lapsus tik
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Ilmu anestesi melingkupi segala usaha untuk mempertahankan hidup dasar
manusia. Oleh karena itu ilmu anestesi tidak hanya mencakup penanganan
keadaan vital pasien di meja operasi tetapi lebih luas lagi. Salah satu ruang
lingkup anestesi adalah terapi intensif. Terapi intensif adalah usaha kedokteran
gawat darurat yang berorientasi pada usaha oksigenasi darurat, usaha pemulihan
atau pemeliharaan fungsi sirkulasi dan fungsi serebral yang dilakukan secara
simultan di ruang terapi intensif pada pasien yang mengalami kegagalan
mendadak fungsi respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral yang masih memiliki
harapan hidup.1
Pada pasien dengan cedera kepala, tekanan intrakranial (TIK) merupakan
salah satu faktor penting yang perlu diobservasi karena bisa menyebabkan
terjadinya cedera otak sekunder. Otak berada di dalam rongga kepala yang
dibatasi oleh tulang tengkorak yang tidak fleksibel sehingga apabila terjadi
peningkatan tekanan dalam otak, cairan yang mengelilingi otak tidak akan bisa
kemana-mana. Hal ini akan mengganggu cerebral bloof flow (CBF) dan
mengakibatkan terjadinya iskemik otak yang akan berakibat fatal bagi pasien.2
Observasi terhadap peningkatan tekanan intrakranial paling sering
dilakukan untuk memonitor keadaan intrakranial karena pencegahan dan kontrol
terhadap peningkatan tekanan intrakranial serta pemeliharaan cerebral perfusion
pressure (CPP) merupakan tujuan terapi dasar pada cedera kepala.2 Oleh karena
itu pasien cedara kepala yang berisiko mengalami gangguan perfusi aliran darah
ke otak sebaiknya dirawat du ruang terapi intensif untuk memperbaiki fungsi
respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral.
Fisiologi tekanan intrakranial serta mekanisme terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial (hipertensi intrakranial) pada cedera kepala penting diketahui
sehingga kita mampu menangani pasien cedera kepalan dengan TIK yang tinggi.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Pengenalan anatomi tengkorak berguna untuk memahami akibat dari
terjadinya cedera kepala dan patofisiologi terjadinya peningkatan TIK.
2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP, yaitu3,4:
1. Skin atau kulit, mengandung banyak kelenjar keringat dan kelenjar
minyak serta folikel rambut.
2. Connective tissue atau jaringan ikat, memiliki banyak pembuluh
darah dan saraf.
3. Aponeurosis, yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak,
4. Loose areolar tissue, menyerupai spons karena berisi banyak ruamg
potensial yang bisa banyak menyerap cairan yang terbentuk akibat
cedera atau infeksi.
5. Pericranium, merupakan jaringan ikat padat yang membentuk
periosteum eksternal dari neurokranium.
2.1.2 Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak merupakan kerangka kepala, dibagi menjadi dua,
yaitu neurokranium dan viserokranium. Neurokranium adalah rangka
yang membungkus otak dan meningen. Neurokranium terdiri dari
kalvaria dan basis kranii. Neurokranium pada orang dewasa dibentuk
oleh delapan jenis tulang yaitu frontal, ethmoid, sphenoid, occipital,
temporal, dan parietal.3 Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga
cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasara otak
akibat cedera akselerasi dan deselerasi.
2.1.3 Meningen
2
Selaput meningen menutupi otak terletak di bagian dalam kranium.
