lapsus kulit.doc

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, baik pada individu yang sehat maupun dengan daya tahan tubuh menurun. Sekitar 10-20% populasi mengalami infeksi jamur superfisialis. Meskipun penyakit ini tidak fatal, namun sering bersifat kronis dan kumat- kumatan, serta dapat menyebabkan gangguan kenyamanan. 1 Dermatofitosis merupakan infeksi pada jaringan yang mengandung keratin yang disebakan oleh jamur dermatofita. Dermatofitosis terjadi karena inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Ciri khas pada infeksi jamur yaitu adanya central healing, dimana bagian tengah tampak tenang, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan dari lingkungan sekitar, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan antibiotika dan obat steroid. Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini. 1,2 1

Upload: agus18praktyasa

Post on 20-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangInfeksi jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, baik pada individu yang sehat maupun dengan daya tahan tubuh menurun. Sekitar 10-20% populasi mengalami infeksi jamur superfisialis. Meskipun penyakit ini tidak fatal, namun sering bersifat kronis dan kumat-kumatan, serta dapat menyebabkan gangguan kenyamanan.1 Dermatofitosis merupakan infeksi pada jaringan yang mengandung keratin yang disebakan oleh jamur dermatofita. Dermatofitosis terjadi karena inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Ciri khas pada infeksi jamur yaitu adanya central healing, dimana bagian tengah tampak tenang, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan dari lingkungan sekitar, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan antibiotika dan obat steroid. Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.1,2 Infeksi dermatofitosis dikenal dengan nama tinea, dan diklasifikasikan sesuai lokasi anatomik, salah satunya yaitu tinea korporis. Tinea korporis menyerang daerah kulit yang tidak berambut, misalnya pada wajah, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.1,2 Infeksi tinea corporis terdapat di seluruh dunia terutama daerah tropis yang mempunyai kelembapan tinggi seperti Negara Indonesia. Penyakit ini menyerang pria maupun wanita dan terjadi pada semua umur terutama dewasa. Penyebab tersering penyakit ini adalah Tricophyton rubrum dengan prevalensi 47% dari semua kasus tinea corporis.3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTinea korporis disebut juga tinea sirsinata, dan tinea glabrosa. Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut, yang disebabkan jamur dermatofita. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang mengakibtakan kelembaban kulit menjadi lebih tinggi. Predileksi tinia korporis terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.42.2 EpidemiologiSeperti halnya infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu penyebaran infeksi tinea korporis. Sehingga daerah tropis dan subtropis memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. Tinea korporis juga bisa didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan. Selain itu usia, jenis kelamin, dan ras juga merupakan faktor epidemiologi yang penting, di mana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh kebersihan perorangan. Faktor lingkungan yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi juga berpengaruh dalam penyebaran infeksinya. Perpindahan manusia dapat dengan cepat memengaruhi penyebaran endemik dari jamur.4-62.3 EtiopatogenesisDermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Meskipun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum, Trichophyton Mentagrophytes, dan M. Audouinii.3-5 Jamur penyebab tinea corporis ini bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik. Jamur yang bersifat antropofilik hanya mentransmisikan penyakit antar manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada orang afrika, Tricophyton rubrum, Tricophyton schoeleinii, Tricophyton magninii, Tricophyton soudanense, Tricophyton youndei, Microsporum audouinii, dan Microsporum ferrugineum. Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum. Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik yang dapat menyebabkan tinea corporis adalah Microsporum canis yang berasal dari kucing. Dari tiga sifat jamur penyebab tinea corporis tersebut, dermatofit yang antropofilik adalah sifat yang paling sering ditemukan sebagai sumber infeksi tinea korporis.3-5 Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama yaitu perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu. Pada stratum korneum, fase pertama invasi dermatofit berupa perlekatan artrokonidia pada keratinosit. Secara in vitro, proses ini memerlukan waktu sekitar 2 jam sejak terjadi kontak. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea yang bersifat fungistatik. 4-5 langkah kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat dari pada proses deskuamasi. Kira-kira diperlukan waktu sekitar 4-6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik kemudian berdifusi kedalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Jamur harus mampu bertahan di dalam lingkungan pejamu dan dapat menyesuaikan diri dengan suhu serta keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Dari berbagai kemampuan tersebut, kemampuan jamur untuk menyesuaikan diri didalam lingkungan pejamu dan kemampuan mengatasi pertahanan seluler merupakan dua mekanisme terpenting dalam patogenesis penyakit jamur. Selain itu, faktor lain seperti ketahanan pejamu mempunyai peranan penting dalam menghambat kemampuan jamur dermatofit melakukan penetrasi pada lapisan stratum korneum yang lebih dalam. