Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui

kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang

menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam

tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor

enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak

kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar

50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote

peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya

mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,

sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya

menjadi 35 %.

Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan

memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme

penerimaan abnormal).

3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak

berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Kesehatan

Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan

infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan

untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

Lingkungan

15

Page 16: Lp Halusinasi

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,

kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari,

sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya

dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi,

kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat

pekerjaan.

Sikap

Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri),

merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri),

kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan,

merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak

seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan

sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan

dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

Perilaku

Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,

tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak

membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis

halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan

perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya

sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi

yang diperlukan meliputi:

Isi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang

dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang

dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang

dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

Waktu dan frekuensi.

16

Page 17: Lp Halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman

halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman

halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi

pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat

mengalami halusinasi.

Situasi pencetus halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi

muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien

menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa

dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman

halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau

sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan

darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental

Pengkajian pada status mental meliputi:

1. Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.

2. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.

3. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.

4. Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

5. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen

6. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.

7. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada

sesuai dengan informasi.

8. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik

dan dapat mempengaruhi proses pikir.

9. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.

17

Page 18: Lp Halusinasi

10. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.

11. Memori

a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun

berlalu.

b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan

pada saat dikaji.

12. Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan

tugas dan berhitung sederhana.

13. Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.

14. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk

makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri,

pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar

ruangan.

Mekanisme koping

1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

18

Page 19: Lp Halusinasi

B. Rencana Asuhan Keperawatan

NO

DK PERENCANAANTUJUAN KRITERIA

EVALUASIINTERVENSI RASIONAL

1. Gangguan sensori persepsi halusinasi

Pasien mampu : Mengenai

halusinasi yang dialaminya

Mengontrol halusinasinya

Mengikuti program pengobatan secara optimal

Setelah pertemuan pasian dapat menyebutkan : Isi , waktu,

frekuensi, situasi pencetus, perasaan

Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi

SP 1 Bantu pasien

dalam mengenal halusinasi :- Isi- Frekuensi- Situasi

pencetus- Perasaan saat

terjadi halusinasi

Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardikTahapan tindakannya meliputi :- Jelaskan cara

menghardik halusinasi

- Peragakan cara menghardik

- Minta pasien memperagakan ulang

- Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien

- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Mengetahui jenis halusinasi sehingga klien dapat membedakan hal yang nyata atau tidak

Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.

Setelah pertemuan pasien mampu :

Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

Memperagakan cara bercakap-

SP 2 Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP 1) Latih berbicara/

bercakap dengan orang lain saat halusinasi

Masukkan dalam jadwal kegiatan

Mengetahui bahwa pasien telah mengerti apa yang telah dilatih oleh perawat sehingga pasien dapat menggunakann

19

Page 20: Lp Halusinasi

cakap dengan orang lain

pasien ya kembali. Mengetahui

dan mengendalikan halusinasi

Mampu mengontrol setiap perkembangan halusinasi

Setelah pertemuan pasien mampu :

Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan

Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakan

SP 3 Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP 1 dan SP 2)

Latih kegiatan agar halusinasi tidak munculTahapannya :

- Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi

- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien

- Latih pasien melakukan aktivitas

- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam)

Mengetahui apakah pasien telah mengerti apa yang telah dilatih oleh perawat sehingga klien dapat melakukannya kembali

Melatih halusinasi tidak muncul

20

Page 21: Lp Halusinasi

Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif

Setelah pertemuan pasien mampu :

Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

Menyebutkan manfaat dari program pengobatan

SP 4 Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP 1, SP 2, SP 3)

Tanyakan program pengobatan

Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa

Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program

Jelaskan akibat putus obat

Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat

Jelaskan pengobatan (5 B)

Latih pasien minum obat

Masukkan dalam jadwal harian pasien

Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara mandiri dan teratur

Mengetahui berobat dengan berkala

Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum

Mampu minum obat secara mandiri

Mengetahui berobat dengan berkala

Keluarga mampu merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien

Setelah pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi

SP 1 Identifikasi

masalah keluarga dalam merawat pasien

Jelaskan tentang halusinasi

- Pengertian halusinasi

- Jenis halusinasi yang dialami pasien

Mengetahui apa yang dirasakan keluarga seperti kesulitan dalam merawat pasien

Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang halusinasi, perawatan

21

Page 22: Lp Halusinasi

- Tanda dan gejala halusinasi

- Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi pemberian obat dan pemberian aktivitas kepada pasien)

- Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau

- Bermain peran cara merawat

- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat pasien

terhadap klien

Setelah pertemuan keluarga mampu :

Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan

Memperagakan cara merawat pasien

SP 2 Evaluasi

kemampuan keluarga

Latih keluarga merawat pasien

RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk merawat

Mengetahui sejauh mana kemampuaan keluarga dalam merawat klien

Mengetahui keluarga apakah ikut serta dalam pemulihan pasien

Mengidentifikas

22

Page 23: Lp Halusinasi

i perkembangan pasien

Setelah pertemuan keluarga mampu :

Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

Memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL

SP 3 Evaluasi

kemampuan keluarga (SP 2)

Latih keluarga merawat pasien

RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk merawat pasien

Mengetahui sejauh mana kemampuaan keluarga dalam merawat klien

Mengetahui keluarga apakah ikut serta dalam pemulihan pasien

Mengidentifikasi perkembangan pasien

Setelah pertemuan keluarga mampu :

Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

Melaksanakan Follow Up

SP 4 Evaluasi

kemampuan keluarga

Evaluasi kemampuan pasien

RTL keluarga- Follow Up- Rujukan

Mengetahui sejauh mana kemampuaan keluarga dalam merawat klien

Mengidentifikasi kemampuan pasien selama perawatan

23

Page 24: Lp Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: TIM

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 2010. Jakarta: Salemba Medika

Stuart,G.W, Sundeen,S.J, (2005), Keperawatan Jiwa, ed-3, jakarta,EGC

Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa .2007. Bandung : Refika Aditama

24