Fungsi meningen, yaitu untuk melindungi otak; membentuk kerangka
yang menyokong arteri, vena, dan sinus vena; serta membatasi ruang
subarachnoid yang memiliki fungsi vital bagi otak. Meningen terdiri
dari tiga lapis jaringan ikat, yaitu:
1. Dura mater: lapisan fibrosa eksternal yang tebal dan kuat.
2. Arachnoid mater: lapisan intermediet yang tipis.
3. Pia mater: lapisan internal bervaskuler yang lembut.3
Arachnoid dipisahkan dari pia mater oleh ruang subarachnoid
yang mengandung cerebrospinal fluid (CSF) yang merupakan cairan
yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan ekstraseluler di
otak. 3
Dura mater melekat dengan tulang tengkorak. Jika terjadi proses
yang patologis, yaitu darah dari robekan pembuluh darah meningeal
mendorong periosteum sehingga menjauhi kranium, maka akan
terbentuk ruangan yang disebut epidural. Dura mater tidak melekat erat
dengan lapisan arachnoid di bawahnya sehingga terdapat ruang
potensial yang disebut dengan ruang subdural yang sering terjadi
perdarahan jika terjadi trauma.3
2.1.4 Otak
Otak manusia terdiri atas serebrum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
falks serebri yaitu lipatan dura mater yang berada di inferior sinus
sagitalis inferior. Batang otak terdiri dari mesencepalon, pons, dan
medulla oblongata. Mesencepalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Pada medulla oblongata terdapat pusat vital kardiorespiratorik yang
terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Jika terjadi lesi
walapun sedikit saja pada batang otak mampu menimbulkan defisit
neurologis yang berat. Sayangnya lesi pada batang otak tidak dapat
terlihat dengan jelas pada CT scan. Serebelum bertanggung jawab
3
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan dan terletak di dalam fosa
posterior, berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua
hemisfer serebri.
2.1.5 Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) merupakan cairan
jernih yang memiliki kandungan mirip plasma darah. CSF dibentuk di
choroid plexus dari keempat ventrikel otak dengan laju sekresi 400-500
ml per hari. Pleksus koroideus terletak utamanya dalam ventrikel
lateralis baik kanan maupu kiri, mengalir menuju foramen Munro ke
dalam ventrikel ketiga. Selanjutnya dalam ventrikel ketiga melanjutkan
diri melalui akuaduktus Sylvius menuju ventrikel keempat. Lalu keluar
dari system ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarachnoid yang
berada di seluruh permukaan otak dan medulla spinalis.3,5
CSF akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui arachnoid
granulation yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Overproduksi
CSF, obstruksi aliran CSF, dan gangguan penyerapan CSF
mengakibatkan terjadinya kelebihan cairan pada ventrikel otak dan
pembesaran kepala sehingga terjadi kondisi yang disebut obstructive
hydrocephalus.3,6
Bersama-sama dengan meningen dan kalvaria, CSF berfungsi
sebagai bantalan untuk melindungi otak dari benturan. CSF
menyediakan nutrisi untuk otak tetapi mengandung lebih sedikit protein
dan memiliki kandungan ion yang berbeda dibandingkan dengan
plasma darah. CSF di ruang subarachnoid memberikan daya apung
terhadap otak sehingga mencegah berat otak menekan akar saraf cranial
dan pembuluh darah melawan permukaan dalam kranium.3
2.1.6 Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial dan ruang infratentorial. Mesensefalon (midbrain)
menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak dan berjalan melalui
4
celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus
okulomotor berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan
pada keadaan herniasi otak yang umunya diakibatkan oleh adanya
massa supratentorial atau edema otak. Sedangkan serabut parasimpatik
yang berfungsi sebagai konstriktor pupil berada pada permukaan nervus
okulomotor. Paralisis pada serabut ini akan mengakibatkan dilatasi
pupil, jika penekanan ini terus berlanjut maka akan menimbulkan gejala
deviasi bola mata ke lateral dan bawah.
Bagian otak besar yang sering mengalami herniasi melalui insisura
tentorial adalah sisi medial lobul temporalis yang disebut Girus Unku
juga menyebabkan penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada
otak tengah. Traktus piramidalis atau traktus motorik penyilang garis
tengah menuju sisi berlawan pada level foramen magnum, sehingga
penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot sisi tubuh
kontralateral.. dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral
sikenal sindrom klasik herniasi tentorial.5
2.2 Fisiologi
2.2.1 Tekanan Intrakranial
Tekanan intrakranial (TIK) merupakan tekanan dalam kranium
termasuk otak dan cairan serebrospinal (CSF), yang menggambarkan
tekanan pembuluh darah intrakranial. TIK dipertahankan secara
dinamis melalui produksi dan absorpsi CSF. Tekanan CSF dipengaruhi
oleh perubahan tekanan intratorakal dan intra abdominal secara tiba-
tiba, misalnya ketika seseorang batuk ataupun pada manuver valsava.