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.4-5 Langkah terakhir perkembangan respon host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.4-52.4 Gejala KlinisGambaran klinis berupa rasa gatal pada lesi terutama saat berkeringat. Keluhan gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Bentuk yang terlihat dapat berupa makula eritematosa yang bulat maupun lonjong dan berbatas tegas. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada daerah tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif (tanda peradangan), sedangkan pada daerah tengah lebih tenang (central healing). Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif (tanda peradangan) akan menghilang dan selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi.4,62.5 DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis tinea korporis langkah yang harus dilakukan adalah anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi dan palpasi, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis Pasien mengalami gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar. Dan rasa gatal bertambah berat ketika berkeringat. Biasanya terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama. Lesi semakin lama semakin meluas. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi.2,4,6 Pemeriksaan fisik Kelainan yang terlihat pada lesi berupa makula eritematosa yang berbentuk bulat atau lonjong dan berbatas tegas. Pada daerah tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif, sedangkan pada daerah tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Tempatpredileksi dari tinea corporis yaitu pada bagian tubuh yang tidak berambut dan lembab seperti thorax, abdomen, glutea, dan ekstremitas 2,4 Pemeriksaan penunjang menggunakan sediaan dari bahan kerokan (kulit, rambut dan kuku) dengan larutan KOH 10-30%. Dengan pemeriksaan mikroskopis akan terlihat elemen jamur dalam bentuk hifa panjang, spora dan artospora (spora berderet). Pemeriksaan lainnya dapat dengan biakan jamur. Biakan jamur bertujuan untuk mengetahui spesies jamur. Dengan menggunakan bahan kerokan yang ditanam dalam agar Sabouroud Dekstrose. Koloni yang tumbuh diperhatikan warna, bentuk, permukaan dan ada atau tidaknya hifa. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama kurang lebih 1 3 minggu. Selai itu terdapat pula pemeriksaan dengan lampu wood yang mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 . Ketika lampu wood didekatkan dengan lesi maka akan timbul warna kehijauan.4,6,72.6 Diagnosis BandingTerdapat beberapa diagnosis banding untuk tinea korporis yang terdiri dari dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksinya, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan.4,8 Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Tempat predileksi psoriasis, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung.4 Pitiriasis rosea, memiliki gambaran kelainan kulitnya yang khas yaitu simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.42.7 PengobatanTerapi pada penyakit tinea korporis dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi umum dan khusus. Pada terapi umum bertujuan untuk menghilangkan faktor predisposisi seperti memakai baju yang menyerap keringat supaya lingkungan kulit tidak lembab dan tidak menjadi tempat proliferasi jamur. Kemudian terapi khusus tinea corporis berupa medikamentosa yang terdiri dari obat topikal dan sistemik.4,6 Terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit yang hidup pada jaringan kulit. obat yang sering digunakan yaitu golongan imidazol, allilamin, siklopirosolamin, dan kortikosteroid. Pada golongan imidazol terdiri dari ketokonazol, mikonazol, klotrimazol, dan hanya ketokonazol yang paling banyak digunakan. Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada pH asam. Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofita, pitiriasis versikolor, kutaneus kandidiasis, dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat 14-dimetilase pada pembentukan ergosterol membrane jamur. Ketokonazol 2% cream digunakan untuk infeksi jamur di kulit tak berambut seperti dermatofita, dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 1-2 kali sehari.4,6 Terapi sistemik yang paling banyak digunakan yaitu griseofulvin, ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, dan amfoterisin B. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Obat ini bekerja dengan cara masuk ke dalam sel jamur. Griseofulvin berinteraksi dengan mikrotubulus dalam jamur yang merusak serat mitotik dan menghambat mitosis. Obat ini berakumulasi di daerah yang terinfeksi, disintesis kembali dalam jaringan yang mengandung keratin sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur terganggu. Terapi harus dilanjutkan sampai jaringan normal, menggantikan jaringan yang terinfeksi dan biasanya membutuhkan beberapa minggu sampai bulan. Obat ini digunakan untuk pengobatan infeksi tinea yang berat yang tidak respons terhadap obat-obat anti fungi lainnya.4,62.8 PrognosisAdapun beberapa yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia, sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Umumnya penyakit ini dapat dihilangkan dengan sempurna melalui pengobatan yang adekuat, menjaga kelembaban dan kebersiahn kulit. dan memiliki prognosis yang baik. 6,8BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama: IDGJNUmur: 27 TahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Kendran Tegalalang GianyarSuku: BaliBangsa: IndonesiaAgama: HinduStatus Perkawinan: Belum menikahPekerjaan: Pegawai swastaTanggal Pemeriksaan: 24 Mei 20143.2 Anamnesis