Satuan TIK diukur dalam millimeter air raksa (mmHg). Saat istirahat
dengan posisi supinasi, nilai TIK pada orang dewasa berkisar antara 10-
15 mmHg dan menjadi lebih negatif pada posisi vertikal. Perubahan
TIK dipengaruhi oleh perubahan volume satu atau lebih unsur-unsur
yang ada dalam kranium. Hipertensi intrakanial adalah peningkatan
tekanan intrakranial.5
5
Berbagai proses patologis dapat mengakibatkan kenaikan ataupun
penurunan TIK yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak dan
tentunya berdampak buruk terhadap kesembuhan penderita. TIK tidak
hanya menunjukkan adanya suatu masalah yang serius tetapi justru
sering merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat
kurang lebih 10 mmHg (136mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg
dianggap tidak normal dan mulai memerlukan tindakan sedangkan TIK
lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin
tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.
Demikian pula durasi terjadinya peningkatan TIK, semakin lama akan
semakin memperburuk prognosis.2,7,8,10
2.2.2 Doktrin Monro-Kellie
Doktrin Monro-Kellie menyatakan bahwa volume total dalam kranium
selalu tetap karena tulang tengkorak tidak elastis sehingga tidak bisa
mengembang jika ada penambahan volume. Pada kondisi normal,
volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% CSF, dan 10%
darah. Peningkatan volume dari salah satu komponen ini, atau adanya
tambahan komponen patologis (misalnya hematom intrakranial), akan
menimbulkan kompensasi melalui penurunan volume dari komponen
lainnya untuk mempertahankan tekanan.2,9
Bila terdapat penambahan masa seperti hematoma akan
menyebabkan tergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruangan
intrakranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal. Namun
jika mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan volume
sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam. Oleh karena
itu semua upaya ditujukan untuk menjaga agar TIK penderita tetap pada
garis datar kurva volume-tekanan dan tidak membiarkannya sampai
melewati titik dekompensasi.2,9
6
Gambar 1. Tekanan intrakranial akan tetap normal dengan peningkatan volume sampai titik dekompensasi tercapai. Di atas volume kritis ini, TIK akan meningkat dengan cepat.
2.2.3 Tekanan Perfusi Serebral
Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah
tekanan aliran darah ke otak, normalnya konstan karena adanya
autoregulasi. Tetapi jika nilai MAP (mean arterial pressure) atau ICP
(intracranial pressure) abnormal, tekanan perfusi serebral dihitung dari
pengurangan tekanan intrakranial terhadap MAP.10
Dapat ditulis dalam rumus:
CPP= MAP-ICP
Mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera
kepala sangat penting karena setelah dilakukan berbagai penelitian
disebutkan bahwa tekanan perfusi otak adalah indikator yang sama
pentingnya dengan TIK. Peningkatan TIK menyebabkan penurunan
CPP dan aliran darah serebral yang bisa mengakibatkan iskemik
serebral sekunder.9 CPP kurang dari 70 mmHg umunya berkaitan
prognosis buruk pada penderita cedera kepala. Pada keadaan TIK tinggi
sangat penting untuk tetap mempertahankan tekanan darah yang
normal. Beberapa penderita tertentu bahkan membutuhkan tekanan
darah diatas nilai normal untuk mempertahankan CPP yang adekuat.
7
Mempertahankan CPP adalah prioritas yang sangat penting dalam
penatalaksanaan cedera kepala berat.
2.2.4 Aliran Darah Otak
Aliran darah otak normalnya 50 mL/100 gr jaringan otak per menit.
Bila aliran darah otak menurun sampai 20-25 mL/100gr/menit maka
aktifitas EEG akan hilang dan pada nilai 5mL/100gr/menit sel-sel otak
mengalami kematian dan terjadilah kerusakan sel yang menetap.5 Pada
penderita non trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan aliran
darah pada tingkat yang konstan apabila MAP (mean arterial pressure)
berada dikisaran 50-160 mmHg. Bila MAP dibawah 50 mmHg, aliran
darah otak sangat berkurang dan bila MAP diatas 160 mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada
penderita cedera otak sekunder karena iskemia akibat hipotensi yang
tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja diikuti kenaikan
TIK yang curam, perfusi otak akan berkurang jauh terutama pada
keadaan hipotensi.10 Oleh karena itu bila terdapat hematom intrakranial,
haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat
tetap harus dipertahankan.
2.3 Hipertensi Intrakranial
Pada cedera kepala, TIK dapat mengancam nyawa bila meningkat sangat tinggi.
Namun anak-anak mampu mentoleransi TIK yang lebih tinggi dalam jangka
waktu yang lebih panjang. Peningkatan TIK pada cedera kepala paling banyak
disebabkan oleh hematom intrakranial atau edema serebral. Bila keadaan ini
berlanjut, maka dapat menyebabkan hidrosefalus, herniasi serebral, dan penurunan
aliran darah serebral. Hal ini dapat menyebabkan reflek bradikardi.4,5,6
Peningkatan TIK yang minimal akibat mekanisme kompensasi disebut dengan
hipertensi intrakranial stadium 1. Penambahan volume lesi lebih dari 100-120 ml
akan meningkatkan TIK secara drastis. Ini disebut sebagai hipertensi intrakranial
8
stadium 2. Tanda-tanda dari hipertensi intrakranial stadium 2, yaitu penekanan
oksigenasi neuronal dan vasokonstriksi sistemik arteriolar yang menyebabkan
peningkatan MAP dan CPP. Hipertensi intrakranial stadium 3 ditandai dengan
peningkatan TIK yang terus menerus, dengan perubahan TIK yang dramatis
namun sedikit terjadi perubahan volume. Pada stadium 3 ini jika nilai TIK
mendekati MAP, perfusi otak akan semakin buruk. Respon tubuh terhadap
penurunan CPP adalah peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi pembuluh
darah otak. Hal ini menyebabkan peningkatan volume intrakranial yang makin
menambah kenaikan TIK dan menurunkan CPP. Hasil akhir dari keadaan ini
adalah penurunan aliran dan perfusi serebral yang menyebabkan iskemia dan
infark otak. Perubahan neurologis pada pasien dengan TIK tinggi terjadi akibat
hipoksia dan hiperkapnea yang menyebabkan penurunan kesadaran, nafas
Cheyne-Stoke, hiperventilasi, dilatasi pupil dan rentang tekanan darah melebar.
2.3.2 Patofisiologi
Jika ada salah satu atau lebih komponen yang ada di dalam kranium dan
kanalis vertebra seperti dura, otak, darah atau cairan serebrospinal
meningkat, maka akan meningkatkan TIK. Seperti yang dikatakan
hipotesis Monro-Kellie bahwa jika ada salah satu volume komponen
yang meningkat maka volume komponen lain harus berkurang.
Peningkatan volume otak yang minimal tidak segera meningkatkan TIK
karena kemampuan CSF untuk dapat dikeluarkan ke dalam kanalis
spinalis. Namun jika TIK mencapai 25 mmHg, sedikit saja kenaikan
volume otak menyebabkan adanya gejala dan tanda peningkatan TIK.