Keluhan utama : Bercak merahPasien merupakan pasien rawat inap sejak 1 minggu yang lalu di ruang sahadewa karena menderita post stroke non hemorrhage et causa emboli. Kemudian pasien dikonsulkan kebagian kulit karena muncul bercak pada punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Pada awalnya hanya terdapat bercak kemerahan kecil dan sedikit pada perut bawah pasien sejak 1 tahun yang lalu. Kemudian meluas dan melebar ke punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu.

Keluhan penyerta :Selain bercak merah pasien juga mengeluh gatal pada bercak tersebut. Gatal dirasakan semakin keras 1 minggu belakangan ini. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien dan sensasi gatal yang dirasakan pasien sangatlah gatal sehingga ingin untuk menggaruknya. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas.Riwayat penyakit terdahulu :

Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama 1 tahun yang lalu. Tapi bercak merah hanya di bawah perut. Gatal yang dirasakan hilang timbul dan masih bisa di tahan oleh pasien. Keluhan tersebut tidak begitu mengganggu dan dianggap gatal biasa oleh pasien sehingga pasien tidak berobat. pasien tidak memiliki riwayat asma, dan pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis.Riwayat penyakit keluarga :

Dikeluarga pasien terdapat anggota keluarga yang memiliki keluhan sama seperti pasien (adik pasien). Adik pasien tinggal satu kamar dengan pasien. Riwayat sosial :

Pasien merupakan seorang pemuda yang sedang menderita penyakit stoke non hemorrhage et causa emboli. Saat ini pasien sulit untuk berkomunikasi dan setengah tubuh pasien menjadi kaku. Sebelum menderita penyakit ini pasien merupakan seorang pemuda yang tinggal di Jakarta. Pasien tinggal di Jakarta untuk melanjutkan studi sekolah menengah atas kejurusan. kemudian kembali ke Denpasar dan bekerja menjadi pegawai swasta. Pasien biasa mandi di kamar mandi dengan menggunakan sabun lifeboy. Akan tetapi ketika di rawat di ruang sahadewa pasien hanya di lap menggunakan handuk kecil. Pakainnya biasa dicuci dengan detergen dan disetrika. Makan dan minum dikatakan cukup oleh pasien, pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol. Hubungan dengan lingkungan rumah dikatakan baik oleh keluarga pasien.3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present : dalam batas normalStatus general : dalam batas normalStatus dermatologi :

Pada regio punggung, dada kanan, dan perut kanan tampak pacth eritema dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat, hampir menutupi seluruh punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak aktif terdapat papul, vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang (central healing), pada permukaan terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi. 3.4 Diagnosis Banding

Tinea korporis Tinea kruris3.5 Resume

Laki-laki umur 27 tahun mengeluh muncul bercak pada punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Selain bercak merah pasien juga mengeluh gatal pada bercak tersebut. Gatal dirasakan semakin keras 1 minggu belakangan ini. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien dan sensasi gatal yang dirasakan pasien sangatlah gatal sehingga ingin untuk menggaruknya. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas. Riwayat pengobatan (-), riwayat keluarga (+) adik, riwayat penyakit kronis (-), riwayat atopi(-), riwayat alergi obat (-).Status present : dalam batas normal

Status general : dalam batas normal

Status dermatologi :

Pada regio punggung, dada kanan, dan perut kanan tampak pacth eritema dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat, hampir menutupi seluruh punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak aktif terdapat papul, vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang ( central healing), pada permukaan terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi.3.6 Diagnosis Kerja Tinea korporis3.7 Penatalaksanaan

Griseovulpin tab 1 x 500 mg Myconazole cream 2 x 1 pemakaian luar3.8 PrognosisDubiaBAB IV

PEMBAHASAN

Seperti yang dijelaskan sebelumnya pasien merupakan pasien rawat inap sejak 1 minggu yang lalu di ruang sahadewa karena menderita post stroke non hemorrhage et causa emboli. Kemudian pasien dikonsulkan kebagian kulit karena muncul bercak pada punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Pada awalnya hanya terdapat bercak kemerahan kecil dan sedikit pada perut bawah pasien sejak 1 tahun yang lalu. Kemudian meluas dan melebar ke punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien dan sensasi gatal yang dirasakan pasien sangatlah gatal sehingga ingin untuk menggaruknya. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas. Riwayat pengobatan (-), riwayat keluarga (+) adik, riwayat penyakit kronis (-), riwayat atopi (-), riwayat alergi obat (-). Pada pemeriksaan fisik tampak Pada regio punggung, dada kanan, dan perut kanan tampak pacth eritema dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat, hampir menutupi seluruh punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak aktif terdapat papul, vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang (central healing), pada permukaan terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, disimpulkan bahwa kemungkinan diagnosanya adalah tinea korporis dan tinea kruris. Hal ini dikarenakan gambaran tinea korporis dan tinea kruris yang serupa yaitu tampak macula eritema dengan skuama pada permukaannya dan tepi tampak papul, vesikel, dan tengah tampak tenang (central healing). Namun yang membedakannya adalah tempat munculnya lesi. Pada tinea korporis lesi muncu di kulit yang tidak berambut (dada, perut, abdomen, ekstrimitas, dan gutea). Sedangkan untuk tinea kruris tempat munculnya lesi yaitu di selangkangan, perineum, dan sekitar anus. Sehingga diagnose lebih mengarah kepada tinea korporis, namun tidak dilakukan pemeriksaan KOH untuk melihat apakah ditemukan hipa atau tidak.

Berdasarkan cerita pasien, pada awalnya lesi dan gatal muncul sejak 1 tahun yang lalu di area perut bawah pasien. Akan tetapi pasien menaggap keluhan tersebut tidak menggangu aktifitas sehingga pasien tidak berobat dan akhirnya pasien di rawat di rumah sakit karena post stroke non hemorrhage et causa emboli. Setelah 1 minggu pasien dirawat inap di ruang sahadeawa pasien mengeluhkan muncul bercak yang sangat lebar pada punggung, dan dada. Selain itu terdapat bercak-bercak merak pada perut. Selama pasien di rawat di rumah sakit pasien mandi hanya menggunakan air dan handuk kecil. Selaian itu suasana ruang sahadewa sangatlah pengap sehingga pasien menjadi sering berkeringat dan kulit menjadi lembab. Rasa gatal yang muncul semaki bertambah hebat ketika berkeringat. Suasana tersebut mempermudah jamur untuk hidup dan semakin aktif. Hal tersebutlah yang mungkin mencetuskan munculnya penyakit tinea corporis. Penatalaksanaan pada pasien ini hanya diberikan obat sistemik dan topikal. Obat sistemik di berikan griseovulpin 1 x 500 mg dan terapi topical diberikan myconazol cream di oleskan pada lesi 2 x dalam sehari. Setelah 3 hari pengobatan, respon pengobobatan baik. Kemerahan pada kulit pasien sudah mulai menghilang, rasa gatal sudah mulai menghilang, tepi dari lesi pada tepi (papul, vesikel) sudah mulai menghilang. Temuan ini lebih menyakinkan pasien menderita tinea korporis. Prognosis dari pasien adalah dubia, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa tinea korporis memiliki prognosis yang baik apabila teratur minum obat, dan higenitas tetap terjaga. BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Dari kasus diatas dapat disimpulakan bahwa pasien menderita tinea korporis, hal ini sesui dengan kepustakaan yang menyebutkna bahwa penderita tinea korporis mengeluh muncul bercak kemerahan dan disertai gatal. Gatal semakin memberat ketika berkeringat. Selain itu dari pemeriksaan fisik ditemukan macula eritema dengan skuama pada permukaannya dan tepi tampak papul, vesikel, dan tengah tampak tenang (central healing). Namum pada pasien ini tidak dilakukannya pemeriksaan KOH yang merupakan kelemahan dalam penegakan diagnosis tinea korporis. 4.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka dapat disarankan bahwa untuk penegakan pasti dari diagnosis tinea korporis harus dilakukan pemeriksaan KOH. Selain itu pasien haus di edukasi dengan baik agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan timbulnya tinea korporis.

14