Hal ini terjadi karena kegagalan compliance intrakranial.4,5
Cedera kepala merupakan problem yang sangat serius dengan
resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kerusakan pada otak
terjadi segera setelah trauma itu terjadi (kerusakan primer) dan
beberapa saat akibat iskemik serebral (kerusakan sekunder). Edema
serebral, hipotensi, dan kondisi hipoksia merupakan penyebab dari
kerusakan sekunder. Dalam unit perawatan intensif, peningkatan TIK
9
paling sering terjadi setelah cidera kepala difus dan menyebabkan
iskemia serebral akibat gangguan perfusi.4,5
Salah satu bahaya utama dari peningkatan TIK adalah iskemia
dengan penurunan CPP. Satu kali TIK mencapai tekanan sistemik rata-
rata, terjadi perburukan perfusi serebral. Respon tubuh terhadap
penurunan CPP adalah peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi
pembuluh darah serebral. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
volume serebral yang akan menyebabkan kenaikan TIK, menurunkan
CPP lebih jauh sehingga terbentuklah lingkaran setan. Hasil dari
keadaan ini adalah penurunan aliran serta perfusi darah yang difus yang
berakhir sebagai iskemia dan infark otak. Peningkatan TIK juga dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial lebih cepat yang dapat
menambah peningkatan TIK.4,5,6
Kenaikan TIK yang tajam, jika disebabkan oleh adanya massa
misal hematom, bisa menyebabkan pergeseran garis median (midline
shift), dimana keadaan tersebut merupakan keadaan yang berbahaya
karena bagian otak bergeser pada salah satu sisi yang dapat
menyebabkan pembengkakan hemisfer serebral. Midline shift menekan
ventrikel sehingga terjadilah hidrosefalus. Prognosis akan lebih buruk
pada pasien dengan midline shift dibandingnkan dengan yang tidak.
Resiko lain yang dapat terjadi adalah herniasi (biasanya uncal atau
tonsilar). Pada herniasi uncal, unkus dari hippocampus tertekan ke arah
tentorium cerebella sehingga akan menekan batang otak. Jika terjadi
penekanan batang otak, terjadi depresi nafas dan dapat berakibat fatal.
Herniasi ini sering disebut “conning”.1,3,4,5
Penyebab morbiditas pada pasien dengan TIK tinggi adalah infark
otak global disertai penurunan kendali nafas karena herniasi.
2.3.3 Etiologi
Penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial diklasifikasikan
berdasarkan mekanisme peningkatan TIK, antara lain:
10
1. Efek adanya massa seperti tumor otak, infark dengan edema,
kontusio, perdarahan subdural atau epidural, atau abses dapat
menyebabkan perubahan bentuk otak.
2. Pembengkakan otak secara general dapat terjadi pada keadaan
iskemia-anoksia, gagal hati akut, enchepalopati hipertensif,
pseudotumor serebri, hiperkarbia, dan sindrom Reye
hepatoserebral. Kondisi tersebut menurunkan tekanan perfusi
serebral dengan midline shift minimal.
3. Peningkatan tekanan vena bisa disebabkan oleh thrombosis venus
sinus, gagal hati, atau obstruksi vena mediastinal superior atau vena
jugular.
4. Obstruksi aliran dan/atau absorpsi CSF dapat menyebabkan
hidrosefalus (blockade ventrikel atau ruang subaraknoid), penyakit
meningeal (infeksi, karsinoma, granuloma, atau perdarahan),
ataupun obstruksi pada sinus sagittalis superior (penurunan
absopsi).
5. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis,
perdarahan subaraknoid, atau tumor plexus koroid.
6. Idiopatik hipertensi intrakranial
7. Thrombosis sinus venus serebral
8. Gagal hati akut
2.3.4 Tanda dan Gejala
2.3.5 Penatalaksanaan Hipertensi Intrakranial Di Ruang Terapi Intensif
2.4 Cedera Kepala
2.4.1 Klasifikasi
2.4.2 Patofisiologi
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
11
2.4.4 Penatalaksanaan
2.5 Perawatan Intensif Pasca Operasi pada Cedera Kepala
2.5.1 Pemeliharaan Cerebral Perfussion Pressure (CPP)
2.5.2 Terapi Terhadap Hipertensi
2.5.3 Support Ventilasi
2.5.4 Terapi Cairan dan Nutrisi
2.5.6 Sedasi
2.5.7 Hipotermia
2.5.8 Pencegahan dan Pengobatan Terhadap Kejang
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
12
Nama : Nengah Sutri
Tempat tanggal lahir : Gelgel, 23 Mei 1958
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Br. Tangkas Desa Gelgel Klungkung
Suku : Bali
Agama : Hindu
Tanggal MRS : 23 Mei 2010
3.2 Heteroanamnesis
Keluhan utama: Pasien datang tidak sadar setelah kecelakaan lalu lintas pukul 14.00 (23 Mei 2010). Pasien naik sepeda motor dan diserempet truk. Pasien mengenakan helm saat mengendarai motor.
MOI: pasien dibonceng suami dengan mengendarai sepeda motor lalu diserempet truk dari samping.
Riwayat penyakit sistemik : hipertensi (+) 1 tahun kontrol tidak teratur, diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), asma (-).
Riwayat alergi obat : (-)
Riwayat operasi sebelumnya: (-)
Makan minum terakhir kurang labih sekitar pukul 09.00 (23 Mei 2010)
3.3 Pemeriksaan Fisik
Berat Badan : 75 kg
B1 (SSP) : GCS E1VxM3, hematom ocular sinistra, anemi -/-,
ikterus -/, reflek pupil +/+ anisokor kanan > kiri
B2 (Respirasi) : RR 20 kali/menit, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing
-/-, Mallampati sulit dievaluasi.
B3 (Kardiovaskuler) : TD 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, S1S2 tunggal
regular, murmur (–)
B4 (Gastrointestinal) : Distensi (-), bising usus (+) normal
B5 (Urogenital) : BAK spontan(-)
13
B6 (Muskuloskeletal) : sulit dievaluasi
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (20/04/2010 pukul 17.08 Wita)
WBC : 9,6 103/µL
RBC : 3,58 106/ µL
HGB : 11 g/dL
HCT : 31,7%
PLT : 283 103/µL
Kimia Darah (20/04/2010 pukul 17.55 Wita)
SGOT : 13,4 IU/L
SGPT : 41,92 IU/L
Albumin : 1,861 g/dL
Serum kratinin: 0, 806 mg/dL
GDS : 133,4 mg/dL
Natrium : 134,2 mmol/L
Kalium : 4,654 mmol/L
Analisa Gas Darah (20/04/2010 pukul 17.55 Wita)
pH : 7,37
pCO2 : 31 mmHg
pO2 : 93 mmHg
Hct : 30 %
HCO3 : -17,9 mmol/L
TCO2 : 18,9 mmol/L
BE (B) : -6,5 mmol/L
SO2c : 97 %
THbc : 9,3 g/dL
14
Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 5,1 mmol/L
Rontgen Femur Dekstra : Fraktur femur dekstra 1/3 tengah transversal
Rontgen Genu Dekstra : Open Fraktor Proksimal tibia dekstra epiphisiolisis SH IV
Rontgen Thorak AP : Cor dan Pulmo dalam batas normal
CT Scan : Tidak ada focal lesi
3.5 Diagnosis Kerja
Cedera kepala berat + cephalhematom region temporoparietal + epidural hemorrhage (EDH) temporal + laserasi temporal + edema serebri
3.6 Penatalaksanaan
MRS
IVFD NaCl 28 tetes permenit
Norages 3 x 1gr
Rantim 3 x 1 ampul
Neurotam 12 gram
Lentoin 3 x 1 ampul
Observasi penurunan GCS dan peningkatan tekanan intracranial
Rawat insensif
Pemasangan dower kateter jika gagal dilakukan open sistostomy
3.7 Catatan Proses Tindakan Operasi IRD
1. Pasien memasuki kamar operasi pada pukul 21.40 (20/04/2010) akan
dilakukan tindakan sistostomi dan debridement
2. Jenis anestesi yang digunakan alah anestesi general dengan pemasangan
pipa endotrakeal dengan posisi supinasi
3. Induksi dimulai pada pukul 21.45 (20/04/2010) diikuti dengan dimulainya
operasi pada pukul 22.00 (20/04/2010)
15
4. Operasi pertama open sistostomi selesai pada pukul 22.55 (20/04/2010)
dilanjutkan operasi kedua yakni debridement selesai pada pukul 00.25
(21/04/2010)
5. Total waktu operasi 55 menit dengan waktu anestesi 1 jam 15 menit.
3.8 Perawatan di Ruang Intensif
Tanggal 21/04/2010
Status Present (pukul 02.30 Wita)
SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : ventilator support, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Kardiovaskuler: TD 160/103 mmHg N 59 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : DK melalui sistostomi, produksi urin (+)
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Pemeriksaaan Penunjang
Darah lengkap (21/04/2010 pukul 03.28 Wita)
WBC : 10,9 103/µL
RBC : 3,48 106/ µL
HGB : 10,8 g/dL
HCT : 30,6%
PLT : 187 103/µL
Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 03.45 Wita)
pH : 7,25
pCO2 : 47 mmHg
pO2 : 68 mmHg
Hct : 28 %
16
HCO3 : 20,60 mmol/L
TCO2 : 22 mmol/L
BE (B) : -6,3 mmol/L
SO2c : 90 %
THbc : 8,7 g/dL
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 4,8 mmol/L
Planning : monitoring AGD + Elektrolit, cek lab lengkap
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment : cefotaxime 2x1gr, gentamicin 2x80 mg, ranitidine 3x50mg, neurotam 1x12gr, kutoin 3x1 ampul
Status Present (pukul 07.00 wita)
SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Kardiovaskuler: TD 140/83 mmHg N 143 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : produksi urin 300cc/4 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Pemeriksaaan Penunjang
Kimia Darah (21/04/2010 pukul 07.14 Wita)
Total Protein : 4,854 g/dL
Albumin : 3,07g/dL
Globulin : 1,784 g/dL
BUN : 13,24 mg/dL
Serum kratinin: 0, 589 mg/dL
17
GDS : 122,7 mg/dL
Klorida : 110,7 mmol/L
Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 06.46 Wita)
pH : 7,04
pCO2 : 93 mmHg
pO2 : 260 mmHg
Hct : 32 %
HCO3 : 25,1 mmol/L
TCO2 : 28 mmol/L
BE (B) : -6,5 mmol/L
SO2c : 100 %
THbc : 9,9 g/dL
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 4,7 mmol/L
Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 11.49 Wita)
pH : 7,37
pCO2 : 43 mmHg
pO2 : 159 mmHg
Hct : 29 %
HCO3 : 24,9 mmol/L
TCO2 : 26,2 mmol/L
BE (B) : -0,5 mmol/L
SO2c : 99 %
THbc : 9 g/dL
Natrium : 137 mmol/L
Kalium : 4,5 mmol/L
18
Darah lengkap (21/04/2010 pukul 18.44 Wita)
WBC : 10,1 103/µL
RBC : 2,72 106/ µL
HGB : 8,4 g/dL
HCT : 24,2 %
PLT : 174 103/µL
Pukul 12.00 Wita dilakukan pemasangan CVC Subklavia kanan dikulit 15 cm CVP 15 cmH2O
Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul nutrisi enteral
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment : cefotaxime 2x1gr, ranitidine 3x50mg, pratophyl 1x12gr, kutoin 3x100mg, norages 3x1gr, fentanyl 500mg
Tanggal 22/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Kardiovaskuler: TD 115/60 mmHg N 100 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : urin 3200cc/24 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Pemeriksaaan Penunjang
Darah lengkap (22/04/2010 pukul 22.25 Wita)
WBC : 10,9 103/µL
RBC : 3,48 106/ µL
HGB : 10,8 g/dL
HCT : 30,6%
19
PLT : 187 103/µL
Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 05.42 Wita)
pH : 7,55
pCO2 : 29 mmHg
pO2 : 186 mmHg
Hct : 26 %
HCO3 : 25,40 mmol/L
TCO2 : 26,3 mmol/L
BE (B) : 3,1 mmol/L
SO2c : 100 %
THbc : 8,1 g/dL
Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 4,1 mmol/L
Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 15.21 Wita)
pH : 7,61
pCO2 : 26 mmHg
pO2 : 196 mmHg
Hct : 31 %
HCO3 : 26,1 mmol/L
TCO2 : 26,9 mmol/L
BE (B) : 5 mmol/L
SO2c : 100 %
THbc : 9,6 g/dL
Natrium : 142 mmol/L
Kalium : 3,5 mmol/L
Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 20.50 Wita)
20
pH : 7,37
pCO2 : 29 mmHg
pO2 : 195 mmHg
Hct : 20 %
HCO3 : 16,8 mmol/L
TCO2 : 17,7 mmol/L
BE (B) : -7,8 mmol/L
SO2c : 100 %
THbc : 6,2 g/dL
Natrium : 146 mmol/L
Kalium : 5,2 mmol/L
Darah lengkap (22/04/2010 pukul 22.25 Wita)
WBC : 9,52 103/µL
RBC : 3,66 106/ µL
HGB : 10,4 g/dL
HCT : 31,3%
Planning : monitoring AGD + Elektrolit
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CI), pratrophyl 1x 12gr, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, fasix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg
Tanggal 23/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 100%
Kardiovaskuler: TD 119/72 mmHg N 74 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
21
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : urin 2050cc/24 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Pemeriksaaan Penunjang
Analisa Gas Darah (23/04/2010 pukul 07.00 Wita)
pH : 7,37
pCO2 : 51 mmHg
pO2 : 168 mmHg
Hct : 46 %
HCO3 : 29,5 mmol/L
TCO2 : 31,1 mmol/L
BE (B) : 3,1 mmol/L
SO2c : 99 %
THbc : 14,3 g/dL
Natrium : 142 mmol/L
Kalium : 3,7 mmol/L
Analisa Gas Darah (23/04/2010 pukul 11.07 Wita)
pH : 7,43
pCO2 : 52 mmHg
pO2 : 172 mmHg
Hct : 36 %
HCO3 : 34,5 mmol/L
TCO2 : 36,1 mmol/L
BE (B) : 8,8 mmol/L
SO2c : 100 %
22
THbc : 11,2 g/dL
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 3 mmol/L
Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul thorak AP
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, fasix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg.
Tanggal 24/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : dalam pengaruh obat,somnolen, motorik(+), reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 100%
Kardiovaskuler: TD 106/62 mmHg N 82 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal, NGT warna kuning kehijauan
Urogenital : urin 2250cc/24 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Pemeriksaaan Penunjang
Analisa Gas Darah (24/04/2010 pukul 06.17 Wita)
pH : 7,44
pCO2 : 42 mmHg
pO2 : 165 mmHg
Hct : 33 %
HCO3 : 28,5 mmol/L
23
TCO2 : 29,8 mmol/L
BE (B) : 3,9 mmol/L
SO2c : 100 %
THbc : 10,2 g/dL
Natrium : 144 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Analisa Gas Darah (24/04/2010 pukul 16.39 Wita)
pH : 7,46
pCO2 : 46 mmHg
pO2 : 79 mmHg
Hct : 37 %
HCO3 : 32,7 mmol/L
TCO2 : 34,1 mmol/L
BE (B) : 7,8 mmol/L
SO2c : 96 %
THbc : 11,5 g/dL
Natrium : 144 mmol/L
Kalium : 3,4 mmol/L
Planning : monitoring AGD + Elektrolit
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg.
Tanggal 25/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : apatis, reflek pupil +/+ isokor
24
Respirasi : spontan PET O2 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%
Kardiovaskuler: TD 126/84 mmHg N 90 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : urin 3450cc/24 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul stop mannitol
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg
Tanggal 26/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : apatis, ansietas (+) reflek pupil +/+ isokor
Respirasi : spontan PET O2 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%
Kardiovaskuler: TD 137/82 mmHg N 90 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : urin 3450cc/24 jam
Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra
Planning : trakeostomi, AGD dan elektrolit, darah lengkap
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg, anesfar kalau perlu.
25
Tanggal 27/04/2010
Status Present (pukul 07.00 Wita)
SSP : gelisah
Respirasi : spontan trakeostimi 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%
Kardiovaskuler: TD 151/75 mmHg N 116 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)
Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal
Urogenital : urin 1700cc/24 jam
Muskuloskeletal: skin traksi femur + tibia dekstra
Planning : monitoring vital sign, produksi urin
Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam
Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg, anesfar kalau perlu.
26